Pertumbuhan Mucuna bracteata DC. pada Berbagai Taraf Dosis Pupuk Fosfor dan Inokulan dengan Waktu Inokulasi yang Berbeda

PERTUMBUHAN Mucuna bracteata DC. PADA BERBAGAI TARAF
DOSIS PUPUK FOSFOR DAN INOKULAN DENGAN WAKTU
INOKULASI YANG BERBEDA

PURWANTI BUDI LAKSONO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pertumbuhan Mucuna
bracteata DC. pada Berbagai Taraf Dosis Pupuk Fosfor dan Inokulan dengan
Waktu Inokulasi yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Purwanti Budi Laksono
A252120341

RINGKASAN
PURWANTI BUDI LAKSONO. Pertumbuhan Mucuna bracteata DC. pada
Berbagai Taraf Dosis Pupuk Fosfor dan Inokulan dengan Waktu Inokulasi yang
Berbeda. Dibimbing oleh ADE WACHJAR dan SUPIJATNO.
Mucuna bracteata DC. merupakan tanaman penutup tanah kacangan yang
digunakan untuk mencegah erosi dan menekan pertumbuhan gulma. M. bracteata
mampu memfiksasi nitrogen dari udara dengan bantuan Rhizobium. M. bracteata
memperoleh manfaat dari simbiosis berupa peningkatan bobot bintil akar, bobot
kering tajuk dan kadar nitogen daun pada saat populasi Rhizobium dalam tanah
optimum. Aplikasi inokulan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
populasi Rhizobium dalam tanah. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses
perkembangan bintil akar adalah fosfor.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dosis fosfor, dosis
inokulan dan waktu inokulasi terhadap pertumbuhan M. bracteata. Penelitian
dilaksanakan di Boyolali, Jawa Tengah, pada bulan November 2013 sampai

dengan Augustus 2014. Pupuk fosfor yang digunakan adalah Rock Phosphate
(RP). Inokulan yang digunakan mengandung Bradyrhizobium japonicum dan
Aeromonas punctata. Penelitian dibagi menjadi 3 percobaan yaitu Pengaruh Dosis
Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan M. bracteata, Pengaruh Waktu Inokulasi dan
Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Polybag dan Pengaruh
Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di
Lapangan.
Percobaan pertama menggunakan rancangan acak kelompok yang disusun
dalam 1 faktor perlakuan dengan 3 ulangan. Faktor perlakuan tersebut adalah
dosis fosfor dengan 5 taraf dosis (0, 100, 200, 300, 400 g RP/tanaman). Percobaan
ke-2 dan ke-3 menggunakan rancangan acak kelompok yang disusun dalam 2
faktor perlakuan dengan 3 ulangan. Faktor perlakuan pertama adalah waktu
inokulasi yaitu di pembibitan pada umur bibit 2 minggu dan saat tanam pada umur
bibit 5 minggu. Faktor perlakuan ke-2 adalah 5 dosis inokulan (0, 2, 4, 6 and 8
g/tanaman).
Hasil dari percobaan I menunjukkan bahwa dosis pupuk fosfor yang
direkomendasikan untuk M. bracteata sebesar 174.24 g RP/tanaman. Hasil dari
percobaan II menunjukkan bahwa inokulasi saat tanam pada umur bibit 5 minggu
memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan inokulasi di pembibitan pada
umur bibit 2 minggu dan dosis inokulan yang direkomendasikan untuk M.

bracteata sebesar 6.43 g/tanaman. Hasil dari percobaan III menunjukkan bahwa
inokulasi di pembibitan pada umur bibit 2 minggu memberikan hasil terbaik di
lapangan dibandingkan dengan pemberian inokulan saat tanam pada umur bibit 5
minggu pada kondisi tanah masam.
Kata kunci : aktivitas nitrogenase, bintil akar, kadar hara, legume cover crop,
sulur

SUMMARY
PURWANTI BUDI LAKSONO. Growth of Mucuna bracteata in Various Rates of
Phosphorus and Inoculant with Different Inoculation Times. Supervised by ADE
WACHJAR and SUPIJATNO.
Mucuna bracteata DC. is a legume cover crop to prevent erosion and
suppress weed growth. M. bracteata can fix nitrogen from the air with the help of
Rhizobium. M. bracteata get benefit from the symbiosis in form of the increase in
nodule weight, shoot dry weight, and leaf nitrogen content when the Rhizobium
population in the soil is optimal. Application of inoculant is one method to
increase the Rhizobium population in the soil. One of the factors which influence
development of nodulation process is phosphorus.
This study aimed to analyze the effects of phosphorus rate, inoculation rates
and inoculation times on growth of M. bracteata. The research was conducted in

Boyolali, Central Java, from November 2013 to August 2014. The phosphorus
fertilizer used was Rock Phosphate (RP). The inoculant used contained
Bradyrhizobium japonicum and Aeromonas punctata. The research divided into 3
experiments i.e Effect of Phosphorus Rates on The Growth of M. bracteata, Effect
of Different Inoculation Times and Inoculant Rates on The Growth of M. bracteata
in the Polybag and Effect of Different Inoculation Times and Inoculant Rates on
The Growth of M. bracteata in The Field.
The first experiment used a randomized block design arranged in one factor
with three replications. The factor was 5 phosphorus rates (0, 100, 200, 300, 400
g RP/plant). The second and third experiment used a randomized block design
arranged in two factors with three replications. The first factor was two
inoculation times, namely at the nursery when the seedlings were 2 weeks old and
in the field when the seedlings reached 5 weeks old. The second factor was 5
inoculant rates (0, 2, 4, 6 and 8 g/plant).
The result of first experiment showed that the recommended phosphorus
rate for M. bracteata was 174.24 g RP/plant. The result of second experiment
showed that the inoculant application to the 5-week-old seedlings was the best
result compared to the 2-week-old seedlings and the recommended inoculant rate
for M. bracteata was 6.43 g/plant. The result of third experiment showed that the
inoculant application to the 2-week-old seedlings was the best result compared to

the 5-week-old seedlings in acid soil.
Keywords : legume cover crop, nitrogenase activity, nitrogen uptake, nodule,
runner

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERTUMBUHAN Mucuna bracteata DC. PADA BERBAGAI TARAF
DOSIS PUPUK FOSFOR DAN INOKULAN DENGAN WAKTU
INOKULASI YANG BERBEDA

PURWANTI BUDI LAKSONO


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi

Judul Tesis : Pertumbuhan Mucuna bracteata DC. pada Berbagai Taraf Dosis
Pupuk Fosfor dan Inokulan dengan Waktu Inokulasi yang
Berbeda
Nama
: Purwanti Budi Laksono
NIM
: A252120341


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Ade Wachjar, MS
Ketua

Dr Ir Supijatno, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian : 30 April 2015

