Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit (Zingiber officunale Rosc.) Dan Uji Aktivitas Antibakteri

(1)

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc.) DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

SKRIPSI

DOMINIKA BR GINTING 090822013

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PERSETUJUAN

JUDUL : IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE EMPRIT (Zingiber

officunale Rosc.) DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI

Kategori : SKRIPSI

Nama : DOMINIKA BR GINTING

Nomor Induk Mahasiswa : 090822013

Program : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Mei 2011

Komisi Pembimbing

Pembimbing II Pembimbing I

Cut Fatimah Zuhra, S.Si.M.Si Drs. Adil Ginting, M.Sc NIP: 197404051999032001 NIP: 195307041980031002

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP: 195408301985032001


(3)

PERNYATAAN

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc.) DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2011

DOMINIKA BR GINTING 090822013


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Sains di Fakultas MIPA USU. Adapun judul skripsi ini adalah “ Identifikasi Komponen Kimia

Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit (Zingiber officinale Rosc.) dan Uji Aktivitas Antibakteri”.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS, selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.

2. Bapak Drs. Adil Ginting, M.Sc dan Ibu Cut Fatimah Zuhra, S.Si, M.Si, selaku pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan dan memberikan panduan serta pemikiran dan saran selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini sehingga dapat selesai.

3. Bapak dan Ibu staf pengajar FMIPA USU serta staf pegawai di Jurusan kimia. 4. Sahabat-sahabat penulis : Risna, Putri, Mutiara, Netti, Eliana, Santi, Dewi,

Widya, Helga, Floren, Mery, Juli, Susi, Dina, B’dinan, b’ian, b’osbal yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

5. Asisten Laboratorium Organik (Aspriadi, Robi, Yemima, Mery, Silo, Deni, Sion, Mutiara, Bayu, dan Samuel) dan Ricki serta rekan-rekan Mahasiswa khususnya Kimia Ekstensi angkatan 2009.

Secara khusus penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda N. Ginting dan Ibunda P. Perangin-angin yang senatiasa memberikan doa serta dukungan moril dan materil hingga akhirnya penulis menyelesaikan studi. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada kakakq Ernesta, abangq Stepanus, adekq Sweeta serta istimewa kepada b’ Risky Sitepu yang selalu memberi dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Mengingat keterbatasan kemampuan dan waktu yang ada, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Medan, Mei 2011 Penulis


(5)

Abstrak

Telah dilakukan isolasi minyak atsiri dari rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) melalui proses destilasi stahl. Rimpang jahe emprit didestilasi stahl selama ± 4-5 jam menghasilkan minyak atsiri jahe emprit sebesar 0,66% (v/b). Komponen kimia minyak atsiri jahe emprit dianalisis dengan menggunakan GC-MS dan FT-IR menunjukkan ada empat senyawa yang terbesar yaitu senyawa Benzene, 1-(1,5-dimethyl-4-hexenyl)-4-methyl (11,81%), Zingiberene (15,42%), Alpha-Farnesene (12,96%) dan Beta-sesquiphellandrene (10,96%). Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri jahe emprit yang dilakukan dengan metode difusi agar dengan konsentrasi minyak atsiri 1%, 2%, 3% dan 4% v/v dalam etanol absolut. Minyak atsiri jahe emprit membentuk zona hambat terhadap bakteri Saphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp dan Salmonella sp mulai pada konsentrasi 1%. Semakin tinggi konsentrasi yang diujikan semakin luas zona hambat yang terbentuk.


(6)

INDENTIFICATION COMPOUNDS OF THE VOLATILE OIL GINGER EMPRIT RHIZOMES (Zingiber officinale Rosc.) AND ANTIBACTERIAL

ACTIVITY TEST

Abstract

The volatile oil isolation had done from rhizomes of ginger emprit (Zingiber officinale Rosc.) through stahl destilation procces. Rizomes of ginger emprit had been destilated for ± 4-5 hours and produced deegree the volatile oil of ginger emprit content 0,66% (v/b). Component of ginger oil analyzed using GC-MS and FT-IR show that contains four compound the major is Benzene, 1-(1,5-dimethyl-4-hexenyl)-4-methyl (11,81%), Zingiberene (15,42%), Alpha-Farnesene (12,96%) and Beta-sesquiphellandrene (10,96%). Antibacterial activity test of the ginger oil emprit which done through difution agar methode in 1%, 2%, 3% and 4% v/v the volatile oil in etanol absolute concentration, the volatile oil will create a retardation area to Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp bacteria and Salmonella sp bacteria start in 1% concentration. If concentration seem higher area of retardation area will be wider.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Lokasi Penelitian 4

1.7 Metodologi Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Jahe Emprit (Zingiber officinale Rosc.) 5

2.1.1 Deskripsi Tanaman 5

2.2 Kandungan Kimia 7

2.3 Minyak Atsiri 8

2.3.1 Minyak Atsiri Jahe Emprit 9

2.4 Isolasi Minyak Atsiri dengan Destilasi 11

2.5 Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri dengan GC-MS 12

2.5.1 Kromatografi Gas 12

2.5.1.1 Gas Pembawa 13

2.5.1.2 Sistem Injeksi 14

2.5.1.3 Kolom 14

2.5.1.4 Fase Diam 15

2.5.1.5 Suhu 15

2.5.1.6 Detektor 15

2.5.2 Spektrofotometri Massa 15

2.6 Spektroskopi Inframerah 17

2.7 Bakteri 18

2.7.1 Bakteri Gram Positif 18

2.7.1.1 Streptococcus mutan 18

2.7.1.2 Staphylococcus aureus 18

2.7.2 Bakteri Gram Negatif 19

2.7.2.1 Salmonella sp 19

2.7.2.2 Shigella sp 20

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 21

3.1 Alat-alat 21


(8)

3.3 Prosedur Penelitian 22

3.3.1 Penyediaan Sampel 22

3.3.1.1 Penyediaan Rimpang Jahe Emprit 22 3.3.2 Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit dengan Alat

Destilasi Stahl 22

3.3.3 Analisis Minyak Atsiri Jahe Emprit dengan GC-MS

Dan Analisis FT-IR 23

3.3.4 Pengenceran Minyak Atsiri Jahe emprit 23 3.3.5 Pengujian Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Jahe Emprit 23

3.3.5.1 Pembuatan Media nutrient Agar (NA) dan

Subkultur Bakteri 23

3.3.5.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA) 24

3.3.5.3 Suspensi Bakteri 24

3.3.5.4 Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Jahe emprit 24

3.4 Bagan Penelitian 25

3.4.1 Isolasi minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit 25

3.4.2 Subkultur Bakteri 26

3.4.3 Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Jahe Emprit 27

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 28

4.1 Hasil Penelitian 28

4.1.1 Minyak atsiri dari Proses Destilasi dengan Alat Stahl 28

4.1.2 Hasil Analisis dengan GC-MS 28

4.1.3 Hasil Analisis dengan FT-IR 30

4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri 31

4.2 Pembahasan 32

4.2.1 Minyak Atsiri dari Proses Destilasi dengan Alat Stahl 32

4.2.2 Analisis Minyak Atsiri Jahe Emprit 32

4.2.3 Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Jahe Emprit 49

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 51

5.1 Kesimpulan 51

5.2 Saran 51

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Kadar Komponen-komponen Kimia Penyusun Minyak Atsiri

Rimpang Jahe Emprit 29

Tabel 4.2 Hasil pengukuran diameter zona hambat beberapa kultur bakteri


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Zingiberen 9

Gambar 4.1 Kromatogram GC dan GC-MS Minyak Atsiri Jahe Emprit 28 Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Minyak Atsiri Jahe Emprit 30 Gambar 4.3 Zona Hambat dari Minyak Atsiri Jahe Emprit 1%, 2%, 3% dan

4% v/v dalam etanol absolut terhadap Kultur Bakteri

(a) Staphylococcus aureus,(b) Streptococcus mutan, (c) Shigella sp,

dan (d) Salmonella sp 31

Gambar 4.4 Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan

RT 6,974 menit 33

Gambar 4.5 Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan

RT 8,008 menit 34

Gambar 4.6 Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan

RT 9,057 menit 36

Gambar 4.7 Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan

RT 13,105 menit 38

Gambar 4.8 Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan

RT 14,142 menit 39

Gambar 4.9 Spektrum Massa Minyak Atsiri Jahe emprit dengan

RT 17,067 menit 41

Gambar 4.10 Spektrum Massa Minyak Atsiri Jahe emprit dengan

RT 17,271 menit 43

Gambar 4.11 Spektrum Massa Minyak Atsiri Jahe emprit dengan RT 17,369 45

Gambar 4.12 Spektrum Massa Minyak Atsiri Jahe emprit dengan RT 17,657 47


(11)

Abstrak

Telah dilakukan isolasi minyak atsiri dari rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) melalui proses destilasi stahl. Rimpang jahe emprit didestilasi stahl selama ± 4-5 jam menghasilkan minyak atsiri jahe emprit sebesar 0,66% (v/b). Komponen kimia minyak atsiri jahe emprit dianalisis dengan menggunakan GC-MS dan FT-IR menunjukkan ada empat senyawa yang terbesar yaitu senyawa Benzene, 1-(1,5-dimethyl-4-hexenyl)-4-methyl (11,81%), Zingiberene (15,42%), Alpha-Farnesene (12,96%) dan Beta-sesquiphellandrene (10,96%). Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri jahe emprit yang dilakukan dengan metode difusi agar dengan konsentrasi minyak atsiri 1%, 2%, 3% dan 4% v/v dalam etanol absolut. Minyak atsiri jahe emprit membentuk zona hambat terhadap bakteri Saphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp dan Salmonella sp mulai pada konsentrasi 1%. Semakin tinggi konsentrasi yang diujikan semakin luas zona hambat yang terbentuk.


