Penurunan off-odor daging itik Cihateup jantan umur 10 minggu dengan pemberian daun beluntas, vitamin C dan E dalam pakan

(1)

PENURUNAN

OFF-ODOR

DAGING ITIK CIHATEUP JANTAN

UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN

DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E

DALAM PAKAN

SKRIPSI

SUCI AGUSTINA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

RINGKASAN

Suci Agustina. D14086024. 2011. Penurunan Off-odor Daging Itik Cihateup Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rukmiasih, MS. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.

Daging itik mempunyai kandungan gizi yang tidak jauh berbeda dengan daging ayam, namun memiliki bau amis (off-odor) yang kurang disukai oleh konsumen. Off-odor dapat terjadi karena adanya proses oksidasi lemak, terutama asam-asam lemak tidak jenuh.

Oksidasi lemak dapat dicegah dengan penggunaan antioksidan. Vitamin C dan vitamin E sudah diketahui sebagai antioksidan dan daun beluntas mengandung fitokimia yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas off-odor dan tingkat kesukaan konsumen terhadap daging dengan kulit itik bagian paha dan dada akibat pemberian sumber antioksidan yang berasal dari tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E.

Penelitian ini dilaksanakan di bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, dari bulan Mei hingga September 2010. Peubah yang diamati pada penelitian yaitu intensitas off-odor dan tingkat kesukaan pada daging paha dan dada dengan kulit itik cihateup. Pengujian intensitas off-odor dilakukan dengan uji skalar garis oleh panelis tidak terlatih, sedangkan uji kesukaan dilakukan dengan uji hedonik oleh panelis tidak terlatih. Panelis diminta memberi respon setelah membaui sampel daging dengan kulit yang disajikan. Daging dengan kulit itik yang diuji berasal dari itik yang dipelihara selama 10 minggu dengan pemberian pakan: kontrol (pakan komersial); KB (pakan komersial + beluntas 0,5%); KBC (pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg); KBE (pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU).

Data uji skalar garis dan uji hedonik dihitung menggunakan analisis ragam (ANOVA), dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa perlakuan KB dapat menurunkan off-odor daging dengan kulit paha itik sebesar 12,6% dan daging dada dengan kulit sebesar 7,1%. Hasil selanjutnya perlakuan KBC dapat menurunkan off-odor daging dengan kulit paha itik sebesar 2,6% dan daging dada dengan kulit sebesar 0,2%. Perlakuan KBE dapat menurunkan off-odor daging dengan kulit paha itik sebesar 16,2% dan daging dada dengan kulit sebesar 12%. Kesimpulan yang didapatkan pada penelitian ini adalah intensitas off-odor daging paha dan dada dengan kulit itik pada perlakuan KBE paling rendah dan paling disukai oleh panelis.


(3)

ABSTRACT

Decreasing Off odor of Cihateup Male Duck Meat of 10 Weeks Age Fed Beluntas Leaf, Vitamin C and E

Agustina, S., Rukmiasih, and Sumiati

Duck is one of a waterfowl which is potential as egg and meat producer. Duck meat has fishy odor (off-odor) and limited the consumers preference. The main objective of this research was to investigate the effect of antioxidants to reduce off-odor of duck meat. This research was conducted at the Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. The cihateup male duck meat of age 10 weeks were evaluated in this experiment. The duck were raised from 1 weeks up to 10 weeks. The treatments were commercial diet as control (K); commercial feed + beluntas leaf meal 0.5% (KB); commercial feed + beluntas leaf meal 0.5% + vitamins C 250 mg/kg (KBC); commercial feed + beluntas leaf meal 0.5% + vitamins E 400 IU (KBE). The parameters observed were decreasing off-odor of cihateup s meat duck (breast, thigh) and level of consumer preference of cihateup s meat duck. The data were analyzed using ANOVA (Analysis of Variance), and significant diferrences was analyzded using Range Multiple Duncan Test. The results showed that feeding beluntas leaf meal 0.5% (KB) decreased thigh meat off-odor 12.6% and breast meat 7.1%. The results showed that feeding beluntas leaf meal 0.5% + vitamins C 250 mg/kg (KBC) decreased thigh meat off-odor 2.6% and breast meat 0.2%. The results showed that feeding beluntas leaf meal 0.5% + vitamins E 400 IU (KBE) decreased thigh meat off-odor 16.2% and breast meat 12%. The conclusion of this research was that feeding beluntas leaf meal 0.5% + vitamins E 400 IU resulted the lowest intensity of duck meat (breast, thigh) off-odor. Through sensory test this meat was must prefered by panelists.


(4)

PENURUNAN

OFF-ODOR

DAGING ITIK CIHATEUP JANTAN

UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN

DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E

DALAM PAKAN

SUCI AGUSTINA D14086024

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

Judul : Penurunan Off-odor Daging Itik Cihateup Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan

Nama : Suci Agustina NIM : D14086024

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Rukmiasih, MS.) (Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.)

NIP: 19570405 198303 2 001 NIP: 19611017 198603 2 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 26 Agustus 1987. Penulis merupakan anak ke lima dari pasangan Bapak H. Achmad Harsjuni dan Ibu Hj. Kiswati serta memiliki kakak bernama Abu Bakar Bahrudin, Uce Nurdiana, Ade Suci Yulian dan Ade Indriya.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Muhammadiah, Tegal tahun 1999. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 15 Tegal dan lulus tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Tegal.

Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak, Direktorat Program Diploma, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Selaksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2008. Selama menjadi mahasiswa Program Diploma, penulis melakukan Praktik Kerja Lapang (PKL) di CV Fida Cikampak Bogor selama satu setengah bulan dan di PT Peternakan Ayam Manggis Sukabumi selama tiga bulan.

Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Alih Jenis Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.


(7)

KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil alamin

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul Penurunan Off-odor Daging Itik Cihateup Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan dengan baik. Tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Penelitian ini dilatarbelakangi adanya pernyataan bahwa banyak konsumen yang kurang menyukai daging itik karena baunya yang amis. Kurangnya minat konsumen akan berdampak pada terhambatnya usaha itik potong. Off-odor pada daging itik disebabkan adanya proses oksidasi lemak. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah adanya off-odor adalah dengan mencegah terjadinya oksidasi lemak. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan antioksidan (alami atau sintetis). Salah satu sumber antioksidan alami adalah beluntas (Pluchea indica L.) sedangkan sumber antioksidan sintetis adalah vitamin C dan vitamin E.

Penulis bersama rekan dan dosen Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor melakukan penelitian untuk mengurangi off-odor daging itik dengan penambahan tepung daun beluntas (Pluchea indica L.), vitamin C dan vitamin E yang ditambahkan dalam pakan itik. Adapun itik yang digunakan adalah itik yang diketahui mempunyai off-odor yang tajam yaitu itik cihateup.

Pada kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu terutama kepada pembimbing yang telah memberi masukan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Bogor, April 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Ternak Itik ... 3

Daging Itik ... 4

Manfaat dan Sumber Antioksidan ... 5

Beluntas (Pluchea indica L.) ... 5

Vitamin C ... 6

Vitamin E ... 7

Bau Amis (Off-odor) ... 8

Uji sensori ... 9

Uji Skalar Garis ... 10

Uji Hedonik (Uji Kesukaan) ... 10

MATERI DAN METODE ... 11

Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

Materi Penelitian ... 11

Daging Itik ... 11

Peralatan ... 15

Prosedur Penelitian ... 15

Persiapan Daging Itik ... 15

Uji Sensori ... 16

Analisis Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Intensitas Off-odor Daging Itik ... 18


(9)

Intensitas Off-odor Daging Dada dengan Kulit Itik ... 20

Tingkat Kesukaan Konsumen ... 21

Tingkat Kesukaan Daging Paha dengan Kulit Itik ... 22

Tingkat Kesukaan Daging Dada dengan Kulit Itik ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

Kesimpulan ... 24

Saran ... 24

UCAPAN TERIMA KASIH ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Daging Itik dan Ayam ... 4 2. Komposisi Kimia Pakan Komersial, Tepung Daun Beluntas dan

Dedak Padi (As Fed) ... 12 3. Susunan dan Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam

Pakan Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu ... 13 4. Susunan dan Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam

Pakan Itik Perlakuan Umur 7-10 Minggu ... 14 5. Uji Skalar Garis Daging dengan Kulit Itik Cihateup ... 18 6. Uji Hedonik Daging dengan Kulit Itik Cihateup ... 21


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Itik Cihateup Betina (a) dan Itik Cihateup Jantan (b) Berumur

12 Bulan (Rukmiasih et al., 2008) ... 3

2. Tanaman Beluntas (a) dan Daun Beluntas (b) ... 5

3. Struktur Bangun Vitamin C (Poedjiadi dan Supriyanti, 2006) ... 6

4. Struktur Bangun -Tokoferol (Colombo, 2010) ... 7

5. Daun Beluntas Kering (a) dan Tepung Daun Beluntas (b) ... 11

6. Sampel Daging Itik dengan Kulit untuk Uji Hedonik dan Uji Skalar Garis ... 15


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Format Uji Skalar Garis Daging dengan Kulit Itik ... 29 2. Format Uji Hedonik Daging dengan Kulit Itik ... 30 3. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Off-odor

Daging Paha dengan Kulit Itik Cihateup ... 31 4. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Off-odor

Daging Dada dengan Kulit Itik Cihateup ... 32 5. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Hedonik Daging Paha dengan

Kulit Itik Cihateup ... 33 6. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Hedonik Daging Dada dengan


(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Unggas yang salah satu contohnya adalah itik merupakan ternak yang dapat menghasilkan telur dan daging. Selain ayam, itik juga dapat memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Itik masih banyak dipelihara secara tradisional oleh masyarakat Indonesia. Daging itik dapat diperoleh dari itik jantan dan itik betina afkir, permasalahannya daging itik mempunyai bau amis (off-odor) yang kurang disukai oleh konsumen. Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan daging di masyarakat, salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan memelihara itik jantan lokal. Di Indonesia telah tersebar jenis-jenis itik lokal antara lain: itik cihateup, alabio, tegal, mojosari dan itik lokal lainnya. Data statistik menyebutkan bahwa populasi itik pada tahun 2008 sebanyak 39.840.000 ekor (Direktorat Jendral Peternakan, 2009).

