Kualitas Pupuk Organik Cair dari Campuran Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi.

KUALITAS PUPUK ORGANIK CAIR DARI CAMPURAN
LIMBAH CAIR TAHU DAN KOTORAN SAPI

DHIAH FARIZA MUJIB

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Pupuk
Organik Cair dari Campuran Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013

Dhiah Fariza Mujib
NIM D14090072

ABSTRAK
DHIAH FARIZA MUJIB. Kualitas Pupuk Organik Cair dari Campuran
Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi. Dibimbing oleh SALUNDIK dan
PANCA DEWI MHK.
Limbah cair tahu mengandung bahan organik yang komplek serta
karbon dan nitrogen yang tinggi. Hal ini menurunkan tingkat kualitas air dan
akhirnya berdampak buruk pada ekosistem perairan. Limbah cair tahu dapat
berpotensi sebagai pupuk cair organik yang mengandung sejumlah nutrisi
yang dibutuhkan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
kualitas pupuk cair dari campuran limbah cair tahu dan kotoran sapi.
Perlakuan yang digunakan dengan perbandingan 90%:10% (L90K10);
70%:30% (L70K30); and 50%:50% (L50K50). Peubah yang diamati adalah
nilai pH, kandungan karbon (C) organik, nitrogen (N) total, phospor (P),
kalium (K), mangan (Mn), besi (Fe), dan rasio C/N. Data dianalisis dengan

menggunakan analisis ragam (ANOVA) apabila hasil berbeda nyata maka
dilanjutkan dengan uji Tukey’s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH, kandungan
C organik, P, K, Mn, Fe dan rasio C/N, namun perlakuan berpengaruh nyata
terhadap N total.
Kata kunci : EM4, kotoran sapi, limbah cair tahu, pupuk organik cair.

ABSTRACT
DHIAH FARIZA MUJIB. Quality of Organic Liquid Fertilizer From Liquid
Tofu Waste and Cattle Feces. Supervised by SALUNDIK and PANCA
DEWI MHK.
Tofu waste water containing organic material out of complex as well
as carbon and N is high. This will reduce the level of water quality and
ultimately have a negative impact on aquatic ecosystems. Liquid tofu waste
have a great potential to used as liquid organic fertilizer due to the nutrition
contents that needed by plants. The objective of this research was to
evaluate the quality of liquid fertilizer from liquid tofu waste. In this
research use different ratios of 90%:10% (L90K10); 70%:30% (L70K30); and
50%:50% (L50K50). The variables of liquid fertilizer observed consist of pH,
organic carbon (C), total nitrogen (N), phosphor (P), kalium (K), mangan

(Mn), ferrum (Fe), and C/N ratio. Data were analyzed using analysis of
variance and any significant differences were further tested using Tukey’s.
The results showed that the treatments did not significantly affect (P>0.05)
pH, Organic-C, Total-P, K, C/N ratio, Mn, Fe, and the treatments are
significantly affect (P>0.05) Total-N.
Key words: cattle feces, EM4, liquid tofu waste, liquid organic fertilizer.

KUALITAS PUPUK ORGANIK CAIR DARI CAMPURAN
LIMBAH CAIR TAHU DAN KOTORAN SAPI

DHIAH FARIZA MUJIB

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Kualitas Pupuk Organik Cair dari Campuran Limbah Cair
Tahu dan Kotoran Sapi.
Nama
: Dhiah Fariza Mujib
NIM
: D14090072

Disetujui oleh

Dr Ir Salundik, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc
Ketua Departemen IPTP

Tanggal Lulus: (

)

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Kualitas Pupuk Cair Organik dari
Campuran Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi. Shalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan kepada Rosulullah Muhammad SAW, beserta para
keluarga, sahabat dan seluruh umat manusia yang senantiasa istiqomah
dijalan-Nya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Salundik, MSi
dan Ibu Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi sebagai pembimbing skripsi,
selanjutnya Ibu Tuti Suryati, SPt MSi sebagai dosen pembimbing akademik,
serta penanggungjawab laboratorium yang telah membantu selama

penelitian. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Jakaria, SPt MSi
sebagai penguji sidang dari Departemen IPTP, terima kasih kepada Bapak
Dr Ir Asep Sudarman, MRur Sc sebagai penguji sidang dari Departemen
INTP, dan terima kasih kepada Bapak Dr Rudi Afnan, SPt MSc Agr sebagai
panitia sidang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
seluruh keluarga, serta teman-teman sekalian atas do’a dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi
perkembangan peternakan Indonesia.
Bogor, Agustus 2013

Dhiah Fariza Mujib

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi
Kualitas Pupuk Organik Cair
pH
Karbon (C) Organik
Nitrogen (N) Total
Rasio C/N
Phospor (P)
Kalium (K)
Mangan (Mn)
Besi (Fe)
Karakteristik Akhir Pupuk Cair
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


vi
vi
vi
1
1
1
2
2
2
2
2
2
6
6
7
7
8
9
9

10
10
11
11
12
13
14
15

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10


Hasil analisis kimia limbah cair tahu dan kotoran sapi
Rataan nilai pH
Rataan kandungan C organik
Rataan kandungan N total
Rataan rasio C/N
Rataan kandungan P
Rataan kandungan K
Rataan kandungan Mn
Rataan kandungan Fe
Hasil analisis kimia pupuk organik cair

7
7
8
9
10
10
11
11

12
13

DAFTAR GAMBAR
11 Proses pembuatan pupuk organik cair dari campuran limbah cair
tahu dan kotoran sapi dengan menggunakan EM4
12 Nilai pH harian pupuk cair
13 Produk akhir pupuk cair