(12)

INDENTIFICATION COMPOUNDS OF THE VOLATILE OIL GINGER EMPRIT RHIZOMES (Zingiber officinale Rosc.) AND ANTIBACTERIAL

ACTIVITY TEST

Abstract

The volatile oil isolation had done from rhizomes of ginger emprit (Zingiber officinale Rosc.) through stahl destilation procces. Rizomes of ginger emprit had been destilated for ± 4-5 hours and produced deegree the volatile oil of ginger emprit content 0,66% (v/b). Component of ginger oil analyzed using GC-MS and FT-IR show that contains four compound the major is Benzene, 1-(1,5-dimethyl-4-hexenyl)-4-methyl (11,81%), Zingiberene (15,42%), Alpha-Farnesene (12,96%) and Beta-sesquiphellandrene (10,96%). Antibacterial activity test of the ginger oil emprit which done through difution agar methode in 1%, 2%, 3% and 4% v/v the volatile oil in etanol absolute concentration, the volatile oil will create a retardation area to Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp bacteria and Salmonella sp bacteria start in 1% concentration. If concentration seem higher area of retardation area will be wider.


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat. Bahkan beberapa jenis tanaman minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, buah atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony,1994).

Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau minyak terbang. Pengertian atau defenisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman dengan cara penyulingan dengan uap (Sastrohamidjojo, 2004). Namun, sifat fisik terpenting minyak atsiri tersebut sangat berpengaruh dalam menentukan metode analisis yang akan digunakan untuk menentukan komponen kimia dan komposisinya dalam minyak asal. Harus digunakan metode analisis yang dapat meminimalkan hilangnya sebagian komponen selama proses analisa berlangsung (Agusta, 2000).

Salah satu tumbuhan atsiri yang terkenal adalah jahe (Zingiber officinale Rosc.). Ini merupakan anggota Familia Zingiberaceae paling bermanfaat di daerah tropis. Rimpang jahe yang aromatis dan pedas dimanfaatkan sebagai rempah-rempah, bumbu masakan, dan sumber obat. Dalam dunia pertanian, dikenal tiga Janis jahe berdasarkan ukuran dan warna kulitnya yaitu jahe gajah, jahe emprit dan jahe merah (Setyawan,2002).


(14)

Penelitian mengenai komponen minyak rimpang jahe sudah pernah dilakukan oleh Setyawan dengan membandingkan kadar minyak atsiri pada tiga jenis jahe (Zingiber officinale Rosc.) yakni jahe gajah, jahe emprit dan jahe merah. Metode yang digunakan adalah destilasi air (Hidrodestilasi) untuk mendapatkan minyak atsiri dari rimpang jahe emprit dan untuk mengetahui kandungan minyak atsiri jahe emprit dilakukan uji secara GC-MS untuk menentukan identitas setiap senyawa yang dihasilkan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kadar minyak atsiri jahe gajah, merah dan emprit secara berturut-turut adalah 2%, 2,5% dan 2,5%. Jumlah senyawa minyak atsiri ketiga secara berturut-turut adalah 18,18 dan 14 senyawa antara

lain α-pinen, kamfen, eukaliptol, borneol, sitral, benzene, 2,6-oktadiena, karyofilen dan farnesen.

Minyak atsiri sangat penting sebagai sumber rasa dan obat. Minyak atsiri digunakan untuk memberi rasa dan aroma makanan, minuman, parfum dan kosmetik. Sifat toksik alami minyak atsiri berguna dalam pengobatan dan minyak atsiri telah lama dikenal sebagai sumber terapi yang penting, misalnya sebagai senyawa antimikroba. Salah satu tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat dalam pemakaian obat-obatan secara tradisional adalah rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.). Rimpang jahe emprit mengandung minyak atsiri yang banyak dipakai dalam bidang industri dan obat-obatan. Pemilihan rimpang jahe emprit sebagai bahan penelitian didasarkan pada kemudahan untuk memperolehnya serta kandungan minyak atsirinya yang cukup tinggi (Setyawan,2002).

Senyawa metabolik sekunder yang dihasilkan tumbuhan suku Zingiberaceae umumnya dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen yang merugikan kehidupan manusia (Wulandari, 2006).

Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik untuk mengetahui kandungan minyak atsiri dari rimpang jahe emprit dari spesies Zingiber officinale Rosc. dan uji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp.


(15)

1.2. Permasalahan

1. Apakah komponen kimia minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.)

2. Apakah minyak atsiri rimpang jahe emprit( Zingiber officinale Rosc.) dapat bersifat sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp

1.3. Pembatasan Masalah

1. Penentuan komponen minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) yang dilakukan secara GC-MS dan FT-IR

2. Minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) bersifat sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui komponen kimia minyak atsiri yang terkandung di dalam rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) dengan analisis GC-MS dan FT-IR

2. Untuk menguji aktivitas antibakteri dari minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai komponen kimia minyak atsiri serta memberikan informasi tentang sifat antibakteri dari rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp.


(16)

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian untuk destilasi stahl dilakukan di laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan, penelitian untuk uji aktivitas antibakteri dilakukan di laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU Medan dan analisis GC-MS dan FT-IR dilakukan di laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM Yogyakarta.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimen. Rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) yang diperoleh dari Pematang Raya Kabupaten Simalungun berumur ± 8 bulan dihaluskan dan diisolasi melalui proses destilasi dengan alat stahl kemudian minyak yang diperoleh dianalisa komponen kimianya menggunakan alat GC-MS dan analisa FT-IR serta dilakukan uji sifat antibakteri dari rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) dengan metode difusi agar. Uji antibakteri dilakukan terhadap bakteri Streptococcus aureus, Staphylococcus mutan, Shigella sp, Salmonella sp.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jahe Emprit (Zingiber officinale Rosc.) 2.1.1 Deskripsi Tanaman

Berdasarkan taksonomi tanaman, jahe (Zingiber officinale) termasuk dalam: Divisi : Pteridophyta

Subdivisi : Angiospermae Klas : monocotyledoneae Ordo : scitamineae

Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber

Species : Zingiber officinale

Morfologi dari tanaman jahe adalah : a. Akar

Akar merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini tumbuh tunas-tunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Oleh karenanya tujuan penanaman jahe selalu untuk memperoleh rimpangnya. Rimpang jahe memiliki aroma khas, bila dipotong berwarna putih, kuning, atau jingga. Sementara bagian luarnya kuning kotor, atau bila telah tua menjadi agak coklat keabuan.

b. Batang

Batang tanaman merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus. Bagian luar batang agak licin dan sedikit mengkilap berwarna hijau tua. Biasanya batang dihiasi titik-titik berwarna putih. Batang ini biasanya basah dan banyak mengandung air, sehingga tergolong tanaman herba.


(18)

c. Daun

Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun rumput-rumputan besar. Pada bagian atas, daun lebar dan ujung agak lancip, bertangkai pendek, berwarna hijau tua agak mengkilap. Sementara bagian bawah berwarna hijau muda dan berbulu halus. Panjang daun sekitar 5 - 25 cm dengan lebar 0,8 - 2,5 cm.

d. Bunga

Bunga jahe berupa bulir yang berbentuk kincir, tidak berbulu, dengan panjang 5 - 7 cm dan bergaris tengah 2 - 2,5 cm. Bulir itu menempel pada tangkai bulir yang keluar dari akar rimpang dengan panjang 15 – 25 cm. tangkai bulir dikelilingi daun pelindung yang berbentuk bulat lonjong, berujung runcing, dengan tepi berwarna merah, ungu atau hijau kekuningan.

Syarat tumbuh tanaman jahe untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dari budidaya tanaman tersebut, diantaranya adalah pertama, ketinggian tempat; tanaman jahe sebenarnya dapat tumbuh di dataran rendah sampai wilayah pegunungan, dari ketinggian 0 – 1.500 m dari permukaan laut. Kedua, Curah hujan dan kelembapan; tanaman jahe membutuhkan curah hujan yang tinggi, yaitu 2.500 – 3.000 mm per tahun. Berkaitan dengan curah hujan yang relatif tinggi tersebut tanaman jahe membutuhkan kelembapan yang tinggi untuk pertumbuhan yang optimal sekitar 80%. Ketiga, Jenis tanah; ditanam dijenis tanah apapun jahe bisa tumbuh. Namun, untuk mendapatkan hasil yang optimal, tanaman ini menghendaki tanah yang subur, gembur dan berdranaise yang baik. Keempat; agar pertumbuhan optimal, jahe memerlukan tempat terbuka yang mendapat sinar matahari sepanjang hari, dari pagi sampai sore hari ( http//dhina.host22.com/page8.html).

