Korelasi Metode Spektroskopi FTIR dengan Metode Konvensional dalam Pengujian Stabilitas Pemanasan Minyak Sawit Komersial

1

KORELASI METODE SPEKTROSKOPI FTIR DENGAN
METODE KONVENSIONAL DALAM PENGUJIAN
STABILITAS PEMANASAN MINYAK SAWIT KOMERSIAL

PRICILIA / F24090095

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

1

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Korelasi Metode
Spektroskopi FTIR dengan Metode Konvensional dalam Pengujian Stabilitas
Pemanasan Minyak Sawit Komersial adalah benar karya saya dengan arahan dari

dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013

Pricilia
NIM F24090095

1

ABSTRAK
PRICILIA. Korelasi Metode Spektroskopi FTIR dengan Metode Konvensional
dalam Pengujian Stabilitas Pemanasan Minyak Sawit Komersial. Dibimbing oleh
HANIFAH NURYANI LIOE dan DIDAH NUR FARIDAH.
Pengujian stabilitas minyak goreng kelapa sawit umumnya dilakukan
menggunakan metode konvensional seperti bilangan asam, bilangan peroksida,
dan bilangan TBA. Namun saat ini telah berkembang teknologi baru dalam

menguji kualitas minyak goreng. FTIR merupakan suatu teknologi yang murah,
cepat, bersifat nondestruktif, dan mulai banyak digunakan dalam menguji kualitas
minyak goreng. Namun, hasil analisis dari metode ini belum diuji korelasinya
dengan analisis menggunakan metode konvensional, padahal hal ini penting
dilakukan untuk mengetahui keabsahan metode spektroskopi FTIR. Oleh karena
itu, pada penelitian ini, pengujian stabilitas minyak goreng pada pemanasan suhu
tinggi dengan metode FTIR dan metode konvensional dilakukan bersamaan untuk
mengetahui korelasinya. Sampel yang digunakan adalah minyak goreng kelapa
sawit yang dipanaskan pada suhu 1800C selama 72 jam. Dari hasil pengukuran
absorbansi dengan FTIR, didapat sebelas bilangan gelombang utama pada minyak
sawit yang diuji yaitu 721.4, 871.8, 968.3, 1033.9, 1095.6, 1377.2, 1462, 1751.4,
2731.2, 2839.2, dan 3005.1 cm-1. Kesebelas bilangan gelombang tersebut
berkorelasi dengan hasil analisis bilangan asam dan bilangan peroksida dari
minyak sawit komersial yang mengalami pemanasan pada suhu 180 oC selama 72
jam dengan nilai R2 0.962 dan 0.857, dan berkorelasi dengan hasil analisis
bilangan TBA dari minyak sawit komersial yang mengalami pemanasan pada
suhu 180oC selama 58 jam dengan nilai R2 0.845. Ketiga nilai R2 tersebut
menunjukkan bahwa terdapat linearitas yang baik antara hasil analisis
spektroskopi FTIR dengan hasil analisis konvensional.
Kata kunci: Minyak goreng kelapa sawit, FTIR, oksidasi termal


ABSTRACT
PRICILIA. Correlation between FTIR-Spectroscopy Method and Conventional
Method for Commercial Palm Cooking Oil Stability Assay. Supervised by
HANIFAH NURYANI LIOE and DIDAH NUR FARIDAH.
Stability assay of palm cooking oil usually uses conventional method such
as acid value, peroxide value, and TBA value. But nowadays, has developed an
emerging technology in measuring the quality of cooking oil. FTIR method is an
emerging technology which is cheap, fast, nondestructive, and start to be used
widely to measure the quality of cooking oil, but the correlation between FTIR
method and conventional method haven’t been tested, even though this is
important to know the validation of FTIR method. So, in this research, thermal
stability of commercial palm cooking oil is measured by both FTIR method and
conventional method to find their correlation. The sample is palm cooking oil
which is heated 180oC for 72 hours. From the result of FTIR absorbance
measurement, the major spectral numbers are 721.4, 871.8, 968.3, 1033.9, 1095.6,
1377.2, 1462, 1751.4, 2731.2, 2839.2, and 3005.1 cm-1. All of them are correlated
with acid value and peroxide value of commercial palm cooking oil which is
heated 180oC for 72 hours with R2 0.962 and 0.857, and correlated with TBA
value of commercial palm cooking oil which is heated 180oC for 58 hours with R2

0.845, which mean there are good linearity between FTIR spectroscopy and
conventional method.
Keywords: palm cooking oil, FTIR, thermal oxidation

1
Judul Skripsi : Korelasi Metode Spektroskopi FTIR dengan Metode Konvensional
dalam Pengujian Stabilitas Pemanasan Minyak Sawit Komersial
Nama
: Pricilia
NIM
: F24090095

Disetujui oleh

Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M. Si
Pembimbing 1

Dr. Didah Nur Faridah, STP., M.Si
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

1

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya tulis yang berjudul Korelasi Metode Spektroskopi
FTIR dengan Metode Konvensional dalam Pengujian Stabilitas Pemanasan
Minyak Sawit Komersial ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Ibu Dr. Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M. Si selaku pembimbing pertama
penulis, Ibu Dr. Didah Nur Faridah, STP., M.Si selaku dosen pembimbing kedua
penulis dalam menempuh studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan
dalam penelitian ini, serta kepada Bapak Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP., DEA.
sebagai dosen penguji saya. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada
orang tua terkasih, Bapak Sim Meng Sin dan Ibu Imelda, adik kandung Devi

Natalia dan Hendi Setiawan, serta keluarga besar penulis yang telah memberikan
dukungan moril dan semangat selama penulis menjalankan studi dan penelitian.
Tidak lupa juga ungkapan terimakasih penulis ucapkan kepada Kak Jordan Kahfi
yang telah banyak membantu dalam pengerjaan penelitian maupun memberikan
arahan dalam pengolahan data, Charles, serta teman-teman ITP 46 atas segala
kerjasama dan dukungannya selama studi dan penelitian ini berlangsung. Semoga
karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Juli 2013

Pricilia

1

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

METODOLOGI PENELITIAN

2

Bahan dan Alat

2

Prosedur Penelitian

3

Prosedur Analisis Minyak


5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Profil Spektrum dan Intensitas Absorbansi Minyak Goreng Kelapa Sawit

6

Profil Bilangan Asam

10

Profil Bilangan Peroksida

11

Profil Bilangan Thiobarbituric Acid


12

Korelasi Data Analisis Konvensional dengan Spektroskopi FTIR
menggunakan PLS-OLS

14

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17


DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jenis-jenis ikatan utama minyak goreng kelapa sawit
Tabel 2 Persentase intensitas absorbansi bilangan gelombang utama dari
minyak sawit komersial dengan instrumen FTIR pada panjang
gelombang 400-4000 cm-1

8

9

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Spektrum absorbansi FTIR dari sampel 72 jam ulangan ke-1
(A) 0 jam, (B) 38 jam, (C) 72 jam
Gambar 2 Grafik rata-rata bilangan asam sampel minyak goreng kelapa
sawit selama 72 jam pada suhu 1800C
Gambar 3 Grafik rata-rata bilangan peroksida sampel minyak goreng
kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C
Gambar 4 Grafik rata-rata bilangan TBA sampel minyak goreng kelapa
sawit selama 72 jam pada suhu 1800C
Gambar 5 Grafik prediksi korelasi a) bilangan asam, b) bilangan
peroksida, dan c) bilangan TBA dengan intensitas absorbansi
menggunakan OLS