3
8
12

DAFTAR LAMPIRAN
14 Persyaratan teknis minimal pupuk organik cair menurut Peraturan
Menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011
15 Analisis ragam kandungan C organik
16 Analisis ragam kandungan N total
17 Uji lanjut Tukey's jenis pupuk terhadap kandungan N total
18 Analisis ragam nilai C/N
19 Analisis ragam kandungan P
20 Analisis ragam kandungan K
21 Analisis ragam kandungan Mn
22 Uji lanjut Tukey's jenis pupuk terhadap kandungan Mn
23 Analisis ragam kandungan Fe
24 Analisis Uji lanjut Tukey's jenis pupuk terhadap kandungan Fe

15
15
15
16
16
16
16
16
16
16
17

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Limbah yang dihasilkan industri tahu berupa limbah padat dan cair.
Limbah padat dapat ditanggulangi dengan memanfaatkannya sebagai bahan
pembuat oncom dan bahan makanan ternak (Dhahiyat 1990), sedangkan limbah
cair (whey) kebanyakan dibuang langsung ke sungai atau badan air lainnya
(Warisno 1994). Limbah cair tahu mengandung bahan organik yang kompleks
serta karbon dan nitrogen yang tinggi. Hal ini dapat menurunkan tingkat kualitas
air dan akhirnya berdampak buruk pada ekosistem perairan.
Kotoran ternak (feses) adalah limbah utama (paling banyak) yang
dihasilkan dari usaha peternakan sapi perah (Siagian dan Simamora 1994).
Menurut Schemidt et al. (1988), sapi perah mengekresikan kotoran 7-8 % dari
bobot hidup setiap hari, jika bobot badan sapi 400 kg maka feses yang dihasilkan
adalah 28-33 kg/hari. Kotoran sapi perah yang dihasilkan cukup besar jumlahnya,
bila tidak ditangani dengan benar maka akan menimbulkan pencemaran
lingkungan.
Proses pengolahan air limbah secara biologi dibagi dua, yaitu secara
aerobik dan anaerobik. Pada sistem anaerobik adalah suatu proses untuk
menguraikan susunan bahan organik yang kompleks pada konsentrasi tinggi
dalam keadaan tanpa udara, tidak menghasilkan bau dan akan diperoleh hasil
samping yaitu gas metana yang digunakan sebagai bahan bakar. Proses
penguraian oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan baku organik terjadi
secara anaerob. Proses ini banyak dikembangkan untuk mengolah kotoran hewan
atau air limbah yang kandungan bahan organiknya tinggi. Sisa pengolahan bahan
organik dalam bentuk padat digunakan untuk kompos, sedangkan bentuk cairnya
sebagai pupuk organik cair yang bermanfaat untuk tanaman.
Peraturan Menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011 menyatakan bahwa pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati,
kotoran hewan, bagian hewan atau limbah organik lainnya yang telah melalui
proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral
atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan
organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk
organik cair dapat dibuat dari bahan-bahan organik berbentuk cair dengan cara
pengomposan dan pemberian bakteri aktivator untuk mempercepat proses
pengomposan. Pupuk organik cair perlu diketahui kualitasnya, untuk itu perlu
penyesuaian kualitas pupuk dengan batasan standar kualitas pupuk sehingga
produk pupuk yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai produk komersil.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas pupuk organik cair
dari campuran limbah cair tahu dengan kotoran ternak sapi perah.

2

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup penggunaan limbah cair tahu dan kotoran sapi
yang dicampur dengan mikroba EM4 aktif. Effective Microorganism 4 (EM4)
diaktifasi selama tiga hari dengan bahan-bahan yang mengandung protein,
karbohidrat dan lemak. Tujuan penggunaannya ialah untuk dijadikan pupuk
organik cair yang bermanfaat memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman. Limbah cair
tahu dan kotoran sapi masing-masing dianalisis untuk mengetahui kandungan
setiap peubah. Setelah 20 hari pengomposan, campuran pada semua perlakuan
serta ulangannya dianalisis. Peubah yang diamati adalah nilai pH, kandungan
karbon (C) organik, nitrogen (N) total, phospor (P), kalium (K), mangan (Mn),
besi (Fe), dan rasio C/N. Uji pH dilakukan dua hari sekali untuk mengetahui laju
tingkat derajat keasamaan campuran dalam digester yang disimpan dalam suhu
ruang selama 20 hari pengomposan. Kualitas pupuk organik cair berdasarkan
standar Peraturan Menteri Pertanian tahun 2011.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai Maret 2013. Penelitian
meliputi uji pH selama 20 hari fermentasi dilakukan di Laboratorium Terpadu,
Departemen Ilmu Nutrisi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor dan analisis kimia dilaksanakan di Laboratorium Service Seameo Biotrop
Tajur-Bogor. Lokasi Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak, Laboratorium Limbah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ialah limbah cair tahu, kotoran
sapi, mikroba EM4, dedak padi, terasi, gula merah dan air.
Alat
Peralatan untuk penelitian meliputi bak penampungan limbah cair,
seperangkat tangki digester dengan volume 20 l, gelas ukur, pH meter, dan alatalat yang digunakan untuk analisis C organik, N total, P, K, Mn, dan Fe.
Prosedur
Persiapan Bahan Baku
Cara mengaktifkan EM4 yaitu EM4 dicampur air, gula merah, dedak padi
dan terasi kemudian diinkubasi selama 3 hari. Selain itu, kotoran sapi dicampur

