Spektroskopi FTIR dan metode pengenalan pola kimia untuk diferensiasi tanaman jahe
ABSTRAK
NAFIUL UMAM. Spektroskopi FTIR dan Metode Pengenalan Pola Kimia Untuk
Diferensiasi Tanaman Jahe. Dibimbing oleh RUDI HERYANTO dan UTAMI DYAH
SYAFITRI.
Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu bahan baku obat tradisional. Jahe
sendiri terdiri atas tiga jenis varietas, akan tetapi dari ketiga jenis varietas jahe hanya dua
varietas yang sering di gunakan sebagai bahan baku obat herbal. Penggunaan jahe sebagai
bahan baku obat herbal dapat dipalsukan dengan cara mencampur antar varietas jahe atau
juga dengan lengkuas. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu teknik diferensiasi jahe
untuk mengontrol kualitas dari bahan baku obat herbal tersebut. Diferensiasi dapat
dilakukan pada spektrum FTIR dari simplisia tanaman jahe dengan bantuan analisis
multivariat. Analisis multivariat yang digunakan yaitu PCA (Principal Component
Analysis) dan PLSDA (Partial Least Square Discriminant Analysis). Metode PCA yang
digunakan pada spektrum normal dapat mengklasifikasikan sampel kedalam lima kelas
klasifikasi yang berbeda. Akan tetapi metode PCA yang digunakan belum mampu
memisahkan sampel murni yang berupa jahe emprit (JE), jahe gajah (JG), dan jahe merah
(JM). Metode PLSDA digunakan pada spektrum turunan kedua. Metode ini menghasilkan
nilai R2 prediksi untuk lengkuas (L), jahe emprit (JE), jahe gajah (JG), jahe merah (JM),
jahe merah + jahe emprit (JM+JE), jahe merah + jahe gajah (JM+JG), dan jahe merah +
lengkuas (JM+L) masing-masing sebesar 0.9575, 0.9518, 0.9672, 0.9642, 0.7591, 0.7804
dan 0.8222
ABSTRACT
NAFIUL UMAM. FTIR Spectroscopy and Chemical Pattern Recognition Method For
Differentiation of Ginger. Supervised by RUDI HERYANTO and UTAMI DYAH
SYAFITRI.
Ginger (Zingiber officinale) is one of raw materials the traditional medicine. Ginger
consist of three type of varieties, however from three type of ginger varieties only two
varieties which often used as a raw materials herbal medicine. Usage of ginger as a raw
material herbal medicine can be falsified by mixing betwen ginger varieties or also with
alpine galangal. Therefore it’s require a differentiation technique of ginger to control the
quality of raw material herbal medicine. FTIR spectrum of the ginger and multivariate
analysis can be used to differentiation. Multivariate analysis that used is PCA (Principal
Component Analysis) and PLSDA (Partial Least Square Discriminant Analysis). PCA
method used in the normal spectrum can classify the samples into five different
classification classes. However, PCA methods have not been able to separate pure
samples of JE, JG, and JM. PLSDA method used in the second derivative spectrum. This
Method produces R2 prediction value for L, JE, JG, JM, JM + JE, JM + JG, and JM + L
respectively, 0.9575, 0.9518, 0.9672, 0.9642, 0.7591, 0.7804 and 0.8222
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Obat-obatan tradisional atau jamu sering
kali menggunakan tanaman obat seperti jahe
sebagai bahan baku. Jahe merupakan tanaman
obat berupa tumbuhan rimpang berbatang
semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang
tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena
itu, kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai
bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe
terutama sebagai bahan minuman, bumbu
masak, dan obat-obatan tradisional. Tanaman
jahe termasuk suku Zingiberaceae, merupakan
salah satu tanaman rempah-rempahan yang
telah lama digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional (Meilinda 2008).
Berdasarkan
ukuran
dan
warna
rimpangnya, jahe dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) varietas, yaitu jahe besar (jahe gajah),
jahe kecil (jahe emprit), dan jahe merah.
Dalam dunia industri, jahe yang digunakan
sebagai bahan baku obat tradisional terkadang
bukan jahe murni, melainkan campuran dari
dua atau tiga jenis tanaman jahe atau bahkan
dengan tanaman lain yang memiliki
karakteristik hampir sama dengan jahe, seperti
lengkuas. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pencirian sifat komponen kimia aktif dari
ketiga jenis jahe tersebut agar dapat diketahui
ciri khas spektrum atau pola kimia dari ketiga
jenis tanaman jahe tersebut. Selain itu, juga
untuk mengetahui apakah jahe yang
digunakan sebagai tanaman bahan baku obat
merupakan jahe murni atau campuran dari
dua atau tiga jenis tanaman jahe.
Metode analisis yang dapat digunakan
untuk pencirian atau pembedaan dari ketiga
jenis jahe tersebut adalah dengan spektroskopi
Fourier Transform Infra Red (FTIR). Teknik
spektroskopi FTIR berpotensi sebagai metode
analisis cepat karena analisis dapat dilakukan
secara langsung pada serbuk kering sampel
tanpa tahapan pemisahan terlebih dahulu.
Spektrum FTIR yang dihasilkan merupakan
hasil interaksi antara senyawa-senyawa kimia
dalam matriks sampel yang sangat kompleks.
Spektrum ini sangat rumit dan perbedaan
antara spektrum dari tanaman yang sejenis
tidak tampak dengan jelas dan pada umumnya
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang
(Chew et al 2004). Untuk itu, diperlukan suatu
metode kemometrik untuk mendapatkan
informasi tersembunyi yang bersifat kualitatif
dan kuantitatif dari spektrum FTIR tersebut.
Teknik spektroskopi FTIR yang digabungkan
dengan kemometrik dapat digunakan sebagai
metode alternatif untuk pencirian atau
diferensiasi ketiga jenis jahe tersebut. Yulianti
(2009) telah menggunakan metode FTIR yang
digabungkan dengan teknik kemometrik untuk
melakukan diskriminasi komponen kimia di
dalam tanaman obat temu lawak, kunyit, dan
bangle. Selain itu Urbano et al (2005) juga
telah melakukan teknik diferensiasi dan
diskriminasi wines dengan menggunakan
teknik pengenalan pola (kemometrik) dan
spektroskopi Ultra Violet-Visible (UV-Vis).
Metode kemometrik yang dapat digunakan
ialah berupa analisis multivariat. Analisis
multivariat yang dapat digunakan untuk
pengenalan pola dalam suatu sampel antara
lain adalah metode Principal Component
Analysis (PCA), Partial Least Square (PLS),
analisis diskriminan, K-nearest neighbor, soft
independent modeling of class anology
(SIMCA), dan cluster analysis (Miller &
Miller 2000). Selain itu metode gabungan dari
PLS dengan discriminant analysis (PLSDA)
juga dapat digunakan untuk klasifikasi.
Penelitian ini bertujuan mendiferensiasikan
tiga jenis jahe menggunakan spektroskopi
FTIR dan metode pengenalan pola kimia
berdasarkan pada spektrum FTIR yang
dihasilkan dari masing-masing jenis jahe
dengan metode analisis multivariat PCA dan
PLSDA.
TINJAUAN PUSTAKA
Jahe
Jahe merupakan tanaman obat berupa
tumbuhan rimpang berbatang semu. Jahe
berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari
India sampai Cina. Oleh karena itu kedua
bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang
pertama kali memanfaatkan jahe terutama
sebagai bahan minuman, bumbu masak dan
obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam
suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili
dengan temu-temuan lainnya seperti temu
lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam
(Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma
domestica), kencur (Kaempferia galanga),
lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain.
Jahe (Zingiber officinale) adalah tanaman
yang tumbuh tegak dengan tinggi 30–60 cm.
Daun tanaman jahe berupa daun tunggal,
berbentuk lanset dan berujung runcing.
Mahkota bunga berwarna ungu, berbentuk
corong dengan panjang 2 – 2,5 cm. Sedangkan
buah berbentuk bulat panjang berwarna
cokelat dengan biji berwarna hitam.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Obat-obatan tradisional atau jamu sering
kali menggunakan tanaman obat seperti jahe
sebagai bahan baku. Jahe merupakan tanaman
obat berupa tumbuhan rimpang berbatang
semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang
tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena
itu, kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai
bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe
terutama sebagai bahan minuman, bumbu
masak, dan obat-obatan tradisional. Tanaman
jahe termasuk suku Zingiberaceae, merupakan
salah satu tanaman rempah-rempahan yang
telah lama digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional (Meilinda 2008).
Berdasarkan
ukuran
dan
warna
rimpangnya, jahe dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) varietas, yaitu jahe besar (jahe gajah),
jahe kecil (jahe emprit), dan jahe merah.
Dalam dunia industri, jahe yang digunakan
sebagai bahan baku obat tradisional terkadang
bukan jahe murni, melainkan campuran dari
dua atau tiga jenis tanaman jahe atau bahkan
dengan tanaman lain yang memiliki
karakteristik hampir sama dengan jahe, seperti
lengkuas. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pencirian sifat komponen kimia aktif dari
ketiga jenis jahe tersebut agar dapat diketahui
ciri khas spektrum atau pola kimia dari ketiga
jenis tanaman jahe tersebut. Selain itu, juga
untuk mengetahui apakah jahe yang
digunakan sebagai tanaman bahan baku obat
merupakan jahe murni atau campuran dari
dua atau tiga jenis tanaman jahe.
Metode analisis yang dapat digunakan
untuk pencirian atau pembedaan dari ketiga
jenis jahe tersebut adalah dengan spektroskopi
Fourier Transform Infra Red (FTIR). Teknik
spektroskopi FTIR berpotensi sebagai metode
analisis cepat karena analisis dapat dilakukan
secara langsung pada serbuk kering sampel
tanpa tahapan pemisahan terlebih dahulu.
Spektrum FTIR yang dihasilkan merupakan
hasil interaksi antara senyawa-senyawa kimia
dalam matriks sampel yang sangat kompleks.
Spektrum ini sangat rumit dan perbedaan
antara spektrum dari tanaman yang sejenis
tidak tampak dengan jelas dan pada umumnya
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang
(Chew et al 2004). Untuk itu, diperlukan suatu
metode kemometrik untuk mendapatkan
informasi tersembunyi yang bersifat kualitatif
dan kuantitatif dari spektrum FTIR tersebut.
Teknik spektroskopi FTIR yang digabungkan
dengan kemometrik dapat digunakan sebagai
metode alternatif untuk pencirian atau
diferensiasi ketiga jenis jahe tersebut. Yulianti
(2009) telah menggunakan metode FTIR yang
digabungkan dengan teknik kemometrik untuk
melakukan diskriminasi komponen kimia di
dalam tanaman obat temu lawak, kunyit, dan
bangle. Selain itu Urbano et al (2005) juga
telah melakukan teknik diferensiasi dan
diskriminasi wines dengan menggunakan
teknik pengenalan pola (kemometrik) dan
spektroskopi Ultra Violet-Visible (UV-Vis).
Metode kemometrik yang dapat digunakan
ialah berupa analisis multivariat. Analisis
multivariat yang dapat digunakan untuk
pengenalan pola dalam suatu sampel antara
lain adalah metode Principal Component
Analysis (PCA), Partial Least Square (PLS),
analisis diskriminan, K-nearest neighbor, soft
independent modeling of class anology
(SIMCA), dan cluster analysis (Miller &
Miller 2000). Selain itu metode gabungan dari
PLS dengan discriminant analysis (PLSDA)
juga dapat digunakan untuk klasifikasi.
Penelitian ini bertujuan mendiferensiasikan
tiga jenis jahe menggunakan spektroskopi
FTIR dan metode pengenalan pola kimia
berdasarkan pada spektrum FTIR yang
dihasilkan dari masing-masing jenis jahe
dengan metode analisis multivariat PCA dan
PLSDA.
TINJAUAN PUSTAKA
Jahe
Jahe merupakan tanaman obat berupa
tumbuhan rimpang berbatang semu. Jahe
berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari
India sampai Cina. Oleh karena itu kedua
bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang
pertama kali memanfaatkan jahe terutama
sebagai bahan minuman, bumbu masak dan
obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam
suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili
dengan temu-temuan lainnya seperti temu
lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam
(Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma
domestica), kencur (Kaempferia galanga),
lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain.
Jahe (Zingiber officinale) adalah tanaman
yang tumbuh tegak dengan tinggi 30–60 cm.
Daun tanaman jahe berupa daun tunggal,
berbentuk lanset dan berujung runcing.
Mahkota bunga berwarna ungu, berbentuk
corong dengan panjang 2 – 2,5 cm. Sedangkan
buah berbentuk bulat panjang berwarna
cokelat dengan biji berwarna hitam.
2
Berdasarkan
ukuran
dan
warna
rimpangnya, jahe dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) varietas, yaitu jahe besar (jahe gajah),
jahe kecil (jahe emprit), dan jahe merah.
1) Jahe putih/kuning besar atau disebut
juga jahe gajah atau jahe badak. Rimpangnya
lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih
menggembung dari kedua varietas lainnya.
Jenis jahe ini biasa dikonsumsi baik saat
berumur muda maupun berumur tua, baik
sebagai jahe segar maupun jahe olahan.
2) Jahe putih/kuning kecil atau disebut
juga jahe sunti atau jahe emprit. Ruasnya
kecil, agak rata sampai agak sedikit
menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah
berumur tua. Kandungan minyak atsirinya
lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga
rasanya lebih pedas, disamping seratnya
tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obatobatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan
minyak atsirinya.
3) Jahe merah. Rimpangnya berwarna
merah dan lebih kecil dari pada jahe putih
kecil. Sama seperti jahe kecil, jahe merah
selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki
kandungan minyak atsiri yang sama dengan
jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obatobatan. Jahe merah berkhasiat dan bermanfaat
sebagai obat tradisional, yaitu untuk pencahar,
peluruh masuk angin, radang tenggorokan,
asma, dan lainnya (Matondang 2005).
Secara tradisional ekstrak jahe digunakan
antara lain sebagai obat sakit kepala, obat
batuk, masuk angin, untuk mengobati
gangguan
pada
saluran
pencernaan,
stimulansia, diuretik, rematik, menghilangkan
rasa sakit, obat anti-mual dan mabuk
perjalanan, karminatif (mengeluarkan gas dari
perut) dan sebagai obat luar untuk mengobati
gatal digigit serangga, keseleo, bengkak, serta
memar (Shukla 2007).
Berbagai penelitian membuktikan bahwa
jahe mempunyai sifat antioksidan dan
antikanker. Beberapa komponen utama dalam
jahe seperti gingerol, shogaol dan zingerone
memiliki sifat antioksidan di atas Vitamin E
(Kikuzaki & Nakatani 1993). Selain itu, jahe
mampu menaikkan aktivitas salah satu sel
darah putih, yaitu sel natural killer (NK)
dalam melisis sel targetnya, yaitu sel tumor
dan sel yang terinfeksi virus (Zakaria et al.
1999).
