Analisa Kebutuhan Oksigen Secara Kimiawi Limbah Cair Pabrik Gula Rafinasi Di Kawasan Industri Medan

(1)

ANALISA KEBUTUHAN OKSIGEN SECARA KIMIAWI

LIMBAH CAIR PABRIK GULA RAFINASI

DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN

TUGAS AKHIR

MELDA MEGAWATI BR.SIREGAR

112401007

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUA ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISA KEBUTUHAN OKSIGEN SECARA KIMIAWI

LIMBAH CAIR PABRIK GULA RAFINASI

DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat

memperoleh Ahli Madya

MELDA MEGAWATI BR.SIREGAR

112401007

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISA KEBUTUHAN OKSIGEN

SECARA KIMIAWI LIMBAH CAIR

PABRIK GULA RAFINASI DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : MELDA MEGAWATI BR. SIREGAR

Nomor Induk Mahasiswa : 112401007

Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Mei 2014

Disetujui oleh :

Program Studi D3 Kimia Analis

Ketua, Pembimbing,

(Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si) (Drs. Jamahir Gultom P.hD) NIP. 195512181987012001 NIP.195209251977031001 Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua,

(Dr. Rumondang Bulan, M.S)


(4)

PERNYATAAN

ANALISA KEBUTUHAN OKSIGEN SECARA KIMIAWI LIMBAH CAIR PABRIK GULA RAFINASI DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN

s

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2014

MELDA MEGAWATI BR.SIREGAR 112401007


(5)

PENGHARGAAN

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang diberi judul : “ANALISA KEBUTUHAN OKSIGEN SECARA KIMIAWI LIMBAH CAIR PABRIK GULA RAFINASI DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN”. Karya ilmiah ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan agar dapat menyelesaikan pendidikan Diploma 3 Kimia Analis.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua orangtua penulis ayahanda Alm. R.Siregar dan Ibunda Crismi Rewentina Simatupang yang memberikan kasihsayang dan doa restunya kepada penulis serta dukungan baik secara materi maupun moril sehingga dapat menghantarkan penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Selama penulisan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : Ibu Dr. Rumondang Bulan,MS selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA- USU ; Bapak Drs. Jamahir Gultom,P.hD , selaku dosen pembimbing dan penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulisan karya ilmiah ini ; Seluruh dosen dan staff administrasi Jurusan Kimia Analis FMIPA USU yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan ; Bang Fadhil, Ibu Sumarni dan, Ibu Mardiani selaku pembimbing disaat praktek lapangan kerja ; dan sahabat saya Suciyanti Sitanggang, Anni Rahmani Purba, Sakinah Pulungan selaku partner saya dalam praktek lapangan kerja; Teman dekat saya, Winarto Sagala yang telah memberikan perhatian dan bantuan dalam penyelesaian karya ilmiah ini serta Seluruh rekaan-rekan mahasiswa Kimia Analis khususnya angkatan 2011 yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.

Atas segala bantuan, penulis hanya dapat berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar memberikan balasan atas segala kebaikan dari berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis memohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan karya ilmiah ini.


(6)

Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Mei 2014


(7)

ANALISA KEBUTUHAN OKSIGEN SECARA KIMIAWI LIMBAH CAIR PABRIK GULA RAFINASI DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN

ABSTRAK

Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen. Analisa KOK berdasarkan hampir

semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan K2Cr2O7 dalam suasana asam. Dari analisa , kadar COD pada air limbah

Pabrik Gula Rafinasi Kawasan Industri Medan pada minggu I: Inlet 17.956,80 mg/L, outlet : 5.036,16 mg/L, minggu II: Inlet 24.148,80 mg/L, outlet : 7.925,76 mg/L, minggu III : Inlet 25.180,80 mg/L, outlet : 8.256,00 mg/L, minggu IV : Inlet 19.608,00 mg/ L, and oulet : 6.357,12 mg/ L.


(8)

CHEMICAL OXYGEN DEMAND ANALYSIS OF REFINED SUGAR INDUSTRY MEDAN WASTEWATER

ABSTRACT

Chemical oxygen demand (COD) is the amount of oxygen required to oxidize organic substances present in 1 liter of water samples, in which the oxidizing agent K2Cr2O7 is used as a source of oxygen. Analysis COD based on most of all organic

material can be oxidised to become carbondioksida and water, the constructively K2Cr2O7 in acid solution. From analysis, COD concentrate at wastewater of Refined

Sugar Industry Medan Wastewater at first week : Inlet 17.956,80 mg/L, outlet : 5.036,16 mg/L, second week : Inlet 24.148,80mg/L, outlet : 7.925,76 mg/L, third week : Inlet 25.180,80 mg/L, outlet : 8.256,00 mg/L, fourth week : Inlet 19.608,00 mg/ L, and oulet : 6.357,12 mg/ L.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman PERSETUJUAN

i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Permasalahan 3

1.3.Tujuan 3

1.4.Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air 4

2.1.1. Kualitas Air 4

2.1.2. Dampak Pencemaran Air 5

2.1.3. Indikator Pencemaran Air 6

2.1.4. Parameter Kualitas Air 7

2.2. Limbah 12

2.2.2. Limbah Cair 13

2.2.3. Sumber Limbah Cair 14

2.2.4. Pengolahan Air Limbah 16

2.3. COD (Chemical Oxygen Demand) 18

2.3.1. Prinsip Analisa 19

2.3.2. Gangguan Tes COD 20

2.3.3. Keuntungan Tes COD dibandingkan dengan Tes BOD 21 2.3.4. Kekurangan Tes COD dibandingkan dengan Tes BOD 21

2.4. Gula Rafinasi (Refined Sugar) 22

2.4.1. Tahapan Gula Rafinasi 22


(10)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan bahan 26

3.1.1. Alat 26

3.1.2. Bahan 27

3.2. Prosedur Analisa 27

3.2.1. Persiapan Pereaksi 27

3.2.2. Prosedur Percobaan 27

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 30

4.1.1. Data Hasil Analisa KOK 30

4.1.2. Perhitungan 30

4.2. Pembahasan 35

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 37

5.2. Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1. Perbandingan rata-rata angka BOD5 / COD 18

untuk beberapa jenis air


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lamp


(13)

ANALISA KEBUTUHAN OKSIGEN SECARA KIMIAWI LIMBAH CAIR PABRIK GULA RAFINASI DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN

ABSTRAK

Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen. Analisa KOK berdasarkan hampir

semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan K2Cr2O7 dalam suasana asam. Dari analisa , kadar COD pada air limbah

Pabrik Gula Rafinasi Kawasan Industri Medan pada minggu I: Inlet 17.956,80 mg/L, outlet : 5.036,16 mg/L, minggu II: Inlet 24.148,80 mg/L, outlet : 7.925,76 mg/L, minggu III : Inlet 25.180,80 mg/L, outlet : 8.256,00 mg/L, minggu IV : Inlet 19.608,00 mg/ L, and oulet : 6.357,12 mg/ L.


