Pengurangan Off-Odor Daging Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan

PENGURANGAN OFF-ODOR DAGING ITIK ALABIO JANTAN
UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN DAUN
BELUNTAS, VITAMIN C DAN E
DALAM PAKAN

SKRIPSI
DANANG PRIYAMBODO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
Danang Priyambodo. D14086005. 2011. Pengurangan Off-Odor Daging Itik
Alabio Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C
dan E dalam Pakan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota


: Dr. Ir. Rukmiasih, MS.
: Dr. Ir.Sumiati, M.Sc.

Itik merupakan salah satu komoditi unggas sebagai sumber protein hewani
bagi manusia. Daging itik memiliki gizi yang baik seperti daging ayam, akan tetapi
masih banyak yang tidak menyukai daging itik karena dagingnya berbau amis (offodor). Pemberian antioksidan dalam pakan diharapkan dapat mengurangi bau amis
daging itik sebelum proses pengolahan.
Beluntas (Pluchea indica L. Less.) merupakan salah satu tanaman yang
mengandung antioksidan alami, sedangkan vitamin C dan vitamin E merupakan
sumber antioksidan sintetis. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh
pemberian tepung daun beluntas, kombinasi tepung daun beluntas dengan vitamin C,
dan kombinasi tepung daun beluntas dengan vitamin E terhadap off-odor pada daging
itik. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan bulan September
tahun 2010 di bagian Ilmu produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Daging itik yang digunakan adalah daging itik alabio jantan berumur 10
minggu yang mendapat perlakuan pemberian pakan komersial sebagai pakan kontrol
(K), pakan komersial + 0,5% tepung daun beluntas (KB), pakan komersial + 0,5%
tepung daun beluntas + vitamin C 250 mg/kg (KBC), pakan komersial + 0,5%
tepung daun beluntas + vitamin E 400 IU/kg (KBE). Peubah yang diamati dalam

penelitian ini yaitu tingkat intensitas off-odor dan tingkat kesukaan daging dengan
kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada.
Analisis data sensori yang dilakukan yaitu : (1) Uji intensitas off-odor
dilakukan dengan uji skalar garis ; (2) uji tingkat kesukaan dilakukan dengan uji
hedonik. Data hasil uji skalar garis dan uji hedonik dianalisis dengan analisis sidik
ragam (ANOVA) dengan metode GLM (Generalized Linear Model) dengan bantuan
program SPSS for windows versi 17 dilanjutkan dengan uji Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan KB dapat menurunkan
intensitas off-odor daging dengan kulit paha itik sebesar 3,5% dan daging dada
dengan kulit itik sebesar 1,9%. Perlakuan KBC meningkatkan intensitas off-odor
daging dengan kulit paha itik sebesar 2,3% dan daging dada dengan kulit itik sebesar
5,3%. Hasil selanjutnya perlakuan KBE dapat menurunkan intensitas off-odor
sebesar 11,2% dan daging dada dengan kulit itik sebesar 10,6%. Kesimpulan dari
hasil penelitian ini adalah perlakuan KBE merupakan kombinasi yang paling baik
dalam menurunkan intensitas off-odor daging itik, dan secara hedonik panelis lebih
menyukai aroma daging dengan kulit itik bagian paha dan dada yang mendapat
perlakuan KBE.
Kata kunci : itik alabio, tepung daun beluntas, vitamin C, vitamin E, off-odor

i


ABSTRACT
Reducing Off-odor of Alabio’s Male Duck Meat of 10 Weeks Age Fed Beluntas
Leaf Meal, Vitamine C and E
Priyambodo, D., Rukmiasih., and Sumiati
Duck is one of poultry commodities as source of animal protein for the human,
however the duck’s meat off-odor limits the consumers preferency. The objective of
this research was to observe the effect of feeding beluntas leaf powder, combination
beluntas leaf powder with vitamin C and combination beluntas leaf powder with
vitamin E in reducing off-odor of the Alabio duck meat. This research was conducted
on May until September 2010 at the Laboratory of poultry production, Faculty of
Animal Science, Bogor Agricultural University. The duck’s meat of 10 weeks age
were used in this study. The duck were reared from DOD up to 10 weeks old. The
diet treatments were commercial diet as control (K); commercial feed + 0.5%
beluntas leaf meal (KB), commercial feed + 0.5% beluntas leaf meal + vitamin C
250 mg/kg (KBC), commercial feed + 0.5% beluntas leaf meal + vitamin E 400
IU/kg (KBE). The parameters observed were off-odor intensity and preference test of
thigh and breast meat of male alabio duck. The data were analyzed with analyses of
variance (ANOVA) with the method of GLM (Generalized Linear Model) and using
SPSS program for windows version 17. If there were any significant differences, the

data were further analyzed using Duncan multiple range test. The results shows that
feeding of 0.5% beluntas leaf meal (KB) reduced off-odor intensity of thigh meat
(3.5%) and breast meat (1.9%). Feeding of 0.5% beluntas leaf meal + vitamin C 250
mg (KBC) increased off-odor intensity of thigh meat (2.3%) and breast meat (5.3%).
Feeding beluntas leaf meal of 0.5% + vitamin E 400 IU (KBE) reduce off-odor
intensity of thigh meat (11.2%) and breast meat (10.6%). Conclusion of this research
was that feeding beluntas leaf meal of 0.5% + vitamin E 400 IU (KBE) was the best
treatment in reducing the intensity off-odor of duck meat (thigh, breast), and this
meat was most prefered by the panelists compared other treatments.
Keywords : alabio duck, beluntas leaf meal, vitamin C, vitamin E, off-odor

ii

PENGURANGAN OFF-ODOR DAGING ITIK ALABIO JANTAN
UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN DAUN
BELUNTAS, VITAMIN C DAN E
DALAM PAKAN

DANANG PRIYAMBODO
D14086005


Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

iii

Judul : Pengurangan Off-odor Daging Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu dengan
Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan
Nama : Danang Priyambodo
NIM : D14086005

Menyetujui,


Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Rukmiasih, MS.)
NIP: 19570405 198303 2 001

(Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.)
NIP: 19611017 198603 2 001

Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)
NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian: 12 April 2011

Tanggal Lulus:


iv

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Palembang pada tanggal 8 November 1987. Penulis
adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Ir. Edi Setyawan dan Ibu
Setya Indarsi.
Jenjang pendidikan penulis diawali pada tahun 1992 dengan bersekolah di TK
Fatimah Palembang dan lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1993 melanjutkan ke SD
Negeri 405 Palembang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan ke SLTP Negeri 53 Palembang sampai tahun 2000 kemudian pindah ke
SLTP Negeri 19 Palembang dan lulus pada tahun 2002. Selanjutnya pada tahun 2002
penulis melanjutkan ke SMU Negeri 10 Bogor dan lulus pada tahun 2005.
Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Keahlian
Teknologi dan Manajemen Ternak Direktorat Program Diploma Institut Pertanian
Bogor hingga lulus tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa
di Program Alih Jenis Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk
melanjutkan studi pendidikan sarjana.

v


KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pengurangan Offodor Daging Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas,
Vitamin C dan E dalam Pakan” dapat diselesaikan dengan baik.
Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang bahwa sebagai unggas lokal,
itik dapat dijadikan sebagai sumber protein hewani yang berasal dari daging seperti
pada ayam. Sebagian besar masyarakat saat ini tidak menyukai daging itik karena
dagingnya berbau amis, untuk itu penulis bersama rekan-rekan serta dosen Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor melakukan penelitian untuk mengurangi bau
amis daging itik tersebut. Penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan tepung daun
beluntas, vitamin C dan vitamin E yang ditambahkan dalam pakan.
Penelitian mengenai penggunaan daun beluntas untuk mengurangi bau amis
daging itik telah dilakukan peneliti sebelumnya. Hasil yang didapatkan yaitu
penambahan beluntas 1% dalam pakan dapat mengurangi bau amis daging itik, akan
tetapi performa itik tersebut khususnya konversi pakannya tinggi. Penelitian
mengenai penggunaan vitamin C dan vitamin E untuk mengurangi bau amis daging
itik juga telah dilakukan peneliti sebelumnya. Hasil yang didapatkan pada penelitian
tersebut yaitu kombinasi penggunaan vitamin C dan vitamin E dalam pakan dapat
mengurangi bau amis daging itik.

Berdasarkan uraian diatas, pada penelitian ini taraf penggunaan daun beluntas
akan dikurangi agar konversi pakan itik yang diberi daun beluntas menjadi baik.
Penggunaan daun beluntas yang berkurang dalam pakan menyebabkan antioksidan
yang disumbangkan dalam pakan menurun, sehingga pada penelitian ini akan
ditambahkan vitamin C dan Vitamin E sebagai sumber antioksidan lainnya.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca.
Bogor, April 2011
Penulis

vi

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ....................................................................................................

i

ABSTRACT .......................................................................................................


ii

LEMBAR PERNYATAAN ...............................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP............................................................................................

v

KATA PENGANTAR .......................................................................................

vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................


ix

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................

xi

PENDAHULUAN..............................................................................................

1

Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan .......................................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................

3

Itik (Anas platyrhynchos) ......................................................................... 3
Daging Itik ................................................................................................ 4
Antioksidan ............................................................................................... 6
Beluntas (Pluchea indica L. Less.) ............................................... 6
Vitamin C...................................................................................... 7
Vitamin E ...................................................................................... 8
Bau Amis (Off-odor) .............................................................................. 9
Analisis Sensori...................................................................................... 10
Uji Skalar Garis .......................................................................... 11
Uji Kesukaan (Uji Hedonik)....................................................... 11
MATERI DAN METODE ................................................................................. 12
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................
Materi Penelitian ....................................................................................
Daging Itik ..................................................................................
Peralatan .....................................................................................
Prosedur Penelitian.................................................................................
Persiapan Daging Itik .................................................................
Uji sensori...................................................................................
Analisis Data ..........................................................................................

12
12
12
15
16
16
17
18

HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................... 19
Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging Itik Alabio .............................. 19

vii

Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik
Bagian Paha ................................................................................ 19
Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik
Bagian Dada ............................................................................... 21
Tingkat Kesukaan Daging Itik ............................................................... 23
Tingkat Kesukaan pada Daging dengan Kulit Itik Bagian
Paha ............................................................................................ 23
Tingkat Kesukaan pada Daging dengan Kulit Itik Bagian
Dada............................................................................................ 24
KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 25
Kesimpulan............................................................................................. 25
Saran ....................................................................................................... 25
UCAPAN TERIMA KASIH.............................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27
LAMPIRAN ....................................................................................................... 30

viii

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Komposisi Kimia Daging Ayam dan Itik Segar tanpa Kulit ...............

5

2. Komposisi Kimia Pakan Komersial, Tepung Daun Beluntas, dan
Dedak Padi (As Fed) ............................................................................ 13
3. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan
dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu ................................... 14
4. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan
dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 7-10 Minggu ................................. 15
5. Uji Skalar Garis Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian
Paha dan Dada...................................................................................... 19
6. Uji Hedonik Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian Paha
dan Dada .............................................................................................. 23

ix

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Itik Alabio Jantan (1) dan Itik Alabio Betina (2) (SNI, 2009).............

