Performa itik Cihateup jantan umur 10 minggu yang diberi tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E dalam ransum

PERFORMA ITIK CIHATEUP JANTAN UMUR 1-10 MINGGU
YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C
DAN VITAMIN E DALAM RANSUM

SKRIPSI
IKA SARASWATI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
Ika Saraswati. D14086015. 2011. Performa Itik Cihateup Jantan Umur 1-10
Minggu yang Diberi Tepung Daun Beluntas, Vitamin C dan Vitamin E dalam
Ransum. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota

: Dr.Ir.Rukmiasih, MS

: Dr.Ir.Sumiati M.Sc

Itik memiliki potensi sebagai penghasil daging, tetapi kurang disukai oleh
sebagian konsumen karena memiliki daging yang berbau amis. Penurunan bau amis
telah berhasil dilakukan dengan pemberian 1% beluntas ke dalam ransumnya. Akan
tetapi, nilai konversi ransum yang didapat lebih besar dari kontrol. Angka konversi
ransum itik kontrol sebesar 4,57, sedangkan yang mendapat beluntas 1% sebesar
5,11. Untuk memperbaiki konversi ransum, dilakukan penurunan penggunaan
beluntas menjadi 0,5%. Untuk menutupi kekurangan antioksidan karena penurunan
penggunaan beluntas, dicoba ditambahkan vitamin C atau E. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui pengaruh tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E dalam
meningkatkan performa (konsumsi ransum, bobot badan, pertambahan bobot badan
dan konversi ransum) itik.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei hingga September 2010 di
kandang B bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Ransum yang
digunakan pada penelitian ini yaitu ransum komersial sebagai kontrol (K), ransum
komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% (KB), ransum komersial
yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg (KBC), ransum

komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU
(KBE). Jumlah itik yang digunakan sebanyak 96 ekor, yang dikelompokkan
berdasarkan bobot badan kecil, sedang dan besar. Pengelompokkan tersebut
merupakan ulangan dari setiap perlakuan dan tiap ulangan terdiri atas 8 ekor itik.
Peubah yang diukur adalah konsumsi ransum, bobot badan, pertambahan bobot
badan dan konversi ransum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi ransum tidak berbeda nyata,
sedangkan bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan itik yang diberi tepung
daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU paling tinggi sehingga diperoleh konversi
ransum paling baik.
Kata kunci : Itik cihateup, tepung daun beluntas, vitamin C, vitamin E, performa

i

ABSTRACT

Performances of Cihateup Male Duck Age 1-10 Weeks Fed Beluntas Leaf Meal,
Vitamin C and Vitamin E.
Saraswati I., Rukmiasih, and Sumiati
Male duck is potential as meat producer, but the ducks meat off-odor limited the

consumers preference. Reducing off-odor has success with supplementation beluntas
1% in feed. However the feed conversion were higher than control. To improve feed
conversion, using beluntas reduced 0,5%. To covered deficient antioxidant, try
added vitamin C and E.The purpose of this research was to study the effect of
feeding beluntas leaf meal, vitamin C and vitamin E in improving ducks
performances (feed intake, body weight, body weight gain and feed conversion). The
diet treatments were commercial diet as control (K), commercial diet+beluntas leaf
meal 0.5% (KB), commercial diet+beluntas leaf meal 0.5%+250 mg C vitamin
(KBC), commercial diet+beluntas meal 0,5%+400 IU E vitamin (KBE). Ninety six
ducks were used for this research and divided into four treatments and three
replications. The ducks were reared from one week up to 10 weeks of old. The
parameter measured were feed intake, body weight, body weight gain and feed
conversion. The results showed that feed intake did not affect. While final body
weight and body weight gain of duck feeding beluntas leaf meal 0.5%+vitamin E
400 IU highest obtainable was the best feed conversion.
Keywords: Ducks local, beluntas leaf meal, vitamin C, vitamin E, performance

ii

PERFORMA ITIK CIHATEUP JANTAN UMUR 1-10 MINGGU

YANG DIBERI TEPUNG DAUN BELUNTAS, VITAMIN C
DAN VITAMIN E DALAM RANSUM

IKA SARASWATI
D14086015

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

iii

Judul : Performa Itik Cihateup Jantan Umur 10 Minggu yang Diberi Tepung Daun
Beluntas, Vitamin C dan Vitamin E dalam Ransum