Kontrol Kualitas Tanaman Obat
Secara umum, satu atau dua komponen
aktif pharmakologis di dalam tumbuhtumbuhan herbal dan atau campuran herbal
sekarang ini digunakan untuk mengevaluasi
keaslian dan mutu dari obat herbal, dalam
identifikasi tanaman/jamu atau obat herbal,
dan dalam menentukan komposisi dari suatu
produk herbal. Penentuan seperti ini, tidak
memberi suatu gambaran lengkap dari suatu
produk herbal, sebab berbagai unsur biasanya
memiliki
respon
terhadap
efek
pengobatannya. Berbagai unsur ini mungkin
bekerja secara signifikan dan bisa dengan sulit
untuk dipisahkan dalam bentuk komponen
aktif. Lebih dari itu, unsur kimia dalam
komponen tumbuh-tumbuhan dalam produk
obat herbal mungkin sangat bergantung pada
musim panen, asal tanaman, proses
pengeringan dan faktor lain. Jadi, dibutuhkan
penentuan dari komponen fitokimia produk
herbal dengan tujuan menentukan mutu dan
repeatabilas
dari
riset
klinis
dan
pharmakologis, untuk memahami bioaktivitas
dan pengaruh komponen aktif untuk
meningkatkan kontrol mutu produk (Liang et
al. 2004).
Beberapa teknik kromatografi, seperti
kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC),
kromatografi gas (GC), elektroforesis kapiler
(CE) dan kromatografi lapis tipis (TLC), dapat
digunakan untuk kontrol mutu produk.
Dengan cara ini, produk herbal dapat
dianggap sebagai senyawa aktif. Konsep
fitoekuivalen dikembangkan di Jerman
dengan tujuan meningkatkan konsistensi
produk herbal. Menurut konsep ini, profil
suatu bahan kimia, seperti suatu sidik jari,
untuk produk herbal harus dibangun dan
dibandingkan dengan profil dari suatu produk
acuan secara klinis (Liang et al. 2004).
Menurut definisi, suatu sidik jari dari suatu
obat
herbal
merupakan
suatu
pola
kromatogram dari ekstrak beberapa bahan
kimia aktif secara pharmakologis atau secara
karakteristik kimiawi. Profil kromatogram ini
harus diperlihatkan melalui “integritas”,
“kesamaan” dan “perbedaan”. Hal ini berarti
dengan bantuan kromatogram sidik jari yang
diperoleh, pengesahan atau autentifikasi dan
identifikasi obat herbal dapat secara akurat
ditentukan walaupun konsentrasi atau
jumlahnya tidak sama persisnya untuk sampel
obah herbal yang berbeda. Atau kromatogram
sidik jari bisa memperlihatkan “kesamaan”
dan “perbedaan” dalam berbagai contoh.
Bagaimanapun, di dalam obat herbal dan
ekstraknya, ada beratus-ratus komponen yang
tak dikenal dan banyak di antara komponen
tersebut berada dalam jumlah yang sedikit.
Sebagai konsekwensi, untuk memperoleh
kromatogram sidik jari yang dapat dipercaya
3
4
PLS, dan artificial neural network (ANN)
(Brereton 2000). Selain itu, analisis
multivariat dapat digunakan untuk pengenalan
pola dalam suatu sampel melalui metode
PCA, discriminant analysis, K-nearest
neighbor, soft independent modeling of class
anology (SIMCA), dan cluster analysis
(Miller & Miller 2000).
Analisi Komponen Utama
Principal Component Analysis (PCA) atau
Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan
suatu metode analisis peubah ganda yang
bertujuan memperkecil dimensi peubah asal
sehingga diperoleh peubah baru (principal
component, PC) yang tidak saling berkorelasi
tetapi menyimpan sebagian informasi yang
terkandung pada peubah asal. Pemilihan PC
dilakukan sehingga PC pertama memiliki
variansi terbesar dalam set data, sedangkan
PC kedua tegak lurus terhadap PC pertama
dan memiliki variansi terbesar selanjutnya.
Dua PC pertama pada umumnya digunakan
sebagai bidang proyeksi untuk inspeksi visual
dari data (Miller & Miller 2000).
Teknik PCA berdasar pada dekomposisi
matriks data X (N x K) menjadi dua matriks T
(N x A) dan matriks P (K x A) yang saling
tegak lurus (Gambar 2). Matriks T yang
disebut
dengan
matriks
scores
menggambarkan variansi dalam objek,
sedangkan matriks P yang disebut matriks
loading menjelaskan pengaruh variabel
terhadap komponen utama. Matriks P terdiri
atas data asli dalam system koordinat baru.
Error dari model yang terbentuk dinyatakan
dalam E (Lohninger 2004).
a variable
k komponen
utama
X
tingginya korelasi dengan variabel respon
yang memberikan pengaruh besar, sehingga
lebih efektif dalam pendugaan. Kombinasi
linear variabel bebas yang dipilih harus
berkorelasi paling tinggi dengan variabel
respon dan dapat menjelaskan kombinasi dari
variable bebas (Miller & Miller 2000).
Teknik PLS digunakan untuk memprediksi
serangkaian peubah tak bebas (Y) dari peubah
bebas (X) yang jumlahnya sangat banyak,
memiliki struktur sistematik linear atau
nonlinear, dengan atau tanpa data yang hilang,
dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Metode
ini membentuk model dari peubah yang ada
untuk membentuk serangkaian respon dengan
menggunakan regresi kuadrat terkecil dalam
bentuk matriks. Teknik PLS menggambarkan
hubungan antara matriks X dan Y, serta tidak
dipengaruhi oleh multikolinearitas pada data,
sehingga teknik ini sangat baik digunakan
pada matriks yang sangat kompleks (Herliana
2008).
Terdapat dua jenis teknik PLS, yaitu
PLS-1 dan PLS-2. Model PLS-1 digunakan
untuk memprediksi satu peubah tak bebas (Y)
dari serangkaian peubah bebas (X), sedangkan
model PLS-2 digunakan untuk memprediksi
peubah tak bebas (Y) secara simultan dari
serangkaian peubah bebas (X) (Herliana
2008).
Parameter-parameter dalam PLS sebagai
metode kalibrasi adalah factors, loadings, dan
scores. Model PLS berdasar pada komponen
utama dari data bebas X dan data tak bebas Y.
inti dari PLS adalah untuk menghitung nilai
(scores) dari matriks X dan Y serta untuk
membuat model regresi antara nilai-nilai
tersebut.
Partial Least Square Discriminant Analysis
(PLSDA)
PT
=
T
+
E
n objeks
Gambar 2 Prinsip PCA (Lohninger 2004)
Partial Least Square (Kuadrat Terkecil
Parsial)
Partial Least Square (PLS) atau kuadrat
terkecil parsial adalah suatu teknik regresi
utama untuk penentuan data multivariat yang
diawali kombinasi linier dari variabel bebas.
Variabel dalam PLS ditunjukkan oleh
Partial Least Square Discriminant
Analysis (PLSDA) adalah salah satu metode
klasifikasi yang sering diterapkan dalam bidang
kemometrik dengan berlandaskan pendekatan
PLS (Hakim 2010). Standard algoritma PLS
yang dipergunakan dengan vector y yang tak
bebas yang berupa data kelompok. Dalam
kasus dua kelompok, biasanya nilai dari peubah
tak bebas diberikan 1 untuk satu kelompok dan
0 atau -1 untuk kelompok lainnya.
Metode
PLSDA
digunakan
ntuk
membangun suatu model. Model PLSDA
umumnya disebut "metode faktor" karena
mengubah
jumlah variabel yang besar
menjadi sejumlah kecil variabel orthogonal
yang disebut "faktor" atau "komponen utama"
5
(PC), yang merupakan kombinasi linier dari
variabel asli. PC pertama berisi informasi yag
lebih berguna, sedangkan yang terakhir
merupakan noise, dan tidak diperhitungkan
dalam model PLS. Jumlah optimum faktor
yang dipilih untuk kalibrasi dioptimalkan
secara otomatis oleh perangkat lunak yang
digunakan.
Berbeda dengan metode PCA, kebaikan
suatu model klasifikasi pada metode PLSDA
cukup dilihat dari nilai determination
coefficient (R2), root mean square error of
calibration (RMSEC) dan root mean square
error of prediction (RMSEP). Nilai RMSEC
merupakan galat yang dihasilkan dari set
kalibrasi.
emprit; 950 mg serbuk jahe merah dan 50 mg
serbuk lengkuas.
BAHAN DAN METODE
Pembuatan Larutan Standard Dan Sampel
Larutan standar yang mengandung 50
µg/mL 6-gingerol, 50 µg/mL 8-gingerol, 50
µg/mL 10-gingerol, dan 25 µg/mL 6-shogaol
dibuat dengan cara melarutkan masing-masing
2.2 mg 6-gingerol, 1 mg 8-gingerol, 1.6 mg
10-gingerol dan 0.4 mg 6-shogaol secara
berturut-turut didalam 100 mL methanol.
Larutan Sampel disiapkan dengan cara
menimbang 0.5 g serbuk jahe kemudian
dilarutkan dengan 100 mL methanol.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini ialah jahe merah, jahe gajah,
jahe emprit, lengkuas, methanol, dan KBr.
Alat yang digunakan adalah Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT), Fourier
Transform Infrared (FTIR)
Tahapan Penelitian
Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Simplisia jahe merah (JM), jahe emprit
(JE), jahe gajah (JG) dan lengkaus (L)dibuat
menjadi serbuk. Kemudian dibuat serbuk
simplisia campuran berupa 95% JM + 5% JG,
95% JM + 5% JE dan 95% JM + 5% L.
Serbuk simplisia murni dan campuran
dianalisis menggunakan FTIR dan KCKT
untuk menentukan konsentrasi 6-, 8-, 10gingerol dan 6-shogaol. Kemudian dilakukan
analisis multivariat pada spektrum FTIR yang
dihasilkan menggunakan metode PCA dan
PLSDA.
Preparasi Serbuk Sampel
Disiapkan masing-masing serbuk jahe
merah (JM), jahe gajah (JG), jahe emprit (JE),
dan lengkuas (L). Komposisi serbuk jahe
campuran dibuat dengan komposisi 95% jahe
merah dan 5% jahe gajah (JM+JG); 95% jahe
merah dan 5% jahe emprit (JM+JE); 95% jahe
merah dan 5% lengkuas (JM+L). Dengan cara
mencampurkan sebanyak 950 mg serbuk jahe
merah dan 50 mg serbuk jahe gajah; 950 mg
serbuk jahe merah dan 50 mg serbuk jahe
Analisi
Sampel
Menggunakan
Spektroskopi FTIR
Sebanyak 0.5 mg serbuk sampel yang
telah disiapkan dicampurkan dengan 180 mg
KBr untuk dijadikan pelet. Pelet dibuat
menggunakan hand press. Pengukuran
spektrum
dilakukan
menggunakan
spektrometer FTIR. Pengukuran dilakukan
pada kisaran daerah 4000-400 cm-1.
Penentuan Konsentrasi 6-gingerol, 8gingerol, 10-gingerol, dan 6 shogaol
Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT)
Analisis Menggunakan KCKT
Fase gerak KCKT yang digunakan untuk
penentuan 6-, 8-, 10-,gingerol dan 6-shogaol
adalah air : acetonitrile. Suhu kolom oven
dibuat menjadi 40°C. Detektor yang
digunakan adalah UV. Panjang gelombang
yang digunakan adalah 200 nm. Tekanan
kolom divariasikan dari 1300-1800 psi.
Volume larutan standard dan sampel yang
diinjeksikan adalah 10 µL.
Analisis Data Secara Kemometrik
Sebelum pembuatan model klasifikasi,
perlakuan pendahuluan berupa pemrosesan
sinyal dilakukan pada setiap spektrum yaitu
normalisasi (absorbansi terkecil dibuat
menjadi 0 dan absorbansi terbesar dibuat
menjadi 1), koreksi garis dasar, dan
dilanjutkan dengan pemulusan SavitzkyGolay.
Klasifikasi dengan menggunakan data
absorbansi pada spektrum yang telah
dilakukan normalisasi dan koreksi garis datar
pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan
peranti lunak Unscrambler X 10.0.
5
(PC), yang merupakan kombinasi linier dari
variabel asli. PC pertama berisi informasi yag
lebih berguna, sedangkan yang terakhir
merupakan noise, dan tidak diperhitungkan
dalam model PLS. Jumlah optimum faktor
yang dipilih untuk kalibrasi dioptimalkan
secara otomatis oleh perangkat lunak yang
digunakan.
Berbeda dengan metode PCA, kebaikan
suatu model klasifikasi pada metode PLSDA
cukup dilihat dari nilai determination
coefficient (R2), root mean square error of
calibration (RMSEC) dan root mean square
error of prediction (RMSEP). Nilai RMSEC
merupakan galat yang dihasilkan dari set
kalibrasi.
emprit; 950 mg serbuk jahe merah dan 50 mg
serbuk lengkuas.
BAHAN DAN METODE
Pembuatan Larutan Standard Dan Sampel
Larutan standar yang mengandung 50
µg/mL 6-gingerol, 50 µg/mL 8-gingerol, 50
µg/mL 10-gingerol, dan 25 µg/mL 6-shogaol
dibuat dengan cara melarutkan masing-masing
2.2 mg 6-gingerol, 1 mg 8-gingerol, 1.6 mg
10-gingerol dan 0.4 mg 6-shogaol secara
berturut-turut didalam 100 mL methanol.
Larutan Sampel disiapkan dengan cara
menimbang 0.5 g serbuk jahe kemudian
dilarutkan dengan 100 mL methanol.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini ialah jahe merah, jahe gajah,
jahe emprit, lengkuas, methanol, dan KBr.
Alat yang digunakan adalah Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT), Fourier
Transform Infrared (FTIR)
Tahapan Penelitian
Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Simplisia jahe merah (JM), jahe emprit
(JE), jahe gajah (JG) dan lengkaus (L)dibuat
menjadi serbuk. Kemudian dibuat serbuk
simplisia campuran berupa 95% JM + 5% JG,
95% JM + 5% JE dan 95% JM + 5% L.
Serbuk simplisia murni dan campuran
dianalisis menggunakan FTIR dan KCKT
untuk menentukan konsentrasi 6-, 8-, 10gingerol dan 6-shogaol. Kemudian dilakukan
analisis multivariat pada spektrum FTIR yang
dihasilkan menggunakan metode PCA dan
PLSDA.
Preparasi Serbuk Sampel
Disiapkan masing-masing serbuk jahe
merah (JM), jahe gajah (JG), jahe emprit (JE),
dan lengkuas (L). Komposisi serbuk jahe
campuran dibuat dengan komposisi 95% jahe
merah dan 5% jahe gajah (JM+JG); 95% jahe
merah dan 5% jahe emprit (JM+JE); 95% jahe
merah dan 5% lengkuas (JM+L). Dengan cara
mencampurkan sebanyak 950 mg serbuk jahe
merah dan 50 mg serbuk jahe gajah; 950 mg
serbuk jahe merah dan 50 mg serbuk jahe
Analisi
Sampel
Menggunakan
Spektroskopi FTIR
Sebanyak 0.5 mg serbuk sampel yang
telah disiapkan dicampurkan dengan 180 mg
KBr untuk dijadikan pelet. Pelet dibuat
menggunakan hand press. Pengukuran
spektrum
dilakukan
menggunakan
spektrometer FTIR. Pengukuran dilakukan
pada kisaran daerah 4000-400 cm-1.