3

3

air dengan perbandingan 1:2. Bahan baku limbah cair tahu dan kotoran sapi
dianalisis. Limbah cair tahu dan kotoran sapi dimasukkan ke dalam digester
dengan rasio perlakuan 90%:10%; 70%:30% dan 50%:50%, lalu ditambahkan
larutan EM4 aktif. Ketiga campuran tersebut dianalisis, setelah 20 hari
pengomposan dengan hasil akhir berupa cairan yang berwarna coklat gelap,
berbau seperti pupuk. Digester ditempatkan pada suhu ruang, kemudian masingmasing perlakuan dan ulangannya dianalisis.
Penelitian Utama
Limbah cair tahu dicampurkan dengan kotoran sapi yang telah
ditambahkan air, kemudian dimasukkan ke dalam digester serta ditambahkan EM4
aktif. Penelitian dilakukan selama 20 hari pengamatan. Peubah yang diukur
sebagai analisis awal dan analisis akhir, antara lain pH, C organik, N total, P, K,
Mn, Fe, dan rasio C/N. Hasil akhir pupuk cair dibandingkan dengan Peraturan
Menteri Pertanian tentang persyaratan teknis minimal pupuk organik cair. Secara
skematis dapat digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Prosedur penelitian pembuatan pupuk organik cair.
Sumber : Salundik (2012)

4

Pengukuran pH. Nilai pH diukur setiap dua hari sekali yaitu selama proses
anaerob. Digester diaduk terlebih dahulu sebelum diukur nilai pH-nya.
Pengadukan dilakukan agar isi digester homogen. Pengukuran pH menggunakan
pH meter dengan cara ujung pH meter yang sebelumnya dikalibrasi dengan
larutan buffer pH 4 dan buffer pH 7, dicelupkan ke dalam 10-20 ml sampel pupuk
cair.
Kandungan Karbon (C) Organik (Japan International Coorperation Agency
1978). Kadar C-organik dihitung berdasarkan kadar abu. Penentuan kadar abu
didasarkan dengan menimbang sisa mineral sebagai hasil pembakaran bahan
organik pada temperatur sekitar 550 oC. Cawan porselin dikeringkan menggunakan oven pada temperatur 105 oC selama satu jam, lalu didinginkan di dalam
desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga didapatkan berat tetap (A).
Sebanyak 2 g sampel ditimbang (B) dan dimasukkan ke dalam cawan porselin,
kemudian dipijarkan di atas pembakar bunsen hingga tidak berasap. Setelah
dipanaskan, sampel dimasukkan ke dalam tanur listrik (furnace) dengan
temperatur 650 oC selama ± 12 jam. Cawan didinginkan dengan desikator selama
30 menit, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat tetap (C).
Perhitungan :

Kandungan Nitrogen (N) Total (American Public Health Association 21th ed
4500-Norg C 2005). Sampel sebanyak 0.25 g dimasukkan ke dalam labu kjedahl
lalu ditambahkan 2.5 ml H2SO4 pekat dan 0.25 g Selen. Larutan tersebut
kemudian didestruksi hingga jernih. Setelah larutan tersebut dingin, larutan
ditambahkan 15 ml NaOH 40%. Larutan penampung dalam erlemeyer 125 ml
disiapkan, yang terdiri atas 19 ml H3BO3 4% dan BCG-MR sebanyak 2-3 tetes.
Larutan sampel dimasukkan ke dalam labu destilasi, kemudian didestilasi.
Destilasi dihentikan apabila sudah tidak ada gelembung yang keluar pada larutan
penampung. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan HCl 0.01 N.
Perhitungan :

Kandungan Phosphor (P) (American Public Health Association 21th ed 4500P D 2005). Pupuk cair disaring dengan kertas saring, dipipet 1 ml dan hasil
saringan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan dengan aquades
dan dihimpitkan sampai tanda tera. Ekstrak yang sudah mengalami pengenceran
dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 4 ml aquades, dikocok dan dibiarkan selama 5 menit. Larutan
standar baku P dibuat satu seri yang mempunyai konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5
ppm, P diukur dengan alat ukur spectrophotometer pada panjang gelombang 600
mm.
Perhitungan :

5

5

Kandungan Kalium (K) (American Public Health Association 21th ed 3111 B
2005). Pupuk cair disaring dengan kertas saring, dipipet 1 ml dan hasil saringan
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan dengan aquades dan
dihimpitkan sampai tanda tera. Hasil saringan yang sudah mengalami
pengenceran di pipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 9 ml aquades dan dikocok sebentar. Larutan standar baku
K dibuat satu seri yang mempunyai konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm, K
ukur dengan alat ukur plame photometer pada filter K.
Perhitungan :

Kandungan Mangan (Mn) (American Public Health Association 21th ed 3111
B 2005). Pupuk cair disaring dengan kertas saring, dipipet 1 ml dan hasil saringan
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan dengan aquades dan
dihimpitkan sampai tanda tera. Hasil saringan yang sudah mengalami
pengenceran dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 9 ml aquades dan dikocok sebentar. Larutan standar baku
Mn dibuat satu seri yang mempunyai konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm, Mn
ukur dengan alat ukur plame photometer pada filter Mn.
Perhitungan :

Kandungan Besi (Fe) (American Public Health Association 21th ed 3111 B
2005). Pupuk cair disaring dengan kertas saring, dipipet 1 ml dan hasil saringan
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan dengan aquades dan
dihimpitkan sampai tanda tera. Hasil saringan yang sudah mengalami
pengenceran dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 9 ml aquades dan dikocok sebentar. Larutan standar baku
Fe dibuat satu seri yang mempunyai konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm, Fe
ukur dengan alat ukur plame photometer pada filter Fe.
Perhitungan :

Rasio C/N. Rasio C/N dapat dihitung dari kandungan Karbon (C) organik dibagi
dengan kandungan Nitrogen.
Perhitungan :




Rancangan Percobaan
Data dianalisis menggunakan rancangan percobaan. Rancangan percobaan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL)
dengan tiga taraf perlakuan dan tiga kali ulangan.

