Analisis komparasi saluran pasar tradisional dan modern pada komoditas sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

ANALISIS KOMPARASI SALURAN PASAR TRADISIONAL DAN
MODERN PADA KOMODITAS SAYURAN DI KECAMATAN
PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG

FITRIYANI MIR`AH ALIYATILLAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis komparasi
saluran pasar tradisional dan modern pada komoditas sayuran di Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Fitriyani Mir’ah Aliyatillah
NIM H451110191

RINGKASAN
FITRIYANI MIR`AH ALIYATILLAH. Analisis Komparasi Saluran Pasar
Tradisional dan Modern pada Komoditas Sayuran di Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh HARIANTO dan ANNA FARIYANTI.
Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting untuk
dikembangkan karena memiliki permintaan pasar yang tinggi baik dari dalam
maupun luar negeri. Walaupun neraca perdagangan sayuran Indonesia masih
bernilai negatif namun trend ekspor dari tahun 2005 sampai dengan 2010 bernilai
positif 10 persen. Perkembangan pasar modern seperti ekspor tersebut dan food
service industries seperti restoran menawarkan keuntungan yang lebih tinggi
kepada petani sayuran. Namun pasar modern memiliki persyaratan terkait
kontinyuitas kuantitas dan konsistensi kualitas sayuran. Oleh karena itu, penting
dilakukan studi terkait pemasaran sayuran untuk pasar modern.
Pangalengan merupakan sentra produksi sayuran di Jawa Barat yang
berkontribusi cukup besar dalam produksi sayuran Nasional. Selain itu,

Pangalengan juga merupakan wilayah yang ditargetkan dapat meningkatkan
ekspor sayuran khususnya ke Singapura. Pemasaran sayuran yang dilakukan
petani awalnya hanya ke pasar tradisional, namun seiring dengan berkembangnya
pasar modern, petani mulai memasok ke pasar modern terutama karena adanya
jaminan harga yang stabil berdasarkan kesepakatan dan tawaran harga jual yang
tinggi. Berbeda dengan pasar tradisional yang menghadapi risiko fluktuasi harga
sehingga memicu tidak terintegrasinya harga di tingkat petani dan pengecer.
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: (1) menganalisis aktivitas pemasaran
komoditas sayuran di Pangalengan; (2) menganalisis efisiensi saluran pasar
modern dan tradisional komoditas sayuran di Pangalengan; dan (3) menganalisis
dampak saluran pasar modern terhadap petani dan saluran pasar tradisional.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling)
di tiga desa di Kecamatan Pangalengan yaitu Desa Pangalengan, Desa
Margamekar, dan Desa Margamukti karena memiliki produktivitas sayuran paling
tinggi. Komoditas sayuran yang diteliti adalah kentang, tomat, kubis dan wortel.
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif
dilakukan untuk mengetahui lembaga pemasaran sayuran yang terlibat, fungsifungsi pemasaran yang terjadi, saluran pemasaran, serta dampak saluran pasar
modern terhadap petani dan saluran pasar tradisional. Adapun analisis kuantitatif
dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel dan Eviews untuk
menganalisis integrasi harga sayuran di pasar tradisional yang menggunakan

model ordinary least square (OLS) dari Model Ravallion.
Berdasarkan hasil penelitian, lembaga pemasaran sayuran yang ada di
saluran pasar tradisional adalah, pedagang I, pedagang II, grosir pasar, dan
pedagang eceran. Adapun lembaga pemasaran pada pasar modern terdiri dari
pedagang III, eksportir, dan restoran. Dari keempat komoditas sayuran yang
dianalisis, fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani dan lembaga pemasaran
sayuran yang memasok ke pasar tradisional umumnya terdiri dari: (1) fungsi
fasilitas berupa sortasi, risiko, biaya, dan informasi; (2) fungsi fisik berupa
pengangkutan dan penyimpanan; serta (3) fungsi pertukaran berupa penjualan dan

pembelian. Yang membedakannya dengan pasar modern adalah di tingkat petani
terdapat penambahan fungsi fasilitas berupa grading.
Efisiensi pemasaran yang terjadi pada komoditas kentang, tomat, dan kubis
terbukti lebih efisien pada saluran pasar modern dibanding tradisional. Efisiensi
saluran pasar dilihat dari nilai marjin pemasaran, farmer’s share, dan integrasi
pasar antara petani dan ritel. Umumnya komoditas sayuran yang dianalisis belum
terintegrasi dengan baik yang ditunjukkan oleh nilai index of market connection
yang tinggi. Hal ini terjadi karena informasi pasar yang datang ke petani lebih
lambat dibandingkan pedagang perantara. Adapun pada komoditi tomat,
terintegrasi kuat karena informasi kepada petani lebih terbuka dan disalurkan

dengan cepat.
Dampak saluran pasar modern terhadap petani adalah meningkatnya
produktivitas sayuran yang dihasilkan, meningkatnya keuntungan, dan
meningkatnya kualitas sayuran yang dipasarkan. Adapun dampak saluran pasar
modern terhadap saluran pasar tradisional antara lain berkurangnya volume
perdagangan sayuran di pasar tradisional, bertambahnya fungsi pemasaran, serta
saluran pemasaran tradisional menjadi lebih pendek.
Kata kunci:

Pasar tradisional, Pasar modern, Sayuran, Integrasi Pasar, Saluran
Pemasaran

SUMMARY
FITRIYANI MIR`AH ALIYATILLAH. Comparative Analysis of Traditional and
Modern Marketing Channels of Vegetables Commodities in Pangalengan District,
Bandung Regency. Supervised by HARIANTO and ANNA FARIYANTI.
Vegetable is one of the important horticultural commodities that potential
to be developed because it has a high market demand both from within and
outside the country. Although the trade balance value was still negative, the
export trend of vegetable from 2005 to 2010 is positive 10 percent. Modern

market developments such as the export and food service industries such as
restaurants offer higher returns to farmers. But the Modern market has the
requirement related to quantity and consistency of vegetable quality. Therefore, it
is important to analyze marketing of vegetable in Modern market.
Pangalengan is the vegetable production centers in West Java that
contribute quite big in the National vegetable production. In addition, the district
is also targeted to make contribution to increase the export of vegetable, especially
to Singapore. Along with the development of a Modern market, farmers started
supplying to the Modern market that enforces the selling price fixed based on
agreements and offer a higher selling price than traditional markets. Because of
fluctuating prices, traditional market trigger unintegrated market price at the level
of farmers and retailers. The aims of this research are to: (1) analyze the
marketing aktivities of vegetables in Pangalengan; (2) analyze the efficiency of
the Modern and traditional market channels of vegetables in Pangalengan; and (3)
analyze the impact of Modern market channels against farmers and traditional
market channels.
Research location determined purposively in three villages in the District
of Pangalengan because of the highest vegetables productivity i.e. Margamekar
Village, Pangalengan Village and Margamukti Village. Vegetables in this research
are potato, tomato, cabbage and carrot. Data analysis was done qualitatively and

