Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah Akibat Limbah Cair PKS Di Kebun PTPN III Sei Mangkei Kabupaten Simalungun

(1)

KEANEKARAGAMAN MAKROARTHROPODA TANAH AKIBAT LIMBAH CAIR PKS DI KEBUN PTPN III SEI MANGKEI KABUPATEN

SIMALUNGUN

SKRIPSI

LENNI MARIA SIMAMORA 060805027

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

KEANEKARAGAMAN MAKROARTHROPODA TANAH AKIBAT LIMBAH CAIR PKS DI KEBUN PTPN III SEI MANGKEI KABUPATEN

SIMALUNGUN

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana

LENNI MARIA SIMAMORA 060805027

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERNYATAAN

KEANEKARAGAMAN MAKROARTHROPODA TANAH AKIBAT LIMBAH CAIR PKS DI KEBUN PTPN III SEI MANGKEI KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, Maret 2011


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini yang berjudul “Keanekaragaman Makroarhropoda Tanah Akibat Limbah Cair PKS di Kebun PTPN III Sei mangkei Kabupaten Simalungun”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara.

Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Arlen Hanel John M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Mayang Sari Yeanny S.Si M.Si selaku pembingbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, serta dukungan selama penulisan skripisi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti M.S dan Bapak Riyanto Sinaga S.Si. M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan arahan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Mayang Sari Yeanny S.Si M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu M.Sc dan Bapak Kiki Nurtjahja M.Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Biologi, serta Bapak dan Ibu para staf pengajar Departemen Biologi FMIPA USU yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Agus dan Ibu sebagai staf di Pabrik PTPN III Sei Mangkei yang telah banyak membantu penulis serta staf-staf di PTPN III yang begitu baik dan ramah serta telah banyak member bantuan kepada penulis selama penelitian.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada Ayahandaku Tercinta Parhimpunan Simamora dan Ibundaku Tercinta Ani Hasibuan yang telah memberikan doa, perhatian, dukungan baik materil maupun moril serta cinta dan kasih sayangnya yang begitu besar kepada penulis, serta Adik-adikku tersayang (Hasmarito, Ronda, Pian dan Pandi) dan semua keluarga besarku (Nenek, Bou, Abang dan Kakak-kakak ku, adik ku Nur hasanah, Bulan serta semua keponakanku).

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Abang Arifin Siregar yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis. Kepada Sahabat penulis (Adenisa, Oshin, bg sawal, Roi, Anggi) yang telah menjadi sahabat yang paling baik dan berbagi cerita dalam suka maupun duka pada penulis. Teman-teman seperjuangan stambuk 2006 Eva, Indah, Mami iwa, Helen, Yanti, Diah, Frida, Icha, Zulfa, Lena, Zulpan, Tari, Liya, Reny, Vita, Dwi, Christine, Deni, Jane, Hilda, Desmina, Sutrisno, Nikmah, Rahmiati, Ika, Yayan, Siti, Sari, Nana, Kasbi, Umri, Zuki, Andri, Adi, Dola, Santi, Ramawati, Tety, Septi, Sulistiadi, Dian, Rudi, dan Rivo. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak-kakak senior (Kak Diana, Kak Fifi, Kak Putri, Bang Juned, Bang Dahin) yang telah banyak memberi dukungan kepada penulis. Terima kasih juga kepada adik-adik stambuk 2007 (Aini dan Ncay), dan adik-adik stambuk 2008 (Surya, Gilang, Juju). Serta dukungan dari semua pihak yang telah terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungannya selama ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Demikianlah skripsi ini penulis sampaikan semoga bermanfaat bagi ilmu pengetahuan .


(5)

ABSTRAK

Penelitian tentang “ Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah Akibat Limbah Cair PKS di Kebun PTPN III Sei Mangkei Kabupaten Simalungun” telah di lakukan pada bulan Juni 2010. Titik Pengambilan sampel ditentukan dengan metode Purposive

Random Sampling, pengambilan sampel dilakukan dengan metode Pit Fall trap,

Kuadrat & Hand Sorting. Jumlah jenis makroarthropoda yang didapatkan ada 15 jenis yang termasuk kedalam 9 Ordo dan 11 Famili. Kepadatan makroarthropoda tanah tertinggi sebesar 2596,17 individu/10 m2 terdapat pada areal kebun yang dialiri limbah dengan kondisi basah, kepadatan terendah sebesar 2084,91 individu/10 m2 pada areal kebun yang tidak dialiri limbah. Frekuensi kehadiran tertinggi dari jenis Myrmecina sp sebesar 40% pada areal kebun yang dialiri limbah dengan kondisi yang masih basah. Kondisi tersebut tidak lepas dari dari faktor fisik kimia tanah dimana pada areal kebun yang dialiri limbah cair memiliki peningkatan seperti kelembaban, kadar air, C organik, Mg organik, K tukar, N total dan P tersedia.

Kata Kunci: Limbah cair kelapa sawit, Arthropoda tanah, Kepadatan, Frekuensi kehadiran.


(6)

THE DIVERSITY OF SOIL MACROARTHROPODA CAUSED BY LIQUID WASTE OF PALM OIL IN PLANTATION OF PTPN III SEI MANGKEI

SIMALUNGUN

ABSTRACT

Research about “ The Diversity of Soil Macroarthropoda Caused by Liquid Waste of Palm Oil Plant in Plantation of PTPN III Sei Mangkei Simalungun” was done in June 2010. The sampling point is determined using Purposive Random Sampling, and was cunducted using Pit Fall Trap, Squares & Hand Sorting. The number of macroarhtropoda species obtained were 15 species that belong to 9 Order and 11 Families. The highest density of land macroarthropoda was 2596,17 individu/10 m2 which was found in area treated by wastewater while, the lowest density was 2084,91 individu/ 10 m2 wich was found in untreared area. The species of Myrmecina sp showed the highest frequency of occurrence which was found on 40% of plantation area which was treated by liquid waste increated humidity, water content, organic carbon, and minerals availabilities such Mg, K, N, and P.

Keyword: Liquid waste of palm oil plant, Soil Macroarthropoda, Density, Frequency of occurrence.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Hipotesis

1.5 Manfaat Penelitian

1 3 3 3 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Cair Kelapa Sawit 2.2 Tanaman Kelapa Sawit

2.2.1 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit 2.2.2 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit 2.2.3 Ekologi Tanaman Kelapa Sawit 2.2.4 Manfaat Kelapa Sawit

2.3 Fauna Tanah

2.4 Kassifikai Arthropoda

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Populasi Hewan Tanah

2.5.1 Kelembaban Tanah 2.5.2 Suhu (temperatur) tanah 2.5.3 pH tanah

2.5.4 Kadar Organik Tanah 2.6 Peranan Fauna Tanah 2.7 Ekologi Hewan Tanah

5 6 6 6 7 8 8 9 11 11 11 11 12 12 14 BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Deskripsi Area 3.3 Alat dan Bahan 3.4 Metode Penelitian

3.5 Pengambilan Sampel Makroarthropoda Tanah 3.5.1 Metode Pit Fall Trap

3.5.2 Metode Kuadrat dan Hand Sortir 3.5.3 Identifikasi Spesies Makroarthropoda

Tanah

3.6 Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Tanah

15 15 17 17 17 17 17 18 18


(8)

3.7 Analisis Data 19 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis Makroarthropoda Tanah yang Ditemukan 4.2 Kepadatan dan Kepadatan Relatif

Makroarthropoda Tanah

4.3 Frekuensi Kehadiran (Konstansi)

Makroarthropoda Tanah pada Lokasi Penelitian 4.4 Makroarthropoda Tanah yang dapat hidup dan

Berkembang biak dengan Baik

4.5 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Keseragaman (E) Makroarthropoda tanah pada setiap

LokasiPenelitian

4.6 Indeks Similaritas (Kesamaan) Arthropoda Tanah Antar Lokasi Penelitian

4.7 Nilai Faktor Fisik-Kimia Tanah pada Masing- masing Lokasi Penelitian

4.8 Analisis Korelasi Pearson (r) Antara Faktor Fisik Kimia dengan Indeks Keanekaragaman

Makroarthropoda Tanah

22 35 36 37 37 39 40 41

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

42 42 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

4.1 Makroarthropoda Tanah Yang di Temukan pada Tiga Lokasi Penelitian

22 4.2 Nilai Kepadatan individu/m2 dan Kepadatan Relatif (%)

Makroarthropoda Tanah pada Setiap Lokasi Penelitian

35 4.3 Nilai Frekuensi Kehadiran (%) dan Konstansi (KO)

Makroarthropoda Tanah yang Terdapat di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PTPN III Sei Mangkei

36 4.5 Nilai Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman

Makroarthropoda Tanah Pada Lokasi Penelitian

38 4.6 Indeks Similaritas (Kesamaan) Makroarthropoda Tanah Antar

Lokasi Penelitian

39 4.7 Nilai Faktor Fisik-Kimia Tanah Pada Masing-masing Lokasi

Penelitian

40 4.8 Nilai Analisis Korelasi Pearson (r) Antara Faktor Fisik Kimia

Dengan Indeks Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Morfologi dan Fisoilogi Tanaman Kelapa sawit 7

3.1 Lokasi I 15

3.2 Lokasi II 16

3.3 Lokasi III 16

4.1 Oxyopes sp 24

4.2 Blatta orientalis 24

4.3 Parcoblatta sp 25

4.4 Calosoma sp 26

4.5 Phyllopaga sp (Larva) 27

4.6 Forficula sp 27

4.7 Cardiocondyla sp 28

4.8 Odotomachus sp 29

4.9 Myrmica sp 29

4.10 Myrmecina sp 30

4.11 Soleonopsis sp 31

4.12 Gryllus sp 32

4.13 Geophilus sp 33

4.14 Scolopendra sp 33


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul halaman

A Peta Lokasi 44

B Foto Pengambilan Sampel Hewan Tanah dan Foto Alat yang Digunakan

45 C Perhitungan Jumlah Individu yang Didapatkan

Pada Lokasi Penelitian

46

D Contoh Perhitungan 48


(12)

ABSTRAK

Penelitian tentang “ Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah Akibat Limbah Cair PKS di Kebun PTPN III Sei Mangkei Kabupaten Simalungun” telah di lakukan pada bulan Juni 2010. Titik Pengambilan sampel ditentukan dengan metode Purposive

Random Sampling, pengambilan sampel dilakukan dengan metode Pit Fall trap,

Kuadrat & Hand Sorting. Jumlah jenis makroarthropoda yang didapatkan ada 15 jenis yang termasuk kedalam 9 Ordo dan 11 Famili. Kepadatan makroarthropoda tanah tertinggi sebesar 2596,17 individu/10 m2 terdapat pada areal kebun yang dialiri limbah dengan kondisi basah, kepadatan terendah sebesar 2084,91 individu/10 m2 pada areal kebun yang tidak dialiri limbah. Frekuensi kehadiran tertinggi dari jenis Myrmecina sp sebesar 40% pada areal kebun yang dialiri limbah dengan kondisi yang masih basah. Kondisi tersebut tidak lepas dari dari faktor fisik kimia tanah dimana pada areal kebun yang dialiri limbah cair memiliki peningkatan seperti kelembaban, kadar air, C organik, Mg organik, K tukar, N total dan P tersedia.