6

Model matematis rancangan tersebut adalah
Yij = μ + αi + εij
Keterangan :
Yij= Hasil pengamatan akibat faktor campuran limbah cair tahu dan kotoran sapi pada taraf ke-i
dan ulangan ke-j
μ = Rataan umum pengamatan
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij =Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i pada ulangan ke-j.

Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan jika hasil yang diperoleh berbeda nyata
maka dilanjutkan dengan uji Tukey’s. Hasil dibandingkan dengan kualitas pupuk
organik cair Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi
Tahu merupakan bahan makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang
mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Menurut Soedarma dan Sediaoetma
(1977) in Dhahiyat (1990) di dalam 100 g kacang kedelai yang merupakan bahan
tahu, terkandung 35 g protein, 18 g lemak, dan 10 g karbohidrat; sedangkan dalam
100 g tahu terdapat 7.8 g protein, 4.6 g lemak, dan 1.6 g karbohidrat. Pengolahan
kacang kedelai menjadi tahu umumnya dilakukan secara tradisional, yaitu melalui
proses penggumpalan (pengendapan) protein sari kedelai. Limbah tahu adalah
limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu atau pun pada saat
pencucian kacang kedelai. Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan
cair.
Hasil sampingan dari proses pembuatan tahu yaitu whey. Whey adalah
limbah cair yang dihasilkan dari proses penggumpalan dan pencetakan pada
pembuatan tahu. Sebagian pabrik tahu ada yang menggunakan sebagian kecil
whey sebagai biang. Selain whey, limbah cair tahu dapat berupa sisa air tahu yang
tidak menggumpal atau berupa potongan tahu yang hancur pada saat proses
karena kurang sempurnanya proses penggumpalan (Dhahiyat 1990). Setiap kuintal
kacang kedelai akan menghasilkan 1.5 - 2 m3 limbah cair.
Air buangan industri tahu memiliki karakteristik fisik dan kimia. Karakter
fisik diantaranya warna dan tekstur, sedangkan karakter kimia diantaranya nilai
pH, kandungan unsur hara, dan logam berat. Karakteristik limbah cair dari proses
produksi tahu yang berwarna kuning yaitu keruh, dan berbau rebusan kedelai
apabila masih segar, sedangkan limbah dari proses produksi tahu putih berwarna
putih keruh dengan bau kedelai jika masih segar.
Pemahaman tentang karakteristik limbah tahu merupakan hal yang penting
untuk mengetahui tingkat pencemaran serta penanggulangannya, selain itu juga
untuk menentukan cara pengolahan yang tepat. Limbah cair tahu yang dijadikan
sebagai bahan baku memiliki karakteristik cairan agak kental, keruh dan berwarna

7

7

kuning muda. Limbah cair tahu mengandung C organik yang lebih tinggi daripada
kotoran sapi seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil analisis kimia limbah cair tahu dan kotoran sapi
Parameter

Limbah cair tahu
-1

C organik (mg l )
N total (mg l-1)
Rasio C/N
P total (mg l-1)
K total (mg l-1)
Mn total (mg l-1)
Fe total (mg l-1)
pH

Kotoran sapi

3 100
200
15.5
272.8
171
0.045
2.96
4.44

1 970
1 200
1.64
2 184.9
158
25
40.55
6.89

Nisbah C/N bahan organik merupakan faktor penting dalam proses
pengomposan. Menurut Yang (1997) nilai C/N kotoran sapi perah relatif rendah
karena itu kotoran sapi harus dicampur dengan bahan yang memiliki rasio C/N
yang tinggi seperti jerami, serbuk gergaji atau sampah pasar. Tabel 1
menunjukkan bahwa limbah cair tahu yang digunakan memiliki nilai C/N yang
tinggi disebabkan limbah tersebut memiliki unsur C yang tinggi. Tingginya bahan
organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar, karena
itu diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Penambahan kotoran
sapi perah sebagai aktivator dalam pengomposan sangat baik karena dapat
menambah dan menstimulasi mikroorganisme dekomposer (pengurai) bahan
organik pada pengomposan.
Kualitas Pupuk Organik Cair
Nilai pH
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rasio limbah cair tahu dengan
kotoran sapi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH pupuk. Nilai pH yang
tidak berbeda menunjukkan mikroba dapat merombak bahan dengan efektifitas
yang sama. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai pH pupuk organik cair
berkisar antara 4.02 dan 4.34. Nilai pH tersebut sudah sesuai dengan standar
Permentan (2011) yaitu 4 sampai 9 seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rataan nilai pH
Perlakuan
pH awal
L90K10
3.30
L70K30
4.60
L50K50
4.87
Permentan*
-

pH akhir
4.02±0.02
4.07±0.11
4.34±0.04
4-9

*

Peraturan Menteri Pertanian (2011).