Off-odor pada daging itik ada kaitannya dengan kandungan lemak tubuh itik. Off-odor dapat terjadi karena adanya proses oksidasi lemak. Beberapa senyawa yang dihasilkan melalui proses oksidasi lemak berbentuk senyawa-senyawa volatil, yang merupakan senyawa-senyawa yang menghasilkan sensasi bau. Off-odor daging itik ini dapat berkurang dengan adanya penambahan antioksidan. Penelitian sebelumnya oleh Febriana (2006) telah dibuktikan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sebanyak 1% dapat mengurangi off-odor pada daging itik lokal jantan, tetapi menurut Gunawan (2005) konversi pakannya 21,93% lebih tinggi dari kontrol. Pada penelitian ini, untuk memperbaiki konversi pakan itik, penggunaan tepung daun beluntas diturunkan menjadi 0,5%. Untuk menggantikan antioksidan yang berkurang akibat penurunan tepung daun beluntas digunakan vitamin C 250 mg/kg dan vitamin E 400 IU. Penggunaan vitamin C 250 mg/kg dan vitamin E 400 IU pada penelitian ini mengacu pada penelitian Randa (2007) yang menyatakan bahwa kombinasi vitamin C 250 mg/kg dan vitamin E 400 IU mampu menurunkan intensitas off-odor pada daging itik.

Pada penelitian ini digunakan itik cihateup. Itik cihateup memiliki sensasi bau lebih tajam dibandingkan daging itik alabio. Daging yang digunakan untuk uji sensori adalah bagian paha dan dada karena pada bagian ini mempunyai persentase


(14)

daging yang paling banyak. Uji sensori yang digunakan ada dua yaitu uji skalar garis untuk mengetahui intensitas off-odor daging paha dan dada dengan kulit itik cihateup, uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap daging paha dan dada dengan kulit itik cihateup.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui intensitas off-odor dan tingkat kesukaan konsumen terhadap daging paha dan dada itik akibat pemberian sumber antioksidan yang berasal dari tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik

Itik merupakan unggas air yang cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia serta lebih popular dibandingkan dengan unggas air lainnya seperti angsa atau entog. Itik digolongkan ke dalam kelompok unggas air yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : kingdom Animalia, philum Chordata,kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini, genus Anas, spesies Anas platyrhynchos (Srigandono, 1998).

Menurut Srigandono (1998), beberapa itik lokal yang ada di Indonesia dimanfaatkan sebagai penghasil telur dan daging, salah satu contoh itik lokal adalah itik cihateup. Pada umumnya itik merupakan turunan dari itik liar berkepala hijau. Itik cihateup merupakan itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Selain dikembangkan di daerah asalnya, itik cihateup juga dikembangkan di daerah Garut.

Berdasarkan ciri-ciri fisik secara umum, itik cihateup mirip dengan itik-itik Jawa lainnya, seperti itik karawang, itik cirebon ataupun itik tegal. Namun itik cihateup memiliki lingkar dada lebih besar dari itik cirebon maupun itik mojosari, yang mengindikasikan bahwa itik cihateup memiliki potensi penghasil daging yang lebih baik daripada itik cirebon dan mojosari (Muzani, 2005). Postur itik cihateup umur sekitar 12 bulan dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b)

Gambar 1. Itik Cihateup Betina (a) dan Itik Cihateup Jantan (b) Berumur 12 Bulan


(16)

Daging Itik

Secara genetik, setiap jenis unggas mempunyai komposisi daging yang berbeda. Pada ayam, daging bagian dada lebih berwarna putih dan bagian paha berwarna merah, sedangkan pada itik daging bagian dada sebagian besar tersusun atas serabut merah (84%) sehingga berwarna merah. Daging ayam memiliki kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan daging itik. Komposisi kimia daging itik dan ayam dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Itik dan Ayam

Komponen Daging Itik Daging Ayam

Air (%) 54,3 56,9

Protein (%) 16,0 17,4

Lemak (%) 28,6 24,8

Abu (%) 1,0 0,9

Sumber: Triyantini et al. (1997)

Menurut Soeparno (2005), beberapa faktor yang mempengaruhi warna daging antara lain: pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, pH, oksigen dan stres. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi penentu utama warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging (mioglobin). Kandungan mioglobin dalam daging dapat mempercepat laju oksidasi lemak sehingga menyebabkan ketengikan (off-odor). Jaringan otot mengandung katalis yang dapat mempercepat proses oksidasi lemak yaitu berupa senyawa hematin seperti senyawa haem (Fe2+) dan haemin (Fe3+) yang ada dalam haemoglobin, mioglobin dan sitokrom merupakan prooksidan yang sangat kuat (Apriyantono, 2001). Radikal-radikal tersebut berperan dalam pembentukan senyawa-senyawa off-odor pada daging.

Apriyantono (2001) menyatakan bahwa off-odor pada daging itik disebabkan karena lemak yang terdapat didalamnya. Kulit itik memiliki kandungan lemak yang tinggi dibandingkan daging. Setiap unggas memiliki kadar lemak yang akan menghasilkan flavor yang berbeda. Hustiany (2001) menyatakan bahwa bagian dada itik lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Menurut Cortinas et al. (2005), laju oksidasi lemak pada daging tergantung pada banyaknya asam lemak tidak jenuh, terutama asam lemak tidak jenuh ganda.


(17)

Manfaat dan Sumber Antioksidan

Menurut Traithip (2005) definisi dari antioksidan adalah suatu substan yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Surai, 2003). Beberapa penelitian menunjukkan reaksi oksidasi lemak yang disebabkan radikal bebas pada daging, dapat dicegah dengan menggunakan antioksidan (Grau et al., 2001; Bou et al., 2004). Berdasarkan asal diperolehnya, senyawa antioksidan dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik (Winarno, 1992). Antioksidan alami dapat ditemukan dari jenis tanaman, sedangkan antioksidan sintetis diperolah dari sintesa reaksi kimia.

Beluntas (Pluchea indica L.)

Beluntas merupakan tanaman perdu yang tegak, berkayu, bercabang banyak, dengan tinggi bisa mencapai dua meter. Daun beluntas adalah tunggal, bentuk bulat telur, ujung runcing, berbulu halus, daun muda berwarna hijau kekuningan dan setelah tua berwarna hijau pucat, panjang daun 3,8-6,4 cm. Beluntas sering dipakai tanaman pagar dan pembatas antar guludan di perkebunan karena susunan percabangannya rapat (Ardiansyah, 2002). Tanaman beluntas dan daun beluntas disajikan pada Gambar 2.

(a) (b)

Gambar 2. Tanaman Beluntas (a) dan Daun Beluntas (b)

Menurut Rukmiasih et al. (2010), tanaman beluntas mengandung senyawa flavonoid, vitamin C dan beta-karoten masing-masing sebesar 4,47%, 98,25 mg/100


(18)

g dan 2.552 mg/100 g. Daya kerja flavonoid sebagai antioksidan adalah dengan cara menghelat logam dan berkeliaran menangkap oksigen radikal dan radikal bebas (Cadenas, 2004). Menurut Panovskai et al. (2005), flavonoid mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Senyawa flavonoid bekerja dalam mencegah terjadinya oksidasi lemak yaitu dengan cara menghelat atau menangkap logam yang berkeliaran, oksigen radikal dan radikal bebas sehingga senyawa pembentuk off-odor tidak terbentuk. Karotenoid merupakan prekusor (provitamin) vitamin A yang memiliki bentuk alfa, beta, gama, dan kriptosantin. Bentuk provitamin A yang paling aktif adalah beta-karoten (Almatsier, 2009). Menurut Darvin (2007), beta-karotenoid secara efektif dapat menetralkan proses oksidatif radikal bebas. Febriana (2006) membuktikan bahwa penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan sebanyak 1% dan 2% dapat menurunkan off-odor daging itik.

Vitamin C

Winarno (1992) memaparkan bahwa vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air. Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam askorbat dan asam L-dehidroaskorbat; keduanya mempunyai keaktivan sebagai vitamin C. Dari semua vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Disamping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. Asam askorbat sangat penting peranannya dalam hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksilisin. Kedua senyawa ini merupakan komponen kolagen yang penting. Vitamin C berperan dalam proses penyembuhan luka serta daya tahan tubuh melawan infeksi dan stres. Gambar struktur bangun vitamin C dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Bangun Vitamin C


(19)

Poedjiadi dan Supriyanti (2006) menjelaskan bahwa vitamin C juga berperan menghambat reaksi-reaksi oksidasi dalam tubuh yang berlebihan dengan bertindak sebagai inhibitor. Vitamin C merupakan vitamin yang esensial untuk memelihara fungsi normal semua unit sel termasuk struktur-struktur subsel seperti ribosom dan mitokondria. Padayatty et al. (2003) menyatakan bahwa vitamin C dikenal sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam mendonorkan elektron. Menurut Metzler (1977) vitamin C apabila bersama-sama dengan ion Fe2+ dapat memicu pembentukan radikal bebas. Bila radikal bebas yang dihasilkan banyak dapat berpengaruh tidak baik.