Kata Kunci: Limbah cair kelapa sawit, Arthropoda tanah, Kepadatan, Frekuensi kehadiran.


(13)

THE DIVERSITY OF SOIL MACROARTHROPODA CAUSED BY LIQUID WASTE OF PALM OIL IN PLANTATION OF PTPN III SEI MANGKEI

SIMALUNGUN

ABSTRACT

Research about “ The Diversity of Soil Macroarthropoda Caused by Liquid Waste of Palm Oil Plant in Plantation of PTPN III Sei Mangkei Simalungun” was done in June 2010. The sampling point is determined using Purposive Random Sampling, and was cunducted using Pit Fall Trap, Squares & Hand Sorting. The number of macroarhtropoda species obtained were 15 species that belong to 9 Order and 11 Families. The highest density of land macroarthropoda was 2596,17 individu/10 m2 which was found in area treated by wastewater while, the lowest density was 2084,91 individu/ 10 m2 wich was found in untreared area. The species of Myrmecina sp showed the highest frequency of occurrence which was found on 40% of plantation area which was treated by liquid waste increated humidity, water content, organic carbon, and minerals availabilities such Mg, K, N, and P.

Keyword: Liquid waste of palm oil plant, Soil Macroarthropoda, Density, Frequency of occurrence.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang mengandalkan sektor perkebunan dan industri sebagai penghasil devisa terbesar. Diantaranya adalah Perkebunan Kelapa Sawit, baik yang dikelola oleh Negara, Swasta maupun Rakyat. Sampai saat ini perkembangan produksi pertanian, khususnya di bidang perkebunan masih tetap dikembangkan oleh Pemerintah, karena merupakan sasaran penting untuk menunjang pembangunan industri dalam upaya peningkatan ekspor, disamping itu juga diarahkan kepada perluasan lapangan kerja (Loebis dan Tobing, 1984).

Sektor minyak kelapa sawit Indonesia mengalami perkembangan yang berarti, hal ini terlihat dari total luas areal perkebunan kelapa sawit yang terus bertambah yaitu menjadi 7,55 juta hektar pada tahun 2010 dari 7,20 juta hektar pada tahun 2009. Produksi minyak sawit (crude palm oil/CPO) juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dari 2,5 juta ton pada tahun 2009 meningkat menjadi 3,62 juta ton pada tahun 2010. Sampai saat ini Indonesia masih menempati posisi terbesar sebagai negara produsen minyak kelapa sawit (CPO) di dunia. Dari total produksi tersebut diperkirakan hanya sekitar 25% sekitar 4,8 juta ton yang dikonsumsi oleh pasar domestik. Sehingga sebagai penghasil CPO terbesar di dunia, Indonesia terus mengembangkan pasar ekspor baru untuk memasarkan produksinya (Bisnis Indonesia, 2010).

Pabrik kelapa sawit Sei Mangkei adalah salah satu unit kerja PT. Perkebunan Nusantara III yang terletak di Sei Mangkei Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara sekitar ± 165 km arah Tenggara Kota Medan. Pabrik kelapa sawit Sei Mangkei dibangun pada tahun 1997 dengan areal ± 12.50 Ha termasuk Areal Effluent Treatment, dimana sumber bahan baku (TBS) berasal dari Kebun Seinduk dan pihak PTPN III yang berasal dari daerah Simalungun sekitarnya (Profil Singkat Pabrik Kelapa Sawit Sei Mangkei).


(15)

PT. Perkebunan Nusantara III Sei Mangkei memiliki luas ± 4.186.62 Ha merupakan salah satu perkebunan yang telah memanfaatkan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai pupuk ke areal kebun sejak tahun 2000, areal kebun yang diaplikasikan ± 124,62 Ha. Pabrik PTPN III Sei Mangkei mampu mengolah antara 30-60 ton tandan buah segar per jam, untuk setiap ton minyak sawit mentah dihasilkan limbah cair sebanyak 480 m3 limbah cair per hari sehingga areal yang dapat diaplikasikan sekitar 100-200 ha. Dengan BOD berkisar antara 20-000-60.000 mg/l. Pemanfaatannya dilakukan dengan cara pengelolaan terlebih dahulu melalui sistem ponding (sistem kolam), setelah terjadi penurunan nilai BOD yaitu berkisar antara 1116 mg/l, selanjutnya dari Final Pond dipompakan dan dialirkan melalui pipa-pipa ke areal kebun dengan cara sistem aplikasi (PTPN III, 1997).

Mengingat limbah yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit sangat banyak dengan BOD yang begitu tinggi akan menyebabkan bertambahnya bobot limbah yang harus dibuang, hal ini merupakan suatu masalah terhadap lingkungan maupun bagi pihak industri dan pemerintah. Keadaan ini bila tidak ditanggulangi menyebabkan terjadinya penurunan daya dukung lingkungan terhadap kelangsungan kehidupan yang disebabkan oleh pencemaran, sehubungan dengan hal tersebut maka upaya pengelolaan dan penanganan limbah perlu mendapat perhatian khusus, walaupun limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan limbah organik dan tidak beracun.

Menurut Pamin, et al., (1996), limbah cair pabrik kelapa sawit yang tidak diolah bila dialirkan ke badan sungai atau tanah akan menyebabkan badan air atau tanah sebagai badan penerima akan kehabisan oksigen terlarut yang disebabkan terjadinya eutrofikasi bagi organisme anaerob, hal ini mengakibatkan matinya organisme air atau tanah yang bersifat aerob.

Untuk menanggulangi limbah sawit yang begitu banyak, beberapa pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit telah memanfaatkan limbah tersebut ke areal perkebunan. Limbah cair tersebut terlebih dahulu diolah secara sistem Ponding, setelah terjadi penurunan tingkat pencemaran limbah ini dialirkan ke lahan perkebunan (Sistem Land Application) yang bertujuan untuk menambah unsur hara dalam tanah (Loebis & Tobing, 1989).


(16)

Namun demikian sampai saat ini belum ada penelitian tentang pengaruhnya terhadap fauna tanah, khususnya Makroarthropoda tanah belum pernah dilakukan, peranan Arthropoda tanah dalam ekosistem tanah termasuk besar, karena proses dekomposisi material organik dalam tanah ikut ditentukan oleh adanya Arthropoda tanah di habitat tersebut. Peranan Makroarthropoda tanah ini terutama penting dalam perombakan materi organik dan anorganik, dan bersama-sama dengan hewan tanah lainnya ikut dalam proses siklus biogeokimia (Buckman & Brady, 1982).

Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka dilakukanlah penelitian tentang

Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah Akibat Limbah Cair PKS di Kebun PTPN III Sei Mangkei, Kabupaten Simalungun.

1.2 Permasalahan

Adanya perbedaan pengelolaan tanah menggunakan pupuk dari limbah cair kelapa sawit (land application) dengan yang tidak menggunakan limbah cair kelapa sawit di PTPN III, tentunya akan berbeda keberadaan jenis, jumlah individu, kepadatan, dan frekuensi kehadiran hewan tanah khusunya Makroarthropoda di lokasi tersebut. Namun hingga saat ini belum diketahui bagaimanakah keberadaan jenis dan keanekaragaman makroarthropoda tanah pada perkebunan PTPN III Sei Mangkei.

1.3Tujuan Penelitian

Mengetahui keberadaan jenis dan keanekaragaman makroarthropoda tanah pada areal kebun yang dialiri limbah cair pabrik kelapa sawit (land application) dengan yang tidak dialiri limbah cair pabrik kelapa sawit.

1.4Hipotesis

Terdapat perbedaan keberadaan jenis dan keanekaragaman makroarthropoda tanah pada areal kebun yang dialiri limbah cair pabrik kelapa sawit (land application) dengan yang tidak dialiri limbah cair pabrik kelapa sawit.


(17)

1.5Manfaat Penelitian

1) Dari penelitian diharapkan dapat diketahui keberadaan jenis dan keanekaragaman makroarthropoda tanah pada areal yang dialiri limbah cair kelapa sawit (land application) dengan yang tidak dialiri limbah cair pabrik kelapa sawit di PTPN III Sei Mangkei.

2) Dari penelitian akan diperoleh data yang diharapkan dapat berguna bagi pihak atau instansi terkait , terutama dalam melakukan pengelolaan areal perkebunan dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Cair Kelapa Sawit

Naibaho (1998) menyatakan bahwa limbah cair yang dihasilkan pabrik pengolahan kelapa sawit berasal dari; Air crab (Sludge water), Air kondensat (Sterilizer conden-sate), Air hidrocylicone (Claybath) atau bak pemisah lumpur, Air cucian pabrik dan lain sebagainya. Jumlah air buangan ini tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah dan keadaan peralatan klarifikasi. Selanjutnya dijelaskan bahwa air buangan sludge separator umumnya 60% dari TBS yang diolah, akan tetapi keadaan ini sering dipengaruhi oleh:

1. Jumlah air pengencer yang digunakan pada vibrating screen atau pada screw press. 2. Sistem dan instalasi yang digunakan dalam stasiun klarifikasi, yaitu klarifikasi yang menggunakan decanter menghasilkan air limbahnya kecil.

3. Efisiensi pengutipan minyak dari air limbah yang rendah akan mempengaruhi karakteristik limbah cair yang dihasilkan.

Limbah cair yang mengadung bahan organik majemuk mengalami biodegradasi dalam suasana anaerobik menjadi senyawa-senyawa asam-asam sederhana, terutama asam asetat dan gas-gas. Dengan proses biologis dalam suasana anaerobik kadar BOD dapat diturunkan dari 25.000 mg/l menjadi 5.000 mg/l, dengan proses pengubahan senyawa asam-asam menjadi gas-gas pada kolam anaerobik sekunder kadar BOD turun menjadi 3.500-2.000 mg/l. Untuk memenuhi Baku Mutu limbah cair PKS dilakukan peningkatan efisiensi proses anaerobik dengan WPH (waktu penahan hidrolisis) selama 15 hari dan dibantu proses pengendapan selama 2 hari, dengan cara ini maka BOD dapat diturunkan menjadi < 100 mg/l dengan pH 6-7, sehingga total WPH menjadi 137 hari (Pamin, dkk, 1996).