Nilai pH mengalami penurunan. Penurunan nilai pH pada pengomposan
merupakan akibat dari penghancuran protein, pembebasan amoniak, dan adanya
aktivitas mikroorganisme yang terdapat di dalam digester (Gaur 1982). Hal ini
erat hubungannya dengan kondisi nilai pH selama penelitian (Gambar 2).

8

Penurunan nilai pH terjadi pada perlakuan L70K30 dan L50K50, sedangkan
peningkatan nilai pH terjadi pada perlakuan L90K10. Menurut Gerardi (2003), nilai
pH akan menurun seiring produksi VFA (Volatile Fatty Acids) yang terkandung
di dalam kotoran sapi. Setelah itu, bakteri pembentuk methan akan mengkonsumsi
VFA dan alkalinitas diproduksi, pH akan meningkat dan mencapai kestabilan.

Gambar 2 Nilai pH harian pupuk cair
Sebagian besar mikroorganisme mengalami pertumbuhan yang pesat pada
pH netral. Bakteri anaerobik pembentuk asam dapat hidup pada pH rendah, tetapi
bakteri pembentuk metana akan mati pada pH dibawah 5.5. Gambar 2
menunjukkan nilai pH pupuk cair mendekati kondisi asam. Penambahan larutan
kalsium karbonat dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai pH hingga tercapai
suasana netral.
Karbon (C) Organik
Rasio limbah cair tahu dan kotoran sapi tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan C organik dalam pupuk. Kandungan C organik akhir berkisar antara 1
333 dan 1 967 mg l-1. Kandungan C organik tersebut masih di bawah standar
minimal Permentan (2011) yaitu lebih dari 60 000 mg l-1. Menurunnya kandungan
C organik dikarenakan adanya asimilasi sebagian besar carbon oleh berbagai
mikroba sebagai penyusun selnya, sehingga proses dekomposisi bahan organik
tidak seluruhnya dapat ditransformasikan sekaligus. Penurunan kandungan C
organik ini terjadi akibat adanya penggunaan carbon oleh mikroorganisme sebagai
sumber energi agen dekomposer untuk aktivitas metabolismenya (Graves et al.
2000).
Tabel 3 Rataan kandungan C organik
Perlakuan
L90K10
L70K30
L50K50
Permentan*

C organik awal C organik akhir
(mg l-1)
3 400
1 333±153
3 000
1 500±360
4 000
1 967±289
≥60 000

*

Peraturan Menteri Pertanian (2011).

Kandungan C organik pada pupuk cair dipengaruhi oleh kandungan
jumlah awal mikroba dan komposisi bahan yang dikomposkan. Penambahan

9

9

aktivator meningkatkan jumlah awal mikroba yang berakibat terhadap
meningkatnya kemampuan untuk merombak bahan organik. Mikroba seperti ragi
akan berperan dalam perombakan bahan organik menjadi senyawa-senyawa
organik, sedangkan Lactobacillus dan mikroorganisme selulotik lainnya berperan
dalam proses penyediaan senyawa organik yang selanjutnya terurai ke dalam
bentuk yang siap diserap oleh akar tanaman (Higa dan Parr 1994). Tabel 3
menunjukkan penurunan kandungan C organik karena adanya pelepasan unsur C
pada saat proses pengomposan anaerob yang terjadi di dalam digester. Pelepasan
tersebut dalam bentuk CH4 dan CO2. Kedua gas tersebut merupakan gas yang
dominan dihasilkan di dalam digester (Suharto 2011). Peningkatan kandungan C
organik dapat dilakukan dengan penambahan sekam bakar, arang aktif, dan bahan
lain yang memiliki kandungan C organik yang tinggi.
Nitrogen (N) Total.
Kandungan N total dalam pupuk berkisar antara 267 dan 400 mg l-1 (Tabel
4). Kandungan N total tersebut belum sesuai dengan standar Permentan (2011).
Rasio limbah cair tahu dan kotoran sapi berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap
kandungan N total dalam pupuk pada uji Tukey’s.
Tabel 4 Rataan kandungan N total
Perlakuan
L90K10
L70K30
L50K50
Permentan*

N total awal N total akhirb
(mg l-1)
200
267±58a
300
333±58a
400
400b
30 000-60 000

*

Peraturan Menteri Pertanian (2011);
Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey’s).
b

Tabel 4 menunjukkan peningkatan N karena unsur N dari bahan organik
yang dirombak oleh mikroba menjadi NH3. Selain itu, kandungan N total pada
pupuk terlihat meningkat karena penurunan C organik lebih dominan pada pupuk
(Suharto 2011). Nilai N total pupuk cair semakin meningkat seiring dengan waktu
pematangan dibandingkan dengan C, hal ini disebabkan unsur N ini cenderung
tertahan dalam digester dan selama proses dekomposisi unsur N yang hilang
hanya sebanyak 5%, sedangkan unsur C yang hilang sebanyak 50% (Alexander
1977).
Rasio C/N
Rasio C/N bahan organik merupakan faktor penting dalam pengomposan,
karena mikroorganisme membutuhkan C untuk menyediakan energi (Gunawan
dan Surdiyanto 2001) dan N berperan dalam memelihara dan membangun sel
tubuhnya (Triadmojo 2001).
Tabel 5 menunjukkan bahwa rasio limbah cair tahu dan kotoran sapi tidak
berpengaruh nyata terhadap rasio C/N dalam pupuk. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rasio C/N pupuk cair secara umum mengalami penurunan
dari bahan masukkan awal. Penurunan rasio C/N dari 17 hingga 5.11 pada
perlakuan L90K10 disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme untuk merombak