7
11
12
13

16

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data hasil analisis bilangan asam minyak sawit komersial yang
dipanaskan pada suhu 180oc selama 72 jam
Lampiran 2 Data hasil analisis bilangan peroksida minyak sawit komersial
yang dipanaskan pada suhu 180oC selama 72 jam
Lampiran 3 Data hasil analisis bilangan TBA minyak sawit komersial yang
dipanaskan pada suhu 180oC selama 72 jam
Lampiran 4 Grafik ulangan pertama bilangan asam sampel minyak goreng
kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C
Lampiran 5 Grafik ulangan kedua bilangan asam sampel minyak goreng
kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C
Lampiran 6 Grafik ulangan pertama bilangan peroksida sampel minyak
goreng kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C
Lampiran 7 Grafik ulangan kedua bilangan peroksida sampel minyak
goreng kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C
Lampiran 8 Grafik ulangan pertama bilangan TBA sampel minyak goreng
kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C
Lampiran 9 Grafik ulangan kedua bilangan TBA sampel minyak goreng
kelapa sawit selama 72 jam pada suhu 1800C
Lampiran 10 Intensitas absorbansi bilangan gelombang utama pada panjang
gelombang 400-4000 cm-1
Lampiran 11 Korelasi antara setiap bilangan gelombang dengan bilangan
asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA
Lampiran 12 Hasil verifikasi menggunakan sampel minyak yang mengalami
pemanasan selama 24 jam menggunakan uji t berpasangan
Lampiran 13 Proses oksidasi pada minyak

21
22
23
24
24
24
25
25
25
26
27
27
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini, minyak goreng adalah bahan pangan yang tidak dapat lepas dari
kehidupan masyarakat Indonesia. Volume konsumsi minyak goreng domestik
pada tahun 2012 diprediksi berkisar 4.5 juta – 4.8 juta ton (Nurmayanti 2012),
angka yang sangat besar sehingga kualitas minyak goreng sawit yang digunakan
oleh masyarakat perlu diperhatikan. Penentuan stabilitas minyak goreng sawit
terhadap pemanasan dapat dilakukan dengan cara menguji sampel minyak goreng
sawit yang telah mengalami pemanasan pada periode waktu tertentu. Pengujian
stabilitas minyak dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter uji
yang umum digunakan dan dilakukan secara konvensional di laboratorium yaitu
uji bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA (Thiobarbituric acid).
Semakin tinggi bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA, semakin
besar tingkat kerusakan yang terjadi pada minyak yg diuji (Kalapathy dan Proctor
2000, Setiowaty dan Che Man 2003)
Saat ini telah dikembangkan pengujian kualitas minyak goreng
menggunakan metode Fourier Transform Infra Red (FTIR) (Rohman dan Che
Man 2010, Setiowaty dan Che Man 2003). Spektroskopi FTIR memanfaatkan
teknik spektroskopi vibrasional yang menggunakan radiasi inframerah untuk
menimbulkan vibrasi ikatan molekular pada sampel yang menyerapnya (Baker et
al. 2008). Apabila suatu sampel mengandung ikatan molekular ataupun
konfigurasi ikatan molekular yang berbeda, sampel tersebut akan memiliki spektra
infra merah (IR) yang berbeda pula dari hasil pembacaan FTIR (Baker et al. 2008)
sehingga FTIR dapat memberikan suatu keterangan spesifik mengenai komponenkomponen kimia yang terkandung dalam suatu sampel. Instrumen ini mampu
mendeteksi komponen suatu sampel bahan pangan dengan mudah dan murah
karena tidak memerlukan persiapan sampel serta dapat diaplikasikan pada
beragam bahan pangan. Selain itu, metode ini juga cepat dan bersifat
nondestruktif, baik untuk pengukuran kualitatif maupun kuantitatif (Cronin dan
McKenzie 1990).
FTIR telah digunakan untuk menguji kemurnian minyak, misalnya dalam
menguji kualitas minyak zaitun yang tercemar dengan minyak sawit (Rohman dan
Che Man 2010) dan menentukan secara langsung 2-TBARS pada fraksi olein
sawit (Setiowaty dan Che Man 2003), dengan demikian terlihat bahwa FTIR
telah umum digunakan dalam menguji sampel minyak. Meskipun demikian, untuk
menggunakan teknik FTIR dalam mengidentifikasi penurunan kualitas minyak
goreng akibat proses pemanasan, masih dibutuhkan analisis dengan metode
konvensional sebagai metode pembanding karena FTIR hanya menunjukkan
fingerprint dari sampel, bukan secara langsung menunjukkan kualitas dari minyak
goreng tersebut. Kahfi (2012) telah menggunakan FTIR untuk menguji kualitas
minyak setelah digunakan untuk menggoreng lele sebanyak 9 kali dan hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara spektroskopi FTIR dengan
metode konvensional. Meskipun demikian, belum dilakukan pengujian stabilitas
terhadap minyak goreng yang mengalami pemanasan selama 72 jam pada suhu
tinggi menggunakan spektroskopi FTIR. Oleh karena itu, pada penelitian ini

2
dilakukan pengujian stabilitas minyak goreng sawit yang telah mengalami
pemanasan selama periode waktu tertentu menggunakan metode spektroskopi
FTIR kemudian hasilnya dikorelasikan dengan hasil dari metode konvensional
menggunakan analisis multivariat PLS-OLS.
Perumusan Masalah
1. Penggunaan metode konvensional seperti analisis bilangan asam, bilangan
peroksida, dan bilangan TBA dalam menganalisis stabilitas minyak kurang
efektif karena menghabiskan banyak biaya dan waktu.
2. Saat ini telah dikembangkan teknologi pengujian stabilitas minyak
menggunakan instrumen FTIR yang analisisnya cepat, mudah, bersifat
nondestruktif, dan dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun
kuantitatif, akan tetapi masih diperlukan pengujian korelasi antara metode
FTIR dengan metode konvensional untuk menunjukkan stabilitas minyak
goreng.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas minyak yang telah
mengalami pemanasan pada suhu 180oC selama 72 jam melalui analisis
spektroskopi FTIR dan metode konvensional dengan memperhatikan profil
spektrum bilangan gelombang FTIR utama dan korelasinya dengan metode
analisis konvensional (bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA)
menggunakan analisis PLS-OLS.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah dihasilkannya informasi ilmiah mengenai
stabilitas minyak goreng setelah mengalami pemanasan suhu tinggi selama
periode waktu tertentu dan korelasi antara hasil analisis menggunakan
spektroskopi FTIR dengan hasil analisis konvensional.

METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan sebagai sampel penelitian ini adalah minyak
goreng kelapa sawit komersial dengan kode produksi 01CTJPJ. Bahan yang
diperlukan untuk membersihkan deep fat fryer adalah heksana teknis. Bahan yang
dibutuhkan untuk analisis bilangan asam adalah air destilata, larutan NaOH 0,1 N,
kristal KHP, indikator phenolphthalein (PP) dalam alkohol (1%), dan alkohol
teknis 96%. Bahan yang dibutuhkan untuk analisis bilangan peroksida adalah air
destilata, asam asetat glasial, larutan Na2S2O3 0,01 N, larutan pati 1%, dan larutan
KI jenuh. Bahan yang dibutuhkan untuk analisis bilangan TBA adalah HCl 4 M,

3
batu didih, antifoam, dan pereaksi TBA (0,2883 g TBA dari Merck/100 ml asam
asetat glasial 90%). Bahan yang digunakan untuk membersihkan disk KBr pada
analisis spekstroskopi FTIR adalah heksana kualitas pro analysis dari Merck. Alat
yang digunakan dalam tahap persiapan sampel adalah deep fat fryer berpengontrol
suhu merk Getra model EF-88 dengan kapasitas 10 liter minyak goreng. Untuk
analisis spekstroskopi FTIR, alat yang digunakan adalah FTIR model IR-Prestige
21 produksi Shimadzu Corporation, Jepang.
Prosedur Penelitian
Pengambilan sampel uji dengan pemanasan suhu tinggi
Tahap persiapan sampel meliputi pencucian deep fat fryer yang digunakan,
pemanasan sampel minyak goreng, dan persiapan sampel minyak goreng untuk
dianalisis. Deep fat fryer dicuci menggunakan heksana teknis dilakukan untuk
menghilangkan sisa-sisa minyak yang menempel pada deep fat fryer akibat
penggunaan sebelumnya. Minyak goreng yang dipanaskan adalah 5 kantong
minyak goreng kelapa sawit komersial 2 liter dengan kode produksi 01CTJPJ.
Sampel tersebut diaduk merata agar diperoleh sampel yang homogen, kemudian
dipanaskan pada suhu 180oC, mengacu pada suhu yang dipilih oleh Setiowaty dan
Che Man (2003), selama 72 jam. Pengambilan sampel dilakukan setiap 2 jam
sekali sehingga dari satu ulangan dihasilkan 37 sampel yang disimpan dalam botol
kaca gelap, 1 sampel merupakan minyak yang belum mengalami pemanasan dan
36 sampel lainnya merupakan minyak yang telah mengalami pemanasan selama
periode waktu tertentu. Setelah pengambilan sampel dilakukan, botol berisi
sampel tersebut disimpan dalam refrigerator dengan suhu 3oC. Selama minyak
dipanaskan, suhu aktual minyak tetap diukur setiap hari menggunakan termometer
air raksa dan dicatat untuk mengetahui kisaran suhu pemanasan minyak yang
sebenarnya. Seluruh tahap tersebut dilakukan dua kali sehingga dihasilkan dua
ulangan. Sampel minyak beku yang telah mengalami thawing dapat langsung
dianalisis untuk memperoleh bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan TBA,
dan profil FTIR.
Evaluasi stabilitas pemanasan minyak sawit komersial dengan FTIR
Pada penelitian ini, FTIR digunakan untuk mengidentifikasi ikatan atau
gugus fungsional yang terdapat dalam sampel tanpa mendestruksi sampel. Pada
penelitian ini, digunakan spektra absorbansi infra red pada bilangan gelombang
400-4.000 cm-1, serupa dengan daerah spektrum yang dipilih oleh peneliti lain
seperti Vlachos et al. (2006) yang meneliti tentang aplikasi FTIR untuk minyak
makan (minyak zaitun) dan Al Degs et al. (2011) yang meneliti tentang kualitas
penggorengan dari minyak sayur (minyak kelapa sawit) menggunakan FTIR.
Pengukuran menggunakan FTIR memiliki sensitivitas tinggi sehingga dapat
meminimalkan kesalahan. Penggunaan spektroskopi FTIR dalam mengidentifikasi
stabilitas pemanasan minyak sawit komersial akibat proses pemanasan masih
membutuhkan analisis dengan metode konvensional sebagai metode pembanding
karena FTIR hanya menunjukkan fingerprint dari sampel, bukan secara langsung

4
menunjukkan kualitas dari minyak goreng tersebut. Apabila dapat diperoleh
korelasi yang baik (lebih besar dari 0.8) antara hasil analisis menggunakan teknik
FTIR dengan metode konvensional, baru dapat dikatakan bahwa FTIR dapat
digunakan untuk menguji stabilitas minyak goreng sawit setelah mengalami
pemanasan pada periode waktu tertentu. Hasil analisis FTIR berupa spektra
inframerah yang merupakan hubungan antara absorbansi dan bilangan gelombang
(cm-1). Puncak yang terbaca dalam spektra tersebut diamati untuk mengetahui
profil bilangan gelombang utama dan intensitasnya.
Evaluasi stabilitas pemanasan minyak sawit komersial dengan metode
konvensional sebagai metode pembanding
Metode konvensional yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
bilangan asam dengan metode AOAC official method 940.28, bilangan peroksida
dengan metode SNI 01-3555-1998, dan bilangan TBA dengan metode Tarladgis et
al. (1962). Analisis bilangan TBA merupakan uji spesifik yang digunakan untuk
menentukan ketengikan oksidatif (Setiowaty dan Che Man 2003). Analisis
bilangan peroksida bertujuan untuk mengukur jumlah oksigen peroksida yang
terdapat dalam minyak atau lemak. Peroksida merupakan senyawa radikal yang
terbentuk akibat proses oksidasi termal pada minyak (Kalapathy dan Proctor
2000). Bilangan asam menyatakan jumlah asam lemak bebas yang terkandung
dalam minyak atau lemak. Semakin tinggi jumlah asam lemak bebas maka
semakin buruk kualitas minyak (Kalapathy dan Proctor 2000). Semakin tinggi
bilangan TBA, bilangan asam, dan bilangan peroksida suatu minyak, semakin
tinggi kerusakan yang terjadi pada minyak tersebut.
Analisis statistika multivariat
Analisis statistik multivariat merupakan analisis yang dilakukan untuk
menghubungkan variabel dan observasi (sampel) dalam jumlah yang besar.
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan software XLSTAT 2013 (diproduksi
oleh Addinsoft) yang merupakan add-in software di dalam Microsoft Excel Series.
Analisis yang dilakukan dalam pengujian data laboratorium pada penelitian ini
adalah analisis PLS-OLS (Partial Least Square – Ordinary Least Square).
Analisis OLS ini merupakan metode analisis multivariat kuantitatif yang telah
umum digunakan (Che Man dan Setiowaty 1999a) dan dilakukan untuk
mengorelasikan hubungan antara variabel X dengan variabel Y. Variabel X pada
penelitian ini adalah data persentase absorbansi minyak goreng sementara variabel
Y-nya adalah data bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA minyak
goreng. Hasil dari analisis OLS ini berupa sebuah model matematika yang dapat
digunakan untuk memprediksi nilai variabel Y berdasarkan sembarang nilai
variabel X.
Verifikasi persamaan hasil korelasi antara analisis konvensional dengan
spektroskopi FTIR
Verifikasi dilakukan dengan menggunakan sampel minyak yang telah
mengalami pemanasan selama 24 jam. Dilakukan analisis bilangan asam, bilangan
peroksida, bilangan TBA, dan analisis FTIR pada sampel minyak tersebut
sebanyak duplo. Absorbansi yang didapat dari hasil analisis menggunakan

5
spektroskopi FTIR diubah dalam bentuk persentase intensitas absorbansi
kemudian dimasukkan kedalam persamaan yang telah didapat, lalu dilakukan uji t
untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil analisis
konvensional dengan hasil pengukuran menggunakan spektroskopi FTIR.