4

2. Daun Beluntas (1) dan Tanaman Beluntas (2).....................................

7

3. Struktur Kimia Vitamin C (Levy, 2010) ..............................................

8

4. Struktur Bangun Tokoferol (Colombo, 2010) .....................................

9

5. Kandang Pemeliharaan Itik Alabio...................................................... 12
6. Tepung Daun Beluntas......................................................................... 15
7. Sampel Daging Itik pada Uji Skalar Garis dan Uji Hedonik............... 16

x

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Format Uji Skalar Garis Daging Itik dengan Kulit.............................. 30
2. Format Uji Hedonik Daging Itik dengan Kulit.................................... 31
3. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Offodor Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha........................................ 32
4. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Offodor Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada ....................................... 33
5. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Kesukaan (Hedonik) Daging
dengan Kulit Itik Bagian Paha ............................................................. 34
5. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Kesukaan (Hedonik) Daging
dengan Kulit Itik Bagian Dada ............................................................ 35

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging itik merupakan salah satu sumber protein asal daging unggas yang
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia. Hal ini
karena daging itik memiliki kandungan gizi yang baik seperti daging ayam. Akan
tetapi daging itik kurang disukai dibandingkan dengan daging ayam. Berdasarkan
data Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian (2009), produksi daging
ayam ras pedaging sebanyak 1.101.765 ton, daging ayam buras sebanyak 247.725
ton, daging ayam ras petelur sebanyak 55.099 ton, dan produksi daging itik sebesar
25.782 ton (1,80% dari total produksi asal daging unggas). Kurang disukainya
daging itik oleh sebagian masyarakat, diantaranya karena daging itik memiliki bau
khas yaitu bau amis (off-odor).
Bau amis pada daging itik merupakan hasil proses oksidasi lemak yang
terjadi dalam tubuh itik. Proses oksidasi lemak terjadi karena terdapat radikal bebas
yang berikatan dengan asam lemak tidak jenuh di dalam tubuh itik. Upaya untuk
mengurangi bau amis daging itik tersebut salah satunya yaitu dengan pemberian
antioksidan di dalam pakan. Antioksidan berfungsi sebagai pendonor atom hidrogen
dan atom tersebut dalam waktu yang cepat akan berikatan dengan radikal bebas
sehingga radikal bebas tidak berikatan dengan asam lemak tidak jenuh di dalam
tubuh itik.
Sumber antioksidan terbagi menjadi dua yaitu antioksidan alami dan sintetis.
Beluntas (Pluchea indica L. Less.) merupakan salah satu tanaman obat yang
mengandung antioksidan alami yang banyak digunakan manusia sebagai penghilang
bau badan. Vitamin C dan vitamin E juga merupakan bahan yang sudah diketahui
manfaatnya sebagai sumber antioksidan. Berdasarkan manfaat berbagai bahan
sumber antioksidan tersebut, penggunaan beluntas, vitamin C dan vitamin E
diharapkan dapat menurunkan bau amis daging itik.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Febriana (2006) menunjukkan
bahwa penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan pada taraf 1% dapat
menurunkan bau amis daging itik jantan lokal, tetapi itik dengan pemberian daun
beluntas tersebut menghasilkan konversi pakan 21,9% lebih tinggi dari itik yang

1

tidak diberi daun beluntas (Gunawan, 2005). Pemberian vitamin C dan vitamin E
dalam pakan juga dapat menurunkan bau amis pada daging itik (Randa, 2007).
Pada penelitian saat ini digunakan beluntas dalam taraf yang lebih rendah
yaitu sebesar 0,5% dengan tujuan menurunkan bau amis daging itik dan
memperbaiki performa itik. Berkurangnya penggunaan daun beluntas dalam pakan
menyebabkan antioksidan yang disumbangkan dalam pakan menurun, oleh karena
itu pada penelitian ini ditambahkan vitamin C dan vitamin E sebagai sumber
antioksidan.
Daging itik dapat diperoleh dari itik jantan dan itik betina afkir, daging yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu daging itik alabio jantan. Itik alabio ini di
daerah asalnya Kalimantan Selatan sudah biasa dijadikan sebagai itik pedaging
karena komposisi karkasnya yang besar.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan bau daging itik
dan tingkat kesukaan daging itik dengan penambahan antioksidan dalam pakan
berupa tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Itik (Anas platyrhynchos)
Itik merupakan salah satu unggas air yang lebih dikenal dibanding dengan
jenis unggas air lainnya seperti angsa atau entog. Menurut Srigandono (1998), itik
termasuk ke dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family
Anatinae, rumpun Anatini, genus Anas, spesies Anas platyrhynchos.
Beberapa itik lokal yang ada di Indonesia selain berfungsi sebagai penghasil
telur, juga sebagai penghasil daging yaitu salah satunya itik alabio. Itik ini
merupakan salah satu galur itik lokal yang sudah cukup lama dikenal. Meskipun
tergolong sebagai jenis itik penghasil telur, itik alabio juga dapat dimanfaatkan
sebagai sumber penghasil daging (Hardjosworo et al., 2001). Randa (2007)
melaporkan bahwa itik alabio memiliki karkas yang lebih besar dibandingkan dengan
itik cihateup.
Itik alabio berasal dari Kalimantan Selatan. Ciri-ciri umum itik alabio adalah
postur tubuh tegak membentuk sudut 70º, paruh berwarna kuning sampai kuning
jingga dengan bercak hitam pada bagian ujung, terdapat bulu putih membentuk garis
mulai dari pangkal paruh sampai ke bagian belakang kepala dan kaki berwarna
kuning jingga, bulu leher bagian depan berwarna putih, bulu dada berwarna coklat
kemerahan, bulu punggung dan perut berwarna abu-abu dengan bercak coklat, bulu
sayap sekunder berwarna biru kehijauan dan mengkilap. Itik alabio jantan dan betina
dapat dibedakan dari bulu bagian kepala dan ekor. Bulu bagian kepala sampai leher
itik alabio jantan berwarna hitam, sedangkan betina berwarna coklat. Bulu ekor itik
alabio jantan berwarna hitam dan beberapa helai bulu yang melingkar ke atas,
sedangkan bulu ekor pada itik alabio betina berwarna coklat tanpa bulu yang
melingkar ke atas (Standar Nasional Indonesia, 2009). Ciri-ciri itik alabio jantan dan
betina menurut SNI dapat dilihat pada Gambar 1.