quantitatively. Qualitative analysis was conducted to find out the vegetable market
institutions, marketing functions, marketing channels, and the impact of modern
market channels to farmers and traditional market channels. Microsoft Excel and
Eviews software are used to analyze price integration of vegetables on traditional
market with ordinary least square (OLS) model that adapted from Ravallion
Model.
The results showed that the marketing institutions of vegetables in
traditional market channels are traders I, traders II, wholesale and retailers. While
for marketing institutions on the modern market are of traders III, exporters, and
restaurant. The marketing function that carried out by marketing institutions who
supply vegetables to traditional market generally consists of: (1) facilities
functions such as sortation, risk, cost, and market information; (2) physical
functions in the form of transportation and storage; and (3) exchange functions
such as sales and purchase. While in the modern market channels, there is an
additional marketing function facility at the level of farmer i.e grading activities.
The modern market channels of potato, tomato, and cabbage are more
efficient than the traditional market channels. It can be seen from marketing
margin, farmer's share, and market integration between farmers and retailers.

Analysis of the market integration indicates that generally vegetables in traditional

markets were unintegrated. This condition happened because the information that
comes to market farmers is slower than intermediary traders. As for the
commodity tomato, integrated strong because information to farmers more open
and distributed quickly.
The impact of Modern market channels to traditional market channels are
declining trading volume of vegetables, adding of marketing functions, and
shortening marketing channels. The impact of Modern market channels are
increasing the productivity of the vegetables, increased profits, and increasing the
quality of the vegetables.
Keywords: Traditional market, Modern Markets, Vegetable, Market Integration,
Marketing channels

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS KOMPARASI SALURAN PASAR TRADISIONAL DAN
MODERN PADA KOMODITAS SAYURAN DI KECAMATAN
PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG

FITRIYANI MIR`AH ALIYATILLAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis


: Dr Ir Suharno, M. Adev

Penguji Wakil Program Studi Agribisnis

: Dr Ir Netti Tinaprilla, MM

Judul Tesis : Analisis Komparasi Saluran Pasar Tradisional dan Modern pada
Komoditas Sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten
Bandung
Nama
: Fitriyani Mir`ah Aliyatillah
NIM
: H451110191

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Harianto, MS
Ketua


Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Magister Sains Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 28 Agustus 2013

Tanggal Lulus:

Judul Tesis : Analisis Komparasi Saluran Pasar Tradisional dan Moderen pada

Komoditas Sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten
Bandung
Nama
: Fitriyani Mir' ah Aliyatillah
NIM
: H451110191

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

...-----

Dr Ir Harianto, MS
Ketua

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Magister Sains Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Tanggal Ujian: 28 Agustus 2013

Tanggal Lulus:

1 1 NOV 20n

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah pemasaran, dengan judul analisis komparasi
saluran pasar tradisional dan modern pada komoditas sayuran di Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Ir Harianto, MS sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, waktu, saran, dan motivasi kepada
penulis.
2. Dr Ir Anna Fariyanti, MSi sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan, waktu, saran, dan motivasi
kepada penulis.
3. Dr Ir Suharno, M. Adev dan Dr Ir Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen
penguji pada sidang tertutup yang telah banyak memberi saran dan
masukan.
4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS sebagai ketua program studi magister sains
agribisnis; Dr Ir Suharno, M.Adev sebagai sekretaris program studi
magister sains agribisnis; dan seluruh staf program studi magister sains
agribisnis atas motivasi, saran, dan bantuannya kepada penulis.
5. Kementrerian Pendidikan dan Kebudayaan Biro Perencanaan dan
Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) sebagai sponsor biaya pendidikan
penulis selama menjadi mahasiswa pasca sarjana.
6. Bapak H. Enzem Zaenal dan Bapak H. Odih Dedi Permana sebagai tokoh
masyarakat dan ketua kelompok tani di Desa Margamekar yang telah
memberikan informasi secara mendalam dan bantuan serta kasih sayang
kepada penulis selama pengambilan data berlangsung.
7. Bapak Firman sebagai penyuluh pertanian di Disperta Jawa Barat yang
telah menyediakan informasi harga sayuran secara komprehensif.
8. Ayahanda Maman Karliman dan Ibunda Fatmah Setiawati sebagai
orangtua penulis, atas segala doa, motivasi, dan kasih sayangnya.
9. Teman-teman seperjuangan Magister sains agribisnis angkatan 2 yang
selalu memberikan inspirasi dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan tulisan ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama
pelaku pemasaran sayuran, akademisi, dan pengambil keputusan.

Bogor, November 2013
Fitriyani Mir`ah Aliyatillah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

1
1
3
6
6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pemasaran Sayuran di Indonesia
Lingkup Pasar Modern
Efisiensi Saluran Pemasaran Modern dan Tradisional
Integrasi Pasar Komoditas Agribisnis
Dampak Saluran Pasar Modern terhadap Petani dan
Saluran Pasar Tradisional

7
7
8
8
9
10

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Pemasaran Produk Pertanian secara makro
Konsep Saluran Pemasaran
Konsep Efisiensi Pemasaran
Kerangka Pemikiran Operasional

13
13
15
16
19

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data

23
23
23
24

5 AKTIVITAS PEMASARAN SAYURAN DI PANGALENGAN
Karakteristik petani responden
Karakteristik pedagang
Gambaran umum sistem pemasaran sayuran di Pangalengan
Lembaga pemasaran pada saluran pasar tradisional
Lembaga pemasaran pada saluran pasar Modern
Saluran pemasaran sayuran di Kecamatan Pangalengan
Saluran pemasaran kentang
Saluran pemasaran tomat
Saluran pemasaran kubis
Saluran pemasaran wortel

26
28
29
31
34
35
36
36
40
43
46

6 EFISIENSI SALURAN PASAR TRADISIONAL DAN MODERN
Marjin Pemasaran dan Farmer’s share
Integrasi pasar sayuran di Pangalengan

48
48
55

7 DAMPAK SALURAN PASAR MODERN
Dampak saluran pasar modern terhadap petani
Produktivitas sayuran petani menjadi meningkat
Keuntungan petani menjadi meningkat
Meningkatnya kualitas sayuran yang dihasilkan petani
Dampak saluran pasar modern terhadap saluran pasar tradisional
Menurunnya volume sayuran
Bertambahnya fungsi pemasaran
Saluran pemasaran lebih pendek

