Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. amarum) dengan GC-MS dan Uji Antioksidan Menggunakan Metode DPPH

(1)

ANALISA KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI RIMPANG

JAHE MERAH (Zingiber officinale var. amarum) DENGAN

GC-MS DAN UJI ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN

METODE DPPH

SKRIPSI

LIESA SIAHAAN

120822023

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

ANALISA KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI RIMPANG

JAHE MERAH (Zingiber officinale var. amarum) DENGAN

GC-MS DAN UJI ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN METODE

DPPH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sains

LIESA SIAHAAN

120822023

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK

ATSIRI RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale var. amarum) DENGAN GC-MS DAN UJI ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN METODE DPPH

Kategori : SKRIPSI

Nama : LIESA SIAHAAN

Nomor Induk Mahasiswa : 120822023

Program : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan , Juli 2014 Komisi Pembimbing

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Mimpin Ginting , M.S Dr. Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D NIP. 195510131986011001 NIP. 195208281982031001

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale var. amarum) DENGAN GC-MS DAN UJI

ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN METODE DPPH

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan , Juli 2014

LIESA SIAHAAN 120822023


(5)

PENGHARGAAN

Kepada Tuhan yang melaluiNya penulis dapat melakukan segala hal. Segala puji bagi Allah yang mencurahkan rahmat, berkah dan karunianNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat guna menyelesaikan Studi Program Sarjana (S1) Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, dengan judul Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. amarum) dengan GC-MS dan Uji Antioksidan Menggunakan Metode DPPH.

Selesainya Karya Ilmiah ini juga tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Bapak Dr. Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D selaku pembimbing I serta Bapak Dr. Mimpin Ginting , M.S selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya memberikan arahan dan mendampingi penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai.

Mengucapkan terima kasih juga kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan M.S dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan sekretaris Departemen Kimia, seluruh staff pengajar di Depatemen Kimia FMIPA USU yang telah membimbing penulis selama perkuliahan, Dekan dan Pembantu Dekan serta pegawai FMIPA USU.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibu tercinta , adik-adik tersayang yang telah memberikan doa restunya , semangat dan dukungan baik secara moril maupun materi mulai dari perkuliahan hingga selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dalam materi dan penyajian. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak yang dapat menjadi bahan masukan bagi penulis. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian kedepannya.


(6)

Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. amarum) dengan GC-MS dan Uji Antioksidan

Menggunakan Metode DPPH

ABSTRAK

Telah dilakukan isolasi minyak atsiri dari rimpang jahe merah segar yang dilanjutkan analisis melalui GC-MS. Hasil isolasi menggunakan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri sebanyak 0,125 % dimana Komponen minyak atsiri yang dominan adalah citral (22,11%), neral (17,48%), kamfen (6,55%), geranil asetat (4,66%), nerol (4,47%), trans geraniol (4,31%), 1,8 sineol (4,10%), borneol (3,42%), zingiberen (3,11%) limonene (2,43%), mirsen (1,36%), α-terpineol (1,05%). Selanjutnya, minyak atsiri rimpang jahe merah ditentukan aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH radikal bebas. Nilai IC50 yang diperoleh adalah 375,22 ��/��. Hal ini menunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang jahe merah memiliki sifat antioksidan sangat rendah.


(7)

ANALYSIS OF CHEMICAL COMPONENTS OF ESSENTIAL OIL RED GINGER RHIZOME (Zingiber officinale var. amarum) WITH GC-MS AND

ANTIOXIDANT ACTIVITY METHOD DPPH

ABSTRACT

Had been isolated of fresh ginger essential oil , to be continue GC-MS analysis . Value isolated use Stahl distillation is 0,125 % where the dominant constituents of essential oil such as Citral (22,11%), Neral (17,48%), Kamfen (6,55%), Geranil Asetat (4,66%), Nerol (4,47%), Trans Geraniol (4,31%), 1,8 Sineol (4,10%), Borneol (3,42%), Zingiberen (3,11%) Limonene (2,43%), Mirsen (1,36%), Terpineol (1,05%). After that , essential oil was determined antioxidant acivity with DPPH scavenging radicals methods. IC50 values which obtained respectively was 375,22 ��/��. These suggenst that both of it had antioxidant properties lowest.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Manfaat Penelitian 3

1.5. Metodologi Penelitian 3

1.6. Lokasi Penelitian 4

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Tanaman Jahe 5

2.1.1. Klasifikasi Tanaman Jahe 6 2.1.2. Kandungan Kimia Rimpang Jahe secara umum 6 2.1.3. Kegunaan Rimpang Jahe secara umum 7

2.2. Terpenoid 8

2.3. Minyak Atsiri 12

2.3.1. Sifat-sifat Minyak Atsiri 13

2.3.2. Keberadaan Minyak Atsiri dalam tumbuhan 14 2.3.3. Biosintesis Komponen Minyak Atsiri 15

2.3.4. Kandungan Kimiawi Minyak Atsiri 16

2.3.5. Golongan Minyak Atsiri 17

2.3.6. Metode Isolasi Minyak Atsiri 18


(9)

2.4. Antioksidan 20

2.4.1. Klasifikasi Antioksidan 21

2.4.2. Radikal bebas dan Pengaruh Antioksidan 22

2.4.3. Uji Aktivitas Antioksidan 24

2.4.4. Metode Pengukuran Aktivitas 25

Antioksidan Dengan Metode DPPH

2.5. Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri 26

2.5.1. Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (GC-MS) 26

2.5.2. Spektrofotometri 28

2.5.2.1. Spektrofotometri UV-VIS 30

2.5.2.2. Prinsip Kerja 30

Bab 3. Metodologi Penelitian

3.1. Alat-alat 32

3.2. Bahan-bahan 32

3.3. Prosedur Kerja 33

3.3.1. Penyediaan Sampel 33

3.3.2. Destilasi Rimpang Jahe Merah (Sampel) 33 3.3.3. Analisa Minyak Atsiri Rimpang Jahe 33 dengan GC-MS

3.3.4. Uji Sifat Antioksidan Minyak Atsiri 34 Rimpang Jahe Merah dengan Metode DPPH

3.3.4.1. Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM 34 3.3.4.2. Pembuatan Variasi Minyak Atsiri 34 Rimpang Jahe Merah

3.3.4.3. Uji Aktivitas Antioksidan 35

3.3.4.3.1. Larutan Blanko 35

3.3.4.3.2. Uji Aktivitas Antioksidan Rimpang Jahe Merah

Minyak Atsiri 35

3.4. Bagan Penelitian 36

3.4.1. Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah 36 dengan Destilasi Stahl

3.4.2. Uji Sifat Antioksidan Minyak Atsiri 36 Rimpang Jahe Merah dengan Metode DPPH

3.4.2.1. Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM 36 3.4.2.2. Pembuatan Variasi Minyak Atsiri 37 Rimpang Jahe Merah

3.4.3. Uji Aktivitas Antioksidan 38

3.4.3.1. Larutan Blanko 38


(10)

Bab 4. Hasil dan pembahasan

4.1. Hasil Penelitian 39

4.1.1. Hasil Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah 39 4.1.2. Hasil Uji Aktivitas Minyak Atsiri Rimpang Jahe 43

4.2. Pembahasan 43

4.2.1. Minyak Atsiri Dari Hasil Destilasi Alat Stahl 43 4.2.2. Analisis Spektrum Massa Minyak Atsiri 44 Rimpang Jahe Merah

4.2.3. Uji Aktivitas Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah 64 dengan Metode DPPH

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 67

5.2. Saran 67

Daftar pustaka 68


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1. Karakteristik Tiga Jenis Jahe 5

2.2. Warna Komplementer 27

4.1. Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah yang Diperoleh

dengan Metode Hidrodestilasi 39

4.2. Hasil Senyawa Analisis GC-MS Minyak Atsiri Rimpang 40 Jahe Merah

4.3. Senyawa Hasil Analisa GC-MS Minyak Atsiri 42 Rimpang Jahe Merah Sesuai dengan Standart Library Wiley 4.4. Hasil Pengukuran Absorbansi Minyak Atsiri Jahe Merah 43 4.5. Tingkat Kekuatan Antioksidan dengan Metode DPPH 66


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1. Tanaman Jahe Merah 6

2.2. Biosintesis Terpenoid 10

2.3. Perubahan Senyawa Monoterpen 11

2.4. Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpen 12

2.5. Ruang Bangun DPPH 24

2.6. Diagram Spektometer Massa 27

4.1. Kromatogram Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang

Jahe Merah 39

4.2. Spektrum Massa Citral 44

4.3. Pola Fragmentasi yang Mungkin dari Senyawa Citral 45

4.4. Spektrum Massa Neral 46

4.5. Pola Fragmentasi yang Mungkin dari Senyawa Neral 47

4.6. Spektrum Massa Kamfen 47

4.7. Pola Fragmentasi yang Mungkin dari Senyawa Kamfen 48

4.8. Spektrum Massa Geranil Asetat 49

4.9. Pola Fragmentasi yang Mungkin dari Senyawa Geranil

Asetat 50

4.10. Spektrum Massa Trans Geraniol 50

4.11. Pola Fragmentasi yang Mungkin dari Senyawa Trans

Geraniol 52

4.12. Spektrum Massa 1,8 Sineol 53

4.13. Pola Fragmentasi yang Mungkin dari Senyawa 1,8 Sineol 54

4.14. Spektrum Massa Borneol 54

4.15. Pola Fragmentasi yang Mungkin dari Senyawa Borneol 56

4.16. Spektrum Massa Zingiberen 57

4.17. Pola Fragmentasi yang Mungkin dari Senyawa Zingiberen 58

4.18. Spektrum Massa Limonene 60

4.19. Pola Fragmentasi yang Mungkin dari Senyawa Limonene 60

4.20. Spektrum Massa Mirsen 62

4.21. Pola Fragmentasi yang Mungkin dari Senyawa Mirsen 62

4.22. Spektrum Massa Terpineol 64

4.23. Pola Fragmentasi yang Mungkin dari Senyawa Terpineol 64 4.24. Reaksi antara DPPH dengan atom H netral 65


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lamp.