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Mucuna bracteata DC.
pada Berbagai Taraf Dosis Pupuk Fosfor dan Inokulan dengan Waktu Inokulasi
yang Berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai
Agustus 2014 di Sidodadi, Kelurahan Banaran, Kecamatan Boyolali,
Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Sebagian dari tesis ini dipublikasikan
dalam jurnal terakreditasi nasional dengan judul Pertumbuhan Mucuna
bracteata DC. dengan Berbagai Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan (sampai
dengan tesis ini disusun berada pada tahap review).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ade Wachjar, MS dan Dr Ir
Supijatno, MSi selaku komisi pembimbing, Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku
penguji luar komisi dan Dr Ani Kurniawati, SP, MSi yang telah banyak
memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu,

Adik-adik, ananda Callista Gita Kusumaningrum serta seluruh keluarga atas
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015
Purwanti Budi Laksono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xiii
xiii
xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis


1
1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA
Mucuna bracteata DC.
Inokulasi
Fiksasi Nitrogen
Fosfor

3
3
4
5
7

METODE PENELITIAN
Percobaan I. Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan

M. bracteata
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat Percobaan
Metode Percobaan
Pelaksanaan Percobaan
Pengamatan
Percobaan II. Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan
terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Polybag
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat Percobaan
Metode Percobaan
Pelaksanaan percobaan
Pengamatan
Percobaan III. Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan
terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Lapangan
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat Percobaan
Metode Percobaan
Pelaksanaan Percobaan
Pengamatan

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan I. Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan
M. bracteata
Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor
Penentuan Dosis Optimum

7
7
7
8
8
9
10
10
10
10
11
11
13
13
14
14
14
15
16
16
16
19

Percobaan II. Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan
terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Polybag
Pengaruh Waktu Inokulasi
Pengaruh Dosis Inokulan
Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan
Penentuan Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan
Percobaan III. Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan
terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Lapangan
Pengaruh Waktu Inokulasi
Pengaruh Dosis Inokulan

19
19
21
29
30
31
31
33

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

36
36
36

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

36
40

DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.
3.
4.

5.
6.

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Halaman
Pertumbuhan vegetatif M. bracteata pada berbagai dosis pupuk
fosfor
Bobot akar, tajuk dan bintil akar M. bracteata pada berbagai
dosis pupuk fosfor pada umur 24 bulan
Kadar N tanah dan daun serta kadar P tanah dan daun M.
bracteata pada berbagai dosis pupuk fosfor pada umur 24 MSP
Dosis optimum fosfor pada M. bracteata berdasarkan peubah
bobot kering bintil akar dan bobot kering tajuk pada umur 24
MSP
Pertumbuhan vegetatif M. bracteata pada berbagai waktu
inokulasi
Bobot bintil akar, bobot tajuk, bobot akar, kadar N daun, kadar
N tanah dan aktivitas nitrogenase M. bracteata pada berbagai
waktu inokulasi
Pertumbuhan vegetatif M. bracteata pada berbagai dosis
inokulan
Bobot bintil akar, bobot tajuk dan bobot akar M. bracteata pada
berbagai dosis inokulan
Kadar nitrogen daun, kadar nitrogen tanah dan aktivitas
nitrogenase M. bracteata pada berbagai dosis inokulan
Dosis optimum inokulan M. bracteata berdasarkan peubah
bobot kering bintil akar dan bobot kering tajuk
Pertumbuhan vegetatif M. bracteata pada berbagai waktu
inokulasi
Bobot tajuk, kadar N daun dan intensitas penutupan tanah M.
bracteata pada berbagai waktu inokulasi
Pertumbuhan vegetatif M. bracteata pada berbagai dosis
inokulan
Bobot tajuk, kadar N daun dan intensitas penutupan tanah M.
bracteata pada berbagai dosis inokulan pada umur 13 MSP

17
17
18

19
20

21
23
24
25
31
32
33
34
35

DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.
2.
3.

Halaman
Model struktur bintil akar pada akar tanaman kedelai (Ohyama
et al. 2009)
Diagram perkembangan bintil akar (Kinkema et al. 2006)
Metabolisme dan transport nitrogen di bintil akar dan akar
kedelai (Ohyama et al. 2009)

4
5
6

4.

5.
6.
7.
8.
9.
10.

11.
12.

Pola respon : (A) bobot kering bintil akar dan (B) bobot kering
tajuk M. bracteata terhadap berbagai dosis pupuk fosfor pada
umur 24 MSP
Pola respon rata-rata pertambahan panjang sulur M. bracteata
terhadap berbagai dosis inokulan pada umur 10 MSP
Pola respon : (A) bobot basah bintil akar dan (B) bobot kering
bintil akar M. bracteata terhadap berbagai dosis inokulan
Bobot kering bintil akar M. bracteata pada berbagai : (A) waktu
inokulasi dan (B) dosis inokulan
Pola respon : (A) bobot basah tajuk dan (B) bobot kering tajuk
M. bracteata terhadap berbagai dosis inokulan
Pola respon kadar N daun M. bracteata terhadap berbagai dosis
inokulan
Pola respon rata-rata panjang sulur, rata-rata pertambahan
panjang sulur, kadar N daun dan bobot basah bintil akar M.
bracteata pada berbagai waktu inokulasi dan dosis inokulan
Pola respon : (A) bobot kering tajuk dan (B) kadar N daun M.
bracteata pada berbagai dosis inokulan pada umur 13 MSP
Pola respon intensitas penutupan tanah M. bracteata pada
berbagai dosis inokulan pada umur 13 MSP

18
22
26
26
27
28

30
35
36

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.

Halaman
Hasil analisis awal tanah percobaan I dan II
Layout percobaan I
Layout percobaan II
Hasil analisis tanah awal percobaan III
Layout percobaan III