56
56
57
59
62
64
64
65
66

8 SIMPULAN

67

9 SARAN

68

DAFTAR PUSTAKA

68

LAMPIRAN

73

RIWAYAT HIDUP

93

DAFTAR TABEL
1 Pasar Ekspor Sayuran Indonesia tahun 2005-2009
2 Kontribusi produksi sayuran Jawa Barat terhadap nasional tahun 2011
3 Data produksi kentang, tomat, wortel, dan kubis di Kecamatan
Pangalengan tahun 2010
4 Kriteria Integrasi Pasar
5 Luas wilayah Kecamatan Pangalengan Tahun 2012
6 Luas lahan, produktivitas, dan produksi sayuran di kecamatan
Pangalengan tahun 2011
7 Karakteristik Responden Petani Sayuran di Pangalengan
8 Karakteristik Responden Pedagang Sayuran di Pangalengan
9 Biaya Produksi Kentang di Kecamatan Pangalengan Berdasarkan Jenis
Bibit yang digunakan
10 Fungsi-fungsi yang dilakukan Lembaga Pemasaran Kentang
11 Fungsi-fungsi yang dilakukan Lembaga Pemasaran tomat
12 Fungsi-fungsi yang dilakukan Lembaga Pemasaran Kubis
13 Fungsi-fungsi yang dilakukan Lembaga Pemasaran Wortel
14 Marjin pemasaran dan farmer’s share kentang di Pangalengen periode
Januari-April 2013
15 Marjin pemasaran dan farmer’s share tomat di Pangalengen periode
Januari-April 2013
16 Marjin pemasaran dan farmer’s share kubis di Pangalengen periode
Januari-April 2013

1
3
23
26
27
27
29
30
36
38
40
44
46
48
49
50

17 Marjin pemasaran dan farmer’s share wortel di Pangalengen periode
Januari-April 2013
18 Integrasi Pasar Komoditas Sayuran
19 Produktivitas Kentang pada Saluran Pasar Tradisional dan Modern
20 Produktivitas tomat pada Saluran Pasar Tradisional dan Modern
21 Produktivitas kubis pada Saluran Pasar Tradisional dan Modern
22 Produktivitas wortel pada Saluran Pasar Tradisional dan Modern
23 Analisis keuntungan petani kentang
24 Analisis keuntungan petani tomat
25 Analisis keuntungan petani kubis
26 Analisis keuntungan petani wortel
27 Diferensiasi harga kentang di pasar Modern periode Januari-April 2013
28 Harga beli tomat di pasar Modern (Restoran)
29 Fungsi pemasaran yang tumbuh karena pasar modern

52
53
54
55
56
56
56
57
58
59
60
60
63

DAFTAR GAMBAR
1 Fluktuasi Harga Sayuran di Tingkat Petani dan Pengecer Pangalengan
2 Saluran pemasaran sayuran di Jawa Barat
3 Margin pemasaran
4 Kerangka pemikiran operasional
5 Skema arus komoditi kentang di Pangalengan periode Januari-April
2013
6 Skema arus komoditi tomat di Pangalengan periode Januari-April 2013
7 Skema arus komoditi kubis di Pangalengan periode Januari-April 2013
8 Skema arus komoditi wortel di Pangalengan periode Januari-April 2013
9 Farmer’s share kentang di Pangalengan periode Januari-April 2013
10 Farmer’s share tomat di Pangalengan periode Januari-April 2013
11 Farmer’s share kubis di Pangalengan periode Januari-April 2013
12 Farmer’s share wortel di Pangalengan periode Januari-April 2013
13 Ukuran kentang yang dihasilkan petani Pangalengan
14 Alokasi volume sayuran setelah adanya pasar Modern

4
7
17
22
37
41
43
45
50
51
53
54
59
62

DAFTAR LAMPIRAN
1 Marjin pemasaran kentang
2 Marjin pemasaran tomat
3 Marjin pemasaran kubis
4 Marjin pemasaran wortel
5 Hasil output analisis integrasi pasar vertikal kentang
6 Hasil output analisis integrasi pasar vertikal tomat
7 Hasil output analisis integrasi pasar vertikal kubis
8 Hasil output analisis integrasi pasar vertikal wortel

71
74
76
78
81
83
86
89

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat
berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi dan permintaan
pasar yang tinggi baik dari dalam maupun luar negeri. Konsumsi per kapita
sayuran di Indonesia dari tahun 2006 sampai 2011 mengalami pertumbuhan
sebesar 36.5 persen sehingga permintaan akan sayuran di dalam negeri pun
meningkat (BPS 2011). Namun kondisi neraca perdagangan sayuran Indonesia
sampai dengan tahun 2009 masih bernilai negatif dengan nilai ekspor sebesar 100
juta USD sedangkan nilai impor mencapai 298 juta USD. Walaupun demikian,
potensi ekspor masih besar dan variatif yang terbukti dari trend ekspor dari tahun
2005 sampai dengan 2009 yang bernilai positif 10 persen. Adapun Negara tujuan
ekspor sayuran Indonesia antara lain Cina, India, Singapura, Jepang, Malaysia,
Filipina, Korea, Taiwan, dan Thailand (ACDIVOCA 2011). Pasar ekspor sayuran
Indonesia tahun 2005 sampai dengan 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Pasar ekspor sayuran Indonesia tahun 2005-2009
Indikator Perdagangan
Importir

Dunia
China
India
Singapura
Jepang
Malaysia
Filipina
Korea
Taiwan
Thailand

Nilai
Ekspor
(000 USD)

Trade
Balance
(000 USD)

100 168
19 894
18 551
12 202
9 906
8 695
8 476
6 916
6 486
3 664

-198 841
-176 604
14 306
11 073
9 749
2 297
5 750
6 507
6 427
-11 672

Share
ekspor dari
Indonesia
(%)
100
19.9
18.5
12.2
9.9
8.7
8.5
6.9
6.5
3.7

Growth
Nilai
Ekspor
(%)
10
2
77
14
3
-2
4
12
9
65

Rank
Negara
Importir
13
6
28
8
19
71
25
49
44

Share
dari
impor
dunia
(%)
100
2.2
4.3
0.7
3.5
1.1
0.1
0.8
0.3
0.4

Sumber: Agricultural Cooperative Development International (2011)
Salah satu permintaan ekspor hortikultura Indonesia adalah berasal dari
Singapura dimana permintaannya pada tahun 2014 mendatang mencapai 30
persen dari total ekspor buah dan sayuran Indonesia. Permintaan tersebut baru
dapat dipenuhi sebesar 6 persennya saja di tahun 2010 yaitu senilai 22.4 juta
USD1. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, pada tahun 2012 Kementerian
Pertanian secara khusus mengeluarkan pedoman teknis akselerasi peningkatan
ekspor hortikultura ke Singapura karena Indonesia masih memiliki potensi yang
besar untuk memperluas pangsa pasar sayuran terutama karena didukung oleh
kondisi agronomis dan letak geografis yang berdekatan dengan Singapura.
1

www.thejakartapost.com. RI cannot meet overseas demand for fruits and vegetables [Juni
2013]