Prosedur Analisis Minyak
Analisis bilangan asam (AOAC official method 940.28)
Analisis bilangan asam dilakukan untuk mengukur banyaknya asam lemak
bebas yang terkandung dalam sampel dengan metode titrimetri. Sebanyak 2.5
gram sampel minyak goreng yang akan diuji dicampurkan dengan 50 mL larutan
alkohol 96% di dalam labu Erlenmeyer. Kemudian larutan ini dipanaskan sebentar
diatas hot plate dan dititrasi menggunakan larutan NaOH 0.1 N. Untuk
menghitung bilangan asam, data volume hasil titrasi dimasukkan ke dalam rumus
berikut:
Bilangan asam ((mg NaOH)/(g minyak))= (V ×N ×40)/W
Keterangan:
V = Volume NaOH (mL)
N = Normalitas NaOH hasil stamdarisasi
W = Berat sampel minyak goreng (g).
Analisis bilangan peroksida (SNI 01-3555-1998)
Analisis bilangan peroksida dilakukan untuk mengetahui bilangan oksidasi
yang mencerminkan seberapa besar minyak goreng telah mengalami reaksi
oksidasi. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri. Sebanyak
0.25 gram sampel minyak goreng yang akan diuji dicampurkan dengan 30 mL
pelarut asam asetat glasial dan kloroform (3:2), 3 mL KI jenuh, 30 mL air
destilata, dan 1 mL indikator larutan pati 1% sesuai dengan prosedur. Kemudian
digunakan Na2S2O3 0.01 N untuk titrasi campuran tersebut hingga warna biru
pada sampel menghilang. Untuk menghitung bilangan peroksida, data selisih
volume hasil titrasi dimasukkan dalam rumus berikut:
Bilangan peroksida ((meq peroksida)/(kg contoh))= ((Vs-Vb)×N ×1000 )/W
Keterangan :
Vs = Volume natrium tiosulfat untuk titrasi contoh (mL)
Vb = Volume natrium tiosulfat untuk titrasi blanko (mL)
N = Konsentrasi natrium tiosulfat (N)
W = Berat contoh (g)
Analisis bilangan TBA (Tarladgis et al. 1962)
Sampel minyak ditimbang sebanyak 10 gram, ditambah 2.5 ml HCl 4 M
hingga mencapai pH 1.5, dan ditambah air destilata hingga bervolume total 100

6
ml, kemudian masukkan batu didih dan antifoam dan sampel didestilasi sampai
memperoleh destilat sebanyak 50 mL. Destilat yang diperoleh diaduk merata dan
dipipet sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi bertutup. Tambahkan 5 mL pereaksi
TBA (0.2883 g TBA/100 mL asam asetat glasial 90%) lalu dicampur merata dan
tutup. Campuran tersebut dipanaskan dalam air mendidih selama 35 menit sampai
terbentuk warna merah. Setelah itu dinginkan tabung reaksi dalam air pendingin
kira-kira 10 menit kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 538
nm. Dengan cara yang sama dilakukan pula penetapan blanko dengan mengganti
sampel dengan air destilata. Bilangan TBA dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Bilangan TBA (mg MDA/kg minyak) = (A × 7.8 ×10)/(berat sampel (g))
Analisis spektrum absorbansi dengan spektroskopi FTIR (Al-degs et al 2011)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui profil spektrum minyak goreng
menggunakan instrument FTIR (Fourier Transform Infra Red) spektroskopi.
FTIR yang digunakan merupakan model IR-Prestige 21 produksi Shimadzu
Corporation, Jepang. Sampel minyak goreng yang akan diukur diteteskan ke
dalam disk KBr dan diratakan. Kemudian kedua disk KBr tersebut ditangkupkan
satu sama lain sehingga membentuk seperti sandwich. Ukur sampel minyak
goreng dengan menggunakan bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Scanning
dilakukan sebanyak 36 kali. Sebelum melakukan pengukuran selanjutnya, disk
KBr harus dibersihkan menggunakan n-heksana murni kualitas pro analysis dan
dilap dengan menggunakan tissue lensa hingga benar-benar bersih. Hasil analisis
yang diperoleh berupa spektra infra merah yang merupakan hubungan antara
intensitas absorbansi dengan bilangan gelombang. Sebelum dimasukkan ke dalam
analisis multivariat, terlebih dahulu data intensitas absorbansi hasil pengukuran
FTIR sampel tertentu dikonversi menjadi persentase intensitas absorbansi dengan
rumus berikut:
% IAx= IAx/(IA total)

100

Keterangan :
% IAx = % intensitas absorbansi bilangan gelombang tertentu
IAx
= Intensitas absorbansi bilangan gelombang tertentu
IAtotal = Intensitas absorbansi total dari sebelas bilangan gelombang utama

HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Spektrum dan Intensitas Absorbansi Minyak Goreng Kelapa
Sawit
Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran spektrum absorbansi FTIR dari
74 sampel minyak sawit komersial yang berasal dari dua ulangan yang telah
mengalami pemanasan dengan suhu 180oC selama 72 jam. Pada Gambar 1 akan
ditampilkan grafik bilangan gelombang yang didapat dari sampel pemanasan 0
jam, 38 jam, dan 72 jam ulangan pertama untuk melihat bahwa terdapat
perubahan intensitas absorbansi akibat proses pemanasan.

Absorbansi

7

c
.
b
.
a
Bilangan gelombang
(cm-1)

Gambar 1. Spektrum absorbansi FTIR dari sampel minyak goreng sawit
ulangan pertama setelah mengalami pemanasan pada suhu
180oC selama (A) 0 jam, (B) 38 jam, (C) 72 jam
Dari grafik spektrum absorbansi FTIR tersebut dapat dilihat bahwa tidak
tampak perubahan intensitas spektrum absorbansi secara signifikan antara satu
sampel dengan sampel lainnya. Oleh karena itu, diperlukan analisis PLS-OLS
untuk pengolahan data. Dari hasil pengukuran absorbansi dengan FTIR, diperoleh
bahwa bilangan gelombang utama pada minyak sawit yang digunakan adalah
721.4, 871.8, 968.3, 1033.9, 1095.6, 1377.2, 1462, 1751.4, 2731.2, 2839.2, dan
3005.1 cm-1.
Berikut ini pada Tabel 1 ditunjukkan jenis-jenis ikatan utama minyak
goreng sawit yang direpresentasikan oleh bilangan-bilangan gelombang tertentu,
pada Tabel 2 ditunjukkan hubungan setiap bilangan gelombang dengan hasil
analisis konvensional, sedangkan untuk besar intensitas absorbansinya dapat
dilihat pada Tabel 3.