3

(1)
(2)
Gambar 1. Itik Alabio Jantan (1) dan Itik Alabio Betina (2)
Sumber : SNI (2009)

Daging Itik
Setiap
ap unggas m
memiliki ciri
iri-ciri yang
g berbeda pa
pada dagingn
gnya. Padaa aayam,
sec
secara
umum
m dagingnya
ya berwarnaa putih terut
rutama bagian
ian dada wal
alaupun seba
bagian
be
berwarna
meerah padaa b
bagian paha. Beberapa
pa jenis ungg
nggas yang
g memiliki
m
da
daging
be
berwarna
meerah diantar
taranya angsa
sa, itik dan
n burung meerpati (Belit
litzh dan Gro
rosch,
1999 Padaa itik, bagia
1999).
gian dada itik
iti mengan
andung serab
rabut merahh sebanyakk 84%
seh
sehingga
dag
agingnya be
berwarna merah.
m
Dagi
aging itik yyang berwa
warna merah
ah ini
me
menyebabkan
an kesukaan
an terhadap
ap warna pa
pada daging
ing itik lebi
ebih rendahh bila
dibandingkan dengan warna daging ayam yang berwarna putih.
Beber
erapa faktor
or yang mem
empengaruhi
hi warna da
daging antara
ara lain : pakan,
sp
spesies,
bang
ngsa, umur,
r, jenis kelam
lamin, pH, oksigen
o
dan
an stress (Soeparno, 2005).
Faktor
Faktor-faktor
or tersebutt d
dapat mem
mpengaruhii penentu uutama warn
rna dagingg yaitu
ko
konsentrasi
i pigmen
p
dag
aging (mioglobin
mioglobin). Kan
andungan lo
logam seper
erti Fe dii dalam
d
he
hemoglobin
n dan
d mioglo
lobin pada daging umumnya dapa
pat memperc
ercepat kerusakan
lem
lemak
dalam
am bahan pa
pangan yang
ang mengaki
kibatkan ket
etengikan (K
(Ketaren, 20
2008).
Se
Senyawa
hem
ematin sepert
erti senyawaa haem (Fe2+) dan haem
emin (Fe3+) yang
y
adaa ddalam
he
hemoglobin
n dan
d mioglo
globin merup
upakan prook
oksidan yan
ang sangatt k
kuat, Fe2+ dapat
be
bereaksi
den
engan hidrop
roperoksidaa membentuk
m
uk radikal pperoksi (A
Apriyantono dan
Lingganingrum 2001).
Lingganingrum,
). Radikal-rradikal ters
ersebut berpe
rperan dalam
am pembent
ntukan
senyawa senyawa off-odor
senyawa-senyawa
odor pada daging.

4

Daging itik memiliki warna lebih merah dibandingkan dengan daging unggas
lainnya seperti ayam, memiliki komposisi nutrisi yang tidak jauh berbeda dengan
daging ayam khususnya kandungan protein, akan tetapi kandungan lemak pada
daging itik khususnya bagian dada lebih tinggi bila dibandingkan dengan lemak pada
daging dada ayam. Komposisi kimia daging ayam dan itik segar tanpa kulit
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ayam dan Itik Segar tanpa Kulit
Komponen
Protein (%)

Lemak (%)

Air (%)

Bagian Daging

Ayam

Itik

-

Dada

23,39

21,34

-

Paha

20,97

20,23

-

Dada

1,36

2,15

-

Paha

3,80

2,74

-

Dada

74,24

75,25

-

Paha

74,02

76,36

Sumber : Lukman (1995)

Menurut Apriyantono dan Lingganingrum (2001), bau amis pada daging itik
disebabkan karena lemak yang terdapat di dalamnya. Lemak merupakan prekursor
yang sangat mempengaruhi aroma makanan (Belitzh dan Grosch, 1999). Menurut
Purba (2010), itik merupakan salah satu hewan unggas yang memiliki kandungan
lemak yang tinggi karena secara genetik maupun fisiologis, itik memiliki sifat yang
baik untuk mendeposisikan lemak di dalam tubuh. Tempat penimbunan lemak pada
tubuh itik umumnya adalah di bawah permukaan kulit dan di bawah perut. Lemak
yang tinggi pada itik digunakan juga sebagai sumber energi antara lain untuk
menjaga suhu tubuh dan agar bulu itik tidak basah ketika berada di dalam air. Sifat
lemak unggas berbeda dengan lemak ternak ruminansia karena sebagian besar terdiri
atas asam lemak tidak jenuh (Pisulewski, 2005).
Kandungan lemak yang tinggi terutama asam lemak tidak jenuh
menyebabkan daging itik menghasilkan off-odor. Pada daging itik, total asam lemak
tidak jenuh lebih tinggi daripada total asam lemak jenuhnya. Daging itik bagian dada
lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dibandingkan bagian paha dan
persentase kadar lemak daging itik lebih tinggi pada daging berkulit daripada daging

5

tanpa kulit dan berlaku pada bagian dada maupun paha itik yang dianalisis
dalam bentuk segar maupun freezedried (Hustiany, 2001). Menurut Shahidi (1998),
laju oksidasi asam lemak tidak jenuh lebih cepat dari laju oksidasi asam lemak jenuh,
terutama laju oksidasi asam lemak tidak jenuh ganda (Cortinas et al., 2005).
Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan
mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lemak (Surai,
2003). Menurut Ketaren (2008), antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat
menghambat atau mencegah kerusakan lemak atau bahan pangan berlemak akibat
proses oksidasi. Oksidasi adalah reaksi yang terjadi antara oksigen dengan suatu
substrat yang dapat menyebabkan ketengikan (Winarno, 1991). Penggunaan
antioksidan dalam bahan pangan menurut Ketaren (2008) harus memenuhi
persyaratan tertentu yaitu : (1) tidak beracun dan tidak mempunyai efek fisiologis,
(2) tidak menimbulkan flavor yang tidak enak, rasa dan warna pada bahan pangan,
(3) larut sempurna dalam minyak atau lemak, (4) efektif dalam jumlah yang relatif
kecil, (5) tidak mahal serta selalu tersedia.
Beberapa antioksidan yang sudah banyak dikenal diantaranya vitamin C dan
Vitamin E (Winarno, 1991). Senyawa flavonoid yang terdapat pada buah-buahan dan
daun-daunan seperti daun beluntas mempunyai aktivitas sebagai antioksidan
(Panovskai et al., 2005).
Beluntas (Pluchea indica L. Less.)
Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak
dengan ketinggian tanaman dapat mencapai dua meter. Selain itu beluntas memiliki
daun tunggal, bulat berbentuk telur, ujung runcing, berbulu halus, daun muda
berwarna hijau kekuningan dan setelah tua akan berwarna hijau pucat. Panjang daun
beluntas mencapai 3,8 - 6,4 cm (Ardiansyah, 2002). Daun beluntas secara tradisional
biasa digunakan manusia sebagai penghilang bau badan, obat turun panas, obat
batuk, obat diare, dan mengobati sakit kulit.
Menurut Rukmiasih et al. (2010), daun beluntas mengandung senyawa
flavonoid (4,47%), vitamin C (98,25 mg/100g), dan beta-karoten (2.552 mg/100g)
yang ketiganya mempunyai efek sebagai antioksidan (Andarwulan et al., 2008).