2

Terdapat beberapa kelemahan yang menyebabkan Indonesia belum dapat
meningkatkan pangsa pasar sayuran di Singapura maupun Negara importir
sayuran lainnya. Kelemahan tersebut diantaranya adalah kondisi infrastruktur
jalan dan pelabuhan yang kurang memadai serta lemahnya manajemen rantai
pasok. Pada dasarnya sayuran Indonesia memiliki dayasaing, namun perlu adanya
perbaikan kemasan dan kualitas (Kemendag 2011). Oleh karena itu, salah satu
cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kinerja ekspor sayuran Indonesia
adalah dengan meningkatkan kualitas sayuran diantaranya melalui perbaikan
sistem pemasaran.
Pasar ekspor sayuran Indonesia merupakan salah satu contoh pasar modern
dengan sistem kontrak yang dicirikan oleh adanya kesepakatan antara penjual dan
pembeli baik secara lisan ataupun tertulis terkait dengan harga, kualitas, kuantitas,
dan persyaratan lainnya (Perdana 2011). Jenis pasar ini juga disebut sebagai pasar
terstruktur. Selain pasar ekspor sayuran Indonesia, pasar modern dengan sistem
kontrak juga mencakup lingkup domestik seperti ritel modern, agroindustri, dan
food service industry seperti restoran. Adapun yang menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah pasar tradisional seperti pasar induk kramat Djati dan
Caringin, serta pasar modern dengan sistem kontrak yang terdiri dari pasar ekspor
serta restoran yang secara nasional pertumbuhannya mencapai 2.09 persen di
tahun 2011 (BPS 2011).
Pada tahun 2007, petani yang terlibat dalam rantai pasar modern di
Indonesia baru mencapai 15 persen. Hal ini dikarenakan adanya persyaratan
berupa konsistensi terhadap kualitas dan kontinyu dalam hal kuantitas yang sulit
dipenuhi oleh petani sayuran skala kecil. Perkembangan pasar modern dalam
rantai pemasaran sayuran di Indonesia memiliki dampak terhadap perekonomian.
Beberapa pihak berpendapat bahwa dengan meluasnya pasar modern seperti ritel
modern di Indonesia, pertumbuhan ekonomi serta iklim persaingan usaha semakin
baik dan dapat meningkatkan lapangan pekerjaan (Punjabi dan Sardana 2007).
Namun pihak lain berpendapat bahwa pasar modern berdampak negatif terhadap
pasar tradisional karena mengakibatkan hilangnya konsumen di pasar tradisional
(SMERU 2007). Dampak hadirnya pasar modern terhadap konsumen lebih positif
karena pasar tersebut menawarkan lebih banyak keunggulan sehingga kepuasan
konsumen dapat meningkat dengan disediakannya lebih banyak pilihan.
Adapun dampak saluran pasar modern terhadap petani sayuran masih
menjadi kontroversi. Terdapat hasil penelitian yang bertolak belakang dalam
melihat dampak saluran pasar modern terhadap petani hortikultura khususnya di
Negara berkembang. Sebagian besar hasil penelitian menyebutkan bahwa saluran
pasar modern merugikan petani produk agribisnis terutama petani kecil karena
kemungkinan petani dalam menghasilkan produk yang diinginkan oleh konsumen
sangat kecil. Studi empiris ditunjukkan oleh Cartey dan Mesbah (1993) yang
mengungkapkan bahwa petani kecil sangat sedikit partisipasinya dalam ekspor
buah di Negara Chili. Begitu juga dengan ekspor sayuran di Kenya yang tidak
melibatkan petani sehingga saluran pemasaran tersebut sama sekali tidak
menguntungkan bagi petani lokal.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan fakta yang berbeda dimana saluran
pasar modern justru membantu meningkatkan pendapatan dan aset petani kecil.
Hal ini dibuktikan oleh Hernandez et al. (2007) yang mengungkapkan hasil
penelitiannya di Guatemala, dimana ribuan petani skala kecil mendapat manfaat

3

dan pendapatan yang lebih tinggi ketika menjadi pemasok dalam saluran pasar
modern untuk komoditas jagung. Selain meningkatkan pendapatan, saluran pasar
modern juga dapat meningkatkan produktivitas dan akses tenaga kerja lokal yang
lebih baik. Huang dan Reardon (2008) yang menyebutkan bahwa saluran pasar
modern memiliki dampak positif bagi petani yaitu peningkatan pendapatan,
teknologi produksi yang semakin membaik dan menciptakan lowongan pekerjaan
yang baru bagi masyarakat. Conception dan Digal (2007) juga menyatakan bahwa
saluran pasar modern memberikan pendapatan yang lebih baik kepada petani
walaupun supermarket sebagai salah satu ritel modern memiliki standar kualitas
dan kuantitas yang harus dipenuhi. Hal ini terjadi karena saluran pasar modern
telah menggeser paradigma petani untuk lebih memperhatikan keamanan pangan
dan berusaha memproduksi komoditas yang sesuai dengan permintaan konsumen.
Dengan demikian, penting dilakukan penelitian yang mengkaji secara
khusus mengenai saluran pasar sayuran baik dengan tujuan akhir pasar tradisional
maupun pasar modern dengan sistem kontrak seperti ekspor dan restoran. Dampak
hadirnya pasar modern terhadap petani dan pasar tradisional menjadi penting
untuk dianalisis karena perbedaan hasil penelitian terdahulu tidak dapat dijadikan
kesimpulan umum khususnya untuk komoditas hortikultura di Indonesia.
Perumusan Masalah
Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Indonesia yang
berkontribusi cukup besar terhadap produksi sayuran nasional. Pada tahun 2011,
Jawa Barat menjadi penghasil sayuran Nasional seperti kubis sebesar 21.97
persen, tomat 37.19 persen, kentang 25.93 persen, cabe merah 21.98 persen dan
bawang merah 11.34 persen (Disperta Jabar 2012). Adapun penelitian ini
membahas empat komoditas sayuran utama yaitu kentang, tomat, kubis, dan
wortel. Hal ini karena keempat komoditas tersebut berkontribusi cukup besar
terhadap produksi sayuran nasional. Kontribusi produksi sayuran Jawa Barat
terhadap Nasional pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kontribusi produksi sayuran Jawa Barat terhadap nasional tahun 2011
Komoditas
Nasional (Ton)
Jawa Barat (Ton)
1 358 113
298 332
Kubis
Tomat
954 046
354 832
1 060 805
Kentang
275 101
Cabe Merah
888 852
195 383
Bawang Merah
893 124
101 273
Wortel
526 917
115 297
Sumber: Diperta Jawa Barat (2012) (diolah)