8
Tabel 1. Jenis-jenis ikatan utama minyak goreng kelapa sawit
Bilangan gelombang
Gugus fungsia
(cm-1)
721.4bc
CH2
871.8b
Meta-disubstituted pada benzena
968.3bde
C=C trans
bd
1033.9
C-O
1095.6d
C-O
d
1377.2
-CH3
1462e
CH2 dan CH3
1751.4e
C=O
2731.2f
-CHO
2839.2g
-O-CH3
3005.1bde
C=C
a
Williams dan Fleming (1995)
b
Kahfi (2012)
c
Che Man dan Setiowaty (1999)b
d
Rohman dan Che Man (2010)
e
Che Man dan Setiowaty (1999)a
f
Guillen dan Cabo (1997)
g
Al Degs et al. (2011)

Intensitasa
Lemah
Lemah
Kuat
Kuat
Kuat
Sedang
Sedang
Kuat
Lemah
Sedang
Sedang

9
Tabel 2. Persentase Intensitas Absorbansi Bilangan Gelombang Utama dari
Minyak Sawit Komersial dengan Instrumen FTIR pada Panjang Gelombang 4004000 cm-1
Lama
Pemanasan
(jam)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37

Persentase intensitas absorbansi pada bilangan gelombang (cm-1)
721

872

968

1034

1096

1377

1462

1751

2731

2839

3005

3.045
2.972
2.972
2.792
2.804
2.695
2.779
2.811
2.648
2.671
2.656
2.548
2.714
2.682
2.704
2.569
2.990
2.516
2.456
2.636
2.496
2.418
2.720
2.827
2.633
2.875
2.718
2.817
2.596
2.806
2.587
2.566
2.573
2.634
2.586
2.810
2.679

3.184
3.023
2.929
2.770
2.781
2.429
2.643
2.775
2.655
2.576
2.669
2.501
2.588
2.259
2.543
2.136
3.106
2.112
1.961
2.433
2.129
2.039
3.204
3.117
2.895
3.209
2.929
3.193
2.615
3.310
2.657
2.746
2.639
2.739
2.703
2.863
2.939

2.798
2.731
2.647
2.519
2.582
2.383
2.556
2.619
2.554
2.513
2.551
2.456
2.586
2.406
2.621
2.336
3.055
2.324
2.248
2.575
2.389
2.316
2.995
3.033
2.864
3.176
2.884
3.131
2.729
3.206
2.799
2.817
2.772
2.882
2.858
3.073
3.017

3.010
2.952
2.894
2.788
2.787
2.642
2.793
2.868
2.775
2.723
2.770
2.654
2.835
2.636
2.842
2.573
3.242
2.542
2.479
2.775
2.586
2.508
3.061
3.126
1.354
3.234
2.963
3.193
2.846
3.286
2.916
1.424
2.877
2.980
2.952
0.000
3.115

3.218
3.304
3.428
2.887
2.886
2.799
3.010
3.452
1.401
1.742
3.216
2.553
3.204
2.964
1.543
2.982
2.843
1.477
3.381
2.809
1.330
1.238
1.606
3.447
2.700
3.161
3.012
2.696
3.001
3.245
2.897
1.285
3.079
2.957
2.851
2.973
3.420

2.760
2.761
2.757
2.659
2.720
2.624
2.692
2.703
2.646
2.612
2.667
2.552
2.793
2.568
2.784
2.521
3.011
2.450
2.490
2.650
2.572
2.440
2.801
2.870
2.615
2.952
2.751
2.791
2.699
2.897
2.741
2.612
2.653
2.735
2.616
2.968
2.865

1.528
3.512
0.000
1.409
3.274
3.096
3.098
2.897
3.021
3.190
3.171
2.937
2.940
3.243
3.220
3.106
1.410
3.163
3.174
3.036
3.352
2.886
3.429
1.558
3.037
3.147
1.657
2.520
1.418
3.291
3.059
2.919
3.380
1.673
1.945
3.271
3.034

3.363
1.342
3.170
2.812
1.684
3.391
3.573
1.463
2.971
3.094
3.166
1.651
2.956
1.535
3.526
3.213
3.242
2.873
3.138
1.266
3.364
1.509
3.228
3.299
2.657
3.173
3.121
2.608
3.153
3.843
1.447
3.053
1.577
2.875
1.360
3.098
3.206

3.818
3.193
2.974
2.316
2.684
1.681
2.173
2.185
2.045
2.043
2.017
1.858
1.838
1.553
1.836
1.156
2.633
1.662
1.420
1.971
1.776
1.983
4.244
3.823
3.427
3.910
3.838
4.071
2.940
4.693
3.029
3.302
2.964
3.176
3.069
3.143
3.560

3.323
0.000
3.153
1.490
3.300
3.135
1.478
3.007
3.101
3.095
2.982
1.520
3.338
3.031
2.950
3.239
3.181
3.181
3.371
3.237
3.059
1.284
3.261
3.025
1.764
1.707
3.396
2.617
3.181
3.144
3.020
1.470
3.234
2.858
1.378
3.272
3.217

3.496
3.394
3.417
3.197
3.264
3.112
3.191
3.268
3.140
3.065
1.654
2.976
3.103
1.584
1.640
1.502
2.049
1.520
1.494
1.543
1.521
1.428
3.158
3.173
2.938
3.227
3.011
3.119
2.921
3.229
2.953
2.896
2.913
2.950
2.861
3.145
2.949

10
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa bilangan gelombang 3005.1 cm-1
menunjukkan adanya gugus alkena. Minyak kelapa sawit mengandung asam
lemak tidak jenuh dalam jumlah yang cukup besar (Edem 2002) berupa oleat dan
linoleat (Berger 2010), karena itu ikatan C = C umum ditemukan pada minyak
goreng kelapa sawit. Bilangan gelombang 968 cm-1 menunjukkan adanya asam
lemak trans pada sampel minyak goreng yang diuji. Adanya asam lemak trans ini
disebabkan oleh proses pemanasan dalam pengolahan minyak (Puspitasari 2006
dalam Sartika 2009). Oksidasi terhadap asam oleat juga akan menghasilkan asam
lemak trans elaidat (Fennema 1996).
Bilangan gelombang 1033.9 cm-1 dan 1095.6 cm-1 pada sampel
menunjukkan adanya ikatan C – O pada ester sedangkan bilangan gelombang
1751.4 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C=O yang juga menyatakan gugus fungsi
ester. Ikatan ini umum ditemui pada gliserida, komponen utama yang terdapat
pada minyak, karena ikatan ini menunjukkan adanya gliserol yang masih
berikatan dengan asam lemak (Berger 2010). Trigliserida merupakan komponen
yang paling banyak terkandung dalam minyak kelapa sawit (Basiron 2005) dan
asam lemak merupakan komponen utama dari trigliserida. Asam lemak
merupakan asam karboksilat yang memiliki rantai hidrokarbon yang panjang
(Ophardt 2003). Bilangan gelombang 721.4 cm-1, 1377 cm-1 dan 1462 cm-1
menunjukkan adanya gugus CH2 dan CH3 yang umum ditemukan pada
hidrokarbon.
Bilangan gelombang 871.8 cm-1 menunjukkan adanya substitusi gugus H
pada benzena. Terdeteksinya senyawa benzena ini kemungkinan disebabkan oleh
adanya penambahan antioksidan sintetis pada minyak goreng. Antioksidan yang
umum ditambahkan pada minyak goreng adalah antioksidan sintetis seperti
butylated Hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), tert-butyl
hydroquinone (TBHQ), dan Propil Galat (PG) (Ayucitra et al. 2011). Semua
antioksidan tersebut memiliki struktur berupa cincin benzena dengan beragam
substitusi pada gugus H. Minyak goreng yang diberi perlakuan berupa pemanasan
terus menerus pada suhu penggorengan dapat menyebabkan terbentuknya hasil
oksidasi primer berupa peroksida yang bersifat labil dan akan terurai lebih lanjut
membentuk produk oksidasi sekunder seperti aldehida alifatik, alkohol, keton, dan
hidrokarbon lainnya (Wrolstad et al. 2000). Bilangan gelombang 2731.2 cm-1 dan
2839.2 cm-1 menyatakan adanya senyawa aldehida dan eter yang merupakan hasil
oksidasi sekunder dari minyak goreng. Hasil korelasi seperti yang terdapat pada
Lampiran 11 menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang baik antara intensitas
setiap bilangan gelombang dengan nilai bilangan asam, bilangan peroksida,
maupun bilangan TBA. Hal ini dilihat dari nilai R2 yang rendah (0.0002-0.4013).
Profil Bilangan Asam
Bilangan asam menyatakan jumlah asam lemak bebas yang terkandung
dalam minyak atau lemak. Asam lemak bebas merupakan hasil pemutusan ester
antara asam lemak dan gliserol (Wrolstad et al. 2000) dan berkaitan dengan mutu
minyak. Pada penelitian ini, pengujian bilangan asam dilakukan pada 74 sampel,
37 sampel dari proses pemanasan ulangan pertama dan 37 sampel berikutnya dari
ulangan kedua. Berikut pada Gambar 2 ditampilkan grafik rata-rata bilangan asam.