6

Senyawa flavonoid menurut Panovskai et al. (2005) mempunyai aktivitas
sebagai antioksidan. Daya kerja flavonoid sebagai antioksidan adalah dengan cara
menghelat logam dan berkeliaran menangkap oksigen radikal dan radikal bebas
sehingga senyawa pembentuk off-odor tidak terbentuk (Cadenas, 2004). Beta-karoten
merupakan provitamin A yang terdapat dalam tanaman hijau (Winarno,1991).
Menurut Kiokias dan Gordon (2003), beta-karoten mempunyai aktivitas sebagai
antioksidan. Beta-karoten diyakini memberikan antioksidan perlindungan terhadap
jaringan lemak (Percival, 1998). Berdasarkan hasil penelitian Febriana (2006),
penambahan tepung daun beluntas pada taraf 1% dalam pakan dapat menurunkan
bau amis daging itik dan bau amis terendah didapatkan dari penambahan tepung
daun beluntas dengan taraf 2% dalam pakan. Ciri-ciri daun dan tanaman beluntas
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Daun Beluntas (1) dan Tanaman Beluntas (2)
Vitamin C
Vitamin C atau yang dikenal juga sebagai L-ascorbic acid merupakan vitamin
yang bersifat larut air (Niki et al., 1995). Padayatty et al. (2003) menyatakan bahwa
vitamin C dikenal sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam mendonorkan
elektron. Menurut Blokhina (2000), vitamin C merupakan antioksidan yang larut
dalam air yang mampu meredam radikal bebas dengan cara memberikan atom
hidrogen dan elektron kepada radikal bebas. Vitamin C merupakan vitamin yang
paling mudah rusak karena selain larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan
proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh
katalis tembaga dan besi (Winarno, 1991).

7

Menurut Metzler
ler (1977), meskipun vitamin C mempunya
yai sifat seb
sebagai
an
antioksidan
n tetapi
t
dapa
pat juga mem
emicu pemb
bentukan ra
radikal beba
bas bila bereaksi
bersama ma dengann io
bersama-sama
ion-ion Fe2+ sehinggaa vitamin
v
C dapat menj
njadi prooksidan.
rooksidan.
Struktur
truktur kimia vitamin C dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3.
3. Struktur Kimia Vitamin C
Sumber : Levy (2010)
(

Vitamin E
Vitam
min E (toko
koferol) meru
rupakan vita
itamin yangg bbersifat laru
arut dalam
m le
lemak
(W
Winarno, 1991)
19
dann bberfungsi sebagai
se
antio
tioksidan yan
ang larut da
dalam lemak
ak dan
mu
mudah
memb
mberikan hid
idrogen dari
ri gugus hid
idroksil (OH
H) pada stru
struktur cinci
cin ke
rad
radikal
beba
bas (Almatsi
tsier, 2006).
). Jenis vita
itamin E di
diantaranyaa a-tokoferol
rol, ßtok
tokoferol,
-ttokoferoll dan
d d-tokofe
oferol, diman
ana jenis a--tokoferoll m
merupakan
n jenis
ya paling
yang
g besar
b
aktivi
ivitasnya diba
ibandingkan
n jenis
j
yangg llain (Surai,
ai, 2003). Peranan
vit
vitamin
E dalam
da
tubuh
uh yaitu dii dalam jarin
ringan, vitam
amin E men
enekan terjad
jadinya
ok
oksidasi
asam
am lemak tidak
tid jenuh
h sehingga
s
dapat
da
membbantu dan
n mempertaha
m
hankan
fungsi membran sel (Winarno, 1991
1991).
Berba
bagai peneliti
litian penggun
unaan vitami
min E diantar
taranya dilak
akukan Bou et
e al.
(2004) yangg melaporkan
an bahwa ba
bau anyir pad
ada dagingg aayam broile
iler segar mau
aupun
reb yangg ddiberi tepun
rebus
ung atau min
inyak ikan
n y
yang tinggi
gi menjadi menurun
m
de
dengan
ad
adanya
suplem
lementasi vita
itamin E (a-tokoferol
tokoferol)) sebanyak
s
70 mg dan
n 140
14 mg/kgg ddalam
pa
pakan.
Russe
sell et al. (20
2003) dalam
m penelitiann
nnya pada ter
ternak itik pekin
pe
menem
mukan
ter
terjadi
penin
ingkatan asa
sam-asam le
lemak tidak
k jenuh den
engan pembe
berian perla
rlakuan
suple
suplementasi
si vitamin E 400 mg da
dalam pakan
n karena asa
sam-asam lem
lemak tidakk jenuh
j
tersebut tidak teroksidasi.