1. % Minyak Atsiri Yang Diisolasi dengan

Metode Stahl 73

2. Pembuatan Variasi Konsentrasi Sampel 73 3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan 74 4. Perhitungan nilai IC50 Minyak Atsiri Jahe Merah 75 5. Grafik % Peredaman Vs Konsentrasi Dari Uji

Aktivitas Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah

Terhadap DPPH Radikal Bebas 76

6. Gambar Alat Stahl 77

7. Hasil Data GC-MS Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah 78 8. Senyawa Hasil Analisa GC-MS Minyak Atsiri

Rimpang Jahe Merah Sesuai dengan Standart

Library Wiley 79

9. Gambar Hasil Uji Antioksidan 90


(14)

Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. amarum) dengan GC-MS dan Uji Antioksidan

Menggunakan Metode DPPH

ABSTRAK

Telah dilakukan isolasi minyak atsiri dari rimpang jahe merah segar yang dilanjutkan analisis melalui GC-MS. Hasil isolasi menggunakan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri sebanyak 0,125 % dimana Komponen minyak atsiri yang dominan adalah citral (22,11%), neral (17,48%), kamfen (6,55%), geranil asetat (4,66%), nerol (4,47%), trans geraniol (4,31%), 1,8 sineol (4,10%), borneol (3,42%), zingiberen (3,11%) limonene (2,43%), mirsen (1,36%), α-terpineol (1,05%). Selanjutnya, minyak atsiri rimpang jahe merah ditentukan aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH radikal bebas. Nilai IC50 yang diperoleh adalah 375,22 ��/��. Hal ini menunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang jahe merah memiliki sifat antioksidan sangat rendah.


(15)

ANALYSIS OF CHEMICAL COMPONENTS OF ESSENTIAL OIL RED GINGER RHIZOME (Zingiber officinale var. amarum) WITH GC-MS AND

ANTIOXIDANT ACTIVITY METHOD DPPH

ABSTRACT

Had been isolated of fresh ginger essential oil , to be continue GC-MS analysis . Value isolated use Stahl distillation is 0,125 % where the dominant constituents of essential oil such as Citral (22,11%), Neral (17,48%), Kamfen (6,55%), Geranil Asetat (4,66%), Nerol (4,47%), Trans Geraniol (4,31%), 1,8 Sineol (4,10%), Borneol (3,42%), Zingiberen (3,11%) Limonene (2,43%), Mirsen (1,36%), Terpineol (1,05%). After that , essential oil was determined antioxidant acivity with DPPH scavenging radicals methods. IC50 values which obtained respectively was 375,22 ��/��. These suggenst that both of it had antioxidant properties lowest.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu jahe yang kita kenal adalah jahe merah yang memiliki rimpang dengan bobot 0,5-0,7 kg/rumpun. Strukturnya kecil berlapis-lapis dan daging rimpang berwarna merah. Jahe merah dipanen setelah usia tanaman cukup tua (Hapsoh, et al. , 2010). Komposisi kimia jahe sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain waktu panen, lingkungan tumbuh (ketinggian tempat, curah hujan, jenis tanah), keadaan rimpang (segar atau kering) dan geografi (Mustafa dan Srivastava 1990; Ali et al., 2008). Rasa pedas dari jahe segar berasal dari kelompok senyawa gingerol, yaitu senyawa turunan fenol. Komponen tertinggi dari gingerol adalah [6]-gingerol. Rasa pedas dari jahe kering berasal dari senyawa shogaol , yang merupakan hasil dehidrasi dari gingerol. Di dalam jahe merah Indonesia senyawa gingerol dan shogaol yang ditemukaan adalah [6]-gingerol dan [6]-shogaol (Hernani dan Hayani 2001). Komponen kimia utama pemberi rasa pedas adalah keton aromatik yang disebut gingerol terdiri dari 6, 8 dan 10 gingerol.

Adanya variasi komponen kimia dalam minyak atsiri jahe bukan saja dikarenakan varitasnya, tetapi kondisi agroklimat (iklim, musim, geografi) lingkungan, tingkat ketuaan, adaptasi metabolit dari tanaman, kondisi destilasi dan bagian yang dianalisa (Anwar et al. 2009; Abd El Baky and El Baroty, 2008; Singh et al., 2008; Wang et al., 2009).

Komponen ini dapat di ekstrak dengan metode pengepresan, destilasi / penyulingan, ekstraksi pelarut, enfluerasi dan maserasi. Salah satu alat destilasi yang dapat digunakan untuk mendapatkan minyak atsiri adalah dengan alat Stahl. Didalam alat Stahl ini minyak atsiri dapat dipisahkan dari destilatnya karena terbentuk dua lapisan. Rimpang jahe digunakan untuk berbagai kepentingan dalam bentuk jahe segar maupun jahe olahan. Jahe segar sering digunakan sebagai rempah dan obat tradisional. Sementara jahe olahan dapat berupa jahe kering, jahe asin, jahe dalam sirup, jahe kristal, bubuk jahe , minyak atsiri dan oleoresin (Paimin dan Murhananto, 1999).


(17)

Menurut Hapsoh, et al (2010) jahe merah memiliki kegunaan yang paling banyak dibandingkan jahe yang lainnya. Jahe ini adalah bahan penting dalam industri jamu tradisional dan umumnya dipasarkan dalam bentuk segar dan kering. Jahe jenis ini sangat cocok digunakan untuk ramuan obat-obatan .

Antioksidan adalah zat penghambat reaksi oksidasi akibat radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan asam lemak tak jenuh, membran dinding sel, pembuluh darah, basa DNA, dan jaringan lipid sehingga menimbulkan penyakit. Suatu tanaman dapat memiliki aktivitas antioksidan apabila mengandung senyawa yang mampu menangkal radikal bebas seperti fenol dan flavonoid (Subeki, 1998). Antioksidan adalah senyawa dengan berat molekul kecil yang dapat bereaksi dengan oksidan (Langseth, 1995). Aktivitas antioksidan dapat diuji dengan menggunakan metode DPPH (2,2 –diphenil-I-picrylhydrazyl).

Hasil penelitian farmakologi menyatakan bahwa senyawa antioksidan alami dalam jahe cukup tinggi dan sangat efisien dalam menghambat radikal bebas superoksida dan hidroksil yang dihasilkan oleh sel-sel kanker dan bersifat sebagai antikarsinogenik, non-toksik dan non-mutagenik pada konsentrasi tinggi (Manju dan Nalini, 2005). Beberapa senyawa, termasuk gingerol, shogaol dan zingeron memberikan aktivitas farmakologi dan fisiologis seperti efek antioksidan, antiinflammasi, analgesik, antikarsinogenik dan kardiotonik (Surh et al., 1998; Masuda et al., 1995). Jahe ternyata dapat mengurangi mual sebagai efek samping dari pengobatan kemoterapi, bahkan hasil dari penelitian menunjukkan bahwa jahe dapat melawan sel kanker (Platel and Srinivasan, 1995). Semua ini dikarenakan adanya efek sinergisitas dari zingiberen dan komponen turunannya yang memberikan efek farmakologi. Kandungan sejumlah magnesium, kalsium, protein, besi, sodium, kalium dan fosfor akan memberikan perbaikan untuk otot, depresi, lemah otot, kejang, dan kerusakan lambung. Tingginya kadar kalium akan melindungi kerusakan tulang, paralisis, sterilitas, lemah otot kerusakan ginjal dan hati (Murad dan Marina, 2002).

Berhubungan dengan penjelasan yang ada diatas, peneliti mengisolasi minyak atsiri dari rimpang jahe merah dengan menggunakan alat Stahl , kemudian menganalisa komponen kimia didalam minyak atsiri rimpang jahe merah dengan spektrometer GC-MS serta melakukan uji antioksidan dengan metode DPPH


(18)

sehingga data yang diperoleh peneliti mampu memberikan perbandingan dengan hasil penelitian jahe yang lainnya.

1.2. Permasalahan

1. Komponen senyawa kimia apa sajakah yang terdapat pada minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang jahe merah

2. Bagaimanakah aktivitas antioksidan dari minyak atsiri rimpang jahe merah yang ditentukan dengan metode DPPH

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui komposisi senyawa kimia yang terdapat pada rimpang jahe merah dengan metode GC-MS

2. Untuk Menghetahui aktivitas antioksidan dari minyak atsiri rimpang jahe merah menggunakan metode DPPH (2,2 –diphenyl-1- picrylhydrazyl).

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di bidang kimia bahan alam mengenai komposisi-komposisi senyawa kimia pada minyak atsiri dan aktivitas antioksidan minyak atsiri rimpang jahe merah.

1.5. Metodologi Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimen. Rimpang jahe merah diambil dari desa Saribu Dolok secara rendemen. Isolasi minyak atsiri dari bahan segar rimpang jahe merah dilakukan dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl. Destilat ditampung kemudian diekstrak menggunakan dietil eter. Lapisan eter diuapkan. Kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrous sehingga didapat hasil minyak atsiri. Minyak atsiri yang diperoleh dianalisa dengan

GC-MS untuk mengetahui komponen kimianya serta dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dari minyak atsiri dengan metode DPPH.


(19)

1.6. Lokasi Penelitian

1. Pengekstraksian minyak atsiri dilakukan di laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA USU Medan

2. Uji aktioksidan dilakukan dilaboratorium Pusat Penelitian USU Medan 3. Analisa GC-MS dilakukan di laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Jahe

Jahe (Zingiber officinale rosc) merupakan salah satu dari temu-temuan suku

Zingiberaceae yang menempati posisi yang sangat penting dalam perekonomian masyarakat Indonesia serta memiliki banyak kegunaanya (Hapsoh, et al., 2010). Tanaman jahe ini adalah tanaman rumput-rumputan berbatang semu. Batang semu jahe diselubungi oleh dasar pelepah daun. Bagian jahe yang banyak digunakan manusia adalah rhizomanya. Rhizo ataupun rimpang jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah. Bentuk rimpang jahe bercabang-cabang dan tidak teratur. Tanaman jahe dapat diperbanyak dengan menanam rhizoma yang sudah cukup tua, minimal berumur 9 bulan (Koswara, 1995).