Bilangan asam (mg NaOH/g
sampel)

11

1,2000
y = 0,0121x + 0,1783
R² = 0,9644

1,0000
0,8000
0,6000
0,4000
0,2000
0,0000
0

20
40
Waktu pemanasan (jam)

60

80

Gambar 2. Grafik rata-rata bilangan asam sampel minyak goreng kelapa sawit
selama 72 jam pada suhu 1800C
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa terus terjadi kenaikan secara linear dari
bilangan asam selama pemanasan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan
Farida dan Siregar (2006) bahwa bilangan asam minyak goreng mengalami
peningkatan dengan bertambahnya jumlah pemanasan. Peningkatan bilangan
asam disebabkan adanya dekomposisi pada minyak goreng dan kemungkinan
terbentuknya asam karboksilat yang menyebabkan bertambahnya jumlah asam
pada minyak goreng tersebut (Ketaren 1986). Tren bilangan asam serupa dapat
dilihat pada hasil penelitian Abdulkarim et al. (2007) yang menguji kualitas dan
kestabilan beberapa minyak nabati dalam menggoreng keripik kentang dan Farida
dan Siregar (2006) tentang pengaruh pemanasan berulang terhadap sifat
fisikokimia dan kandungan asam palmitat pada minyak goreng. Menurut SNI
7709:2012, bilangan asam maksimum untuk minyak goreng kelapa sawit adalah
0.3. Dari data pengukuran bilangan asam dapat dilihat bahwa setelah mengalami
pemanasan selama 10 jam, sampel sudah tidak memenuhi standar SNI.
Profil Bilangan Peroksida
Pengujian bilangan peroksida dilakukan untuk mengukur oksigen yang
terikat pada ikatan rangkap asam lemak. Bilangan peroksida ditentukan
berdasarkan jumlah iodida yang dibebaskan setelah lemak atau minyak
ditambahkan KI. Iodida yang terbentuk ditentukan dengan titrasi menggunakan
Na2S2O3. Berikut ini pada Gambar 3 ditampilkan grafik rata-rata bilangan
peroksida.

Bilangan peroksida (meq
O2/kg sampel)

12
25,0000
20,0000
15,0000
10,0000
5,0000
0,0000
0

20
40
60
Waktu pemanasan (jam)

80

Gambar 3. Grafik rata-rata bilangan peroksida sampel minyak goreng kelapa sawit
selama 72 jam pada suhu 1800C
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan profil bilangan
peroksida sampai pemanasan selama 44 jam lalu terjadi penurunan kembali. Hal
ini terjadi karena pada tahap awal oksidasi, akan dihasilkan hidroperoksida yang
biasa dievaluasi dengan analisis bilangan peroksida (Lampiran 13). Pengukuran
hidroperoksida hanya sesuai untuk tahap awal oksidasi karena bersifat tidak stabil.
Dalam kondisi penggorengan, peroksida terurai secara cepat membentuk produk
oksidasi sekunder (Berger 1988) dan semakin kerusakan pada minyak berlanjut,
hidroperoksidapun terdekomposisi menjadi komponen karbonil dan aldehida
sehingga bilangan peroksidanya menurun (Shahidi dan Wanasundara 2002). Tren
serupa dapat pula dilihat pada hasil penelitian Abdulkarim et al. (2007) yang
menguji kualitas dan kestabilan beberapa minyak nabati dalam menggoreng
keripik kentang. SNI 7709:2012 mencantumkan bahwa bilangan peroksida
maksimum untuk minyak goreng kelapa sawit adalah 10. Dari data pengukuran
bilangan peroksida dapat dilihat bahwa setelah mengalami pemanasan selama 22
jam, sampel sudah tidak memenuhi standar SNI.
Profil Bilangan Thiobarbituric Acid
Uji TBA merupakan uji spesifik yang digunakan untuk menentukan
ketengikan. Pengujian dilakukan berdasarkan terbentuknya pigmen berwarna
merah sebagai hasil dari reaksi kondensasi antara dua molekul TBA dengan satu
molekul malonaldehida menghasilkan warna merah. Berikut ini pada Gambar 4
ditampilkan grafik rata-rata bilangan TBA.

Bilangan TBA (mg MDA/kg
minyak)

13

0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0

20

40

60

80

Waktu pemanasan (jam)

Gambar 4. Grafik rata-rata bilangan TBA sampel minyak goreng kelapa sawit
selama 72 jam pada suhu 1800C
Dari Gambar 4 dapat terlihat bahwa terdapat kenaikan bilangan TBA
secara signifikan pada awal pemanasan lalu semakin lama pemanasan terjadi, nilai
bilangan TBA mulai cenderung tetap. Hal ini dapat terjadi karena uji TBA ini juga
merupakan uji spesifik untuk hasil oksidasi poly unsaturated fatty acid (PUFA)
dan baik untuk diterapkan untuk uji terhadap lemak pangan yang mengandung
asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan yang tinggi (Ketaren 1986) dan
minyak kelapa sawit memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang cukup
tinggi yaitu sekitar 49.2% (Rival 2010). Adanya kandungan asam lemak tidak
jenuh pada minyak sawit dan juga proses oksidasi termal terus menerus
menyebabkan terbentuknya malonaldehida sehingga terjadi peningkatan bilangan
TBA selama pemanasan. Pokorny dan Dieffenbacher (1989) menyatakan bahwa
TBA biasanya berada dalam jumlah yang sangat kecil yaitu sekitar 0.1-2.0 mg/kg
namun dapat menyebabkan ketengikan.
Di lain sisi, hal ini tidak sesuai dengan tren hasil analisis bilangan
peroksida yang dapat dilihat pada Gambar 3. Malonaldehida dihasilkan oleh
pembentukan diperoksida pada gugus pentadiena yang disusul dengan pemutusan
rantai molekul atau dengan cara oksidasi lebih lanjut dari 2-enol yang dihasilkan
dari penguraian monohidro peroksida. Seharusnya, ketika terjadi penurunan
jumlah peroksida, malonaldehida yang terkandung akan meningkat dengan
signifikan, namun dari tren yang didapat tidak terlihat demikian. Hal ini terjadi
karena malonaldehida merupakan hasil oksidasi sekunder pada asam lemak tidak
jenuh yang mempunyai tiga atau lebih ikatan rangkap (Jo dan Ahn 2000). Asam
lemak tidak jenuh dominan pada minyak kelapa sawit adalah asam oleat (C18:1)
dan asam linoleat (C18:2) yang ikatan rangkapnya tidak sampai tiga sehingga
mungkin analisis ini kurang sesuai untuk diterapkan pada minyak sawit. Selain itu,
menurut Ketaren (1986), kelemahan uji TBA ini adalah adanya kemungkinan
beberapa senyawa asam selain hasil oksidasi lemak akan tersuling bersama
dengan uap dan ikut teranalisis. Setiowaty dan Che Man (2003) juga mengatakan
bahwa penentuan TBARS yang biasa digunakan untuk memonitor oksidasi
minyak nabati seringkali tidak akurat.