(14)

CHEMICAL OXYGEN DEMAND ANALYSIS OF REFINED SUGAR INDUSTRY MEDAN WASTEWATER

ABSTRACT

Chemical oxygen demand (COD) is the amount of oxygen required to oxidize organic substances present in 1 liter of water samples, in which the oxidizing agent K2Cr2O7 is used as a source of oxygen. Analysis COD based on most of all organic

material can be oxidised to become carbondioksida and water, the constructively K2Cr2O7 in acid solution. From analysis, COD concentrate at wastewater of Refined

Sugar Industry Medan Wastewater at first week : Inlet 17.956,80 mg/L, outlet : 5.036,16 mg/L, second week : Inlet 24.148,80mg/L, outlet : 7.925,76 mg/L, third week : Inlet 25.180,80 mg/L, outlet : 8.256,00 mg/L, fourth week : Inlet 19.608,00 mg/ L, and oulet : 6.357,12 mg/ L.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta serta makhluk hidup lainnya. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan dengan bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi mendatang (Effendi, 2003).

Selain penggunaan air secara konvensional, air juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yaitu menunjang kegiatan industri dan teknologi. Kegiatan industri dan teknologi tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Dalam hal ini sangat diperlukan agar industri dan teknologi dapat berjalan dengan baik. Dalam kegiatan industri dan teknologi, air digunakan antara lain sebagai air proses, air pendingin, air ketel uap penggerak turbin, air utilitas, dan sanitasi . Peningkatan pertumbuhan industri yang terus berlangsung memberi dampak positif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini juga memberi dampak negatif bagi lingkungan akibat dari limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut.


(16)

Untuk itu dibuat standart baku mutu limbah industri. Suatu analisa lengkap tentang limbah yang berpengaruh harus tidak hanya mencakup analisa fisik, analisa kimiawi dan sekali- sekali bakteriologis, tetapi juga harus dsertai dengan penelitian tentang kesehatan.

COD merupakan parameter kekuatan limbah cair. COD merupakan ukuran persyaratan kebutuhan okidasi sampel yang berada dalam kondisi tertentu, yang ditentukan dengan menggunakan suatu oksidasi kimiawi. Indikator ini umumnya berguna pada limbah industri. Pada suatu sistem tertentu terdapat hubungan antara COD dan BOD, tetapi bervariasi antara satu kota lain dengan lainnya (Soeparman, 2001).

Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang

dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik yang ada dalam 1 L sampel air melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi dengan kalium bikromat atau K2Cr2O7 menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom.

Kalium bikromat digunakan sebagai sumber oksigen (Oxiding Agent).

Perlu dilakukan analisa COD, karena COD dapat mengoksidasi zat- zat organik yang terdapat dalam air limbah yang melalui reaksi kimia, sehingga air limbah dapat dibuang di perairan sekeliling (Wardhana, 1995).


(17)

1.2. Permasalahan

1. Berapakah kadar KOK limbah cair yang telah dianalisa dari Pabrik Gula Rafinasi di Kawasan Industri Medan.

2. Apakah kadar KOK limbah cair Pabrik Gula Rafinasi di Kawasan Industri Medan setelah pengolahan telah memenuhi standar baku mutu air limbah yang telah ditetapkan Pemerintah sebelum dibuang ke badan air.

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui apakah kadar KOK limbah cair Pabrik Gula Rafinasi di Kawasan Industri Medan sebelum dibuang ke badan air telah memenuhi satandar baku mutu air limbah yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup.

1.4. Manfaat

Dapat memberikan informasi tentang kelayakan kadar KOK dari limbah cair Pabrik Gula Rafinasi di Kawasan Industri Medan serta dapat melakukan pengendalian perairan jika terjadi pencemaran di sekitar kawasan industri yang dimaksud.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Air

Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus- menerus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama.

Indonesia telah memiliki Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang klasifikasi dan kriteria mutu air, yang mengelompokkan mutu air menjadi empat kelas yaitu :

1. Kelas satu : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.


(19)

2. Kelas dua : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/ sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3. Kelas tiga : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk membudidayakan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4. Kelas empat : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

(http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sda/PP82-2001PengelolaanKualitasAir.pdf)

2.1.1. Dampak Pencemaran Air

Pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman atau punahnya populasi organisme perairan seperti benthos, perifiton, dan plankton. Dengan menurunnya atau punahnya organisme tersebut maka sistem ekologis perairan dapat terganggu.

Sistem ekologis perairan (ekosistem) mempunyai kemampuan untuk memurnikan kembali lingkungan yang telah tercemar sejauh beban pencemaran masih berada dalam batas daya dukung lingkungan yang bersangkutan.


(20)

Apabila beban pencemaran melebihi daya dukung lingkungannya maka kemampuan itu tidak dapat dipergunakan lagi. Pencemaran air selain menyebabkan dampak lingkungan yang buruk, seperti menimbulkan bau, menurunnya keanekaragaman, dan mengganggu estetika juga berdampak negatif bagi kesehatan makhluk hidup, karena di dalam air yang tercemar selain mikroorganisme patogen, juga mengandung banyak komponen – komponen yang beracun (Nugroho, 2006).

2.1.2. Indikator Pencemaran Perairan

Beberapa karakteristik atau indikator kualitas air yang disarankan untuk dianalisis sehubungan pemanfaatan sumberdaya air untuk keperluan, antara lain pengamatan fisika, kimia, dan biologis (Effendi, 2003).

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :

1. Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna, dan adanya perubahan warna, bau, dan rasa.