Tabel 2.1. Karakteristik Tiga Jenis Jahe :

Bagian tanaman Jahe gajah Jahe emprit Jahe merah Struktur rimpang Besar berbuku Kecil berlapis Kecil berlapis

Warna irisan Putih

kekuningan

Putih kekuningan

Jingga muda sampai merah

Berat per rimpang (kg) Diameter rimpang (cm) 0.18-2.08 8.47-8.50 0.10-1.58 3.27-4.05 0.20-1.40 4.20-4.26 Kadar minyak atsiri

(%)

0.82-1.66 1.50-3.50 2.58-3.90

Kadar pati (%) 55.10 54.70 44.99

Kadar serat (%) 6.89 6.59 -

Kadar abu (%) 6.60-7.57 7.39-8.90 7.46

Sumber : Dimodifikasi dari Rostiana dkk. (1991); Sri Yuliani dan Risfaheri (1990) diacu dalam Bermawie, dkk (1997)

Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya dikenal tiga jenis jahe yaitu jahe putih (kuning besar dan sering disebut jahe gajah), jahe putih kecil (jahe emprit) dan jahe merah (Hapsoh, et al., 2010).


(21)

2.1.1. Klasifikasi Tanaman Jahe Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Species : Zingiber officinale Rosc

Varietas : Zingiber officinale var. officinale (kuning besar / jahe gajah)

Zingiber officinale var. rubrum (kuning kecil/ jahe emprit)

Zingiber officinale var. amarum (jahe Sunti/ jahe merah)

Gambar. 2.1 Tanaman Jahe Merah

2.1.2. Kandungan Kimia Rimpang Jahe Secara Umum

Komposisi kimia jahe terdiri dari minyak atsiri 2-3%, pati resin, asam-asam organik, asam malat, asam oksalat dan gingerin (Depkes, 1989). Disamping itu, rimpang jahe juga mengandung lemak, lilin, karbohidrat , vitamin A, B dan C, mineral senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol. Rimpang jahe juga mengandung enzim proteolitik yang disebut zingibain. Bahan aktif pada rimpang jahe terdiri atas minyak atsiri, zingiberin, kamfen, lamonene, borneol, sineol, zingiberal, linalool, gingerin, kavikol, zingiberen, zingiberol, gingerol, shogaol, minyak damar, pati, asam malat dan asam oksalat.


(22)

Minyak atsiri merupakan campuran senyawa organik mudah menguap (volatile oil), tidak larut air dan memiliki bau yang khas. Kandungan minyak atsiri dalam jahe kering sekitar 1-3 %. Minyak ini kebanyakan mengandung terpen, fellandren, dextrokamfen, bahan sesquiterpen yang dinamakan zingiberen, zingeron damar dan pati. Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen (35%), kurkumin (18%), farnesene (10%) serta bisaolene dan –sesquiphellandrene dalam jumlah kecil. Disamping itu juga terdapat sedikitnya 40 hidrokarbon monoterpenoid yang berbeda seperti 1,8 – cineole, linalool, borneol, neral dan geraniol (Govindarajan, 1982).

Kandungan minyak atsiri jahe merah sekitar 2,58-3,90% yang dihitung berdasarkan berat kering. Kandungan atsiri pada jahe putih adalah 0,82- 1,68%, sedangkan pada jahe putih kecil yaitu 1,5-3,3 %. Senyawa minyak atsiri pada umumnya berwarna kuning, sedikit kental. Kandungan minyak atsiri pada jahe sangat dipengaruhi umur tanaman dan umur panen. Semakin tua umur jahe maka semakin tinggi kandungan minyak atsirinya.Komponen ini merupakan pembentuk rasa pedas yang tidak menguap pada jahe. Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol, gingerdiols, gingerdiones, dihidrogingerdiones, shagaol, paradols dan zingerone yang memberikan rasa pedas dimulut. Gingerol merupakan komponen aktif utama pada jahe segar (Govindarajan, 1982). Shagaol adalah komponen utama pada jahe kering (Connel and Sutherland, 1969).

2.1.3. Kegunaan Rimpang Jahe Secara Umum

Jahe merupakan jenis rempah-rempah yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi karena rimpangnya paling banyak digunakan sebagai bumbu untuk berbagai resep makanan, pemberi rasa dan aroma pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula maupun sebagai bahan dasar dari pembuatan minuman. Jahe juga digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, ataupun diolah menjadi asinan jahe dan acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup.

Jahe juga dapat digunakan pada obat tradisional sebagai obat sakit kepala, obat batuk, masuk angin, untuk mengobati gangguan pada saluran pencernaan, stimulansia, diuretik, rematik, menghilangkan rasa sakit, obat anti mual, dan mabuk perjalanan, kolera, diare, sakit tenggorokan, difteria, neuropati, sebagai


(23)

penawar racun ular dan sebagai obat luar untuk mengobati gatal digigit serangga, keseleo, bengkak, serta memar (Hapsoh ,et.al., 2010).

2.2. Terpenoid

Terpenoid merupakan komponen yang biasa ditemukan dalam minyak atsiri. Sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya merupakan kelipatan lima. Terpenoid mempunyai kerangka karbon yang terdiri dari dua atau lebih unit C5 yang disebut unit isopren (Sjamsul, 1986).Berdasarkan jumlah atom C yang terdapat pada kerangkanya, terpenoid dapat dibagi menjadi hemiterpen dengan 5 atom C, monoterpen dengan 10 atom C, seskuiterpen dengan 15 atom C, diterpen dengan 20 atom C, triterpen dengan 30 atom C, dan seterusnya sampai dengan politerpen dengan atom C lebih dari 40 (Nagegowda, 2010; Dewick, 2009).

Berdasarkan proses biosintesisnya atau pembentukan komponen minyak atsiri di dalam tumbuhan, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah turunan terpena yang terbentuk dari asam asetat melalui jalur biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang terbentuk dari biosintesis asam sikimat melalui jalur fenil propanoid (Agusta, 2000). Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid yaitu asam asetat yang telah diaktifkan oleh koenzim A melalui kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan koenzim A melakukan kondensasi sejenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP (Isopentenil Pirofosfat) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi DMAPP (Dimetilalil Pirofosfat) oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen.


(24)

Sintesa terpenoid sangat sederhana sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP, dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu per satu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi –reaksi sekunder ini lazimnya addalah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi, dan sebagainya. Berikut ini adalah gambar biosintesa terpenoid :

CH3 C O

SCoA+CH3 C O

SCoA CH3 C

O

CH2 C

O

SCoA Asetil Koenzim A Asetosetil koenzim A

CH3 C O

SCoA

H3C C

OH

CH2 C SCoA

O

CH2 C SCoA O

CH3 C CH2

CH2 OH

CH2 OH C O OH CH 3 C OPP CH2 CH2

CH2 OH C O O -OPP -CO2 Asam mevalonat H

CH3 C CH CH2 OPP

CH3

CH3 C H

C CH2 OPP

CH2 H


(25)

OPP

H OPP

DMAPP

IPP

+

OPP Monoterpen

H OPP

OPP Seskuiterpen Geranil pirofosfat

Farnesil pirofosfat

OPP H

2X Triterpen

OPP Diterpen 2x tetraterpen Geranil-geranil pirofosfat

Gambar 2.2 Biosintesisa Terpenoid (Achmad, 1986)

Untuk menjelaskan hal diatas dapat diambil beberapa contoh monoterpen. Dari segi biogenetik, perubahan geraniol, nerol, dan linalool dari satu menjadi yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini, yang berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjalani reaksi-reaksi sekunder berikut, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsena, oksidasi menjadi sitral dan oksidasi reduksi menghasilkan sitronelal. Berikut ini contoh perubahan senyawa monoterpen dapat dilihat pada gambar 2.3.


(26)

CH2OH

Geraniol (trans)

OH

-H2o

Mirsen

CHO

Sitronelal

H , O

Linalool

CH2OH

Nerol (cis)

O

CHO

Gambar 2.3 Perubahan Senyawa Monoterpen (Achmad, 1986).

Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farsenil pirofosfat dan trans-farsenil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya. Kedua isomer farsenil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti isomerisasi antara geraniol dan nerol. Perubahan farsenil pirofosfat menjadi sekuiterpen dapat dilihat pada gambar 2.4.


(27)

OH

Farnesol

OPP Trans-Farnesil pirofosfat

CH2

+

+

OPP

cis-Farnesil pirofosfat

CH2

+

+

-H+

-H+

Humulen

Bisabolen

Gambar 2.4 Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpena

Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi, harum atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagai senyawa citarasa dalam industri makanan (Harborne, 1987).

2.3. Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap , minyak eteris atau minyak esensial karena pada suhu kamar mudah menguap diudara terbuka. Dalam keadaaan segar dan murni tanpa pencemar, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun pada penyimpanan yang lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin


(28)

serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah supaya tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindungi dari pengaruh cahaya, misalnya disimpan dalam bejana yang berwarna gelap. Bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin sehingga tidak memungkinkan berhubungan langsung dengan oksigen , ditutup rapat serta disimpan ditempat yang kering dan sejuk.

Secara kimia minyak atsiri merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri dari kelompok terpenoid dan fenil propana. Pengelompokan tersebut didasarkan pada awal terjadinya minyak atsiri didalam tanaman. Melalui asal usul biosintetik, minyak atsiri dapat di bedakan menjadi :

1. Turunan terpenoid yang terbentuk melalui jalur biosintesis asam asetat mevalonat

2. Turunan fenil propanoid yang merupakan senyawa aromatik, terbentuk melalui jalur biosintesis asam sikimat

Terpenoid berasal dari suatu unit senyawa sederhana yang disebut sebagai isoprena. Sementara fenil propana terdiri dari gabungan inti benzena (fenil) dan propana. Penyusun minyak atsiri dari kelompok terpenoid dapat berupa terpena-terpena yang tidak membentuk cincin (asiklik), bercincin satu (monosiklik) ataupun bercincin dua (bisiklik). Masing-masing dapat memiliki percabangan gugus-gugus ester, fenol, oksida, aldehida, dan keton. Sementara kelompok fenil propana juga memiliki percabangan rantai berupa gugus-gugus fenol dan eter fenol ( Gunawan, 2010).