Jahe (Zingiber officinale) mempunyai beberapa varietas. Varietas yang banyak ditanam ada tiga macam, yaitu jahe gajah, jahe emprit dan jahe merah.

a. Jahe Gajah

Varietas yang banyak ditanam masyarakat adalah jahe putih besar atau umum dikenal dengan jahe gajah/badak. Sesuai dengan namanya, jenis ini memiliki penampilan ukuran rimpang yang memang lebih besar disbanding jenis jahe yang lainnya, bobotnya berkisar antara 1-2 kg per rumpun. Struktur rimpangnya besar dan


(19)

berbuku-buku. Bagian dalam rimpang apabila diiris/dipotong/dipatahkan akan terlihat berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpang dapat mencapai 6 – 12 cm dengan panjang antara 15 – 35 cm, dan diameter berkisar 8,47 – 8,50 cm. Dari rimpang jahe besar ini terkandung minyak atsiri antara 0,82 – 1,66%, kadar pati 55,10%, kadar serat 6,89%, dan kadar abu 6,6 – 7,5%.

b. Jahe Emprit

Jahe putih kecil atau lebih dikenal dengan jahe emprit memiliki rimpang dengan bobot berkisar 0,5 – 0,7 kg per rumpun. Struktur rimpang jahe emprit, kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan panjang antara 6 – 30 cm, dan diameter antara 3,27 – 4,05 cm. Kandungan dalam rimpang jahe emprit antara lain minyak atsiri 1,5 – 3,5%, kadar pati 54,70%, kadar serat 6,59%, dan kadar abu 7,39 – 8,90%.

c. Jahe Merah

Jahe merah atau jahe suntil memiliki rimpang dengan bobot antara 0,5 – 0,7 kg per rumpun. Struktur rimpang jahe merah, kecil berlapis-lapis dan daging rimpangnya berwarna jingga muda sampai merah. Diameter rimpang dapat mencapai 4 cm dan tingginya antara 5,26 – 10,40 cm. Panjang rimpang mencapai 12,50 cm. Kandungan dalam rimpang jahe merah antara lain minyak atsiri 2,58 – 3,90%, kadar pati 44,99%, dan kadar abu 7,46% (Syukur, 2001).

2.2 Kandungan Kimia

Kandungan rimpang jahe terdiri dari 2 komponen, yakni :

1. Komponen volatile, sebagian besar terdiri dari derivate seskuiterpen (>50%) dan monoterpen. Komponen inilah yang ada dalam aroma jahe, dengan konsentrasi yang cendrung konstan yakni 1–3%. Derivate seskuiterpen yang terkandung diantaranya zingiberene (20-30%), ar-curcumene (6-19%), β-sesquiphelandrene (7-12%) dan β-bisabolene (5-12%). Sedangkan derivate monoterpen yang terkandung diantaranya α-pinene, bornyl asetat, borneol, camphene, ρ-cymene,

cineol, citral, cumene, β-elemene, farnesene, β-phelandrene, ρ-cymene, limonene, linalool, myrcene, β-pinene dan sabinene.


(20)

2. Komponen nonvolatile terdiri dari oleorosin (4,0-7,5%). Ketika rimpang jahe diekstraksi dengan pelarut, maka akan didapatkan elemen pedas seperti gingerol, elemen non pedas, serta minyak essensial lainnya.Senyawa lain yang lebih pedas namun memiliki konsentrasi yang lebih kecil ialah shogaol. Gingerol dan shogaol telah diidentifikasi sebagai komponen antioksidan fenolik jahe. Elemen lainnya yang juga ditemukan ialah gingediol, gingediasetat, gingerdion, dan gingerenon (Widiyanti, 2009).

2.3 Minyak Atsiri

Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Beberapa tipe senyawa organik mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol, oksida, ester, aldehida, dan eter. Sangat sedikit sekali yang mengandung satu jenis komponen kimia yang persentasenya sangat tinggi. Yang menentukan aroma minyak atsiri biasanya komponen yang persentasenya tinggi. Walaupun begitu, kehilangan satu komponen yang persentasenya kecil pun dapat memungkinkan terjadinya perubahan aroma minyak atsiri tersebut (Agusta, 2000).

Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau minyak terbang. Pengertian atau defenisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman,akar, kulit, batang, daun, buah,biji maupun bunga dengan cara penyulingan dengan uap (Sastrohamidjojo, 2004). Minyak atsiri juga mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai tanaman penghasilnya, dan umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.

Minyak atsiri sangat penting sebagai sumber rasa dan obat. Minyak atsiri digunakan untuk memberi rasa dan aroma makanan, minuman, parfum dan kosmetik. Sifat toksik alami minyak atsiri berguna dalam pengobatan dan minyak atsiri telah


(21)

lama dikenal sebagai sumber terapi yang penting, misalnya sebagai senyawa anti mikroba (Setyawan, 2002).

2.3.1 Minyak Atsiri Jahe

Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak tak menguap (non volatile oil), dan pati. Minyak menguap yang biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi bau yang khas, sedangkan minyak tak menguap yang biasa disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Komponen yang terdapat pada oleoresin merupakan gambaran utuh dari kandungan jahe, yaitu minyak atsiri dan fixed oil yang terdiri dari zingerol, shogaol, dan resin. Kandungan minyak setiap bagian bagian rimpang jahe berbeda. Kandungan terbanyak di bagian bawah jaringan epidermis. Semakin ke tengah kandungannya semakin sedikit. Selain itu, umur jahe mempengaruhi kandungan minyaknya. Kandungan minyak meningkat terus sampai mencapai umur optimum (12 bulan). Lewat usia itu kandungan minyaknya semakin sedikit. Sedangkan bau khas jahe semakin tua semakin menyengat.

Minyak atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe. Minyak atsiri itu sendiri terdapat pada rimpang jahe segar, jahe kering, atau oleoresin. Jahe kering mengandung minyak atsiri sebanyak 1-3 %. Sedangkan jahe segar kandungan minyak atsirinya lebih banyak daripada jahe kering, apalagi kalau tidak dikuliti sama sekali. Komponen utama minyak jahe adalah zingiberen dan zingiberol. Zingiberen adalah senyawa paling utama dalam minyak jahe ( Paimin, 1991).

H3C

CH3 CH3 CH3

H


(22)

Bagian organ yang disuling sangat menentukan kadar minyak atsiri. Pengamatan anatomi pada helai daun, pelepah daun, batang semu, akar dan rimpang anggota-anggota Zingiberaceae, menunjukkan bahwa jumlah sel penyimpanan minyak atsiri pada rimpang jauh lebih banyak dibandingkna organ lain, sehingga diperkirakan mengandung lebih banyak minyak atsiri. Musim pemanenan sangat mempengaruhi kadar minyak atsiri, kelembaban tanah, banyaknya sinar matahari, serta stres lingkungan akibat kekurangan air dapat menaikkan konsentrasi senyawa kimia berkerangka karbon, termasuk terpenoid. Selain itu, metode isolasi juga sangat mempengaruhi kadar minyak atsiri beserta komposisi dan dan kadar senyawa-senyawa penyusunnya. Di samping itu suhu tinggi selama destilasi akan mengubah komposisi kimia minyak atsiri dan menghasilkan senyawa baru yang secara alami tidak disintesis. Untuk menghindari kerusakan minyak atsiri diberi perlakuan untuk memisahkan benda-benda asing berupa logam, harus dibebaskan dari air dan dijernihkan,kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada suhu kamar dan terlindungi dari cahaya. Minyak atsiri tersebut harus dijernihkan dan dibebaskan dari air, karena air merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan minyak atsiri. Minyak dalam jumlah kecil dapat didehidrasi dengan menambahkan natrium sulfat anhidrus, disusul dengan pengocokan, kemudian didiamkan dan selanjutnya disaring (Guenter, 2006).

Di dalam dunia perdagangan, minyak jahe dikenal dengan nama ginger oil. Menurut EOA, patokan mutu ginger oil sebagai berikut :

- Warna dan penampilan : cairan berwarna kuning muda sampai kuning - Berat jenis pada 25oC : 0,871 – 0,882

- Putaran optik : (-28) – (-45)o - Indeks refraksi, 20oC : 1.4880 – 1.4940 - Bilangan penyabunan : tidak lebih dari 20 - Kelarutan dalam alkohol : larut dengan kekeruhan (Lutony, 1994)


(23)

2.4 Isolasi Minyak Atsiri dengan Destilasi

Destilasi dapat didefenisikan sebagai cara penguapan dari suatu zat dengan perantara uap air dan proses pengembunan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Destilasi merupakan metode yang paling berfungsi untuk memisahkan dua zat yang berbeda, tetapi tergantung beberapa faktor, termasuk juga perbedaan tekanan uap air (berkaitan dengan perbedaan titik didihnya) dari komponen-komponen tersebut. Destilasi melepaskan uap air pada sebuah zat yang tercampur yang kaya dengan komponen yang mudah menguap daripada zat tersebut ( Pasto, 1992).

Beberapa jenis bahan tanaman sumber minyak atsiri perlu dirajang terlebih dahulu sebelum disuling. Hal ini untuk memudahkan proses penguapan minyak yang terdapat di dalamnya karena perajangan ini menyebabkan kelenjer minyak dapat terbuka selebar mungkin. Tujuan lainnya yaitu agar rendemen minyak menjadi lebih tinggi dan waktu penyulingan lebih singkat (Lutony, 1994).

Minyak atsiri, minyak mudah menguap, atau minyak terbang merupakan campuran dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam. Penyulingan dapat didefenisikan sebagai proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut. Proses penyulingan sangat penting diketahui oleh para penghasil minyak atsiri. Penyulingan suatu campuran yang berwujud cairan yang tidak saling bercampur, hingga membentuk dua fase atau dua lapisan. Keadaan ini terjadi pada pemisahan minyak atsiri dengan uap air. Penyulingan dengan uap air sering disebut hidrodestilasi. Pengertian umum ini memberikan gambaran bahwa penyulingan dapat dilakukan dengan cara mendidihkan bahan tanaman atau minyak atsiri dengan air. Pada proses ini akan dihasilkan uap air yang dibutuhkan oleh alat penyuling.