Penentuan Konsentrasi 6-gingerol, 8gingerol, 10-gingerol, dan 6 shogaol
Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT)
Analisis Menggunakan KCKT
Fase gerak KCKT yang digunakan untuk
penentuan 6-, 8-, 10-,gingerol dan 6-shogaol
adalah air : acetonitrile. Suhu kolom oven
dibuat menjadi 40°C. Detektor yang
digunakan adalah UV. Panjang gelombang
yang digunakan adalah 200 nm. Tekanan
kolom divariasikan dari 1300-1800 psi.
Volume larutan standard dan sampel yang
diinjeksikan adalah 10 µL.
Analisis Data Secara Kemometrik
Sebelum pembuatan model klasifikasi,
perlakuan pendahuluan berupa pemrosesan
sinyal dilakukan pada setiap spektrum yaitu
normalisasi (absorbansi terkecil dibuat
menjadi 0 dan absorbansi terbesar dibuat
menjadi 1), koreksi garis dasar, dan
dilanjutkan dengan pemulusan SavitzkyGolay.
Klasifikasi dengan menggunakan data
absorbansi pada spektrum yang telah
dilakukan normalisasi dan koreksi garis datar
pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan
peranti lunak Unscrambler X 10.0.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis FTIR dan KCKT
Pengujian FTIR dilakukan pada simplisia
jahe merah, jahe gajah, jahe emprit, lengkuas
serta campuran antara simplisia jahe merah
dan jahe emprit, jahe merah dan jahe gajah,
serta jahe merah dan lengkuas. Setiap objek
amatan tersebut diukur sebanyak 10 kali
pengukuran menggunakan spektroskopi FTIR
sehingga diperoleh 10 spektrum untuk tiap
objek amatan.
Spektrum FTIR tidak memiliki pola
tertentu dan bersifat fluktuatif. Spektrum
FTIR sampel dapat dilihat pada Gambar 3.
Data spektrum FTIR yang digunakan berada
pada kisaran bilangan gelombang 3996.21
sampai 399.24 cm-1. Hasil spektrum yang
diperoleh dari keseluruhan simplisia memiliki
kemiripan yang tinggi sehingga sangat sulit
dibedakan. Menurut Chew et al.(2004)
perbedaan spektrum dari tanaman yang sejenis
tidak tampak dengan jelas dan pada umumnya
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Spektrum FTIR simplisia sampel terdapat
pada Lampiran 2.
Gambar 3
Spektrum FTIR simplisia jahe
emprit ( ), jahe gajah ( ), jahe
merah ( ), lengkuas ( ), jahe
merah + jahe emprit ( ), jahe
merah + jahe gajah ( ) dan jahe
merah + lengkuas ( )
Komposisi komponen kimia dari jahe
dapat juga digunakan untuk melihat perbedaan
antara varietas jahe. Komponen kimia utama
pada jahe adalah gingerol dan shogaol.
Gingerol merupakan senyawa utama
pembentuk rasa pedas pada jahe. Semakin
besar konsentrasi gingerol maka tingkat
kepedasan dari jahe tersebut semakin besar
pula.
Konsentrasi standar yang digunakan
adalah 50 µg/mL 6-gingerol, 50 µg/mL 8gingerol, 50 µg/mL 10-gingerol, dan 25
µg/mL 6-shogaol. Waktu retensi untuk larutan
standar berturut-turut untuk 6-, 8-, 10gingerol dan 6-shogaol adalah sebesar 12.14,
24.13, 29.563 dan 22.63 menit (Lampiran 3).
Hasil penentuan kadar 6-gingerol, 8gingerol, 10-gingerol, dan 6-shogaol dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Penentuan konsentrasi gingerol
dengan KCKT
Konsentrasi (µg/mL)
Larutan
6Gingerol
8Gingerol
10Gingerol
6Shogaol
Standard
50
50
50
25
JE
49.2245
25.0001
19.4540
13.0447
JG
20.2998
15.5979
9.9924
6.6709
JM
1.8828
2.8540
0.9665
2.3056
L
1.2119
6.3634
5.2333
3.1709
JM+JE
4.7888
2.7546
1.6467
1.9180
JM+JG
4.2571
2.7842
0.7699
1.8379
JM+L
1.4112
3.0364
1.1082
2.6706
Waktu retensi yang diperoleh untuk
masing-masing sampel dapat dilihat pada
Lampiran 4 dan 5. Jahe emprit memiliki
konsentrasi 6-, 8-, 10-gingerol dan 6-shogaol
yang paling tinggi di antara ketiga varietas
jahe. Jahe merah memiliki konsentrasi yang
terendah untuk keempat senyawa tersebut
Rendahnya nilai konsentrasi gingerol pada
jahe merah dapat disebabkan karena sampel
yang digunakan sudah tidak segar, sedangkan
gingerol dan shogaol akan terdapat banyak
pada jahe yang masih segar (Ketaren &
Djatmiko 1980).
Jahe yang mengalami proses pengolahan
dan pengeringan lebih lanjut, dapat juga
memengaruhi nilai konsentrasi gingerol.
Gingerol dapat berubah menjadi shogaol.
Gingerol dapat pula terdegradasi lebih lanjut
menjadi zingerone dan aldehida pada suhu
lebih tinggi (Connel & Sutherland 1969).
Reaksi perubahan gingerol menjadi shogaol
dan zingeron dapat dilihat pada Lampiran 6.
Reaksi-reaksi perusakan pada gingerol ini
dapat menyebabkan rasa pedas pada jahe
berkurang karena komponen pembentuk rasa
pedas utama pada jahe, yaitu gingerol, telah
terdegradasi menjadi senyawa lain.
7
8
R2
Spektrum
Turunan
Pertama
Spektrum
Turunan
Kedua
0.9099
Sampel
Spektrum
Normal
JE
0.9271
0.8081
JG
0.9094
0.8373
0.907
JM
0.9444
0.8072
0.9078
L
0.9987
0.9981
0.9961
JM+JE
0.8204
0.8359
0.9683
JM+JG
0.8522
0.8549
0.9667
JM+L
0.8891
0.8644
0.9926
RMSEC
Spektrum
Turunan
Pertama
Spektrum
Turunan
Kedua
0.0944
0.1532
0.105
Sampel
Spektrum
Normal
JE
JG
0.1052
0.1411
0.1067
JM
0.0825
0.1536
0.1062
L
0.1221
0.015
0.0217
JM+JE
0.1482
0.1417
0.0622
JM+JG
0.1345
0.1332
0.0638
JM+L
0.1162
0.1288
0.0299
9
model yang dibuat dari ketig
tiga jenis spektrum
(normal, turunan pertama dan turunan kedua),
maka klasifikasi dilakukan
an pada spektrum
turunan kedua. Hal ini dikar
arenakan spektrum
turunan kedua nilai RMSEC
C yang lebih kecil
dan R2 yang lebih besar dian
iantara kedua jenis
spektrum lainnya.
ukan pada 7 jenis
Klasifikasi awal dilakuk
kelas sampel yaitu L, JM,, JE, JG, JM+JG,
JM+JE, dan JM+L dengan total
to 70 observasi.
apat dilihat pada
Hasil analisis PLSDA dap
tersebut
Lampiran 15.Dari hasill analisis
a
da RMSEP (Tabel
diperoleh nilai R2 prediksi dan
menentukan
4). Nilai R2 dan RMSEP dapat
d
ng dilakukan.
kebaikan dari klasifikasi yang
2
an RMSEP seluruh
Tabel 4 Nilai R prediksi dan
sampel
RMSEP
R2
JE
0.231
0.573
Sampel
JG
0.2208
0.6374
JM
0.2183
0.585
L
0.0573
0.9757
JM+JE
0.202
0.6739
JM+JG
0.1916
0.7308
JM+L
0.1007
0.9167
Kelas sampel L dapat terklasifikasi
terk
dengan
baik dari kelas lainnya. Haal ini dilihat dari
nilai R2 prediksi dan RMSEP
SEP yang dihasilkan
sedangkan
yaitu sebesar 0.9757 dan 0.0573.
0.
n JG) serta sampel
sampel murni (JE, JM dan
campuran (JM+JE, JM+JG,, dan
d JM+L) belum
dapat terklasifikasi dengan baik.
ba
pada tiga
Klasifikasi berikutnya dilakukan
dila
JM, JE, dan
jenis kelas sampel murni yaitu
ya
kan untuk melihat
JG. Klasifikasi ini dilakuka
ga sampel tersebut.
keterpisahan diantara ketiga
ntuk jenis sampel
Hasil analisis PLSDA untu
ampiran 16.
murni dapat dilihat pada Lam
Tabel 5 Nilai R2 prediksi dan RMSEP sampel
JE, JG dan JM
Sample
RMSEP
R2
JE
0.1001
0.9518
JG
0.0873
0.9672
JM
0.0854
0.9642
Nilai R2 prediksi dan
an RMSEP yang
dihasilkan untuk untuk samp
pel JE, JG dan JM
dapat dilihat pada Tabel 5.. Berdasarkan
B
nilai
R2 prediksi dan RMSEP
P yang dihasilkan
ebut sudah dapat
ketiga jenis sampel terseb
terklasifikasi kedalam tiga kela
las klasifikasi
yang berbeda.
Sampel campuran yang beru
erupa JM+JE,
JM+JG dan JM+L juga dilaku
kukan analisis
untuk melihat keterpisahan dia
iantara ketiga
jenis sampel tersebut. Hasil analis
nalisis PLSDA
untuk jenis sampel murni dapat
at dilihat pada
Lampiran 17. Nilai R2 prediksii dan RMSEP
yang dihasilkan untuk ketigaa jenis kelas
sampel tersebut dapat dilihat pada
da Tabel 6.
Table 6 Nilai R2 prediksi dan RM
MSEP sampel
+L
JM+JE, JM+JG dan JM+
Sample
RMSEP
R2
JM+JE
0.2199
0.7591
JM+JG
0.2253
0.7804
JM+L
0.1706
0.8222
Ketiga jenis sampel campu
puran tersebut
belum dapat terklasifikasi denga
gan sempurna.
Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 pprediksi yang
dihasilkan yaitu 0.7591, 078044 dan 0.8222
masing-masing untuk JM+JE,, JM+JG dan
JM+L.
asi 6-, 8-, 10Gambar 7. Box plot konsentrasi
ogaol seluruh
gingerol dan 6-shog
sampel
ikasi diantara
Belum dapatnya terklasifika
tersebut juga
ketiga jenis sampel campuran te
isi 6-, 8-, 10dapat dibuktikan dari komposisi
gingerol dan 6-shogaol ketiga jjenis sampel
h.
tersebut yang tidak berbeda jauh.
SARAN
SIMPULAN DAN S
Simpulan
FTIR
yang
Teknik
spektroskopi
FT
digabungkan dengan aplikasii kemometrik
9
model yang dibuat dari ketig
tiga jenis spektrum
(normal, turunan pertama dan turunan kedua),
maka klasifikasi dilakukan
an pada spektrum
turunan kedua. Hal ini dikar
arenakan spektrum
turunan kedua nilai RMSEC
C yang lebih kecil
dan R2 yang lebih besar dian
iantara kedua jenis
spektrum lainnya.
ukan pada 7 jenis
Klasifikasi awal dilakuk
kelas sampel yaitu L, JM,, JE, JG, JM+JG,
JM+JE, dan JM+L dengan total
to 70 observasi.
apat dilihat pada
Hasil analisis PLSDA dap
tersebut
Lampiran 15.Dari hasill analisis
a
da RMSEP (Tabel
diperoleh nilai R2 prediksi dan
menentukan
4). Nilai R2 dan RMSEP dapat
d
ng dilakukan.
kebaikan dari klasifikasi yang
2
an RMSEP seluruh
Tabel 4 Nilai R prediksi dan
sampel
RMSEP
R2
JE
0.231
0.573
Sampel
JG
0.2208
0.6374
JM
0.2183
0.585
L
0.0573
0.9757
JM+JE
0.202
0.6739
JM+JG
0.1916
0.7308
JM+L
0.1007
0.9167
Kelas sampel L dapat terklasifikasi
terk
dengan
baik dari kelas lainnya. Haal ini dilihat dari
nilai R2 prediksi dan RMSEP
SEP yang dihasilkan
sedangkan
yaitu sebesar 0.9757 dan 0.0573.
0.
n JG) serta sampel
sampel murni (JE, JM dan
campuran (JM+JE, JM+JG,, dan
d JM+L) belum
dapat terklasifikasi dengan baik.
ba
pada tiga
Klasifikasi berikutnya dilakukan
dila
JM, JE, dan
jenis kelas sampel murni yaitu
ya
kan untuk melihat
JG. Klasifikasi ini dilakuka
ga sampel tersebut.
keterpisahan diantara ketiga
ntuk jenis sampel
Hasil analisis PLSDA untu
ampiran 16.
murni dapat dilihat pada Lam
Tabel 5 Nilai R2 prediksi dan RMSEP sampel
JE, JG dan JM
Sample
RMSEP
R2
JE
0.1001
0.9518
JG
0.0873
0.9672
JM
0.0854
0.9642
Nilai R2 prediksi dan
an RMSEP yang
dihasilkan untuk untuk samp
pel JE, JG dan JM
dapat dilihat pada Tabel 5.. Berdasarkan
B
nilai
R2 prediksi dan RMSEP
P yang dihasilkan
ebut sudah dapat
ketiga jenis sampel terseb
terklasifikasi kedalam tiga kela
las klasifikasi
yang berbeda.
Sampel campuran yang beru
erupa JM+JE,
JM+JG dan JM+L juga dilaku
kukan analisis
untuk melihat keterpisahan dia
iantara ketiga
jenis sampel tersebut. Hasil analis
nalisis PLSDA
untuk jenis sampel murni dapat
at dilihat pada
Lampiran 17. Nilai R2 prediksii dan RMSEP
yang dihasilkan untuk ketigaa jenis kelas
sampel tersebut dapat dilihat pada
da Tabel 6.
Table 6 Nilai R2 prediksi dan RM
MSEP sampel
+L
JM+JE, JM+JG dan JM+
Sample
RMSEP
R2
JM+JE
0.2199
0.7591
JM+JG
0.2253
0.7804
JM+L
0.1706
0.8222
Ketiga jenis sampel campu
puran tersebut
belum dapat terklasifikasi denga
gan sempurna.
Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 pprediksi yang
dihasilkan yaitu 0.7591, 078044 dan 0.8222
masing-masing untuk JM+JE,, JM+JG dan
JM+L.
asi 6-, 8-, 10Gambar 7. Box plot konsentrasi
ogaol seluruh
gingerol dan 6-shog
sampel
ikasi diantara
Belum dapatnya terklasifika
tersebut juga
ketiga jenis sampel campuran te
isi 6-, 8-, 10dapat dibuktikan dari komposisi
gingerol dan 6-shogaol ketiga jjenis sampel
h.
tersebut yang tidak berbeda jauh.
SARAN
SIMPULAN DAN S
Simpulan
FTIR
yang
Teknik
spektroskopi
FT
digabungkan dengan aplikasii kemometrik
10
sudah dapat digunakan untuk melakukan
diferensiasi pada jahe.
Analisis komponen utama pada spektrum
FTIR normal sudah dapat membedakan antara
sampel murni dan sampel campuran. Hanya
saja metode ini belum dapat memisahkan jenis
kelas sampel murni yaitu JE, JG dan JM.