Persentase
21.97
37.19
25.93
21.98
11.34
21.88

Salah satu wilayah yang menjadi sentra produksi sayuran di Jawa Barat
adalah Kecamatan Pangalengan. Selain memasok kebutuhan nasional,
Pangalengan juga merupakan salah satu wilayah yang ditargetkan dapat
berkontribusi dalam pemenuhan ekspor sayuran sesuai dengan yang tercantum
dalam pedoman teknis akselerasi pengingkatan ekspor hortikultura ke Singapura.
Program tersebut diduga memiliki pengaruh terhadap saluran pemasaran petani

4

yang awalnya hanya memasok ke pasar tradisional menjadi memiliki kesempatan
untuk memasok juga ke pasar modern. Harga yang lebih tinggi mendorong petani
untuk melakukan pemasaran sayuran ke pasar modern dengan sistem kontrak
walaupun harus memenuhi persyaratan terkait kualitas dan kuantitas sayuran.
Harga yang terjadi di pasar modern cenderung stabil karena penetapan harga
terjadi sesuai dengan kesepakatan di awal kerjasama. Sebaliknya, di pasar
tradisional, pelaku agribisnis sayuran menghadapi risiko fluktuasi harga. Fluktuasi
harga sayuran di tingkat petani dan pedagang pengecer di pasar Pangalengan
dapat dilihat pada Gambar 1.
14000

Harga (Rp/Kg)

12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
Data Mingguan April 2012- Maret 2013

Kentang Harga
Petani
Kentang Harga
Pengecer
Tomat Harga
Petani
Tomat Harga
Pengecer
Kubis Harga
Petani
Kubis Harga
Pengecer
Wortel Harga
Petani
Wortel Harga
Pengecer

Gambar 1 Fluktuasi harga sayuran di tingkat petani dan pedagang pengecer di
pasar Pangalengan
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Barat, 2013

Salah satu fenomena yang sering terjadi pada komoditas sayuran adalah
fluktuasi harga yang memicu pada ketidakefisienan pasar jika perubahan harga
yang terjadi di tingkat konsumen tidak disampaikan dengan baik ke tingkat petani.
Berdasarkan Gambar 1, kenaikan atau penurunan harga sayuran yang terjadi di
tingkat pedagang pengecer, tidak selalu diikuti oleh kenaikan atau penurunan
harga yang terjadi di tingkat petani. Hal ini sering disebut dengan pasar yang tidak
terintegrasi padahal integrasi pasar merupakan salah satu indikator efisiensi harga.
Oleh karena itu, diperlukan analisis integrasi pasar sebagai bagian dari analisis
efisiensi harga di lokasi penelitian.
Pelaku pemasaran baik itu di pasar tradisional maupun pasar modern harus
melakukan kegiatan pemasaran secara efisien supaya kualitas sayuran tetap
terjaga dan memberikan keuntungan yang maksimal. Saluran pasar modern
maupun tradisional memiliki tingkat efisiensi yang berbeda. Salah satu ukuran
efisiensi adalah terintegrasinya hubungan antara harga di tingkat petani dan harga
di tingkat pedagang eceran. Kenaikan harga di tingkat konsumen memiliki respon
yang berbeda saat penurunan harga, terkadang lebih intensif namun juga
terkadang terjadi sebaliknya (Aguiar dan Santana 2002). Walaupun efisiensi
saluran pasar modern terbukti lebih baik dibanding saluran pasar tradisional

5

(Aparna dan Hanumanthaiah 2012), namun tingkat efisiensi dapat berbeda karena
dipengaruhi juga oleh kondisi geografis wilayah dan karakteristik responden.
Untuk itu, analisis efisiensi pemasaran di kedua saluran pemasaran menjadi salah
satu bagian dari penelitian.
Aktivitas pemasaran yang dilakukan lembaga pemasaran baik pasar modern
maupun tradisional ditujukan untuk menciptakan nilai spesifik produk dengan
melakukan berbagai fungsi pemasaran. Namun salah satu fungsi pemasaran yang
seringkali tidak dilakukan oleh petani dalam saluran pasar tradisional adalah
sortasi dan grading yang pada dasarnya dapat meningkatkan nilai tambah dari
sayuran yang dihasilkannya. Aktivitas tersebut dinilai memerlukan biaya
tambahan karena membutuhkan penanganan ekstra dan membutuhkan tenaga
kerja. Oleh karena itu, sayuran yang dipasok ke pasar tradisional kualitasnya
tercampur dan hanya dikenakan satu harga. Berbeda dengan saluran pasar modern
yang menuntut dilakukannya fungsi pemasaran berupa sortasi dan grading.
Walaupun jenis sayurannya sama, namun harga yang terbentuk akan bervariasi
tergantung dengan grade yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan harga jual
yang secara otomatis meningkatkan penerimaan produsen atau petani (Tambunan
et al. 2004).
Menyikapi perkembangan pasar modern, petani yang pada awalnya hanya
berorientasi kepada pasar tradisional kini mulai terdorong untuk memenuhi
permintaan di pasar modern karena menawarkan keuntungan lebih besar
dibandingkan pasar tradisional. Hal ini juga dikarenakan konsumen pasar modern
memiliki willingness to pay lebih tinggi dibandingkan pasar tradisional karena
segmentasinya menengah ke atas. Hernandez et al. (2007) mengungkapkan bahwa
petani merupakan bagian penting dalam saluran pasar modern. Namun, beberapa
penelitian menunjukkankan bahwa petani sulit terlibat dalam saluran pasar
modern khususnya petani skala kecil (Minot dan Roy 2007). Hal ini terkait
dengan persyaratan memasuki pasar modern untuk komoditas sayuran diantaranya
adalah kualitas, kuantitas, kemasan, keamanan pangan, dan keberlanjutan
pengiriman.
Dampak hadirnya pasar modern yang secara spesifik dicirikan oleh hadirnya
saluran pasar modern, baik itu terhadap petani maupun terhadap perekonomian,
tidak dapat disamakan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan kondisi lokal baik geografis maupun karakteristik
petani suatu daerah, begitu juga dengan Pangalengan. Walaupun berperan sebagai
daerah sentra produksi sayuran, namun dampak hadirnya saluran pasar modern
dengan sistem kontrak perlu dilakukan lebih lanjut. Dampak saluran pasar modern
terhadap petani dan saluran pasar tradisional pada penelitian ini dapat dianalisis
setelah mengetahui secara komprehensif aktivitas pemasaran yang terjadi baik di
saluran pasar tradisional maupun modern. Berdasarkan latar belakang dan
permasalahan yang telah dipaparkan tersebut, pertanyaan penelitian dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah aktivitas pemasaran komoditas sayuran di Pangalengan?
2. Apakah saluran pasar modern lebih efisien dibandingkan dengan saluran
pasar tradisional pada komoditas sayuran di Pangalengan?
3. Bagaimanakah dampak saluran pasar modern terhadap petani dan saluran
pasar tradisional?