(24)

Dalam pengertian industri minyak atsiri dibedakan tiga tipe hidrodestilasi, yaitu: 1.Penyulingan Air

Bila cara ini digunakan maka bahan yang akan disuling berhubungan langsung dengan air mendidih. Bahan yang akan disuling kemungkinan mengapung di atas air atau terendam seluruhnya, tergantung pada berat jenis dan kuantitas bahan yang akan diperoses. Air dapat dididihkan dengan api secara langsung. Penyulingan air ini tidak ubahnya bahan tanaman direbus secara langsung.

2.Penyulingan uap dan air

Bahan tanaman yang akan diperoses secara penyulingan uap dan air ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang-lobang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Bagian bawah alat penyulingan diisi air sedikit di bawah dimana bahan ditempatkan. Bahan tanaman yang akan disuling hanya terkena uap, dan tidak terkena air yang mendidih.

3.Penyulingan uap

Uap yang digunakan lazim memilliki tekanan yang lebih besar daripada tekanan atmosfer dan dihasilkan dari hasil penguapan air yang berasal dari suatu pembangkit uap air. Uap air yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam alat penyulingan. Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang menyolok pada ketiga alat penyulingan tersebut. Namun demikian pemilihan tergantung pada cara yang digunakan, karena reaksi tertentu dapat terjadi selama penyulingan (Sastrohamidjojo, 2004).

2.5 Analisa Komponen Kimia Minyak atsiri dengan GC - MS 2.5.1 Kromatografi Gas

Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase bergerak (Yazid,2005). Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya


(25)

adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2003).

Dalam teknik kromatografi, semua pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari masing-masing komponen di antara kedua fase tesebut. Senyawa atau komponen yang tertahan (terhambat) lebih lemah oleh fase diam akan bergerak lebih cepat daripada komponen yang tertahan lebih kuat. Perbedaan gerakan antara komponen yang satu dengan yang lainnya disebabkan oleh perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan atau penguapan diantara kedua fase. Jika perbedaan-perbedaaan ini cukup besar, maka akan terjadi pemisahan secara sempurna (Yazid,2005).

Sekarang ini sistem GC-MS sebagian digunakan sebagai peran utama untuk analisa makanan dan aroma, petroleum, petrokimia dan zat-zat kimia di laboratorium. Kromatografi gas merupakan kunci dari suatu teknik anlitik dalam pemisahan komponen mudah menguap, yaitu dengan mengkombinasikan secara cepat analisa sehingga pemecahan yang tinggi mengurangi pengoperasian. Keuntungan dari kromatografi gas adalah hasil kuantitatif yang bagus dan harganya lebih murah. Sedangkan kerugiannya tidak dapat memberikan indentitas atau struktur untuk setiap puncak yang dihasilkan dan pada saat proses karakteristik yang didefenisikan sistem tidak bagus (Mcnair, 2009).

2.5.1.1 Gas Pembawa

Gas pembawa yang paling sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan karbondioksida (CO2). Keuntungannya adalah

karena semua gas ini tidak reaktif dan dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dikemas dalam tangki tekanan tinggi. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Gas pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain harus inert (tidak bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam kolom), murni, dan mudah diperoleh (Agusta, 2000).


(26)

2.5.1.2 Sistem Injeksi

Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efesien. Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu :

a. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan diuapkan dalam injektor yang panas dan 100% masuk menju kolom.

b. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan. c. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua

sampel diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup; dan

d. Injeksi langsung ke kolom (on colum injection), yang mana ujung semprit dimasukkan langsung ke dalam kolom.

Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap, karena kalau penyuntikkannya melalui lubang suntik, dikawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi (Rohman, 2009)

2.5.1.3 Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas (Rohman, 2009). Keberhasilan suatu proses pemisahan terutama ditentukan oleh pemilihan kolom. Kolom dapat terbuat dari tembaga, baja tahan karet, aluminium, atau gelas. Kolom dapat berbentuk lurus, melengkung, atau gulungan spiral sehingga lebih menghemat ruang (Agusta, 2000).

2.5.1.4 Fase Diam

Fase diam disapukan pada permukaan dalam medium, seperti tanah diatome dalam kolom atau dilapiskan pada dinding kapiler. Berdasarkan bentuk fisiknya, fase diam yang umum digunakan pada kolom adalah fase diam padat dan fase diam cair.


(27)

Berdasarkan sifatnya fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, sedikit polar, setengah polar (semi polar), dan sangat polar. Berdasarkan sifat minyak atsiri yang non polar sampai sedikit polar, untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom dalam fase diam yang bersifat sedikit polar. Jika dalam analisis minyak atsiri digunakan kolom yang lebih polar, sejumlah puncak yang dihasilkan menjadi lebar (lebih tajam) dan sebagai puncak tersebut juga membentuk ekor. Begitu juga dengan garis dasarnya tidak rata dan terlihat bergelombang. Bahkan kemungkinan besar komponen yang bersifat nonpolar tidak akan terdeteksi sama sekali (Agusta, 2000).

2.5.1.5 Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis kromatografi gas dan spektrometri massa. Umumnya yang sangat menentukan adalah pengaturan suhu injektor dan kolom. Kondisi analisis yang cocok sangat bergantung pada komponen minyak atsiri yang akan dianalisis. (Agusta, 2000).

2.5.1.6 Detektor

Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2009).

2.5.2. Spektrometri Massa

Pemboman molekul oleh sebuah arus elektron pada energi mendekati 70 elektron volt dapat menghasilkan banyak perubahan pada struktur molekul. Salah satu proses yang terjadi yang disebabkan oleh pemboman dengan elektron adalah keluarnya sebuah elektron dari molekul sehingga terbentuklah kation molekul [M.]+.


(28)

Ion berenergi tinggi ini serta hasil fragmentasinya merupakan dasar bagi cara analisis spektrometri massa (Pine, 1988).

Pada sistem GC-MS ini, yang berfungsi sebagai detektor adalah spektrometer massa itu sendiri yang terdiri dari sistem analisis dan sistem ionisasi, dimana Electron Impact ionization (EI) adalah metode ionisasi yang umum digunakan (Agusta, 2000).

Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk : 1. Menentukan massa suatu molekul

2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spectra)

3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola frakmentasinya

Ketika uap suatu senyawa dilewatkan dalam ruang ionisasi spektrometer massa, maka zat ini dibombardir atau ditembak dengan elektron. Elektron ini mempunyai energi yang cukup untuk melemparkan elektron dalam senyawa sehingga akan memberikan ion positif, ion ini disebut dengan ion molekul (M+). Ion molekul cendrung tidak stabil dan terpecah menjadi frakmen-frakmen yang lebih kecil. Frakmen-frakmen ini yang akan menghasilkan diagram batang (Dachriyanus,2004).

Spektrometer mampu menganalisis cuplikan yang jumlahnya sangat kecil dan menghasilkan data yang berguna mengenai struktur dan indentitas senyawa organik. Jika efluen dari kromatofrafi gas diarahkan ke spektrometer massa, maka informasi mengenai struktur untuk masing-masing puncak pada kromatogram dapat diperoleh. Karena laju aliran yang rendah dan ukuran cuplikan yang kecil, cara ini paling mudah diterapkan pada kolom kromatografi gas kapiler. Cuplikan disuntikkan ke dalam kromatografi gas dan terkromatografi sehingga semua komponenya terpisah. Spektrum massa diukur secara otomatis pada selang waktu tertentu atau pada maksimum atau tengah-tengah puncak ketika keluar dari kolom. Kemudian data disimpan di dalam komputer, dan daripadanya dapat diperoleh hasil kromatogram disertai integrasi semua puncak. Disamping itu, kita dapat memperoleh spektrum massa masing-masing komponen. Spektrum ini dapat dipakai pada indentifikasi


(29)

senyawa yang pernah diketahui dan sebagai sumber informasi struktur dan bobot molekul senyawa baru (Gritter, 1991).

Peningkatan penggunaan GC-MS banyak digunakan yang dihubungkan dengan komputer dimana dapat merekam dan menyimpan data dari sebuah analisis akan berkembang pada pemisah yang lebih efesien. Karena komputer dapat diprogram untuk mencari spektra library yang langka, membuat indentifikasi dan menunjukkan analisis dari campuran gas tersebut (Willett, 1987).

2.6. Spektroskopi Inframerah

Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada pelbagai panjang gelombang absorpsi masing-masing gugus fungsi disebut Spektroskopi inframerah. Suatu spektrum inframerah ialah suatu grafik dari panjang gelombang atau frekuensi, yang secara berkesinambungan berubah sepanjang suatu daerah sempit dari spektrum elektromagnetik, versus transmisi-persen (%T) atau absorbansi (A) (Fessenden, 1986). Spektroskopi inframerah digunakan untuk penentuan struktur, khususnya senyawa organik dan juga analisis kuantitatif. Spektrum inframerah memberikan puncak-puncak maksimal yang jelas sebaik puncak minimumnya (Khopkar, 2003). Indentifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah (Creswell, 2005).

Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang daripada 100 cm-1 diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi utaran molekul. Penyerapan ini tercatu dan dengan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri (Silverstein, 1981).

Spektrum inframerah dapat diperoleh dari gas, cairan atau padatan. Spektrum gas atau cairan yang mudah menguap dapat diperoleh dengan memuaikan cuplikan kedalam suatu sel yang telah dikosongkan. Teknik fase uap ini terbatas karena secara


(30)

nisibi sejumlah besar senyawa tidak mempunyai tekanan uap cukup tinggi agar menghasilkan spektrum yang dapat dimanfaatkan (Silverstein, 1981).