Analisi menggunakan metode PLSDA sudah
dapat memisahkan jenis kelas sampel murni
yang berupa JE, JG, dan JM tetapi belum
dapat memisahkan jenis kelas sampel
campuran
Saran
Diferensiasi
dan
klasifikasi
perlu
dilakukan pada tanaman jahe yang masih
segar untuk melihat pengaruh besarnya
konsentrasi senyawa aktif yang terdapat pada
tanaman tersebut. Perlu dilakukan analisis
diskriminan lebih lanjut dengan metode
diskriminasi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Herliana S. 2008. Penentuan Simultan Kadar
Kafein, Vitamin B1, B2, dan B6 dengan
Teknik Spetroskopi UV-Vis Melalui
Pendekatan
Kalibrasi
Multivariat.
[Skripsi] Bogor: Departemen Kimia
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian
Bogor.
Ketaren, S. Djatmiko, B. 1980. Minyak Atsiri
Bersumber dari Akar dan Batang. Fakultas
Teknologi Hasil Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Kikuzaki H. Nakatani N. 1993. Antioxidant
effects of some ginger constituents. J.
Food Science. 58: 1.407−1.410.
Liang Xin-Mao, Yu Jin, Yan-ping Wang,
Gao-wa Jin, Qing Fu, Yuan-sheng Xiao.
2008. Qualitative and quantitative analysis
in quality control of traditional Chinese
medicines. J.Chroma. 026:2033-2044
Brereton RG. 2000. Introduction to
multivariate calibration in analytical
chemistry. Analyst 125:2125-2154
Lohninger
H.
2004.
Multivariate
calibration.[terhubung
berkala].
http://www.vias.org/tmdatanaleng/cc_mult
ivaritae.html [20 Februari 2010]
Chew OS, Hamdan MR, Ismail Z, Ahmad
MN. 2004. Assessment of herbal
medicines
by
chemometrics-assisted
interpretation of FTIR spectra. J Anal
Chim Acta, in press.
Matondang I. 2005. Zingiber officinale L.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tumbuhan Obat UNAS.
Christian GD. 1986. Analytical Chemistry. Ed
ke-4. New York: J Wiley.
Connel DW, MD Sutherland. 1969. A
Reexamination of Gingerol, Shogaol, and
Zingerone, the Pungent Compound of
Ginger (Zingiber Officianale Roscoe). J.
Aust. Chem. 22:1033-1043.
George B, McIntyre P. 1987. Infrared
Spectroscopy. London: J Wiley.
Hakim F. 2010. Penerapan Metode
Transformasi Wavelet Diskret dan Partial
Least Square Discriminant Analysis
(PLSDA) Untuk Klasifikasi Komponen
Obat Bahan Alam (Studi Kasus: Obat
Bahan
Alam/Fitofarmaka
Penurun
Tekanan Darah). [Skripsi]. Bogor:
Departement
Statistika
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor.
Meilinda M. 2008. Optimasi Formula Tablet
Hisap Jahe merah (Zingiber officinale
Roxb) Dengan Kombinasi LaktosaSorbitol
Sebagai Bahan Pengisi Dengan Metode
Simplex
Lattice
Design
[Skripsi].
Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Miller JC, Miller JN. 2000. Statistic and
Chemometrics for Analytical Chemistry.
Ed ke-4. Harlow: Pearson Education.
Nur MA, Adijuwana H. 1989. Teknik
Spektroskopi dalam analisis Biologi.
Bogor: PAU IPB.
Samiuela Lee, Cheang K, Clynton WH, Thuy
H, Bensoussan A. 1797. Liquid
Chromatographic Determination of 6-, 8-,
10-Gingerol, And 6-Shogaol in Ginger
(Zingiber officianale) As The Raw Herb
And Dried Aqueous Extract. Australia:
University of Western Sidney.
10
sudah dapat digunakan untuk melakukan
diferensiasi pada jahe.
Analisis komponen utama pada spektrum
FTIR normal sudah dapat membedakan antara
sampel murni dan sampel campuran. Hanya
saja metode ini belum dapat memisahkan jenis
kelas sampel murni yaitu JE, JG dan JM.
Analisi menggunakan metode PLSDA sudah
dapat memisahkan jenis kelas sampel murni
yang berupa JE, JG, dan JM tetapi belum
dapat memisahkan jenis kelas sampel
campuran
Saran
Diferensiasi
dan
klasifikasi
perlu
dilakukan pada tanaman jahe yang masih
segar untuk melihat pengaruh besarnya
konsentrasi senyawa aktif yang terdapat pada
tanaman tersebut. Perlu dilakukan analisis
diskriminan lebih lanjut dengan metode
diskriminasi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Herliana S. 2008. Penentuan Simultan Kadar
Kafein, Vitamin B1, B2, dan B6 dengan
Teknik Spetroskopi UV-Vis Melalui
Pendekatan
Kalibrasi
Multivariat.
[Skripsi] Bogor: Departemen Kimia
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian
Bogor.
Ketaren, S. Djatmiko, B. 1980. Minyak Atsiri
Bersumber dari Akar dan Batang. Fakultas
Teknologi Hasil Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Kikuzaki H. Nakatani N. 1993. Antioxidant
effects of some ginger constituents. J.
Food Science. 58: 1.407−1.410.
Liang Xin-Mao, Yu Jin, Yan-ping Wang,
Gao-wa Jin, Qing Fu, Yuan-sheng Xiao.
2008. Qualitative and quantitative analysis
in quality control of traditional Chinese
medicines. J.Chroma. 026:2033-2044
Brereton RG. 2000. Introduction to
multivariate calibration in analytical
chemistry. Analyst 125:2125-2154
Lohninger
H.
2004.
Multivariate
calibration.[terhubung
berkala].
http://www.vias.org/tmdatanaleng/cc_mult
ivaritae.html [20 Februari 2010]
Chew OS, Hamdan MR, Ismail Z, Ahmad
MN. 2004. Assessment of herbal
medicines
by
chemometrics-assisted
interpretation of FTIR spectra. J Anal
Chim Acta, in press.
Matondang I. 2005. Zingiber officinale L.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tumbuhan Obat UNAS.
Christian GD. 1986. Analytical Chemistry. Ed
ke-4. New York: J Wiley.
Connel DW, MD Sutherland. 1969. A
Reexamination of Gingerol, Shogaol, and
Zingerone, the Pungent Compound of
Ginger (Zingiber Officianale Roscoe). J.
Aust. Chem. 22:1033-1043.
George B, McIntyre P. 1987. Infrared
Spectroscopy. London: J Wiley.
Hakim F. 2010. Penerapan Metode
Transformasi Wavelet Diskret dan Partial
Least Square Discriminant Analysis
(PLSDA) Untuk Klasifikasi Komponen
Obat Bahan Alam (Studi Kasus: Obat
Bahan
Alam/Fitofarmaka
Penurun
Tekanan Darah). [Skripsi]. Bogor:
Departement
Statistika
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor.
Meilinda M. 2008. Optimasi Formula Tablet
Hisap Jahe merah (Zingiber officinale
Roxb) Dengan Kombinasi LaktosaSorbitol
Sebagai Bahan Pengisi Dengan Metode
Simplex
Lattice
Design
[Skripsi].
Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Miller JC, Miller JN. 2000. Statistic and
Chemometrics for Analytical Chemistry.
Ed ke-4. Harlow: Pearson Education.
Nur MA, Adijuwana H. 1989. Teknik
Spektroskopi dalam analisis Biologi.
Bogor: PAU IPB.
Samiuela Lee, Cheang K, Clynton WH, Thuy
H, Bensoussan A. 1797. Liquid
Chromatographic Determination of 6-, 8-,
10-Gingerol, And 6-Shogaol in Ginger
(Zingiber officianale) As The Raw Herb
And Dried Aqueous Extract. Australia:
University of Western Sidney.
11
Shukla Y, Singh M. 2007. Cancer preventive
properties of ginger : a brief review. J
Food Chem Toxicol. 45(5) :683-690.
Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA. 1998.
Principles of Instrumental Analysis. Ed ke5. Philadelphia: Harcourt Brace.
Stchur P, Cleveland D, Zhou J. Michel RG.
2002. A review of recent applications of
near infared spectroscopy, and the
characteristic of a novel PbS CCD arraybased near infrared spectrometer. Appl
Spect Rev 37:383-428.
Urbano et al. 2005. Ultraviolet–visible
spectroscopy and pattern recognition
methods
for
differentiation
and
classification of wines. J.foodchem.
97:166–175
Yulianti N. 2009. Penerapan Diskriminan
Kanonik Pada Komponen Kimia Aktif
Tanaman Obat Herbal (Temulawak,
Bangle, Kunyit). [Skripsi]. Bogor:
Departement
Statistika
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor.
Zakaria FR, Rajab TM 1999. Pengaruh
ekstrak jahe (Zingiber officinale Roscoe)
terhadap produksi radikal bebas makrofag
mencit sebagai indikator imunostimulan
secara in vitro. Persatuan Ahli Pangan
Indonesia (PATPI). Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Pangan: 707−716.
12
LAMPIRAN
13
Lampiran 1 Diagram Alir Kerja Penelitian
Pembuatan serbuk jahe
Pembuatan serbuk
jahe tunggal
Pembuatan serbuk
jahe campuran
95% JM +
5% JG
95% JM +
5% JE
95% JM +
5% L
Analisis
Penentuan Konsentrasi 6-, 8-, 10gingerol dan 6-shogaol menggunakan
KCKT
Analisis menggunakan
FTIR
Analisis Statistika
PCA
PLSDA
Keterangan: JM = Jahe Merah, JG = Jahe Gajah, JE = Jahe Emprit, L = Lengkuas
14
15
Retention Time
Area
Area %
Height
Height %
3.46
13244
0.15
835
0.21
4.547
82812
0.93
1849
0.46
4.643
13552
0.15
1769
0.44
5.993
167414
1.88
2576
0.64
6.703
118629
1.33
2637
0.66
6.853
34382
0.39
2600
0.65
7.143
42009
0.47
2562
0.64
7.51
147191
1.65
2704
0.67
8.397
36461
0.41
1782
0.44
8.76
31590
0.35
1540
0.38
9.133
10491
0.12
1266
0.31
9.28
10022
0.11
1176
0.29
9.847
214274
2.41
7595
1.89
10.903
44194
0.5
1299
0.32
12.14
1632010
18.33
56799
14.13
13.247
370
0
61
0.02
13.547
482
0.01
64
0.02
13.627
220
0
51
0.01
13.987
165
0
36
0.01
14.233
469
0.01
55
0.01
14.47
561
0.01
49
0.01
14.727
611
0.01
54
0.01
15.107
1868
0.02
101
0.03
15.337
714
0.01
96
0.02
15.427
266
0
59
0.01
15.517
212
0
59
0.01
16.16
3861
0.04
195
0.05
16.23
1275
0.01
174
0.04
16.403
487
0.01
120
0.03
16.54
386
0
57
0.01
17.143
1657
0.02
103
0.03
17.253
686
0.01
70
0.02
17.993
382
0
48
0.01
16
Lampiran 3 Kromatogram dan Hasil Pengukuran KCKT Larutan Standar (Lanjutan)
18.48
310
0
49
0.01
18.62
396
0
61
0.02
18.863
358
0
57
0.01
19.07
244
0
54
0.01
19.75
1227
0.01
54
0.01
19.81
86
0
43
0.01
19.96
164
0
45
0.01
20.973
71658
0.8
3404
0.85
21.48
217
0
68
0.02
22.63
886802
9.96
45256
11.25
24.13
1943362
21.82
98076
24.39
25.173
1156
0.01
185
0.05
25.5
2259
0.03
160
0.04
26.193
17084
0.19
780
0.19
26.673
71
0
31
0.01
26.787
353
0
59
0.01
26.917
185
0
76
0.02
26.947
189
0
59
0.01
27.047
317
0
65
0.02
27.177
189
0
46
0.01
27.327
157
0
38
0.01
27.437
346
0
53
0.01
27.727
970
0.01
81
0.02
28.263
86744
0.97
4628
1.15
28.947
4849
0.05
291
0.07
29.563
1529485
17.17
79533
19.78
30.623
14416
0.16
791
0.2
31.053
58009
0.65
1215
0.3
31.873
5884
0.07
543
0.14
32.107
3123
0.04
497
0.12
32.997
93003
1.04
2511
0.62
33.13
15393
0.17
2496
0.62
33.263
28603
0.32
2484
0.62
33.6
102834
1.15
2911
0.72
34.477
5333
0.06
354
0.09
35.11
4475
0.05
259
0.06
35.2
1423
0.02
259
0.06
35.477
12353
0.14
458
0.11
35.993
2890
0.03
188
0.05
36.403
54
0
29
0.01
36.863
4389
0.05
250
0.06
36.92
1028
0.01
216
0.05
37.183
3225
0.04
284
0.07
17
Lampiran 3 Kromatogram dan Hasil Pengukuran KCKT Larutan Standar (Lanjutan)
38.52
106145
1.19
1665
0.41
39.583
7881
0.09
398
0.1
39.913
516
0.01
96
0.02
40.083
469
0.01
106
0.03
40.15
548
0.01
119
0.03
40.227
302
0
116
0.03
40.32
886
0.01
125
0.03
40.447
579
0.01
90
0.02
40.623
123
0
46
0.01
41.05
285
0
57
0.01
41.157
157
0
50
0.01
41.273
168
0
39
0.01
41.693
1086
0.01
86
0.02
41.817
490
0.01
103
0.03
41.873
260
0
81
0.02
41.947
420
0
70
0.02
42.1
375
0
49
0.01
43.24
98468
1.11
3442
0.86
43.603
65498
0.74
2651
0.66
44.013
46817
0.53
1981
0.49
44.56
42247
0.47
2075
0.52
44.78
39370
0.44
2028
0.5
45.413
191547
2.15
6034
1.5
46.093
21732
0.24
2537
0.63
46.39
41221
0.46
2612
0.65
46.96
100315
1.13
3443
0.86
47.087
25430
0.29
3463
0.86
47.187
22662
0.25
3443
0.86
47.337
60673
0.68
3494
0.87
48.357
398853
4.48
14331
3.56
49.383
66984
0.75
4853
1.21
49.837
177
0
35
0.01
18
19
20
Lampiran 5 Tabulasi Pengukuran dan Perhitungan Konsentrasi 6-, 8-, 10-Gingerol dan 6-Shogaol Jahe Merah, Jahe Gajah, Jahe Emprit, Lengkuas, Jahe Merah
+ Jahe Gajah, Jahe Merah + Jahe Emprit dan Jahe Merah + Lengkuas
Waktu Retensin(menit)
8106Gingerol Gingerol Shogaol
24.13
29.563
22.63
6Gingerol
1632010
Luas Area
810Gingerol Gingerol
1943362 1529485
6Shogaol
886802
6Gingerol
50
Konsentrasi (µg/mL)
810Gingerol Gingerol
50
50
Standard
6Gingerol
12.14
JE
12.463
24.3
29.693
22.817
1606700
971686
595094
462726
49.2245
25.0001
19.4540
13.0447
JG
12.537
24.313
29.713
22.817
662592
606250
305666
236631
20.2998
15.5979
9.9924
6.6709
JM
12.617
24.45
29.717
22.85
61458
110928
29565
81786
1.8828
2.8540
0.9665
2.3056
L
12.313
24.073
29.653
22.647
39558
247328
1
NAFIUL UMAM. Spektroskopi FTIR dan Metode Pengenalan Pola Kimia Untuk
Diferensiasi Tanaman Jahe. Dibimbing oleh RUDI HERYANTO dan UTAMI DYAH
SYAFITRI.
Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu bahan baku obat tradisional. Jahe
sendiri terdiri atas tiga jenis varietas, akan tetapi dari ketiga jenis varietas jahe hanya dua
varietas yang sering di gunakan sebagai bahan baku obat herbal. Penggunaan jahe sebagai
bahan baku obat herbal dapat dipalsukan dengan cara mencampur antar varietas jahe atau
juga dengan lengkuas. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu teknik diferensiasi jahe
untuk mengontrol kualitas dari bahan baku obat herbal tersebut. Diferensiasi dapat
dilakukan pada spektrum FTIR dari simplisia tanaman jahe dengan bantuan analisis
multivariat. Analisis multivariat yang digunakan yaitu PCA (Principal Component
Analysis) dan PLSDA (Partial Least Square Discriminant Analysis). Metode PCA yang
digunakan pada spektrum normal dapat mengklasifikasikan sampel kedalam lima kelas
klasifikasi yang berbeda. Akan tetapi metode PCA yang digunakan belum mampu
memisahkan sampel murni yang berupa jahe emprit (JE), jahe gajah (JG), dan jahe merah
(JM). Metode PLSDA digunakan pada spektrum turunan kedua. Metode ini menghasilkan
nilai R2 prediksi untuk lengkuas (L), jahe emprit (JE), jahe gajah (JG), jahe merah (JM),
jahe merah + jahe emprit (JM+JE), jahe merah + jahe gajah (JM+JG), dan jahe merah +
lengkuas (JM+L) masing-masing sebesar 0.9575, 0.9518, 0.9672, 0.9642, 0.7591, 0.7804
dan 0.8222
ABSTRACT
NAFIUL UMAM. FTIR Spectroscopy and Chemical Pattern Recognition Method For
Differentiation of Ginger. Supervised by RUDI HERYANTO and UTAMI DYAH
SYAFITRI.
Ginger (Zingiber officinale) is one of raw materials the traditional medicine. Ginger
consist of three type of varieties, however from three type of ginger varieties only two
varieties which often used as a raw materials herbal medicine. Usage of ginger as a raw
material herbal medicine can be falsified by mixing betwen ginger varieties or also with
alpine galangal. Therefore it’s require a differentiation technique of ginger to control the
quality of raw material herbal medicine. FTIR spectrum of the ginger and multivariate
analysis can be used to differentiation. Multivariate analysis that used is PCA (Principal
Component Analysis) and PLSDA (Partial Least Square Discriminant Analysis). PCA
method used in the normal spectrum can classify the samples into five different
classification classes. However, PCA methods have not been able to separate pure
samples of JE, JG, and JM. PLSDA method used in the second derivative spectrum. This
Method produces R2 prediction value for L, JE, JG, JM, JM + JE, JM + JG, and JM + L
respectively, 0.9575, 0.9518, 0.9672, 0.9642, 0.7591, 0.7804 and 0.8222
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Obat-obatan tradisional atau jamu sering
kali menggunakan tanaman obat seperti jahe
sebagai bahan baku. Jahe merupakan tanaman
obat berupa tumbuhan rimpang berbatang
semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang
tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena
itu, kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai
bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe
terutama sebagai bahan minuman, bumbu
masak, dan obat-obatan tradisional. Tanaman
jahe termasuk suku Zingiberaceae, merupakan
salah satu tanaman rempah-rempahan yang
telah lama digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional (Meilinda 2008).
Berdasarkan
ukuran
dan
warna
rimpangnya, jahe dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) varietas, yaitu jahe besar (jahe gajah),
jahe kecil (jahe emprit), dan jahe merah.
Dalam dunia industri, jahe yang digunakan
sebagai bahan baku obat tradisional terkadang
bukan jahe murni, melainkan campuran dari
dua atau tiga jenis tanaman jahe atau bahkan
dengan tanaman lain yang memiliki
karakteristik hampir sama dengan jahe, seperti
lengkuas. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pencirian sifat komponen kimia aktif dari
ketiga jenis jahe tersebut agar dapat diketahui
ciri khas spektrum atau pola kimia dari ketiga
jenis tanaman jahe tersebut. Selain itu, juga
untuk mengetahui apakah jahe yang
digunakan sebagai tanaman bahan baku obat
merupakan jahe murni atau campuran dari
dua atau tiga jenis tanaman jahe.
Metode analisis yang dapat digunakan
untuk pencirian atau pembedaan dari ketiga
jenis jahe tersebut adalah dengan spektroskopi
Fourier Transform Infra Red (FTIR). Teknik
spektroskopi FTIR berpotensi sebagai metode
analisis cepat karena analisis dapat dilakukan
secara langsung pada serbuk kering sampel
tanpa tahapan pemisahan terlebih dahulu.
Spektrum FTIR yang dihasilkan merupakan
hasil interaksi antara senyawa-senyawa kimia
dalam matriks sampel yang sangat kompleks.
Spektrum ini sangat rumit dan perbedaan
antara spektrum dari tanaman yang sejenis
tidak tampak dengan jelas dan pada umumnya
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang
(Chew et al 2004). Untuk itu, diperlukan suatu
metode kemometrik untuk mendapatkan
informasi tersembunyi yang bersifat kualitatif
dan kuantitatif dari spektrum FTIR tersebut.
Teknik spektroskopi FTIR yang digabungkan
dengan kemometrik dapat digunakan sebagai
metode alternatif untuk pencirian atau
diferensiasi ketiga jenis jahe tersebut. Yulianti
(2009) telah menggunakan metode FTIR yang
digabungkan dengan teknik kemometrik untuk
melakukan diskriminasi komponen kimia di
dalam tanaman obat temu lawak, kunyit, dan
bangle. Selain itu Urbano et al (2005) juga
telah melakukan teknik diferensiasi dan
diskriminasi wines dengan menggunakan
teknik pengenalan pola (kemometrik) dan
spektroskopi Ultra Violet-Visible (UV-Vis).
Metode kemometrik yang dapat digunakan
ialah berupa analisis multivariat. Analisis
multivariat yang dapat digunakan untuk
pengenalan pola dalam suatu sampel antara
lain adalah metode Principal Component
Analysis (PCA), Partial Least Square (PLS),
analisis diskriminan, K-nearest neighbor, soft
independent modeling of class anology
(SIMCA), dan cluster analysis (Miller &
Miller 2000). Selain itu metode gabungan dari
PLS dengan discriminant analysis (PLSDA)
juga dapat digunakan untuk klasifikasi.
Penelitian ini bertujuan mendiferensiasikan
tiga jenis jahe menggunakan spektroskopi
FTIR dan metode pengenalan pola kimia
berdasarkan pada spektrum FTIR yang
dihasilkan dari masing-masing jenis jahe
dengan metode analisis multivariat PCA dan
PLSDA.
TINJAUAN PUSTAKA
Jahe
Jahe merupakan tanaman obat berupa
tumbuhan rimpang berbatang semu. Jahe
berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari
India sampai Cina. Oleh karena itu kedua
bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang
pertama kali memanfaatkan jahe terutama
sebagai bahan minuman, bumbu masak dan
obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam
suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili
dengan temu-temuan lainnya seperti temu
lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam
(Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma
domestica), kencur (Kaempferia galanga),
lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain.
Jahe (Zingiber officinale) adalah tanaman
yang tumbuh tegak dengan tinggi 30–60 cm.
Daun tanaman jahe berupa daun tunggal,
berbentuk lanset dan berujung runcing.
Mahkota bunga berwarna ungu, berbentuk
corong dengan panjang 2 – 2,5 cm. Sedangkan
buah berbentuk bulat panjang berwarna
cokelat dengan biji berwarna hitam.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Obat-obatan tradisional atau jamu sering
kali menggunakan tanaman obat seperti jahe
sebagai bahan baku. Jahe merupakan tanaman
obat berupa tumbuhan rimpang berbatang
semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang
tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena
itu, kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai
bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe
terutama sebagai bahan minuman, bumbu
masak, dan obat-obatan tradisional. Tanaman
jahe termasuk suku Zingiberaceae, merupakan
salah satu tanaman rempah-rempahan yang
telah lama digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional (Meilinda 2008).
Berdasarkan
ukuran
dan
warna
rimpangnya, jahe dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) varietas, yaitu jahe besar (jahe gajah),
jahe kecil (jahe emprit), dan jahe merah.
Dalam dunia industri, jahe yang digunakan
sebagai bahan baku obat tradisional terkadang
bukan jahe murni, melainkan campuran dari
dua atau tiga jenis tanaman jahe atau bahkan
dengan tanaman lain yang memiliki
karakteristik hampir sama dengan jahe, seperti
lengkuas. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pencirian sifat komponen kimia aktif dari
ketiga jenis jahe tersebut agar dapat diketahui
ciri khas spektrum atau pola kimia dari ketiga
jenis tanaman jahe tersebut. Selain itu, juga
untuk mengetahui apakah jahe yang
digunakan sebagai tanaman bahan baku obat
merupakan jahe murni atau campuran dari
dua atau tiga jenis tanaman jahe.
Metode analisis yang dapat digunakan
untuk pencirian atau pembedaan dari ketiga
jenis jahe tersebut adalah dengan spektroskopi
Fourier Transform Infra Red (FTIR). Teknik
spektroskopi FTIR berpotensi sebagai metode
analisis cepat karena analisis dapat dilakukan
secara langsung pada serbuk kering sampel
tanpa tahapan pemisahan terlebih dahulu.
Spektrum FTIR yang dihasilkan merupakan
hasil interaksi antara senyawa-senyawa kimia
dalam matriks sampel yang sangat kompleks.
Spektrum ini sangat rumit dan perbedaan
antara spektrum dari tanaman yang sejenis
tidak tampak dengan jelas dan pada umumnya
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang
(Chew et al 2004). Untuk itu, diperlukan suatu
metode kemometrik untuk mendapatkan
informasi tersembunyi yang bersifat kualitatif
dan kuantitatif dari spektrum FTIR tersebut.
Teknik spektroskopi FTIR yang digabungkan
dengan kemometrik dapat digunakan sebagai
metode alternatif untuk pencirian atau
diferensiasi ketiga jenis jahe tersebut. Yulianti
(2009) telah menggunakan metode FTIR yang
digabungkan dengan teknik kemometrik untuk
melakukan diskriminasi komponen kimia di
dalam tanaman obat temu lawak, kunyit, dan
bangle. Selain itu Urbano et al (2005) juga
telah melakukan teknik diferensiasi dan
diskriminasi wines dengan menggunakan
teknik pengenalan pola (kemometrik) dan
spektroskopi Ultra Violet-Visible (UV-Vis).
Metode kemometrik yang dapat digunakan
ialah berupa analisis multivariat. Analisis
multivariat yang dapat digunakan untuk
pengenalan pola dalam suatu sampel antara
lain adalah metode Principal Component
Analysis (PCA), Partial Least Square (PLS),
analisis diskriminan, K-nearest neighbor, soft
independent modeling of class anology
(SIMCA), dan cluster analysis (Miller &
Miller 2000). Selain itu metode gabungan dari
PLS dengan discriminant analysis (PLSDA)
juga dapat digunakan untuk klasifikasi.
Penelitian ini bertujuan mendiferensiasikan
tiga jenis jahe menggunakan spektroskopi
FTIR dan metode pengenalan pola kimia
berdasarkan pada spektrum FTIR yang
dihasilkan dari masing-masing jenis jahe
dengan metode analisis multivariat PCA dan
PLSDA.
TINJAUAN PUSTAKA
Jahe
Jahe merupakan tanaman obat berupa
tumbuhan rimpang berbatang semu. Jahe
berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari
India sampai Cina. Oleh karena itu kedua
bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang
pertama kali memanfaatkan jahe terutama
sebagai bahan minuman, bumbu masak dan
obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam
suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili
dengan temu-temuan lainnya seperti temu
lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam
(Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma
domestica), kencur (Kaempferia galanga),
lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain.
Jahe (Zingiber officinale) adalah tanaman
yang tumbuh tegak dengan tinggi 30–60 cm.
Daun tanaman jahe berupa daun tunggal,
berbentuk lanset dan berujung runcing.
Mahkota bunga berwarna ungu, berbentuk
corong dengan panjang 2 – 2,5 cm. Sedangkan
buah berbentuk bulat panjang berwarna
cokelat dengan biji berwarna hitam.
2
Berdasarkan
ukuran
dan
warna
rimpangnya, jahe dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) varietas, yaitu jahe besar (jahe gajah),
jahe kecil (jahe emprit), dan jahe merah.
1) Jahe putih/kuning besar atau disebut
juga jahe gajah atau jahe badak. Rimpangnya
lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih
menggembung dari kedua varietas lainnya.
Jenis jahe ini biasa dikonsumsi baik saat
berumur muda maupun berumur tua, baik
sebagai jahe segar maupun jahe olahan.
2) Jahe putih/kuning kecil atau disebut
juga jahe sunti atau jahe emprit. Ruasnya
kecil, agak rata sampai agak sedikit
menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah
berumur tua. Kandungan minyak atsirinya
lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga
rasanya lebih pedas, disamping seratnya
tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obatobatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan
minyak atsirinya.
3) Jahe merah. Rimpangnya berwarna
merah dan lebih kecil dari pada jahe putih
kecil. Sama seperti jahe kecil, jahe merah
selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki
kandungan minyak atsiri yang sama dengan
jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obatobatan. Jahe merah berkhasiat dan bermanfaat
sebagai obat tradisional, yaitu untuk pencahar,
peluruh masuk angin, radang tenggorokan,
asma, dan lainnya (Matondang 2005).
Secara tradisional ekstrak jahe digunakan
antara lain sebagai obat sakit kepala, obat
batuk, masuk angin, untuk mengobati
gangguan
pada
saluran
pencernaan,
stimulansia, diuretik, rematik, menghilangkan
rasa sakit, obat anti-mual dan mabuk
perjalanan, karminatif (mengeluarkan gas dari
perut) dan sebagai obat luar untuk mengobati
gatal digigit serangga, keseleo, bengkak, serta
memar (Shukla 2007).
Berbagai penelitian membuktikan bahwa
jahe mempunyai sifat antioksidan dan
antikanker. Beberapa komponen utama dalam
jahe seperti gingerol, shogaol dan zingerone
memiliki sifat antioksidan di atas Vitamin E
(Kikuzaki & Nakatani 1993). Selain itu, jahe
mampu menaikkan aktivitas salah satu sel
darah putih, yaitu sel natural killer (NK)
dalam melisis sel targetnya, yaitu sel tumor
dan sel yang terinfeksi virus (Zakaria et al.
1999).