Adanya usaha pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit yang telah diolah ke areal kebun sebagai pupuk akan memberikan pengaruh terhadap fauna tanah khususnya dari kelompok Arthropoda, baik keberadaan jenis, kepadatan, frekuensi kehadiran dan struktur komunitasnya (keanekaragaman jenis) di daerah tersebut


(19)

(Arlen, 1998). Menurut Adianto (1993) fauna tanah dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupan bereaksi cepat terhadap perubahan lingkungannya, baik yang datang dari tanah itu sendiri, faktor iklim maupun akibat pengolahan tanah.

2.2 Tanaman Kelapa Sawit

2.2.1 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan oleh Jacquin (1763) sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledone Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

2.2.2 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit dibedakan atas 2 bagian, yakni: bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif tanaman kelapa sawit terdiri dari akar berupa akar serabut, batang dan daun. Batang tidak bercabang dan tidak memiliki kambium. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang terus berkembang membentuk daun. Batang berfungsi sebagai penyimpan dan pengangkut bahan makanan untuk tanaman serta sebagai penyangga mahkota daun. Daun kelapa sawit membentuk suatu pelepah bersirip genap dan bertulang sejajar (Gambar 2.1b). Panjang pelepah dapat mencapai 9 meter. Pelepah daun sejak mulai terbentuk sampai tua mencapai waktu ± 7 tahun, jumlah pelepah dalam 1 pohon dapat mencapai 60 pelepah. Jumlah anak daun tiap pelepah dapat mencapai 380 helai. Panjang anak daun dapat mencapai 120 cm (Risza, 1994).

Bagian generatif tanaman kelapa sawit terdiri dari bunga dan buah (Gambar 2.1a). Kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12 bulan. Pembungaan kelapa sawit termasuk monoccious artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada satu tandan yang sama. Namun terkadang dijumpai juga dalam 1


(20)

tandan terdapat bunga jantan dan bunga betina. Bunga seperti itu disebut bunga banci (hermaprodit). Buah kelapa sawit termasuk buah batu yang terdiri dari tiga bagian yaitu: lapisan luar (epicarpium) yang disebut kulit luar, lapisan tengah (mesocarpium) yang disebut daging buah, mengandung minyak sawit dan lapisan dalam (endocarpium) yang disebut inti, mengandung minyak inti. Diantara inti dan daging buah terdapat lapisan tempurung (cangkang) yang keras. Biji kelapa sawit terdiri dari 3 bagian yaitu; kulit biji (spermodermis), tali pusat (funiculus) dan inti biji atau

nucleus seminis (Risza, 1994).

(a) (b)

Gambar 2.1 Morfologi (http. Wordpress.com) dan Fisiologi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq).

2.2.3 Ekologi Tanaman Kelapa Sawit

Pada prinsipnya kelapa sawit dapat tumbuh dan bereproduksi di hampir semua jenis tanah namun hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut : keasaman tanah (pH) 5,0-6,5, kemiringan lahan 0-150, kedalaman air tanah 80-150 cm dari permukaan, drainase yang baik, kesuburan kimia yang cukup (diketahui dari hasil analisa tanah). Iklim juga merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit. Kelapa sawit hanya dapat tumbuh dan bereproduksi dengan baik di daerah yang beriklim tropis (Hadi, 2004).

Curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan kelapa sawit berkisar antara 2,500-3000 mm per tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun. Curah hujan yang terlalu tinggi mengakibatkan proses penyerbukan dan fotosintesis kurang optimal.


(21)

Radiasi matahari juga dibutuhkan dalam jumlah yang cukup untuk proses fotosintesis, yaitu 1.800 jam penyinaran per tahun dengan lama penyinaran yang optimal 6-7 jam per hari. Suhu optimal rata-rata yang diperlukan oleh kelapa sawit yaitu 27-320C dengan kelembaban udara optimal 80-90% (Hadi, 2004).

2.2.4 Manfaat Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman tropis penghasil minyak nabati yang rendah kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan (minyak goreng, margarin, lemak dan lain-lain) tetapi juga untuk kebutuhan lain seperti sabun, detergen, BBM. Tandan kelapa sawit dapat dimanfaatkan menjadi pupuk, kompos dan bahan bakar. Batang kelapa sawit dapat dimanfaatkan menjadi bahan bangunan. Lumpur (sludge) kelapa sawit dapat dimanfaatkan menjadi sabun, pupuk dan pakan lemak (Hadi, 2004).

2. 3 Fauna Tanah

Fauna tanah adalah semua fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun di dalam tanah, yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berlangsung di dalam tanah, serta dapat berasosiasi dan beradaptasi dengan lingkungan tanah (Wallwork, 1970). Selanjutnya Suin (1997) mengatakan bahwa kelompok fauna tanah ini sangat banyak dan beranekaragam jenisnya, mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Molluska, Arthropoda, hingga vertebrata kecil.

Wallwork (1970) mengelompokkan fauna tanah berdasarkan ukuran tubuh sebagai berikut :

a. Mikrofauna, yaitu fauna tanah yang mempunyai ukuran tubuh antara 20-200 mikron.

b. Mesofauna, yaitu fauna tanah yang mempunyai ukuran tubuh antara 200 mikron sampai 2 melimeter.

c. Makrofauna, yaitu fauna tanah yang mempunyai ukuran tubuh lebih dari 2 melimeter.


(22)

Selanjutnya Suin (1997) menjelaskan bahwa yang termasuk makrofauna tanah adalah Annelida, Mollusca, Arthropoda dan Vertebrata kecil. Diantaranya yang paling banyak ditemukan hidup di tanah adalah dari kelompok Arthropoda, seperti : Insekta, Arachnida, Annelida, Diplopoda dan Chilopoda.

Pengelompokan fauna tanah disamping berdasarkan ukuran tubuh juga dapat dikelompokkan atas dasar kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya dan kegiatan makannya. Berdasarkan kehadirannya hewan tanah dibagi atas kelompok transien, temporer, periodik dan permanen. Berdasarkan habitatnya hewan tanah ada yang digolongkan sebagai epigeon (hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan di permukaan tanah), hemiedafon (hidup pada lapisan organik tanah) dan euedafon.(hidup pada tanah lapisan mineral). Berdasarkan kegiatan makannya hewan tanah ada yang bersifat herbivora, saprovora, fungivora, dan predator (Suin, 1997).

Salah satu organisme tanah adalah fauna yang termasuk dalam kelompok makrofauna tanah (ukuran > 2 mm) terdiri dari Milipida, Isopoda, Insekta. Moluska dan Annelida (Wood, 1989).

2.4 Klasifikasi Arthropoda

Arthropoda adalah hewan yang memiliki tubuh bersegmen-segmen atau berbuku-buku. Arthropoda terbagi menjadi 3 sub phylum yaitu Trilobita, Mandibulata dan Chelicerata. Sub phylum Trilobita yang telah punah dan tinggal sisa-sisanya yang berupa fosil. Sub phylum Mandibulata terbagi menjadi beberapa kelas, salah satu diantaranya adalah kelas insekta (hexapoda), Chelicerata juga terbagi dalam beberapa kelas termasuk Arachnida di dalamnya. Untuk lebih jelasnya, klasifikasi ini dapat dilihat pada bagan berikut:


(23)

Bagan Klasifikasi Serangga

(Hadi & Rully, 2009).

Phylum ARTHROPODA

Sub phylum

Trilobita (fossil) Mandibulata Chellcerata

Kelas INSECTA

Arachnida

Sub Kelas

Apterygota Protura Diplura Thysanura collembola

Pterygota

Exopterygota Ephemeroptera Odonata Orthoptera Isoptera Plecoptera Dermaptera Embioptera Mallophaga Anoplura Thysanoptera Hemiptera Homoptera Neuroptera

Endopterygota Coleoptera Mecoptera Trichaoptera Lepidoptera Diptera Siphonatera Hymenoptera


(24)

2.5Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Populasi Hewan Tanah. 2.5.1 Kelembaban Tanah

Kelembaban tanah sangat erat hubungannya dengan populasi hewan tanah , karena tubuh hewan tanah mengandung air, oleh karena itu kondisi tanah yang kering dapat menyebabkan tubuh hewan tanah kehilangan air dan hal ini merupakan masalah yang besar bagi kelulusan hidupnya (Lee, 1985).

2.5.2 Suhu (temperatur) tanah

Kehidupan hewan tanah juga ikut ditentukan oleh suhu tanah. Suhu yang ekstrim tinggi atau rendah dapat mematikan hewan tanah. Disamping itu suhu tanah pada umumnya juga mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, dan metabolisme hewan tanah. Tiap spesies hewan tanah memiliki kisaran suhu optimum (Odum, 1971).

Selanjutnya dijelaskan oleh (Suin, 1997) bahwa suhu tanah merupakan salah satu faktor fisik tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah. Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di lapisan yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari yang jatuh pada permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada permukaan tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya.

2.5.3 pH tanah

Keasaman (pH) tanah sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan kegiatan hewan tanah, karena hewan tanah sangat sensitif terhadap pH tanah, sehingga pH tanah merupakan salah satu faktor pembatas. Namun demikian toleransi hewan tanah terhadap pH umumnya bervariasi untuk setiap spesies (Edward & Lofty, 1997). Selanjutnya Suin (1997), menyatakan ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang


(25)

memiliki pH basa. Untuk jenis fauna tanah seperti Collembola yang memilih hidup pada tanah yang asam disebut dengan golongan asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang basa disebut dengan golongan kalsinofil, sedangkan yang dapat hidup pada tanah asam dan basa disebut golongan indifferen atau netrofil. Jenis Acarina dapat pula dikelompokkan atas golongan asidofil yaitu hanya dapat hidup pada tanah yang pHnya kecil dari 6,5, yang tergolong netrofil dapat hidup pada pH berkisar antara 6,5-7,5, sedangkan yang tergolong basofil adalah yang dapat hidup pada pH tanahnya di atas 7,5.