Nama : Ika Saraswati
NIM : D14086015

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Rukmiasih, MS.)
NIP: 19570405 198303 2 001

(Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.)
NIP: 19611017 198603 2 001

Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)

NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian: 13 April 2011

Tanggal Lulus:

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1987 di Klaten, Jawa Tengah.
Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Winardi (alm) dan Ibu Sunampi.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1993 di Sekolah Dasar Pondok
Rumput II Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pendidikan lanjutan tingkat pertama
dimulai pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2002 di Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama Negeri 8 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menegah Atas
Negeri 8 Bogor pada tahun 2002 dan lulus pada tahun 2005.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Keahlian Teknologi dan
Manajemen Ternak, Program Diploma dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang

sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Program Alih Jenis
Teknologi Produksi Ternak, Institut Pertanian Bogor.

v

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan
kesempatan yang diberikan oleh-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Performa Itik Cihateup Jantan Umur 1-10 Minggu yang Diberi Tepung
Daun Beluntas, Vitamin C dan Vitamin E dalam Ransum . Shalawat serta salam
penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Ternak itik memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk membantu
memenuhi kebutuhan protein hewani di Indonesia, tetapi itik memiliki kelemahan
yaitu pertumbuhan yang lambat dan konversi ransumnya tinggi. Penulis dengan
rekan-rekan dan dosen di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor mencoba
melakukan serangkaian penelitian untuk memperbaiki performa itik. Penggunaan
tepung daun beluntas (Pluchea indica L), vitamin C dan vitamin E yang ditambahkan
dalam ransum dilakukan sebagai upaya dalam memperbaiki performa itik tersebut.
Mengingat terdapat berbagai kandungan bahan aktif dalam tanaman beluntas, penulis
menduga akan ada zat anti nutrien yang dapat berpengaruh terhadap produktivitas

itik sebagai sumber daging. Hal inilah yang penulis kaji lebih dalam, sehingga
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian tepung daun beluntas,
kombinasi tepung daun beluntas dengan vitamin C dan kombinasi tepung daun
beluntas dengan vitamin E terhadap performa (konsumsi ransum, bobot badan,
pertambahan bobot badan dan konversi ransum) itik cihateup.
Penelitian mengalami kendala terutama dalam hal penyakit selama
pemeliharaan. Namun secara umum kendala yang ada telah mampu penulis dan tim
hadapi sehingga penelitian yang dilakukan dapat diselesaikan dengan baik.
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya, Amin.
Bogor, April 2011

Penulis

vi

DAFTAR ISI

RINGKASAN .............................................................................................


Halaman
i

ABSTRACT ...............................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP.....................................................................................

v


KATA PENGANTAR ................................................................................

vi

DAFTAR ISI ...............................................................................................

vii

DAFTAR TABEL .......................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................

xi


PENDAHULUAN.......................................................................................

1

Latar Belakang ................................................................................
Tujuan..............................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................

3

Itik Cihateup ....................................................................................
Manfaat dan Sumber Antioksidan pada Unggas .............................
Manfaat Antioksidan ...........................................................
Beluntas (Pluchea indica L) ................................................
Vitamin C ............................................................................
Vitamin E.............................................................................
Konsumsi Ransum...........................................................................
Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan .................................
Konversi Ransum ............................................................................

3
4
4
4
6
7
9
9
9

MATERI DAN METODE ..........................................................................