Vitamin E

Jenisjenis vitamin E adalah tokoferol, tokoferol, tokoferol dan -tokoferol. Perbedaannya terdapat pada gugus R1, R2 dan R3. -tokoferol adalah bentuk vitamin E yang paling aktif atau paling efektif. Senyawa-senyawa dalam bentuk tokol, terutama -tokoferol, lebih dikenal dibandingkan dengan kelompok trienol. Aktivitas -tokoferol juga lebih besar diantara kelompok tokol lainnya seperti -tokoferol, -tokoferol dan -tokoferol (Surai, 2003). Menurut Surai (2003), vitamin E merupakan salah satu faktor yang larut dalam lemak. Poedjiadi dan Supriyanti (2006) menyatakan bahwa vitamin E berfungsi sebagai antioksidan. Vitamin ini mengurangi terjadinya oksidasi vitamin A, karotin, asam lemak tidak jenuh dan menjaga keadaan kesuburan individu. Struktur bangun tokoferol dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Bangun -Tokoferol

Sumber: Colombo (2010)

Randa (2007) menyatakan bahwa penggunaan suplementasi antioksidan berbasis pada vitamin E ( -tokoferol) efektif dalam mengurangi off-odor pada daging

O OH

R1 R2

R3 R


(20)

itik. Hasil penelitian Randa (2007) menunjukkan bahwa kombinasi vitamin E 400 IU dan vitamin C 250 mg/kg paling efektif dalam menurunkan intensitas off-odor pada daging itik. Sunarti et al. (2008) juga menyatakan bahwa vitamin E dan vitamin C dapat bekerja sama untuk menghambat proses oksidasi lemak. Vitamin E berada di dekat permukaan membran untuk mempermudah bereaksi dengan radikal peroksil sebelum radikal peroksil bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh di membran sel atau komponen lain. Oleh karena itu, vitamin E dapat memutuskan perkembangan rantai radikal dengan cara mendonorkan ion hidrogen pada rantai radikal bebas. Vitamin E radikal diikat oleh vitamin C untuk menghasilkan vitamin E bebas, sehingga dapat digunakan sebagai antioksidan kembali. Regenerasi ini memerlukan bahan pereduksi seperti vitamin C.

Bau Amis (Off-odor)

Secara umum off-odor pada bahan pangan dapat dipahami sebagai odor atau bau yang tidak diharapkan atau yang tidak semestinya terdapat pada bahan tersebut (Kilcast, 1996). Off-odor merupakan salah satu bau yang terkandung pada daging itik lokal. Off-odor tersebut berpengaruh negatif khususnya terhadap selera maupun penerimaan sebagian besar masyarakat. Adanya off-odor tersebut mengakibatkan beberapa kalangan masyarakat merasa enggan mengkonsumsi daging itik walaupun kandungan gizi daging itik relatif sama dengan daging ayam (Purba, 2010). Menurut Bailey et al. (1992), pembentukan off-odor pada daging segar maupun pada daging yang dimasak dapat dikaitkan dengan sifat genetiknya, jenis pakan yang diberikan dan karena adanya proses oksidasi lipid.

Bau dihasilkan dari interaksi zat-zat dengan jutaan rambut getar pada sel epitelium olfaktori yang terletak di langit-langit rongga hidung. Agar menghasilkan bau, zat tersebut harus bersifat menguap, sedikit larut dalam air atau sedikit dalam minyak. Industri pangan menganggap uji bau sangat penting karena dapat dengan cepat memberikan hasil mengenai kesukaan konsumen terhadap produk (Setyaningsih et al., 2010).

Pengetahuan terhadap bau, rasa atau cita rasa (flavor) menjadi penting karena telah diketahui bahwa kesukaan atau penerimaan manusia terhadap suatu bahan pangan bukan semata-mata ditentukan oleh nilai nutrisinya saja, akan tetapi dipengaruhi pula oleh keberadaanya untuk menimbulkan rangsangan manusia,


(21)

sehingga menghasilkan suatu sensasi cita rasa terhadap bahan pangan tersebut. Rangsangan cita rasa ini menjadi sangat penting dan yang paling umum dalam memberi pengaruh dan kesan awal bagi manusia ketika akan mengambil keputusan untuk mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi bahan pangan itu.

Oksidasi adalah reaksi yang terjadi antara oksigen dengan suatu substrat yang dapat menyebabkan ketengikan (Winarno, 1992). Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak (Ketaren, 2008).

Bahan pangan asal hewan merupakan bahan pangan yang banyak mengandung lemak. Lemak-lemak tersebut terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh tunggal maupun jamak (Winarno, 1992). Menurut Ketaren (2008), asam lemak pada umumnya bersifat semakin reaktif terhadap oksigen dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap pada rantai molekul. Proses oksidasi tidak ditentukan oleh besar kecilnya jumlah lemak dalam bahan sehingga bahan yang mengandung lemak dalam jumlah kecil pun mudah mengalami proses oksidasi.

Menurut Kilcast (1996), asam lemak tidak jenuh adalah bahan yang mudah mengalami dekomposisi yang diawali dengan terbentuknya radikal bebas dari otooksidasi asam lemak tidak jenuh. Terbentuknya radikal akan mengakibatkan timbulnya peroksida-peroksida yang bila mengalami dekomposisi akan menghasilkan zat-zat kimia yang masing-masing mempunyai bau yang khas.

Uji Sensori

Menurut Setyaningsih et al. (2010), pelaksanaan uji organoleptik memerlukan paling tidak dua pihak yang bekerja sama, yaitu panelis dan pelaksana kegiatan pengujian. Keduanya berperan penting dan harus bekerja sama, sehingga proses pengujian dapat berjalan dan memenuhi kaidah objektivitas dan ketepatan. Pelaksanaan suatu pengujian sensori membutuhkan sekelompok orang yang menilai mutu atau memberikan kesan subjektif berdasarkan prosedur pengujian sensori tertentu.

Setyaningsih et al. (2010) berpendapat bahwa terdapat tujuh jenis panelis, yaitu panelis pencicip perorangan, panelis pencicip terbatas (3-5 orang ahli), panelis terlatih (15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik dan telah diseleksi atau


(22)

telah menjalani latihan-latihan), panelis agak terlatih, panelis tidak terlatih (terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, tingkat sosial, dan pendidikan), panelis konsumen (terdiri dari 30-100 orang tergantung pada target pemasaran suatu komoditas), dan panelis anak-anak (umumnya menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun).

Uji Skalar Garis

Uji skalar garis adalah salah satu uji skalar yang menggunakan garis sebagai parameter penentuan suatu kesan dari suatu rangsangan. Dengan menggunakan skalar garis dapat diketahui besaran kesan yang diperoleh dari suatu komoditi sehingga dapat diketahui mutu dari komoditi tersebut (Rahayu, 1998).

Uji Hedonik (Uji Kesukaan)

Menurut Setyaningsih et al. (2010), uji hedonik dilakukan apabila uji didesain untuk memilih satu produk di antara produk lain secara langsung. Uji hedonik meminta panelis untuk memilih satu pilihan di antara yang lain. Produk yang tidak dipilih dapat menunjukkan bahwa produk tersebut tidak disukai oleh konsumen. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, panelis juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik (misalnya, dalam hal suka dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat sangat suka, sangat suka, suka dan agak suka). Uji hedonik banyak digunakan untuk menilai produk akhir.


(23)

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan September 2010. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian Daging itik

Daging itik yang digunakan pada uji sensori berasal dari itik cihateup jantan yang dipotong pada umur 10 minggu. Itik cihateup ini dipelihara pada kandang litter. Itik mendapat pakan perlakuan mulai umur 1 minggu sampai 10 minggu. Pada umur 1-7 minggu pakan kontrol yang diberikan adalah pakan komersial ayam broiler BR 11 yang mengandung protein minimal 21%. Pakan perlakuan yang diberikan pada itik umur 1-7 minggu terdiri atas: (1) pakan komersial (K); (2) pakan komersial yang mengandung beluntas 0,5% (KB); (3) pakan komersial yang mengandung beluntas 0,5% dengan vitamin C sebanyak 250 mg/kg (KBC); dan (4) pakan komersial yang mengandung beluntas 0,5% dengan vitamin E 400 IU (KBE). Daun beluntas yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5.

(a) (b)

Gambar 5. Daun Beluntas Kering (a) dan Tepung Daun Beluntas (b)

Setelah itik berumur 7 minggu, dilakukan penurunan kadar protein pakan menjadi 16%, karena itik umur 7-10 minggu pertumbuhannya sudah tidak secepat minggu-minggu sebelumnya sehingga itik tidak memerlukan kadar protein pakan yang tinggi. Untuk mendapatkan pakan berkadar protein 16% dilakukan dengan


(24)

mencampur 40% pakan komersial ayam broiler BR 11 dengan 60% dedak. Perlakuan yang diberikan pada itik umur 7-10 minggu sama seperti pada itik umur 1-7 minggu. Komposisi kimia pakan pakan komersial, tepung daun beluntas dan dedak padi yang digunakan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Pakan Komersial, Tepung Daun Beluntas dan Dedak Padi (As Fed)

Komponen Pakan Kontrol1) Tepung Daun

Beluntas2)

Dedak Padi3)

Bahan kering (%) 87 85,83 91

Energi bruto (kkal/kg) 0 3448 0

EM (kkal/kg) 3000 2334,644) 1900

Protein (%) 21,0 19,02 13,0

Lemak (%) 5,0 3,7 5,0

Serat kasar (%) 5,0 15,8 12,0

Abu (%) 7,0 15,69 11,33

Kalsium (%) 0,9 2,4 0,06

Phospor (%) 0,6 0,29 0,8

Vitamin C (%) 0 0,095) 0

Vitamin E (%) 0 0 0

Tanin (%) 0 1,885) 0

Flavonoid (%) 0 4,475) 0

Keterangan: 1) Charoen Phokhpan BR 11 (2010), 2) Gunawan (2005), 3) Leeson & Summers (2005),

4)

EM = 0,6 x Energi Bruto, 5) Rukmiasih et al. (2010)

Contoh cara mencampur pakan perlakuan adalah sebagai berikut: setiap 2 kg pakan KB dibuat dengan cara mencampur tepung daun beluntas sebanyak 10 gram dengan 1990 gram pakan komersial hingga homogen. Setiap 2 kg pakan KBC dibuat dengan cara mencampur 10 gram tepung daun beluntas dengan 1989,5 gram pakan komersial kemudian ditambahkan dengan 0,5 gram vitamin C. Setiap 2 kg pakan KBE dibuat dengan cara mencampurkan tepung daun beluntas sebanyak 10 gram dengan 1989,2 gram pakan komersial dan 0,8 gram vitamin E. Pencampuran pakan dilakukan dengan cara mencampur bahan-bahan yang berbobot kecil dengan sebagian kecil pakan komersial. Pencampuran bahan dilakukan sedikit demi sedikit hingga seluruh pakan tercampur merata. Susunan dan kandungan nutrien, antinutrien