2.3.1. Sifat-Sifat Minyak Atsiri

Menurut Gunawan (2010) sifat-sifat minyak atsiri adalah : 1. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa

2. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalna. Bau minyak atsiri satu dengan yang lainnya berbeda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-masing komoponen penyusunnya 3. Dalam keadaan murni , belum tercemar oleh senyawa lain mudah


(29)

maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada benda yang ditempel

4. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak

5. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet) dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun

6. Indeks bias umumnya tinggi

7. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C simetrik

8. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya kecil 9. Sangat mudah larut dalam pelarut organik

2.3.2. Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tumbuhan

Tanaman penghasil minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150 – 200 spesies tanaman yang termasuk famili Pinaceae, Labiateae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae, dan Umbelliferaceae. Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman yaitu dari daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit dan akar atau

rhizome

Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya penguraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu. Peranan paling utama dari minyak atsiri terhadap tumbuhan itu sendiri adalah sebagai pengusir serangga (mencegah daun dan bunga rusak) serta sebagai pengusir hewan-hewan pemakan daun lainnya. Namun sebaliknya minyak atsiri juga bersifat sebagai penarik serangga guna membantu terjadinya penyerbukan silang dari bunga.

Berdasarkan atas asal usul biosintetik, konstituen kimia dari minyak atsiri dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu :


(30)

1. Keturunan terpena yang terbentuk melalui jalur biosintesis asam asetat mevalonat

2. Senyawa aromatik yang terbentuk lewat jalur biosintesis asam sikimat , fenil propanoid (Gunawan, 2010).

2.3.3. Biosintesis Komponen Minyak Atsiri

Kerangka dasar komponen minyak atsiri adalah terpena yang terdiri dari satuan isoprena. Satuan isoprena yang berperan aktif secara biosintetik adalah isopentenil pirofosfat, dimetil alil pirofosfat serta senyawa-senyawa yang terbentuk dari asam asetat lewat jalur bisintesis asam mevalonat. Geranil pirosfat adalah prekursor C10 dari terpena dan dianggap memainkan peran kunci dalam pembentukan monoterpen serta dibentuk melalui kondensasi dari masing-masing satuan isopentenil pirosfosfat dan dimetil alil pirofosfat. Geranil pirofosfat dianggap sebagai prekursor langsung untuk monoterpena siklik. Namun, senyawa ini harus berupa isomer sis terhadap neril pirofosfat sebelum monoterpena siklik dapat dibentuk. Sebab, isomer trans tidak memiliki stereo kimia yang tepat untuk siklisasi. Kemungkinan lain adalah pembentukan neril pirofosfat dari isopentenil pirofosfat. Dalam hal ini dimetilalil pirofosfat tidak bergantung pada langkah geranil pirofosfat. Bentuk pertengahan dalam pembentukan terpena siklis ditunjukkan sebagai ion karbonium.

Prekursor utama untuk komponen fenil propanoid dalam minyak atsiri adalah asam sinamat dan asam p-hidroksi-sinamat yang juga dikenal sebagai asam p-komarat. Dalam tanaman, senyawa ini dibentuk dari asam amino aromatik fenilalanin dan tirosin yang akhirnya disintesis lewat jalur asam sikimat. Jalur biosintetik ini dapat dilakukan oleh mikroorganisme dengan menggunakan mutan auksotropik Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes yang membutuhkan asam amino aromatik untuk pertumbuhannya. Dalam reaksi biosintesis dibawah ini, dua metabolit glukosa (eritrosa-4-fosfat dan fosfoenolpiruvat) bereaksi menghasilkan gula keto 7-karbon yang mengikat fosfat. Senyawa ini membentuk lingkaran asam 5-dehidrokuinat yang kemudian diubah menjadi asam sikimat. Melalui serangkaian reaksi yang mengikat fosfat , asam sikimat menghasilkan asam korismat yang menjadi titik kunci penting dalam biosintesis, yakni satu


(31)

cabang menuju ke asam prefenat yaitu senyawa nonaromatik terakhir didalam urutan biosintesis. Asam prefanat dapat dijadikan senyawa aromatik melalui dua cara yaitu

1. Melalui cara dehidrasi dan dekarboksilasi secara berkesinambungan menghasilkan asam fenilpiruvat (yaitu prekursor langsung dari senyawa fenilalanina).

2. Melalui dehidrogenasi dan dekarboksilasi menghasilkan asam p-hidroksifenilpiruvat (yakni senyawa yang merupakan prekursor tirosin) Asam sinamat (prekursor fenilpropanoid) dibentuk dengan deaminasi enzimatik langsung dari fenil alanin dan asam p-komarat yang awal proses pembentukannya analog dengan pembentukan tirosin yakni melalui hidroksilasi asam sinamat pada kedudukan para (Gunawan, 2010).

2.3.4. Kandungan Kimiawi Minyak Atsiri

Tidak satu pun minyak atsiri tersusun dari senyawa tunggal, tetapi merupakan campuran komponen yang terdiri dari tipe-tipe berbeda. Berdasarkan cara isolasinya, komponen penyusun minyak atsiri dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok seperti berikut

1. Kelompok yang mengkristal pada suhu rendah misalnya stearoptena

2. Kelompok senyawa yang dapat dipisahkan melalui proses destilasi bertingkat

3. Kelompok senyawa yang dipisahkan melalui proses kristalisasi bertingkat 4. Kelompok senyawa yang pemisahannya dilakukan melalui kromatografi 5. Kelompok senyawa yang diisolasi melalui proses-proses kimia

Minyak atsiri sebagian besar terdiri dari senyawa terpena yaitu suatu senyawa produk alami yang strukturnya dapat dibagi kedalam satuan-satuan isoprena. Satuan-satuan isoprena (C5H8) ini terbentuk dari asetat melalui jalur biosintesis asam mevalonat dan merupakan rantai bercabang 5 satuan atom karbon yang mengandung 2 ikatan rangkap. Selama proses biosintesis, satuan isoprena saling bergabung membentuk rantai yang lebih panjang dengan cara menggandeng kepala ke ekor. Jumlah per satuan yang bergandengan dalam satu terpena dapat dijadikan pedoman untuk klarifikasi senyawa-senyawa ini.


(32)

Senyawa yang terdiri atas 2 satuan isoprena disebut monoterpen (C10H16), senyawa yang mengandung 3 satuan isoprena disebut seskuiterpena (C15H24), yang mengandung 4 satuan isoprena disebut diterpena (C20H32), mengandung 6 satuan ioprena disebut triterpen (C30H48) dan seterusnya.

Terpena sering terdapat sebagai komponen penyusun minyak atsiri adalah monoterpena. Monoterpena banyak ditemui dalam bentuk asiklik, monosiklik, serta bisiklis sebagai hidrokarbon dan keturunan yang teroksidasi seperti alkohol, aldehida, keton, fenol, oksida dan ester. Terpena dibawah monoterpena yang berperan penting sebagai penyusun minyak atsiri adalah seskuiterpena dan diterpena. Kelompok besar lain dari komponen penyusun minyak atsiri adalah senyawa golongan fenil propana. Senyawa ini mengandung cincin fenil C6 dengan rantai samping berupa propana C3 (Gunawan, 2010).

2.3.5. Golongan Minyak Atsiri

Pada umumnya perbedaan minyak atsiri komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh , umur panenan, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak.

Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C) , Hidrogen (H) dan oksigen (O). Pada umumya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu :

1. Golongan Hidrokarbon yang terdiri dari persenyawaan terpen

Minyak atsiri kelompok ini komponen penyusunya sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon (C dan H) . Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri monoterpen (2 unit isoprene), sesquiterpen (3 unit isoprene, diterpen (4 unit isoprene) dan politerpen. 2. Golongan Hidrokarbon teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termaksud dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, eter, ester dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua (Ketaren, 1985).


(33)

2.3.6. Metode Isolasi Minyak Atsiri

Menurut Gunawan (2010) minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan sebagai berikut :

1. Metode Destilasi

Diantara metode-metode isolasi yang paling lazim dilakukan adalah metode destilasi. Metode destilasi terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak. Dasar dari metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik didih. Beberapa metode destilasi yang populer dilakukan diberbagai perusahaan industri penyulingan minyak atsiri antara lain

a) Metode destilasi kering (langsung dari bahan tanpa menggunakan air). Metode ini paling sesuai untuk bahan tanaman kering dan untuk minyak-minyak yang tahan pemanasan.

b) Destilasi air, meliputi destilasi air dan uap air serta destilasi uap langsung. Metode ini dapat digunakan untuk bahan kering maupun bahan segar dan terutama digunakan untuk minyak-minyak yang kebanyakan dapat rusak akibat panas kering. Seluruh bahan dihaluskan kemudian dimasukkan kedalam bejana yang bentuknya mirip dandang. Dalam metode ini ada beberapa versi perlakuan yaitu:

- Bahan tanaman langsung direbus dalam air

- Bahan tanaman langsung masuk air tetapi tidak direbus. Dari bawah dialirkan uap air panas

- Bahan tanaman ditaruh di bejana bagian atas, sementara uap air dihasilkan air mendidih dari bawah dandang

- Bahan tanaman ditaruh dalam bejana tanpa air dan disembukan uap air dari luar bejana

2. Metode Penyarian

Dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok. Dasar metode ini adalah adanya perbedaan kelarutan. Minyak atsiri sangat mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Metode ini digunakan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan, seperti cendana. Kebanyakan dipilih metode ini karena kadar minyaknya didalam tanaman sangat kecil. Bila


(34)

dipisahkan dengan metode lain minyaknya akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak atsiri menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut sempurna didalam bahan pelarut organik nonpolar.