11

Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................
Materi Penelitian .............................................................................
Daun Beluntas (Pluchea indica L.) .....................................
Ternak ..................................................................................
Kandang dan Peralatan ........................................................
Ransum ................................................................................
Prosedur...........................................................................................
Persiapan Kandang dan Peralatan .......................................
Pembuatan Tepung Daun Beluntas .....................................
Pembentukan Unit Perlakuan ..............................................
Pemeliharaan dan Pengambilan Data ..................................
Peubah yang Diamati...........................................................
Rancangan Percobaan dan Analisis Data....................................................

11
11
11
11
12
13
14
14
14
16
16
17
18

vii

HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................

19

Performa Itik Cihateup Jantan Umur 1-10 Minggu .......................
Konsumsi Ransum ..............................................................
Bobot Badan........................................................................
Pertambahan Bobot Badan..................................................
Konversi Ransum ................................................................

19
19
21
22
22

KESIMPULAN ...........................................................................................

24

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

26

LAMPIRAN ................................................................................................

29

viii

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Komposisi Kimia Ransum Komersial, Daun Beluntas dan Dedak
Padi (As Fed) ...........................................................................................

14

2. Susunan Ransum, Kandungan Nutrien dan Antinutrien dan Antioksidan
dalam Ransum Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu .....................................

15

3. Susunan Ransum, Kandungan Nutrien dan Antinutrien dan Antioksidan
dalam Ransum Itik Perlakuan Umur 7-10 Minggu....................................

16

4.Performa Itik Cihateup Jantan Selama Penelitian .....................................

19

ix

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Postur Itik Cihateup Betina dan Jantan Umur 12 Bulan
(Rukmiasih et al.,2008) ..........................................................................

4

2.Tanaman Beluntas ...................................................................................

6

3. Struktur Kimia Vitamin C (Levy, 2010) ................................................

7

4. Struktur Bangun Tokopherol (Colombo, 2010)......................................

8

5.Daun Beluntas yang Digunakan...............................................................

11

6. Itik Cihateup Umur 2 Minggu ................................................................

12

7. Kandang Pemeliharaan ...........................................................................

12

8. Daun Beluntas yang Telah Kering dan Tepung Daun Beluntas ............

15

9. Grafik Konsumsi Ransum per Ekor per Minggu Selama Penelitian ......

20

10. Grafik Bobot Badan Itik Cihateup Jantan Selama Penelitian ................

21

x

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum Itik Cihateup
Jantan pada Minggu Pertama sampai Kedua ....................................

29

2. Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum Itik Cihateup
Jantan pada Minggu Ketiga sampai Keempat ...................................

29

3. Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum Itik Cihateup
Jantan pada Minggu Kelima sampai Keenam .................................

29

4. Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum Itik Cihateup
Jantan pada Minggu Keenam sampai Ketujuh ................................

29

5. Analisis Sidik Ragam Rataan Konsumsi Ransum Itik Cihateup
Jantan Selama Pemeliharaan ............................................................

30

6. Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu
Kedua ................................................................................................

30

7. Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu
Ketiga ...............................................................................................

30

8. Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu
Keempat ............................................................................................

30

9. Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu
Kelima ...............................................................................................

31

10. Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu
Keenam.............................................................................................

31

11. Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu
Ketujuh .............................................................................................

31

12. Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu
Kedelapan .........................................................................................

31

13. Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup pada Minggu
Kesembilan .......................................................................................

32

14. Analisis Sidik Ragam Bobot Badan Itik Cihateup
pada Minggu Ke 10 ...........................................................................

32

xi

15. Analisis Sidik Ragam Rataan Pertambahan Bobot Badan
Selama Pemeliharaan ........................................................................

33

16. Analisis Sidik Ragam Rataan Konversi Ransum
Selama Pemeliharaan .......................................................................