(25)

(tanin) dan antioksidan (flavonoid, vitamin C dan E) dalam pakan itik perlakuan umur 1-7 minggu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Susunan dan Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu

Susunan Pakan K KB KBC KBE

Komersial (%) 100 99,5 99,47 99,46

Tepung daun beluntas

(%) 0 0,5 0,5 0,5

Vitamin C (%)1) 0 0 0,025 0

Vitamin E (%)2) 0 0 0 0,04

Jumlah 100 100 100 100

Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan

Bahan kering (%) 87 86,99 87 87

EM (kkal/kg) 3000 2995,34 2994,44 2994,14

Protein (%) 21 20,99 20,99 20,98

Lemak (%) 5 4,99 4,99 4,99

Serat kasar (%) 5 5,05 5,05 5,05

Abu (%) 7 7,04 7,04 7,04

Kalsium (%) 0,9 0,91 0,91 0,91

Phospor (%) 0,6 0,60 0,60 0,60

Antinutrien (tanin) (%) 0 0,01 0,01 0,01

Antioksidan :

Vitamin C (mg/kg) 0 4,91 254,91 4,91

Vitamin E (IU/kg) 0 0 0 400

Flavonoid (%) 0 0,02 0,02 0,02

Keterangan : 1)

Setara dengan 250 mg/kg, 2) Setara dengan 400 IU, K = pakan komersial; KB = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin 400 IU/kg.

Pergantian pakan pada umur 7 minggu dilakukan secara bertahap berturut-turut: 75% pakan lama dan 25% pakan baru, 50% pakan lama dan 50% pakan baru, 25% pakan lama dan 75% pakan baru, yang terakhir adalah 100% pakan baru.


(26)

Susunan dan kandungan nutrien, antinutrien (tanin) dan antioksidan (flavonoid, vitamin C dan E) dalam pakan itik perlakuan umur 7-10 minggu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Susunan dan Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 7-10 Minggu

Susunan Pakan K KB KBC KBE

Komersial (%) 40 39,75 39,74 39,73

Tepung daun beluntas

(%) 60 59,75 59,73 59,73

Beluntas (%) 0 0,5 0,5 0,5

Vitamin C (%)1) 0 0 0,025 0

Vitamin E (%)2) 0 0 0 0,04

Jumlah 100 100 100 100

Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan

Bahan kering (%) 89,40 89,37 89,38 89,39

EM (kkal/kg) 2340 2338,09 2337,79 2337,49

Protein (%) 16,20 16,21 16,21 16,20

Lemak (%) 5.00 4,99 4,99 4,99

Serat kasar (%) 9,20 9,23 9,23 9,23

Abu (%) 9.60 9,63 9,63 9,63

Kalsium (%) 0,40 0,41 0,41 0,41

Phospor (%) 0,72 0,72 0,72 0,72

Antinutrien (tanin) (%) 0 0,01 0,01 0,01

Antioksidan :

Vitamin C (mg/kg) 0 4,91 254,91 4,91

Vitamin E (IU/kg) 0 0 0 400

Flavonoid (%) 0 0,02 0,02 0,02

Keterangan : 1)

Setara dengan 250 mg/kg, 2)Setara dengan 400 IU, K = pakan komersial; KB = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin 400 IU/kg.


(27)

Peralatan

Peralatan yang digunakan selama pemeliharaan diantaranya adalah kandang, tempat pakan, tempat air minum. Peralatan yang digunakan pada proses pemotongan adalah pisau, plastik, dan alat tulis, serta peralatan untuk uji sensori seperti panelis (orang), alat tulis, kertas label, sheet uji skalar garis dan uji hedonik.

Prosedur Penelitian Persiapan Daging Itik

Setelah itik berumur 10 minggu, itik dipotong dengan metode kosher sampai diperoleh karkas, kemudian dilakukan pemisahan bagian paha dan dada, serta dilakukan pemisahan antara daging dengan kulit dan tulang. Daging paha dan dada dengan kulit yang diperoleh dimasukkan dalam plastik dan diikat hampa udara didalamnya, kemudian disimpan dalam freezer. Tujuan penyimpanan dalam freezer dan diikat hampa udara adalah untuk mencegah terjadinya proses oksidasi. Sebelum dilakukan uji sensori, daging paha dan dada dengan kulit dithawing (diangin-anginkan), kemudian dipotong-potong dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi yakni 1 cm x 1 cm x 1 cm. Untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan yang besar, sampel disimpan dalam kemasan plastik tertutup. Tiap-tiap sampel diberi nomor atau kode tiga digit secara acak. Sampel yang digunakan pada uji skalar garis dan uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Sampel Daging Itik dengan Kulit untuk Uji Hedonik dan Uji Skalar Garis


(28)

Uji Sensori

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah intensitas off-odor daging paha dan dada dengan kulit itik cihateup serta tingkat kesukaan konsumen terhadap daging paha dan dada dengan kulit itik cihateup jantan.

Pada uji skalar garis, panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih sebanyak 72 orang untuk sampel daging paha dengan kulit dan 48 orang untuk sampel daging dada itik dengan kulit. Panelis diminta menilai intensitas off-odor daging itik dengan kulit dan menandai besarnya off-odor pada skala garis antara 0-15 cm. Arti skala yang digunakan adalah angka nol menunjukkan intensitas off-odor paling rendah dan angka 15 menunjukkan intensitas off-odor paling tinggi. Hasil penilaian panelis selanjutnya diukur dengan menggunakan penggaris berskala millimeter, dengan titik nol berada pada ujung kiri skala garis. Nilai pengukuran merupakan data intensitas off-odor sampel daging dengan kulit yang diteliti. Jumlah panelis yang digunakan sudah memenuhi kriteria yang dikemukakan Setyaningsih et al. (2010).

Tingkat kesukaan konsumen diketahui dengan uji hedonik (uji kesukaan) yang dilakukan oleh panelis tidak terlatih. Sebanyak 72 orang untuk sampel daging paha dan 48 orang untuk sampel daging dada itik. Panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap sampel daging paha dan dada dengan kulit yang disajikan secara acak dengan cara memberi tanda check list ( ) pada kuisioner sesuai dengan tingkat kesukaan masing-masing. Skala hedonik yang digunakan yaitu: (1) sangat tidak suka; (2) agak tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak suka; (5) suka; (6) sangat suka. Jumlah panelis yang digunakan sudah sesuai dengan yang direkomendasikan Setyaningsih et al. (2010).

Sebelum melakukan uji sensori, penelis diberikan pengarahan cara melakukan uji skalar garis dan uji hedonik sebelum melakukan pengujian. Panelis yang dipilih yaitu panelis dalam kondisi sehat, terutama yang tidak mempunyai gangguan dengan indera penciuman. Pada setiap pengujian, panelis diminta mencium sampel (daging paha dan dada dengan kulit itik) yang sudah disediakan kemudian mengisi sheet untuk uji skalar garis dan hedonik yang telah disediakan.


(29)

Analisis Data

Data intensitas off-odor dan tingkat kesukaan konsumen terhadap daging paha dan dada dengan kulit itik dari perlakuan yang diberikan, dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan bantuan program SPSS versi 18 yang dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf nyata 5% (Mattjik dan Sumertajaya, 2006).


(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas Off-odor Daging Itik

Nilai rataan intensitas off-odor daging paha dan dada dengan kulit itik cihateup yang diperoleh disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Uji Skalar Garis Daging dengan Kulit Itik Cihateup Daging

dengan Kulit

Perlakuan

K KB KBC KBE

Paha Intensitas bau amis (off-odor)

7,08±4,09a 6,19±3,82bc 6,90±3,55ab 5,94±4,09c

Persentase off-odor (%)

100 87,4 97,4 83,9

Penurunan off-odor (%)

12,6 2,6 16,2

Dada Intensitas bau amis (off-odor)

6,99±3,48a 6,50±3,75ab 6,98±3,74a 6,16±2,99b

Persentase off-odor (%)

100 92,9 99,8 88,0

Penurunan off-odor (%)

7,1 0,2 12

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). K = pakan komersial; KB = pakan komersial + beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg.

Intensitas Off-odor Daging Paha dengan Kulit Itik

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pakan komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% (KB) dalam pakan nyata menurunkan (P<0,05) off-odor pada daging paha dengan kulit itik. Penurunan off-odor pada daging paha dengan kulit itik cihateup yang diberi perlakuan KB ini sebesar 12,6% dibanding dengan kontrol. Hal ini berarti antioksidan yang terdapat dalam daun beluntas dapat menurunkan terjadinya oksidasi lemak pada daging itik mentah. Penurunan intensitas off-odor pada daging itik dengan kulit yang diberi perlakuan KB sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Febriana (2006) yaitu dengan penambahan tepung daun beluntas sebanyak 1% dan 2% dalam pakan dapat menurunkan off-odor daging itik.


(31)

Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU (KBE) dalam pakan nyata menurunkan (P<0,05) off-odor daging paha dengan kulit itik cihateup. Off-odor menurun sebesar 16,2% dibanding dengan kontrol. Menurunnya off-odor pada daging paha dengan kulit itik cihateup yang diberi perlakuan KBE dalam pakan diduga karena antioksidan yang terdapat dalam daun beluntas dan vitamin E mampu mencegah terjadinya oksidasi lipid yang dapat menghasilkan off-odor. Hasil yang diperoleh sesuai dengan pernyataan Randa (2007) yang menyatakan bahwa penggunaan suplementasi antioksidan yang berbasis pada vitamin E ( -tokoferol) efektif dalam mengurangi off-odor pada daging itik.