3. Metode Pengepresan atau Pemerasan

Metode ini hanya bisa dilakukan terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang cukup besar. Bila tidak, nantinya hanya akan habis dalam proses. Metode ini dilakukan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak stabil dan tidak tahan pemanasan seperti minyak jeruk. Juga terhadap minyak-minyak atsiri yang bau dan warnanya berubah akibat pengaruh pelarut penyari. Metode ini juga hanya cocok untuk minyak atsiri yang rendemenya relatif besar.

4. Metode Enfleurage

Metode ini sering disebut metode pelekatan bau dengan menggunakan media lilin. Cara ini memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini masih terus aktif elama sekitar 15 hari sejak bahan minyak atsiri dipanen. Metode ini digunakan karena diketahui ada beberapa jenis bunga yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/ minggu, misalnya bunga melati, Jasminum sambat sehingga perlu perlakuan yang tidak merusak aktivitas enzim tersebut secara langsung. Caranya adalah dengan menaburkan bunga dihamparan lapisan lilin dalam sebuah baki besar (1m x 2m) dan ditumpuk-tumpuk menjadi beberapa tumpukan baki yang saling menutup rapat. Baki-baki berlapis lilin tersebut dieramkan, dibiarkan menyerap bau bunga sampai beberapa hari/minggu.

Setiap kali bunga yang sudah habis masa kerja enzimnya diganti dengan bunga segar. Demikian seterusnya hingga dihasilkan lilin yang berbau harus (dalam perdagangan dikenal sebagai pomade). Selanjutnya, pomade dikerok dan diekstraksi menggunakan etanol seperti lazimnya proses ekstraksi biasa. Pada proses ini absorbsi minyak atsiri oleh lemak dilakukan pada suhu rendah ataupun keadaan dingin sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh panas. Metode ini masih diterapkan didaerah Grasse di Prancis Selatan dengan peralatan yang masih sederhana, praktis dan berkapasitas kecil (Ketaren , 1985).


(35)

Adapun metode-metode penyulingan minyak atsiri dibagi atas : 1) Penyulingan dengan air

Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung diatas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini adalah adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu sering disebut penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh.

2) Penyulingan dengan uap

Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan secara langsung. Hanya saja air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh ataupun uap lewat panas dengan tekanan lebih dari satu atmosfer.

3) Penyulingan dengan uap dan air

Bahan tanaman yang akan disuling diletakkan diatas rak-rak ataupun saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air disampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony, 1994).

Penyulingan ini cocok digunakan untuk mengekstraksi biji-bijian, akar dan kayu yang umumnya mengandung minyak yang bertitik didih tinggi dan tidak baik dilakukan pada jenis minyak atsiri yang mudah rusak oleh proses pemanasan dan air (Ketaren, 1985).

2.4. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).


(36)

Zat antioksidan mampu memperlambat atau menghambat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah (Kochhar dan Rossell, 1990) .

Fungsi utama dari antioksidan yaitu : 1. Pemberi atom hidrogen.

Antioksidan (AH) mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida.

2. Merupakan fungsi sekunder antioksidan

Memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Buck,1991).

2.4.1. Klasifikasi Antioksidan

Menurut Kumalaningsih (2006), antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1. Antioksidan primer yang berfungsi untuk mencegah pembentuk senyawa radikal baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contoh, enzim superoksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh karena radikal bebas

2. Antioksidan sekunder adalah senyawa yang berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh , vitamin E, C dan betakaroten yang diperoleh dari berbagai buah.

3. Antioksidan tersier adalah senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh, enzim metionin sulfoksidan reduktase untuk memperbaiki DNA pada inti sel

Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak.


(37)

Tahapannya menurut Counsell dan Hornig (1981) adalah I. Inisiasi

RH + initiator R• II. Propagasi

R• + O2 ROO•

R• + RH ROOH + R• III. Terminasi

R• + R• RR

ROO• + R• ROOH + R•

Berdasarkan sumber antioksidan, yaitu: a) Antioksidan alami

Adalah antioksidan yang merupakan hasil dari ekstraksi bahan alami. Antioksidan alami dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari 1 atau 2 komponen makanan, senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan.

b) Antioksidan sintetik

Adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil reaksi kimia. Contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan dan sering digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidoksi quinon (TBHQ), dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial.

2.4.2. Radikal Bebas dan Pengaruh Antioksidan

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini akan berlangsung terus-menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya. Oleh karena itu tubuh memerlukan suatu


(38)

substansi penting yaitu antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas tersebut sehingga tidak dapat menginduksi suatu penyakit (Kikuzaki, et al.,2002 ; Sibuea, 2003).

Radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lemak, bahkan DNA sel dan menginisiasi timbulnya penyakit degeneratif (Leong dan Shui, 2001). Di dalam tubuh kita terdapat senyawa yang disebut antioksidan yaitu senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas seperti: enzim SOD (Superoksida Dismutase), gluthatione, dan katalase. Antioksidan juga dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten serta senyawa fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran seperti buah tomat, pepaya, jeruk dan sebagainya (Prakash, 2001; Trevor, 1995).

Keseimbangan antara kandungan antioksidan dan radikal bebas di dalam tubuh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan tubuh. Apabila jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan antioksidan endogen jumlahnya tetap, maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan. Akibatnya radikal bebas akan bereaksi dengan komponen sel dan menimbulkan kerusakan sel (Arnelia, 2002).

Dampak reaktifitas senyawa radikal bebas bermacam-macam, mulai dari kerusakan sel atau jaringan, penyakit autoimun, penyakit degeneratif seperti kanker, asterosklerosis, penyakit jantung koroner (PJK) dan diabetes mellitus. Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil (OH-) , superoksida (O-2), nitrogen monooksida (NO), peroksidal (RO-2) , peroksinitrit (ONOO-) , asam hipoklorit (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006).

Antioksidan dalam makanan dapat didefinisikan sebagai zat yang mampu menunda, memperlambat atau mencegah pengembangan ketengikan dan rasa dalam makanan atau kerusakan lainnya akibat oksidasi. Antioksidan menunda pergembangan aroma-tak sedap dengan memperpanjang periode induksi. Penambahan antioksidan setelah akhir periode ini cenderung tidak efektif dalam memperlambat pengembangan ketengikan. Antioksidan dapat menghambat atau


(39)

memperlambat oksidasi dalam dua cara yaitu baik dengan peredaman radikal bebas, dalam hal ini senyawa tersebut digambarkan sebagai antioksidan primer, atau dengan mekanisme yang tidak melibatkan peredaman radikal bebas langsung, dalam hal ini senyawa tersebut adalah antioksidan sekunder. Antioksidan primer termasuk senyawa fenolik. Komponen ini dikonsumsi selama periode induksi. Antioksidan sekunder beroperasi dengan berbagai mekanisme termasuk mengikat ion logam, peredaman oksigen, mengubah hidroperoksida untuk spesi non-radikal, menyerap radiasi UV atau menonaktifkan oksigen singlet (Pokorny, 2001).

2.4.3. Uji Aktivitas Antioksidan

Menurut Benzie & Strain (1996), pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu :

1. Metode CUPRAC

Menggunakan bis (neokuproin) tembaga (II) (Cu(Nc) 22+ sebagai pereaksi kromogenik. Pereaksi Cu(Nc) 22+ yang berwarna biru akan mengalami reduksi menjadi Cu(Nc)2+ yang berwarna kuning dengan reaksi:

n Cu(Nc)2 2+ +AR(OH)n →n Cu(Nc)2+ + AR(=O)n + n H+

2. Metode DPPH

Menggunakan 2,2 difenil-1- pikrilhidrazil sebagai sumber radikal bebas. Prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari zat antioksidan (Apak et al. 2007). DPPH adalah bubuk kristal berwarna gelap terdiri dari molekul radikal bebas yang stabil dengan berat molekul 394.32 dan rumus molekul C18H12N5O6. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik pada suhu -20°C (Molyneux, 2004).


(40)

3. Metode FRAP

Menggunakan Fe(TPTZ)23+ kompleks besi- ligan 2,4,6-tripiridil-triazin sebagai pereaksi. Kompleks biru Fe(TPTZ)23+ akan berfungsi sebagai zat pengoksidasi dan akan mengalami reduksi menjadi Fe(TPTZ) 22+ yang berwarna kuning dengan reaksi berikut:

Fe(TPTZ) 23+ + AROH → Fe(TPTZ)22+ + H+ + AR=O

2.4.4. Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH Aktivitas antioksidan dapat dilakukan beberapa cara salah satu metode pengukuran yang sering digunakan adalah metode DPPH. DPPH merupakan suatu radikal bebas stabil kerena mekanisme delokalisasi elektron bebas oleh molekulnya, sehingga molekul ini tidak mengalami reaksi dimerisasi yang sering terjadi pada sebagian besar radikal bebas lainnya. Delokalisasi juga memberikan efek warna ungu yang dalam pada panjang gelombang 517 nm dalam pelarut etanol. Zat ini berperan sebagai penangkap elektron atau penangkap radikal hidrogen bebas. Hasilnya molekul yang bersifat stabil. Bila suatu senyawa antioksidan direaksikan dengan zat ini maka senyawa antioksidan tersebut akan menetralkan radikal bebas dari DPPH (Bintang, 2010).

Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan inkubasi DPPH dengan minyak atsiri antioksidan selama 30 menit sehingga menghasilkan larutan ungu yang lebih memudar kemudian dilakukan pengukuran panjang gelombang pada 517 nm. Aktivitas antioksidan diperoleh dari nilai absorbansi yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung persentase inhibis 50% (IC50) yang menyatakan konsentrasi senyawa antioksidan yang menyebabkan 50% dari DPPH kehilangan karakter radikal bebasnya. Semakin tinggi kadar senyawa antioksidan dalam sampel maka akan semakin rendah nilai IC50. Hasil yang dituliskan berupa IC50, yang merupakan suatu konsentrasi sampel antioksidan yang diuji mampu melakukan peredaman 50% terhadap radikal DPPH dalam jangka waktu tertentu (Mosquera, 2007).