2.5.4 Kadar Organik Tanah

Suin (1997) mengatakan materi organik tanah sangat menentukan kepadatan organisme tanah. Materi organik tanah merupakan sisa-sisa tumbuhan, hewan organisme tanah, baik yang telah terdekomposisi maupun yang sedang terdekomposisi. Selanjutnya Buckman & Brady (1982) mengatakan materi organik dalam tanah tidaklah statis tetapi selalu ada perubahan dengan penambahan sisa-sisa tumbuhan tingkat tinggi dan penguraian materi organik oleh jasad pengurai. Materi organik mempunyai pengaruh besar pada sifat tanah karena dapat menyebabkan tanah menjadi gembur, meningkatkan kemampuan mengikat air, meningkatkan absorpsi kation dan juga sebagai ketersediaan unsur hara.

2.6 Peranan Fauna Tanah

Peranan fauna tanah adalah untuk mengubah bahan organik, baik yang masih segar maupun setengah segar atau sedang melapuk, sehingga menjadi bentuk senyawa lain yang bermanfaat bagi kesuburan tanah (Buckman & Brady, 1982 ). Selanjutnya Suin (1997) mengatakan fauna tanah juga berperan memperbaiki aerasi tanah dengan cara menerobos tanah sedemikian rupa sehingga pengudaraan tanah menjadi lebih baik, disamping itu fauna tanah juga menyumbangkan unsur hara pada tanah melalui eksresi yang dikeluarkannya, maupun dari tubuhnya yang telah mati.

Meskipun fauna tanah sebagai penghasil senyawa-senyawa organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan berarti berfungsi sebagai subsistem produsen.


(26)

Tetapi, peranan ini merupakan nilai tambah dari fauna tanah sebagai subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi. Sebagai subsistem dekomposisi, fauna tanah sebagai organisme perombak awal bahan makanan, serasah, dan bahan organik lainnya (seperti kayu, daun dan akar) mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara melumatkan dan mengunyah bahan-bahan tersebut. Fauna tanah akan melumat bahan dan mencampurkan dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga menjadi fragmen berukuran kecil yang siap untuk di dekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief, 2001). Organisme-organisme yang berkedudukan di dalam tanah sanggup mengadakan perubahan-perubahan besar di dalam tanah, terutama dalam lapisan atas (top soil). Dimana terdapat akar-akar tanaman dan perolehan bahan makanan yang mudah. Akar-akar tanaman yang mati dengan cepat dapat dibusukkan oleh fungsi, bakteri-bakteri dan golongan-golongan organisme lainnya (Sutedjo et al., 1996).

Makrofauna tanah mempunyai peran yang sangat beragam di dalam habitatnya. Pada ekosistem binaan, keberadaannya dapat bersifat positif (menguntungkan) maupun negatif (merugikan) bagi sistem budidaya. Pada satu sisi makrofauna tanah berperan menjaga kesuburan tanah melalui perombakan bahan organik, distribusi hara, peningkatan aerasi tanah dan sebagainya, tetapi pada sisi lain juga dapat berperan sebagai hama berbagai jenis tanaman budidaya. Dinamika populasi berbagai jenis makrofauna tanah menentukan perannya dalam mendukung produktivitas ekosistem binaan. Dinamika populasi makrofauna tanah tergantung pada faktor lingkungan yang mendukungnya, baik berupa sumber makanan, kompetitor, predator maupun keadaan lingkungan fisika-kimianya. Bahan organik tanaman merupakan sumber energi utama bagi kehidupan biota tanah, khususnya makrofauna tanah (Suin, 1997), sehingga jenis dan komposisi bahan organik tanaman menentukan kepadatannya (Hakim et al, 1986). Oleh aktivitas biota tanah, bahan organik tanaman dirombak menjadi mineral dan sebagian tersimpan sebagai bahan organik tanah. Bahan organik tanah sangat berperan dalam memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan aktivitas biologi tanah dan meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman.


(27)

2.7 Ekologi Hewan Tanah

Tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan biotik yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi makhluk hidup, salah satunya adalah fauna tanah. Tanah dapat didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburannya (Rao, 1994). Fauna tanah adalah fauna yang memanfaatkan tanah sebagai habitat atau lingkungan yang mendukung aktifitas biologinya. Fauna tanah merupakan salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah dengan menghancurkan fisik, pemecahan bahan menjadi humus, menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas, dan membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah (Barnes, 1997).

Seluruh kehidupan di alam raya bersama lingkungan secara keseluruhan menyusun ekosfir. Ekosfir yang dihuni oleh berbagai komunitas biota yang mandiri serta lingkungan abiotik (anorganik) dan sumber-sumbernya disebut ekosistem. Setiap ekosistem dicirikan oleh adanya kombinasi yang unik antara biota (organisme) dan sumber-sumber abiotik yang berfungsi memelihara kesinambungan aliran energi dan nutrisi (hara) bagi biota tersebut. Semua ekosistem berdasarkan sumber karbonnya mempunyai dua tipe biota, yaitu jasad ototrofik yang menggunakan C-anorganik terutama CO2 sebagai sumber karbonnya, bertindak selaku produsen C-organik dan jasad heterotrofik yang memanfaatkan C-organik sebagai sumber karbonnya, sehingga bertindak selaku konsumen dan dekomposer (perombak). Kemudian, berdasarkan sumber energinya, biota ini dikelompokkan menjadi fototipe yang memperoleh energi dari matahari dan khemotipe yang memperoleh energi melalui mekanisme oksidasi senyawa anorganik atau campurannya (Hanafiah, et al, 2005).


(28)

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2010 pada areal kebun kelapa sawit PTPN III, Sei Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara yaitu areal kebun yang diberi perlakuan dengan limbah cair pabrik kelapa sawit pada Blok II dan Blok III, dan areal kebun yang tidak dialiri limbah cair kelapa sawit pada Blok I sebagai Kontrol. Identifikasi sampel di Laboratorium Taksonomi Hewan Departemen Biologi FMIPA USU Medan.

3.2 Deskripsi Area

Secara administratif PTPN III Sei Mangkei terletak di Desa Sei Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara, memiliki luas ± 4,186,62 Ha.

A.Lokasi 1

Merupakan lokasi pertama (kontrol), areal kebun kelapa sawit yang tidak dialiri limbah cair pabrik kelapa sawit (Land Application) pada tahun tanam 1994 (Gambar 3.1), lokasi ini terletak pada titik kordinat 30 02’ 31,2’’ LU, 990 12’ 44,64’’ BT.


(29)

B.Lokasi II

Merupakan lokasi kedua, areal kebun yang dialiri limbah cair pabrik kelapa sawit (Land Application) dengan kondisi air limbah yang telah mulai kering (lembab), pada tahun tanam 1994 (Gambar 3.2), lokasi ini terletak pada titik kordinat 30 03’ 46,96’’ LU, 990 14’ 2,4’’ BT.

Gambar 3.2 Lokasi II areal kebun yang dialiri limbah Yang telah mulai kering (lembab)

C.Lokasi III

Merupakan lokasi ketiga, areal kebun yang di aliri limbah cair pabrik kelapa sawit (Land Application) dengan kondisi air limbah yang masih basah pada tahun tanam 1994 (Gambar 3.3), lokasi ini terletak pada titik kordinat 30 03’ 23,04’’ LU, 990 13’ 10,56’’ BT.

Gambar 3.3 Lokasi III areal kebun yang dialiri limbah dengan kondisi yang masih basah


(30)

3.3 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Kamera digital, cangkul, parang, soil tester, soil thermometer, GPS, ember plastik (volume 2,5 liter), kantong plastik, pacak, pinset, spidol permanent, buku catatan, buku identifikasi, pensil, meteran. Sedangkan bahan yang digunakan adalah: formalin 4%, alkohol 70% dan detergen.

3.4 Metode Penelitian

Penentuan lokasi plot sampling dilakukan dengan metoda Purposive Random

Sampling, yaitu secara purposive (acak) pada lokasi penelitian di areal perkebunan

kelapa sawit PTPN 3 Sei Mangkei. Selanjutnya pengambilan sampel makroarthropoda tanah dilakukan dengan metode Pit Fall Trap, Kuadrat & Hand sorting, dimana tiap-tiap lokasi perkebunan diambil sebanyak 15 titik sampel sebagai ulangan.

3.5 Pengambilan Sampel Makroarthropoda Tanah 3.5.1 Metode Pit Fall Trap

Pengambilan sampel makroarthropoda tanah yang aktif di permukaan dilakukan dengan metode Pit Fall Trap, yaitu: pada masing-masing titik sampling yang telah ditentukan ditempatkan dan ditanam ember plastik berdiameter permukaan ± 16 cm, dimana bagian permukaan ember tersebut sejajar dengan permukaan tanah, dengan jarak antara Pit Fall Trap yang satu dengan lainnya paling dekat ± 10 m. Kemudian masing-masing ember diisi dengan larutan formalin 40% sebanyak ± 400 ml dan ditambah sedikit larutan detergen sebagai perangkap jebak. Perangkap jebak ini dibiarkan selama 24 jam, yaitu dipasang jam 06.00 WIB dan diambil besok jam 06.00 WIB pagi, kemudian makrofauna tanah yang terperangkap dimasukkan kedalam botol sampel.

3.5.2 Metode Kuadrat dan Hand Sortir

Sampel makrofauna tanah pada masing-masing titik sampling diambil sebanyak 15 plot yang berukuran 30 x 30 cm2 dengan jarak antara setiap kuadrat


(31)

paling dekat 10 m. Tanah dari tiap kuadrat diambil dengan kedalaman 30 cm dan tanahnya dimasukkan ke dalam plastik 10 kg. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 07.00-09.00 WIB. Selanjutnya makroarthropoda tanah yang ada pada tanah tersebut disortir. Makrofauna tanah yang didapat dikumpulkan dan dibersihkan dengan air dan dihitung jumlahnya, kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel dan diawetkan dengan formalin 4% dan alkohol 70%. Selanjutnya semua sampel makrofauna tanah yang didapatkan dari metode Pit Fall Trap dan Kuadrat di bawa ke Laboratorium Taksonomi Hewan, Departemen Biologi FMIPA USU untuk diidentifikasi.

3.5.3 Identifikasi Spesies Makroarthropoda Tanah

Sampel makroarthropoda tanah yang dibawa dari lapangan terlebih dahulu dikelompokkan jenisnya sesuai dengan kemiripan bentuk morfologinya, kemudian diawetkan dalam alkohol 70% selanjutnya dideterminasi dan diidentifikasi dengan bantuan lup dan mikroskop stereo binokuler serta menggunakan beberapa buku acuan seperti: Dindal (1990), Borror (1992) , Ruppert & Barnes (1994), Suin (1997), Arlen (1998).