8

Hasil penelitian Randa (2007), pemberian kombinasi vitamin E 400 IU dan
vitamin C 250 mg dalam pakan dapat menurunkan bau amis pada daging itik
cihateup. Vitamin C dan vitamin E (tokoferol) bersifat sinergis dalam fungsinya
sebagai antioksidan, vitamin E yang bekerja pada permukaan membran akan
memutuskan perkembangan rantai radikal dengan cara mendonorkan ion hidrogen
untuk dapat bereaksi dengan radikal peroksil sebelum radikal peroksil berikatan
dengan asam lemak tidak jenuh di membran sel atau komponen lain, sehingga akan
terbentuk radikal vitamin E atau radikal tokoperoksil (Sunarti et al., 2008). Vitamin
E yang teroksidasi (radikal tokoperoksil) harus bebas kembali (diregenerasi) agar
dapat digunakan. Menurut Sies dan Stahl (1995), vitamin C dapat mengurangi
radikal tokoperoksil dengan cara mengikat vitamin E radikal sehingga vitamin E
bebas dapat digunakan kembali. Struktur bangun tokoferol dapat dilihat pada
Gambar 4.
Menurut Almatsier (2006), mekanisme kerja vitamin E sebagai antioksidan
yaitu memutuskan rantai proses peroksidasi lemak dengan menyumbangkan satu
atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas, sehingga terbentuk
radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak.
R1=R2=R3=CH3

Gambar 4. Struktur Bangun Tokoferol
Sumber : Colombo (2010)

Bau Amis (Off-odor)
Secara umum off-odor pada bahan pangan dapat dipahami sebagai odor atau
bau yang tidak diharapkan atau yang tidak semestinya terdapat pada bahan pangan
tersebut (Kilcast, 1996). Daging itik memiliki ciri khas berbau amis yang berasal dari
daging itu sendiri. Bau amis yang terdapat pada daging berpengaruh negatif terhadap
konsumen khususnya terhadap selera dan penerimaan masyarakat. Pengaruh adanya
bau amis tersebut mengakibatkan beberapa kalangan masyarakat merasa enggan
mengkonsumsi daging itik walaupun kandungan gizi daging itik relatif sama dengan

9

daging ayam (Purba, 2010). Kualitas pada bahan pangan khususnya daging
dipengaruhi dari umur, sifat genetiknya, dan jenis pakan yang diberikan (Belitzh dan
Grosch, 1999).
Menurut Hustiany (2001), terbentuknya bau amis pada daging itik disebabkan
karena terjadinya proses oksidasi lipid atau oksidasi lemak di dalam daging. Proses
oksidasi lemak ini terjadi karena kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi
pada itik (Hustiany, 2001). Menurut Ketaren (2008), kerusakan akibat oksidasi pada
bahan pangan berlemak antara lain dapat disebabkan oleh reaksi lemak dengan
oksigen.
Asam lemak tidak jenuh adalah bahan yang mudah mengalami dekomposisi
yang diawali dengan terbentuknya radikal bebas dari otooksidasi asam lemak tidak
jenuh. Terbentuknya radikal akan mengakibatkan timbulnya peroksida-peroksida
yang bila mengalami dekomposisi akan menghasilkan zat-zat kimia yang masingmasing mempunyai bau yang khas (Kilcast, 1996).
Analisis Sensori
Analisis sensori adalah suatu proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis,
dan interpretasi atribut-atribut produk melalui lima pancaindra manusia yaitu indra
penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Tujuan dilakukannya
analisis sensori adalah untuk mengetahui respon atau kesan yang diperoleh
pancaindra manusia terhadap suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh suatu produk.
Analisis sensori umumnya digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai kualitas
suatu produk dan pertanyaan yang berhubungan dengan pembedaan, deskripsi, dan
kesukaan atau penerimaan (Setyaningsih et al., 2010).
Menurut Setyaningsih et al. (2010), panelis adalah orang atau sekelompok
orang yang menilai dan memberikan tanggapan terhadap produk yang diuji yang
dipilih dari konsumen awam pengguna produk sampai seseorang yang sangat ahli
dalam menilai kualitas sensori. Jenis panel terdiri dari tujuh jenis yaitu panel
pencicip perorangan, panel pencicip terbatas (3-5 orang ahli), panel terlatih (15-25
orang yang mempunyai kepekaan cukup baik dan telah diseleksi atau telah menjalani
latihan-latihan), panel agak terlatih, panel tidak terlatih (terdiri dari 25 orang awam
yang dapat dipilih berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, tingkat sosial, dan
pendidikan), panel konsumen (terdiri dari 30-100 orang tergantung pada target
10

pemasaran suatu komoditas), dan panel anak-anak (umumnya menggunakan anakanak berusia 3-10 tahun).
Uji Skalar Garis
Uji skalar garis adalah salah satu uji skalar yang menggunakan garis sebagai
parameter penentuan suatu kesan dari suatu rangsangan, dengan melakukan uji skalar
garis ini dapat diketahui besaran kesan yang diperoleh dari suatu komoditi sehingga
dapat diketahui mutu dari komoditi tersebut (Rahayu, 1998).
Uji Kesukaan (Uji Hedonik)
Menurut Setyaningsih et al. (2010), uji hedonik dilakukan dengan cara
meminta panelis untuk memilih satu pilihan diantara pilihan yang lain. Panelis
diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan).
Selain mengemukakan tanggapan kesukaan atau ketidaksukaan, panelis juga dapat
mengemukakan tingkat kesukaan dan tidak sukanya pada produk yang diuji. Tingkattingkat kesukaan ini disebut dengan skala hedonik. Skala hedonik yang menyatakan
suka diantaranya : amat sangat suka, sangat suka, suka dan agak suka. Sebaliknya,
jika tanggapan itu tidak suka maka skala hedoniknya yaitu : agak tidak suka, tidak
suka, sangat tidak suka, amat sangat tidak suka.

11

MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan bulan September
tahun 2010 di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Materi Penelitian
Daging Itik
Daging itik yang digunakan pada penelitian ini adalah daging itik alabio
jantan berumur 10 minggu. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan itik alabio
adalah kandang alas litter berbahan sekam dengan ukuran 1,25 m x 1,5 m untuk
setiap 8 ekor itik. Itik alabio yang dipelihara mendapat pakan perlakuan dari umur 1
minggu sampai 10 minggu. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan itik alabio
ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Itik Alabio
Itik alabio yang dipelihara mendapatkan perlakuan pemberian pakan terdiri
atas pakan komersial ayam broiler periode starter yang diproduksi PT Charoen
Pokphand Indonesia sebagai pakan kontrol (K), pakan komersial yang mengandung
tepung daun beluntas 0,5% (KB), pakan komersial yang mengandung tepung daun
beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg/kg (KBC), pakan komersial yang mengandung
tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU/kg (KBE).