6

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diungkapkan
sebelumnya, tujuan dari penelitian ini antara lain untuk:
1. Menganalisis aktivitas pemasaran komoditas sayuran di Pangalengan.
2. Menganalisis efisiensi saluran pasar modern dan tradisional komoditas
sayuran di Pangalengan.
3. Menganalisis dampak saluran pasar modern terhadap petani dan saluran
pasar tradisional.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi terciptanya sistem
pemasaran komoditas sayuran yang baik sebagai salah satu subsistem agribisnis
yang terintegrasi khususnya di Pangalengan sebagai daerah penelitian. Penelitian
ini juga diharapkan mampu menjadi acuan bagi lembaga pemasaran komoditas
hortikultura dalam memasuki pasar modern sebagai salah satu jaringan pemasaran
dengan tetap menjaga kualitas produk yang dihasilkan melalui aktivitas
pemasaran yang tepat. Adapun bagi perguruan tinggi, penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat untuk pengembangan pengetahuan terkait pemasaran sayuran
sehingga dapat juga dijadikan sebagai bahan penelitian lanjutan.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini terbatas pada sentra sayuran di Kabupaten Bandung yaitu
Kecamatan Pangalengan, dengan asumsi sudah mewakili daerah sentra produksi
sayuran yang lainnya di Indonesia. Desa yang dipilih adalah Margamukti,
Margamekar, dan Pangalengan dengan alasan ketiga desa tersebut merupakan
penghasil komoditas sayuran Kubis, Kentang, Wortel dan Tomat dengan produksi
paling tinggi. Pemilihan komoditas tersebut berdasarkan studi pendahuluan
kepada beberapa ketua kelompok tani di Pangalengan dan data sekunder dari
Direktorat Jenderal Hortikultura Jawa Barat terkait komoditas sayuran potensial
untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun ekspor khususnya ke Singapura.
Pasar modern yang dipilih adalah pasar ekspor dan food service industry yaitu
restoran.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pemasaran Sayuran di Indonesia
Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting bagi
perekonomian Indonesia. Sayuran memiliki karakteristik yang mudah rusak
sehingga lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya dituntut untuk melakukan
aktivitas pemasaran yang tepat sehingga kualitas sayuran tetap terjaga. Adapun
lembaga pemasaran sayuran terdiri dari petani, pedagang pengumpul, pedagang
besar, pedagang pengecer (Silitonga 1999; Permana 2004), serta eksportir dan
konsumen institusi untuk pasar modern (Setiawan 2009).

7

Analisis pemasaran sayuran telah banyak dilakukan oleh peneliti baik di
Indonesia maupun luar negeri. Sayuran tersebut diantaranya wortel, kentang,
kubis (Silitonga 1999; Ma’mun 1985; Setiawan 2009). Pada dasarnya saluran
pemasaran sayuran yang terjadi memiliki kemiripan satu sama lain dimana
melibatkan lembaga pemasaran yang hampir sama. Secara khusus, saluran
pemasaran sayuran di Jawa Barat bermuara kepada konsumen luar negeri dan
konsumen domestik yang bergerak dari desa menuju ke daerah perkotaan (Ferrari
1994).
Produk yang mudah rusak (perisable) seperti sayuran, dalam pemasarannya
biasanya hanya melewati sedikit perantara dibandingkan produk yang tahan lama
akan tetapi pada komoditas sayuran karena produksinya tersebar, perantara
kemungkinan lebih panjang karena membutuhkan kegiatan pengumpulan. Hal ini
terjadi terutama pada petani yang mengusahakan sayuran dalam skala kecil dan
menghasilkan sayuran dengan volume sedikit sehingga memilih pedagang
pengumpul dalam memasarkan sayurannya. Walaupun demikian, waktu yang
dibutuhkan untuk melewati perantara tersebut relatif singkat yaitu hanya satu atau
paling lama dua hari (Ferrari 1994). Adapun saluran pemasaran sayuran di Jawa
Barat menurut Ferrari (1994) dapat dilihat pada Gambar 2.

Farmer
Village

Collecting Point

Customer
(Village market)

Field Trader
Customer
(Local market)
Assembly Trader

Small
Town

Wholesaler
Broker

Subwholesaler
Urban
Centre

Ritel Market
Riteler

Institutional Buyer

Consumer
Export

Gambar 2 Saluran pemasaran sayuran di Jawa Barat
Sumber: Ferrari (1994)