2. Pengamatan kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut dan perubahan pH.


(21)

Indikator yang umum digunakan pada pemeriksaan pencemaran air adalah oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD), serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand,COD) (Irianto dan Machbub, 2003).

2.1.3. Parameter Kualitas Air

Untuk mengetahui apakah suatu perairan tercemar atau tidak, diperlukan tahap pengujian untuk menentukan tingkat pencemaran tersebut. Beberapa parameter uji kualitas air umumnya harus diketahui (Astri, 2006).

Adapun parameter kualitas air antara lain adalah : A. Parameter Fisika

a. Suhu

Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam badan air. Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu badan air.

Hal ini erat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan untuk mengetahui kondisi perairan dan interaksi anatara suhu dengan aspek kesehatan habitat dan biota air lainnya. kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut :

1. jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun. 2. kecepatan reaksi kimia meningkat.


(22)

4. jika batas suhu yang dimatikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati (Fardiaz, 1992).

b. Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid,TSS) dan Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid,TDS)

Fardiaz (1992) mengemukakan bahwa padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air. Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu, pengendapan dan pembusukan bahan- bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan.

Total padatan terlarut merupakan bahan- bahan terlarut dalam air yang tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran 0,45 µm. Padatan ini terdiri dari senyawa- senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral, dan garam- garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion- ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul sabun, detergen, dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian.


(23)

B. Parameter Kimia

a. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen,DO)

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terdapat di perairan dalam bentuk molekul oksigen bukan dalam bentuk molekul hidrogenoksida, biasanya dinyatakan dalam mg/L (ppm).

Oksigen bebas dalam air dapat berkurang bila dalam air terdapat kotoran/ limbah organik yang degradable. Dalam air yang kotor selalu terdapat bakteri, baik yang aerob maupun yang anaerob. Bakteri ini akan menguraikan zat organik dalam air menjadi persenyawaan yang tidak berbahaya. Misalnya nitrogen diubah menjadi persenyawaan nitrat, belerang diubah menjadi persenyawaan sulfat. Bila oksigen bebas dalam air habis/ sangat berkurang jumlahnya maka yang bekerja, tumbuh dan berkembangnya adalah bakteri anaerob (Darsono, 1992).

Ibrahim (1982) mengemukakan bahwa kelarutan oksigen di perairan bervariasi antara 7-14 ppm. Kadar oksigen terlarut dalam air pada sore hari >20 ppm. Besarnya kadar oksigen di dalam air bergantung juga pada aktivitas fotosintesis organisme di dalam air.

Semakin banyak bakteri di dalam air akan mengurangi jumlah oksigen di dalam air. Kadar oksigen terlarut di alam, umumnya < 2 ppm.

Kalau kadar DO dalam air tinggi maka akan mengakibatkan instalasi menjadi berkarat, oleh karena itu, diusahakan kadar oksigen terlarutnya 0 ppm


(24)

b. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD5)

Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis (KOB) adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses- proses mikrobiologi yang benar- benar terjadi di dalam air.

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem- sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah, kalau suatu badan air dicemari oleh zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan- ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut (Alaerts, 1987).

BOD akan semakin tinggi jika derajat pengotoran limbah semakin besar. BOD merupakan indikator pencemaran penting untuk menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah, sampah industri, atau air yang telah tercemar. BOD biasanya dihitung dalam 5 hari pada suhu 20˚C. Nilai BOD yang tinggi dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut tetapi syarat BOD air limbah yang diperbolehkan dalam suatu perairan di Indonesia adalah sebesar 30 ppm (Mahida,1986).


(25)

1. Dalam uji BOD (Biological Oxygen Demand) ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan- bahan organik atau bahan- bahan tereduksi lainnya, yang disebut juga Intermediate Oxygen Demand.

2. Uji BOD (Biological Oxygen Demand) membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu lima hari.

3. Uji BOD (Biological Oxygen Demand) yang dilakukan selama lima hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD, melainkan ± 68% dari total BOD (Biological Oxygen Demand).

4. Uji BOD (Biological Oxygen Demand) tergantung dari adanya senyawa penghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil uji BOD kurang teliti.

c. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand)

Effendi (2003) mengemukakan COD sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan

H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling

baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Uji ini disebut dengan uji COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan- bahan organik yang terdapat di dalam air.


(26)

Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologis secara cepat berdasarkan pengujian BOD lima hari, tetapi senyawa- senyawa organik tersebut juga menurunkan kualitas air. Bakteri dapat mengoksidasi zat organik menjadi CO2 dan H2O. Kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi, sehingga

menghasilkan nilai COD yang lebih tinggi dari BOD untuk air yang sama.

Bahan- bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. 96% hasil uji COD yang selama 10 menit, kira- kira akan setara dengan hasil uji BOD selama lima hari (Kristianto, 2002).

2.2. Limbah

Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik. Tinja, kencing, sisa-sisa sabun, sampah, sisa-sisa kain buruk dan pasir terdapat di dalam campuran larutan cairan encer ini, yang kelihatan kelam dan akan sedikit berbau selama masih segar (baru). Air cucian dari jalan dan atap rumah dan air tanah yang merembes ke dalam selokan-selokanyang jarang sekali mempunyai sambungan-sambungan yang kedap air memberi sumbangan yang berarti pada apa yang tersebut di atas ini dan kadarnya pun dapat dirobah selanjutnya dengan adanya sampah-sampah yang


(27)

Pelimbahan itu banyak berbeda dalam kekuatan dan komposisinya dari suatu kota ke kota yang lain disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang nyata dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang berbeda-beda, sifat makanan mereka dan pakaian per kapita (Mahida, 1986).

2.2.1. Limbah Cair

Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam sistem prosesnya. Disamping itu, ada pula bahan baku yang mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya air harus dibuang. Semua jenis perlakuan ini mengakibatkan buangan air. Pada beberapa pabrik tertentu, misalnya pabrik pengolahan kawat, seng, besi, baja, sebagian besar air dipergunakan untuk pendinginan mesin ataupun dapur pengecoran.