10

banyak bahan organik. Biasanya mikroorganisme membutuhkan 30 bagian karbon
untuk satu bagian N untuk metabolismenya.
Tabel 5 Rataan rasio C/N
Perlakuan
C/N awal
L90K10
17
L70K30
10
L50K50
10

C/N akhir
5.11±0.83
4.50±0.83
4.91±0.72

Rasio C/N merupakan salah satu faktor penentu kecepatan pengomposan.
Bila kadar C/N terlalu tinggi, proses pengomposan akan berjalan lambat karena N
menjadi faktor penghambat pertumbuhan. Rasio C/N yang terlalu rendah akan
menyebabkan aktivitas pengomposan terhenti. C/N awal pupuk cair L90K10 lebih
tinggi daripada C/N awal pupuk cair L70K30 dan L50K50. Hasil yang tidak berbeda
menunjukkan waktu 20 hari pengomposan merupakan waktu yang cukup untuk
mengomposkan bahan yang memiliki kandungan mikroba EM4.
Phosphor (P)
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan P dalam pupuk berkisar
antara 405.6 dan 409.1 mg l-1. Kandungan P tersebut memiliki nilai yang sedikit
tetapi belum sesuai dengan standar Permentan (2011) yaitu antara 30 000 dan 60
000 mg l-1. Hasil analisis kandungan P pada awal masukan dan pupuk seperti
ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Rataan kandungan P
Perlakuan
P awal

P akhir
-1

L90K10
L70K30
L50K50
Permentan*

299.6
342.3
517.7
-

(mg l )
405.6±95.17
408.5±46.25
409.1±47.85
30 000-60 000

*

Peraturan Menteri Pertanian (2011).

Kandungan P pupuk pada perlakuan L90K10 dan L70K30 mengalami
peningkatan dibandingkan kandungan P pada bahan masukkan awal yaitu dari
299.6 menjadi 405.6 mg l-1 dan dari 342.3 menjadi 408.5 mg l-1. Hal ini
disebabkan rasio bahan masukkan awal dari kotoran sapi yang memiliki
kandungan P tinggi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rasio limbah cair
tahu dan kotoran sapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan P dalam
pupuk. Hasil akhir kandungan phospor tidak berbeda, hal ini menunjukkan bahwa
bakteri mampu merombak bahan dengan efektifitas yang sama.
Kalium (K)
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan K dalam pupuk berkisar
antara 1 333 dan 1 600 mg l-1. Kandungan K tersebut belum sesuai dengan standar
Permentan (2011) seperti ditunjukkan pada Tabel 7. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa rasio limbah cair tahu dan kotoran sapi tidak berpengaruh
nyata terhadap kandungan K di dalam pupuk.

11

11

Tabel 7 Rataan kandungan K
Perlakuan
K awal
L90K10
L70K30
L50K50
Permentan*

K akhir
(mg l-1)
210.5
1 533±153
240.5
1 600±100
161
1 333±58
30 000-60 000

*

Peraturan Menteri Pertanian (2011).

Soepardi (1983) mengemukakan bahwa kandungan unsur K semakin tinggi
dengan adanya pelapukan bahan organik yang di maksudkan. K berperan dalam
mempengaruhi penyerapan unsur lain, mempertinggi daya tahan terhadap
kekeringan dan penyakit serta perkembangan akar. Kandungan K pada pupuk
mengalami peningkatan dari kandungan K pada bahan masukan awal. Tabel 7
menunjukkan bahwa kandungan K paling tinggi diperoleh pada perlakuan L70K30.
Hal ini disebabkan rasio perlakuan L70K30 lebih efektif dari pada rasio perlakuan
lainnya. K diperlukan oleh mikroba sebagai nutrien pada proses biodegradasi
bahan organik (Suharto 2011).
Mangan (Mn)
Hasil analisis menunjukkan rasio limbah cair tahu dan kotoran sapi tidak
berpengaruh terhadap rataan kandungan Mn. Mn dalam pupuk berkisar antara
4.86 dan 15.16 mg l-1. Kandungan Mn tersebut belum sesuai dengan standar
Permentan (2011) akan tetapi berjumlah sedikit seperti ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Rataan kandungan Mn
Perlakuan
Mn awal

Mn akhir
(mg l )
1.26
4.86±1.07
3.86
11.16±0.61
6.66
15.16±0.51
250-5 000
-1

L90K10
L70K30
L50K50
Permentan*
*

Peraturan Menteri Pertanian (2011).

Kandungan Mn dalam pupuk mengalami peningkatan jika dibandingkan
dengan kandungan Mn pada bahan masukan awal. Hal ini terjadi, karena
kandungan Mn dalam digester dipakai oleh mikroba pada proses biodegredasi
bahan organik. Sebagian besar kandungan Mn diperoleh dari kotoran sapi.
Besi (Fe)
Hasil analisis menunjukkan rasio limbah cair tahu dan kotoran sapi tidak
berpengaruh nyata terhadap rataan kandungan Fe. Hasil analisis menunjukkan
bahwa kandungan Fe dalam pupuk berkisar antara 31.8 dan 61.56 mg l-1.
Kandungan Fe tersebut belum sesuai dengan standar Permentan (2011) seperti
ditunjukkan pada Tabel 9.

12

Tabel 9 Rataan kandungan Fe
Perlakuan
Fe awal
Fe akhir
(mg l-1)
L90K10
5.97
31.8±2.31
L70K30
9.08
42.86±0.87
L50K50
11.56
61.56±3.67
Pementan*
90-900
*

Peraturan Menteri Pertanian (2011).

