Genetic Similarity and Pollen Dispersal Analysis on Pati Kopyor Coconut Population Based on SSR and SNAP Marker Analysis

KEMIRIPAN GENETIK DAN POLA PENYEBARAN SERBUK
SARI POPULASI KELAPA KOPYOR PATI BERDASARKAN
ANALISIS MARKA SSR DAN SNAP

RINI ISMAYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kemiripan Genetik dan
Pola Penyebaran Serbuk Sari Populasi Kelapa Kopyor Pati Berdasarkan Analisis
Marka SSR dan SNAP adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor,

Oktober 2013

Rini Ismayanti
NIM A253100031

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

RINGKASAN

RINI ISMAYANTI. Kemiripan Genetik dan Pola Penyebaran Serbuk Sari
Populasi Kelapa Kopyor Pati Berdasarkan Analisis Marka SSR dan SNAP.
Dibimbing oleh DEWI SUKMA dan SUDARSONO.

Bunga betina buah kelapa kopyor yang diserbuki oleh kelapa berbuah
normal diduga menyebabkan penurunan produksi buah kopyor, sehingga perlu

diketahui pola penyebaran serbuk sari pada populasi campuran antara kelapa
berbuah kopyor dengan kelapa berbuah normal. Selain itu, evaluasi kemiripan
genetik pada populasi tertentu dan progeninya juga perlu dilakukan. Tujuan
penelitian ini adalah (1) mempelajari kemiripan genetik populasi kelapa berbuah
kopyor di Kabupaten Pati, Jawa Tengah dan progeninya, (2) mempelajari pola
penyebaran serbuk sari populasi kelapa campuran antara kelapa berbuah kopyor
dengan kelapa berbuah normal, dan (3) mengevaluasi keterkaitan antara
penyebaran serbuk sari dengan produksi buah kopyor. Populasi tanaman dewasa
yang dievaluasi sebagai kandidat tetua sebanyak 95 individu dan populasi progeni
sebanyak 84 bibit yang dipanen dari 15 pohon induk betina terpilih. Induk betina
dipilih berdasarkan data produksi buah yang tinggi diperoleh dari pengamatan di
lapangan. Semua populasi digunakan untuk menganalisis kemiripan dan struktur
genetik serta penyebaran serbuk sari. Setiap pohon dewasa yang dievaluasi diberi
nomor dengan spidol dan dicatat posisi koordinatnya menggunakan GPS.
Penelitian ini terdiri atas dua tahapan yaitu tahapan analisis kemiripan genetik
antar individu pada populasi tanaman dewasa serta populasi progeninya serta
tahapan analisis pola penyebaran serbuk sari menggunakan marka molekuler SSR
dan SNAP.
Penelitian pertama diawali dengan seleksi primer. Hasil seleksi dari 36
pasang primer terdapat 32 pasang primer yang dapat menghasilkan produk

amplifikasi DNA kelapa dan 4 pasang primer diantaranya yang polimorfik yaitu
CnCir_B12, CnCir_86, CnCir_87 dan CnCir_56. Selain marka SSR, marka SNAP
(SNP#14) yang merupakan marka SNP dari gen SUS1 juga dievaluasi. Kelima
marka molekuler tersebut digunakan untuk identifikasi genotipe (genotyping)
seluruh individu tanaman dewasa kelapa dan individu bibit sebagai progeni.
Penelitian ini memperoleh jumlah alel per lokus adalah 4.5 dan rata-rata nilai PIC
adalah 0.46. Analisis pengelompokan kemiripan genetik dilakukan oleh program
komputer NTSYS menggunakan koefisien DICE berdasarkan data molekuler.
Dendogram hasil analisis menunjukkan populasi tanaman dewasa kelapa yang
dianalisis memiliki tingkat kemiripan 18% dan populasi progeni memiliki
kemiripan 43%. Kemiripan genetik dalam populasi progeni lebih dekat
dibandingkan dengan kemiripan genetik dalam populasi tanaman dewasa. Hasil
analisis STRUCTURE mengelompokkan individu menjadi tiga sesuai dengan
pengelompokannya secara morfologi yaitu Genjah, Dalam dan Hibrida. Sejumlah
individu yang dikelompokkan sebagai kelapa Dalam dan kelapa Genjah,
sebenarnya adalah kelapa Hibrida berdasarkan konstitusi alel dari marka yang
digunakan.