2.7. Bakteri

Kelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam, yang berhubungan dengan makanan dan manusia adalah bakteri. Adanya bakteri dalam bahan pangan dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak diinginkan atau menimbulkan panyakit yang ditularkan melalui makanan (Buckle, 2007). Sel bakteri secara keseluruhan atau bagian dari sel memungkinkan untuk dicat dengan berbagai cat atau warna. Cat yang umum dipakai adalah cat Gram. Kemampuannya untuk mengikat cat tergantung atas spesies bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Gaman,1992).

2.7.1 Bakteri Gram Positif

Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna metal unggu sewaktu pewarnaan gram dan lebih tahan terhadap ketahanan terhadap perlakuan fisik daripada bakteri gram negatif.

2.7.1.1 Streptococcus mutan

Spesies Streptococcus berbentuk bulat yang dapat dijumpai secara tunggal, berpasangan atau berbentuk rantai. Bakteri ini termasuk bakteri gram positif. (Tortora,2001).Bakteri ini berperan nyata dalam produksi susu dan sayur-sayuran (Buckle, 2007). Pengamatan bahwa kerusakan gigi salah satunya disebabkan oleh Streptococcus mutan. Glukan melekat erat pada permukaan gigi dan pada bakteri, yang membawa streptococcus berhubungan sangat erat dengan email gigi (Volk dan Wheeler, 1984)


(31)

2.7.2.2 Staphylococcus aureus

Spesies Staphylococcus khususnya berbentuk seperti tandan anggur. Dimana sesuai namanya aureus memiliki pigmen koloni berwarna kuning. Kelompok ini bersifat anaerob fakultatif. Beberapa karakteristik dari staphylococcus ini memiliki banyak bentuk. Mereka dapat tumbuh pada kondisi di bawah tekanan osmosis atau daerah lembab. Bakteri ini juga dapat tumbuh pada makanan di atas tekanan osmosis seperti pada daging. Staphylococcus aureus bersifat sebagai toksin bahwa kontribusi bakteri patogen ini dapat menyerang tubuh dan merusak memberan (Tortora, 2001). Pada waktu pertumbuhan, organism ini mampu memproduksi suatu enterotoksin yang cukup berbahanya yang menyebabkan terjadinya peristiwa keracunan makanan (Buckle, 2007).

2.7.2 Bakteri Gram Negatif

Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil unggu pada metode pewarnaan gram. Ketahanan bakteri ini terhadap perlakuan fisik kurang tahan.

2.7.2.1 Salmonella sp

Salmonella merupakan salah satu genus dari Enetrobacteriaceae, berbentuk batang gram negatif, anaerob fakultatif dan aerogenik. Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakeri penyebab infeksi. Jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu antara 5 - 47oC, dengan suhu optimum 35 - 37oC. Beberapa sel tetap dapat hidup selama penyimpanan beku. Di samping itu,salmonella dapat tumbuh pada pH 4,1 - 9,0 dengan pH optimum 6,5 - 7,5. Nilai pH minimum bervariasi bergantung kepada serotipe, suhu inkubasi, komposisi media dan jumlah sel. Pada pH di bawah 4,0 dan di atas 9,0 salmonella akan mati secara perlahan.

Salmonella mungkin terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi, tetapi tidak selalu menimbulkan perubahan dalam hal warna, bau, maupun rasa dari makanan tersebut. Makanan-makanan yang sering terkontaminasi oleh salmonella yaitu telur


(32)

dari hasil olahannya,ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju (Supardi,1999).

2.7.2.2 Shigella

Shigella merupakan suatu bakteri patogen yang dapat menyebabkan gejala penyakit shigellosis atau sering disebut disentri. Shigella adalah suatu bakteri dari familia Enterobacteriacea, bersifat gram negatif bentuk batang. Shigella dapat tumbuh pada suhu 37oC. Bakteri ini sensitif terhadap panas dan tahan terhadap konsentrasi garam 5 - 6% (Supardi,1999).

Usaha menjaga agar mikroorganisme perusak tidak mencemari bahan makanan dapat mengurangi kerusakan makanan, memudahkan pengawetan pangan dan memperkecil kemungkinan adanya patogen. Pengepakan (kemasan) makanan, pengalengan makanan yang telah diolah dan pelaksanaan metode yang telah memenuhi syarat kebersihan dalam menangani bahan makanan merupakan contoh penanganan aseptik (Pelczar, 1988).


(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat-alat

Alat stahl

GC-MS Shimadzu

Spektrofotometri Inframerah (FT-IR) Shimadzu Belender

Gelas ukur 100 ml Pyrex

Gelas Erlenmeyer 250 ml Pyrex

Gelas ukur 100 ml Pyrex

Labu destilasi 1000 ml Pyrex

Pipet serologi Pyrex

Pipet tetes Cawan petri Bunsen

Tabung reaksi Pyrex

Kertas cakram Oxoid

Jarum ose Jangka sorong Hot plate stirer

Inkubator Fisher

Oven Gallenkamp

Aluminium foil Autoklaf Fortex Kapas

Neraca analitis Spatula


(34)

3.2 Bahan-bahan

Jahe Emprit

Na2SO4 anhidrus p.a. Merck

Etanol absolut p.a. Merck

Alkohol 70% Aquadest

Nutrien Agar (NA) p.a. Oxoid

Mueller Hinton Agar (MHA) p.a. Oxoid Larutan Standar Mcfarland

Staphylococcus aureus Streptococcus mutan Shigella sp

Salmonella sp

3.3 Prosedur Penelitiaan 3.3.1 Penyediaan Sampel

3.3.1.1 Penyediaan Rimpang Jahe Emprit

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) yang diperoleh dari Pematang Raya Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara. Jahe diambil dari tumbuhan yang berumur ± 8 bulan. Rimpang jahe emprit dibersihkan dan diperkecil ukurannya dengan cara diblender.

3.3.2 Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit dengan Alat Destilasi Stahl

Sebanyak 255 gram rimpang jahe emprit dihaluskan dengan cara dibelender dan dimasukkan ke dalam labu destilasi 1000 ml ditambahkan air sampai kira-kira ± ¾ isi labu, dipasang pada alat penyuling stahl, dan dididihkan selama ± 4-5 jam hingga minyak atsiri menguap sempurna. Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dengan air yang selanjutnya dipisahkan dengan corong pisah. Kemudian ditambah sedikit Na2SO4 anhidrus pada botol vial untuk memastikan minyak atsiri


(35)

minyak yang diperoleh dianalisa kandungan kimianya menggunakan alat GC-MS dan analisis FT-IR dan dilakukan uji aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 1%, 2%, 3% dan 4% v/v dalam etanol absolut.

3.3.3 Analisis Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit dengan GC-MS dan Analisis FT-IR

Analisis ini dilakukan di laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM Yogyakarta, menggunakan GC-MS dengan jenis pengion EI (Elektron Impack), kolom Rastek RXi-5MS, panjang 30 meter, suhu kolom 60oC, dan gas pembawa Helium dan dilakukan anlisis spektrofotometri inframerah.

3.3.4 Pengenceran Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit

Minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) diencerkan dengan pelarut etanol absolut dengan masing-masing konsentrasi 1%, 2%, 3% dan 4% v/v.

3.3.5 Pengujian Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit 3.3.5.1 Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) dan Subkultur Bakteri

Dimasukkan 5,6 g media NA ke dalam gelas erlenmeyer, dilarutkan dengan 200 ml aquadest yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan, lalu disterilkan di dalam autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit. Kemudian dibagi ke dalam empat cawan petri, dibiarkan media memadat. Digoreskan bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp yang berasal dari isolat secara aseptik kedalam media yang sudah memadat. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.

3.3.5.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

Dimasukkan 7,6 g media MHA ke dalam gelas erlenmeyer, dilarutkan dengan 200 ml aquadest yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan lalu disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.


(36)

3.3.5.3 Suspensi Bakteri

Dimasukkan 10 ml aquadest yang telah disterilkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp dan Salmonella sp yang sudah disubkultur ke dalam aquadest dengan menggunakan jarum ose yang sudah steril. Dimasukkan bakteri hingga kekeruhan aquadest sama dengan kekeruhan standar mcfarland.

3.3.5.4 Uji Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit

Dimasukkan 0,1 ml suspensi bakteri Staphylococcus aureus ke dalam media MHA yang sebelumnya telah dibiarkan memadat didalam cawan petri lalu diratakan dengan menggunakan hockey stick dan dibiarkan sesaat. Dimasukkan kertas cakram yang telah dibasahi oleh minyak atsiri rimpang jahe emprit yang telah diencerkan dengan etanol absolut dengan masing-masing konsentrasi kedalam cawan petri yang telah berisi bakteri dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Setelah itu diukur zona bening yang ada di sekitar kertas cakram dengan menggunakan jangka sorong. Dilakukan perlakuan yang sama untuk suspensi dari bakteri Streptococus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp.


(37)

3.4Bagan Penelitian

3.4.1 Isolasi Minyak Atsiri dari Rimpang Jahe Emprit

255 g rimpang jahe emprit yang telah dihaluskan

Dimasukkan ke dalam labu destilasi Ditambahkan airsampai + 3/4 labu destilasi Didestilasi dengan alat stahl selama 4-5 jam

Residu Destilat

Dimasukkan ke dalam corong pisah

Lapisan bawah Lapisan atas

Ditambahkan Na2SO4 anhidrous Disaring

Residu Minyak atsiri rimpang jahe emprit

Uji aktivitas antibakteri Analisa GC-MS

Analisa FT-IR Ditentukan kadar


(38)

3.4.2 Subkultur Bakteri

Dilakukan perlakuan yang sama untuk bakteri Streptococcus mutan, Shigella sp dan Salmonella sp.