33

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumsi protein hewani di Indonesia banyak diperoleh dari produk unggas,
seperti ayam broiler sebagai penghasil daging dan ayam ras petelur. Menurut Dirjen
Peternakan (2008), rata-rata konsumsi protein berasal dari produk unggas adalah
3,71 g/kapita/hari. Unggas lokal yang memiliki peran cukup penting untuk
membantu memenuhi ketersediaan protein hewani adalah itik. Selain sebagai
penghasil telur, itik juga memiliki potensi sebagai penghasil daging terutama itik
jantan. Pada tahun 2008, itik dan entog dapat menyumbangkan daging sebesar 45,2
ton atau 3,22% dari total produksi daging unggas (Dirjen Peternakan, 2008). Daging
itik juga mempunyai nilai gizi tinggi sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan
gizi masyarakat. Itik jantan sudah banyak dimanfaatkan oleh para peternak sebagai
penghasil daging, tetapi pertumbuhannya lambat dan konversi pakannya tinggi.
Untuk memperbaiki penampilan ternak dapat digunakan tanaman obat tradisonal.
Tanaman obat tradisional dapat berfungsi sebagai feed aditive alami untuk
memperbaiki penampilan produksi ternak dan mencegah serangan penyakit. Salah
satu tanaman yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu, yaitu
tanaman beluntas (Pluchea indica less). Beluntas telah dikenal memiliki banyak
kegunaan baik sebagai tanaman pagar maupun tanaman obat dengan menggunakan
seluruh bagian tanamannya baik dalam bentuk segar maupun kering, daun beluntas
memiliki bau yang khas aromatis dan rasanya getir. Pada daun tersebut terkandung
zat-zat aktif, yaitu alkaloid, flavonoid, tanin,

karoten dan minyak atsiri. Kandungan

flavonoid dan beta-karoten mempunyai efek sebagai antioksidan. Daya kerja
flavonoid sebagai antioksidan adalah mengikat logam dan menangkap oksigen
radikal dan radikal bebas (scavenger). Senyawa lain yang terkandung dalam beluntas
yaitu tanin yang dikhawatirkan dapat menurunkan performa pada itik. Efek negatif
tanin pada hewan monogastrik menyebabkan penekanan pertumbuhan, nafsu makan
berkurang karena rasa pahit dari tanin, merusak dinding mukosa saluran pencernaan,
meningkatkan ekskresi protein dan beberapa asam amino esensial.
Sumber antioksidan yang dapat digunakan selain daun beluntas adalah
vitamin C dan vitamin E. Vitamin C dan vitamin E diperlukan dalam metabolisme