8

Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa saluran pasar sayuran di Jawa
Barat terdiri dari pasar modern yaitu pasar internasional untuk memenuhi ekspor
dan perusahaan institusi. Adapun pasar tradisional umumnya dipasarkan melalui
pedagang pengecer. Pasar modern umumnya memasok sayuran dari pedagang
besar (wholesaler) dan tidak langsung dari petani. Berdasarkan penelitian
terdahulu di beberapa Negara berkembang, sedikit sekali petani yang mampu
mengakses saluran tersebut secara langsung, terutama petani kecil. Hal ini
disebabkan adanya persyaratan volume produksi yang harus berkelanjutan dan
kualitas yang harus konsisten. Oleh karena itu, saluran pasar modern membentuk
saluran tersendiri dengan melibatkan lembaga pemasaran yang berbeda dengan
saluran pasar tradisional. Segala persyaratan yang harus dipenuhi di pasar modern
menjadikan petani lebih memperhatikan kualitas sayuran bahkan sejak tahapan
budidaya (Huang dan Reardon 2008).
Lingkup Pasar Modern
Pasar sering didefinisikan sebagai tempat atau lokasi terjadinya transaksi
antara penjual dan pembeli yang membentuk harga tertentu. Dahl dan Hammond
(1977), pakar ekonomi memberikan pengertian ruang lingkup pasar menjadi
empat hal yaitu: 1). Kekuatan dari permintaan dan penawaran yang bekerja; 2).
Harga dan modifikasinya adalah penentu; 3). Pengalihan hak milik dari sejumlah
barang atau jasa; 4). Mengandung pengertian fisik dan kelembagaan yang terlibat.
Pasar secara ekonomi diartikan sebagai ruang atau dimensi dimana kekuatan
penawaran dan permintaan bekerja untuk menentukan atau mengubah harga.
Istilah pasar modern dalam penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian
terdahulu. Sebagian besar penelitian membatasi pasar modern pada retail modern
seperti Hernandez et al. (2012) untuk komoditas jambu merah (guava) yang
dipasarkan ke pasar modern berupa supermarket dan Cadilhon et al. (2006) untuk
komoditas sayuran yang dipasarkan ke pasar modern berupa supermarket,
hypermarket, dan department store. Adapun penelitian ini mengacu kepada
konsep yang diungkapkan oleh Minot dan Roy (2007) dimana saluran pemasaran
modern tidak hanya mencakup retail modern saja tetapi juga perusahaan pengolah
makanan (food processing), food service industry seperti restoran, dan ekspor.
Oleh karena itu, karena restoran dan ekspor merupakan salah satu bagian dari
pasar modern, maka digunakan istilah saluran pasar modern untuk dijadikan
komparasi dengan saluran pasar tradisional.
Efisiensi Saluran Pasar Modern dan Tradisional
Efisiensi pemasaran merupakan ukuran yang digunakan oleh banyak pakar
dan peneliti pemasaran dalam menganalisis saluran pemasaran suatu produk.
Faktor-faktor yang memengaruhi efisiensi pemasaran suatu produk diantaranya
adalah jarak antara produsen (petani) kepada konsumen, ukuran pasar atau jumlah
komoditi yang diperdagangkan, persentase produk di pasar, luas areal panen, dan
jumlah penduduk (Silitonga 1999). Adapun efisiensi pemasaran sayuran di
Indonesia berdasarkan penelitian terdahulu dibedakan menjadi dua yaitu efisiensi
operasional dan efisiensi harga. Pengukuran efisiensi operasional adalah marjin
pemasaran dan farmer share (Silitonga 1999) sedangkan ukuran efisiensi harga
yang sering digunakan adalah analisis integrasi pasar yang dapat melihat apakah

9

kenaikan atau penurunan harga di tingkat konsumen (ritel) dapat diteruskan
dengan baik kepada petani sebagai produsen (Irawan 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Silitonga (1999) marjin
pemasaran sayuran merupakan perbedaan harga pada masing-masing tingkat pasar
yang terdiri dari biaya dan keuntungan pemasaran (marketing cost and marketing
profit). Konsep pengukuran dilakukan berdasarkan perbedaan harga beli dan
harga jual dalam rupiah per kilogram. Tingkat harga beli dan harga jual tersebut
dihitung berdasarkan rata-rata pembelian atau penjualan per kilogram. Adapun
farmer share digunakan untuk mengetahui bagian harga di tingkat konsumen yang
diterima oleh petani dalam bentuk persentase.
Irawan (2007) mengungkapkan bahwa besarnya marjin pemasaran
umumnya merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mendeteksi
terjadinya inefisiensi pemasaran yang disebabkan oleh kekuatan pasar yang tidak
sempurna. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa marjin pemasaran
yang tinggi tidak selalu mencerminkan adanya kekuatan monopsoni yang secara
teoritis ditunjukkan oleh adanya keuntungan pedagang yang berlebihan (non zero
profit). Hal ini karena besarnya marjin pemasaran tersebut pada dasarnya
merupakan total biaya pemasaran yang meliputi biaya operasional pemasaran
yang dikeluarkan pedagang (biaya pengangkutan, penyimpanan, sortasi, grading)
dan keuntungan pedagang. Adapun biaya operasional yang dikeluarkan pedagang
dapat bervariasi tergantung pada sifat voluminous komoditas yang dipasarkan,
risiko kerusakan dan penyusutan selama proses pemasaran, risiko modal
pedagang, dan fungsi-fungsi pemasaran lain yang harus dilakukan dalam
memenuhi preferensi konsumen. Dalam marjin pemasaran pun, jarak antara
produsen dan konsumen biasanya memiliki pengaruh signifikan karena
berpengaruh terhadap biaya sewa alat angkutan, pengepakan, dan tingkat
kerusakan selama proses pemasaran. Oleh karena itu, diperlukan ukuran efisiensi
lain yang pada penelitian ini menggunakan farmer’s share dan integrasi pasar.
Terkait dengan perbandingan efisiensi di saluran pasar tradisional dan
modern, Cadilhon et al. (2006) mengungkapkan hasil temuannya berdasarkan
penelitian tentang komparasi pasar tradisional dan modern pada komoditas
sayuran di Vietnam. Saluran pasar modern yang memfokuskan secara eksklusif
terhadap kualitas, terbukti lebih efisien dibandingkan saluran pasar tradisional.
Namun, saluran pasar modern tersebut hanya mencakup 2 persen dari total
keseluruhan pemasaran sayuran.
Integrasi Pasar Komoditas Agribisnis
Pasar yang mendekati persaingan sempurna merupakan pasar yang efisien
dimana pedagang akan meneruskan setiap kenaikan harga di tingkat konsumen
dengan besaran yang relatif sama kepada petani, dengan kata lain kenaikan harga
di tingkat konsumen relatif sama besar dengan kenaikan harga di tingkat petani.
Tetapi pada pasar dengan kekuatan monopsoni atau oligopsoni, kenaikan harga di
tingkat petani akan lebih kecil dibanding kenaikan harga di tingkat konsumen
akibat perilaku pedagang yang berusaha memaksimumkan keuntungannya dengan
memberikan informasi harga yang tidak sempurna untuk menekan harga beli dari
petani (Irawan 2007). Kondisi ini sering terjadi pada pemasaran komoditas
agribisnis termasuk sayuran dimana petani umumnya menghadapi kondisi pasar
dengan beberapa pedagang dan informasi yang dimilikinya tidak sempurna.