Kontrol Kualitas Tanaman Obat
Secara umum, satu atau dua komponen
aktif pharmakologis di dalam tumbuhtumbuhan herbal dan atau campuran herbal
sekarang ini digunakan untuk mengevaluasi
keaslian dan mutu dari obat herbal, dalam
identifikasi tanaman/jamu atau obat herbal,
dan dalam menentukan komposisi dari suatu
produk herbal. Penentuan seperti ini, tidak
memberi suatu gambaran lengkap dari suatu
produk herbal, sebab berbagai unsur biasanya
memiliki
respon
terhadap
efek
pengobatannya. Berbagai unsur ini mungkin
bekerja secara signifikan dan bisa dengan sulit
untuk dipisahkan dalam bentuk komponen
aktif. Lebih dari itu, unsur kimia dalam
komponen tumbuh-tumbuhan dalam produk
obat herbal mungkin sangat bergantung pada
musim panen, asal tanaman, proses
pengeringan dan faktor lain. Jadi, dibutuhkan
penentuan dari komponen fitokimia produk
herbal dengan tujuan menentukan mutu dan
repeatabilas
dari
riset
klinis
dan
pharmakologis, untuk memahami bioaktivitas
dan pengaruh komponen aktif untuk
meningkatkan kontrol mutu produk (Liang et
al. 2004).
Beberapa teknik kromatografi, seperti
kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC),
kromatografi gas (GC), elektroforesis kapiler
(CE) dan kromatografi lapis tipis (TLC), dapat
digunakan untuk kontrol mutu produk.
Dengan cara ini, produk herbal dapat
dianggap sebagai senyawa aktif. Konsep
fitoekuivalen dikembangkan di Jerman
dengan tujuan meningkatkan konsistensi
produk herbal. Menurut konsep ini, profil
suatu bahan kimia, seperti suatu sidik jari,
untuk produk herbal harus dibangun dan
dibandingkan dengan profil dari suatu produk
acuan secara klinis (Liang et al. 2004).
Menurut definisi, suatu sidik jari dari suatu
obat
herbal
merupakan
suatu
pola
kromatogram dari ekstrak beberapa bahan
kimia aktif secara pharmakologis atau secara
karakteristik kimiawi. Profil kromatogram ini
harus diperlihatkan melalui “integritas”,
“kesamaan” dan “perbedaan”. Hal ini berarti
dengan bantuan kromatogram sidik jari yang
diperoleh, pengesahan atau autentifikasi dan
identifikasi obat herbal dapat secara akurat
ditentukan walaupun konsentrasi atau
jumlahnya tidak sama persisnya untuk sampel
obah herbal yang berbeda. Atau kromatogram
sidik jari bisa memperlihatkan “kesamaan”
dan “perbedaan” dalam berbagai contoh.
Bagaimanapun, di dalam obat herbal dan
ekstraknya, ada beratus-ratus komponen yang
tak dikenal dan banyak di antara komponen
tersebut berada dalam jumlah yang sedikit.
Sebagai konsekwensi, untuk memperoleh
kromatogram sidik jari yang dapat dipercaya
3
4
PLS, dan artificial neural network (ANN)
(Brereton 2000). Selain itu, analisis
multivariat dapat digunakan untuk pengenalan
pola dalam suatu sampel melalui metode
PCA, discriminant analysis, K-nearest
neighbor, soft independent modeling of class
anology (SIMCA), dan cluster analysis
(Miller & Miller 2000).
Analisi Komponen Utama
Principal Component Analysis (PCA) atau
Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan
suatu metode analisis peubah ganda yang
bertujuan memperkecil dimensi peubah asal
sehingga diperoleh peubah baru (principal
component, PC) yang tidak saling berkorelasi
tetapi menyimpan sebagian informasi yang
terkandung pada peubah asal. Pemilihan PC
dilakukan sehingga PC pertama memiliki
variansi terbesar dalam set data, sedangkan
PC kedua tegak lurus terhadap PC pertama
dan memiliki variansi terbesar selanjutnya.
Dua PC pertama pada umumnya digunakan
sebagai bidang proyeksi untuk inspeksi visual
dari data (Miller & Miller 2000).
Teknik PCA berdasar pada dekomposisi
matriks data X (N x K) menjadi dua matriks T
(N x A) dan matriks P (K x A) yang saling
tegak lurus (Gambar 2). Matriks T yang
disebut
dengan
matriks
scores
menggambarkan variansi dalam objek,
sedangkan matriks P yang disebut matriks
loading menjelaskan pengaruh variabel
terhadap komponen utama. Matriks P terdiri
atas data asli dalam system koordinat baru.
Error dari model yang terbentuk dinyatakan
dalam E (Lohninger 2004).
a variable
k komponen
utama
X
tingginya korelasi dengan variabel respon
yang memberikan pengaruh besar, sehingga
lebih efektif dalam pendugaan. Kombinasi
linear variabel bebas yang dipilih harus
berkorelasi paling tinggi dengan variabel
respon dan dapat menjelaskan kombinasi dari
variable bebas (Miller & Miller 2000).
Teknik PLS digunakan untuk memprediksi
serangkaian peubah tak bebas (Y) dari peubah
bebas (X) yang jumlahnya sangat banyak,
memiliki struktur sistematik linear atau
nonlinear, dengan atau tanpa data yang hilang,
dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Metode
ini membentuk model dari peubah yang ada
untuk membentuk serangkaian respon dengan
menggunakan regresi kuadrat terkecil dalam
bentuk matriks. Teknik PLS menggambarkan
hubungan antara matriks X dan Y, serta tidak
dipengaruhi oleh multikolinearitas pada data,
sehingga teknik ini sangat baik digunakan
pada matriks yang sangat kompleks (Herliana
2008).
Terdapat dua jenis teknik PLS, yaitu
PLS-1 dan PLS-2. Model PLS-1 digunakan
untuk memprediksi satu peubah tak bebas (Y)
dari serangkaian peubah bebas (X), sedangkan
model PLS-2 digunakan untuk memprediksi
peubah tak bebas (Y) secara simultan dari
serangkaian peubah bebas (X) (Herliana
2008).
Parameter-parameter dalam PLS sebagai
metode kalibrasi adalah factors, loadings, dan
scores. Model PLS berdasar pada komponen
utama dari data bebas X dan data tak bebas Y.
inti dari PLS adalah untuk menghitung nilai
(scores) dari matriks X dan Y serta untuk
membuat model regresi antara nilai-nilai
tersebut.
Partial Least Square Discriminant Analysis
(PLSDA)
PT
=
T
+
E
n objeks
Gambar 2 Prinsip PCA (Lohninger 2004)
Partial Least Square (Kuadrat Terkecil
Parsial)
Partial Least Square (PLS) atau kuadrat
terkecil parsial adalah suatu teknik regresi
utama untuk penentuan data multivariat yang
diawali kombinasi linier dari variabel bebas.
Variabel dalam PLS ditunjukkan oleh
Partial Least Square Discriminant
Analysis (PLSDA) adalah salah satu metode
klasifikasi yang sering diterapkan dalam bidang
kemometrik dengan berlandaskan pendekatan
PLS (Hakim 2010). Standard algoritma PLS
yang dipergunakan dengan vector y yang tak
bebas yang berupa data kelompok. Dalam
kasus dua kelompok, biasanya nilai dari peubah
tak bebas diberikan 1 untuk satu kelompok dan
0 atau -1 untuk kelompok lainnya.
Metode
PLSDA
digunakan
ntuk
membangun suatu model. Model PLSDA
umumnya disebut "metode faktor" karena
mengubah
jumlah variabel yang besar
menjadi sejumlah kecil variabel orthogonal
yang disebut "faktor" atau "komponen utama"
5
(PC), yang merupakan kombinasi linier dari
variabel asli. PC pertama berisi informasi yag
lebih berguna, sedangkan yang terakhir
merupakan noise, dan tidak diperhitungkan
dalam model PLS. Jumlah optimum faktor
yang dipilih untuk kalibrasi dioptimalkan
secara otomatis oleh perangkat lunak yang
digunakan.
Berbeda dengan metode PCA, kebaikan
suatu model klasifikasi pada metode PLSDA
cukup dilihat dari nilai determination
coefficient (R2), root mean square error of
calibration (RMSEC) dan root mean square
error of prediction (RMSEP). Nilai RMSEC
merupakan galat yang dihasilkan dari set
kalibrasi.
emprit; 950 mg serbuk jahe merah dan 50 mg
serbuk lengkuas.
BAHAN DAN METODE
Pembuatan Larutan Standard Dan Sampel
Larutan standar yang mengandung 50
µg/mL 6-gingerol, 50 µg/mL 8-gingerol, 50
µg/mL 10-gingerol, dan 25 µg/mL 6-shogaol
dibuat dengan cara melarutkan masing-masing
2.2 mg 6-gingerol, 1 mg 8-gingerol, 1.6 mg
10-gingerol dan 0.4 mg 6-shogaol secara
berturut-turut didalam 100 mL methanol.
Larutan Sampel disiapkan dengan cara
menimbang 0.5 g serbuk jahe kemudian
dilarutkan dengan 100 mL methanol.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini ialah jahe merah, jahe gajah,
jahe emprit, lengkuas, methanol, dan KBr.
Alat yang digunakan adalah Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT), Fourier
Transform Infrared (FTIR)
Tahapan Penelitian
Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Simplisia jahe merah (JM), jahe emprit
(JE), jahe gajah (JG) dan lengkaus (L)dibuat
menjadi serbuk. Kemudian dibuat serbuk
simplisia campuran berupa 95% JM + 5% JG,
95% JM + 5% JE dan 95% JM + 5% L.
Serbuk simplisia murni dan campuran
dianalisis menggunakan FTIR dan KCKT
untuk menentukan konsentrasi 6-, 8-, 10gingerol dan 6-shogaol. Kemudian dilakukan
analisis multivariat pada spektrum FTIR yang
dihasilkan menggunakan metode PCA dan
PLSDA.
Preparasi Serbuk Sampel
Disiapkan masing-masing serbuk jahe
merah (JM), jahe gajah (JG), jahe emprit (JE),
dan lengkuas (L). Komposisi serbuk jahe
campuran dibuat dengan komposisi 95% jahe
merah dan 5% jahe gajah (JM+JG); 95% jahe
merah dan 5% jahe emprit (JM+JE); 95% jahe
merah dan 5% lengkuas (JM+L). Dengan cara
mencampurkan sebanyak 950 mg serbuk jahe
merah dan 50 mg serbuk jahe gajah; 950 mg
serbuk jahe merah dan 50 mg serbuk jahe
Analisi
Sampel
Menggunakan
Spektroskopi FTIR
Sebanyak 0.5 mg serbuk sampel yang
telah disiapkan dicampurkan dengan 180 mg
KBr untuk dijadikan pelet. Pelet dibuat
menggunakan hand press. Pengukuran
spektrum
dilakukan
menggunakan
spektrometer FTIR. Pengukuran dilakukan
pada kisaran daerah 4000-400 cm-1.
Penentuan Konsentrasi 6-gingerol, 8gingerol, 10-gingerol, dan 6 shogaol
Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT)
Analisis Menggunakan KCKT
Fase gerak KCKT yang digunakan untuk
penentuan 6-, 8-, 10-,gingerol dan 6-shogaol
adalah air : acetonitrile. Suhu kolom oven
dibuat menjadi 40°C. Detektor yang
digunakan adalah UV. Panjang gelombang
yang digunakan adalah 200 nm. Tekanan
kolom divariasikan dari 1300-1800 psi.
Volume larutan standard dan sampel yang
diinjeksikan adalah 10 µL.
Analisis Data Secara Kemometrik
Sebelum pembuatan model klasifikasi,
perlakuan pendahuluan berupa pemrosesan
sinyal dilakukan pada setiap spektrum yaitu
normalisasi (absorbansi terkecil dibuat
menjadi 0 dan absorbansi terbesar dibuat
menjadi 1), koreksi garis dasar, dan
dilanjutkan dengan pemulusan SavitzkyGolay.
Klasifikasi dengan menggunakan data
absorbansi pada spektrum yang telah
dilakukan normalisasi dan koreksi garis datar
pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan
peranti lunak Unscrambler X 10.0.
5
(PC), yang merupakan kombinasi linier dari
variabel asli. PC pertama berisi informasi yag
lebih berguna, sedangkan yang terakhir
merupakan noise, dan tidak diperhitungkan
dalam model PLS. Jumlah optimum faktor
yang dipilih untuk kalibrasi dioptimalkan
secara otomatis oleh perangkat lunak yang
digunakan.
Berbeda dengan metode PCA, kebaikan
suatu model klasifikasi pada metode PLSDA
cukup dilihat dari nilai determination
coefficient (R2), root mean square error of
calibration (RMSEC) dan root mean square
error of prediction (RMSEP). Nilai RMSEC
merupakan galat yang dihasilkan dari set
kalibrasi.
emprit; 950 mg serbuk jahe merah dan 50 mg
serbuk lengkuas.
BAHAN DAN METODE
Pembuatan Larutan Standard Dan Sampel
Larutan standar yang mengandung 50
µg/mL 6-gingerol, 50 µg/mL 8-gingerol, 50
µg/mL 10-gingerol, dan 25 µg/mL 6-shogaol
dibuat dengan cara melarutkan masing-masing
2.2 mg 6-gingerol, 1 mg 8-gingerol, 1.6 mg
10-gingerol dan 0.4 mg 6-shogaol secara
berturut-turut didalam 100 mL methanol.
Larutan Sampel disiapkan dengan cara
menimbang 0.5 g serbuk jahe kemudian
dilarutkan dengan 100 mL methanol.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini ialah jahe merah, jahe gajah,
jahe emprit, lengkuas, methanol, dan KBr.
Alat yang digunakan adalah Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT), Fourier
Transform Infrared (FTIR)
Tahapan Penelitian
Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Simplisia jahe merah (JM), jahe emprit
(JE), jahe gajah (JG) dan lengkaus (L)dibuat
menjadi serbuk. Kemudian dibuat serbuk
simplisia campuran berupa 95% JM + 5% JG,
95% JM + 5% JE dan 95% JM + 5% L.
Serbuk simplisia murni dan campuran
dianalisis menggunakan FTIR dan KCKT
untuk menentukan konsentrasi 6-, 8-, 10gingerol dan 6-shogaol. Kemudian dilakukan
analisis multivariat pada spektrum FTIR yang
dihasilkan menggunakan metode PCA dan
PLSDA.
Preparasi Serbuk Sampel
Disiapkan masing-masing serbuk jahe
merah (JM), jahe gajah (JG), jahe emprit (JE),
dan lengkuas (L). Komposisi serbuk jahe
campuran dibuat dengan komposisi 95% jahe
merah dan 5% jahe gajah (JM+JG); 95% jahe
merah dan 5% jahe emprit (JM+JE); 95% jahe
merah dan 5% lengkuas (JM+L). Dengan cara
mencampurkan sebanyak 950 mg serbuk jahe
merah dan 50 mg serbuk jahe gajah; 950 mg
serbuk jahe merah dan 50 mg serbuk jahe
Analisi
Sampel
Menggunakan
Spektroskopi FTIR
Sebanyak 0.5 mg serbuk sampel yang
telah disiapkan dicampurkan dengan 180 mg
KBr untuk dijadikan pelet. Pelet dibuat
menggunakan hand press. Pengukuran
spektrum
dilakukan
menggunakan
spektrometer FTIR. Pengukuran dilakukan
pada kisaran daerah 4000-400 cm-1.