5,6 g media NA (Nutrient Agar)

Dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer 250 ml

Dilarutkan dalam 200 ml aquadest sambil diaduk dan dipanaskan

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC

Media NA (Nutrient Agar) steril

Dituangkan ke dalam cawan petri steril Dibiarkan memadat

Digoreskan bakteri Staphylococcus aureus secara aseptik ke dalam media NA yang telah memadat

Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC


(39)

3.4.3 Uji Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit

7,6 g media MHA (Meuller Hilton Agar)

Dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer 250 ml

Dilarutkan dengan 200 ml aquadest sambil dipanaskan dan diaduk Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC

10 ml aquadest steril

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang steril Dimasukkan bakteri Staphylococcus aureus yang sudah disubkultur dengan menggunakan jarumose

Disamakan kekeruhanya dengan standar Mcfarland

Suspensi Bakteri

Dimasukkan 0,1 ml suspensi bakteri ke dalam media MHA

Media MHA ( Meuller Hilton Agar) steril

Dituang ke dalam cawan petri yang steril

Dibiarkan memadat

Disebarkan dengan menggunakan hockey stick

Dimasukkan kertas cakram yang ditetesi dengan minyak atsiri rimpang jahe emprit dengan penambahan pelarut etanol absolut dengan konsentrasi masing-masing 1%, 2%, 3%, dan 4% v/v di atas permukaan media yang berisi bakteri

Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC Diukur zona bening antibakteri disekitar cakram dengan jangka sorong

Hasil

Dilakukan perlakuan yang sama untuk pembuatan suspensi bakteri Streptococcus mutan, Shigella sp dan


(40)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Minyak Atsiri dari Proses Destilasi dengan Alat Stahl

Dari hasil destilasi rimpang jahe emprit sebanyak 255 g diperoleh 1,7 ml (0,66 v/b) minyak atsiri berwarna kuning pucat.

4.1.2 Hasil Analisis dengan GC – MS

Minyak atsiri yang diperoleh secara hidrodestilasi dianalisis dengan Gas Chromatography – Mass Spectroscopy (GC –MS). Data kromatogram GC dari rimpang jahe emprit hasil hidrodestilasi adalah sebanyak 42 puncak dengan data kromatogram MS sebanyak 9 senyawa yang dianalisis berdasarkan persentase yang terbesar yaitu sebagai berikut :


(41)

Tabel 4.1. Kadar Komponen-komponen Kimia Penyusun Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit

NO Rumus Molekul Kadar (%) Waktu Retensi (menit)

Puncak Fragmen Senyawa

1 C10H16 2,36 6,974 136, 121, 93, 79,

67, 53, dan 41

Camphene

2 C8H14O 2,39 8,008 126, 108, 93, 71,

69, 43 dan 41

5-Hepten-2-one, 6-methyl

3 C10H18O 5,27 9,057 154, 140, 139, 125,

108, 93, 81, 69, 43 dan 41

1,8-Cineole

4 C10H20O 3,95 13,105 156, 138, 123, 109,

95, 81,69,55 dan 41

Citronellol

5 C11H22O 2,09 14,138 170, 155, 127, 110,

85, 71, 58, 43 dan 41

2-Undecanone

6 C15H22 11,81 17,067 202, 187, 161, 145,

132,119,105, 91,77,69, 55 dan 41

Benzene, 1-(1,5-

dimethyl-4-hexenyl)-4-methyl 7 C15H24 15,42 17,271 204, 189, 147, 133,

119, 105, 93, 77, 69, 55 dan 41

Zingiberene

8 C15H24 12,96 17,369 204, 161, 148, 133,

119, 107, 93, 79, 69, 55 dan 41

Alpha-Farnesene

9 C15H24 10,96 17,657 204, 189, 161, 147,

133, 109, 93, 77, 69, 55 dan 41


(42)

4.1.3 Hasil Analisis dengan FT-IR

Gambar 4.2. Spektrum FT-IR Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit

Hasil analisis spektrofotometri inframerah (FT-IR) dari minyak atsiri jahe emprit menghasilkan pita-pita serapan pada bilangan gelombang (cm-1) sebagai berikut :

1. Pada bilangan gelombang 3402,43 cm-1 puncak melebar menunjukkan adanya vibrasi ulur –OH

2. Pada bilangan gelombang 2924,09-2870,08 cm-1 puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi ikatan C-H

3. Pada bilangan gelombang 1720,5-1604,17 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C

4. Pada bilangan gelombang 1450,47-1033,85 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan CH3

5. Pada bilangan gelombang 1720,50 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=O

6. Pada bilangan gelombang 1234, 44 – 1033,85 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan C-O


(43)

4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri

Minyak atsiri rimpang jahe emprit diencerkan dengan etanol absolut (95%) dengan variasi konsentrasi 1%, 2%, 3% dan 4% v/v. Sifat antibakteri minyak atsiri rimpang jahe emprit menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan beberapa bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp dan Salmonella sp.

(a) Staphylococcus aureus (b) Streptococcus mutan

(c) Shigella sp (d) Salmonella sp

Gambar 4.3. Zona hambat dari minyak atsiri rimpang jahe emprit 1%, 2%, 3%

dan 4 % v/v dalam etanol absolut terhadap kultur bakteri (a) Staphylococcus aureus, (b) Streptococcus mutan, (c) Shigella sp dan (d) Salmonella sp

Hasil pengujian minyak atsiri rimpang jahe emprit terhadap pertumbuhan bakteri gram positif Staphylococcus aureus dan Strptococcus mutan serta pertumbuhan bakteri gram negatif Shigella sp dan Salmonella sp setelah inkubasi 1 x 24 jam dapat dilihat pada tabel 4.1.4


(44)

Tabel 4.2. Hasil pengukuran diameter zona hambat beberapa kultur bakteri oleh minyak atsiri rimpang jahe emprit

Bakteri uji Konsentrasi minyak atsiri rimpang jahe (% v/v) dengan pelarut etanol

1% (mm) 2% (mm) 3% (mm) 4% (mm)

Staphylococcus aureus

0,8 1,2 1,4 2,8

Streptococcus mutan

0,6 0,6 0,6 0,8

Shigella sp 0,8 1,0 1,2 1,6

Salmonella sp 0,8 1,0 1,4 2,6

4.2 Pembahasan

4.2.1 Minyak Atsiri dari Proses Destilasi dengan Alat Stahl

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh penentuan kadar minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) sebanyak 0,66% v/b dan minyak atsiri berwarna kuning pucat. Kecilnya kadar minyak atsiri jahe emprit yang diperoleh kemungkinan disebabkan karena rimpang jahe emprit yang diperoleh dari Pematang Raya masih berumur ± 8 bulan. Kadar minyak atsiri tumbuhan dipengaruhi oleh tingkat kematangan atau umur panen, bagian organ yang disuling, musim pemanenan, tanah dan iklim tempat pemanenan, varietas atau spesies yang ditanam, serta faktor lingkungan lainnya (Setyawan, 2002).

4.2.2 Analisis Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit

1. Puncak dengan RT 6,975 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16 data spektrum menunjukkan ion molekul 136. Dengan membandingkan

data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library, yang lebih mendekati adalah Camphene sebanyak 2,33% .


(45)

Gambar 4.4. Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 6,974 menit

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 136 yang merupakan berat molekul camphene. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1 menunjukkan gugus fungsi alkena dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C dan pada bilangan gelombang 2924,09 – 2870,08 cm-1 puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi ikatan C-H.

Me Me CH2

+.

(C10H16)+

m/z 136

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 121 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3 dari

(C10H16)+

Me

CH2

+

(C9H13)+


(46)

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 93 sebagai hasil terlepasnya C2H4 dari (C9H13)+

CH2

+

(C7H9)+

m/z 93

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 41 sebagai hasil lepasnya C4H4 dari (C7H9)+

(CH2=CH-CH2)+

(C3H5)+

m/z 41

2. Puncak dengan RT 8,008 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C8H14O. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 126. Dengan

membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan spektrum pada library yang lebih mendekati adalah 5-Hepten-2-one,6-metyl sebanyak 2,39%.


(47)

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 126 yang merupakan berat molekul 5-Hepten-2-one,6-metyl. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1 menunjukkan gugus fungsi alkena dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C dan pada bilangan gelombang 1720,50 cm-1 menunjukkan gugus fungsi keton dengan adanya vibrasi ikatan C=O.

o +.

(C8H14O)+

m/z 126

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 108 sebagai hasil terlepasnya H2O dari (C8H14O)+

+

C

.

(C8H12)+

m/z 108

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 69 sebagai hasil terlepasnya C3H3 dari (C8H12)+

+

CH2

(C5H9)+

m/z 69

Selanjutnya diikuti fragmen 5m/z 43 sebagai hasil terlepasnya C2H2 dari (C5H9)+

(CH3CHCH3)+

(C3H7)+

m/z 43

3. Puncak dengan RT 9,057 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H18O. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 154. Dengan


(48)

membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum pada library yang mendekati adalah 1,8-Cineole sebanyak 5,27%.

Gambar 4.6. Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 9,057 menit

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 154 yang merupakan berat molekul 1,8-Cineole. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1234,44 – 1033,85 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan C-O dan bilangan gelombang 1450,47-1033,85 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan CH3.

o

Me Me

Me +.