3.6 Pengukuran sifat Fisik dan Kimia Tanah

Tanah pada masing-masing plot sampel diukur kelembaban relatif, suhu, kadar air, dan kadar organik tanah. Pengukuran kelembaban relatif, pH dan suhu tanah dilakukan sebelum tanah diambil dari kuadrat tersebut. Kelembaban relatif dan pH diukur dengan menggunakan soil tester dan suhu tanah diukur dengan menggunakan

Soil Thermometer.

Pengukuran kadar air, kadar organik tanah dan unsur hara mikro tanah dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU. Tanah yang telah disortir arthtropoda tanah dibersihkan dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan tanah lainnya yang masih ada, kemudian diaduk-aduk sampai rata dan diambil sebanyak 20 gram tanah untuk dianalisis. Selanjutnya sampel tanah ini dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 24 jam sehingga beratnya konstan dan ditentukan kadar air tanahnya dengan rumus sebagai berikut:


(32)

Kadar air tanah (%) =

A

B A

x 100%

Keterangan: A = Berat basah tanah

B = Berat konstan tanah (Wilde, 1972 dalam Adianto,1993)

Selanjutnya 5 gram tanah dan diabukan di dalam tungku pembakar (Furnace

Mufle) dengan suhu 600 0C selama tiga jam. 0,5 gram tanah kering udara dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 cc, lalu ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat, kemudian diguncang 3-4 menit, selanjutnya diamkan selama 30 menit. Tambahkan 100 ml air suling dan 5 ml H3PO4 85% dan 2,5 ml NaF 4%. Kemudian ditambahkan 5 tetes diphenilamine, diguncang, larutan berwarna biru tua kehijauan kotor. Titrasi dengan Fe (NH4)2(SO4)2 0,5 N dari buret hingga warna berubah menjadi hijau terang. Lakukan kembali prosedur diatas dari no. 2 s/d 5 (tanpa tanah) untuk mendapat volume titrasi Fe (NH4)2(SO4)2 0,5 N untuk Blanko. Dengan menggunakan rumus berikut:

C

org = 5x [1-T/5] x 0,003 x 1/0,77 x 100/BCT x 0,72

Dengan: T = Volume titrasi Fe (NH4)2(SO4)2 0,5 N dengan tanah

S = Volume titrasi Fe (NH4)2(SO4)2 0,5 N untuk Blanko (tanpa tanah) 0,003 = 1 ml K2Cr2O7 0,1 N + H2SO4 mampu mengoksidasi 0,003 gr C

Organik

1/0,77 = Metode ini hanya 77% C.Organik yang dapat dioksidasi BCT = Berat Contoh Tanah

3.7 Analisis Data

Jenis insekta tanah dan jumlah individu masing-masing jenis yang didapatkan dihitung: Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif masing-masing jenis, Frekuensi Kehadiran dan Indeks Similaritas Menurut Krebs (1985), Wallwork (1976) dan Suin (2002) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

a. Kepadatan Populasi (K)

Jumlah individu suatu jenis K =


(33)

b. Kepadatan Relatif (KR)

Kepadatan suatu jenis

KR = x 100 % Jumlah kepadatan semua jenis

c. Frekuensi Kehadiran (FK)

Jumlah plot yang ditempati suatu jenis

FK = x 100% Jumlah total plot

Keterangan: Nilai FK: 0 – 25% = sangan jarang (aksidental) Nilai FK: 25% - 50% = jarang (asesoris)

Nilai FK: 50% - 75% = sering (konstan)

Nilai FK: 75% - 100% = sangat sering (absolut) d. Indeks Diversitas Shannon-Wienner (H’)

Untuk mengetahui keanekaragaman jenis arthropoda tanah dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

H’ = -

pi ln pi

dimana:

H’ = indeks diversitas Shannon-Wiener Pi =proporsi spesies ke-i

Ln =logaritma Nature

Pi =∑ ni /N (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan

keseluruhan jenis)

e. Indeks Equitabilitas/Indeks Keseragaman (E)

Untuk mengetahui nilai keseragaman jenis arthropoda tanah dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(E)

=

dimana:

H’ = indeks diversitas Shannon-Wiener Hmax = keaneragaman spesies maximum


(34)

f. Indeks Similaritas (Kesamaan)

Untuk mengetahui nilai kesamaan setiap arthropoda tanah dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

IS

=

x 100% Keterangan:

IS = Indeks Similaritas antar Blok

C = Jumlah jenis yang sama pada dua lokasi yang berbeda A = Jumlah jenis pada lokasi A

B = Jumlah jenis lokasi B

g. Analisis Korelasi

Dilakukan dengan menggunakan Analisis Korela (r) menurut Pearson (SPSS) antara faktor fisik kimia terhadap indeks keanekaragaman.


(35)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis Makroarthropoda tanah yang Ditemukan pada Lokasi Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan di Perkebunan PTPN III Sei Mangkei didapatkan jenis Makroarthropoda tanah seperti yamg terlihat pada tabel 4.1:

Tabel 4.1 Makroarthropoda Tanah yang Ditemukan pada Tiga Lokasi Penelitian

Kelas Ordo Famili Spesies Nama Indonesia/Peranan Lokasi

I 2 3

1.Arachnida Araneae Oxyopidae Oxyopes sp Laba-laba/predator + + +

2.Insekta Blattaria Blattellidae Blatta orientalis Kecoak/predator + + +

Blattidae Parcoblatta sp Kecoak/predator - + +

Coleoptera Carabidae Calasoma sp Kumbang/hama - - +

Scarabidae Phyllopaga sp Larva kumbang/hama + - +

Dermaptera Forficulida Forficula sp Cocopet/predator + + +

Hymenoptera Formicidae Cardiocondyla sp Semut/predator + + +

Odotomachus sp Semut/predator + + +

Myrmica sp Semut/predator + + +

Myrmecina sp Semut/predator + + +

Soleonopsis sp Semut/predator + + +

Ortoptera Gryllidae Gryllus sp Jangkrik/penghancur + + +

3.Chilopoda Geophilomorpha Geophilidae Geophilus sp Kelabang/penghancur + + +

Scolopendromorpha Scolopenridae Scolopendra sp Lipan/penghancur - - +

4.Crustaceae Isopoda Cylistidae Cylisticus convexus

Undur-undur/hama + + +

Jumlah 12 12 15

Keterangan: Lokasi 1 = areal kebun yang tidak dialiri dengan limbah cair (kontrol), lokasi 2 = Areal kebun yang dialiri dengan limbah cair yang telah mulai kering (lembab) lokasi3 = Areal kebun yang dialiri dengan limbah cair dalam keadaan masih basah. (+) = ditemukan, (-) = tidak ditemukan.

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa Makroarthropoda tanah paling banyak didapatkan pada lokasi III, yaitu sebanyak 15 genus, kemudian pada lokasi I dan II, yaitu masing-masing sebanyak 12 genus. Makroarthropoda tanah yang paling banyak ditemukan adalah dari kelas Insekta, yaitu sebanyak 11 spesies, yang termasuk ke dalam 5 ordo, dan 7 famili, kemudian dari kelas Chilopoda yaitu sebanyak 2 spesies, 2 ordo dan 2 famili, kelas Arachnida dan Crustaceae masing-masing di dapatkan 1 spesies, 1 ordo dan 1 famili. Banyaknya jumlah genus yang didapatkan pada lokasi III disebabkan memiliki kondisi limbah yang masih basah yang disukai oleh arthropoda


(36)

tanah dan faktor fisik kimia tanah yang sangat mendukung bagi kelangsungan hidup arthropoda seperti kelembaban tanah yang tinggi, kadar air yang tinggi dan bahan-bahan organik yang tersedia, makrofauna tanah pada umumnya menyukai habitat yang memiliki kelembaban yang tinggi dan vegetasi (Mikania micrantha, Axonopus

compressus, dan Paspalum conjugatum) yang rapat seperti pada lokasi ini. Menurut

Loebis dan Tobing (1989), limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit mengandung unsur hara yang tinggi seperti: N, P, K, Mg, dan Ca, sehingga limbah cair tersebut berpeluang untuk digunakan sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa sawit, disamping memberikan kelembaban tanah juga dapat meningkatkan sifat fisik kimia tanah serta dapat meningkatkan status hara tanah.

Menurut Wallwork (1970), makrofauna tanah dari jenis insekta memiliki penyebaran yang luas dan banyak terdapat di bawah permukaan tanah, seperti lantai hutan, padang rumput, areal perkebunan dan pertanian, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Selanjutnya (Suin,1982) menyatakan pada tanah yang vegetasi dasarnya rapat, fauna tanah akan banyak ditemukan, karena fisik tanah lebih baik dan sumber makanan yang banyak. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Singh (1980)

dalam Arlen dan Budimulya (2001) yang menjelaskan makrofauna tanah yang paling

banyak ditemukan hidup di tanah adalah dari kelompok Arthropoda, seperti: Insecta, Arachnida, dan Chillopoda.

Spesies/ Jenis makrofauna tanah yang ditemukan mempunyai tanda-tanda khusus sebagai berikut :

1) Spesies Oxyopes sp (laba-laba), Family Oxyopidae

Laba-laba ini memiliki warna kuning pucat kecoklatan, cephalothorax dan abdomen berwarna orange kekuningan, terdapat dua garis-garis putih di sepanjang tubuh dan beberapa garis atau bercak warna gelap di bagian belakang (Gambar 4.1). Mata disusun menjadi sebuah segi enam. Kaki keras dan memiliki duri panjang di kaki samping. Laba-laba ini menyergap serangga kecil pada dedaunan dan dapat melompat untuk menerkam mangsanya di permukaan tanah tanpa membuat jaring-jaring.

Beberapa arthropoda adalah predator dan parasit. Predator dan mikropredator dapat disebut generalis, yaitu memakan beberapa tipe mangsa yang berbeda atau


(37)

spesialis, yaitu hanya berburu satu tipe mangsa. Predator meliputi kelabang, laba-laba, kumbang tanah, kalajengking, laba-laba serigala, kecoak tanah, pseudoscorpion, semut dan tungau, beberapa predator memakan hama tanaman diantaranya kumbang

dan tawon parasit telah dikembangkan untuk biokontrol komersial (Arora & dhaliwal, 1999).

Foto: Lenni maria

Gambar 4.1 Oxyopes sp

2. Spesies Blatta orientalis Family Blattidae

Kecoak jenis ini kebanyakan panjangnya 20-25 mm atau lebih, berwarna coklat tua, bagian dorsal tubuh bersegmen-segmen (Gambar 4.2) dan melebar bulat telur dengan sayap-sayap yang pendek dan antenna panjang.