Air ini dipompa dan sumbernya lalu dilewatkan pada bagian-bagian yang membutuhkan pendinginan, kemudian dibuang. Oleh sebab itu, pada saluran pabrik terlihat air mengalir dalam volume yang cukup besar. Air ketel akan dibuang pada waktu-waktu tertentu setelah melalui pemeriksaan laboratorium, sebab air ini tidak memenuhi syarat lagi sebagai air ketel dan karenanya harus dibuang. Bersamaan dengan itu dibutuhkan pula sejumlah air untuk mencuci bagian dalam ketel. Pencucian lantai pabrik setiap hari untuk beberapa pabrik tertentu membutuhkan air dalam jumlah banyak.


(28)

Jumlah air terus- menerus diperlukan mencuci peralatan, lantai, dan lain-lain. Air dari pabrik membawa sejumlah padatan dan partikel baik yang larut maupun mengendap. Bahan ini ada yang kasar dan halus. sering sekali air dari pabrik berwarna keruh dan temperaturnya tinggi.

Air yang mengandung senyawa kimia beracun dan berbahaya mempunyai sifat tersendiri. Air limbah yang telah tercemar memberikan ciri yang dapat diindetifikasi secara visual dapat diketahui dari kekeruhan, warna air, rasa, bau yang ditimbulkan dan indikasi lainnya.

Sedangkan identifikasi secara laboratorium, ditandai dengan perubahan sifat kimia air dimana air telah mengandung bahan kimia yang beracun dan berbahaya dalam konsentrasi yang melebihi batas dianjurkan. Jenis industri menghasilkan limbah cair diantaranya adalah industri- industri pulp dan rayon, pengolahan crumb rubber, minyak kelapa sawit, baja dan besi, minyak goreng, kertas, tekstil, kaus tiksoda, elektro planting, plywood, tepung tapioka, pengalengan, pencelupan dan pewarnaan. Jumlah limbah yang dikeluarkan masing- masing industri ini tergantung pada banyak produksi yang dihasilkan, serta jenis produksi (Perdana, 1992).

2.2.2. Sumber Limbah Cair


(29)

1. Aktivitas Manusia

Aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair sangat beragam, sesuai dengan jenis kebutuhan hidup manusia yang sangat beragam pula. Beberapa jenis diantaranya adalah :

a. Aktivitas Bidang Rumah Tangga

Sangat banyak aktivitas bidang rumah tangga yang menghasilakan limbah cair antara lain mencuci pakaian, mencuci alat makan/ minum, memasak makanan dan minuman, mandi, mengepel lantai, mencuci kendaraan, penggunaan toilet, dan sebagainya.

b. Aktivitas Bidang Perkantoran

Aktivitas perkantoran pada umumnya merupakan kegiatan pelayanan masyarakat. Limbah cair dari sumber ini biasanya dihasilkan dari aktivitas kantin yang menyediakan makanan dan minuman bagi pegawai, aktivitas penggunaan toilet (kamar mandi, WC, wesatafel), aktivitas pencucian peralatan dan sebagainya.

c. Aktivitas Bidang Perdagangan

Kegiatan dalam bidang perdagangan yang menghasilkan limbah cair, yaitu pengepelan lantai gedung, pencucian alat makan dan minum di restoran, penggunaan toilet, pencucian pakaian, pencucian kendaraan, dan sebagainya.


(30)

d. Aktivitas Bidang Perindustrian

Aktivitas bidang perindustrian juga sangat bervariasi. Variasi kegiatan bidang perindustrian dipengaruhi anatara lain oleh faktor jenis bahan baku yang diolah/ diproses, jenis bahan jadi yang dihasilkan, kapasitas produksi, teknik/ jenis proses produksi yang diterapakan, kemampuan modal, jumlah karyawan, serta kebijakan manajemen industri.

e. Aktivitas Bidang Pertanian

Aktivitas bidang pertanian menghasilkan limbah cair karena digunakannya air untuk mengairi lahan pertanian. Peristiwa pengayaan nutrient yang berlebihan pada badan air yang dikenal dengan istilah euthrofikasi merupakan salah satu akibat dari pencemaran limbah cair pertanian.

f. Aktivitas Bidan Pelayanan Jasa

Karakteristik limbah cair dari kegitan pertanian, perdagangan, dan pelayanan jasa secara umum mempunyai kesamaan. Limbah cair kegitan ini dimasukkan ke dalam kelompok limbah cair domestik.

2. Aktivitas Alam

Hujan merupakan aktivitas alam yang menghasilkan limbah cair yang disebut larian (strom water runoff). Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian akan merembes ke


(31)

Air larian yang jumlahnya berlebihan sebagai akibat dari hujan yang turun dengan intensitas tinggi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan saluran air hujan (strom water) teraliri dalam jumlah yang berlebihan kapasitas, dan dapat menyebabkan terjadinya banjir. Atas dasar itu, air hujan atau air larian perlu diperhitungkan dalam perencanaan sistem saluran limbah cair (Soeparman, 2001).

2.2.3. Pengolahan Air Limbah

Secara umum, pengolahan air limbah dapat dikelompokkan menjadi : 1. Pengolahan Awal/ pendahuluan (Preliminary Treatment)

Tujuan utama dari tahap ini adalah usaha untuk melindungi alat- alat yang ada pada instalasi pengolahan air limbah.

Pada tahap ini, dilakukan penyaringan, penghancuran, atau pemisahan air dari partikel- partikel yang dapat merusak alat- alat pengolahan air limbah , seperti pasir, sampah, plastik, dan lain- lain.

2. Pengolahan primer (Primary Treatment)

Tujuan pengolahan yang dilakukan pada tahap ini adalah menghilangkan partikel- partikel padat organik dan anorganik melalui proses fisika, yakni sedimentasi dan flotasi. Sehingga partikel padat akan mengendap sedangkan partikel lemak dan minyak akan berada di atas/ permukaan.

3. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)

Pada tahap ini air limbah diberi mikroorganisme dengan tujuan untuk menghancurkan atau menghilangkan material organik yang masih ada pada air


(32)

Tiga buah pendekatan yang umumnya digunakan pada tahap ini adalah fixed film, suspended film, dan lagon sistem.

4. Pengolahan Akhir (Final Treatment)

Fokus dari pengolahan akhir (Final Treatment) adalah menghilangkan mikroorganisme penyebab penyakit yang ada apada air. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menambahakan khlorin ataupun dengan menggunakan sinar ultraviolet.