1

tubuh dan pertumbuhan yang normal. Antioksidan tersebut berfungsi mencegah
terjadinya reaksi oksidasi lipid dan diharapkan dapat memperbaiki performa itik.
Penelitian tentang pemanfaatan tepung daun beluntas dalam ransum telah
dilaporkan oleh Wahyudin (2006) dan disimpulkan bahwa pemberian tepung daun
beluntas sampai taraf 2% dalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
konsumsi ransum, bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan, tetapi konversi
ransumnya lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol. Untuk memperbaiki
performa dan konversi ransum, maka penambahan tepung daun beluntas pada
penelitian ini hanya sebesar 0,5%.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas tepung daun
beluntas, vitamin C dan vitamin E dalam meningkatkan performa (konsumsi ransum,
bobot badan, pertambahan bobot badan dan konversi ransum) itik cihateup.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Itik Cihateup
Itik termasuk dalam kelompok unggas air (waterfowl) yang mempunyai
klasifikasi sebagai berikut: kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, subfamili
Anatinae, rumpun (tribe) Anatini, genus Anas, spesies Anas platyrhynchos
(Achwanu, 1997). Salah satu contoh itik lokal antara lain itik cihateup yang berasal
dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa
Barat. Selain dikembangkan di daerah asalnya, itik cihateup juga telah
dikembangkan di daerah Garut. Daerah Cihateup berada pada ketinggian 378 m di
atas permukaan laut (dpl) yang merupakan dataran tinggi, sehingga itik tersebut
disebut juga dengan itik gunung. Daya adaptasi terhadap lingkungan dingin baik,
sehingga itik tersebut sangat sesuai dipelihara untuk daerah dingin atau pegunungan
(Wulandari, 2005). Itik tersebut merupakan salah satu kebanggaan peternak itik di
Propinsi Jawa Barat disamping itik cirebon.
Secara umum ciri-ciri fisik itik cihateup mirip dengan itik-itik jawa lainnya,
seperti itik karawang, itik cirebon ataupun itik tegal. Walaupun demikian, secara
genetik terdapat sedikit keragaman di antara itik-itik tersebut (Muzani, 2005). Bulu
itik cihateup berwarna coklat, sedangkan paruh dan shanknya berwarna hitam.
Warna itik cihateup jantan dewasa lebih gelap, bahkan bulu di sekitar kepala
mengarah kehitaman, akan tetapi betina memiliki warna bulu yang lebih cerah.
Bentuk badan itik cihateup serupa dengan itik jawa pada umumnya, yakni berbadan
langsing seperti botol, dengan leher bulat panjang. Jika berjalan lebih tegak
dibandingkan dengan itik alabio.
Beberapa ukuran tubuh itik cihateup, misalnya lingkar dada lebih besar dari
itik cirebon maupun itik mojosari, hal ini dapat menjadi indikasi bahwa itik cihateup
memiliki potensi penghasil daging yang lebih baik daripada itik cirebon dan mojosari
(Muzani, 2005). Itik jantan cihateup lebih efisien dalam memanfaatkan ransum untuk
pertumbuhan dibandingkan dengan itik betina, tetapi memiliki konversi ransum yang
sama antara itik jantan maupun itik betina cihateup. Kemampuan pertumbuhan yang
cukup baik pada ternak jantan terlihat dari bobot potong itik cihateup yang berumur
14 minggu, berkisar antara 1.470-1.550 g/ekor dengan nilai konversi ransum sekitar

3

6,7 (Wulandari et al., 2005). Postur itik cihateup betina dan jantan umur 12 bulan
dapat dilihat pada Gambar 1.

(a)
(b)
Gambar 1. Postur Itik Cihateup Betina (a) dan Jantan Umur 12 Bulan
Sumber: Rukmiasih et al. (2008)

Rerata bobot anak itik betina yang baru menetas tidak berbeda nyata dengan
bobot anak itik jantan, yaitu masing-masing 42,95±3,35 dan 42,75±3,08 g/ekor.
Rerata bobot badan dewasa itik betina dan jantan masing-masing 1.476,09±161,57
dan 1.518,02±164,16 g/ekor (Hardjosworo, 1985).
Manfaat dan Sumber Antioksidan pada Unggas
Manfaat Antioksidan
Antioksidan mempunyai aktivitas yang dapat menghambat atau mencegah
kerusakan lemak atau bahan pangan berlemak akibat proses oksidasi. Antioksidan
yang digunakan dalam bahan pangan harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu
tidak beracun, tidak mempunyai efek fisiologis, tidak menimbulkan flavor yang tidak
enak, rasa dan warna pada lemak atau bahan pangan, efektif dalam jumlah yang
relatif kecil, tidak mahal dan selalu tersedia (Ketaren, 2008). Berdasarkan asal
diperolehnya, senyawa antioksidan dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan alami dan
antioksidan sintetik. Antioksidan alami dapat ditemukan dari jenis tanaman,
sedangkan antioksidan sintetik diperoleh dari sintesa reaksi kimia (Winarno, 1991).
Beluntas (Pluchea indica L)
Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak
dengan ketinggian tanaman dapat mencapai 2 meter. Beluntas memiliki daun
tunggal, bulat berbentuk telur, ujung runcing, berbulu halus, daun muda berwarna
hijau kekuningan dan setelah tua akan berwarna hijau pucat. Panjang daun beluntas
4