Keping subgenital betina terbagi secara longitudinal, stili jantan serupa, langsing, memanjang dan lurus, panjangnya 18 mm atau lebih. Kecoak jenis merupakan hama-hama pemukiman yang penting (beberapa dari kecoak-kecoak ini membuat lubang di pasir seperti gangsir ) (Borror, 1992).

Foto: Lenni maria Gambar 4.2 Blatta orientalis


(38)

3. Spesies Parcoblatta sp Family Blattellidae

Kecoak ini memiliki ukuran berkisar antara 24-30 mm, kepala agak runcing dan berwarna hitam kilat (Gambar 4.3). Kecoak ini memiliki femora depan dengan 2 atau 3 duri ujung, keeping supra-anal tidak bergelambir, ukuran dan warna bervariasi, batas ventroposterior femora depan dengan barisan duri yang kuat di sebelah proksimal dan duri-duri yang lebih pendek dan lebih langsing di bagian distal.

Induk biasanya menyatukan 30-40 butir telur dalam kantung yang kuat, kantung akan di bawa kemana-mana sebelum ditemukan tempat persembunyian yang aman. Aktif malam hari umumnya menghindari cahaya, siang hari bersembunyi di tempat yang gelap, karena tubuh mereka pipih maka dapat bersembunyi dicelah-celah (Subyanto & Sulthoni, 1991).

Kelompok kecoak jenis ini terdapat di luar rumah, hidup dalam reruntuhan dan sampah di hutan-hutan. Kebanyakan dari kelompok ini terdapat di Selatan, dimana mereka terdapat disampah dan reruntuhan di luar rumah, dibawah tanda-tanda pada pohon, dan tempat-tempat yang serupa (Borror, 1992).

Foto: Lenni maria

Gambar 4.3 Parcoblatta sp

4. Spesies Calosoma sp, Famili Carabidae.

Tubuh berwarna hitam, merata dengan garis lintang sejajar yang menusuk ke dalam pada elitra. Kepala, thoraks dan abdomen terlihat dengan jelas dan berkilat. Ukuran 4,5-6,5 mm (Gambar 4.4). Antena tumbuh agak ke sebelah lateral pada sisi antara


(39)

mata dan mandibula. Kepala termasuk mata biasanya lebih sempit dari pada pronotum.

Karakteristik ordo ini adalah sayap depan keras, tebal, menanduk, tidak ada venasi berfungsi sebagai pelindung. Sayap belakang membraneus, ukuran tubuh kecil sampai besar (Hadi et,al, 2009).

Foto: Lenni maria Gambar 4.4 Calasoma sp

5. Spesies Phyllopaga sp (Larva), Family Scarabidae

Larva kumbang ini adalah jenis arthropoda herbivora dikenal sebagai lundi-lundi putih (Gambar 4.5). Bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan warna. Umumnya hitam dan berkilap, kepala dan mata hampir selalu lebih sempit dari pronotum, kaki panjang dan ramping.

Menurut Borror (1992), lundi-lundi putih hidup dan makan di bawah akar tumbuh-tumbuhan dan cenderung berperan sebagai hama tanaman, terutama merusak umbi dan perakaran tanaman, satu siklus hidup berkisar 2-3 tahun. Selanjutnya Subyanto & Sulthoni (1991), menjelaskan larva dan dewasa mempunyai alat mulut bertipe penggigit pengunyah, ada yang mempunyai seperti cucuk (rostrum), kadang-kadang untuk penetrasi ke jaringan tanaman. Larva tidak mempunyai kaki abdominal, hidup diberbagai ekosistem. Memiliki peranan sebagian bertindak sebagai hama, larva umumnya merusak akar, sebagian sebagai predator.


(40)

Foto: Lenni maria

Gambar 4.5. Genus Phyllopaga sp a. larva; b. dewasa (http. Entomologi.com)

6. Spesies Forficula sp, Family Forficulidae

Forficula (cocopet) merupakan serangga dengan tubuh yang memanjang, ramping dan agak gepeng, serta mempunyai sersi seperti capit. Forficula dewasa mempunyai ukuran tubuh antara 10-14 mm, lebar kepala berukuran sekitar 2,0 mm, antena terdiri dari 14 segmen (Gambar 4.6). Serangga ini omnivora, karena memakan berbagai jenis tanaman dan hewan. Hewan ini merupakan Arthropoda predator generalis yaitu memakan beberapa tipe mangsa yang berbeda.

Cocopet (Forficula) aktif di malam hari, menghabiskan hari bersembunyi di bawah tumpukan daun, di celah batuan dan celah-celah kayu lapuk, serta di lokasi gelap lainnya. Aktivitas malam dipengaruhi oleh cuaca (Borror, 1992). Serangga ini omnivora, karena memakan berbagai jenis tanaman dan hewan. Hewan ini merupakan Arthropoda predator generalis yaitu memakan beberapa tipe mangsa yang berbeda.

Foto: Lenni maria Gambar 4.6 Forficula sp

Anggota ordo ini mudah dikenali dengan adanya cerci yang berbentuk seperti forcep atau catut. Individu jantan mempunyai catut yang kokok dan kasar (bergerigi), yang betina lebih halus dan ramping. Tubuh pipih, berukuran kecil sampai sedang. Habitat biasanya dibawah kekayuan, tertimbun atau berbagi tempat lainnya yang terlindung. Perilaku biasanya setelah menangkap mangsa dengan forcepnya, forcep di


(41)

arahkan ke mulut dengan melengkungkan abdomen melalui atas kepala untuk kemudian menikmati mangsa hasil buruannya. Memiliki peranan pada ummnya sebagai predator berbagai jenis serangga tetapi adapula yang merusak tanaman, beberapa sebagai pemakan bangkai (Hadi, et,al, 2009).

7. Spesies Cardiocondyla sp Family Formicidae

Semut ini memili ukuran 4-5 mm. Kepala oval, mata oval dan terletak agak ke samping dan agak ke depan dari bagian tengah kepala (Gambar 4.7). Kepala, torak, dan pedicel kemerahan, abdomen hitam agak oval. Torak dengan metanotum berduri dua. Pedicel panjang dan terdiri dari dua nodus, nodus anterior bertangkai dan panjang ke depan, pendek ke belakang, oval di atas, sedangkan nodus posterior lebih besar, atas cordatus. Abdomen bagian dasar agak datar. Tersebar di daerah Indo-Malaya.

Semut dapat menjadi hama tanaman, malahan di beberapa tempat dapat menyebabkan gundulnya kawasan di sekeliling sarangnya. Pada setiap bukit semut ini kawasan berdiameter sekitar empat meter menjadi gundul sehingga secara keseluruhan sekitar 6 % permukaan lahan menjadi terbuka dan menjadi sasaran erosi tanah. Semut ini memiliki ukuran berkisar antara 8-10 mm, tubuh berwarna merah kecoklatan (Borror, 1992).

Foto: Lenni maria Gambar 4.7 Cardiocondyla sp

8. Spesies Odotomachus sp Family Formicidae

Semut jenis ini memiliki kepala besar dan lebar, empat persegi panjang. Tubuh hitam kemerahan, panjangnya sekitar 10-15 mm (Gambar 4.8).


(42)

Mandibula terletak di bagian tengah puncak kepala, sejajar, ujungnya melengkung ke dalam, bergerigi di pinggir dalamnya, dua gerigi ujung lebih panjang, satu gerigi besar dan kuat dengan ujung yang datar. Pedicel 1, nodusnya tinggi, berduri runcing di bagian atas. Mata kecil dan terletak agak di bagian bawah. Tersebar di daerah tropika dan subtropika (Suin, 1997).

Foto: Lenni maria

Gambar 4.8 Odotomachus sp

9. Spesies Myrmica sp Family Formicidae

Semut ini memiliki ukuran 8-9 mm, tubuh berwarna hitam dan antenna panjang. Kepala agak lonjong (Gambar 4.9). Toraks dengan pronotum yang sisi lateralnya agak tinggi, mesonotum cembung, metanotum berduri kecil di sisi-sisinya. Pedicel 2 nodus, nodus anterior bertangkai, nodus posterior oval, abdomen oval. Tersebar luas di daerah tropika dan sub-tropika. Epinotum bersenjata dengan duri atau gigi, jahitan promesonotal hadir pada dorsum dada (Dindal, 1990).

Foto: Lenni maria Gambar 4.9 Myrmica sp


(43)

10. Spesies Myrmecina sp Family Formicidae

Semut jenis ini memiliki ukran berkisar antara 15-18 mm, berwarna hitam (Gambar 4.10). Kerangka Thorax kuat dan berbentuk angular, petiole dan postpetiole memiliki diameter yang berdekatan. Banyak ditemukan di pertanian, perkebunan (Dindal, 1990).

Tubuh hitam, kepala pendek cembung, toraks memanjang metanotum cembung dan agak tinggi. Mata agak ditengah-tengah kepala bagian depan abdomen oval, kaki dan antenna panjang. Tersebar luas di daerah tropika dan sub-tropika (Suin, 1997).

Foto: Lenni maria Gambar 4.10 Myrmecina sp

11. Spesies Soleonopsis sp Family Formicidae

Semut ini memiliki ukuran 10-15 mm berwarna merah kecoklatan. Memiliki thorax yang panjang (Gambar 4.11), kepala, thorax dan abdomen terletak berjauhan. Ruas metasoma pertama (kadang-kadang 2 ruas metasoma pertama) mengandung satu punuk atau bungkul dan sangat berbeda dari metasoma sisanya, sungut-sungut biasanya bersiku, paling tidak pada yang betina, dengan ruas pertama panjang, pronotum agak segiempat pada pandangan lateral, biasanya tidak mencapai tegulae seringkali tidak bersayap.

Ruas pertama abdomen berbentuk seperti bonggol yang tegak, antenna 13 ruas atau kurang dan sangat menyiku, ruas pertama panjang. Ditemukan hampir di semua tempat, pertanaman, dan tanah. Merupakan serangga sosial dengan kasta berbeda: ratu, jantan yang biasanya bersayap, dan pekerja tanpa sayap. Sebagian besar akan


(44)

menggigit bila di ganggu dan beberapa akan menyengat, beberapa bersifat karnivor dan pemakan tanaman (Suin, 1997).