5. Pengolahan Lanjutan (Advanced Treatment)

Pengolahan lanjutan diperlukan untuk membuat komposisi air limbah sesuai dengan yangn dikehendaki. Misalnyauntuk menghilangkan kandungan fosfor ataupun amonia dari air limbah (Sunu, 2001).

2.3.COD (Chemical Oxygen Demand)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang

ada dalam 1 L sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber

oksigen (Oxidizing Agent). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasi kan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Analisa COD berbeda dengan analisa BOD namun perbandingan antara COD dengan


(33)

Jenis air BOD5 /COD

Air buangan domestik (penduduk) Air buangan domestik setelah pengendapan primer

Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis Air sungai

0,40-0,60 0,60 0,20

0,10

Sumber : Alaerts,1984

Angka perbandingan yang lebih rendah dari yang seharusnya, misalnya untuk air buangan penduduk (domestik) < 0,20, menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat racun bagi mikroorganisme. Tidak semua zat-zat organis dalam air buangan maupun air permukaan dapat dioksidasikan melalui tes COD atau BOD.

2.3.1. Prinsip Analisa

Sebagian besar zat organis melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7

dalam keadaan asam yang mendidih (reaksi 1) :

CaHbOc + Cr2O72- +H+ Δ E CO2 + H2O + Cr3+ (1)

Ag2SO4

(Zat organis) (kuning) (hijau)

Selama reaksi yang berlangsung ± 2 jam ini, uap direfluks dengan alat kondensor agar zat organis volatil tidak lenyap keluar. Perak sulfat Ag2SO4 ditambahkan sebagai


(34)

Sedang merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan. Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organis habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus terisa

sesudah direfluks. K2Cr2O7 yang tersisa di dalam larutan tersebut digunakan untuk

menentukan brp oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalu

titrasi ferro amonium sulfat (FAS), dimana reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut :

6Fe2+ + Cr2O72- + 14H2+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O (2)

Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan organik sebelum reaksi oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan berubah menjadi hijau. Indikator Ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau- biru larutan berubah menjadi coklat-merah. Sisa K2Cr2O7 dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko tidak

mengandung zat organis yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7 (Alaetrs, 1987).

Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadapa bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang diperlukan. Ini berarti bahwa air lingkungan makin banyak tercemar oleh bahan buangan organik (Wardhana, 1995).


(35)

2.3.2. Gangguan tes COD

Gangguan dalam tes COD adalah :

1. Kadar klorida (Cl-) sampai 2000 mg/L di dalam sampel dapat mengganggu bekerjanya katalisator Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh

kromat, sesuai dengan reaksi di bawah :

6Cl- + Cr2O7 + 14 H+ 3Cl2 + 2Cr3+ + 7H2O

Gangguan ini dihilangkan dengan penambahan merkuri sulfat (Hg2SO4) pada

sampel, sebelum penambahan reagen lainnya. Ion merkuri bergabung dengan ion klorida membentuk merkuri klorida (HgCl2) ,sesuai reaksi dibawah :

Hg2+ + 2Cl- HgCl2

Dengan adanya ion Hg2+ ini, konsentrasi ion Cl- menjadi sangat kecil dan tidak mengganggu oksidasi zat organis dalam tes COD.

2. Nitrit (NO2-) juga teroksidasi menjadi Nitrat (NO3-)

1 mg NO2 - 1,1 mg COD. Kalau konsentrasi NO2-N > 2 mg/L, maka harus ada

penambahan 10 mg asam sulfamat per mg NO2-N baik dalam sampel maupun

dalam blanko.

2.3.3. Keuntungan tes COD dibandingkan dengan tes BOD

Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam, sedangkan analisa BOD5


(36)

Untuk menganalisa COD antara 50 sampai 800 mg/L, tidak dibutuhkan pengenceran sampel sedang pada umumnya analisa BOD selalu membutuhkan pengenceran. Ketelitian dan ketepatan (reproducibility ) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD.

Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes BOD, tidak menjadi soal pada tes COD (Alaerts,1987).

Selain itu, Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari pada uji BOD karena bahan- bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sebgai contoh, selulosa sering tidak terukur melalui uji BOD karena sukar dioksidasi melalui reaksi biokimia, tetapi dapat terukur melalui uji COD (Fardiaz, 1992 ).

2.3.4. Kekurangan tes COD dibandingakan dengan tes BOD

Tes COD hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi di alam), sehingga merupakan suatu pendekatan saja.

Karena hal tersebut, maka tes COD tidak dapat membedakan antara zat-zat yang sebenarnya teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis (Alaerts, 1987).


(37)

Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat (kalium bikromat/ K2Cr2O7) dalam suasana asam.

Dengan menggunakan kalium bikromat sebagai oksidator , diperkirakan sekitar 95%- 100% bahan organik dapat dioksidasi (Effendi, 2003).

2.4.Gula Rafinasi (Refined Sugar)

Gula rafinasi merupakan gula yang diproduksi dari bahan baku gula Kristal mentah (Raw Sugar) melalui proses rafinasi untuk memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman serta kebutuhan dibidang farmasi. Kata rafinasi diambil dari kata refinery artinya menyuling, menyaring dan membersihkan.

2.4.1. Tahapan Gula Rafinasi

Gula sukrosa yang diproduksi melalui tahapan pengolahan gula kristal mentah yang meliputi:

a. Afinasi adalah Proses pencucian gula kristal mentah yang telah dicampur dengan air atau sirup dalam mixer, kemudian menggunakan mesin sentrifugal untuk menghilangkan lapisan tetes yang ada dipermukaan kristal.

b. Pelarutan kembali (Remelting) adalah proses pelarutan gula Kristal mentah yang telah di afinasi menjadi sirup.

c. Klarifikasi adalah proses pemurnian sirup dengan cara karbonatasi, fosfatasi atau proses lainnya.