mencapai 3,8-6,4 cm (Asiamaya, 2003). Tanaman beluntas dalam susunan taksonomi
termasuk ke dalam kingdom Platae; subkingdom Tracheobioma; superdivisi
Spermatophyta; divisi Magnoliophyta; kelas Magnoliopsida; subkelas Asteridae;
ordo Asterales; famili Asteraceae; genus Pluchea cass; dan spesies Pluchea indica
(L) less.
Selama ini beluntas telah dikenal mempunyai banyak kegunaan baik sebagai
tanaman pagar maupun tanaman obat dengan menggunakan seluruh bagian
tanamannya baik dalam bentuk segar maupun kering. Hal ini karena beluntas
mengandung asam amino (leusin, isoleusin, triptofan, treonin), alkaloid, flavonoida,
minyak atsiri, asam chlorogenik, natrium, kalium, aluminium, kalsium, magnesium,
fosfor, besi, vitamin A dan C (Asiamaya, 2003). Menurut hasil analisis kualitatif
yang dilakukan Ardiansyah (2002), ekstrak daun beluntas mengandung bahan-bahan
aktif seperti tanin dan alkaloid. Kandungan tanin pada beluntas dapat mempengaruhi
nilai nutrisi yang dikandung ransum yang dikonsumsi hewan. Menurut Rukmiasih et
al. (2010) kandungan tanin dalam daun beluntas yaitu 1,88%. Tanin terdapat pada
tanaman legum, rumput dan buah yang belum masak. Tanin menyebabkan rasa
mengkerut pada lidah karena mampu berikatan dengan cairan saliva dalam mulut
(Cannas, 2008). Konsentrasi tanin lebih dari 5% sudah menimbulkan efek negatif
pada hewan monogastrik, yaitu penekanan pertumbuhan, penurunan penggunaan
protein, merusak dinding mukosa saluran pencernaan, mengurangi ekskresi beberapa
kation dan meningkatkan ekskresi protein dan beberapa asam amino essensial dan
pada level 3-7% dapat menyebabkan kematian (Cannas, 2008).
Menurut Widodo (2002), pemberian ransum yang mengandung tanin sebesar
0,33% tidak membahayakan untuk unggas khususnya ayam. Apabila pemberian
kadar tanin mencapai 0,5% atau lebih menyebabkan penurunan pertumbuhan ayam,
karena tanin menekan retensi nitrogen dan penurunan daya cerna asam amino yang
seharusnya dapat diserap oleh vili-vili usus yang dipergunakan untuk pertumbuhan
dan perkembangan jaringan-jaringan tubuh. Gejala yang ditimbulkan bila
mengkonsumsi tanin adalah pertumbuhan yang lambat dan nafsu makan berkurang
karena rasa pahit dari tanin.
Flavonoid mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Panovskai et al., 2005).
Menurut Rukmiasih et al. (2010), tanaman beluntas mengandung senyawa flavonoid,