Penelitian kedua bertujuan untuk mengevaluasi pola penyebaran serbuk sari
pada seluruh provenan menggunakan marka SSR dan SNAP. Marka SSR

sebanyak empat dan marka SNAP satu digunakan untuk identifikasi genotipe 95
provenan dan 84 progeni yang dipanen dari 15 induk betina terpilih. Analisis
parental menggunakan Perangkat lunak CERVUS berdasarkan data genotipe.
Jarak antar pohon tetua jantan dan betina dihitung menggunakan data GPS setelah
tetua jantan teridentifikasi. Jarak penyebaran serbuk sari terdekat adalah 0 m atau
terjadi penyerbukan sendiri, sedangkan jarak terjauh adalah 61.8 m. Penyerbukan
paling banyak terjadi pada jarak 0-10 m dengan persentase 33.3%.
Arah yang tidak beraturan antara pohon pendonor serbuk sari dengan
penerima serbuk sari mengindikasikan bahwa penyerbukan dibantu oleh serangga
polinator. Persentase penyerbukan silang induk betina kelapa Dalam kopyor,
kelapa Genjah kopyor dan kelapa Hibrida kopyor berurutan adalah 100%, 72.73%
dan 82.14%. Penyerbukan sendiri pada induk betina kelapa Dalam kopyor, kelapa
Genjah kopyor dan kelapa Hibrida kopyor berurutan adalah 0%, 27.27% dan
17.86%. Pohon normal mendonorkan serbuk sari ke kelapa kopyor sebanyak
8.33%. Kehadiran pohon kelapa yang berbuah normal yang berada di sekitar
pohon kelapa berbuah kopyor memiliki peluang untuk mengurangi produksi buah
kopyor.

Kata kunci : kelapa Genjah, kelapa Dalam, kemiripan genetik, penyerbukan,
struktur genetik


SUMMARY

RINI ISMAYANTI. Genetic Similarity and Pollen Dispersal Analysis on Pati
Kopyor Coconut Population Based on SSR and SNAP Marker Analysis.
Supervised by DEWI SUKMA and SUDARSONO.

Pollination of female flower of kopyor coconut by male pollen of normal
coconut could result in reduced kopyor fruit yield. Therefore, investigating
pattern of pollen dispersal in a mix population of kopyor and normal coconut
provenances would be beneficial. Moreover, evaluating genetic similarity among
the studied population and their progenies would also beneficial for predicting
the quality of produced seed nuts. The objectives of this experiment were : (1) to
evaluated genetic similarity of the kopyor coconut parents population and their
progenies, (2) to evaluate pattern of pollen dispersal among mix population of
kopyor and normal fruit producing coconut in Pati, Central Java, (3) evaluated
relevancy of pollen dispersal among mix population with their kopyor fruit yield.
There were 95 adult palms evaluated as male parent candidate and 84 seeds
harvested from 15 selected female parents as progeny population. The female
parents were selected based on their high productivity from field evaluation. All

population was used for genetic structure and similarity analysis and also pollen
dispersal. Every adult palms were numbered using a marker and noted for the
coordinate position using GPS. This research consisted of two stages, the first
analyzed of genetic similarity among individual of adult plants and their
progenies, and the second analyzed the pollen dispersal using molecular markers
SSR and SNAP.
The analyses of the genetic similarities were initiated with primer screening.
Among 36 SSR loci tested, 32 loci resulted in a (+) product when they were used
to amplify coconut DNA and only CnCir_B12, CnCir_86, CnCir_87 and
CnCir_56 resulted in polymorphic SSR markers. Moreover, SNAP locus
corresponding to position 14 of SNP of coconut sucrose synthase gene were also
used. These loci were used to genotype candidate parents and progenies
population. Results of the experiment indicated the average of allele per locus and
average of PIC were 4.5 and 0.46, respectively. Cluster analysis using DICE
coefficient based on molecular data resulted in an estimate of intra population of
adult palms similarity and intra population of progenies were at least 18% and
43%, respectively. Intra population of progenies were more closely related than
intra population of adult palms. Results of STRUCTURE analysis grouped most of
the individuals into either Tall, Dwarf or Hybrid types, as they were suspected
based on the morphology of the palms. However, a number of individuals grouped