Foto: Lenni maria Gambar 4.11 Soleonopsis sp

12. Spesies Gryllus sp, Family Gryllidae

Jangkrik ini memiliki tungkai-tungkai depan yang tidak membesar, tarsi depan dan tengah 3 atau 4 ruas, tarsi belakang 3 ruas, abdomen dengan sepasang sersi, biasanya panjangnya lebih dari 10 mm (Gambar 4.12), terdapat ada atau tidak mata tunggal. Jangkrik ini dapat ditemukan bersembunyi di bawah kayu, rumput, dan di celah-celah. Mereka juga dapat menggali lubang ke dalam tanah untuk membuat rumah bagi diri mereka sendiri, atau tinggal di lubang yang dibuat oleh hewan lain. Suara yang dibuat dengan mengusap dua sayap luar bersama-sama, celetuk keras dan mantap dilakukan pada malam hari sampai fajar adalah untuk menarik betina potensial dan untuk memperingatkan dari jantan lain.

Peran hewan tanah pada ekosistem tanah cukup besar dalam menentukan kualitas dan struktur tanah. Peran hewan tanah dalam proses perombakan bisa terlaksana secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung karena memakan dan menghancurkan bahan organik, dan secara tidak langsung berupa keikutsertaannya dalam meningkatkan jumlah mikroflora tanah yang juga berperan dalam proses perombakan bahan organik.

Gryllus mempunyai antenna yang panjangnya kurang lebih setengah panjang

tubuh, halus seperti rambut. Tubuhnya silindris, tidak bersayap tarsi beruas lima buah. Cerci panjang dan beruas 8 atau 9 buah. Dewasa ummnya berwarna hitam, nimpha kuning pucat dengan garis-garis coklat. Hidup di berbagai habitat, baik lingkungan


(45)

basah maupun kering, terutama yang dinaungi rumput-rumputan, juga ditemukan dirumah-rumah, sisa-sisa tanaman yang masih lembab (jerami), dipertanaman kopi, karet, teh dan kelapa sawit (Hadi et,al, 2009).

Foto: Lenni maria Gambar 4.12 Gryllus sp

13. Spesies Geophilus sp, Famili Geophilidae

Kelabang tanah ini memiliki tubuh yang langsing dan berwarna kekuning-kuningan, dengan panjang berkisar antara 25-50 mm, memiliki 21-31 pasang kaki yang pendek, kepala bulat dan rata untuk bantalan sepasang antenna (Gambar 4.13), memiliki sepasang mandibula yang memanjang, dan dua pasang maxillae. Anggota badan ini, atau maxillipeds, berakhir dengan cakar tajam dan termasuk kelenjar racun yang membantu untuk membunuh atau melumpuhkan mangsanya. Pada bagian di belakang kepala, tubuh terdiri dari 30 segmen atau lebih. Sebagian besar segmen beruang satu pasang kaki, dengan proyeksi maxillipeds maju dari segmen tubuh pertama, dan dua yang terakhir segmen yang kecil dan tak berkaki. Setiap pasang kaki sedikit lebih panjang dari pasangan segera di depannya.

Terdapat adanya Forcipules yang merupakan fitur unik yang ditemukan hanya pada kelabang. Forcipules merupakan modifikasi pasangan kaki pertama, membentuk tambahan menjepit yang selalu ditemukan tepat di belakang kepala, forcipules kecil, tidak lebih besar dari kepala, terdiri dari empat segmen. Kelabang ini terdapat di dalam tanah yang lembab, terutama di bawah tumpukan serasah daun, dan merupakan hewan predator, dan terutama menggunakan antenanya untuk mencari mangsa, seperti serangga, laba-laba dan hewan-hewan kecil lainnya (Borror, 1992).


(46)

Foto: Lenni maria Gambar 4.13 Geophilus sp

14. Spesies Scolopendra sp Family Scolopendromorpha

Lipan ini berbentuk memanjang, memiliki ukuran 35 mm dan mempunyai banyak kaki, (Gambar 4.14) bagian kepala berwarna hitam sedangkan bagian abdomen berwarna merah tua dan tungkainya berwarna orange kekuningan. Mereka membuat sarang berupa timbunan dari hancuran batu/ kayu. Lipan merupakan saprophagus (pemakan jaringan organik mati) dan dapat bersarang pada meselia jamur (Hanafiah, et.al, 2005).

Arthropoda permukaan tanah seperti lipan ini biasanya mengunyah bahan-bahan tumbuhan yang telah mati, sekaligus juga memakan bakteri dan fungi yang menempel dipermukaan tanaman. Dalam tanah pertanian, kelompok arthropoda ini dapat menjadi hama karena memakan akar tanaman yang masih hidup jika bahan-bahan makanan yang telah mati kurang mencukupi (Dindal, 1990).

Foto: Lenni maria Gambar 4.14 Scolopendra sp


(47)

15. Spesies Cylisticus convexus Family Cilistidae

Hewan ini disebut juga undur-undur berbentuk lonjong dan bagian ekor meruncing, memiliki ukuran 7 mm (Gambar 4.15), hewan dewasa dengan 22 segmen tubuh, 33 pasang kaki dan satu pasang telepod pada jantan, tidak bisa menggulung seperti bola.

Banyak terdapat dibawah serasah-serasah daun dan didalam kayu-kayu busuk, biasanya hidup secara berkoloni. Arthropoda jenis ini merupakan pemakan fungi dan beberapa jenis bakteri, mereka menggaruk dan memakan bakteri dan fungi yang ada di permukaan akar. Sejumlah besar fraksi nutrient bagi tumbuhan dihasilkan oleh fauna pemakan mikroba ini (Dindal, 1990).

Foto: Lenni maria Gambar 4.15 Cylisticus convexus


(48)

4.2 Kepadatan dan Kepadatan Relatif Makroarthropoda Tanah

Dari hasil analisis data yang telah dilakukan pada setiap plot penelitian didapatkan nilai kepadatan dan kepadatan relatif yang cukup bervariasi, seperti terlihat pada tabel 4.2:

Tabel 4.2 Nilai Kepadatan (individu/10 m2) dan Kepadatan Relatif (%) Makroarthropoda Tanah pada Setiap Lokasi Penelitian

No Genus Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

K KR K KR K KR

1 Oxyopes sp 140,10 6,720 217,55 8,520 204,67 7,884

2 Blatta orientalis 7,41 0,355 14,81 0,580 99,52 3,833

3 Parcoblatta - - 29,63 1,160 14,81 0,570

4 Calasoma sp - - - - 14,81 0,570

5 Phyllopaga larva 7,41 0,355 - - 7,41 0,285

6 Forficula sp 22,22 1,066 37,03 1,450 84,86 3,269

7 Cardiocondyla sp 497,60 23,867 630,29 24,683 298,56 11,500

8 Odotomachus sp 22,22 1,066 37,03 1,450 44,44 1,712

9 Myrmica sp 232,21 11,138 464,43 18,188 66,35 2,556

10 Myrmecina sp 827,56 39,693 696,64 27,282 914,35 35,219

11 Soleonopsis sp 99,52 4,773 99,52 3,897 398,08 15,333

12 Gryllus sp 206,44 9,902 259,91 10,179 282,13 10,867

13 Geophilus sp 7,41 0,355 29,63 1,160 114,33 4,404

14 Scolopendra sp - - - - 7,41 0,285

15 Cylisticus convexus 14,81 0,710 37,03 1,450 44,44 1,712

Jumlah genus 12 12 15

Jumlah 2084,91 100,000 2553,50 100,000 2596,17 100,000

Dari Tabel 4.2 terlihat nilai kepadatan total jenis tertinggi didapatkan pada lokasi III dengan nilai 2596,17 individu/10 m2, kemudian diikuti kepadatan total jenis pada lokasi II yaitu 2553,50 individu/10 m2, sedangkan kepadatan total jenis terendah didapatkan pada lokasi I yaitu 2084,91 individu/10 m2. Tingginya nilai total kepadatan individu arthropoda tanah pada lokasi ini disebabkan keadaan sifat fisik kimia tanah dan organik tanah yang lebih baik dibandingkan dengan areal lokasi I dan lokasi II. Menurut Vlijm & Kessler Geschiere (1967) dalam Wallwork (1970) kepadatan dan distribusi hewan tanah pada suatu areal umumnya dipengaruhi oleh faktor fisik seperti kelembaban, keadaan mikrohabitat, vegetasi dan pemangsa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Notohadiprawiro (1998) komunitas yang kaya akan nutrisi dan kadar air mempunyai banyak organisme.


(49)

4.3 Frekuensi Kehadiran (Konstansi) Makroarthropoda Tanah Pada Lokasi Penelitian

Frekuensi kehadiran sering pula dinyatakan sebagai konstansi. Dari konstansi atau frekuensi kehadiran itu arthropoda tanah dikelompokkan atas empat kelompok, yaitu jenis aksidental (sangat jarang) bila konstansinya 0-25%, jenis asesoris (jarang) bila konstansinya 25-50%, jenis konstan (sering) bila konstansinya 50-75% dan jenis absolut (sangat sering) bila konstansinya lebih dari 75% (Suin, 1997). Frekuensi kehadiran masing-masing genus Arthropoda pada lokasi penelitian dapat terlihat pada Tabel 4.3:

Tabel 4.3 Nilai Frekuensi Kehadiran (%) dan Konstansi (KO) Makroarthropoda Tanah yang Terdapat di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PTPN III Sei Mangkei

No Genus Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

FK Ko FK Ko FK Ko

1 Oxyopes sp 13,333 % Aksidental 15,000% aksidental 21,667% aksidental

2 Blatta orientalis 3,333% Aksidental 6,667% aksidental 10,000% aksidental

3 Parcoblatta - - 13,333% aksidental 6,667% aksidental

4 Calasoma sp - - - - 6,667% aksidental

5 Phyllopaga larva 3,333 % Aksidental - - 3,333% aksidental

6 Forficula sp 10,000% Aksidental 13,333% aksidental 13,333% aksidental

7 Cardiocondyla sp 13,333% Aksidental 10,000% aksidental 10,000% aksidental

8 Odotomachus sp 6,667% Aksidental 10,000% aksidental 20,000% aksidental

9 Myrmica sp 6,667% Aksidental 20,000% aksidental 3,333% aksidental

10 Myrmecina sp 30,000% Assedental 31,667% assesoris 40,000% assesoris

11 Soleonopsis sp 10,000% Aksidental 10,000% aksidental 11,667% aksidental

12 Gryllus sp 18,333% Aksidental 23,333% aksidental 31,666% aksidental

13 Geophilus sp 3,333% Aksidental 13,333% aksidental 13,333% aksidental

14 Scolopendra sp - - - - 3,333% aksidental

15 Cylisticus convexus 6,667% Aksidental 10,000% aksidental 6,667% aksidental

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pada lokasi I jenis arthropoda tanah yang bersifat aksidental terdiri dari 11 jenis, assesoris 1, sedangkan pada lokasi II jenis yang bersifat aksidental 11 jenis, bersifat assesoris 1 jenis, kemudian pada lokasi III yang bersifat aksidental sebanyak 14 jenis, bersifat assesoris 1 jenis. Frekuensi kehadiran tertinggi dari ketiga lokasi penelitian adalah Myrmecina sp, pada lokasi I Frekuensi kehadiran terendah didapatkan dari jenis Blatta orientalis, Phylopaga larva dan Geophilus sp dengan nilai FK 3,333%. Pada lokasi II Frekuensi kehadiran terendah didapatkan dari jenis Blatta orientalis dengan nilai FK 6,667%, sedangkan pada lokasi III Frekuensi kehadiran terendah didapatkan dari jenis Myrmica sp,


(1)

Lampiran B Foto Pengambilan Sampel dan Alat yang Digunakan

Gambar: Pengambilan sampel lapangan


(2)

Lampiran C. Perhitungan Jumlah Individu yang didapatkan pada

masing-masing lokasi Penelitian.