(38)

d. Filtrasi adalah proses penyaringan sirup hasil klarifikasi menggunakan penyaring bertekanan untuk menjernihkan sirup dari endapan atau partikel lainnya.

e. Dekolorisasi adalah proses pemucatan warna sirup hasil filtrasi dengan penukar ion, karbon aktif atau bahan penyerap lainnya.

f. Kristalisasi adalah proses pengkristalan sukrosa dalam sirup dengan cara penguapan dan pemberian bibit (seed) sehingga menghasilkan campurank kristal sukrosa dan larutan induk.

g. Fugalisasi adalah proses pemisahan kristal sukrosa dari campuran kristal sukrosa dan larutan induk dalam masakan dengan menggunakan mesin sentrifugal.

h. Pengeringan dan pendinginan adalah proses pengeringan kandungan air dalam kristal sukrosa dengan menggunakan pengering gula (sugar drier) dilanjutkan dengan pendingingan (SNI 3140 . 2 : 2011).

2.4.2. Limbah Proses Gula Rafinasi

Secara garis besar limbah dari proses pembuatan gula rafinasi dibagi menjadi 3 yaitu limbah padat, gas dan cair.

A. Limbah Padat a. Blotong


(39)

Mud liquor/ filter mud dipisahkan antara cairan dan padatannya menggunakan mesin filter press.

Bagian padatan hasil pengepresan inilah yang disebut dengan blotong. Sementara ini, pengelolaan blotong dapat digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk dan sebagai tanah urukan.

b. Batu dan endapan kapur

Limbah ini dihasilkan dari stasiun pembuatan lime milk (susu kapur).

Batu yang dimaksud adalah batu yang tercampur dengan kapur dalam karung. Batu yang terbawa dipisahkan dari kapur pada proses pemisahan (sortasi). Hal ini dilakukan agar kapur yang diolah benar-benar bersih dan tidak terdapat bahan yang mengganggu proses. Sedangkan endapan kapur adalah endapan sisa pengolahan susu kapur (Ca(OH)2). Penanganan limbah ini sama halnya dengan

dengan pengelolaan blotong yaitu digunakan sebagai bahan pembuat pupuk dan sebagai tanah urukan.

B. Limbah Gas

Limbah gas berasal dari sisa pembakaran MFO pada boiler dan gas buangan dari karbonator. Jumlah limbah gas yang dihasilkan tergolong sedikit sehingga tidak menimbulkan polusi udara. Hal ini dikarenakan gas CO2 yang biasanya dibuang

sebagai limbah gas digunakan untuk membantu proses produksi. Oleh karena itu, CO2 yang dibuang hanya sebagian kecil saja.


(40)

Sarana pembuangan gas berupa cerobong yang dilengkapi dengan filter untuk memisahkan kotoran dan gas buangan. Melalui filter ini, harapannya gas yang dibuang ke udara sudah bersih sehingga tidak mencemari udara.

C. Limbah Cair

a. Sisa proses produksi

Limbah cair proses produksi filter mud/ mud liquor yang tidak tertampung lagi dalam tangki merupakan cairan yang mengandung kotoran sehingga berwarna coklat seperti lumpur. Disisi lain cairan ini masih mengandung gula cukup tinggi sehingga masih dapat dimanfaatkan. Seharusnya seluruh larutan filter mud diolah pada filter press. Namun, karena jumlah mesin filter press hanya satu maka kapasitas mesin ini tidak mencukupi untuk memproses seluruh filter mud. Oleh karena itu sebagian larutan dibuang pada saat tangki penuh untuk menghindari kebanjran pada area produksi.

b. Bahan kimia

Bahan kimia yang dimaksud adalah bahan sisa hasil analisa laboratorium. Bahan kimia merupakan bahan yang mudah bereaksi satu dengan yang lain. Oleh karena itu, untuk menghindari hal- hal yang membahayakan saluran pembuangan zat kimia sebaiknya dipisahkan dari saluran pembuangan air.


(41)

BAB 3

ALAT DAN BAHAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat- alat

1. Gelas ukur 25mL Pyrex

2. Gelas ukur 100mL Pyrex

3. Pipet volume 10mL Pyrex

4. Pipet volume 5mL Pyrex

5. Buret 25mL Pyrex

6. Erlenmeyer 250mL Pyrex

7. Kaca arloji

8. Labu takar 250mL Pyrex

9. Labu takar 500mL Pyrex

10. Beaker glass 50mL Pyrex

11. COD destruction block 12. Rak tabung COD 13. Pendingin leibig 14. Corong

15. Botol aquades 16. Bola karet


(42)

18. Neraca analitik 19. Pipet tetes 20. Tabung COD 21. Hot plate

3.1.2. Bahan - bahan :

1. Larutan Kalium dikromat 0,25N 2. Larutan Asam sulfat – Perak sulfat 3. Indikator Ferroin

4. Larutan Ferro amonium sulfat (FAS) 0,1N 5. Serbuk Merkuri sulfat (HgSO4)

6. Batu didih

3.2. Prosedur Analisa

3.2.1. Pembuatan Pereaksi

1. Larutan Baku Kalium dikromat 0,25N dalam 250 ml

Larutkan 3,0648 gr K2Cr2O7 ( yang telah dikeringkan pada 150o C selama dua

jam) dengan air suling dan tepatkan sampai 250 ml.


(43)

3. Larutan Indikator Ferroin

Larutkan 1,485 gr 1,10 PP monohidrat dan 0,695 gr FeSO4.7H2O dengan air

suling dan encerkan sampai 100 ml.

4. Larutan FAS 0,1N

Larutkan 19,6 gr Fe(NH4)2(SO4).6H2O dengan air suling, tambahkan 10 ml

H2SO4 lalu dinginkan dan tepatkan dengan air suling sampai 500 ml. Bakukan

larutan ini dengan larutan baku K2Cr2O7.