Antioksidan yang berperan dalam tepung daun beluntas adalah flavonoiddan polifenol (Rukmiasih et al., 2010), sedangkan antioksidan yang terdapat dalam vitamin E berupa tokoferol (Surai, 2003). Menurut Panovskai et al. (2005), flavonoid mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Senyawa flavonoid bekerja dalam mencegah terjadinya oksidasi lemak yaitu dengan cara menghelat atau menangkap logam yang berkeliaran, oksigen radikal dan radikal bebas sehingga senyawa pembentuk off-odor tidak terbentuk. Vitamin E mengandung antioksidan yang dapat melindungi sel dengan mencegah terjadinya radikal bebas sebelum dapat menyebabkan oksidasi lipid. Antioksidan ini bekerja dengan cara memutus rantai radikal (Colombo, 2010).

Penurunan intensitas off-odor sebesar 16,2% pada KBE dan sebesar 12,6% pada KB ini memberikan indikasi bahwa senyawa antioksidan yang terdapat di dalam pakan (flavonoid, polifenol dan vitamin E) dapat saling memberi kekuatan untuk menghambat oksidasi lipid yang dapat menghasilkan off-odor. Penurunan off-odor yang lebih besar, selain adanya sinergisme antara flavonoid, polifenol dan vitamin E diduga juga karena adanya kandungan vitamin C dalam daun beluntas sebesar 98,25 mg/100 g (Rukmiasih et al., 2010). Hasil penelitian Randa (2007), menunjukkan bahwa kombinasi vitamin E dan vitamin C paling efektif dalam menurunkan intensitas off-odor pada daging itik. Hal ini dapat terjadi karena vitamin E dan vitamin C dapat bekerja sama untuk menghambat proses oksidasi lemak. Vitamin E berada di dekat permukaan membran untuk mempermudah bereaksi dengan radikal peroksil sebelum radikal peroksil bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh di membran sel atau komponen lain. Oleh karena itu, vitamin E dapat


(32)

memutuskan perkembangan rantai radikal dengan cara mendonorkan ion hidrogen pada rantai radikal bebas. Vitamin E radikal diikat olah vitamin C untuk menghasilkan vitamin E bebas, sehingga dapat digunakan sebagai antioksidan kembali. Regenerasi ini memerlukan bahan pereduksi seperti vitamin C (Sunarti et al., 2008).

Pemberian tepung daun beluntas dan vitamin C 250 mg/kg (KBC) dalam pakan tidak berpengaruh terhadap bau amis daging paha itik dengan kulit. Off-odor daging dengan kulit itik yang mendapat beluntas dan vitamin C 250 mg/kg (KBC) tidak berbeda dengan kontrol. Hal tersebut diduga karena vitamin C bereaksi dengan ion Fe2+ yang berasal dari hemoglobin dan mioglobin, sehingga membentuk radikal bebas. Menurut Metzler (1977) vitamin C apabila bersama-sama dengan ion Fe2+ dapat memicu pembentukan radikal bebas. Bila radikal bebas yang dihasilkan banyak dapat berpengaruh tidak baik.

Intensitas Off-odor Daging Dada dengan Kulit Itik

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa penurunan off-odor daging dada dengan kulit itik cihateup pada penambahan tepung daun beluntas 0,5% (KB) tidak berbeda terhadap kontrol, akan tetapi dengan perlakuan ini masih dapat menurunkan off-odor sebesar 7,1%. Hal tersebut diduga karena antioksidan yang digunakan kurang sehingga pencegahan proses oksidasi tidak berjalan secara optimal.

Penambahan tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU (KBE) dalam pakan nyata menurunkan (P<0,05) bau amis daging dada dengan kulit itik. Hasil tersebut sama seperti pada sampel daging paha dengan kulit itik pada perlakuan KBE. Intensitas penurunan off-odor daging dada dengan kulit itik yang diberi perlakuan KBE adalah sebesar 12% dibanding dengan kontrol. Angka penurunan tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan intensitas penurunan off-odor pada sampel daging paha dengan kulit.

Intensitas off-odor pada daging dada dengan kulit yang diberi penambahan tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg/kg (KBC) dalam pakan tidak berbeda dengan kontrol. Hal tersebut diduga karena vitamin C bereaksi dengan ion Fe2+ yang berasal dari hemoglobin dan mioglobin, sehingga membentuk radikal bebas (Metzler, 1977).


(33)

Intensitas off-odor daging dada dengan kulit itik pada perlakuan KB, KBC dan KBE selalu lebih tinggi jika dibandingkan daging paha dengan kulit itik. Diduga banyaknya antioksidan yang diberikan kurang mencukupi untuk mengurangi intensitas off-odor pada daging dada dengan kulit itik. Hal tersebut didukung pernyataan Hustiany (2001) yang menyatakan bahwa bagian dada lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh adalah bahan yang mudah mengalami dekomposisi yang diawali dengan terbentuknya radikal bebas dari otooksidasi asam lemak tidak jenuh. Terbentuknya radikal akan mengakibatkan timbulnya peroksida-peroksida yang bila mengalami dekomposisi akan menghasilkan zat-zat kimia yang masing-masing mempunyai bau yang khas (Kilcast, 1996). Oleh karena itu off-odor yang dihasilkan dari bagian dada lebih kuat dibandingkan bagian paha. Hal ini juga terlihat dari Tabel 5, intensitas off-odor daging dada dengan kulit lebih tinggi dari daging paha dengan kulit.

Tingkat Kesukaan Konsumen

Nilai rataan tingkat kesukaan panelis pada daging paha dan dada dengan kulit itik dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji Hedonik Daging dengan Kulit Itik Cihateup Daging

dengan Kulit

Perlakuan*)

K KB KBC KBE

Paha Tingkat kesukaan 3,36±1,42 3,32±1,30 3,38±1,32 3,49±1,37 Jumlah panelis

yang menyatakan suka (%)

46,76 46,76 46,76 50,00

Dada Tingkat kesukaan 3,40±1,11 3,51±1,22 3,40±1,14 3,53±1,12 Jumlah panelis

yang menyatakan suka (%)

46,53 49,31 47,22 51,39

Keterangan: *) K = pakan komersial; KB = pakan komersial + beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg. 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = kurang suka; 4 = agak suka; 5 = suka; 6 = sangat suka.


(34)

Tingkat Kesukaan Daging Paha dengan Kulit Itik

Tabel 6 memperlihatkan tingkat kesukaan konsumen terhadap daging paha dengan kulit itik yang mendapat perlakuan KB, KBC, dan KBE tidak berbeda dengan kontrol. Nilai rataan untuk tingkat kesukaan daging paha dengan kulit itik berkisar antara 3,23-3,49, angka rataan tersebut menunjukkan panelis kurang menyukai daging paha dengan kulit itik pada semua perlakuan.

Jumlah panelis yang menyatakan suka paling tinggi terdapat pada daging paha dengan kulit itik yang mendapat tambahan beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU (KBE) dalam pakan, yaitu sebesar 50%, sedangkan jumlah panelis yang menyatakan suka untuk perlakuan yang lain jumlahnya sama yaitu kurang dari 50%. Hal ini menunjukkan panelis lebih banyak menyukai daging paha dengan kulit itik yang mendapat perlakuan KBE.

Hasil uji hedonik daging itik bagian paha dengan kulit yang diperoleh ini sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada uji skalar daging itik bagian paha dengan kulit (Tabel 5). Daging paha dengan kulit itik pada perlakuan KBE adalah daging yang mengalami penurunan intensitas off-odor paling tinggi bila dibandingkan daging paha dengan kulit itik pada perlakuan lainnya. Intensitas off-odor yang rendah ini mengindikasikan rendahnya off-odor daging paha dengan kulit itik. Off-odor yang rendah tersebut membuat panelis lebih menyukai daging paha dengan kulit itik yang mendapat perlakuan KBE.

Tingkat Kesukaan Daging Dada dengan Kulit Itik

Pada Tabel 6 dapat dilihat tingkat kesukaan daging dada dengan kulit itik yang perlakuan KB, KBC, dan KBE tidak berbeda dengan kontrol.Nilai rataan untuk tingkat kesukaan daging dada dengan kulit itik berkisar antara 3,40-3,53. Kisaran angka rataan tersebut menunjukkan panelis kurang menyukai daging dada dengan kulit itik pada semua perlakuan.

Jumlah panelis yang menyatakan suka tertinggi ada pada daging dada dengan kulit itik yang diberi tambahan tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU yaitu sebesar 51,39%, diikuti daging dada dengan kulit itik yang diberi perlakuan KB yaitu sebesar 49,31%, kemudian daging dada dengan kulit itik yang diberi perlakuan KBC sebesar 47,22%. Jumlah panelis yang menyatakan suka paling kecil ada pada daging dada dengan kulit itik yang diberikan pakan kontrol yaitu sebesar 46,53%.


(35)

Sama seperti uji kesukaan pada daging paha dengan kulit, panelis lebih banyak yang menyukai daging dada dengan kulit itik yang mendapat perlakuan beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU (KBE).

Hasil uji hedonik daging itik bagian dada dengan kulit yang diperoleh ini sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada uji skalar daging itik bagian dada dengan kulit (Tabel 5). Daging dada dengan kulit yang mendapat perlakuan KBE adalah daging yang mengalami penurunan intensitas off-odor paling tinggi bila dibandingkan daging dada dengan kulit itik yang mendapat perlakuan lainnya. Intensitas off-odor yang rendah ini menunjukkan rendahnya off-odor daging dada dengan kulit itik sehingga panelis lebih menyukai daging dada dengan kulit itik yang mendapat perlakuan KBE.


(36)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pakan komersial yang mengandung beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU (KBE) dalam pakan berhasil menurunkan off-odor daging paha dan dada dengan kulit itik cihateup. Pada uji hedonik, daging paha dan dada dengan kulit itik cihateup pada perlakuan KBE paling disukai oleh panelis.

Saran

Penggunaan tepung daun beluntas dan vitamin C menunjukkan hasil yang kurang baik, sebaiknya penggunaan vitamin C dikombinasikan dengan vitamin E.