41
42
43
44
45

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembukaan lahan baik untuk penanaman baru maupun untuk penanaman
peremajaan kelapa sawit menimbulkan perubahan kondisi lahan. Lahan yang
terbuka tanpa vegetasi mudah diterpa air hujan dan tersinari matahari secara
langsung sehingga mudah mengalami erosi. Salah satu cara untuk mengurangi
dampak dari terpaan air hujan dan sinar matahari adalah dengan penanaman
tanaman penutup tanah kacangan (legume cover crop/LCC). Penanaman LCC
memberikan keuntungan pada perbaikan kualitas air dan tanah, menekan
pertumbuhan gulma, membantu menekan serangan hama, menghambat erosi dan
meningkatkan efisiensi siklus hara (Widiastuti dan Suharyanto 2007; Nugroho et
al. 2006).
Tanaman penutup tanah kacangan (legume cover crop) yang telah
digunakan sebagai penutup tanah di perkebunan kelapa sawit antara lain Pueraria
javanica, Centrosema pubescens, Calopogonium caeruleum dan Calopogonium
mucunoides yang dikenal sebagai LCC konvensional. Mucuna bracteata DC.
merupakan salah satu LCC yang memiliki kelebihan dibandingkan LCC
konvensional. Penggunaan M. bracteata dilakukan untuk mengatasi beberapa
kelemahan LCC konvensional. Kelemahan tersebut antara lain tidak tahan
terhadap kekeringan dan naungan serta kurang mampu berkompetisi dengan
pertumbuhan gulma (Samarappuli et al. 2003; Othman et al. 2012).
Menurut Othman et al. (2012) persentase penutupan tanah oleh LCC
konvensional yang merupakan campuran dari P. javanica, C. pubescens dan
C. caeruleum pada umur 6 bulan setelah penanaman di lapangan sebesar 80 %
kemudian pada umur 12 dan 24 bulan setelah penanaman di lapangan menurun
menjadi 54.2 % dan 55.4 %. Persentase penutupan tanah oleh M. bracteata
memiliki pola yang berbeda. Persentase penutupan tanah oleh M. bracteata pada
umur 6 bulan setelah penanaman di lapangan sebesar 30.8% kemudian meningkat
menjadi 57.9% dan 77.5% pada umur 12 dan 24 bulan setelah penanaman di
lapangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa M. bracteata pada umur 24 bulan
lebih mampu berkompetisi dengan pertumbuhan gulma dan lebih baik dalam
mencegah terjadinya erosi tanah di perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan
LCC konvensional.
Penanaman LCC juga diharapkan dapat menyumbang unsur nitrogen ke
dalam tanah. Kondisi tersebut dicapai jika LCC dapat memfiksasi nitrogen dari
udara melalui bintil akar yang telah berinokulasi dengan Rhizobium. Simbiosis
antara LCC dengan Rhizobium diharapkan menjadi sistem yang efektif dalam
penambatan nitrogen dari udara. Menurut Widiastuti dan Suharyanto (2007)
inokulasi Bradyrhizobium, Aeromonas punctata, dan Acaulospora tuberculata
pada C. caeruleum secara nyata meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman dan
jumlah daun. Jumlah bintil akar meningkat pada C. caeruleum yang diinokulasi A.
tuberculata, baik secara tunggal atau kombinasi dengan Bradyrhizobium dan A.
punctata. Inokulasi bakteri Bradyrhizobium dan A. punctata yang disertai A.

2
tuberculata pada C. caeruleum nyata meningkatkan tinggi tanaman, biomasa,
serapan N, P, dan K.
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan bintil akar dan
fiksasi nitrogen. Faktor tersebut meliputi kekeringan, penurunan oksigen dalam
tanah, kemasaman tanah, suhu, defisiensi hara, salinitas dan alkalinitas. Defisiensi
hara fosfor merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi
perkembangan bintil akar dan proses fiksasi nitrogen (Sylvia et al. 2005; Ohyama
et al. 2009). Bintil akar merupakan sink fosfor yang penting. Fiksasi nitrogen
membutuhkan energi dalam bentuk Adenosin Tri Fosfat (ATP) untuk
pembentukan dan perkembangan fungsi bintil akar. Pertumbuhan bintil akar,
aktivitas nitrogenase dan enzim-enzim pendukung nitrogenase responsif terhadap
pemberian fosfor (O’Hara 2001). Pengurangan jumlah dan bobot bintil akar serta
penurunan fiksasi nitrogen per tanaman terjadi pada kondisi kekurangan fosfor
(Sylvia et al. 2005).
Bintil akar pada M. bracteata secara alami diinokulasi oleh bakteri
Bradyrhizobium. Berdasarkan keefektifannya Bradyrhizobium di dalam tanah
terdiri atas 3 grup, Bradyrhizobium efektif sebesar 25%, Bradyrhizobium cukup
efektif sebesar 50% dan Bradyrhizobium tidak efektif sebesar 25%. Apabila grup
Bradyrhizobium tidak efektif lebih dulu menginokulasi akar maka grup yang lain
tidak akan bisa menginokulasi akar. Hal ini bisa diatasi dengan mengisolasi strain
Bradyrhizobium efektif dan diinokulasikan ke dalam benih. Proses ini disebut
seed bacterization (Kothandaraman 2008).
Pemberian inokulan yang mengandung Bradyrhizobium japonicum dan
Aeromonas punctata sampai dengan dosis inokulan 1.75 g/tanaman di pembibitan
pada umur bibit 2 minggu memberikan respon rata-rata bobot kering tajuk M.
bracteata yang masih meningkat dibandingkan dengan kontrol pada umur 10
minggu setelah pindah tanam (Savitri 2010). Pemberian inokulan yang
mengandung Bradyrhizobium japonicum dan Aeromonas punctata sebesar 1.25
g/tanaman di pembibitan pada umur bibit 2 minggu dilanjutkan dengan pemberian
inokulan sebesar 10 g/tanaman (4 kg/ha) pada saat penanaman memberikan ratarata bobot kering tajuk M. bracteata yang lebih rendah bila dibandingkan dengan
kontrol pada umur 24 bulan setelah pindah tanam (Yusuf 2010). Penentuan dosis
inokulan dan waktu inokulasi yang tepat diperlukan sehingga pemberian inokulan
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Penelitian ini mengkaji lebih lanjut mengenai pengaruh unsur hara fosfor
terhadap pertumbuhan M. bracteata serta penggunaan inokulan pada beberapa
dosis dan waktu inokulasi terhadap pertumbuhan M. bracteata. Penelitian ini
terbagi menjadi 3 percobaan yaitu Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor terhadap
Pertumbuhan M. bracteata, Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan
terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Polybag serta Pengaruh Waktu Inokulasi
dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Lapangan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh unsur fosfor terhadap
pertumbuhan M. bracteata serta pengaruh waktu inokulasi dan dosis inokulan
terhadap pertumbuhan M. bracteata.

3
Hipotesis
1.
2.
3.
4.

Penelitian ini didasarkan pada hipotesis kerja sebagai berikut :
Terdapat dosis pupuk fosfor optimum yang meningkatkan pertumbuhan M.
bracteata.
Terdapat waktu inokulasi yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan M.
bracteata.
Terdapat dosis inokulan optimum yang meningkatkan pertumbuhan M.
bracteata.
Tanggap pertumbuhan M. bracteata terhadap dosis inokulan dipengaruhi
oleh waktu inokulasi.