12

Pakan yang digunakan pada penelitian terdiri atas pakan untuk itik umur 1-7
minggu dan pakan untuk itik umur 7-10 minggu. Pakan untuk itik umur 1-7 minggu
memiliki kandungan protein sebesar ± 21% dan energi metabolis sebesar ± 2994
kkal/kg, dan pakan untuk itik pada umur 7-10 minggu memiliki kandungan protein
sebesar ± 16% dan energi metabolis sebesar ± 2990 kkal/kg. Pergantian pakan
dilakukan dengan tujuan menurunkan kandungan protein pakan karena itik pada
umur 7-10 minggu sudah melewati puncak pertumbuhan sehingga tidak memerlukan
protein yang tinggi. Penurunan kadar protein pakan kontrol dilakukan dengan
mencampur pakan komersial sebanyak 40% dengan dedak sebanyak 60%. Pergantian
pakan pada umur 7 minggu dilakukan secara bertahap dengan persentase 75% pakan
lama dan 25% pakan baru, 50% pakan lama dan 50% pakan baru, 25% pakan lama
dan 75% pakan baru, yang terakhir adalah 100% pakan baru. Komposisi Kimia
pakan komersial, tepung daun beluntas, dan dedak padi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Pakan Komersial, Tepung Daun Beluntas, dan Dedak
Padi (As Fed)
Komponen
Pakan Komersial1)
Bahan Kering (%)
87
Energi Bruto (kkal/kg)
EM (kkal/kg)
3000
Protein (%)
21
Lemak (%)
5
Serat kasar (%)
5
Abu (%)
7
Kalsium (%)
0,9
Phospor (%)
0,6
Tanin (%)
0
Vitamin C (mg/100 g)
0
Vitamin E (IU/kg)
0
Flavonoid ( %)
0

Tepung Daun Beluntas2)
85,83
34484)
2068,8
19,02
3,7
15,8
15,69
2,4
0,29
1,885)
98,255)
0
4,475)

Dedak3)
91
1900
13
5
12
11,33
0,06
0,8
0
0
0
0

Keterangan : 1) Charoen Phokhpan BR 11 (2010) ; 2) Gunawan (2005) ; 3) Leeson & Summers
(2005) ; 4) EM = 0,6 x Energi Bruto ; 5) Rukmiasih et al. (2010).

Susunan pakan, kandungan nutrien, antinutrien (tanin) dan antioksidan
(flavonoid, vitamin C dan E) dalam pakan itik perlakuan umur 1-7 minggu dapat
dilihat pada Tabel 3, sedangkan susunan pakan, kandungan nutrien, antinutrien
(tanin) dan antioksidan (flavonoid, vitamin C dan E) dalam pakan itik perlakuan
umur 7-10 minggu dapat dilihat pada Tabel 4.

13

Tabel 3. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam
Pakan Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu
Susunan Pakan
Komersial (%)
Beluntas (%)
Vitamin C (%) 1)
Vitamin E (%) 2)
Jumlah
Kandungan
Nutrien,
Antinutrien
dan
Antioksidan
Bahan Kering (%)
EM (kkal/kg)
Protein (%)
Lemak (%)
Serat kasar (%)
Abu (%)
Kalsium (%)
Phospor (%)
Antinutrien (tanin) (%)
Antioksidan :
Vitamin C (mg/kg)
Vitamin E (IU/kg)
Flavonoid (%)

K
100
0
0
0
100

KB
99,5
0,5
0
0
100

KBC
99,47
0,5
0,025
0
100

KBE
99,46
0,5
0
0,04
100

87
3000
21
5
5
7
0,9
0,6
0

86,99
2995,34
20,99
4,99
5,05
7,04
0,91
0,60
0,01

87
2994,44
20,99
4,99
5,05
7,04
0,91
0,60
0,01

87
2994,14
20,98
4,99
5,05
7,04
0,91
0,60
0,01

0
0
0

4,91
0
0,02

254,91
0
0,02

4,91
400
0,02

Keterangan : 1) Setara dengan 250 mg/kg, 2) Setara dengan 400 IU/kg, K = pakan komersial; KB =
pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + tepung daun
beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun
beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg.

Pembuatan pakan perlakuan untuk setiap 1 kg pakan dilakukan dengan cara
mencampur 995 gram pakan komersial dengan 5 gram tepung daun beluntas hingga
homogen (pakan perlakuan KB). Pakan perlakuan KBC dibuat dengan cara
mencampurkan 994,750 gram pakan komersial dengan 5 gram tepung daun beluntas
dan 250 mg vitamin C hingga homogen. Pakan perlakuan KBE dibuat dengan cara
mencampurkan 994,600 gram pakan komersial dengan 5 gram tepung daun beluntas
dan 400 IU vitamin E. Pencampuran pakan dilakukan dengan mencampur bahan
yang memiliki bobot kecil dengan sebagian pakan komersial terlebih dahulu,
kemudian dilakukan pencampuran hingga seluruh bahan tercampur rata. Jenis
vitamin C yang digunakan yaitu ascorbic acid, dan jenis vitamin E yang digunakan
yaitu a-tokoferol. Tepung daun beluntas yang digunakan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 6.