Kandungan Fe dalam pupuk mengalami peningkatan dibandingkan dengan
kandungan Fe pada bahan masukan awal. Hal ini disebabkan proses dekomposisi
berlangsung lebih baik sehingga terdapat keseimbangan antara bahan yang
dikomposisi dengan mikroorganisme perombak.
Karakteristik Akhir Pupuk Cair
Hasil proses pengomposan bahan organik dapat menyebabkan perubahan
kimia dan fisik pada pupuk organik yang dihasilkan. Perubahan warna yang
terjadi akibat proses pengomposan dapat menentukan kualitas pupuk organik yang
dihasilkan. Pupuk organik cair yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki warna
coklat keruh hingga kehitaman. Warna pupuk cair tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.

L90K10

L70K30

L50K50

Gambar 3 Produk akhir pupuk organik cair. Baris pertama sampai baris
ketiga menunjukkan hasil pupuk organik cair dari limbah cair
tahu dan kotoran sapi dengan rasio perlakuan 90%:10%;
70%:30%; dan 50%:50%.
Perubahan fisik lainnya yaitu bau pupuk cair dan memiliki bau kotoran
sapi tetapi kadarnya berkurang, sedangkan perubahan kimia yang terjadi seperti
peningkatan atau penurunan kandungan unsur kimia yang berada dalam bahan
organik. Kandungan unsur kimia pupuk organik cair dapat dilihat pada Tabel 10.

13

13

Tabel 10 Hasil analisis kimia pupuk organik cair
No. Parameter Satuan
L90K10
L70K30
1

pH

2

L50K50

Permentan*

-

4.02±0.02

4.07±0.11

4.34±0.04

4-9

C-Organik

mg l-1

1333±153

1500±360

1967±289

≥60 000

3

N totalb

mg l-1

267±58a

333±58a

400±00b

30 000-60 000

4

Rasio C/N

-

5.11±0.83

4.50±0.83

4.91±0.72

-

5

P

mg l-1

405.6±95.2

6

K

mg l-1

1533±153

1600±100

1333±58

30 000-60 000

7

Mn

mg l-1

4.86±1.07

11.16±0.61

15.16±0.51

250-5 000

Fe

mg l-1

31.8±2.31

42.86±0.87

61.56±3.67

90-900

8

408.5±46.25 409.1±47.8 30 000-60 000

*

Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011;
b
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (uji
Tukey’s).

Hasil analisis kimia pupuk organik cair pada Tabel 10 menunjukkan
bahwa kandungan C organik, N total, P, K, Mn, dan Fe pada semua perlakuan
belum sesuai dengan standar Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.
140/10/2011. Nilai pH pada semua perlakuan sudah sesuai standar Peraturan
Menteri Pertanian. Kandungan C organik pada semua perlakuan masih di bawah
standar Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR. 140/10/2011 dan rasio
C/N pada semua perlakuan belum optimal. Stafford et al. (1980) menyatakan
bahwa Rasio C/N yang optimal adalah antara 20-30.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Kualitas pupuk cair diantaranya nilai pH, kandungan C organik, P, K, Mn,
dan Fe pada semua perlakuan tidak berpengaruh nyata, namun perlakuan
berpengaruh nyata terhadap kandungan N total. Kualitas pupuk cair L50K50 lebih
tinggi daripada pupuk cair L90K10 dan L70K30 terhadap kandungan N total. Secara
umum kualitas pupuk organik cair yang dihasilkan belum memenuhi standar
Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011.
Saran
Mikroba yang digunakan dapat digantikan dengan jenis mikroba lainnya.
Selain itu, bahan baku gula merah dapat digantikan dengan bahan baku yang lebih
murah yaitu molasses. Perlu mengetahui cara pengambilan limbah yang tepat pada
proses pembuatan tahu. Sebaiknya tidak perlu penambahan air pada campuran
kotoran sapi karena air telah tersedia dalam limbah cair tahu. Penelitian ini dapat
dilanjutkan ke tahap uji tanam untuk mengetahui efektifitas pupuk organik cair
terhadap produktivitas tanaman.

14

DAFTAR PUSTAKA
Alexander M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. New Delhi (IN): Wiley
Eastern Limmited. 476 p.
Dhahiyat Y. 1990. Kandungan Limbah Cair Pabrik Tahu dan Pengolahannya
dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart Solms)). Bogor (ID):
IPB Pr.
Gaur AC. 1982. Compost Organic Recycling Improving Soil Fertility Through.
Organic Recycling FAO/ UNDP Regional RAS/77/004. Project Field. 26 :
18-20.
Gerardi MH. 2003. The Microbiology of An-Aerobic Digesters. New Jersey (NL):
John Wiley and Sons.
Graves RE, Hattemer GM, Stettler D, Krider JN, Dana C. 2000. National
Engineering Handbook. United States (US): Departement of Agriculture.
Gunawan A, Surdiyanto Y. 2001. Pembuatan kompos dengan bahan baku kotoran
sapi. JIPTP. 24 (3):12-17.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Presindo.
Higa T, Parr JF. 1994. Beneficial and Effective Microorganisms for Sustainable
Agriculture and Environment. Japan (JP): INFRC.
Salundik. 2012. Panduan Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan
Edisi Tahun 2012. Bogor (ID): IPB.
Peraturan Menteri Pertanian. 2011. Permentan No. 70/permentan/SR.140/10/2011
tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. Departemen
Pertanian. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
Siagian PH, Simamora S. 1994. Permasalahan dan penanganan limbah dari usaha
peternakan dan rumah potong hewan (RPH). Med Petern. 18 (3) : 76-89.
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian. Bogor (ID): IPB Pr.
Stafford DA, Hawkes DL, Horton R. 1980. Methane Production from Waste
Organic Matter. Florida (US): CRC Pr.
Suharto. 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air. Yogyakarta
(ID): CV Andi Offset.
Triadmojo S. 2001. Kualitas kompos yang diproduksi dari feses sapi perah dan
sludge limbah penyamakan kulit. Buletin Petern. 25 (4): 190-199.
Warisno. 1994. Air limbah tahu dapat diolah untuk membrane sound system
[Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. [diunduh 2012
Des 03]. Tersedia pada: http://www.apakabar@clark.net.
Yang SS. 1997. Preparation of compost and evaluating its maturity food and
fertilizer technology center. Extention Buletin. 445:1-23.