TINJAUAN PUSTAKA
Mucuna bracteata DC.
Mucuna bracteata DC. termasuk dalam kelas Mognoliopsida, ordo Fabales
dan famili Leguminosae. M. bracteata memiliki beberapa nama sinonim antara
lain Carpopogon bracteatum Roxb., Mucuna brevipes Craib, Mucuna exserta
C.E.C.Fisch., Mucuna venulosa (Piper) Merr. & F.P.Metcalf dan Stizolobium
venulosum Piper (Chadburn 2012).
Ketebalan lapisan tajuk M. bracteata pada umur 3 tahun mencapai 39-90 cm
(Mathews 1998). Pertumbuhan tajuk M. bracteata yang semakin lebat
membutuhkan hara nitrogen yang semakin besar (Nugroho dan Istianto 2006).
Produksi bahan kering M. bracteata pada umur 3 tahun di North Labis Estate pada
areal datar mencapai 17.16 ton/ha dan pada areal miring (terasan) mencapai 12.07
ton/ha. Hasil tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan produksi bahan kering
LCC konvensional yang terdiri atas Pueraria phaseoloides dan Colopogonium
caeruleum sebesar 5.91 ton/ha (Mathews 1998). Produksi bahan kering M.
bracteata di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungai Putih yang meliputi berat
serasah, daun dan sulur pada umur 3 tahun mencapai 10.58 ton/ha (Nugroho et al.
2006).
Pertumbuhan sulur M. bracteata sangat cepat dengan cara pembentukan
cabang pada setiap buku (Mathews 1998). Pertumbuhan sulur yang cepat
membutuhkan rotasi pemeliharaan dengan jarak waktu yang singkat sehingga
pertumbuhan sulur terkendali dan tidak membelit tanaman utama (Nugroho et al.
2006). M. bracteata pada umumnya tidak berbunga di dataran rendah sehingga
pertumbuhan vegetatifnya maksimal (Mathews 1998).
Menurut Mathews (1998) daun M. bracteata tidak disukai ternak
disebabkan oleh kandungan senyawa fenolik yang tinggi. Menurut Sirait et al.
(2009) pengolahan daun M. bracteata menjadi tepung melalui penjemuran dan
penggilingan dapat digunakan sebagai campuran pakan ternak. Pemberian tepung
M. bracteata hingga taraf 30% dapat direkomendasikan sebagai pakan ternak
untuk menggantikan rumput.
Pertumbuhan perakaran M. bracteata dalam sehingga memungkinkan
terjadinya penyerapan hara dari lapisan tanah di bagian bawah. Hara tersebut
digunakan tanaman untuk pertumbuhan akar, tajuk dan sulur. Penguraian bahan

4
organik dari serasah tajuk dan sulur M. bracteata bermanfaat dalam meningkatkan
kesuburan tanah. M. bracteata tahan terhadap naungan (Mathews 1998). M.
bracteata merupakan tanaman yang mampu bertahan hidup di bawah naungan
sampai dengan tahun ke-7 (Nugroho et al. 2006).
Bentuk bintil akar M. bracteata tidak beraturan (irregular in shape) dengan
diameter 0.2-2 cm (Mathews 1998). M. bracteata yang berumur 3 bulan di kebun
PT Bridgestone Sumatera Rubber Estate belum memperlihatkan terbentuknya
bintil akar. Pengamatan bintil akar yang terbentuk pada umur 2 tahun
menunjukkan bahwa bintil akar berada pada kedalaman 0-10 cm di bawah
permukaan tanah. Bagian dalam bintil akar setelah dibelah berwarna merah jambu
dan ungu yang menunjukkan keefektifan fiksasi nitrogen belum maksimal. Bintil
akar yang efektif dalam menambat nitrogen dari udara dicirikan dengan warna
merah ketika bintil akar dibelah yang mengindikasikan adanya leghaemoglobin
(Nugroho et al. 2006).
Inokulasi
M. bracteata termasuk dalam famili Leguminosae yang memiliki bintil di
akarnya. Bakteri simbiotik yang hidup di bintil akar dapat memfiksasi nitrogen
dari udara untuk digunakan tanaman LCC. Bakteri memperoleh manfaat dari
nutrisi yang dikeluarkan oleh akar tanaman LCC. Jumlah nutrisi yang dikeluarkan
akar tanaman LCC dapat mempengaruhi jumlah dan aktivitas bakteri.
Penambahan bakteri dalam bentuk inokulan akan efektif bila inokulan yang
ditambahkan mengandung strain bakteri yang dapat beradaptasi dan membentuk
koloni dalam risosfir. Hal tersebut bergantung pada jenis tanaman dan tipe tanah
(Smalla et al. 2002). Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan bintil
akar dan fiksasi nitrogen antara lain kekeringan, penurunan oksigen dalam tanah,
kemasaman tanah, suhu, defisiensi hara, salinitas dan alkalinitas (Sylvia et al.
2005; Ohyama et al. 2009).
Tanaman LCC harus mampu membentuk bintil akar yang efektif karena
fiksasi nitrogen terjadi di bintil akar (Widiastuti dan Suharyanto 2007). Bintil akar
tanaman kedelai memiliki area simbiotik di bagian tengahnya. Area simbiotik atau
area terinfeksi berisi bacteroids (bentuk simbiotik dari Rhizobia) dan mudah
dikenali dengan warna merah akibat kandungan protein spesifik yang disebut
leghemoglobin seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 (Ohyama et al. 2009).

Gambar 1. Model struktur bintil akar pada akar tanaman kedelai (Ohyama
et al. 2009)

5
Warna bagian dalam bintil akar mencerminkan terjadinya fiksasi nitrogen.
Warna merah muda sampai merah menunjukkan kehadiran leghemoglobin sebagai
pembawa O2 yang penting bagi fiksasi nitrogen tanaman kacang-kacangan. Warna
hijau terang atau gelap menunjukkan tingkat fiksasi nitrogen yang rendah
(Unkovich et al. 2008).
Leghemoglobin (Lb) adalah protein yang paling banyak terdapat dalam
bintil akar (sekitar 20 % dari total protein) dan dapat berikatan dengan O2 di area
terinfeksi untuk membentuk LbO2. Ikatan ini diperlukan karena enzim
nitrogenase (enzim fiksasi N2 di bacteroid) sangat rentan terhadap O2 bebas dan
dapat hancur oleh O2. Disisi lain, fiksasi nitrogen dan proses asimilasi
memerlukan sejumlah besar energi yang diproduksi oleh respirasi menggunakan
O2, sehingga Lb di bintil akar menghadapi dilema dalam menjaga konsentrasi O2
bebas rendah dan menjaga suplai O2 untuk respirasi (Ohyama et al. 2009).
Menurut Sylvia et al. (2005) perkembangan bintil akar pada akar tanaman
famili leguminosae dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pengikatan Rhizobia pada akar dimulai 1 menit setelah inokulasi.
2. Jumlah pengikatan Rhizobia meningkat seiring waktu dalam beberapa jam.
3. Pembengkok rambut akar (root hair curling) dimulai dalam 5 jam.
4. Benang-benang infeksi terlihat di rambut akar dalam 3 hari setelah inokulasi.
5. Bintil akar terlihat dalam 5 sampai 12 hari.
6. Fiksasi N2 sering terlihat jelas dalam 15 hari.
7. Bintil akar kemungkinan tetap aktif selama 50 sampai 60 hari.
Menurut Kinkema et al. (2006) perkembangan bintil akar dimulai dengan
adanya sinyal berupa senyawa flavonoid dari eksudat akar tanaman yang diterima
oleh Rhizobia. Rhizobia selanjutnya memproduksi nod factor kemudian
menginisiasi akar sehingga terjadi perubahan morfologi pada akar seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram perkembangan bintil akar (Kinkema et al. 2006)
Fiksasi Nitrogen
Kemampuan untuk mengubah dinitrogen (N2) menjadi amonium terbatas
pada bakteri dan tidak bisa dilakukan oleh fungi, tanaman tingkat tinggi atau
hewan. Atom nitrogen pada proses fiksasi nitrogen direduksi dari bentuk
teroksidasi menjadi bentuk tereduksi melalui reaksi sebagai berikut:
N2 + 8 H+ + energi  2NH3 + H2