3.2.2. Prosedur Percobaan 1. Pembakuan larutan FAS 0,1N

a. Dipipet 10 ml K2Cr2O7 0,25N dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.

b. Ditambahkan 90 ml air suling. c. Ditambahkan 20 ml H2SO4(p)

d. Diaduk dan ditutup dengan kaca arloji. e. Disimpan di tempat yang gelap.

f. Ditambahkan 3 tetes indikator Ferroin.

g. Dititrasi dengan larutan FAS 0,1N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah kecoklatan pada titik akhir titrasi.

h. Dicatat volume FAS 0,1N yang terpakai. Normalitas FAS =


(44)

dimana :

V1 = Volume larutan K2Cr2O7 yang digunakan (ml)

V2 = Volume larutan FAS yang dibutuhkan (ml)

N1 = Normalitas larutan K2Cr2O7

3.2.2. Analisa Sampel

a. Dipipet 10 ml sampel dan dimasukkan kedalam tabung COD. b. Ditambahkan 0,2 gr HgSO4 dan beberapa batu didih.

c. Ditambahkan 5 ml larutan K2Cr2O7 0,25N.

d. Ditambahkan 15 ml larutan Asam sulfat - Perak sulfat perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air dingin.

e. Dihubungkan dengan pendingin.

f. Dididihkan diatas COD destruction block selama 2 jam.

g. Didinginkan dan dicuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga volume sampel menjadi lebih kurang 70 ml (ditambahkan 40 ml air suling). h. Didinginkan sampai temperatur kamar.

i. Ditambahkan indikator Ferroin sebanyak 3 tetes .

j. Dititrasi dengan larutan FAS 0,1N sampai warna merah kecoklatan.


(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Data Hasil Analisa

Hasil KOK pada limbah Pabrik Gula Rafinasi di Kawasan Industri Medan dari sampai minggu-I sampai minggu-IV tanggal 3 Februari 2014 sampai 24 Februari 2014 adalah sebagai berikut :

NO Sampel Parameter Minggu

I II III IV

1. Inlet KOK

(mg/L)

17.956,80 24.148,80 25.180,80 19.608,00

2. Outlet KOK

(mg/L)


(46)

4.1.2. Perhitungan

KOK (mg/ L O2) =

Dimana :

A : mL titran Blanko B : mL titrasi sampel N : Normalitas FAS Be O2 : 8

P : Pengenceran

1. Inlet Minggu I

Blanko : 11, 95 mL V titran : 7,6 mL N FAS : 0,1032 N V sampel : 10 mL

KOK (inlet) =


(47)

Outlet Minggu I

Blanko : 11, 95 mL V titran : 8,9 mL N FAS : 0,1032 N V sampel : 10 mL

KOK (outlet) =

=

= 5.036,16 mg/L O2

2. Inlet Minggu II

Blanko : 11,95 mL V titran : 6,1 mL N FAS : 0,1032 N V sampel : 10 mL

KOK (inlet) =

=


(48)

Outlet Minggu II

Blanko : 11,95 mL V titran : 7,4 mL N FAS : 0,1032 N V sampel : 10 mL

KOK (outlet) =

=

= 7.512,96 mg/L O2

3. Inlet Minggu III

Blanko : 12,10 mL V titran : 6,0 mL N FAS : 0,1032 N V sampel : 10 mL

KOK (inlet) =

=


(49)

Outlet Minggu III

Blanko : 12,10 mL V titran : 7,1 mL N FAS : 0,1032 N V sampel : 10 mL

KOK (outlet) =

=

= 8.256,00 mg/L O2

4. Inlet Minggu IV

Blanko : 12,45 mL V titran : 7,70 mL N FAS : 0,1032 N V sampel : 10 mL

KOK (inlet) =

=


(50)

Oulet Minggu IV

Blanko : 12,45 mL V titran : 8,3 mL N FAS : 0,1032 N V sampel : 10 mL

KOK (inlet) =

=


(51)

4.2. Pembahasan

COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan uji yang lebih cepat daripada uji BOD (Biological Oxygen Demand), yaitu suatu uji berdasarkan reaksi kimia tertentu untuk menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan (misalnya kalium dikromat) untuk mengoksidasi bahan- bahan organik yang terdapat di dalam air (Astri,2006). Oleh karena itu, Chemical Oxygen Demand merupakan analisis kimia. Analisa BOD dan COD dari suatu limbah akan menghasilkan nilai- nilai yang berbeda karena kedua uji mengukur bahan yang berbeda. Nilai- nilai COD selalu lebih tinggi dari nilai BOD. Walaupun metode COD tidak mampu mengukur limbah yang dioksidasi secara biologi, metode COD mempunyai nilai praktis. Metode COD cepat, lebih teliti, dan umumnya memberikan perkiraan kebutuhan oksigen total dari suatu limbah yang berguna. Nilai COD dan BOD akan meningkat dengan menjadi stabilnya bahan yang teroksidasi secara biologi (Jenie, 1993).

Nilai KOK (Kebutuhan Oksigen Kimiawi) limbah cair Pabrik Gula Rafinasi di Kawasan Industri Medan pada limbah inlet dan otlet pabrik tersebut selama 4 minggu yaitu :

Inlet : Minggu I 17.956,8 mg/L, Minggu II 24.148,80 mg/L, Minggu III 25.180,80 mg/L, Minggu IV 19.608,00 mg/L. Oulet : Minggu I 5.036,16 mg/L, Minggu II 7.925,76, Minggu III 8.256,00 mg/L, Minggu IV 6.357,12 mg/L.


(52)

Dari hasil uji yang dilakukan terhadap sampel limbah cair Pabrik Gula Rafinasi di Kawasan Industi Medan dengan parameter KOK (Kebutuhan Oksigen Kimiawi) maka diperoleh kadar KOK (Kebutuhan Oksigen Kimiawi) yang belum memenuhi baku mutu limbah cair untuk industri pabrik gula. Menurut KEP-51/MENLH/10/1995 kadar maksimum COD yang telah ditetapkan adalah 100 mg/L dalam berat pencemaran maksimum 0,5 kg/ton.

Nilainya yang selalu berubah- ubah dan selalu dalam jumlah besar ini juga dapat diamati dari keadaan fisik limbah yang tidak baik seperti dari kekeruhannya, warnanya kuning kecoklatan, baunya yang tidak sedap, dan timbulnya busa dari limbah oleh karena itu, limbah membutuhkan pengolahan lebih lanjut, sehingga lebih aman ketika dibuang ke badan air. Untuk mengantisipasi adanya pencemaran lingkungan setiap industri seharusnya sudah mempunyai IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), sehingga kondisi limbah secara rutin dapat diamati, dan limbah dapat dibuang sesuai dengan kondisinya yang baik dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan bagi kehidupan masyarakat .


(53)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Kadar limbah cair yang telah dianalisa dari Pabrik Gula Rafinasi di kawasan Industri Medan adalah :

Inlet : Minggu I 17.956,80 mg/L, Minggu II 24.148,80 mg/L, Minggu III 25.180,80 mg/L, Minggu IV 19.608,00 mg/L.