14

Gambar 6. Tepung Daun Beluntas
Tabel 4. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam
Pakan Itik Perlakuan Umur 7-10 Minggu
Susunan Pakan
Komersial (%)
Dedak (%)
Beluntas (%)
Vitamin C (%)
Vitamin E (%)
Jumlah
Kandungan
Nutrien,
Antinutrien
dan
Antioksidan
Bahan Kering (%)
EM (kkal/kg)
Protein (%)
Lemak (%)
Serat kasar (%)
Abu (%)
Kalsium (%)
Phospor (%)
Antinutrien (tanin) (%)
Antioksidan :
Vitamin
C
(mg/kg)
Vitamin
E
(IU/kg)
Flavonoid (%)

K
40
60
0
0
0
100

KB
39,75
59,75
0,5
0
0
100

KBC
39,74
59,73
0,5
0,025
0
100

KBE
39,73
59,73
0,5
0
0,04
100

89,40
2340
16,20
5.00
9,20
9.60
0,40
0,72
0

89,37
2338,09
16,21
4,99
9,23
9,63
0,41
0,72
0,01

89,38
2337,79
16,21
4,99
9,23
9,63
0,41
0,72
0,01

89,39
2337,49
16,20
4,99
9,23
9,63
0,41
0,72
0,01

0

4,91

254,91

4,91

0

0

0

400

0

0,02

0,02

0,02

Keterangan : 1) Setara dengan 250 mg/kg, 2) Setara dengan 400 IU/kg, K = pakan komersial; KB =
pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + tepung daun
beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas
0,5% + vitamin E 400 IU/kg.

15

Peralatan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu sarana pemeliharaan itik
diantaranya kandang, tempat pakan dan tempat minum, alat tulis, pisau, gunting,
pinset, kertas label, plastik sampel. Sarana uji sensori seperti orang (panelis) dan
sheet sensori untuk uji skalar garis dan uji hedonik.
Prosedur Penelitian
Persiapan Daging Itik
Daging itik yang digunakan yaitu daging itik alabio jantan yang dipotong
pada umur 10 minggu. Metode pemotongan yang digunakan yaitu metode kosher.
Setelah itik dipotong, dilakukan pemisahan bagian dada dan paha kemudian
dilanjutkan proses pemisahan daging dan tulang pada bagian dada dan paha. Daging
dengan kulit itik bagian paha dan dada yang diperoleh dimasukkan ke dalam plastik
dan diikat tanpa ada udara di dalamnya, kemudian disimpan dalam freezer. Daging
dengan kulit bagian paha dan dada ini digunakan untuk uji sensori. Sebelum
dilakukan uji sensori, daging paha dan dada dengan kulit dilayukan terlebih dahulu
(thawing) pada suhu ruang sampai daging bisa dipotong dengan pisau, kemudian
dipotong-potong dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi 1 x 1 x 1 cm. Daging yang
telah dipotong kemudian dimasukkan ke dalam plastik kedap udara, diberi nomor
atau kode yang berbeda satu sama lainnya secara acak. Sampel daging itik yang
digunakan untuk uji skalar garis dan uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Sampel Daging Itik pada Uji Skalar Garis dan Uji Hedonik

16

Uji Sensori
Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu intensitas off-odor daging
dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada, dan tingkat kesukaan panelis
terhadap daging dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada.
Intensitas off-odor diketahui melalui uji skalar garis. Pada uji skalar garis,
panelis diminta memberikan penilaian intensitas off-odor pada sampel yang diuji
berdasarkan skala yang ada. Skala yang digunakan yaitu 0-15 cm, skala 0 atau titik
pangkal paling kiri menunjukkan intensitas off-odor yang sangat lemah, sedangkan
skala 15 atau titik pangkal paling kanan menunjukkan intensitas off-odor yang sangat
kuat. Hasil penilaian selanjutnya diukur dengan menggunakan penggaris berskala
milimeter dengan titik nol berada pada ujung kiri skala garis. Nilai pengukuran
merupakan data intensitas off-odor sampel yang diteliti.
Tingkat kesukaan panelis terhadap daging itik dari berbagai perlakuan dalam
pakan diketahui melalui uji hedonik. Pengujian sampel untuk uji hedonik dilakukan
panelis dengan membaui sampel daging yang diberikan, setelah itu panelis
memberikan respon dengan memilih tingkat kesukaan yang diberikan yaitu : (1)
sangat tidak suka; (2) agak tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak suka; (5) suka; (6)
sangat suka.
Panelis yang melakukan uji sensori (uji skalar garis dan uji hedonik) yaitu
panelis tidak terlatih yang berasal dari mahasiswa Program Diploma Peternakan
Institut Pertanian Bogor dan mahasiswa Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. Sebelum melakukan uji sensori, panelis diberi penjelasan tentang uji sensori,
jenis bahan yang akan diuji dan tahapan pengujian sampel. Jumlah panelis yang
digunakan sebanyak 71 orang panelis untuk uji sensori daging paha dan 47 orang
untuk uji sensori daging dada. Jumlah panelis yang digunakan ini sudah sesuai
dengan pendapat Setyaningsih et al. (2010) yang menyatakan jumlah panelis tidak
terlatih terdiri atas 25 orang awam yang dapat diambil salah satunya berdasarkan
pendidikan, dan panelis konsumen sebanyak 30-100 orang. Panelis yang dipilih yaitu
panelis yang tidak mempunyai gangguan dengan indra penciuman atau dalam
kondisi sehat.

17

Analisis Data
Data hasil uji intensitas off-odor (uji skalar garis) dan data hasil uji tingkat
kesukaan panelis (uji hedonik) terhadap daging dengan kulit itik alabio jantan bagian
paha dan dada dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) program SPSS for windows
versi 17, dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik dan Sumertajaya, 2002).

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging Itik Alabio
Hasil uji skalar garis daging dan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Uji Skalar Garis Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian Paha dan
Dada
Perlakuan

Peubah
Daging Paha dengan
Kulit
Intensitas Bau Amis
(off-odor)
Persentase Bau Amis
(%)
Penurunan Bau Amis
(%)
Daging Dada dengan
Kulit
Intensitas Bau Amis
(off-odor)
Persentase Bau Amis
(%)
Penurunan Bau Amis
(%)

K

KB

KBC

KBE

6,872 ± 4,34a

6,635 ± 3,67ab

7,032 ± 3,57a

6,101 ± 3,77b

100

96,5

102,3

88,8

-3,5

2,3

-11,2

7,381 ± 3,79ab

7,244 ± 3,39 ab

7,775 ± 3,76a

6,596 ± 3,33b

100

98,1

105,3

89,4

-1,9

5,3

-10,6

Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P