6
Tidak ada senyawa bebas antara dinitrogen dan amonia yang diproduksi
meskipun atom nitrogen melewati sejumlah status teroksidasi di antara dinitrogen
dan amonium. Semua senyawa antara dipertahankan dalam sel bakteri dengan
enzim pengkatalisis reaksi yaitu enzim nitrogenase, sehingga dari proses ini satusatunya produk langsung dari fiksasi nitrogen yang ditemukan dari mikroba tanah
adalah amonium (Tate 2000).
Menurut Lambers et al. (2008) sebagian besar N2 yang difiksasi oleh
bacteroids dilepaskan dalam bentuk NH3 ke ruang peribacterioid kemudian
diubah menjadi bentuk NH4+ melalui voltage driven channel menembus membran
peribacteroid ke sitosol di sel bintil akar. Menurut Ohyama et al. (2009) amonia
merupakan senyawa utama yang ditransport dari bacteroids ke sitosol.
Metabolisme dan transport nitrogen yang berasal dari proses fiksasi nitrogen
dan penyerapan nitrat dari akar kedelai terjadi pada jalur yang berbeda (Gambar
3). Nitrogen yang dihasilkan dari proses fiksasi nitrogen oleh bacteroid
ditranslokasikan ke sitosol dalam bentuk amonia. Selanjutnya amonia diasimilasi
menjadi glutamin di sitosol sel yang terinfeksi. Glutamin diubah menjadi 2
glutamat di plastid. Selanjutnya xanthine dan uric acid terbentuk dari degradasi
purine dan uric acid ditransportasikan ke sel-sel di sebelahnya yang tidak
terinfeksi oleh Rhizobium dalam bentuk ureides (allantoin dan allantoic acid).
Nitrat yang diserap oleh akar direduksi menjadi nitrit di akar kemudian direduksi
menjadi amonia. Selanjutnya amonia diasimilasi menjadi bentuk asparagine dan
ditransport ke tajuk melalui xylem (Ohyama et al. 2009).

Gambar 3. Metabolisme dan transport nitrogen di bintil akar dan akar kedelai
(Ohyama et al. 2009)

7
Fosfor
Fosfor merupakan salah satu unsur hara esensial. Fosfor diserap dari larutan
tanah dalam bentuk anion atau asam anorganik. Fosfor pada sel tanaman
dipertahankan dalam bentuk anion atau asam anorganik atau terikat oleh gugus
hidroksil dari gula untuk membentuk fosfat ester. Fungsi fosfor bagi tanaman
antara lain sebagai komponen DNA dan RNA, penyusun membran sel dan
berperan dalam transfer energi (Marschner 2012).
Tanaman yang bersimbiosis dengan Rhizobium dan memiliki kemampuan
untuk memfiksasi nitrogen dari udara membutuhkan lebih banyak fosfor
dibandingkan dengan tanaman yang tidak dapat memfiksasi nitrogen dari udara.
Kekurangan fosfor mengakibatkan proses interaksi simbiotik antara tanaman dan
Rhizobium terganggu. Fosfor selain digunakan untuk pertumbuhan tanaman juga
digunakan dalam proses pembentukan dan perkembangan bintil akar serta sintesis
adenosine triphosphate (ATP) yang berperan dalam pertukaran energi (Dashora
2011; Weisany et al. 2013).
Adenosine triphosphate (ATP) merupakan sumber energi yang diperlukan
untuk fragmentasi dan reduksi nitrogen dari udara menjadi amonia. Adenosine
triphosphate (ATP) di Rhizobia dihasilkan dari degradasi oksidatif glukosa yang
diproduksi oleh tanaman inang selama fotosintesis dan dipindahkan ke bintil akar.
Secara umum, untuk setiap gram nitrogen dari udara yang difiksasi oleh
Rhizobium dibutuhkan 1-20 g karbon (C) yang diproduksi tanaman melalui
fotosintesis (Dashora 2011).

METODE PENELITIAN
Penelitian terdiri atas 3 percobaan, yaitu Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor
terhadap Pertumbuhan M. bracteata, Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis
Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Polybag serta Pengaruh Waktu
Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap Pertumbuhan M. bracteata di Lapangan.
Percobaan I. Pengaruh Dosis Pupuk Fosfor terhadap Pertumbuhan
M. bracteata
Tempat dan Waktu
Percobaan dilakukan di Desa Sidodadi, Kelurahan Banaran, Kecamatan
Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Lokasi percobaan beriklim tropis
dengan rata-rata curah hujan sekitar 2 000 mm/tahun dan berjenis tanah regosol
kelabu (BPS Kabupaten Boyolali 2014). Analisis kadar nitrogen dan fosfor pada
daun dan tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Percobaan berlangsung selama 7 bulan, mulai bulan
November 2013 sampai Mei 2014.
Bahan dan Alat Percobaan
Tanaman penutup tanah kacangan (LCC) yang digunakan yaitu M.
bracteata yang berasal dari benih. Inokulan yang digunakan mengandung

8
Bradyrhizobium japonicum dan Aeromonas punctata. B. japonicum adalah bakteri
penambat nitrogen bebas dari udara dengan populasi 4.2 x 108 colony forming unit
(cfu) per g bahan pembawa, sedangkan A. punctata adalah bakteri pelarut fosfat
dan kalium dengan populasi 108 koloni/g bahan pembawa. Pupuk fosfor yang
digunakan adalah Rock Phosphate (RP) yang mengandung 21.39% P2O5.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain H 2SO4 pekat, K2SO4,
CuSO4, H2O murni, Zn, NaOH pekat, asam borat, H2SO4 0.01 N, indikator metyl red,
larutan standar P, HCl 0.025 N, NH4F 0.03 N, amonium molybat dan SnCl2. Alat
yang digunakan dalam percobaan ini antara lain oven, gelas arloji, timbangan
analitik, labu Kjeldahl, erlenmeyer, buret, pengaduk (stirer), labu destilasi, gelas
ukur, kertas whatman, pipet dan spektrofotometer.
Metode Percobaan
Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan faktor
perlakuan tunggal. Perlakuan dosis pupuk fosfor diberikan dalam 5 taraf yaitu 0,
100, 200, 300, 400 g RP/tanaman. Dosis pupuk RP pada perlakuan setara dengan
dosis 0, 50, 100, 150 dan 200 kg RP/ha dengan populasi M. bracteata 500
tanaman/ha. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 15 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 10 tanaman sehingga untuk
percobaan ini diperlukan 150 tanaman.
Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model
rancangan acak kelompok sebagai berikut :
Yij  μ  τ i  α j  ε ij
Keterangan :
i
= 1, 2, 3 ; j=1, 2, 3, 4, 5
Yij = respon pengamatan pada unit percobaan kelompok ke-i yang mendapat
perlakuan dosis pupuk P ke-j