(C10H18O)+

m/z 154

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 139 sebaga hasil terlepasnya radikal CH3 dari

(C10H18O)+

o

Me Me


(49)

(C9H15O)+

m/z 139

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 125 sebagai hasil terlepasnya CH2 dari (C9H15O)+

o

Me Me

+

(C8H13O)+

m/z 125

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 108 sebagai hasil terlepasnya OH dari (C8H13O)+ +

Me Me

(C8H12)+

m/z 108

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 43 sebagai hasil terlepasnya C5H5 dari (C8H12)+

(CH3CHCH3)+ (C3H7)+

m/z 43

4. Puncak dengan RT 13,105 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H20O. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 156. Dengan

membandingkan data spektrum yang lebih mendekat yang diperoleh dengan data spektrum pada library yang lebih mendekati adalah Citronellol sebanyak 3,95%.


(50)

Gambar 4.7.Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 13,105 menit

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 156 yang merupakan berat molekul 6-Okten-1-ol3,7-dimethyl. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1 menunjukkan gugus alkena dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C dan daerah bilangan gelombang 3402,43 cm-1 menunjukkan gugus fungsi alkohol dengan puncak melebar menunjukkan adanya vibrasi ulur –OH.

+

OH

.

(C10H20O)+

m/z 156

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 138 sebagai hasil terlepasnya H2O dari (C10H20O)+

+.

(C10H18)+


(51)

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 123 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3 dari

(C10H18)+

+

(C9H15)+

m/z 123

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 41 sebagai hasil terlepasnya C6H10 dari (C9H15)+

(CH2=C-CH3)+

( C3H5)+

m/z 41

5. Puncak dengan RT 14,142 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C11H22O. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 170. Dengan

membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum pada library yang lebih mendekati adalah 2-Undecanone sebanyak 2,09%.


(52)

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 170 yang merupakan berat molekul 2-Undecanone. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,50 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=O menunjukkan gugus fungsi keton dan bilangan gelombang 1450,47-1033,85 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan CH3.

+

O .

(C11H22O)+

m/z 170

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 155 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3 dari

(C11H20O)+

O

+

(C10H19O)+

m/z 155

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 127 sebagai hasil terlepasnya C2H4 dari (C10H19O)+

+

O

(C8H15O)+

m/z 127

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 58 sebagai hasil terlepasnya C5H9 dari (C8H15O)+

CH3-C-CH3

O

(C3H6O)+


(53)

6. Puncak dengan RT 17,067 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C15H22. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 202. Dengan

membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum pada library yang lebih mendekati adalah Benzene,1-(1,5-dimetyl-4-hexenyl sebanyak 11,81%.

Gambar 4.9. Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 17,067 menit

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 202 yang merupakan berat molekul Benzene,1-(1,5-dimetyl-4-hexenyl. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C dan daerah bilangan gelombang 2924,09 – 2870,08 cm-1 puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi ikatan C-H.

H3C

C-CH2-CH2-CH=C CH3

CH3 CH3

H

+.

(C15H22)+

m/z 202

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 187 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3 dari


(54)

H3C

C-CH2-CH2-CH=C CH3

CH3

H

+

(C14H19)+

m/z 187

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 145 sebagai hasil terlepasnya C3H6 dari (C14H19)+

H3C

C-CH=CH CH3

H

+

(C11H13)+

m/z 145

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 119 sebagai hasil terlepasnya C2H2 dari (C11H13)+

H3C

C CH3

H

+

(C9H11)+

m/z 119

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 41 sebagai hasil terlepasnya C6H6 dari (C9H11)+

(CH2=CHCH2)+

(C3H5)+

m/z 41

7. Puncak dengan RT 17,271 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C15H24. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 204. Dengan

membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum pada library yang lebih mendekati adalah Zingiberen sebanyak 15,42%.


(55)

Gambar 4.10. Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 17,271 menit

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 204 yang merupakan berat molekul Zingiberene. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1 menunjukkan gugus fungsi alkena dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C.

H3C

C-CH2-CH2-CH=C CH3

CH3 CH3

H

+.

(C15H24)+

m/z 204

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 189 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3 dari


(56)

H3C

C-CH2-CH2-CH=C CH3

CH3

H

+

(C14H21)+

m/z 189

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 147 sebagai hasil terlepasnya C3H6 dari (C14H21)+

H3C

C-CH=CH CH3

H

+

(C11H15)+

m/z 147

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 93 sebagai hasil terlepasnya C4H6 dari (C11H15)+

H3C

+

(C7H9)+

m/z 93

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 41 sebagai hasil terlepasnya C6H6 dari (C7H9)+

(CH2=CHCH2)+

(C3H5)+

m/z 41

8. Puncak dengan RT 17,369 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C15H24. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 204. Dengan


(57)

yang lebih mendekati adalah Alpha-Farnesene sebanyak 12,96%.

Gambar 4.11. Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 17,369 menit

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 204 yang merupakan berat molekul Alpha-Farnesene. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1 menunjukkan gugus fungsi alkena dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C.

+.

(C15H24)+

m/z 204

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 161 sebagai hasil terlepasnya C3H7 dari (C15H24)+ +

CH

CH

(C12H17)+

m/z 161


(58)

+

(C10H13)+

m/z 133

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 119 sebagai hasil terlepasnya CH2 dari (C10H13)+

+

(C9H11)+

m/z 119

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 93 sebagai hasil terlepasnya C2H2 dari (C9H11)+

+

(C7H9)+

m/z 93

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 41 sebagai hasil terlepasnya C4H9 dari (C7H9)+

(CH2=CH-CH2)+

(C3H5)+

m/z 41

9. Puncak dengan RT 17,658 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C15H24. Data spektrum massa menunjukkan ion molekul 204. Dengan


(59)

yang lebih mendekati adalah Beta-Sesquiphellandrene sebanyak 10,96%.

Gambar 4.12. Spektrum massa minyak atsiri jahe emprit dengan RT 17,658 menit

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul pada m/z 204 yang merupakan berat molekul Beta-Sesquiphellandrene. Data ini didukung oleh analisis FT-IR yaitu puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1720,5 – 1604,17 cm-1 menunjukkan gugus fungsi alkena dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ikatan rangkap C=C dan daerah bilangan gelombang 1450,47 – 1033,85 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi tekuk ikatan CH3.

H2C

C-CH2-CH2-CH=C CH3

CH3 CH3

H

+.

(C15H24)+

m/z 204

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 189 sebagai hasil terlepasnya radikal CH3 dari


(60)

H2C

C-CH2-CH2-CH=C CH3

CH3

H

+

(C14H21)+

m/z 189

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 161 sebagai hasil terlepasnya C2H4 dari (C14H21)+

H2C

C-CH2-CH=CH CH3

H

+

(C12H17)+

m/z 161

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 147 sebagai hasil terlepasnya CH2 dari (C12H17)+

H2C

C=CH CH3

H

+

(C11H15)+

m/z 147

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 133 sebagai hasil terlepasnya CH2 dari (C11H15)+

H2C

C=CH CH3

H

+

(C10H13)+

m/z 133


(61)

CH2

+

(C6H11)+

m/z 69

Selanjutnya diikuti fragmen m/z 41 sebagai hasil terlepasnya C2H4 dari (C6H11)+

(CH2=CH-CH2)+

(C3H5)+

m/z 41

4.2.3 Uji Antibakteri Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit

Dari tabel 4.1 diketahui bahwa minyak atsiri jahe emprit pada konsentrasin1 % telah dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Salmonella sp, dan Shigella sp. Hal ini menunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang jahe emprit aktif menghambat pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp dan Salmonella sp. Pada konsentrasi 1% pertumbuhan koloni bakteri mulai dapat dihambat dengan luas daerah hambat yang berbeda. Hal ini disebabkan karena struktur dinding sel bakteri yang dicegah dan merusak dinding sel yang menyebabkan tekanan osmotik dalam sel lebih tinggi daripada lingkungan luar sel sehingga sel akan mengalami lisis. Komponen senyawa pada jahe emprit mengandung gugus polar –OH seperti Citronellol dan hidrokarbon teroksigenasi seperti 1,8-Cieole dan 2-Undecanone yang bersifat sebagai antibakteri. Kepolaran senyawa inilah yang mengakibatkan senyawa lebih mudah menembus dinding sel bakteri (Yanotama, 2009). Minyak atsiri yang aktif pada umumnya mengandung gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebankan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi turunan fenol


(62)

menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis dan menyebabkan kematian sel (Parwata, 2008).

Senyawa-senyawa metabolik sekunder golongan fenol, terpenoid dan minyak atsiri diduga merupakan golongan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Terjadinya penghambat terhadap pertumbuhan koloni bakteri diduga disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada komponen struktural membran sel bakteri. Kerusakan membran sel menyebabkan terganggunya transport nutrisi melalui membran sel sehingga sel bakteri mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya (wulandari, 2006).

Terbentuknya daerah bening di sekitar kertas cakram menunjukkan terjadnya penghambat pertumbuhan koloni bakteri akibat pengaruh senyawa bioaktif yang terdapat pada minyak atsiri rimpang jahe emprit yang diencerkan dalam etanol 95% (absolut). Minyak atsiri rimpang jahe emprit dapat dikatakan aktif terhadap biakan bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp dengan membentuk zona bening di sekitar cakram yang telah dibasahi dengan minyak atsiri. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, zona bening yang terbentuk semakin besar dengan bertambahnya konsentrasi.