14
Korelasi Data Analisis Konvensional dengan Spektroskopi FTIR
menggunakan PLS-OLS
Ada berbagai jenis persamaan yang dapat digunakan untuk
merepresentasikan hasil penelitian ilmiah dari berbagai bidang. Pada hasil analisis
spektroskopi seperti FTIR yang mempunyai tujuan untuk memprediksi
konsentrasi suatu senyawa dari intensitas bilangan gelombang, biasanya didapat
data intensitas bilangan gelombang yang sangat banyak dan memiliki kolinearitas
satu sama lain. Penelitian ini menggunakan analisis multivariat OLS yang
termasuk dalam analisis multivariat PLS. Regresi PLS adalah salah satu metode
yang paling sering digunakan untuk data-data yang bersifat kolinear dan
kemampuan PLS dalam mengkorelasikan data tergolong tepat dan stabil (Li 2010).
Pemilihan bilangan gelombang yang berpengaruh baik terhadap hasil analisis
bilangan asam, bilangan peroksida, maupun bilangan TBA didasari oleh
kombinasi yang memberikan nilai R2 terbesar dan nilai P (Pr>F) pada ANOVA
yang paling signifikan. Hasil korelasi antara rata-rata ulangan pertama dan kedua
dari bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA dengan rata-rata
ulangan pertama dan kedua persentase intensitas absorbansi dari bilangan
gelombang utama FTIR menunjukkan bahwa kesebelas bilangan gelombang
utama tersebut, yaitu 721.4, 871.8, 968.3, 1033.9, 1095.6, 1377.2, 1462, 1751.4,
2731.2, 2839.2, dan 3005.1 cm-1 berpengaruh nyata.
Hasil korelasi antara bilangan asam dengan kesebelas bilangan gelombang
tersebut menghasilkan persamaan bilangan asam = 0.9880 – 0.8963 %IAx
721.28 cm-1 – 0.7138 %IAx 871.82 cm-1 + 1.8433 %IAx 968.27 cm-1 –
0.0123 %IAx 1033.9 cm-1 + 0.0346 %IAx 1095.6 cm-1 – 0.3841 %IAx
1377.2 cm-1 – 0.0103 %IAx 1462 cm-1 + 0.0118 %IAx 1751.4 cm-1 – 0.0478
%IAx 2731.2 cm-1 + 0.0051 %IAx 2839.2 cm-1 + 0.0319 %IAx 3005.1 cm1
dengan R2 0.962 dan Pr>F dari anova menunjukkan nilai < 0.0001 pada taraf
kepercayaan 95%.
Persamaan yang didapat dari hasil korelasi antara bilangan peroksida
dengan kesebelas bilangan gelombang tersebut adalah bilangan peroksida =
33.1672 – 16.1175
%IAx 721.28 cm-1 – 11.3624
%IAx 871.82 cm-1 +
29.2246 %IAx 968.27 cm-1 – 0.7629 %IAx 1033.9 cm-1 + 0.0570 %IAx
1095.6 cm-1 – 6.3644 %IAx 1377.2 cm-1 – 0.6087 %IAx 1462 cm-1 + 0.3081
%IAx 1751.4 cm-1 + 1.3272 %IAx 2731.2 cm-1 + 0.1276 %IAx 2839.2 cm-1
– 3.3650
%IAx 3005.1 cm-1 dengan R2 0.857 dan Pr>F dari anova
menunjukkan nilai < 0.0001 pada taraf kepercayaan 95%.
Persamaan yang didapat dari hasil korelasi antara bilangan TBA dengan
kesebelas bilangan gelombang tersebut adalah bilangan TBA = 1.2264 –
0.8268 %IAx 721.28 cm-1 – 0.2581 %IAx 871.82 cm-1 + 0.9619 %IAx
968.27 cm-1 – 0.0246 %IAx 1033.9 cm-1 + 0.0090 %IAx 1095.6 cm-1 +
0.0336 %IAx 1377.2 cm-1 – 0.0128 %IAx 1462 cm-1 – 0.0284 %IAx 1751.4
cm-1 – 0.1266
%IAx 2731.2 cm-1 – 0.0031
%IAx 2839.2 cm-1 +
-1
2
0.0480 %IAx 3005.1 cm dengan R 0.845 dan Pr>F dari anova menunjukkan
nilai < 0.0001 pada taraf kepercayaan 95%.
Nilai R2 merupakan suatu istilah statistika yang menyatakan kesesuaian
dari beragam variasi data dengan tren. Nilai R2 berkisar antara nol hingga satu dan
semakin besar derajat asosiasi antara variabel x dengan y apabila nilainya semakin

15
mendekati satu (Fonticella 2004). Selain nilai R2, perlu juga diperhatikan nilai P.
Nilai P menunjukkan konsistensi dari hasil yang didapatkan (Thisted 2010). Nilai
P hasil korelasi antara hasil ketiga analisis konvensional dan spektroskopi FTIR
menunjukkan angka kurang dari 0,05 sehingga dapat dikatakan terdapat korelasi
yang signifikan antara hasil analisis konvensional dengan spektroskopi FTIR. Dari
data hasil korelasi hasil analisis bilangan asam dan bilangan peroksida dengan
hasil analisis spektroskopi FTIR pada minyak sawit komersial yang mengalami
pemanasan pada suhu 180oC selama 72 jam, dapat dilihat bahwa nilai R2 yang
didapat mencapai 0.962 dan 0,857. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi
yang baik diantara keduanya. Untuk data hasil korelasi bilangan TBA dengan
spektroskopi FTIR, linearitas antara keduanya baik hingga pemanasan selama 58
jam yang ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0.845. Hal ini disebabkan
kerusakan yang terjadi pada minyak meningkat seiring dengan semakin lama
pemanasan dilakukan. Senyawa-senyawa hasil oksidasi sekunder lainnya seperti
aldehida dan senyawa karbonil semakin banyak terbentuk (Shahidi dan
Wanasundara 2002), namun tidak hanya malonaldehida yang bereaksi dengan
pereaksi TBA. Senyawa-senyawa aldehida lainnya seperti alkanal dan alkadienal,
keton, asam, dan ester juga bereaksi dengan pereaksi TBA membentuk warna
pink (Shahidi F dan Zhong Y 2005). Dengan demikian, pengukuran bilangan
TBA secara akurat pada minyak yang sudah terlalu rusak sulit dilakukan sehingga
nilai korelasi antara bilangan TBA dengan spektroskopi FTIR memiliki nilai
linearitas yang baik hanya sampai 58 jam atau hingga nilai bilangan TBA 0.58.
Dengan dihasilkannya persamaan-persamaan tersebut, pengujian bilangan
asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA untuk mengetahui kualitas minyak
goreng kelapa sawit dapat dilakukan tanpa harus menggunakan metode
konvensional. Nilai bilangan asam, bilangan peroksida, dan bilangan TBA dapat
diketahui dengan cara memasukkan nilai persentase intensitas absorbansi dari
hasil analisis menggunakan spektroskopi FTIR sebagai variabel x kedalam tiga
persamaan tersebut. Hasil prediksi korelasi antara bilangan asam, bilangan
peroksida, dan bilangan TBA dengan intensitas absorbansi menggunakan OLS
ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 5. Ketiga persamaan tersebut telah melalui
tahap verifikasi dan dapat dibuktikan bahwa nilai bilangan asam, bilangan
peroksida, dan bilangan TBA yang diperoleh dari persamaan tidak berbeda nyata
dengan hasil analisis konvensional. Hal tersebut dapat dilihat pada lampiran 12.