= rataan umum
i
= pengaruh aditif dari kelompok ke-i
αj
= pengaruh utama perlakuan dosis pupuk P ke-j
ij
= pengaruh acak dari kelompok ke-i dan perlakuan dosis pupuk P ke-j
Apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata pada uji F taraf α
5%, maka dilakukan pengujian lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test
pada taraf α 5 % dan kontras polynomial orthogonal pada taraf α 5 %.
Pelaksanaan Percobaan
Media tanam yang digunakan merupakan campuran antara tanah dan pasir
tanpa disterilisasi dengan perbandingan 1:1 (v/v). Tanah yang telah dicampur
diambil kurang lebih 250 g kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan dikirim ke
laboratorium untuk dilakukan analisis tanah lengkap. Hasil analisis tanah awal
percobaan I disajikan pada Lampiran 1. Media tanam campuran tanah dan pasir
kemudian dicampur dengan pupuk RP sesuai perlakuan.
Benih M. bracteata disemaikan dalam polybag berukuran 5 cm x 15 cm
selama 5 minggu. Bibit M. bracteata yang berumur 5 minggu dipindahkan ke
dalam polybag berukuran 50 cm x 50 cm dengan penambahan 2 g inokulan per
polybag pada lubang tanam. Polybag disusun berjajar 10 baris. Pada baris ke-5
dan ke-6 dibuat jalan kontrol selebar 0.5 m. Tanaman yang digunakan sebagai

9
tanaman sampel sebanyak 6 tanaman yaitu tanaman yang terletak pada baris 2, 3,
4, 7, 8 dan 9. Layout percobaan I dicantumkan pada Lampiran 2. Sulur utama M.
bracteata dirambatkan pada tiang penyangga yang terbuat dari tali nilon.
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi pengendalian gulma dan penyiraman.
Pemupukan NPK 15.15.15 dengan dosis 10 g/tanaman dilakukan pada umur 4
minggu setelah pindah tanam (MSP) ke polybag.
Pengamatan
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Pengamatan yang dilakukan meliputi :
Panjang sulur utama.
Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman
berumur 4 MSP sampai dengan 14 MSP. Panjang sulur utama diukur dari
daun kotiledon sampai dengan ujung sulur utama pada titik tumbuh tangkai
daun dengan kriteria daun telah membuka sempurna.
Jumlah buku sulur utama
Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai saat tanaman berumur 4
MSP sampai dengan 14 MSP. Jumlah buku sulur utama dihitung dari daun
kotiledon sampai dengan ujung sulur utama.
Pertambahan panjang sulur.
Pertambahan panjang sulur dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
panjang sulur utama minggu n – panjang sulur utama minggu (n-2)
Bobot basah dan bobot kering bintil akar.
Pengamatan dilakukan pada umur 24 MSP. Akar yang telah
dipisahkan dari media tanah dicuci dengan air. Bintil akar dipisahkan dari
akar kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot basah. Setelah
ditimbang, bintil akar dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 70
o
C kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot kering (Kumaga et al.
2006).
Bobot basah dan bobot kering akar.
Pengamatan dilakukan pada umur 24 MSP. Akar yang telah
dipisahkan dari media tanah dicuci dengan air. Akar dipisahkan dari bintil
akar kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot basah. Setelah
ditimbang akar dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 70 oC
kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot kering (Kumaga et al.
2006).
Bobot basah dan bobot kering tajuk.
Pengamatan dilakukan pada umur 24 MSP. Tajuk dipotong pada batas
2 cm dari permukaan tanah. Tajuk kemudian ditimbang untuk mendapatkan
bobot basah. Setelah ditimbang tajuk dikeringkan dalam oven selama 72
jam pada suhu 70 oC, kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot kering
(Kumaga et al. 2006).
Kadar N dan P daun.
Analisis dilakukan pada umur 24 MSP. Sampel daun yang digunakan
adalah daun ke-4 yang dihitung dari daun yang telah membuka sempurna
pada ujung sulur. Analisis kadar N menggunakan metode Kjeldahl dan
analisis kadar P menggunakan metode Bray. Analisis dilakukan di

10

8.

Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Kadar N dan P tanah.
Analisis dilakukan pada umur 24 MSP. Analisis kadar N
menggunakan metode Kjeldahl dan analisis kadar P menggunakan metode
Bray. Analisis dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Percobaan II. Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap
Pertumbuhan M. bracteata di Polybag
Tempat dan Waktu
Percobaan dilakukan di Desa Sidodadi, Kelurahan Banaran, Kecamatan
Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Lokasi percobaan beriklim tropis
dengan rata-rata curah hujan sekitar 2 000 mm/tahun dan berjenis tanah regosol
kelabu (BPS Kabupaten Boyolali 2014). Analisis kadar nitrogen pada daun dan
tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Analisis aktivitas nitrogenase dilakukan di Laboratorium Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Percobaan
berlangsung selama 7 bulan, mulai bulan Februari sampai Agustus 2014.
Bahan dan Alat Percobaan
Tanaman LCC yang digunakan yaitu M. bracteata yang berasal dari benih.
Inokulan yang digunakan mengandung B. japonicum dan A. punctata. B.
japonicum adalah bakteri penambat nitrogen bebas dari udara dengan populasi 4.2
x 108 cfu per g bahan pembawa, sedangkan A. punctata adalah bakteri pelarut
fosfat dan kalium dengan populasi 108 koloni/g bahan pembawa. Pupuk fosfor
yang digunakan adalah RP.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain H 2SO4 pekat, K2SO4,
CuSO4, H2O murni, Zn, NaOH pekat, asam borat, H2SO4 0.01 N dan gas asetilen.
Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain oven, gelas arloji, timbangan
analitik, labu Kjeldahl, erlenmeyer, buret, pengaduk (stirer), labu destilasi, tabung
reaksi beserta sumbat karetnya (venoject tube), syringe dan kromatografi gas.
Metode Percobaan
Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan dua faktor
perlakuan. Faktor perlakuan pertama adalah waktu inokulasi yaitu di pembibitan
pada umur bibit 2 minggu dan saat tanam di lapangan (polybag 50 cm x 50 cm)
pada umur bibit 5 minggu. Faktor perlakuan ke-2 adalah dosis inokulan yang
terdiri atas lima taraf dosis yaitu 0, 2, 4, 6 dan 8 g/tanaman. Setiap perlakuan
diulang 3 kali sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan
terdiri atas 10 tanaman sehingga untuk percobaan ini diperlukan 300 tanaman.
Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model
rancangan acak kelompok sebagai berikut :
Yijk  μ  τi  α j  β k  αβ  jk  εijk