15

15

Lampiran 1 Persyaratan teknis minimal pupuk organik cair menurut Peraturan
Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011
No.
Parameter
Satuan
Standar mutu
1 C-organik
%
min 6
2 Bahan ikutan:
%
maks 2
(plastik, kaca, kerikil)
3 Logam berat:
- As
ppm
maks 2.5
- Hg
ppm
maks 0.25
- Pb
ppm
maks 12.5
- Cd
ppm
maks 0.5
4 pH
4-9
5 Hara makro:
-N
%
3-6
- P2O5
%
3-6
- K2O
%
3-6
6 Mikroba kontaminan:
- E. Coli
MPN/ml
maks 102
maks 102
- Salmonella sp
MPN/ml
7 Hara mikro:
- Fe total
ppm
90-900
- Fe tersedia
ppm
5-50
- Mn
ppm
250-5000
- Cu
ppm
250-5000
- Zn
ppm
250-5000
-B
ppm
125-2500
- Co
ppm
5-20
- Mo
ppm
2-10
8 Unsur lain:
- La
ppm
0
- Ce
ppm
0
Lampiran 2 Analisis ragam kandungan C organik
SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
646 667
323 333
Galat
6
473 333
78 889
Total
8
1 120 000

Fhitung
4.10

P value
0.075

Fhitung
6.00

P value
0.037

Keterangan : P > 0.05 = tidak berbeda nyata.

Lampiran 3 Analisis ragam kandungan N total
SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
26 667
13 333
Galat
6
13 333
2 222
Total
8
40 000
Keterangan : P < 0.05 = berbeda nyata.

16

Lampiran 4 Uji lanjut Tukey’s jenis pupuk terhadap kandungan N total
Perlakuan
Rataan
Wilayah Tukey
L90K10
266.66
A
L70K30
333.33
A
L50K50
400
B
Lampiran 5 Analisis ragam nilai C/N
SK
DB
JK
Perlakuan
2
0.59
Galat
6
3.8487
Total
8
4.4387

KT
0.295
0.6415

Fhitung
0.46

P value
0.652

KT
12
4489

Fhitung
0.00

P value
0.997

KT
57 778
12 222

Fhitung
4.37

P value
0.059

KT
80.89
0.6

Fhitung
134.82

P value
0.00

Keterangan : P > 0.05 = tidak berbeda nyata.

Lampiran 6 Analisis ragam kandungan P
SK
DB
JK
Perlakuan
2
23
Galat
6
26 933
Total
8
26 956
Keterangan : P > 0.05 = tidak berbeda nyata.

Lampiran 7 Analisis ragam kandungan K
SK
DB
JK
Perlakuan
2
115 556
Galat
6
73 333
Total
8
188 889
Keterangan : P > 0.05 = tidak berbeda nyata.

Lampiran 8 Analisis ragam kandungan Mn
SK
DB
JK
Perlakuan
2
161.78
Galat
6
3.6
Total
8
165.38
Keterangan : P < 0.05 = berbeda nyata.

Lampiran 9 Uji lanjut Tukey’s jenis pupuk terhadap kandungan Mn
Perlakuan
Rataan
Wilayah Tukey
L90K10
14.6
A
L70K30
33.5
A
L50K50
45.5
A
Keterangan : A = tidak memberikan pengaruh nyata.

Lampiran 10 Analisis ragam kandungan Fe
SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
1 358.22
679.11
Galat
6
39.17
6.53
Total
8
1 397.39
Keterangan : P < 0.05 = berbeda nyata.

Fhitung
103.99

P value
0.00

17

17

Lampiran 11 Uji lanjut Tukey’s jenis pupuk terhadap kandungan Fe
Perlakuan
Rataan
Wilayah Tukey
L90K10
31.8
A
L70K30
42.86
A
L50K50
61.56
A
Keterangan : A = tidak memberikan pengaruh nyata.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1991 di Cikampek, Karawang.
Penulis adalah anak ke lima dari lima bersaudara, pasangan Bapak Muhammad
Mudjib dan Ibu Rosmawati, SPd. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1
Cikampek, Karawang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan
diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan di TPB, penulis aktif di OMDA Karawang.
Penulis pernah tampil menari jaipong dalam acara Gebyar Nusantara 2009.
Penulis pernah meraih juara III lomba lari gawang 100 meter di Olympiade TPB
IPB (2010). Penulis pernah mengikuti lomba catur OMI IPB 2011, lomba vokal
grup Dekan Cup 2013, lomba senam aerobik Dekan Cup tahun 2011, 2012, dan
2013. Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan D’Sate Festival Fakultas
Peternakan divisi dana dan usaha (2010), serta aktif mengikuti MPF IPTP 48
divisi konsumsi (2012).