(41)

2.5. Analisa Komponen Kimia Minyak Atsiri

2.5.1. Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa (GC-MS)

Gas kromatografi adalah satu tehnik analisa yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat dalam campuran gas dan juga menentukan suatu senyawa dalam fase gas (Pavia, 2006). Pada kromatografi gas komponennya adalah wadah gas murni bertekanan tinggi yang dilengkapi pengatur tekanan, sistem pemasukan cuplikan atau injektor, tanur bertermostat, kolom dengan kemasan yang cocok, detektor dengan kelengkapan elektroniknya dan perekam untuk detektor. Perilaku senyawa dalam kondisi tertentu (kolom, laju aliran, suhu) sangat khas. Jadi senyawa akan mencapai detektor pada waktu tertentu setelah disuntikkan (Gritter, 1991). Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan mengatur jari-jari orbit melingkar dalam medan magnetik seragam. Metode spektroskopi massa didasarkan pada pengubahan komponen cuplikan menjadi ion-ion gas dan memisahkannya berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/e). Salah satu cara pengubahan suatu molekul menjadi ion molekul dapat digambarkan, yaitu :

Sinar e

-M M M+ + 2e

-50-100 ev Gas Netral

Pengukuran spektrum (m/e) Ion-ion kecil

Bila suatu molekul terbentuk gas disinari oleh elektron berenergi tinggi didalam sistim hampa maka terjadi ionisasi, ion molekul terbentuk dan ion molekul yang tak stabil pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil. Contoh, molekul ABCD pecah menjadi beberapa kemungkinan ion atau gugus radikal bagan. Spektroskopi massa dapat memberi informasi kualitatif dan kuantitatif tentang susunan atom dan molekul zat-zat organik dan anorganik.


(42)

ABCD + e- ABCD* + 2E

A+ + BCD.

A. + BCD+ BC+ + D

CD. + AB+ B + A+

A + B+ AB. + CD+

Gambar 2.6. Diagram Spektrometer Massa

Dalam spektrometer massa, sumber ion berguna untuk mengubah komponen cuplikan menjadi partikel bermuatan. Dalam proses ini, pemecahan molekul analit kadang menghasilkan spektrum partikel bermuatan dengan pembandingan massa muatan yang berbeda. Partikel positif dan negatif dihasilkan didalam proses ionisasi dan satu persatu dari partikel-partikel itu dikeluarkan dari sumber ion. Penganalisis massa adalah suatu alat pendispersi yang berfungsi seperti didalam spektrometer optik. Dispersi didasarkan pada massa partikel-partikel bermuatan. Seperti alat optik lainnya, spektometer massa memiliki detektor (suatu detektor ion), pengolah sinyal dan pencacah. Ciri khusus spektrometer massa yang tak terdapat dalam kebanyakan metode optik ialah semua komponen sebelum setektor bertekanan rendah (10-4 – 10-8 torr, 1 tor = 1,2 x 10 -3 at).

Pengambilan spektrum massa dengan suatu instrumen yang terlihat meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

1. Semikro mol atau kurang cuplikan dimasukkan ke dalam sumber ion yang dijaga pada tekanan sekitar 10-5 torr, umumnya cuplikan kedalam bentuk gas tetapi dapat juga berbentuk cair dan padat

Sistem masukan Sumber Ion Penganalisis

Massa

Detektor

Pengolahan Sinyal Pembacaan


(43)

2. Molekul-molekul cuplikan diionkan dan dipecahkan oleh benturan dengan aliran elektron, ion-ion , atom-atom cepat, foton, panas atau potensial listrik tinggi

3. Ion-ion positif dipisahkan dari ion-ion negatif oleh potensial negatif yang menarik ion positif ke celah penganalisis massa (kadang potensial positif digunakan untuk menolak ion positif dan mempercepat ion negatif ke dalam penganalisis

4. Dalam penganalisis, ion-ion bergerak cepat dihamburkan dan kemudian difokuskan pada detektor

5. Dalam analisis, ion-ion jatuh pada suatu elektoda pengumpul, arus ion yang dihasilkan dan dicatat sebagai fungsi waktu.

Sistem pemasukan cuplikan dapat berasal dari keromatografi gas. Gabungan spektrometer massa dan kromatograf gas ini disebut “GC-MS” (Gas Chromatography –Mass Spectroscopy) (Pavia et.al., 2006).

2.5.2. Spektrofotometri

Spektrofotometri adalah salah satu bagian dari ilmu fisika yang mempelajari tentang analisis spektrum suatu senyawa. Adapun beberapa keunggulan dari spektrofotometri yaitu:

1. Jumlah zat yang diperlukan untuk analisis relatif kecil dan zat tersebut seringkali dapat diperoleh kembali.

2. Waktu pengerjaan relatif cepat

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau ditransmisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang.

Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma atau celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari


(44)

berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma.

Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding.

1. Sumber

Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu wolfram yang arusnya tergantung pada tegangan lampu.

2. Monokromator

Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma atau grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika posisinya tetap, maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan λ yang diinginkan.

3. Sel Absorpsi

Pada pengukuran didaerah tampak kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa yang digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder juga dapat digunakan.

4. Detektor

Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Cara kerja spektrofotometer sangat singkat yaitu dengan menempatkan larutan pembanding, misalnya blanko dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian dipilih fotosel yang cocok 200 nm- 650 nm (650 nm – 1100 nm) agar daerah panjang


(45)

gelombang yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang fotosel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blanko dan nol galvanometer didapat dengan memutar tombol sensivitas. Dengan menggunakan tombol transmitasi, kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala abosrbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel (Khopkar, 2003).

2.5.2.1. Spektofotometri UV-VIS

Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Alat ini menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda, yaitu sumber cahaya UV dan sumber cahaya Visible. Larutan yang dianalisis diukur serapan sinar ultra violet atau sinar tampaknya. Konsentrasi larutan yang dianalisis akan sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terapat dalam larutan tersebut. Warna yang diserap oleh suatu senyawa merupakan warna komplementer dari warna yang teramati.

Tabel 2.6. Warna yang diamati dan warna komplementernya

Panjang gelombang Warna terlihat Warna komplementer

<400 Ultraviolet -

400-450 Violet Kuning

450-490 Biru Jingga

490-550 Hijau Merah

550-580 Kuning Ungu

580-650 Jingga Biru

650-700 Merah Hijau

>700 Inframerah

2.5.2.2. Prinsip Kerja

Spektrofotometri uv-vis mengacu pada hukum Lambert-Beer. Apabila cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut akan diserap, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan. Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-beer atau Hukum Beer, berbunyi: “Jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu


(46)

fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”. Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung banyaknya cahaya yang hamburkan:

T = ���

��� atau %T = � ��

��� x 100%

dan absorbansi dinyatakan dengan rumus: A = - log T = -log ���

���

Dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah

intensitas cahaya setelah melewati sampel.

Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai: A = a . b . c atau A = ε . b . c

Dimana: A = absorbansi

b = tebal larutan (tebal kuvet umumnya 1 cm)

c = konsentrasi larutan yang diukur (Zysk AM dkk, 2007).

Pada metode spektrofotometri terdapat permasalahan ataupun gangguan seperti sidik jari, kotoran padat yang telah kering yang menempel pada dinding sel yang dapat mengganggu penembusan sinar juga gelembung udara dan lemak (Alaerts, 1987).

Biasanya permasalahan analisis dengan metode spektrofotometri adalah kesalahan pengakuran detektor yang disebabkan oleh :

2. Adanya radiasi sesatan (stary radiation) yang ditimbulkan oleh peralatan spektrofotometer itu sendiri dan ditimbulkan oleh faktor-faktor dari lingkungan seperti debu dan sebagainya.

3. Adanya pergeseran panjang gelombang pengukuran (λmaks) yang disebabkan oleh gerakan mekanis untuk mengatur panjang gelombang (Mulja, 1995).


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat-alat Alat Stahl

GC-MS Shimadzu

Gelas Erlenmeyer 250 ml

Labu destilasi 2000 ml Pyrex

Pipet tetes Tabung reaksi

Hot Plate Cimarec 2

Aluminium Foil Spatula

Belender Timbangan

Beaker Glass 250 ml Pyrex

Kondensor

Jarum suntik 1 ml

Labu ukur 50 ml

Kuvet

Spektrometer UV-Visible Spectronic 300

3.2. Bahan-Bahan Rimpang jahe merah

Na2SO4 anhidrous p.a Merck

Eter p.a Merck

DPPH p.a Aldrich

Etanol p.a Merck


(48)

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Penyediaan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Rimpang jahe merah yang diperoleh dari Desa Saribu dolok.

3.3.2. Destilasi Rimpang Jahe Merah (Sampel)

Rimpang jahe merah yang sudah tua dibersihkan dan diiris kecil dan ditimbang. Sebanyak 700 gram sampel dimasukkan kedalam labu alas 2000 ml ditambahkan air 600 mL, dipasang pada alat penyuling Stahl dan dididihkan selama ± 5-6 jam hingga minyak atsiri menguap sempurna. Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dengan air. Kemudian destilat diekstrak menggunakan dietil eter. Lalu dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrous selanjutnya disaring. Kemudian filtrat hasil saringan diuapkan pada suhu 40-45 OC menggunakan penangas air sehingga diperoleh hasil minyak atsiri sebagai residu. Minyak yang diperoleh dianalisa kandungan kimianya menggunakan alat GC-MS dan dilakukan uji antioksidan.