as Tall, and some as Dwarf based on their morphology, were actually identified
as Hybrids based on alleles constitutions of the evaluated markers.
The objectives of the second experiment were to evaluate pollen dispersal
among coconut provenances using SSR and SNAP markers and its effects on
kopyor fruit yield. Four SSR markers and one SNAP marker were used to
genotype 95 provenances and 84 progenies harvested from 15 female parents.
Parent-offspring relationships were determined based on genotype data using

CERVUS software. The distances between male and female parents trees were
calculated based on the GPS data after male parents identification. Results of the
experiment indicated self-pollinations occurred in a number o sampled female
parents since the distance of pollen dispersal was 0 m. Meanwhile, the furthest
distance of pollen dispersal was 61.8 m. On the other hand the majority of
pollination occurs at a distance of 0-10 m (33.3%).
In term of pollen dispersal, the position of donor pollen relative to the
recipient one was random. This indicated that the coconut pollen dispersal in the
regions was not transferred by wind but probably was by insect pollinators help.
Outcrossing rate in Tall, Dwarf and Hybrid type of coconuts were calculated as
100%, 72.7% and 82.1%, respectively. Therefore, levels of self-pollination in Tall,
Dwarf and Hybrid coconut were 0%, 27.3% and 17.9%. There was a normal

coconut in the region donating its pollen to kopyor female parents at the level of
8.3%. The existence of normal coconut palms around the kopyor coconut one
might possibly reduce the kopyor fruit yield.
.

Keyword: dwarf coconut, genetic similarity, genetic structure, pollination, tall
coconut

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KEMIRIPAN GENETIK DAN POLA PENYEBARAN SERBUK
SARI POPULASI KELAPA KOPYOR BERDASARKAN

ANALISIS MARKA SSR DAN SNAP

RINI ISMAYANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Diny Dinarti, M.Si

Judul Tesis : Kemiripan Genetik dan Pola Penyebaran Serbuk Sari Populasi
Kelapa Kopyor Pati Berdasarkan Analisis Marka SSR dan SNAP
Nama

: Rini Ismayanti
: A253100031
NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

セ@

Dr. Dewi Sukma, SP, M.Si
Ketua

Prof. Dr. IT. Sudarsono, M.Sc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman


Tanggal Ujian: 26 Juli 2013

Dekan Sekolah Pascasarjana

Tanggal Lulus:

2 3 OCT 2013

Judul Tesis : Kemiripan Genetik dan Pola Penyebaran Serbuk Sari Populasi
Kelapa Kopyor Pati Berdasarkan Analisis Marka SSR dan SNAP
Nama
: Rini Ismayanti
NIM
: A253100031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Dewi Sukma, SP, M.Si
Ketua