(37)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Rukmiasih, MS. dan Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan bimbingan dari mulai penelitian hingga penulisan skripsi ini. Kepada Dr. Asnath M. Fuah, MS., Ir. Widya Hermana, M.Si. dan Dr. Rudi Afnan, S.Pt. M.Sc. Agr. selaku dosen penguji sidang, atas saran dan masukannya penulis mengucapkan terima kasih. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Dwi Margi Suci, MS. selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberi saran dan motivasi kepada penulis. Terima kasih kepada Prof. Emiritus. Dr. Penny S. Hardjosworo, M.Sc., yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Procula R. Matatiputty, M.Si. (Pak Rudi) dan Bapak Eka Koswara S.Pt. atas bantuan dan kerja samanya mulai dari penelitian hingga penulisan skripsi ini.

Penulis ucapkan terima kasih yang tulus kepada yang terhormat dan tersayang Ibu, Ayah yang telah banyak memberikan dorongan moril dan material, doa restu dan kepercayaannya dalam menyelesaikan studi selama ini. Kepada kakak-kakak (Mas Abu Bakar Bahrudin, Mba Uce Nurdiana, Mba Ade Suci Yulian, Mba Ade Indriya, Mba Nita, Mas Eki dan Mas Agus) terima kasih atas doa dan dukungannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Junaidi H. Rangkuti, Benny Yedri, Danang Priyambodo, Fetty Mirfat, Fitriani Eka P. L., Ika Saraswati, Ibu Paini Sri Widyawati (Bu Wiwid), serta teman-teman kuliah (TMT 42 dan Alih Jenis Peternakan IPB) yang telah memberikan saran, bantuan, dukungan dan kerja samanya selama penulis melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Yuanita, Euis, Elinda, Shinta, Rini, Harstin dan Iva atas bantuan dan dorongannya dalam menyelesaikan studi selama ini.

Bogor, April 2011


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Edisi ke-7. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Apriyantono, A. 2001. Off-flavor pada daging unggas. Lokakarya Nasional Unggas Air. Ciawi, Bogor. 58-71.

Ardiansyah. 2002. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas (Plucea indica L.). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bailey, M. E., T. J. Rourke, R. A. Gutheil, & C. Y. J. Wang. 1992. Undersirable flavours of meat. Dalam: Charalambous G, editor. Off-Flavors in Foods and Beverages. Amsterdam: Elsevier. 127 159.

Bou, R., F. Guardiola, A. Tres, A.C. Barroeta, & R. Codony. 2004. Effect of dietary fish oil, and -tocopheryl acetate and zinc supplementation on the composition and consumer acceptability of chicken meat. Poult. Sci. 83: 282-292.

Cadenas, E. 2004. Flavonoid. Review article. http://www.antioxidantes.com.ar/ 12/Ref 00019.htm. [10 Desember 2010].

Colombo, M. L. 2010. Review. An update on vitamin E, tocopherol and tocotrienol perspectives. J. Molecules. 15: 2103-2113.

Cortinas, L., A. Barroeta, C. Villaverde, J. Galobart, F. Guardiola, & M. D. Baucells. 2005. Influence of the dietary polyunsaturation level on chicken meat quality: Lipid oxidation. Poult. Sci. 84: 48 55

Darvin, M. E. 2007. Kinetics of carotenoid antioxidant substances in the human skin. Disertasi. Medizinischen Fakultät Charité, Universitätsmedizin Berlin, Berlin. http://www.diss.fu-berlin.de/diss/servlets/MCRFileNodeServlet/FUDISS_ derivate_000000003507/Darvin(version1).pdf?hosts=. [22 Maret 2011].

Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Statistik Peternakan 2009. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta.

Febriana, D. 2006. Sifat organoleptik daging dan sosis dari itik yang mendapat tepung daun beluntas (Pluchea indica L.) dalam pakan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gunawan, A. 2005. Penampilan itik jantan yang diberi tepung daun beluntas (Pluchea indica L.) dalam pakan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(39)

Grau, A., F. Guardiola, S. Grimpa, A. C. Barroeta, & R. Codony. 2001. Oxidative stability of dark chicken meat through frozen storage: influence of dietary fat and alpha-tocopherol and ascorbic acid supplementation. Poult. Sci. 80: 1630-1642.

Hustiany, R. 2001. Identifikasi dan karakterisasi komponen off-odor pada daging itik. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia (UI)-Press, Jakarta.

Kilcast, D. 1996. Sensory evaluation of taints and off-flavours. Dalam: Saxby MJ, editor. Food Taints and Off-Flavours. Blackie Academic & Professional, London. 1 31.

Mattjik, A. A. & I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Edisi ke-2. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor.

Metzler, D. A. 1977. Biochemistry the Chemical Reactions of Living Cells. International Edition. Academic Press INC. London.

Muzani, A. 2005. Pendugaan jarak genetik pada itik cihateup, cirebon dan mojosari. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Leeson, S. & J. D. Summer. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Edition. University Book. Ontario. Canada.

Padayatty, S. J., A. Katz, Y. Wang, P. Eck, O. Kwon, J-H. Lee, S. Chen, C. Corpe, A. Dutta, S. K. Dutta, & M. Levine. 2003. Review. Vitamin C as an antioxidant: evaluation of its role in disease prevention. J. Am. Coll. Nutr. 22: 18-35.

Panovskai, T. K., S. Kulevanova & M. Stefova. 2005. In vitro antioxidant activity of some Teucrium species Lamiaceae. Acta. Pharm. 55: 207-214.

Poedjiadi, A. & F. M. T. Supriyanti. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia (UI)-Press, Jakarta.

Purba, M. 2010. Penurunan intensitas off-odor pada daging itik lokal dengan suplementasi santoquin dan vitamin E dalam ransum. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rahayu, W. P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(40)

Randa, S. Y. 2007. Bau daging dan performa itik akibat pengaruh perbedaan galur dan jenis lemak serta kombinasi komposisi antioksidan (vitamin A, C dan E) dalam pakan. Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rukmiasih, P. S. Hardjosworo, R. R. Noor. 2008. Upaya peningkatan produktivitas itik cihateup sebagai itik unggulan Jawa Barat melalui perbaikan mutu genetik produksi telur dan daging serta pemanfaatannya. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rukmiasih, P. S. Hardjosworo, W. G. Piliang, J. Hermanianto, & A. A. Apriyantono. 2010. Penampilan, kualitas kimia, dan off-odor daging itik (Anas plathyrynchos) yang diberi pakan mengandung beluntas (Pluchea indica L. Less). Med. Pet. 33(2): 68-75.

Setyaningsih, D., A. Apriyantono & M. P. Sari. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University (UGM)-Press, Yogyakarta.

Srigandono, B. 1998. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University (UGM)-Press, Yogyakarta.

Sunarti, R. Maudisa, R. H. Asdie, & M. Hakimi. 2008. Effect of homocysteine and antioxidants on peroxidation lipid of essential hypertension in Central Java, Indonesia. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran. 40(4): 165-171.

Surai, P. F. 2003. Natural Antioxidant in Avian Nutrition and Reproduction. Nottingham University Press, Thrumpton.

Traithip, A. 2005. Phitochemistri and antioxidant activity of Pluchea indica. Thesis. Bachelor of Science in Pharmacy (Pharmacognosy). Mahadol University, Bangkok. http://www.pharmacy.mahidol.ac.th/mujournal/_files/2005.31-35. pdf. [10 Desember 2010]

Triyantini, A. Bakar, I. A. K. Bintang & T. Antawidjaya. 1997. Studi komparatif preferensi, mutu dan gizi beberapa jenis daging unggas. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 2(3): 15-163.


(41)


(42)

Lampiran 1. Format Uji Skalar Garis Daging dengan Kulit Itik

UJI SKALAR GARIS

Nama Panelis : .. . /PS: .

No. HP : ..

Tanggal : .. .

Jenis Pengujian: Intensitas Bau Amis Daging Itik Jenis sampel : Daging itik dengan kulit

Instruksi : Dihadapan anda disajikan 4 sampel daging.

1. Catat kode sampel yang ada dihadapan anda pada kotak kode sampel

2. Buka tutup plastik sampel, bauilah sampel dengan jarak sekitar 1cm dari hidung anda, Kemudian berilah tanda x pada garis dibawah ini sesuai respon yang diberikan setelah anda membaui sampel yang disajikan

3. Istirahat selama satu menit, lalu lanjutkan pada sampel berikutnya.

4. Lakukan hal seperti di atas sampai semua sampel selesai diuji.

Kode Sampel

tidak amis sangat amis

tidak amis sangat amis

tidak amis sangat amis


(43)

Lampiran 2. Format Uji Hedonik Daging dengan Kulit Itik

UJI HEDONIK

Nama : /PS:

HP : ...

Tanggal uji : .

Jenis Pengujian: Tingkat Kesukaan Daging Itik Jenis sampel : Daging itik dengan kulit

Intruksi : Dihadapan anda disajikan 4 sampel daging.

1. Ambil satu sampel yang telah disediakan, lalu baui dan beri tanda ( ) pada kolom yang telah disediakan sesuai penilaian anda.

2. Istirahat satu menit

3. Ambil sampel berikutnya, lakukan seperti pada petunjuk 1, lalu petunjuk 2 sampai semua sampel habis (diuji).

Kode sampel

Sangat tidak suka

Tidak suka

Kurang suka

Agak suka

Suka Sangat suka

102 121 143 125


(44)

Lampiran 3. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Off-odor Daging Paha dengan Kulit Itik Cihateup

Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung Ftabel

Perlakuan 3 196,721 65,574 4,610 8,534

Panelis 71 1817,774 25,602 1,800

Galat 789 11222,002 14,223

Total 863 13236,497

Sampel N Subset

1 2 3

KBE 216 5,9352

KB 216 6,1907 6,1907

KBC 216 6,8977 6,8977

K 216

7,0838 Alpha = 0,05.