11

Keterangan:
i
= 1, 2, 3 ; j = 1, 2 ; k = 1, 2, 3, 4, 5
Yijk = respon pengamatan pada unit percobaan kelompok ke-i yang mendapat
perlakuan waktu inokulasi ke-j, dosis inokulan ke-k
μ
= rataan umum
τi
= pengaruh aditif dari kelompok ke-i
αj
= pengaruh utama perlakuan waktu inokulasi ke-j
βk
= pengaruh utama perlakuan dosis inokulan ke-k
(αβ)jk = pengaruh interaksi perlakuan waktu inokulasi ke-j, dosis inokulan ke-k
εijk = pengaruh acak dari kelompok ke-i, perlakuan waktu inokulasi ke-j,
perlakuan dosis inokulan ke-k
Apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut
dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test pada taraf α 5 % dan kontras
polynomial orthogonal pada taraf α 5 % untuk perlakuan dosis inokulan.
Pelaksanaan percobaan
Media tanam yang digunakan merupakan campuran antara tanah dan pasir
tanpa disterilisasi dengan perbandingan 1:1 (v/v). Tanah yang telah dicampur
diambil kurang lebih 250 g kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan dikirim ke
laboratorium untuk dilakukan analisis tanah lengkap. Hasil analisis tanah awal
percobaan II disajikan pada Lampiran 1. Media tanam kemudian dicampur dengan
pupuk RP dengan dosis 100 g/polybag.
Benih M. bracteata disemaikan dalam polybag berukuran 5 cm x 15 cm.
Penyulaman secara selektif dilakukan pada minggu pertama terhadap benih yang
tidak tumbuh atau busuk. Pemberian inokulan di pembibitan pada umur bibit 2
minggu dilakukan dengan cara memasukkan inokulan sesuai dosis perlakuan ke
dalam lubang yang jumlahnya 2 lubang per polybag. Pemberian inokulan pada
umur bibit 5 minggu dilakukan dengan cara memasukkan inokulan sesuai dosis
perlakuan ke dalam lubang tanam. Bibit-bibit yang sudah diberi perlakuan
tersebut dipindahkan ke polybag berukuran 50 cm x 50 cm secara bersamaan pada
umur bibit 5 minggu. Polybag disusun berjajar 10 baris dengan jarak 2.5 m x 1 m.
Layout percobaan II dicantumkan pada Lampiran 3. Pemeliharaan yang dilakukan
meliputi pengendalian gulma dan penyiraman.
Pengamatan
1.

2.

Pengamatan yang dilakukan meliputi :
Panjang sulur utama.
Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman
berumur 2 minggu setelah pindah tanam (MSP) sampai dengan 12 MSP.
Panjang sulur utama diukur dari daun kotiledon sampai dengan ujung sulur
pada titik tumbuh tangkai daun dengan kriteria daun telah membuka
sempurna.
Jumlah buku sulur utama.
Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman
berumur 2 MSP sampai dengan 12 MSP. Jumlah buku sulur utama dihitung
dari daun kotiledon sampai dengan ujung sulur utama.

12
3.

4.

5.

6.

7.

Jumlah cabang sulur.
Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman
berumur 4 MSP sampai dengan 12 MSP. Cabang sulur merupakan sulur
yang tumbuh selain dari sulur utama.
Total panjang cabang sulur.
Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman
berumur 4 MSP sampai dengan 12 MSP. Total panjang cabang sulur
merupakan penjumlahan dari semua sulur yang tumbuh selain sulur utama.
Masing-masing cabang sulur diukur dari titik tumbuh cabang sulur pada
ketiak daun sampai dengan ujung sulur pada titik tumbuh tangkai daun
dengan kriteria daun telah membuka sempurna.
Total buku cabang sulur.
Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman
berumur 4 MSP sampai dengan 12 MSP. Total buku cabang sulur
merupakan penjumlahan dari semua buku cabang sulur yang tumbuh selain
sulur utama. Masing-masing buku cabang sulur dihitung dari titik tumbuh
cabang sulur pada ketiak daun sampai ujung sulur.
Rata-rata panjang sulur.
Rata-rata panjang sulur dihitung dengan membagi total panjang sulur
(tidak termasuk sulur utama) dengan jumlah cabang sulur.
Rata-rata pertambahan panjang sulur.
Rata-rata pertambahan panjang sulur dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

total panjang cabang sulur minggu

n  total panjang cabang sulur (n - 2)
jumlah cabang sulur minggu n

8.

9.

10.



Bobot basah dan bobot kering bintil akar.
Pengamatan dilakukan pada umur 7, 11, 13 MSP. Akar yang telah
dipisahkan dari media tanah dicuci dengan air. Bintil akar dipisahkan dari
akar kemudian dihitung jumlahnya. Bintil akar kemudian ditimbang untuk
mendapatkan bobot basah. Setelah ditimbang, bintil akar dikeringkan dalam
oven selama 72 jam pada suhu 70 oC kemudian ditimbang untuk
mendapatkan bobot kering (Kumaga et al. 2006).
Bobot basah dan bobot kering akar.
Pengamatan dilakukan pada umur 7, 11, 13 MSP. Akar yang telah
dipisahkan dari media tanah dicuci dengan air. Akar dipisahkan dari bintil
akar kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot basah. Setelah
ditimbang akar dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 70 oC
kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot kering (Kumaga et al.
2006).
Bobot basah dan bobot kering tajuk.
Pengamatan dilakukan pada umur 7, 11, 13 MSP. Tajuk dipotong
pada batas 2 cm dari permukaan tanah. Tajuk kemudian ditimbang untuk
mendapatkan bobot basah. Setelah ditimbang tajuk dikeringkan dalam oven
selama 72 jam pada suhu 70 oC kemudian ditimbang untuk mendapatkan
bobot kering (Kumaga et al. 2006).

13
11.

12.

13.