16
a.

1,2

Bilangan asam

1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

Prediksi nilai bilangan asam oleh OLS

25

b.
Bilangan peroksida

20

15

10

5

0
0

5

10

15

20

25

Prediksi nilai bilangan peroksida oleh OLS

c.

0,8
0,7

Bilangan TBA

0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

Prediksi nilai bilangan TBA oleh OLS

Gambar 5. Grafik prediksi korelasi a) bilangan asam, b) bilangan peroksida, dan
c) bilangan TBA dengan intensitas absorbansi menggunakan OLS

17

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil pengukuran absorbansi dengan FTIR, diperoleh sebelas bilangan
gelombang utama pada minyak sawit yang diuji yaitu 721.4, 871.8, 968.3, 1033.9,
1095.6, 1377.2, 1462, 1751.4, 2731.2, 2839.2, dan 3005.1 cm-1. Kesebelas
bilangan gelombang tersebut berkorelasi dengan hasil analisis bilangan asam dan
bilangan peroksida dari minyak sawit komersial yang mengalami pemanasan pada
suhu 180oC selama 72 jam dengan nilai R2 0.962 dan 0.857. Kesebelas bilangan
gelombang tersebut juga berkorelasi dengan hasil analisis bilangan TBA dari
minyak sawit komersial yang mengalami pemanasan pada suhu 180 oC selama 58
jam dengan nilai R2 0.845. Ketiga nilai R2 tersebut menunjukkan bahwa terdapat
linearitas yang baik antara nasil analisis spektroskopi FTIR dengan hasil analisis
konvensional. Hasil analisis konvensional menunjukkan bahwa setelah mengalami
pemanasan selama 10 jam, minyak goreng kelapa sawit sudah tidak memenuhi
standar SNI.
Saran
Perlu dilakukan validasi atas persamaan yang diperoleh dan
pengkorelasian parameter kerusakan lainnya dari minyak akibat proses pemanasan
seperti Total Polar Compound (TPC) dan bilangan paraanisidin, serta parameter
kualitas minyak seperti jumlah vitamin A dengan analisis spektroskopi FTIR
sehingga kedepannya teknik spektroskopi FTIR dapat digunakan lebih luas dalam
menganalisis kualitas minyak.

18

DAFTAR PUSTAKA
Abdulkarim SM, Long K, Lai OM, Muhammad SKS, Ghazali HM. 2006. Frying
quality dan stability of high-oleic Moringa oleifera seed oil in comparison
with another vegetable oils. Food Chemistry 107: 1382-1389.
Ayucitra A, Indraswati N, Mulyandasari V, Dengi YK, Fransisco G, Yudha A.
2011. Potensi senyawa fenolik bahan alam sebagai antioksidan alami
minyak goreng nabati. Widya Teknik 10(1): 1-10
Al-Degs YS, Al-Ghouti M, Salem Nida. 2011. Determination of frying quality of
vegetable oils used for preparing falafel using infrared spectroscopy and
multivariate calibration. Food Anal Meth 4: 540-549.
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical
Chemistry. Washington DC.
Baker MJ, Gazi E, Brown MD, Shanks JH, Gardner P, Clarke NW. 2008. FTIRbased spectroscopic analysis in the identification of clinically aggressive
prostate cancer. British Journal of Cancer 99: 1859-18866.
Basiron Y. 2005. Palm oil. Di dalam: Shahidi F (ed). Bailey’s Industrial Oil and
fat Product Volume 2 6thed. Canada: Wiley-Interscience
Berger KG. 1988. A Layman’s Glossary of Oils and Fats. PORIM Technology
No: 8. Institut Penyelidikan Minyak Kelapa Sawit Malaysia, Kuala
Lumpur.
Berger KG. 2010. Quality and Functions of Palm Oil in Food Applications.
Selangor: Malaysian Palm Oil Council.
a
Che Man YB, Setiowaty G. 1999. Multivariate calibration of Fourier transform
infrared spectra in determining iodine value of palm oil products. Food
Chem 67: 193-198
b
Che Man YB, Setiowaty G. 1999. Application of Fourier transform infrared
spectroscopy to determine free fatty acid contents in palm olein. Food
Chemistry 66: 109-114.
Cronin DA, McKenzie K. 1990. Arapid method for the determination of fat in
foodstuffs by infrared spectrometry. Food Chemistry 35: 39-49.
Edem DO. 2002. Palm oil: biochemical, physiological, nutritional, hematological,
and toxicological aspects: a review. Plant Foods for Human Nutrition 57:
319-341.
Farida Y, Siregar IF. 2006. Pengaruh pemanasan berulang terhadap sifat
fisikokimia dan kandungan asam palmitat pada minyak goreng. Jurnal
Ilmu Kefarmasian Indonesia 4(2): 83-91.
Fennema OR. 1996. Food Chemistry 3rd edition. New York: Marcel Dekker Inc.
Fonticella
R.
2004.
The
usefulness
of
the
R2
statistic.
http://www.casact.org/pubs/forum/98wforum/98wf055 [4 Juli 2012]
Guillen MD, Cabo N. 1997. Infrared spectroscopy in the study of edible oils and
fats. J. Sci. Agric. 75: 1-11.
Jo C, Ahn DU. 2000. Volatilities and oxidation changes in irradiated pork sausage
with different fatty acid composition and tocopherol content. J. Food. Sci.
65(2): 270-275.
Kahfi J. 2012. Prediksi penurunan kualitas minyak goreng kelapa sawit
menggunakan Fourier Transform InfraRed (FTIR) Spectroscopy dengan

19
analisis multivariat [skripsi] Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Kalapathy U, Proctor A. 2000. A new method for free fatty acid reduction in
frying oil using silicate films produced from rice hull ash. JAOCS 77(6):
593-598
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Li Y. 2010. A comparison study of principle component regression, partial least
squares regression, and ridge regression with application to FTIR data
[tesis] Sweden: Program Pascasarjana, Uppsala University.
Nurmayanti. 2012. Konsumsi minyak goreng diperkirakan stagnan di 2012.
http://www.indonesiafinancetoday.com/read/24816/Konsumsi-MinyakGoreng-Diperkirakan-Stagnan-di-2012 [1 September 2012]
Ophardt CE. 2003. Fatty acids. http://www.elmhurst.edu/~chm/vchembook/
551fattyacids.html. [30 April 2013]
Pokorny J, Dieffenbacher A. 1989. Determination of 2-thiobarbituric acid value:
direct method. International Union of Pure and Applied Chemistry 61(6):
1165-1170.
Puspitasari NN. 1996. Buletin Teknologi dan