Penentuan Konsentrasi 6-gingerol, 8gingerol, 10-gingerol, dan 6 shogaol
Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT)
Analisis Menggunakan KCKT
Fase gerak KCKT yang digunakan untuk
penentuan 6-, 8-, 10-,gingerol dan 6-shogaol
adalah air : acetonitrile. Suhu kolom oven
dibuat menjadi 40°C. Detektor yang
digunakan adalah UV. Panjang gelombang
yang digunakan adalah 200 nm. Tekanan
kolom divariasikan dari 1300-1800 psi.
Volume larutan standard dan sampel yang
diinjeksikan adalah 10 µL.
Analisis Data Secara Kemometrik
Sebelum pembuatan model klasifikasi,
perlakuan pendahuluan berupa pemrosesan
sinyal dilakukan pada setiap spektrum yaitu
normalisasi (absorbansi terkecil dibuat
menjadi 0 dan absorbansi terbesar dibuat
menjadi 1), koreksi garis dasar, dan
dilanjutkan dengan pemulusan SavitzkyGolay.
Klasifikasi dengan menggunakan data
absorbansi pada spektrum yang telah
dilakukan normalisasi dan koreksi garis datar
pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan
peranti lunak Unscrambler X 10.0.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis FTIR dan KCKT
Pengujian FTIR dilakukan pada simplisia
jahe merah, jahe gajah, jahe emprit, lengkuas
serta campuran antara simplisia jahe merah
dan jahe emprit, jahe merah dan jahe gajah,
serta jahe merah dan lengkuas. Setiap objek
amatan tersebut diukur sebanyak 10 kali
pengukuran menggunakan spektroskopi FTIR
sehingga diperoleh 10 spektrum untuk tiap
objek amatan.
Spektrum FTIR tidak memiliki pola
tertentu dan bersifat fluktuatif. Spektrum
FTIR sampel dapat dilihat pada Gambar 3.
Data spektrum FTIR yang digunakan berada
pada kisaran bilangan gelombang 3996.21
sampai 399.24 cm-1. Hasil spektrum yang
diperoleh dari keseluruhan simplisia memiliki
kemiripan yang tinggi sehingga sangat sulit
dibedakan. Menurut Chew et al.(2004)
perbedaan spektrum dari tanaman yang sejenis
tidak tampak dengan jelas dan pada umumnya
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Spektrum FTIR simplisia sampel terdapat
pada Lampiran 2.
Gambar 3
Spektrum FTIR simplisia jahe
emprit ( ), jahe gajah ( ), jahe
merah ( ), lengkuas ( ), jahe
merah + jahe emprit ( ), jahe
merah + jahe gajah ( ) dan jahe
merah + lengkuas ( )
Komposisi komponen kimia dari jahe
dapat juga digunakan untuk melihat perbedaan
antara varietas jahe. Komponen kimia utama
pada jahe adalah gingerol dan shogaol.
Gingerol merupakan senyawa utama
pembentuk rasa pedas pada jahe. Semakin
besar konsentrasi gingerol maka tingkat
kepedasan dari jahe tersebut semakin besar
pula.
Konsentrasi standar yang digunakan
adalah 50 µg/mL 6-gingerol, 50 µg/mL 8gingerol, 50 µg/mL 10-gingerol, dan 25
µg/mL 6-shogaol. Waktu retensi untuk larutan
standar berturut-turut untuk 6-, 8-, 10gingerol dan 6-shogaol adalah sebesar 12.14,
24.13, 29.563 dan 22.63 menit (Lampiran 3).
Hasil penentuan kadar 6-gingerol, 8gingerol, 10-gingerol, dan 6-shogaol dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Penentuan konsentrasi gingerol
dengan KCKT
Konsentrasi (µg/mL)
Larutan
6Gingerol
8Gingerol
10Gingerol
6Shogaol
Standard
50
50
50
25
JE
49.2245
25.0001
19.4540
13.0447
JG
20.2998
15.5979
9.9924
6.6709
JM
1.8828
2.8540
0.9665
2.3056
L
1.2119
6.3634
5.2333
3.1709
JM+JE
4.7888
2.7546
1.6467
1.9180
JM+JG
4.2571
2.7842
0.7699
1.8379
JM+L
1.4112
3.0364
1.1082
2.6706
Waktu retensi yang diperoleh untuk
masing-masing sampel dapat dilihat pada
Lampiran 4 dan 5. Jahe emprit memiliki
konsentrasi 6-, 8-, 10-gingerol dan 6-shogaol
yang paling tinggi di antara ketiga varietas
jahe. Jahe merah memiliki konsentrasi yang
terendah untuk keempat senyawa tersebut
Rendahnya nilai konsentrasi gingerol pada
jahe merah dapat disebabkan karena sampel
yang digunakan sudah tidak segar, sedangkan
gingerol dan shogaol akan terdapat banyak
pada jahe yang masih segar (Ketaren &
Djatmiko 1980).
Jahe yang mengalami proses pengolahan
dan pengeringan lebih lanjut, dapat juga
memengaruhi nilai konsentrasi gingerol.
Gingerol dapat berubah menjadi shogaol.
Gingerol dapat pula terdegradasi lebih lanjut
menjadi zingerone dan aldehida pada suhu
lebih tinggi (Connel & Sutherland 1969).
Reaksi perubahan gingerol menjadi shogaol
dan zingeron dapat dilihat pada Lampiran 6.
Reaksi-reaksi perusakan pada gingerol ini
dapat menyebabkan rasa pedas pada jahe
berkurang karena komponen pembentuk rasa
pedas utama pada jahe, yaitu gingerol, telah
terdegradasi menjadi senyawa lain.
7
8
R2
Spektrum
Turunan
Pertama
Spektrum
Turunan
Kedua
0.9099
Sampel
Spektrum
Normal
JE
0.9271
0.8081
JG
0.9094
0.8373
0.907
JM
0.9444
0.8072
0.9078
L
0.9987
0.9981
0.9961
JM+JE
0.8204
0.8359
0.9683
JM+JG
0.8522
0.8549
0.9667
JM+L
0.8891
0.8644
0.9926
RMSEC
Spektrum
Turunan
Pertama
Spektrum
Turunan
Kedua
0.0944
0.1532
0.105
Sampel
Spektrum
Normal
JE
JG
0.1052
0.1411
0.1067
JM
0.0825
0.1536
0.1062
L
0.1221
0.015
0.0217
JM+JE
0.1482
0.1417
0.0622
JM+JG
0.1345
0.1332
0.0638
JM+L
0.1162
0.1288
0.0299
9
model yang dibuat dari ketig
tiga jenis spektrum
(normal, turunan pertama dan turunan kedua),
maka klasifikasi dilakukan
an pada spektrum
turunan kedua. Hal ini dikar
arenakan spektrum
turunan kedua nilai RMSEC
C yang lebih kecil
dan R2 yang lebih besar dian
iantara kedua jenis
spektrum lainnya.
ukan pada 7 jenis
Klasifikasi awal dilakuk
kelas sampel yaitu L, JM,, JE, JG, JM+JG,
JM+JE, dan JM+L dengan total
to 70 observasi.
apat dilihat pada
Hasil analisis PLSDA dap
tersebut
Lampiran 15.Dari hasill analisis
a
da RMSEP (Tabel
diperoleh nilai R2 prediksi dan
menentukan
4). Nilai R2 dan RMSEP dapat
d
ng dilakukan.
kebaikan dari klasifikasi yang
2
an RMSEP seluruh
Tabel 4 Nilai R prediksi dan
sampel
RMSEP
R2
JE
0.231
0.573
Sampel
JG
0.2208
0.6374
JM
0.2183
0.585
L
0.0573
0.9757
JM+JE
0.202
0.6739
JM+JG
0.1916
0.7308
JM+L
0.1007
0.9167
Kelas sampel L dapat terklasifikasi
terk
dengan
baik dari kelas lainnya. Haal ini dilihat dari
nilai R2 prediksi dan RMSEP
SEP yang dihasilkan
sedangkan
yaitu sebesar 0.9757 dan 0.0573.
0.
n JG) serta sampel
sampel murni (JE, JM dan
campuran (JM+JE, JM+JG,, dan
d JM+L) belum
dapat terklasifikasi dengan baik.
ba
pada tiga
Klasifikasi berikutnya dilakukan
dila
JM, JE, dan
jenis kelas sampel murni yaitu
ya
kan untuk melihat
JG. Klasifikasi ini dilakuka
ga sampel tersebut.
keterpisahan diantara ketiga
ntuk jenis sampel
Hasil analisis PLSDA untu
ampiran 16.
murni dapat dilihat pada Lam
Tabel 5 Nilai R2 prediksi dan RMSEP sampel
JE, JG dan JM
Sample
RMSEP
R2
JE
0.1001
0.9518
JG
0.0873
0.9672
JM
0.0854
0.9642
Nilai R2 prediksi dan
an RMSEP yang
dihasilkan untuk untuk samp
pel JE, JG dan JM
dapat dilihat pada Tabel 5.. Berdasarkan
B
nilai
R2 prediksi dan RMSEP
P yang dihasilkan
ebut sudah dapat
ketiga jenis sampel terseb
terklasifikasi kedalam tiga kela
las klasifikasi
yang berbeda.
Sampel campuran yang beru
erupa JM+JE,
JM+JG dan JM+L juga dilaku
kukan analisis
untuk melihat keterpisahan dia
iantara ketiga
jenis sampel tersebut. Hasil analis
nalisis PLSDA
untuk jenis sampel murni dapat
at dilihat pada
Lampiran 17. Nilai R2 prediksii dan RMSEP
yang dihasilkan untuk ketigaa jenis kelas
sampel tersebut dapat dilihat pada
da Tabel 6.
Table 6 Nilai R2 prediksi dan RM
MSEP sampel
+L
JM+JE, JM+JG dan JM+
Sample
RMSEP
R2
JM+JE
0.2199
0.7591
JM+JG
0.2253
0.7804
JM+L
0.1706
0.8222
Ketiga jenis sampel campu
puran tersebut
belum dapat terklasifikasi denga
gan sempurna.
Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 pprediksi yang
dihasilkan yaitu 0.7591, 078044 dan 0.8222
masing-masing untuk JM+JE,, JM+JG dan
JM+L.
asi 6-, 8-, 10Gambar 7. Box plot konsentrasi
ogaol seluruh
gingerol dan 6-shog
sampel
ikasi diantara
Belum dapatnya terklasifika
tersebut juga
ketiga jenis sampel campuran te
isi 6-, 8-, 10dapat dibuktikan dari komposisi
gingerol dan 6-shogaol ketiga jjenis sampel
h.
tersebut yang tidak berbeda jauh.
SARAN
SIMPULAN DAN S
Simpulan
FTIR
yang
Teknik
spektroskopi
FT
digabungkan dengan aplikasii kemometrik
9
model yang dibuat dari ketig
tiga jenis spektrum
(normal, turunan pertama dan turunan kedua),
maka klasifikasi dilakukan
an pada spektrum
turunan kedua. Hal ini dikar
arenakan spektrum
turunan kedua nilai RMSEC
C yang lebih kecil
dan R2 yang lebih besar dian
iantara kedua jenis
spektrum lainnya.
ukan pada 7 jenis
Klasifikasi awal dilakuk
kelas sampel yaitu L, JM,, JE, JG, JM+JG,
JM+JE, dan JM+L dengan total
to 70 observasi.
apat dilihat pada
Hasil analisis PLSDA dap
tersebut
Lampiran 15.Dari hasill analisis
a
da RMSEP (Tabel
diperoleh nilai R2 prediksi dan
menentukan
4). Nilai R2 dan RMSEP dapat
d
ng dilakukan.
kebaikan dari klasifikasi yang
2
an RMSEP seluruh
Tabel 4 Nilai R prediksi dan
sampel
RMSEP
R2
JE
0.231
0.573
Sampel
JG
0.2208
0.6374
JM
0.2183
0.585
L
0.0573
0.9757
JM+JE
0.202
0.6739
JM+JG
0.1916
0.7308
JM+L
0.1007
0.9167
Kelas sampel L dapat terklasifikasi
terk
dengan
baik dari kelas lainnya. Haal ini dilihat dari
nilai R2 prediksi dan RMSEP
SEP yang dihasilkan
sedangkan
yaitu sebesar 0.9757 dan 0.0573.
0.
n JG) serta sampel
sampel murni (JE, JM dan
campuran (JM+JE, JM+JG,, dan
d JM+L) belum
dapat terklasifikasi dengan baik.
ba
pada tiga
Klasifikasi berikutnya dilakukan
dila
JM, JE, dan
jenis kelas sampel murni yaitu
ya
kan untuk melihat
JG. Klasifikasi ini dilakuka
ga sampel tersebut.
keterpisahan diantara ketiga
ntuk jenis sampel
Hasil analisis PLSDA untu
ampiran 16.
murni dapat dilihat pada Lam
Tabel 5 Nilai R2 prediksi dan RMSEP sampel
JE, JG dan JM
Sample
RMSEP
R2
JE
0.1001
0.9518
JG
0.0873
0.9672
JM
0.0854
0.9642
Nilai R2 prediksi dan
an RMSEP yang
dihasilkan untuk untuk samp
pel JE, JG dan JM
dapat dilihat pada Tabel 5.. Berdasarkan
B
nilai
R2 prediksi dan RMSEP
P yang dihasilkan
ebut sudah dapat
ketiga jenis sampel terseb
terklasifikasi kedalam tiga kela
las klasifikasi
yang berbeda.
Sampel campuran yang beru
erupa JM+JE,
JM+JG dan JM+L juga dilaku
kukan analisis
untuk melihat keterpisahan dia
iantara ketiga
jenis sampel tersebut. Hasil analis
nalisis PLSDA
untuk jenis sampel murni dapat
at dilihat pada
Lampiran 17. Nilai R2 prediksii dan RMSEP
yang dihasilkan untuk ketigaa jenis kelas
sampel tersebut dapat dilihat pada
da Tabel 6.
Table 6 Nilai R2 prediksi dan RM
MSEP sampel
+L
JM+JE, JM+JG dan JM+
Sample
RMSEP
R2
JM+JE
0.2199
0.7591
JM+JG
0.2253
0.7804
JM+L
0.1706
0.8222
Ketiga jenis sampel campu
puran tersebut
belum dapat terklasifikasi denga
gan sempurna.
Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 pprediksi yang
dihasilkan yaitu 0.7591, 078044 dan 0.8222
masing-masing untuk JM+JE,, JM+JG dan
JM+L.
asi 6-, 8-, 10Gambar 7. Box plot konsentrasi
ogaol seluruh
gingerol dan 6-shog
sampel
ikasi diantara
Belum dapatnya terklasifika
tersebut juga
ketiga jenis sampel campuran te
isi 6-, 8-, 10dapat dibuktikan dari komposisi
gingerol dan 6-shogaol ketiga jjenis sampel
h.
tersebut yang tidak berbeda jauh.
SARAN
SIMPULAN DAN S
Simpulan
FTIR
yang
Teknik
spektroskopi
FT
digabungkan dengan aplikasii kemometrik
10
sudah dapat digunakan untuk melakukan
diferensiasi pada jahe.
Analisis komponen utama pada spektrum
FTIR normal sudah dapat membedakan antara
sampel murni dan sampel campuran. Hanya
saja metode ini belum dapat memisahkan jenis
kelas sampel murni yaitu JE, JG dan JM.