Oulet : Minggu I 5.036,16 mg/L, Minggu II 7.925,76, Minggu III 8.256,00 mg/L, Minggu IV 6.357,12 mg/L.

2. Kadar KOK (Kebutuhan Oksigen Kimiawi) limbah cair Pabrik Gula Rafinasi di kawasan Industri Medan belum memenuhi standar baku mutu air limbah yang ditetapkan oleh Pemerintah sebelum dibuang ke badan air berdasarkan KEP- 51/ MENLH/ 10/ 1995 tentang baku mutu limbah cair untuk industri gula adalah 1 mg/ L dalam 0,5 kg/ ton.

5.2. Saran

Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan terutama pada perairan, sebaiknya setiap industri memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Limbah) sendiri yang dapat bekerja dengan baik sehingga pihak industri dapat memantau kondisi limbah lebih lanjut sehingga sesuai dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G dan S.S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya :Usaha Nasional. Darsono,V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta : Universitas Atmajaya. Effendi , H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

Perairan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Fardiaz, S . 1992 . Polusi Air dan Udara . Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Ibrahim, S. 1982. Pengawasan Kualitas dan Pencemaran Air. Jawa Barat : Penerbit

ITB.

Irianto, E.W dan B. Machbub. 2003. Fenomena Hubungan Debit Air dan Kadar Zat Pencemar dalam Air Sungai. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Jenie,L. S. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Kristianto, P . 2002 . Ekologi Industri . Yogyakarta : Penerbit ANDI. Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Jakarta : Penerbit Universitas

Trisakti.

Perdana. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Setiaji, B. 1995. Baku Mutu Limbah Cair untuk Parameter Fisika, Kimia pada Kegiatan MIGAS dan Panas Bumi. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Soeparman, H.M. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Wadhana, W . A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

http://eprints.uns.ac.id/322/1/157572408201010291.pdf


(55)

Lampiran :1

LAMPIRAN B VII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA

LINGKUNGAN HIDUP

NOMOR : KEP- 51/ MENLH/ 10/ 1995

TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI

KEGIATAN INDUSTRI

TANGGAL : 23 OKTOBER 1995

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI GULA

PARAMETER KADAR

MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (Kg/ton) BOD5 COD TSS Minyak dan lemak Sulfida (sebagaiS) pH

Debit limbah max

60 100 50 5 0,5 0,3 0,5 0,25 0,025 0,0025 6,0 -9,0


(56)

Catatan :

1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per liter air limbah.

2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kilogram parameter per ton produk gula.


(57)

Lampiran 2 :

LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas :

PARAMETER SATUAN

KELAS

KETERANGAN

I II III IV

pH 5-9 6-9 6-9 5-9

Apabila secara umum di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas

minimum NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-) Bagi perikanan

ammonia bebas untuk ikan yang peka 0,02 mg/L sebagai NH3


(58)

(1)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Kadar limbah cair yang telah dianalisa dari Pabrik Gula Rafinasi di kawasan

Industri Medan adalah :

Inlet : Minggu I 17.956,80 mg/L, Minggu II 24.148,80 mg/L, Minggu III

25.180,80 mg/L, Minggu IV 19.608,00 mg/L.

Oulet : Minggu I 5.036,16 mg/L, Minggu II 7.925,76, Minggu III 8.256,00

mg/L, Minggu IV 6.357,12 mg/L.

2. Kadar KOK (Kebutuhan Oksigen Kimiawi) limbah cair Pabrik Gula Rafinasi

di kawasan Industri Medan belum memenuhi standar baku mutu air limbah

yang ditetapkan oleh Pemerintah sebelum dibuang ke badan air berdasarkan

KEP- 51/ MENLH/ 10/ 1995 tentang baku mutu limbah cair untuk industri

gula adalah 1 mg/ L dalam 0,5 kg/ ton.

5.2. Saran

Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan terutama pada perairan,

sebaiknya setiap industri memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Limbah) sendiri yang

dapat bekerja dengan baik sehingga pihak industri dapat memantau kondisi limbah

lebih lanjut sehingga sesuai dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh


(2)

Alaerts, G dan S.S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya :Usaha Nasional. Darsono,V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta : Universitas Atmajaya. Effendi , H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

Perairan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Fardiaz, S . 1992 . Polusi Air dan Udara . Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Ibrahim, S. 1982. Pengawasan Kualitas dan Pencemaran Air. Jawa Barat : Penerbit

ITB.

Irianto, E.W dan B. Machbub. 2003. Fenomena Hubungan Debit Air dan Kadar Zat Pencemar dalam Air Sungai. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Jenie,L. S. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Kristianto, P . 2002 . Ekologi Industri . Yogyakarta : Penerbit ANDI. Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Jakarta : Penerbit Universitas

Trisakti.

Perdana. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Setiaji, B. 1995. Baku Mutu Limbah Cair untuk Parameter Fisika, Kimia pada Kegiatan MIGAS dan Panas Bumi. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Soeparman, H.M. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Wadhana, W . A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

http://eprints.uns.ac.id/322/1/157572408201010291.pdf


(3)

Lampiran :1

LAMPIRAN B VII : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA

LINGKUNGAN HIDUP

NOMOR : KEP- 51/ MENLH/ 10/ 1995

TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI

KEGIATAN INDUSTRI

TANGGAL : 23 OKTOBER 1995

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI GULA

PARAMETER KADAR

MAKSIMUM (mg/L) BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (Kg/ton) BOD5 COD TSS Minyak dan lemak Sulfida (sebagaiS) pH

Debit limbah max

60 100 50 5 0,5 0,3 0,5 0,25 0,025 0,0025 6,0 -9,0


(4)

dalam miligram parameter per liter air limbah.

2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kilogram parameter per ton produk gula.


(5)

Lampiran 2 :

LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN

PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas :

PARAMETER SATUAN

KELAS

KETERANGAN

I II III IV

pH 5-9 6-9 6-9 5-9

Apabila secara umum di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas

minimum

NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-) Bagi perikanan

ammonia bebas untuk ikan yang peka 0,02 mg/L sebagai NH3


(6)