(63)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) adalah 0,66%. Jumlah senyawa minyak atsiri adalah 42 senyawa. Senyawa utama dengan kadar yang cukup tinggi pada jahe emprit ada empat senyawa, yaitu senyawa Benzene, 1-(1,5-dimethyl-4-hexenyl)-4-methyl (11,81%), senyawa Zingiberene (15,42%), senyawa Alpha-Farnesene (12,96%) dan senyawa Beta-sesquiphellandrene (10,96%).

2. Minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp dan Salmonella sp.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap senyawa-senyawa yang dikandung oleh minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) yang memiliki banyak manfaat serta perlu juga dilakukan pengujian antibakteri terhadap bakteri yang lain.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung : Penerbit ITB.

Buckle, K.A. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo. Jakarta : UI-Press. Creswell, C.J. 2005. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Bandung : Penerbit ITB. Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Cetakan

Pertama. Padang : Andalas Universiti Press.

Fessenden, R.J. 1986. Kimia Organik. Penerjemah Aloysis Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Gritter, R.J. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit ITB.

Gaman,P.M. 1992. Ilmu Pangan. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Guenther, E. 2006. Minyak Atsiri. Jilid 1. Jakarta : UI-Press.

2010.

Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Lutony, T.L. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Bandung: Penebar Swadaya.

Mcnair, H.M. 2009. Basic Gas Chromatography. Second Edition. New Jersey : A john Wiley & Sons. Inc. Publicaation.

Mulja, H.M. 1994. Perkembangan Instrumentasi Kromatografi Gas. Surabaya: Airlangga University Press.

Paimin, F.B. 1991. Pengolahan Perdagangan Jahe. Cetakan 1. Jakarta: Penebar Swadaya.

Parwata, M.O.A. 2008. Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galangal L.). Jurnal Kimia (2) : 100-104.

Pasto, D.J. 1992. Experiments and Techniques in Organic Chemistry. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs.


(65)

Pelczar, M.J. 1986. Dasar – dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI – Press.

Pine, S.H. 1988. Kimia Organik. Terbitan keempat. Bandung : Penerbit ITB.

Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Edisi Pertama. Yokyakarta : Graha Ilmu.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Cetakan 1. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Setyawan, A.D. 2002. Keragaman Varietas Jahe (Zingiber officinaleRosc.) berdasarkan Kandungan Kimia Minyak Atsiri. Jurnal Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. BioSMART Volume 4, Nomor 2 : 48-54. Silverstein, R.M. 1981. Spectrometric Indentification of Organic compound. Fouth

Edition. New Jork : John wiley and Sons.

Supardi, H.I. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Edisi Pertama. Bandung : Penerbit Alumni.

Syukur, C. 2001. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Jakarta : Penebar Swadaya. Tortora, G.J. 2001. Microbiology. New York. An Imprint of Addison Wesley

Longman, inc.

Volk dan wheeler. 1984. Mikrobiologi Dasar. Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga Willet, J.E. 1987. Gas chromatography. London: John Wiley & Sons.

Widiyanti, R. 2009. Analisis Kandungan Fenol Total Jahe (Zingibere officinale Roscoe). Skripsi FK. Jakarta : Universitas Indonesia.

Wulandari, S. 2006. Bioaktifasi Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roxb.) dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri Escerichia coli dan Bacillus subtilis. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau. Jurnal Biogenesis Vol. 2(2): 64-66.

Yanotama, H.D. 2009. Analisis Komponen Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dan Bioautografinya. Skripsi. Surakarta : Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta.


(66)

(67)

Rimpang Jahe Emprit (Zingiber officinale Rosc.)


(1)

menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis dan menyebabkan kematian sel (Parwata, 2008).

Senyawa-senyawa metabolik sekunder golongan fenol, terpenoid dan minyak atsiri diduga merupakan golongan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Terjadinya penghambat terhadap pertumbuhan koloni bakteri diduga disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada komponen struktural membran sel bakteri. Kerusakan membran sel menyebabkan terganggunya transport nutrisi melalui membran sel sehingga sel bakteri mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya (wulandari, 2006).

Terbentuknya daerah bening di sekitar kertas cakram menunjukkan terjadnya penghambat pertumbuhan koloni bakteri akibat pengaruh senyawa bioaktif yang terdapat pada minyak atsiri rimpang jahe emprit yang diencerkan dalam etanol 95% (absolut). Minyak atsiri rimpang jahe emprit dapat dikatakan aktif terhadap biakan bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp, dan Salmonella sp dengan membentuk zona bening di sekitar cakram yang telah dibasahi dengan minyak atsiri. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, zona bening yang terbentuk semakin besar dengan bertambahnya konsentrasi.


(2)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) adalah 0,66%. Jumlah senyawa minyak atsiri adalah 42 senyawa. Senyawa utama dengan kadar yang cukup tinggi pada jahe emprit ada empat senyawa, yaitu senyawa Benzene, 1-(1,5-dimethyl-4-hexenyl)-4-methyl (11,81%), senyawa Zingiberene (15,42%), senyawa Alpha-Farnesene (12,96%) dan senyawa Beta-sesquiphellandrene (10,96%).

2. Minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutan, Shigella sp dan Salmonella sp.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap senyawa-senyawa yang dikandung oleh minyak atsiri rimpang jahe emprit (Zingiber officinale Rosc.) yang memiliki banyak manfaat serta perlu juga dilakukan pengujian antibakteri terhadap bakteri yang lain.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung : Penerbit ITB.

Buckle, K.A. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo. Jakarta : UI-Press.

Creswell, C.J. 2005. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Bandung : Penerbit ITB.

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Cetakan Pertama. Padang : Andalas Universiti Press.

Fessenden, R.J. 1986. Kimia Organik. Penerjemah Aloysis Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Gritter, R.J. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit ITB.

Gaman,P.M. 1992. Ilmu Pangan. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Guenther, E. 2006. Minyak Atsiri. Jilid 1. Jakarta : UI-Press.

2010.

Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Lutony, T.L. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Bandung: Penebar Swadaya.

Mcnair, H.M. 2009. Basic Gas Chromatography. Second Edition. New Jersey : A john Wiley & Sons. Inc. Publicaation.

Mulja, H.M. 1994. Perkembangan Instrumentasi Kromatografi Gas. Surabaya: Airlangga University Press.

Paimin, F.B. 1991. Pengolahan Perdagangan Jahe. Cetakan 1. Jakarta: Penebar Swadaya.

Parwata, M.O.A. 2008. Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galangal L.). Jurnal Kimia (2) : 100-104.


(4)

Pelczar, M.J. 1986. Dasar – dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI – Press.

Pine, S.H. 1988. Kimia Organik. Terbitan keempat. Bandung : Penerbit ITB.

Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Edisi Pertama. Yokyakarta : Graha Ilmu.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Cetakan 1. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Setyawan, A.D. 2002. Keragaman Varietas Jahe (Zingiber officinaleRosc.) berdasarkan Kandungan Kimia Minyak Atsiri. Jurnal Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. BioSMART Volume 4, Nomor 2 : 48-54.

Silverstein, R.M. 1981. Spectrometric Indentification of Organic compound. Fouth Edition. New Jork : John wiley and Sons.

Supardi, H.I. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Edisi Pertama. Bandung : Penerbit Alumni.

Syukur, C. 2001. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Jakarta : Penebar Swadaya.

Tortora, G.J. 2001. Microbiology. New York. An Imprint of Addison Wesley Longman, inc.

Volk dan wheeler. 1984. Mikrobiologi Dasar. Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga

Willet, J.E. 1987. Gas chromatography. London: John Wiley & Sons.

Widiyanti, R. 2009. Analisis Kandungan Fenol Total Jahe (Zingibere officinale Roscoe). Skripsi FK. Jakarta : Universitas Indonesia.

Wulandari, S. 2006. Bioaktifasi Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roxb.) dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri Escerichia coli dan Bacillus subtilis. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau. Jurnal Biogenesis Vol. 2(2): 64-66.

Yanotama, H.D. 2009. Analisis Komponen Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dan Bioautografinya. Skripsi. Surakarta : Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta.


(5)

(6)

Rimpang Jahe Emprit (Zingiber officinale Rosc.)


Dokumen yang terkait

Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian In Vivo)

4 99 95

Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

7 103 91

Analisis Secara GC-MS Komponen Minyak Atsiri dari Rimpang Tanaman Jerangau (Acorus calamus) Hasil isolasi Menggunakan Metode Hidrodestilasi Dibandingkan dengan Destilasi Uap

8 80 131

Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. amarum) dengan GC-MS dan Uji Antioksidan Menggunakan Metode DPPH

32 249 106

Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Bangle (Zingiber Montanum (J.König) Link Ex A. Dietr) Segar Dan Kering Secara Gc-Ms

13 132 103

Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia ROTUNDA (L.) Mansf.) Segar Dan Kering Secara Gc-Ms

13 65 107

Formulasi Sediaan Gel dan Krim dari Ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe)”.

24 174 112

Analisis Secara Gc-Ms Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Tanaman Jerangau (Acoruscalamus) Hasil Isolasi Menggunakan Metode Hidrodestilasi Dibandingkan Dengan Destilasi Uap

7 81 131

Pengaruh Pemberian Ekstrak Metanol Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma dan Otot Gastroknemius Mencit Sebelum Latihan Fisik Maksimal

1 39 73

Penentuan Komponen Senyawa/Minyak Atsiri Dan Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-Heksana, Etil Asetat Dan Metanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii)

2 89 68