5

vitamin C dan beta-karoten masing-masing sebesar 4,47%, 98,25 mg/100 g dan
2.552 mg/100 g yang ketiganya mempunyai efek sebagai antioksidan dan juga
mengandung fitokimia (bahan obat). Daya kerja flavonoid sebagai antioksidan
adalah mengikat logam dan menangkap oksigen radikal dan radikal bebas
(scavenger).
Kandungan kimia lain pada beluntas yaitu alkaloid. Alkaloid adalah senyawa
yang mengandung substansi dasar nitrogen basa, biasanya dalam bentuk cincin
heterosiklik. Alkaloid terdistribusi secara luas pada tanaman. Alkaloid biasanya pahit
dan sangat beracun (Widodo, 2002). Tanaman beluntas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tanaman Beluntas
Vitamin C
Menurut Sukmono (2009), vitamin C berperan sebagai antioksidan. Dalam
tubuh, vitamin C membantu mengurangi infeksi yang masuk ke dalam tubuh,
membantu menyembuhkan luka, meningkatkan penyerapan zat besi, dan dapat
meningkatkan kesehatan kardiovaskuler. Menurut Widodo (2002), vitamin C
diabsorpsi didalam usus. Poedjiadi dan Supriyanti (2006) menjelaskan vitamin C
juga berperan menghambat reaksi-reaksi oksidasi dalam tubuh yang berlebihan
dengan bertindak sebagai inhibitor. Kemampuan vitamin ini untuk mentransfer
elektron menunjukkan adanya peran yang sangat penting dalam proses metabolisme.
Vitamin C merupakan antioksidan yang larut dalam air yang mampu
meredam radikal bebas dengan cara memberikan atom hidrogen dan elektron kepada
radikal bebas, sehingga akan menghentikan atau mengurangi proses cekaman
oksidatif lebih lanjut (Blokhina, 2000). Anim et al. (2000) menyatakan bahwa
vitamin C digunakan untuk menangkal cekaman pada ayam. Penelitian penggunaan

6

vitamin C juga dilakukan oleh Kusnadi (2006), dan hasilnya adalah pada suhu tinggi,
konversi ransum pada pemberian vitamin C 250, 500 dan 750 ppm, tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi konversi ransum ketiganya lebih baik
dibandingkan konversi ransum pada perlakuan kontrol. Gambar struktur kimia
vitamin C dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Kimia Vitamin C
Sumber: Levy, 2010

Vitamin E
Vitamin E juga berfungsi sebagai antioksidan, yaitu mencegah otooksidasi
pada asam-asam lemak tak jenuh serta menghambat timbulnya peroksidasi dari lipida
pada membran sel. Selain itu vitamin E juga berfungsi dalam reaksi fosforilasi,
metabolisme asam nukleat, sintesis asam askorbat dan sintesis ubiquinon, reproduksi,
mencegah ensefalomalasia dan distorsi otot (Widodo, 2002). Sifat umum vitamin E
menurut Surai (2003), antara lain: tahan terhadap panas, mudah dioksidasikan dan
rusak apabila terdapat lemak tengik. Jenis-jenis vitamin E adalah -tokopherol, tokopherol, -tokopherol dan -tokopherol. Almatsier (2001), mekanisme vitamin E
diserap dibagian usus halus dan dibawa ke hati. Fungsi hati adalah mensekresikan
getah empedu, dalam getah empedu terdapat asam empedu yang membantu
penyerapan asam lemak, kolesterol dan vitamin larut lemak (Yuwanta, 2004).
Jaringan adiposa pada hewan unggas menurut Surai (2003) juga mengandung
vitamin E dalam jumlah yang cukup tinggi. Bahkan konsentrasi vitamin E dalam
jaringan adiposa akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan pemberian
vitamin E tersebut dalam ransum. Menurut Widodo (2002), sumber vitamin E di
alam yaitu pada lemak dan minyak hewan atau pada tanaman terutama pada bagian
kecambah gandum, telur dan kolostrum susu sapi. Vitamin E merupakan protektor
yang secara terus menerus akan bertindak sebagai scavenger (penangkap) terhadap

7

radikal bebas yang terbentuk sehingga dimungkinkan tidak terjadi gangguan fungsi
sel. Radikal bebas yang menumpuk mengakibatkan terjadinya stres. Stres merupakan
respon suatu makhluk hidup terhadap rangsangan baik berupa fisik, kimia, psikis,
psikosial, kultural dan sebagainya yang berasal dari luar maupun dalam organisme
itu sendiri (Winarto, 2010). Menurut Almatsier (2001), vitamin E agak tahan
terhadap panas dan asam, namun tidak tahan terhadap oksigen. Vitamin E sebagian
besar disimpan di jaringan lemak dan selebihnya di hati. Suplementasi vitamin E
dapat meningkatkan produksi antibodi (terutama imunoglobulin). Gambar struktur
bangun tokoferol dapat dilihat pada Gambar 4.
R3