A.

Lokasi I

Metode Fit Fall Trap

Jenis

Plot Sampling

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

14

15

Jumlah

Myrmecina sp

4 2 1 5 4 1 2 4 2

6

2

2

8

2

4

49

Soleonopsis sp

-

- - 1 - - 1 -

-

-

-

1

-

-

-

3

Myrmica sp

-

- - - 5 -

- -

-

-

-

2

-

-

-

7

Cardiocondyla sp

-

- - 3 - -

- 5 -

-

-

-

5

-

2

15

Oxyopes sp

1

- - - 2 -

- 2 -

-

-

1

-

1

1

8

Gryllus sp

2 1 1 - 1 1 - - 2

2

1

-

-

1

-

12

Jumlah

94

B.

Metode Kuadrat

Jenis

Plot Sampling

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 Jumlah

Myrmecina sp

-

-

-

-

2

-

-

1

-

-

1

-

-

-

-

4

Oxyopes sp

-

-

-

-

-

1

-

-

-

-

-

-

-

1

-

2

Geophilus sp

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1

-

-

-

-

1

Blatta orientalis

-

-

-

-

-

-

-

1

-

-

-

-

-

-

-

1

Gryllus sp

-

-

-

-

-

1

-

-

-

-

-

1

-

-

-

2

Phylopaga larva

-

1

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1

Cylisticus sp

-

-

-

-

1

-

-

-

-

-

1

-

-

-

-

2

Odotomachus sp

-

-

-

-

-

1

-

-

-

-

-

2

-

-

-

3

Forficula sp

1

-

-

-

-

-

-

1

-

-

-

-

1

-

-

2

Jumlah

19

Lokasi II

Metode Pit Fall Trap

Jenis

Plot Sampling

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14

15 Jumlah

Myrmecina sp

2

2

4

2

2

2

6

5

4

2

1

-

2

6

2

42

Myrmica sp

-

-

2

-

2

-

-

4

-

-

-

2

2

-

2

14

Cardiocondyla sp

-

-

-

-

-

-

-

-

5

-

-

-

8

-

6

19

Soleonopsis sp

-

-

-

1

-

-

-

-

1

-

-

1

-

-

-

3

Oxyopes sp

1

-

2

-

1

1

1

-

-

2

2

1

1

-

-

12

Gryllus sp

2

1

-

1

1

2

-

1

-

-

1

1

2

2

15


(3)

Metode Kuadrat

Jenis

Plot Sampling

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 Jumlah

Odotomachus sp

-

1

-

-

-

-

2

-

-

2

-

-

-

-

-

5

Myrmecina sp

-

1

-

-

1

-

-

1

-

-

-

2

-

2

-

7

Oxyopes sp

1

-

-

-

-

1

1

-

-

-

1

-

-

1

-

5

Geophilus sp

-

-

1

-

-

1

-

-

-

1

-

-

1

-

-

4

Gryllus sp

1

-

-

-

-

-

1

-

-

-

-

1

-

-

-

3

Blatta orientalis

-

-

-

1

-

-

-

-

1

-

-

-

-

-

-

2

Parcoblatta

-

-

-

-

1

-

-

1

-

-

-

-

1

-

1

4

Forficula

1

-

-

-

-

1

-

-

2

-

-

-

-

1

-

5

Cylisticus sp

-

-

2

-

-

-

-

-

-

-

2

-

-

-

1

5

Jumlah

35

Lokasi 3

Metode Pit Fall Trap

Jenis

Plot Sampling

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 Jumlah

Myrmecina sp

4

2

2

6

2

4

2

2

5

4

4

2

4

2

6

52

Soleonopsis sp

-

-

-

-

-

2

-

-

2

-

-

-

2

4

2

12

Myrmica sp

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

2

-

-

-

-

2

Cardiocondyla sp

-

-

-

-

2

-

-

-

5

-

-

-

-

-

2

9

Oxyopes sp

2

-

-

2

-

1

-

1

-

-

1

1

1

2

-

11

Gryllus sp

2

1

1

1

-

-

2

2

1

1

-

1

1

1

1

15

Blatta orientalis

-

-

-

-

1

-

-

-

-

1

-

-

-

-

1

3

Geophilus

-

-

2

-

-

-

-

2

-

-

-

1

1

-

6

Forficula sp

-

1

-

-

1

-

-

-

1

-

-

-

-

1

-

4

Jumlah

114

Metode Kuadrat

Jenis

Plot Sampling

1 2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

Jumlah

Myrmecina sp 1 1 1 - - 1 2 - - - 2 1 1 4 - 14

Odotomachus - - - 1 - - 1 - - 1 - - 1 1 1 6

Soleonopsis sp - - - - 1 - - - 1 - - - 2

Oxyopes sp 2 - - - - 1 - - - - 1 1 - - 1 6

Gryllus sp - - - 1 1 - 1 - - 1 - 2 - 1 2 9

Blatta orientalis - - - 1 - - - 1

Geophilus sp - - 1 - - - 1 - 1 - 1 - - 4

Forficula sp 1 1 - - - 1 - - - 1 - - - 1 - 5

Parcoblatta - - - 1 - - 1 - - - 2

Calasoma sp - - - - 1 - - - 1 - - - 2

Cylisticus convexus

- - - 2 - - - 4 - - - 6

Scolopendra sp - - - 1 - - - 1

Phyllopaga larva - - - 1 - - - 1


(4)

Lampiran D. Contoh Perhitungan

Luas Ember = πr

2

= 3,14 x 8 x 8

= 2009,96 cm

2

Luas Areal = 10000: 200,96 = 49,76

Metode Pit Fall Trap

-

Menghitung K

spesies

= Jlh Spesies pada Plot/Ulangan: Plot/Ulangan x Luas

Areal

K

Myrmecina

= 52 : 15 x 49,76

= 172,501

-

Menghitung KR

= K spesies : Jlh total K spesies x 100 %

= 172,501 x 100%

= 45,61%

-

Menghitung FK

= Jlh Plot yang ditempati suatu spesies : total plot x

100%

= 15 : 30 x 100%

= 50 %


(5)

LAMPIRAN E. ANALISIS KORELASI

kelemba

ban pH suhu kadar_

air

C_orga

nic Mg_tukar

Ca_tuk ar

K_tu

kar N_total C_N P_tersedia H kelembaban Pearson

Correlat

ion 1 -.365 -.664 .747 .913 .793 -.563 .849 .980 -.931 .920 -.475

Sig.

(2-tailed) .762 .538 .463 .268 .417 .619 .354 .129 .237 .256 .685

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Ph Pearson Correlat

ion -.365 1 -.454 -.892 -.714 -.857 -.564 -.802 -.545 .679 -.701 -.645

Sig.

(2-tailed) .762 .700 .299 .494 .345 .619 .408 .633 .525 .506 .553

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Suhu Pearson Correlat

ion -.664 -.454 1 .001 -.300 -.071 .992 -.168 -.500 .346 -.318 .974

Sig.

(2-tailed) .538 .700 .999 .806 .955 .081 .892 .667 .775 .794 .147

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

kadar_air Pearson Correlat

ion .747 -.892 .001 1 .954 .997

*

.129 .985 .865 -.938 .948 .230

Sig.

(2-tailed) .463 .299 .999 .195 .046 .918 .109 .334 .226 .207 .852

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

C_organic Pearson Correlat

ion .913 -.714 -.300 .954 1 .973 -.176 .991 .976 -.999

* 1.000* -.074

Sig.

(2-tailed) .268 .494 .806 .195 .149 .887 .086 .140 .031 .012 .953

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Mg_tukar Pearson Correlat

ion .793 -.857 -.071 .997

* .973 1 .057 .995 .899 -.960 .968 .159

Sig.

(2-tailed) .417 .345 .955 .046 .149 .964 .063 .288 .180 .161 .898


(6)

Ca_tukar Pearson Correlat

ion -.563 -.564 .992 .129 -.176 .057 1 -.042 -.386 .224 -.195 .995

Sig.

(2-tailed) .619 .619 .081 .918 .887 .964 .974 .748 .856 .875 .065

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

K_tukar Pearson Correlat

ion .849 -.802 -.168 .985 .991 .995 -.042 1 .938 -.983 .988 .061

Sig.

(2-tailed) .354 .408 .892 .109 .086 .063 .974 .226 .117 .098 .961

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

N_total Pearson Correlat

ion .980 -.545 -.500 .865 .976 .899 -.386 .938 1 -.986 .980 -.289

Sig.

(2-tailed) .129 .633 .667 .334 .140 .288 .748 .226 .108 .127 .813

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

C_N Pearson Correlat

ion -.931 .679 .346 -.938 -.999

* -.960 .224 -.983 -.986 1 -1.000* .123

Sig.

(2-tailed) .237 .525 .775 .226 .031 .180 .856 .117 .108 .019 .922

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

P_tersedia Pearson Correlat

ion .920 -.701 -.318 .948 1.000

* .968 -.195 .988 .980

-1.000* 1 -.093

Sig.

(2-tailed) .256 .506 .794 .207 .012 .161 .875 .098 .127 .019 .941

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

H Pearson Correlat

ion -.475 -.645 .974 .230 -.074 .159 .995 .061 -.289 .123 -.093 1

Sig.

(2-tailed) .685 .553 .147 .852 .953 .898 .065 .961 .813 .922 .941

N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).