(45)

Lampiran 4. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Off-odor Daging Dada dengan Kulit Itik Cihateup

Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung Ftabel

Perlakuan 3 69,395 23,132 2,459 8,539

Panelis 47 1868,357 39,752 4,226

Galat 525 4937,971 9,406

Total 575 6875,723

Sampel N Subset

1 2

KBE 141 6,1585

KB 141 6,5011 6,5011

KBC 141 6,9816

K 141 6,9947


(46)

Lampiran 5. Hasil Analisis Varians (ANOVA) pada Uji Hedonik Daging Paha dengan Kulit Itik Cihateup

Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung Ftabel

Perlakuan 3 3,253 1,084 ,792 8,534

Panelis 71 496,860 6,998 5,108

Galat 789 1080,997 1,370

Total 863 1581,110

Lampiran 6. Hasil Analisis Varians (ANOVA) pada Uji Hedonik Daging Dada dengan Kulit Itik Cihateup

Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung Ftabel

Perlakuan 3 2,408 ,803 ,926 8,539

Panelis 47 299,498 6,372 7,350

Galat 525 455,175 ,867

Total 575 757,081


(47)

This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.


(48)

PENURUNAN

OFF-ODOR

DAGING ITIK CIHATEUP JANTAN

UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN

DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E

DALAM PAKAN

SKRIPSI

SUCI AGUSTINA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(49)

RINGKASAN

Suci Agustina. D14086024. 2011. Penurunan Off-odor Daging Itik Cihateup Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rukmiasih, MS. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.

Daging itik mempunyai kandungan gizi yang tidak jauh berbeda dengan daging ayam, namun memiliki bau amis (off-odor) yang kurang disukai oleh konsumen. Off-odor dapat terjadi karena adanya proses oksidasi lemak, terutama asam-asam lemak tidak jenuh.

Oksidasi lemak dapat dicegah dengan penggunaan antioksidan. Vitamin C dan vitamin E sudah diketahui sebagai antioksidan dan daun beluntas mengandung fitokimia yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas off-odor dan tingkat kesukaan konsumen terhadap daging dengan kulit itik bagian paha dan dada akibat pemberian sumber antioksidan yang berasal dari tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E.

Penelitian ini dilaksanakan di bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, dari bulan Mei hingga September 2010. Peubah yang diamati pada penelitian yaitu intensitas off-odor dan tingkat kesukaan pada daging paha dan dada dengan kulit itik cihateup. Pengujian intensitas off-odor dilakukan dengan uji skalar garis oleh panelis tidak terlatih, sedangkan uji kesukaan dilakukan dengan uji hedonik oleh panelis tidak terlatih. Panelis diminta memberi respon setelah membaui sampel daging dengan kulit yang disajikan. Daging dengan kulit itik yang diuji berasal dari itik yang dipelihara selama 10 minggu dengan pemberian pakan: kontrol (pakan komersial); KB (pakan komersial + beluntas 0,5%); KBC (pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg); KBE (pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU).

Data uji skalar garis dan uji hedonik dihitung menggunakan analisis ragam (ANOVA), dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa perlakuan KB dapat menurunkan off-odor daging dengan kulit paha itik sebesar 12,6% dan daging dada dengan kulit sebesar 7,1%. Hasil selanjutnya perlakuan KBC dapat menurunkan off-odor daging dengan kulit paha itik sebesar 2,6% dan daging dada dengan kulit sebesar 0,2%. Perlakuan KBE dapat menurunkan off-odor daging dengan kulit paha itik sebesar 16,2% dan daging dada dengan kulit sebesar 12%. Kesimpulan yang didapatkan pada penelitian ini adalah intensitas off-odor daging paha dan dada dengan kulit itik pada perlakuan KBE paling rendah dan paling disukai oleh panelis.


(50)

ABSTRACT

Decreasing Off odor of Cihateup Male Duck Meat of 10 Weeks Age Fed Beluntas Leaf, Vitamin C and E

Agustina, S., Rukmiasih, and Sumiati

Duck is one of a waterfowl which is potential as egg and meat producer. Duck meat has fishy odor (off-odor) and limited the consumers preference. The main objective of this research was to investigate the effect of antioxidants to reduce off-odor of duck meat. This research was conducted at the Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. The cihateup male duck meat of age 10 weeks were evaluated in this experiment. The duck were raised from 1 weeks up to 10 weeks. The treatments were commercial diet as control (K); commercial feed + beluntas leaf meal 0.5% (KB); commercial feed + beluntas leaf meal 0.5% + vitamins C 250 mg/kg (KBC); commercial feed + beluntas leaf meal 0.5% + vitamins E 400 IU (KBE). The parameters observed were decreasing off-odor of cihateup s meat duck (breast, thigh) and level of consumer preference of cihateup s meat duck. The data were analyzed using ANOVA (Analysis of Variance), and significant diferrences was analyzded using Range Multiple Duncan Test. The results showed that feeding beluntas leaf meal 0.5% (KB) decreased thigh meat off-odor 12.6% and breast meat 7.1%. The results showed that feeding beluntas leaf meal 0.5% + vitamins C 250 mg/kg (KBC) decreased thigh meat off-odor 2.6% and breast meat 0.2%. The results showed that feeding beluntas leaf meal 0.5% + vitamins E 400 IU (KBE) decreased thigh meat off-odor 16.2% and breast meat 12%. The conclusion of this research was that feeding beluntas leaf meal 0.5% + vitamins E 400 IU resulted the lowest intensity of duck meat (breast, thigh) off-odor. Through sensory test this meat was must prefered by panelists.


(51)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Unggas yang salah satu contohnya adalah itik merupakan ternak yang dapat menghasilkan telur dan daging. Selain ayam, itik juga dapat memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Itik masih banyak dipelihara secara tradisional oleh masyarakat Indonesia. Daging itik dapat diperoleh dari itik jantan dan itik betina afkir, permasalahannya daging itik mempunyai bau amis (off-odor) yang kurang disukai oleh konsumen. Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan daging di masyarakat, salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan memelihara itik jantan lokal. Di Indonesia telah tersebar jenis-jenis itik lokal antara lain: itik cihateup, alabio, tegal, mojosari dan itik lokal lainnya. Data statistik menyebutkan bahwa populasi itik pada tahun 2008 sebanyak 39.840.000 ekor (Direktorat Jendral Peternakan, 2009).

Off-odor pada daging itik ada kaitannya dengan kandungan lemak tubuh itik. Off-odor dapat terjadi karena adanya proses oksidasi lemak. Beberapa senyawa yang dihasilkan melalui proses oksidasi lemak berbentuk senyawa-senyawa volatil, yang merupakan senyawa-senyawa yang menghasilkan sensasi bau. Off-odor daging itik ini dapat berkurang dengan adanya penambahan antioksidan. Penelitian sebelumnya oleh Febriana (2006) telah dibuktikan bahwa penambahan tepung daun beluntas dalam pakan sebanyak 1% dapat mengurangi off-odor pada daging itik lokal jantan, tetapi menurut Gunawan (2005) konversi pakannya 21,93% lebih tinggi dari kontrol. Pada penelitian ini, untuk memperbaiki konversi pakan itik, penggunaan tepung daun beluntas diturunkan menjadi 0,5%. Untuk menggantikan antioksidan yang berkurang akibat penurunan tepung daun beluntas digunakan vitamin C 250 mg/kg dan vitamin E 400 IU. Penggunaan vitamin C 250 mg/kg dan vitamin E 400 IU pada penelitian ini mengacu pada penelitian Randa (2007) yang menyatakan bahwa kombinasi vitamin C 250 mg/kg dan vitamin E 400 IU mampu menurunkan intensitas off-odor pada daging itik.

Pada penelitian ini digunakan itik cihateup. Itik cihateup memiliki sensasi bau lebih tajam dibandingkan daging itik alabio. Daging yang digunakan untuk uji sensori adalah bagian paha dan dada karena pada bagian ini mempunyai persentase


(52)

daging yang paling banyak. Uji sensori yang digunakan ada dua yaitu uji skalar garis untuk mengetahui intensitas off-odor daging paha dan dada dengan kulit itik cihateup, uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap daging paha dan dada dengan kulit itik cihateup.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui intensitas off-odor dan tingkat kesukaan konsumen terhadap daging paha dan dada itik akibat pemberian sumber antioksidan yang berasal dari tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E.


(53)

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik

Itik merupakan unggas air yang cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia serta lebih popular dibandingkan dengan unggas air lainnya seperti angsa atau entog. Itik digolongkan ke dalam kelompok unggas air yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : kingdom Animalia, philum Chordata,kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini, genus Anas, spesies Anas platyrhynchos (Srigandono, 1998).

Menurut Srigandono (1998), beberapa itik lokal yang ada di Indonesia dimanfaatkan sebagai penghasil telur dan daging, salah satu contoh itik lokal adalah itik cihateup. Pada umumnya itik merupakan turunan dari itik liar berkepala hijau. Itik cihateup merupakan itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Selain dikembangkan di daerah asalnya, itik cihateup juga dikembangkan di daerah Garut.

Berdasarkan ciri-ciri fisik secara umum, itik cihateup mirip dengan itik-itik Jawa lainnya, seperti itik karawang, itik cirebon ataupun itik tegal. Namun itik cihateup memiliki lingkar dada lebih besar dari itik cirebon maupun itik mojosari, yang mengindikasikan bahwa itik cihateup memiliki potensi penghasil daging yang lebih baik daripada itik cirebon dan mojosari (Muzani, 2005). Postur itik cihateup umur sekitar 12 bulan dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b)

Gambar 1. Itik Cihateup Betina (a) dan Itik Cihateup Jantan (b) Berumur 12 Bulan


(54)

Daging Itik

Secara genetik, setiap jenis unggas mempunyai komposisi daging yang berbeda. Pada ayam, daging bagian dada lebih berwarna putih dan bagian paha berwarna merah, sedangkan pada itik daging bagian dada sebagian besar tersusun atas serabut merah (84%) sehingga berwarna merah. Daging ayam memiliki kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan daging itik. Komposisi kimia daging itik dan ayam dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Itik dan Ayam

Komponen Daging Itik Daging Ayam

Air (%) 54,3 56,9

Protein (%) 16,0 17,4

Lemak (%) 28,6 24,8

Abu (%) 1,0 0,9

Sumber: Triyantini et al. (1997)

Menurut Soeparno (2005), beberapa faktor yang mempengaruhi warna daging antara lain: pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, pH, oksigen dan stres. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi penentu utama warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging (mioglobin). Kandungan mioglobin dalam daging dapat mempercepat laju oksidasi lemak sehingga menyebabkan ketengikan (off-odor). Jaringan otot mengandung katalis yang dapat mempercepat proses oksidasi lemak yaitu berupa senyawa hematin seperti senyawa haem (Fe2+) dan haemin (Fe3+) yang ada dalam haemoglobin, mioglobin dan sitokrom merupakan prooksidan yang sangat kuat (Apriyantono, 2001). Radikal-radikal tersebut berperan dalam pembentukan senyawa-senyawa off-odor pada daging.