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 26 Juli 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia, kekuatan, kemudahan serta rahmat-Nya sehingga penelitian dan
penulisan tesis ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tesis yang berjudul
Kemiripan Genetik dan Pola Penyebaran Serbuk Sari Populasi Kelapa Kopyor
Berdasarkan Analisis Marka SSR dan SNAP ini merupakan tugas akhir penulis
untuk memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Pemuliaan dan
Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Dewi Sukma, SP., M.Si dan Prof.
Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc selaku pembimbing atas bimbingan, motivasi dan
arahannya selama perencanaan, pelaksanaan serta penulisan tesis ini. Terima kasih
kepada proyek penelitian KKP3T 2011 yang berjudul “Peningkatan Persentase
Buah Kopyor (75%) Melalui Pemuliaan Tanaman dan Deteksi Dini Bibit Kelapa
Kopyor dengan Marka Molekuler” di bawah koordinasi Prof. Dr. Ir. Sudarsono,
M.Sc atas pendanaan dan bantuan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian ini.
Terima kasih juga diucapkan kepada Bapak Ir. Ismail Maskromo, M.S atas
bantuan, masukan, dan sharingnya selama penelitian. Terima kasih pada temanteman Pascasarjana program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
angkatan 2010 atas kekompakan, kerjasama serta dukungan dan semangatnya.
Kepada rekan-rekan dan teknisi di Plant Molecular Biology Laboratorium (PMB
Lab) yang banyak membantu dalam kegiatan penelitian ini juga diucapkan terima
kasih. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih setinggi-tingginya kepada kedua
orang tua Bapak Dr. Mappaganggang Sodding Pabbage, MS dan Ibu dr.Isdiana
Kaelan, Sp.Rad adik-adik tercinta Akhmad Setiadi dan Cynthia Balqis, serta
keluarga besar atas semangat dan doanya sehingga pendidikan ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam penulisan karya
ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan. Khususnya bidang pemuliaan tanaman dan pertanian pada
umumnya.

Bogor, Oktober 2013

Rini Ismayanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

1 PENDAHULUAN
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA

4

3 ANALISIS KEMIRIPAN GENETIK POPULASI KELAPA KOPYOR
KOPYOR PATI MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULER
Abstrak
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

11
12
13
17
28

4 ANALISIS PENYEBARAN SERBUK SARI KELAPA KOPYOR PATI
MENGGUNAKAN MARKA SSR DAN SNAP
Abstrak
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

31
32
32
35
44

5 PEMBAHASAN UMUM

47

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

50
50

DAFTAR PUSTAKA

51

LAMPIRAN

59

RIWAYAT HIDUP

77

DAFTAR TABEL
2.1
3.1
3.2
3.3
4.1
4.2
4.3

Perbandingan tampilan fisik dari beberapa sampel kelapa
Contoh skoring data biner dan data genotipe berdasarkan hasil
amplifikasi lokus CnCir_56 pada Gambar 3.1
Profil primer menggunakan marka SSR dan SNAP
Perbedaan data morfologi dan data molekuler terhadap tipe kelapa
Persentase penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang kelapa
berbuah kopyor berdasarkan jenis induk betinanya
Rata-rata produktifitas buah kelapa kopyor yang digunakan sebagai
tetua betina di Pati pada bulan Juni 2011
Kontribusi serbuk sari dan persentase produksi buah kelapa kopyor

6
16
19
27
41
43
43

DAFTAR GAMBAR
1.1

Bagan alir kegiatan penelitian analisis penyebaran serbuk sari kelapa
kopyor Pati
2.1 Perbedaan fenotipik endosperma antara buah kelapa kopyor dan buah
kelapa normal
3.1 Perbedaan pola pita polimorfik pada lokus CnCir_56 dan pita
monomorfik pada lokus CnCir_K8
3.2 Pola pita DNA menggunakan primer SSR CnCir_56 (230–180 bp)
3.3 Pola pita DNA menggunakan primer SSR CnCir_86 (188-163bp)
3.4 Pola pita DNA menggunakan primer SSR CnCir_87 (158-170bp)
3.5 Pola pita DNA menggunakan primer SSR CnCir_B12 (151- 198 bp)
3.6 Visualisasi DNA hasil amplifikasi primer SNP pada posisi 14 gen
SUS1
3.7 Dendrogram kemiripan genetik pada 95 individu tanaman kelapa
dewasa pada populasi kelapa kopyor Pati
3.8 Dendrogram kemiripan genetik pada 84 bibit pada populasi progeni
dari sejumlah induk betina kelapa berbuah kopyor
3.9 Analisis struktur populasi tanaman kelapa dewasa menggunakan
STRUCTURE dengan K=2
3.10 Analisis struktur populasi tanaman kelapa dewasa dan progeninya
menggunakan STRUCTURE dengan K=2
4.1 Peta sebaran pohon induk betina dan pohon kelapa dewasa lainnya
sebagai kandidat tetua jantan
4.2 Visualisasi primer CnCir_56 marka SSR pada induk betina dan
progeninya
4.3 Visualisasi primer situs SNP #14 dari fragmen gen SUS1 marka SNAP
4.4 Representasi pola penyerbukan pohon induk 67
4.5 Persentase penyerbukan yang terjadi berdasarkan jarak antara pohon
induk jantan dengan pohon induk betina
4.6 Tipe bibit kelapa berdasarkan jenis tetua jantan dan betina yang
terdeteksi