R2

R1=R2=R3=CH3
O

OH

R1

Gambar 4. Struktur Bangun Tokoferol
Sumber: Colombo, 2010

Konsumsi Ransum
Ransum adalah makanan yang disediakan bagi ternak untuk memenuhi
kebutuhannya selama 24 jam (Anggorodi, 1990). Menurut Tillman et al. (1991)
konsumsi ransum atau pakan diperhitungkan sebagai jumlah ransum yang dimakan
oleh ternak. Zat makanan yang terkandung di dalamnya akan digunakan untuk
mencukupi kebutuhan baik hidup pokok maupun keperluan produksi ternak.
Konsumsi ransum pada unggas dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu jenis unggas,
temperatur lingkungan, bobot badan, jenis kelamin, umur, tingkat produksi telur,
aktivitas ternak, tipe kandang, palatabilitas ransum, kandungan energi ransum,
kualitas nutrisi ransum, konsumsi air serta kandungan lemak tubuh dan tingkat
cekaman (Conn, 2002).
Konsumsi ransum itik yang diberi tepung daun beluntas dalam ransumnya
telah dilaporkan oleh Gunawan (2005). Selama 8 minggu pemberian tepung daun
beluntas (dari umur 2-10 minggu) dengan taraf 0%; 0,5% dan 1% tidak
mempengaruhi konsumsi ransum. Rataan konsumsi ransum yang diperoleh berkisar
8

antara 4.883,2-4.885,9 g/ekor. Hasil penelitian Randa (2007), rataan konsumsi
ransum itik lokal yang dipelihara selama 10 minggu dengan suplementasi vitamin E
dan C dalam ransum adalah 7.997±42,84 g/ekor.
Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan diartikan sebagai pertambahan dalam bentuk dan
berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan
semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) serta alat-alat tubuh
(Anggorodi.1990). Salah satu cara untuk mengetahui pertumbuhan adalah dengan
melihat pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu. Hardjosworo et al.
(1980) menyatakan bahwa sampai umur lima minggu, laju pertambahan bobot badan
itik terus meningkat, setelah itu laju pertumbuhannya menurun.
Pertumbuhan merupakan suatu proses yang meliputi pertumbuhan bobot
badan dan pertumbuhan semua bagian tubuh secara merata dan proposional. Respon
pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu genetik, jenis kelamin, ransum
dan manajemen pemeliharaan (Rose,1997).
Gunawan (2005) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan itik akibat
pemberian tepung daun beluntas dalam ransum dengan taraf 0,5% dan 1% selama
delapan minggu tidak berbeda dengan perlakuan kontrol, begitupun dengan bobot
badan akhir yang dihasilkan setelah itik mencapai umur 10 minggu. Rataan
pertambahan bobot badan yang diperoleh berkisar antara 1.126-1.214 g/ekor. Purba
(2010), melaporkan bahwa rataan pertambahan bobot badan itik MA (Mojosari
jantan-Alabio betina) umur 10 minggu dengan suplementasi santoquin dan vitamin E
berkisar antara 1.618,97±58,34 hingga 1.687,23±74,23 g/ekor.
Konversi Ransum
Konversi ransum merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk
menilai efisiensi penggunaan ransum dan kualitas ransum (Fan et al., 2008).
Konversi ransum juga berguna untuk mengukur produktivitas ternak sebab konversi
ransum merupakan perbandingan antara ransum yang dikonsumsi dengan
pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai konversi ransum
menunjukkan semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot
badan per satuan berat dan semakin rendah nilai konversi ransum berarti kualitas
ransum semakin baik. Itik yang diberi ransum mengandung serat kasar tinggi
9

memiliki konversi ransum yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dengan hasil
penelitian Rukmiasih et al. (2002) yang mendapatkan konversi ransum nyata lebih
tinggi (P