Kadar nitrogen daun.
Analisis dilakukan pada umur 7, 11, 13 MSP. Sampel daun yang
digunakan adalah daun ke-4 yang dihitung dari daun yang telah membuka
sempurna pada ujung sulur. Analisis kadar N menggunakan metode
Kjeldahl. Analisis dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Kadar nitrogen tanah.
Analisis dilakukan pada umur 7, 11, 13 MSP. Analisis kadar N
menggunakan metode Kjeldahl. Analisis dilakukan di Laboratorium Tanah,
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Aktivitas Nitrogenase.
Analisis dilakukan pada umur 11, 13 MSP. Aktivitas nitrogenase
diukur dengan metode Acethylene Reduction Assay (ARA). Bintil akar
dipisahkan dari akar kemudian dicuci dan diambil 0.5-2 g sebagai sampel
kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang diketahui volumenya
dan ditutup rapat dengan karet. Selanjutnya, sebanyak 1 ml gas asetilen
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan menggunakan syringe. Tabung
reaksi kemudian diinkubasi selama 1 jam. Sebanyak 1 ml udara yang
terdapat dalam tabung reaksi yang telah diinkubasi diambil dengan syringe
kemudian disuntikkan ke dalam injektor kromatografi gas. Analisis data
dilakukan secara kuantitatif meliputi perhitungan laju reduksi asetilen
menjadi laju fiksasi nitrogen melalui rumus sebagai berikut :
Laju reduksi asetilen menjadi etilen selama 1 jam (μmol ml-1 g-1 h-1) =
 luas puncak sampel
 konsentrasi standar yang digunakan

 luas puncak standar

berat molekul etilen


berat sampel








Laju fiksasi nitrogen (μmol ml-1 g-1 h-1) ditentukan dengan
perhitungan 3 kali laju reduksi asetilen menjadi etilen (μmol ml-1 g-1 h-1)
(Widiastuti, 2012). Selanjutnya untuk mendapatkan laju fiksasi nitrogen per
tanaman, laju fiksasi nitrogen (μmol ml-1 g-1 h-1) dikalikan dengan bobot
kering bintil akar tanaman.

Percobaan III. Pengaruh Waktu Inokulasi dan Dosis Inokulan terhadap
Pertumbuhan M. bracteata di Lapangan
Tempat dan Waktu
Percobaan dilakukan di Desa Sidodadi, Kelurahan Banaran, Kecamatan
Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Lokasi percobaan beriklim tropis
dengan rata-rata curah hujan sekitar 2 000 mm/tahun dan berjenis tanah regosol
kelabu (BPS Kabupaten Boyolali 2014). Analisis kadar nitrogen pada daun

14
dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Percobaan berlangsung selama 7 bulan, mulai bulan Februari sampai
Agustus 2014.
Bahan dan Alat Percobaan
Tanaman LCC yang digunakan yaitu M. bracteata yang berasal dari benih.
Inokulan yang digunakan mengandung B. japonicum dan A. punctata. B.
japonicum adalah bakteri penambat nitrogen bebas dari udara dengan populasi 4.2
x 108 cfu per g bahan pembawa, sedangkan A. punctata adalah bakteri pelarut
fosfat dan kalium dengan populasi 108 koloni/g bahan pembawa. Pupuk fosfor
yang digunakan adalah RP.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain H 2SO4 pekat, K2SO4,
CuSO4, H2O murni, Zn, NaOH pekat, asam borat dan H2SO4 0.01 N. Alat yang
digunakan dalam percobaan ini antara lain oven, gelas arloji, timbangan analitik,
labu Kjeldahl, erlenmeyer, buret, pengaduk (stirer), labu destilasi dan kuadran
berukuran 1 m2.
Metode Percobaan
Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok dua faktor perlakuan.
Faktor perlakuan pertama adalah waktu inokulasi yaitu di pembibitan pada umur
bibit 2 minggu dan saat tanam di lapangan pada umur bibit 5 minggu. Faktor
perlakuan ke-2 adalah dosis inokulan yang terdiri atas lima taraf dosis yaitu 0, 2,
4, 6 dan 8 g/tanaman. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 30 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 4 tanaman sehingga untuk
percobaan ini diperlukan 120 tanaman.
Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model
rancangan acak kelompok sebagai berikut :
Yijk  μ  τi  α j  β k  αβ  jk  εijk
Keterangan:
i
= 1, 2, 3 ; j = 1, 2 ; k = 1, 2, 3, 4, 5
Yijk = respon pengamatan pada unit percobaan kelompok ke-i yang mendapat
perlakuan waktu inokulasi ke-j, dosis inokulan ke-k
μ
= rataan umum
τi
= pengaruh aditif dari kelompok ke-i
αj
= pengaruh utama perlakuan waktu inokulasi ke-j
βk
= pengaruh utama perlakuan dosis inokulan ke-k
(αβ)jk = pengaruh interaksi perlakuan waktu inokulasi ke-j, dosis inokulan ke-k
εijk = pengaruh acak dari kelompok ke-i, perlakuan waktu inokulasi ke-j,
perlakuan dosis inokulan ke-k
Apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut
dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test pada taraf α 5 % dan kontras
polynomial orthogonal pada taraf α 5 % untuk perlakuan dosis inokulan.
Pelaksanaan Percobaan
Lokasi yang akan digunakan untuk penanaman diambil sampel tanah
sebanyak 10 titik secara diagonal masing-masing sekitar 250 g tanah kemudian

15
dimasukkan ke dalam kantong plastik. Tanah yang telah diambil sebanyak 10
kantong plastik dituangkan ke dalam ember plastik kemudian diaduk rata.
Sebanyak 250 g tanah diambil dari campuran tersebut kemudian dimasukkan ke
dalam kantong plastik dan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisis tanah
lengkap. Hasil analisis tanah awal percobaan III disajikan pada Lampiran 4.
Benih M. bracteata disemaikan dalam polybag berukuran 5 cm x 15 cm.
Penyulaman secara selektif dilakukan pada minggu pertama terhadap benih yang
tidak tumbuh atau busuk. Pemberian inokulan di pembibitan pada umur bibit 2
minggu dilakukan dengan cara memasukkan inokulan sesuai dosis perlakuan ke
dalam 2 lubang yang jumlahnya 2 lubang per polybag. Pemberian saat umur bibit
5 minggu dilakukan dengan cara memasukkan inokulan sesuai dosis perlakuan ke
dalam lubang tanam. Bibit-bibit yang sudah diberi perlakuan tersebut dipindahkan
ke lapangan secara bersamaan pada umur bibit 5 minggu dengan jarak tanam 2.5
m x 1 m. Layout percobaan III ditunjukkan pada Lampiran 5. Pemupukan RP
sebanyak 100 g/tanaman dilakukan saat tanam di lapangan dengan cara
menaburkan pupuk pada lubang yang dibuat melingkari tanaman kemudian
ditutup tanah. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiangan gulma dan
penyiraman.
Pengamatan
1.

2.

3.

4.

5.

Pengamatan yang dilakukan meliputi :
Panjang sulur utama.
Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, dimulai pada saat tanaman
berumur 2 minggu setelah pindah tanam (MSP) sampai dengan 12 MSP.
Panjang sulur utama diukur dari daun kotiledon sampai dengan ujung sulur
pada titik tumbuh tangkai daun dengan kriteria daun te