10

Penelitian terkait integrasi pasar telah banyak dilakukan pada komoditas
agribisnis seperti kentang (Adiyoga et al. 2006), Jagung (Asmarantaka 1985),
kentang dan kubis (Ma’mun 1985), dan komoditas agribisnis lainnya. Rezitl et al.
(2008) menungkapkan bahwa integrasi pasar vertikal merupakan hubungan antara
harga komoditas tertentu pada berbagai level di sepanjang rantai pasok. Seberapa
cepat sebuah shock disampaikan antara produsen ke konsumen serta besaran
penyesuaian yang terjadi sangat tergantung dari sifat produk. Produk yang bersifat
perishable dan tidak banyak membutuhkan proses pengolahan cenderung
disampaikan dengan cepat ketika perubahan harga terjadi. Sebaliknya produk
yang membutuhkan proses pengolahan yang lebih panjang atau tindakan
pascapanen tertentu serta relatif tidak mudah rusak akan memiliki mekanisme
transmisi yang lebih lambat.
Hal tersebut dibuktikan oleh studi empiris yang dilakukan oleh Bakucs dan
Ferto (2008) yang menyebutkan bahwa produk susu yang sebenarnya perisable,
namun dengan proses pengolahan yang dilakukan mengakibatkan tidak terjadinya
integrasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal tersebut terjadi karena
processor dan pengecer dapat menunda atau menahan proses penyampaian harga
dari konsumen ke produsen sehingga mengurangi efisiensi pemasaran pada sektor
tersebut (Bakucs and Ferto 2008). Aguiar dan Santana (2002) berdasarkan
penelitian yang dilakukannya di Brazil, juga mengungkapkan bahwa baik daya
simpan produk maupun konsentasi pasar bukanlah menjadi faktor yang
menentukan tidak terjadinya transmisi harga atau integrasi pasar.
Adiyoga et al. (2006) mengungkapkan hasil penelitiannya yang
menggunakan data serial harga harian, mingguan dan bulanan yang
mengindikasikan bahwa pasar kentang di Jakarta, Bandung, Sumatera Utara dan
Singapura terintegrasi dengan baik. Kointegrasi merupakan implikasi statistik dari
adanya hubungan jangka panjang antara peubah-peubah ekonomi (harga).
Hubungan jangka panjang tersebut mengandung arti bahwa peubah harga
bergerak bersamaan sejalan dengan waktu. Pasar kentang yang terintegrasi
tersebut membantu produsen dan konsumen, karena rantai pasokan yang ada
dapat mentransmisikan sinyal harga secara benar. Pada akhirnya hal tersebut akan
mengarah pada penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Analisis keterpaduan
pasar sayuran di Jawa Barat juga pernah dilakukan sebelumnya oleh Permana
(2004). Penelitian tersebut mengukur keterpaduan pasar Ciwidey dengan pasar
Caringin. Hasil analisis menunjukkan adanya keterpaduan pasar namun
dinyatakan bahwa petani kurang dapat mengakses informasi pasar sehingga
persaingan menjadi tidak sempurna. Terdapat ketidaksesuaian dalam hal tersebut
karena keterpaduan pasar dapat terjadi jika terdapat informasi pasar yang
memadai.
Dengan demikian, berdasarkan penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa
komoditas pertanian khususnya sayuran, merupakan produk yang dapat diukur
integrasi pasarnya baik secara vertikal antar lembaga pemasaran maupun secara
horizontal antara pasar yang satu dan pasar yang lainnya. Integrasi pasar sebagai
salah satu indikator efisiensi harga perlu dilakukan sehingga dapat diketahui
bagaimana informasi pasar berjalan diantara lembaga pemasaran dan bagaimana
struktur pasar yang terbentuk.

11

Dampak Saluran Pasar Modern terhadap Petani dan Saluran Pasar
Tradisional
Perkembangan ritel modern seperti supermarket dan hypermarket yang
pesat di Negara berkembang mendorong beberapa peneliti untuk mengkaji lebih
jauh konsekuensinya bagi petani dan konsumen serta eksistensi pasar tradisional.
Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di dalam negeri, yang
dicirikan dengan berkembangnya ritel modern seperti swalayan atau hypermarket
di kota-kota besar tersebut memberikan peluang dan tantangan tersendiri karena
menuntut kualitas produk pada tingkat tertentu yang lebih baik. Perkembangan
pasar-pasar swalayan yang pesat tersebut perlu disikapi pula dengan penyediaan
produk yang bermutu.
Selain ritel modern, permintaan yang berasal dari konsumen dalam negeri
juga mendorong produsen sayuran untuk memenuhi pangsa pasar yang diminta.
Pasar modern dalam hal ini eksportir, perusahaan pengolah makanan, restoran,
dan supermarket menjual sayuran dengan harga yang lebih tinggi daripada pasar
tradisional, sehingga tidak kompetitif atas komponen harga. Namun, penawaran
kualitas yang lebih tinggi menargetkan segmen konsumen yang berbeda. Dengan
menawarkan produk-produk segar berkualitas tinggi dan sering dengan jaminan
keamanan pangan, pasar modern seperti ritel modern melayani terutama untuk
konsumen berpenghasilan menengah dan atas. Hal ini juga tercermin dari jam
buka dan fitur lain dari toko-toko ritel modern yang lebih disesuaikan dengan
gaya hidup modern. Bahkan setelah mengendalikan perbedaan kualitas produk,
harga sayuran tetap secara signifikan lebih tinggi di gerai ritel modern daripada di
pasar tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa pelanggan menghargai suasana
belanja modern dan kenyamanan yang ditawarkan oleh supermarket.
Melalui hasil penelitian tersebut, perluasan yang cepat dari pasar dengan
sistem kontrak berkaitan erat dengan pertumbuhan kualitas produk dan
segmentasi pasar dibanding kompetisi langsung dengan pasar tradisional. Hal
tersebut terlihat baik karena konsumen berpenghasilan rendah masih merupakan
kelompok yang cukup besar dari pelanggan di Thailand dan negara-negara
berkembang lainnya. Namun ini adalah perspektif yang keliru karena ada dua
alasan penting. Pertama, dari waktu ke waktu sektor ritel modern kemungkinan
akan beradaptasi dengan kebutuhan konsumen dan melalui pemanfaatan skala
ekonomi, peritel modern akan dapat menurunkan harga dan semakin menarik
pelanggan berpenghasilan rendah. Dengan demikian, segmen pasar tradisional dan
modern secara bertahap akan bertemu. Akhirnya, sampai batas waktu tertentu,
hipermarket akan menawarkan sayuran kualitas agak rendah dan dengan harga
yang lebih rendah dari supermarket. Alasan kedua adalah pertumbuhan ekonomi
dan era globalisasi yang menunjukkan kecenderungan peningkatan pendapatan
rumah tangga, akses yang lebih baik terhadap pendidikan dan informasi, serta
preferensi konsumen yang berubah dengan cepat kepada produk yang bernilai
tinggi (high value products). Oleh karena itu, ritel modern tumbuh lebi