3.3.3. Analisa Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah dengan GC-MS Cuplikan dimasukkan kedalam gerbang suntik pada sebuah alat GC-MS. Selanjutnya kondisi disesuaikan dengan kondisi dibawah ini. Kemudian diamati kromatogram yang dihasilkan oleh recorder dan mass recorder serta mass spectra

masing-masing senyawa. Kondisi alat GC-MS yaitu

Kolom : Rastek Stabililwak R-DA

Panjang : 30 meter

Gas pembawa : Helium

Pengion : EI

GC-2010

Column Oven Temperature : 70 °C

Injection Temperature : 300 °C

Injection Mode : Split


(49)

Pressure : 13,7 kPa

Total Flow : 80 mL/min

Coloum Flow : 0,50 mL/min

Linear Velocity : 25,9 cm/sec

Purge Flow : 0,3 mL/min

Split Ration : 158,4

Equilibrium Time : 0,5 min

GCMS-QP2010

Ion Source Temperature : 250 °C

InterfaceTemperature : 300 °C

Solvent Cut Time : 3 min

Detector Gain Mode : Relative

Detector Gain : 0,00 kV

MS

Start Time : 3,20 min

End Time : 70,00 min

ACQ Mode : Scan

Event Time : 0,50 sec

Scan Speed : 1250

Start m/z : 28

End m/z : 600

3.3.4. Uji Sifat Antioksidan Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah dengan Metode DPPH

3.3.4.1. Pembuatan Larutan DPPH 0,3 mM

Larutan DPPH 0,3 Mm dibuat dengan melarutkan 11,85 mg serbuk DPPH dalam etanol p.a dalam labu takar 50 mL, kemudian dihomogenkan.

3.3.4.2. Pembuatan Variasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah

Minyak atsiri rimpang jahe merah dibuat larutan induk 1000 ppm , dengan melarutkan 0,025 g minyak atsiri dengan pelarut etanol p.a dalam labu takar 25 ml. Kemudian dari larutan induk 1000 ppm dibuat larutan 100 ppm. Kemudian


(50)

dari larutan 100 ppm dibuat lagi variasi konsentrasi 10, 20, 30 dan 40 ppm untuk diuji aktivitas antioksidan.

3.3.4.3. Uji Aktivitas Antioksidan 3.3.4.3.1. Larutan Blanko

Sebanyak 1 ml larutan DPPH 0,3 mM ditambahkan 2,5 ml Etanol p.a . Dihomogenkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selamat 30 menit pada ruang gelap. Setelah itu diukur absorbansi dengan panjang gelombang maksimum 515 nm.

3.3.4.3.2. Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah Sebanyak 1 ml larutan DPPH 0,3 mM ditambahkan 2,5 mL minyak atsiri rimpang jahe merah dengan konsentrassi 10 ppm, dihomogenkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap. Setelah itu diukur absorbansi dengan panjang gelombang maksimum 515 nm. Dilakukan dengan perlakuan yang sama untuk konsentrasi 20, 30 dan 40 ppm.


(51)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah dengan Destilasi Stahl

dimasukkan kedalam labu Stahl 2 liter

ditambahkan air 600 mL dirangkai alat Stahl

didihkan hingga ± 5-6 jam hingga keluar uap air bersama minyak

diekstraksi dengan dietil eter

ditambahkan Na2SO4 anhidrous didekantasi

diuapkan pada suhu 40 -45 OC diatas penangas air

3.4.2. Uji Sifat Antioksidan Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah dengan

Metode DPPH

3.4.2.1. Pembuatan larutan DPPH 0,3 mM

Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL Ditambahkan etanol p.a sampai garis batas

Dihomogenkan

11,85 mg serbuk DPPH

Hasil

700 gram Rimpang Jahe Merah diiris halus

Destilat

Lapisan Air Lapisan Minyak


(52)

3.4.2.2. Pembuatan Variasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah

Dimasukkan kedalam labu takar 25 mL

Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

Dihomogenkan

Dipipet 2, 5 mL larutan induk 1000 ppm

Ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

Dihomogenkan

Dibuat variasi konsentrasi 10,20,30 dan 40 ppm Dipipet 2,5 mL dipipet 5 mL dipipet 7,5 mL dipipet 10 mL Dengan pipet dengan pipet dengan pipet dengan pipet Volume volume volume volume Dimasukkan dimasukkan dimasukkan dimasukkan kedalam labu kedalam labu kedalam labu kedalam labu takar 25 ml takar 25 ml takar 25 ml takar 25 ml diencerkan diencerkan diencerkan diencerkan dengan etanol dengan etanol dengan etanol dengan etanol p.a hingga p.a hingga hingga garis hingga garis garis batas garis batas garis batas garis batas dihomogenkan dihomogenkan dihomogenkan dihomogenkan

0,025 g minyak atsiri

25 mL Larutan Induk 1000

25 mL Larutan Induk 100 ppm


(53)

3.4.2.3. Uji Aktivitas Antioksidan a. Uji Blanko

dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan 2,5 mL etanol p.a dihomogenkan

dibiarkan selama 50 menit pada ruangan gelap

diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515 nm

b. Uji Sampel

dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan 2,5 mL sampel dihomogenkan

dibiarkan selama 50 menit pada ruangan gelap

diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum 515 nm 1 Ml Larutan DPPH 0,3 mM

Hasil

1 Ml Larutan DPPH 0,3 mM


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah

Minyak atsiri rimpang jahe merah segar diperoleh dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl. Proses ini dilakukan secara triplo. Hasilnya seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah yang diperoleh dengan Metode Hidrodestilasi

Berat Sampel (g)

Hasil (g)

Rata-rata (g)

Kadar (%)

I II III

700 gram 0,71 0,70 0,71 0,878 0,125

Kemudian minyak atsiri yang diperoleh dianalisis komponen senyawa kimianya dengan GC-MS dimana kromatogram hasil analisisa GC seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kromatogram Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah

Pada kromatogram tersebut terdapat 34 komponen senyawa kimia pada minyak atsiri rimpang jahe merah segar dimana senyawa-senyawa tersebut diinterpretasi secara fragmentasi massa yang disesuaikan dengan Library Wiley 229.


(55)

Tabel 4.2. Hasil senyawa analisis GC-MS minyak atsiri rimpang jahe merah No Peak Rumus molekul Kadar (%) Waktu Retensi (Menit)

Puncak Fragmen (ion) Nama Senyawa yang diduga

1. C6H12O 0,24 3,739 239,222,72,56,41 n-heksanal

2. C7H14O 0,25 5,458 85,71,58,43,41 2 heptanone

3. C7H16O 0,85 5,679 101,83, 56,45,41 2 heptanol

4. C10H16 1,41 6,778 136,121,105,93,77,

65,53,39

1,3,6-octatriene

5. C10H16 6,55 7,273 136,121,107,93,79,67, 53,41

Camphene

6. C8H14O 2,14 8,314 126,108,93,71,69,43,41 6 metil 5 hepten-2 one

7. C10H16 1,36 8,481 121,105,93,79,69,53,41 Myrcene 8. C10H16 2,43 9,825 140,136,121,107,93,77,

68,53,39

Limonene

9. C10H18O 4,10 9,899 154,139,125,108,84,81, 69,43,41

Eucalypot/ 1,8 Sineol 10. C6H12O 0,58 11,848 127,85,71,58,43,41 Pentanal 11. C7H10O 0,42 12,058 394,387,371,347,333,3

10,293,268,258,237,21 6,199,176,150,137,119, 109,96,77,67,53,39

1 methoxy 1,3 cyclohexadiene

12. C10H16 2,50 2,166 136,121,107,93,71,69, 41

α-terpinolene

13 C9H16 0,47 14,325 277,148,137,119,109, 94,81,67,43,41

3,4 oktadiene 7 metil

14. C10H18O 3,42 14,467 139,121,110,95,79,67, 43,41

1 borneol

15. C9H16 0,63 14,898 137,119,109,94,81,67, 43,41

3,4 oktadiene 7 metil


(56)

16. C10H18O 1,05 15,234 136,121,107,93,81,59, 42,41

α-terpineol

17. C10H20O 0,95 16,513 138,123,109,95,81,69, 55,41

6 okten 1-ol 3,7 dimetil

18. C10H16O 17,48 16,982 119,109,94,81,69,53,41 Neral 19. C10H18O 4,47 17,267 134,119,109,91,81,69,

43,41

Nerol

20. C9H16O 1,99 17,342 385,365,329,308,282, 231,217,203,167,133, 122,108,92,68,43,41

Trans 2 cis 6 monadie 1 ol

21. C10H18O 4,31 17,439 123,111,93,70,69,53,41 Trans geraniol 22. C10H16O 22,11 17,964 137,128,109,83,69,53,

41

Citral

23. C12H20O2 0,52 18,292 154,136,121,108,95,80, 67,43,41

Bornyl acetat

24. C11H22O 0,74 18,411 110,123,109,95,81,69, 41

Undercacone

25. C12H22O2 0,37 20,104 136,123,109,95,81,69, 41

6 okten 1 ol -3,7 dimetil asetat 26. C12H20O2 4,66 21,008 136,121,107,93,80,69,

41

Geranil asetat

27. C15H22 3,73 23,828 202,187,159,145,132, 119,105,91,77,69,55,41

α- curcumen

28. C15H24 3,11 24,149 204,161,133,119,105, 93,77,69,55,41

Zingiberen

29 C15H24 1,48 24,411 147,119,107,93,79,69, 55,41

α- farnesene

30 C15H24 1,43 24,498 204,189,161,147,135, 119,93,79,69,53,41

Cyclohexene

31 C15H24 2,98 24,915 204,161,147,133,120, 105,91,77,69,55,41

Beta-sesquiphellandrene 32 C15H26O 0,38 27,136 207,189,161,148,138, Nerolidon Z dan E


(57)

119,109,93,79,69,43,41 33 C15H26O 0,34 27,545 391,295,271,207,189,

179,161,151,137,119, 109,93,81,69,41

Dehydrolinalool

34 C15H26O 0,55 31,636 187,177,161,151,135, 121,109,95,81,69,41

Farnesol

Dari Tabel 4.2. Rimpang jahe merah ada 34 senyawa berdasarkan standart yang telah didapat di interprestasi hanya sebanyak 11 senyawa yang sesuai dengan standart libarary wiley seperti pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Senyawa Hasil Analisa GC-MS Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah Sesuai Dengan Standart Library Wiley