Analisi menggunakan metode PLSDA sudah
dapat memisahkan jenis kelas sampel murni
yang berupa JE, JG, dan JM tetapi belum
dapat memisahkan jenis kelas sampel
campuran
Saran
Diferensiasi
dan
klasifikasi
perlu
dilakukan pada tanaman jahe yang masih
segar untuk melihat pengaruh besarnya
konsentrasi senyawa aktif yang terdapat pada
tanaman tersebut. Perlu dilakukan analisis
diskriminan lebih lanjut dengan metode
diskriminasi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Herliana S. 2008. Penentuan Simultan Kadar
Kafein, Vitamin B1, B2, dan B6 dengan
Teknik Spetroskopi UV-Vis Melalui
Pendekatan
Kalibrasi
Multivariat.
[Skripsi] Bogor: Departemen Kimia
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian
Bogor.
Ketaren, S. Djatmiko, B. 1980. Minyak Atsiri
Bersumber dari Akar dan Batang. Fakultas
Teknologi Hasil Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Kikuzaki H. Nakatani N. 1993. Antioxidant
effects of some ginger constituents. J.
Food Science. 58: 1.407−1.410.
Liang Xin-Mao, Yu Jin, Yan-ping Wang,
Gao-wa Jin, Qing Fu, Yuan-sheng Xiao.
2008. Qualitative and quantitative analysis
in quality control of traditional Chinese
medicines. J.Chroma. 026:2033-2044
Brereton RG. 2000. Introduction to
multivariate calibration in analytical
chemistry. Analyst 125:2125-2154
Lohninger
H.
2004.
Multivariate
calibration.[terhubung
berkala].
http://www.vias.org/tmdatanaleng/cc_mult
ivaritae.html [20 Februari 2010]
Chew OS, Hamdan MR, Ismail Z, Ahmad
MN. 2004. Assessment of herbal
medicines
by
chemometrics-assisted
interpretation of FTIR spectra. J Anal
Chim Acta, in press.
Matondang I. 2005. Zingiber officinale L.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tumbuhan Obat UNAS.
Christian GD. 1986. Analytical Chemistry. Ed
ke-4. New York: J Wiley.
Connel DW, MD Sutherland. 1969. A
Reexamination of Gingerol, Shogaol, and
Zingerone, the Pungent Compound of
Ginger (Zingiber Officianale Roscoe). J.
Aust. Chem. 22:1033-1043.
George B, McIntyre P. 1987. Infrared
Spectroscopy. London: J Wiley.
Hakim F. 2010. Penerapan Metode
Transformasi Wavelet Diskret dan Partial
Least Square Discriminant Analysis
(PLSDA) Untuk Klasifikasi Komponen
Obat Bahan Alam (Studi Kasus: Obat
Bahan
Alam/Fitofarmaka
Penurun
Tekanan Darah). [Skripsi]. Bogor:
Departement
Statistika
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor.
Meilinda M. 2008. Optimasi Formula Tablet
Hisap Jahe merah (Zingiber officinale
Roxb) Dengan Kombinasi LaktosaSorbitol
Sebagai Bahan Pengisi Dengan Metode
Simplex
Lattice
Design
[Skripsi].
Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Miller JC, Miller JN. 2000. Statistic and
Chemometrics for Analytical Chemistry.
Ed ke-4. Harlow: Pearson Education.
Nur MA, Adijuwana H. 1989. Teknik
Spektroskopi dalam analisis Biologi.
Bogor: PAU IPB.
Samiuela Lee, Cheang K, Clynton WH, Thuy
H, Bensoussan A. 1797. Liquid
Chromatographic Determination of 6-, 8-,
10-Gingerol, And 6-Shogaol in Ginger
(Zingiber officianale) As The Raw Herb
And Dried Aqueous Extract. Australia:
University of Western Sidney.
10
sudah dapat digunakan untuk melakukan
diferensiasi pada jahe.
Analisis komponen utama pada spektrum
FTIR normal sudah dapat membedakan antara
sampel murni dan sampel campuran. Hanya
saja metode ini belum dapat memisahkan jenis
kelas sampel murni yaitu JE, JG dan JM.
Analisi menggunakan metode PLSDA sudah
dapat memisahkan jenis kelas sampel murni
yang berupa JE, JG, dan JM tetapi belum
dapat memisahkan jenis kelas sampel
campuran
Saran
Diferensiasi
dan
klasifikasi
perlu
dilakukan pada tanaman jahe yang masih
segar untuk melihat pengaruh besarnya
konsentrasi senyawa aktif yang terdapat pada
tanaman tersebut. Perlu dilakukan analisis
diskriminan lebih lanjut dengan metode
diskriminasi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Herliana S. 2008. Penentuan Simultan Kadar
Kafein, Vitamin B1, B2, dan B6 dengan
Teknik Spetroskopi UV-Vis Melalui
Pendekatan
Kalibrasi
Multivariat.
[Skripsi] Bogor: Departemen Kimia
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian
Bogor.
Ketaren, S. Djatmiko, B. 1980. Minyak Atsiri
Bersumber dari Akar dan Batang. Fakultas
Teknologi Hasil Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Kikuzaki H. Nakatani N. 1993. Antioxidant
effects of some ginger constituents. J.
Food Science. 58: 1.407−1.410.
Liang Xin-Mao, Yu Jin, Yan-ping Wang,
Gao-wa Jin, Qing Fu, Yuan-sheng Xiao.
2008. Qualitative and quantitative analysis
in quality control of traditional Chinese
medicines. J.Chroma. 026:2033-2044
Brereton RG. 2000. Introduction to
multivariate calibration in analytical
chemistry. Analyst 125:2125-2154
Lohninger
H.
2004.
Multivariate
calibration.[terhubung
berkala].
http://www.vias.org/tmdatanaleng/cc_mult
ivaritae.html [20 Februari 2010]
Chew OS, Hamdan MR, Ismail Z, Ahmad
MN. 2004. Assessment of herbal
medicines
by
chemometrics-assisted
interpretation of FTIR spectra. J Anal
Chim Acta, in press.
Matondang I. 2005. Zingiber officinale L.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tumbuhan Obat UNAS.
Christian GD. 1986. Analytical Chemistry. Ed
ke-4. New York: J Wiley.
Connel DW, MD Sutherland. 1969. A
Reexamination of Gingerol, Shogaol, and
Zingerone, the Pungent Compound of
Ginger (Zingiber Officianale Roscoe). J.
Aust. Chem. 22:1033-1043.
George B, McIntyre P. 1987. Infrared
Spectroscopy. London: J Wiley.
Hakim F. 2010. Penerapan Metode
Transformasi Wavelet Diskret dan Partial
Least Square Discriminant Analysis
(PLSDA) Untuk Klasifikasi Komponen
Obat Bahan Alam (Studi Kasus: Obat
Bahan
Alam/Fitofarmaka
Penurun
Tekanan Darah). [Skripsi]. Bogor:
Departement
Statistika
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor.
Meilinda M. 2008. Optimasi Formula Tablet
Hisap Jahe merah (Zingiber officinale
Roxb) Dengan Kombinasi LaktosaSorbitol
Sebagai Bahan Pengisi Dengan Metode
Simplex
Lattice
Design
[Skripsi].
Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Miller JC, Miller JN. 2000. Statistic and
Chemometrics for Analytical Chemistry.
Ed ke-4. Harlow: Pearson Education.
Nur MA, Adijuwana H. 1989. Teknik
Spektroskopi dalam analisis Biologi.
Bogor: PAU IPB.
Samiuela Lee, Cheang K, Clynton WH, Thuy
H, Bensoussan A. 1797. Liquid
Chromatographic Determination of 6-, 8-,
10-Gingerol, And 6-Shogaol in Ginger
(Zingiber officianale) As The Raw Herb
And Dried Aqueous Extract. Australia:
University of Western Sidney.
11
Shukla Y, Singh M. 2007. Cancer preventive
properties of ginger : a brief review. J
Food Chem Toxicol. 45(5) :683-690.
Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA. 1998.
Principles of Instrumental Analysis. Ed ke5. Philadelphia: Harcourt Brace.
Stchur P, Cleveland D, Zhou J. Michel RG.
2002. A review of recent applications of
near infared spectroscopy, and the
characteristic of a novel PbS CCD arraybased near infrared spectrometer. Appl
Spect Rev 37:383-428.
Urbano et al. 2005. Ultraviolet–visible
spectroscopy and pattern recognition
methods
for
differentiation
and
classification of wines. J.foodchem.
97:166–175
Yulianti N. 2009. Penerapan Diskriminan
Kanonik Pada Komponen Kimia Aktif
Tanaman Obat Herbal (Temulawak,
Bangle, Kunyit). [Skripsi]. Bogor:
Departement
Statistika
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor.
Zakaria FR, Rajab TM 1999. Pengaruh
ekstrak jahe (Zingiber officinale Roscoe)
terhadap produksi radikal bebas makrofag
mencit sebagai indikator imunostimulan
secara in vitro. Persatuan Ahli Pangan
Indonesia (PATPI). Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Pangan: 707−716.
12
LAMPIRAN
13
Lampiran 1 Diagram Alir Kerja Penelitian
Pembuatan serbuk jahe
Pembuatan serbuk
jahe tunggal
Pembuatan serbuk
jahe campuran
95% JM +
5% JG
95% JM +
5% JE
95% JM +
5% L
Analisis
Penentuan Konsentrasi 6-, 8-, 10gingerol dan 6-shogaol menggunakan
KCKT
Analisis menggunakan
FTIR
Analisis Statistika
PCA
PLSDA
Keterangan: JM = Jahe Merah, JG = Jahe Gajah, JE = Jahe Emprit, L = Lengkuas
14
15
Retention Time
Area
Area %
Height
Height %
3.46
13244
0.15
835
0.21
4.547
82812
0.93
1849
0.46
4.643
13552
0.15
1769
0.44
5.993
167414
1.88
2576
0.64
6.703
118629
1.33
2637
0.66
6.853
34382
0.39
2600
0.65
7.143
42009
0.47
2562
0.64
7.51
147191
1.65
2704
0.67
8.397
36461
0.41
1782
0.44
8.76
31590
0.35
1540
0.38
9.133
10491
0.12
1266
0.31
9.28
10022
0.11
1176
0.29
9.847
214274
2.41
7595
1.89
10.903
44194
0.5
1299
0.32
12.14
1632010
18.33
56799
14.13
13.247
370
0
61
0.02
13.547
482
0.01
64
0.02
13.627
220
0
51
0.01
13.987
165
0
36
0.01
14.233
469
0.01
55
0.01
14.47
561
0.01
49
0.01
14.727
611
0.01
54
0.01
15.107
1868
0.02
101
0.03
15.337
714
0.01
96
0.02
15.427
266
0
59
0.01
15.517
212
0
59
0.01
16.16
3861
0.04
195
0.05
16.23
1275
0.01
174
0.04
16.403
487
0.01
120
0.03
16.54
386
0
57
0.01
17.143
1657
0.02
103
0.03
17.253
686
0.01
70
0.02
17.993
382
0
48
0.01
16
Lampiran 3 Kromatogram dan Hasil Pengukuran KCKT Larutan Standar (Lanjutan)
18.48
310
0
49
0.01
18.62
396
0
61
0.02
18.863
358
0
57
0.01
19.07
244
0
54
0.01
19.75
1227
0.01
54
0.01
19.81
86
0
43
0.01
19.96
164
0
45
0.01
20.973
71658
0.8
3404
0.85
21.48
217
0
68
0.02
22.63
886802
9.96
45256
11.25
24.13
1943362
21.82
98076
24.39
25.173
1156
0.01
185
0.05
25.5
2259
0.03
160
0.04
26.193
17084
0.19
780
0.19
26.673
71
0
31
0.01
26.787
353
0
59
0.01
26.917
185
0
76
0.02
26.947
189
0
59
0.01
27.047
317
0
65
0.02
27.177
189
0
46
0.01
27.327
157
0
38
0.01
27.437
346
0
53
0.01
27.727
970
0.01
81
0.02
28.263
86744
0.97
4628
1.15
28.947
4849
0.05
291
0.07
29.563
1529485
17.17
79533
19.78
30.623
14416
0.16
791
0.2
31.053
58009
0.65
1215
0.3
31.873
5884
0.07
543
0.14
32.107
3123
0.04
497
0.12
32.997
93003
1.04
2511
0.62
33.13
15393
0.17
2496
0.62
33.263
28603
0.32
2484
0.62
33.6
102834
1.15
2911
0.72
34.477
5333
0.06
354
0.09
35.11
4475
0.05
259
0.06
35.2
1423
0.02
259
0.06
35.477
12353
0.14
458
0.11
35.993
2890
0.03
188
0.05
36.403
54
0
29
0.01
36.863
4389
0.05
250
0.06
36.92
1028
0.01
216
0.05
37.183
3225
0.04
284
0.07
17
Lampiran 3 Kromatogram dan Hasil Pengukuran KCKT Larutan Standar (Lanjutan)
38.52
106145
1.19
1665
0.41
39.583
7881
0.09
398
0.1
39.913
516
0.01
96
0.02
40.083
469
0.01
106
0.03
40.15
548
0.01
119
0.03
40.227
302
0
116
0.03
40.32
886
0.01
125
0.03
40.447
579
0.01
90
0.02
40.623
123
0
46
0.01
41.05
285
0
57
0.01
41.157
157
0
50
0.01
41.273
168
0
39
0.01
41.693
1086
0.01
86
0.02
41.817
490
0.01
103
0.03
41.873
260
0
81
0.02
41.947
420
0
70
0.02
42.1
375
0
49
0.01
43.24
98468
1.11
3442
0.86
43.603
65498
0.74
2651
0.66
44.013
46817
0.53
1981
0.49
44.56
42247
0.47
2075
0.52
44.78
39370
0.44
2028
0.5
45.413
191547
2.15
6034
1.5
46.093
21732
0.24
2537
0.63
46.39
41221
0.46
2612
0.65
46.96
100315
1.13
3443
0.86
47.087
25430
0.29
3463
0.86
47.187
22662
0.25
3443
0.86
47.337
60673
0.68
3494
0.87
48.357
398853
4.48
14331
3.56
49.383
66984
0.75
4853
1.21
49.837
177
0
35
0.01
18
19
20
Lampiran 5 Tabulasi Pengukuran dan Perhitungan Konsentrasi 6-, 8-, 10-Gingerol dan 6-Shogaol Jahe Merah, Jahe Gajah, Jahe Emprit, Lengkuas, Jahe Merah
+ Jahe Gajah, Jahe Merah + Jahe Emprit dan Jahe Merah + Lengkuas
Waktu Retensin(menit)
8106Gingerol Gingerol Shogaol
24.13
29.563
22.63
6Gingerol
1632010
Luas Area
810Gingerol Gingerol
1943362 1529485
6Shogaol
886802
6Gingerol
50
Konsentrasi (µg/mL)
810Gingerol Gingerol
50
50
Standard
6Gingerol
12.14
JE
12.463
24.3
29.693
22.817
1606700
971686
595094
462726
49.2245
25.0001
19.4540
13.0447
JG
12.537
24.313
29.713
22.817
662592
606250
305666
236631
20.2998
15.5979
9.9924
6.6709
JM
12.617
24.45
29.717
22.85
61458
110928
29565
81786
1.8828
2.8540
0.9665
2.3056
L
12.313
24.073
29.653
22.647
39558
247328
1