Apriyantono (2001) menyatakan bahwa off-odor pada daging itik disebabkan karena lemak yang terdapat didalamnya. Kulit itik memiliki kandungan lemak yang tinggi dibandingkan daging. Setiap unggas memiliki kadar lemak yang akan menghasilkan flavor yang berbeda. Hustiany (2001) menyatakan bahwa bagian dada itik lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Menurut Cortinas et al. (2005), laju oksidasi lemak pada daging tergantung pada banyaknya asam lemak tidak jenuh, terutama asam lemak tidak jenuh ganda.


(55)

Manfaat dan Sumber Antioksidan

Menurut Traithip (2005) definisi dari antioksidan adalah suatu substan yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Surai, 2003). Beberapa penelitian menunjukkan reaksi oksidasi lemak yang disebabkan radikal bebas pada daging, dapat dicegah dengan menggunakan antioksidan (Grau et al., 2001; Bou et al., 2004). Berdasarkan asal diperolehnya, senyawa antioksidan dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik (Winarno, 1992). Antioksidan alami dapat ditemukan dari jenis tanaman, sedangkan antioksidan sintetis diperolah dari sintesa reaksi kimia.

Beluntas (Pluchea indica L.)

Beluntas merupakan tanaman perdu yang tegak, berkayu, bercabang banyak, dengan tinggi bisa mencapai dua meter. Daun beluntas adalah tunggal, bentuk bulat telur, ujung runcing, berbulu halus, daun muda berwarna hijau kekuningan dan setelah tua berwarna hijau pucat, panjang daun 3,8-6,4 cm. Beluntas sering dipakai tanaman pagar dan pembatas antar guludan di perkebunan karena susunan percabangannya rapat (Ardiansyah, 2002). Tanaman beluntas dan daun beluntas disajikan pada Gambar 2.

(a) (b)

Gambar 2. Tanaman Beluntas (a) dan Daun Beluntas (b)

Menurut Rukmiasih et al. (2010), tanaman beluntas mengandung senyawa flavonoid, vitamin C dan beta-karoten masing-masing sebesar 4,47%, 98,25 mg/100


(56)

g dan 2.552 mg/100 g. Daya kerja flavonoid sebagai antioksidan adalah dengan cara menghelat logam dan berkeliaran menangkap oksigen radikal dan radikal bebas (Cadenas, 2004). Menurut Panovskai et al. (2005), flavonoid mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Senyawa flavonoid bekerja dalam mencegah terjadinya oksidasi lemak yaitu dengan cara menghelat atau menangkap logam yang berkeliaran, oksigen radikal dan radikal bebas sehingga senyawa pembentuk off-odor tidak terbentuk. Karotenoid merupakan prekusor (provitamin) vitamin A yang memiliki bentuk alfa, beta, gama, dan kriptosantin. Bentuk provitamin A yang paling aktif adalah beta-karoten (Almatsier, 2009). Menurut Darvin (2007), beta-karotenoid secara efektif dapat menetralkan proses oksidatif radikal bebas. Febriana (2006) membuktikan bahwa penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan sebanyak 1% dan 2% dapat menurunkan off-odor daging itik.

Vitamin C

Winarno (1992) memaparkan bahwa vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air. Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam askorbat dan asam L-dehidroaskorbat; keduanya mempunyai keaktivan sebagai vitamin C. Dari semua vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Disamping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. Asam askorbat sangat penting peranannya dalam hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksilisin. Kedua senyawa ini merupakan komponen kolagen yang penting. Vitamin C berperan dalam proses penyembuhan luka serta daya tahan tubuh melawan infeksi dan stres. Gambar struktur bangun vitamin C dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Bangun Vitamin C


(57)

Poedjiadi dan Supriyanti (2006) menjelaskan bahwa vitamin C juga berperan menghambat reaksi-reaksi oksidasi dalam tubuh yang berlebihan dengan bertindak sebagai inhibitor. Vitamin C merupakan vitamin yang esensial untuk memelihara fungsi normal semua unit sel termasuk struktur-struktur subsel seperti ribosom dan mitokondria. Padayatty et al. (2003) menyatakan bahwa vitamin C dikenal sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam mendonorkan elektron. Menurut Metzler (1977) vitamin C apabila bersama-sama dengan ion Fe2+ dapat memicu pembentukan radikal bebas. Bila radikal bebas yang dihasilkan banyak dapat berpengaruh tidak baik.

Vitamin E

Jenisjenis vitamin E adalah tokoferol, tokoferol, tokoferol dan -tokoferol. Perbedaannya terdapat pada gugus R1, R2 dan R3. -tokoferol adalah bentuk vitamin E yang paling aktif atau paling efektif. Senyawa-senyawa dalam bentuk tokol, terutama -tokoferol, lebih dikenal dibandingkan dengan kelompok trienol. Aktivitas -tokoferol juga lebih besar diantara kelompok tokol lainnya seperti -tokoferol, -tokoferol dan -tokoferol (Surai, 2003). Menurut Surai (2003), vitamin E merupakan salah satu faktor yang larut dalam lemak. Poedjiadi dan Supriyanti (2006) menyatakan bahwa vitamin E berfungsi sebagai antioksidan. Vitamin ini mengurangi terjadinya oksidasi vitamin A, karotin, asam lemak tidak jenuh dan menjaga keadaan kesuburan individu. Struktur bangun tokoferol dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Bangun -Tokoferol

Sumber: Colombo (2010)

Randa (2007) menyatakan bahwa penggunaan suplementasi antioksidan berbasis pada vitamin E ( -tokoferol) efektif dalam mengurangi off-odor pada daging

O OH

R1 R2

R3 R


(1)

29 Lampiran 1. Format Uji Skalar Garis Daging dengan Kulit Itik

UJI SKALAR GARIS

Nama Panelis : .. . /PS: .

No. HP : ..

Tanggal : .. .

Jenis Pengujian: Intensitas Bau Amis Daging Itik Jenis sampel : Daging itik dengan kulit

Instruksi : Dihadapan anda disajikan 4 sampel daging.

1. Catat kode sampel yang ada dihadapan anda pada kotak kode sampel

2. Buka tutup plastik sampel, bauilah sampel dengan jarak sekitar 1cm dari hidung anda, Kemudian berilah tanda x pada garis dibawah ini sesuai respon yang diberikan setelah anda membaui sampel yang disajikan

3. Istirahat selama satu menit, lalu lanjutkan pada sampel berikutnya.

4. Lakukan hal seperti di atas sampai semua sampel selesai diuji.

Kode Sampel

tidak amis sangat amis

tidak amis sangat amis

tidak amis sangat amis


(2)

30 Lampiran 2. Format Uji Hedonik Daging dengan Kulit Itik

UJI HEDONIK

Nama : /PS:

HP : ...

Tanggal uji : .

Jenis Pengujian: Tingkat Kesukaan Daging Itik Jenis sampel : Daging itik dengan kulit

Intruksi : Dihadapan anda disajikan 4 sampel daging.

1. Ambil satu sampel yang telah disediakan, lalu baui dan beri tanda ( ) pada kolom yang telah disediakan sesuai penilaian anda.

2. Istirahat satu menit

3. Ambil sampel berikutnya, lakukan seperti pada petunjuk 1, lalu petunjuk 2 sampai semua sampel habis (diuji).

Kode sampel Sangat tidak suka Tidak suka Kurang suka Agak suka

Suka Sangat suka 102 121 143 125


(3)

31 Lampiran 3. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Off-odor

Daging Paha dengan Kulit Itik Cihateup Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung Ftabel

Perlakuan 3 196,721 65,574 4,610 8,534

Panelis 71 1817,774 25,602 1,800

Galat 789 11222,002 14,223

Total 863 13236,497

Sampel N Subset

1 2 3

KBE 216 5,9352

KB 216 6,1907 6,1907

KBC 216 6,8977 6,8977

K 216

7,0838 Alpha = 0,05.


(4)

32 Lampiran 4. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Off-odor

Daging Dada dengan Kulit Itik Cihateup Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung Ftabel

Perlakuan 3 69,395 23,132 2,459 8,539

Panelis 47 1868,357 39,752 4,226

Galat 525 4937,971 9,406

Total 575 6875,723

Sampel N Subset

1 2

KBE 141 6,1585

KB 141 6,5011 6,5011

KBC 141 6,9816

K 141 6,9947


(5)

33 Lampiran 5. Hasil Analisis Varians (ANOVA) pada Uji Hedonik Daging Paha dengan Kulit Itik Cihateup

Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung Ftabel

Perlakuan 3 3,253 1,084 ,792 8,534

Panelis 71 496,860 6,998 5,108

Galat 789 1080,997 1,370

Total 863 1581,110

Lampiran 6. Hasil Analisis Varians (ANOVA) pada Uji Hedonik Daging Dada dengan Kulit Itik Cihateup

Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung Ftabel

Perlakuan 3 2,408 ,803 ,926 8,539

Panelis 47 299,498 6,372 7,350

Galat 525 455,175 ,867

Total 575 757,081


(6)

This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com.

The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.