No Peak Rumus Molekul Kadar (%) Waktu Retensi (Menit) Puncak Fragmen (ion) Nama Senyawa yang Diduga 22. C10H16O 22,11 17,964 137,128,109,83,69,53,

41

Citral 18. C10H16O 17,48 16,982 119,109,94,81,69,53,

41

Neral

5. C10H16 6,55 7,273 136,121,107,93,79,67,

53,41

Camphene 26. C12H20O2 4,66 21,008 136,121,107,93,80,69,

41

Geranil asetat 21. C10H18O 4,31 17,439 123,111,93,70,69,53,

41

Trans geraniol

9. C10H18O 4,10 9,899 154,139,125,108,84,

81,69,43,41

Eucalypot / 1,8 Sineol

14. C10H18O 3,42 14,467 139,121,110,95,79,67, 43,41

1 borneol

28. C15H24 3,11 24,149 204,161,133,119,105,

93,77,69,55,41

Zingiberen

8. C10H16 2,43 9,825 140,136,121,107,93,

77,68,53,39

Limonene

7. C10H16 1,36 8,481 121,105,93,79,69,53,

41

Myrcene

16. C10H18O 1,05 15,234 136,121,107,93,81,59,

42, 41


(58)

4.1.2. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah Minyak atsiri rimpang jahe merah segar dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH radikal bebas untuk diperoleh nilai IC50 dengan dilakukan pengamatan secara spektrofotometri UV-Visible (absorbansi yang diukur terlampir pada lampiran ) pada panjang gelombang maksimum 515 nm.

Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Absorbansi Minyak Atsiri Jahe Merah

Sampel Abs. % Peredaman

DPPH 1,042

-10 ppm 1,028 1,34

20 ppm 1,016 2,49

30 ppm 0,994 4,60

40 ppm 0,992 4,79

Dari persamaan regresi linier diperoleh nilai IC50 = 375,22 ��/��

4.2. Pembahasan

4.2.1. Minyak Atsiri Dari Hasil Destilasi dengan Alat Stahl

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh minyak atsiri rimpang jahe merah segar rata – rata sebanyak 0,878 gram dari sebanyak 700 gram rimpang jahe merah. Jadi kadar minyak atsiri rimpang jahe merah adalah % (v/b) yang diperoleh dari perhitungan berikut :

% kadar minyak atsiri = ������������������

�������ℎ�����ℎ � 100%

= 0,878����

700���� � 100%

= 0,125 %

Kadar minyak astiri, berdasarkan hasil penelitian rimpang jahe merah didapatkan minyak atsiri sebanyak 0,125 % dan minyak atsiri berwarna kuning pucat.


(59)

4.2.2. Analisis Spektrum Massa Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah Segar Minyak atsiri rimpang jahe merah segar yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisa dengan GC-MS yang disesuaikan dengan Library Wiley 229 , maka diperoleh kandungan utama dari rimpang jahe merah segar yaitu Citral (22,11%), Neral (17,48%), Kamfen (6,55%), Geranil Asetat (4,66%), Trans Geraniol (4,31%), 1,8 Sineol (4,10%), Borneol (3,42%), Zingiberen (3,11%) Limonene (2,43%), Mirsen (1,36%), Terpineol (1,05%). Berikut adalah 11 senyawa yang ditemukan pada minyak atsiri jahe merah yang mungkin pola fragmentasinya:

1. Spektrum massa dari Citral

Berdasarkan hasil analisis dengan GC-MS yang telah disesuaikan dengan Library Wiley 229 , maka spektrum Citral ditunjukkan pada gambar 4.2.

a.

b. (Lampiran halaman 79)

Gambar 4.2. Spektrum Massa Citral

Keterangan : a = Data spektrum massa hasil analisa GC-MS

b = Library Wiley 229 yang merupakan data pembanding

Puncak Kromatogram dengan waktu retensi 17,964 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16O. Spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 137 diikuti fragmen- fragmen pada m/e 137, 123,109, 88, 69, 53


(60)

dan 41. Dengan membandingkan spektrum yang diperoleh dengan data spektrum

library, yang lebih mendekati adalah golongan monoterpen yaitu citral sebanyak 22,11 % .

Adapun pola fragmentasi yang mungkin dari senyawa Citral ditunjukkan pada gambar 4.3.

O

CH3

CH3 CH3 H

+e +. +. -2e O CH3 CH3 CH3 H

m /e = 152, (C10H16O)+. -.CH3 O CH3 C+ CH3 H

m/e = 137, (C9H13O)+ -C2H4

O

CH+ CH3 CH3 H

m/e = 109, (C7H9O)+

-C4H8

C+ O

H

m/e = 53, (C3HO)+

-.C6H11

CH3 O

H

m/e = 69, (C4H5O)+

+

-C5H8

Gambar 4.3. Pola Fragmentasi yang Mungkin dari Senyawa Citral

2. Spektrum massa dari Neral

Berdasarkan hasil analisis dengan GC-MS yang telah disesuaikan dengan Library Wiley 229 , maka spektrum Neral ditunjukkan pada gambar 4.4.


(61)

a.

b. (Lampiran halaman 80)

Gambar 4.4. Spektrum Massa Neral

Keterangan : a = Data spektrum massa hasil analisa GC-MS

b = Library Wiley 229 yang merupakan data pembanding

Puncak Kromatogram dengan waktu retensi 16,982 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16O. Spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 119 diikuti fragmen- fragmen pada m/e 109, 94, 81, 69, 53, dan 41. Dengan membandingkan spektrum yang diperoleh dengan data spektrum

library, yang lebih mendekati adalah golongan monoterpen yaitu Neral sebanyak 17,48 % .

Adapun pola fragmentasi yang mungkin dari senyawa Neral ditunjukkan pada gambar 4.5.


(62)

CH3

C

H3 CH3

O

CH3

C

H3 CH3

O + e

-2e

+.

m/e = 152, (C10H6O)+.

CH3-C=O

C

H3 CH3

CH2

m/e = 109, (C8H13)+. -C2H4

CH2

CH3

m/e = 81, (C6H9)+ +

+

Gambar 4.5. Pola Fragmentasi yang Mungkin dari Senyawa Neral

3. Spektrum massa dari Kamfen

Berdasarkan hasil analisis dengan GC-MS yang telah disesuaikan dengan Library Wiley 229 , maka spektrum Kamfen ditunjukkan pada gambar 4.6.


(63)

b. (Lampiran halaman 81)

Gambar 4.6. Spektrum Massa Kamfen

Keterangan : a = Data spektrum massa hasil analisa GC-MS

b = Library Wiley 229 yang merupakan data pembanding

Puncak Kromatogram dengan waktu retensi 9,825 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16. Spektrum menunjukkan puncak ion

molekul pada m/e 136 diikuti fragmen- fragmen pada m/e

136,121,107,93,79,67,53,41. Dengan membandingkan spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library, yang lebih mendekati adalah golongan monoterpen yaitu kamfen sebanyak 6,55 % . Adapun pola fragmentasi yang mungkin dari senyawa Kamfen ditunjukkan pada gambar 4.7.

CH3 CH3 CH2 -2e +e CH3 CH3 CH2 +.

m/e = 136, (C10H16) +.

CH3

CH2

+

- .CH3

-

C2H4

-.

C3H7

+

m/e = 121, (C9H13) +

m/e = 93 , (C7H9) +

-.

C2H5

CH2

+

m/e = 107 (C8H11) +

-C

3H6

-

CH

2

-C2H4

+

H

2 atau m/e = 79 , (C6H7)

+ m/e = 79 , (C 6H7)

+

+


(1)

8. Zingeberen

Keterangan : a = Data spektrum massa hasil analisa GC-MS

b = Library Wiley 229 yang merupakan data pembanding a

b


(2)

9. Limonene

Keterangan : a = Data spektrum massa hasil analisa GC-MS

b = Library Wiley 229 yang merupakan data pembanding a


(3)

10.Myrcene

Keterangan : a = Data spektrum massa hasil analisa GC-MS

b = Library Wiley 229 yang merupakan data pembanding a

b


(4)

11.α-terpineol

Keterangan : a = Data spektrum massa hasil analisa GC-MS

b = Library Wiley 229 yang merupakan data pembanding a


(5)

Lampiran 9. Gambar Hasil Uji Antioksidan

Lampiran 10. Gambar Alat UV-Visible


(6)

Dokumen yang terkait

Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian In Vivo)

4 99 95

Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

7 103 91

Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Gajah (Zingiber Officinale Roscoe Var. Officinale) Dan Rimpang Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe Var. Amarum) Menggunakan Alat Stahl

15 90 45

Analisis Secara GC-MS Komponen Minyak Atsiri dari Rimpang Tanaman Jerangau (Acorus calamus) Hasil isolasi Menggunakan Metode Hidrodestilasi Dibandingkan dengan Destilasi Uap

8 80 131

Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Bangle (Zingiber Montanum (J.König) Link Ex A. Dietr) Segar Dan Kering Secara Gc-Ms

13 132 103

Analisis Secara Gc-Ms Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Tanaman Jerangau (Acoruscalamus) Hasil Isolasi Menggunakan Metode Hidrodestilasi Dibandingkan Dengan Destilasi Uap

7 81 131

Pengaruh Pemberian Ekstrak Metanol Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma dan Otot Gastroknemius Mencit Sebelum Latihan Fisik Maksimal

1 39 73

Identifikasi Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Emprit (Zingiber officunale Rosc.) Dan Uji Aktivitas Antibakteri

15 125 67

Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Kulit Jeruk Telur Buaya (Citrus medica L.) Secara GC-MS dan Uji Antioksidan Dengan Metode DPPH

1 81 73

Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. amarum) dengan GC-MS dan Uji Antioksidan Menggunakan Metode DPPH

1 0 13