3
5
16
17
17
18
18
18
22
23
25
26
36
37
37
39
40
41

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Pembuatan Larutan Stok untuk analisis molekuler
Daftar 36 primer SSR yang digunakan
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk dua progeni
yang dianalisis pada pohon induk betina no.37
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk lima
progeni yang dianalisis pada pohon induk betina no.39
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk dua progeni
yang dianalisis pada pohon induk betina no.44
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk enam
progeni yang dianalisis pada pohon induk betina no. 51
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk dua progeni
yang dianalisis pada pohon induk betina no. 53
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk dua progeni
yang dianalisis pada pohon induk betina no. 58
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk tujuh
progeni yang dianalisis pada pohon induk betina no. 59
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk sembilan
progeni yang dianalisis pada pohon induk betina no.68
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk enam
progeni yang dianalisis pada pohon induk betina no.69
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk delapan
progeni yang dianalisis pada pohon induk betina no.84
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk enam
progeni yang dianalisis pada pohon induk betina no.85
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk enam
progeni yang dianalisis pada pohon induk betina no.88
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk tujuh
progeni yang dianalisis pada pohon induk betina no.89
Representasi induk jantan sebagai donor serbuk sari untuk dua progeni
yang dianalisis pada pohon induk betina no.92

59
61
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76

1

PENDAHULUAN

Kelapa kopyor adalah kelapa mutan yang merupakan salah satu komoditas
perkebunan Indonesia bernilai ekonomi tinggi. Ciri dari kelapa kopyor adalah
memiliki endosperma bertekstur lunak dan tidak melekat pada tempurungnya
(Santoso 1996). Sifat tersebut menyebabkan timbulnya suara khas apabila kelapa
kopyor diguncang.
Kabupaten Pati, Jawa Tengah, merupakan sentra produksi kelapa kopyor
terbaik di Indonesia karena di daerah tersebut telah tumbuh dan berkembang
kelapa Genjah berbuah kopyor. Kementrian Pertanian Republik Indonesia pada
tahun 2010 telah melepas tiga varietas unggul lokal kelapa Genjah kopyor Pati.
Varietas tersebut adalah kelapa kopyor Genjah Hijau Pati, kopyor Genjah Kuning
Pati dan kopyor Genjah Cokelat Pati (Maskromo et al. 2011a).
Permasalahan dalam pengembangan kelapa kopyor adalah penyediaan bibit
kelapa kopyor yang berkualitas dan terjamin keasliannya dalam jumlah banyak.
Hal ini terkait dengan belum tersedianya teknologi untuk membedakan bibit
kelapa berbuah kopyor atau yang berbuah normal. Hasil observasi menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan secara morfologi antara pohon kelapa berbuah normal
dan pohon kelapa berbuah kopyor (Maskromo 2005).
Permasalahan lain adalah rendahnya kuantitas hasil buah kopyor yang
dipanen. Akibatnya produksi buah kelapa kopyor masih belum dapat memenuhi
kebutuhan konsumen. Pertanaman kelapa berbuah kopyor di Indonesia umumnya
masih ditanam bersama dengan kelapa normal dari jenis kelapa Dalam, Genjah,
dan Hibrida. Adanya kelapa berbuah normal di antara pertanaman kelapa berbuah
kopyor diduga berpotensi mempengaruhi produktivitas buah kopyor yang dipanen
(Sudarsono et al. 2012). Keberadaan pohon dewasa kelapa Dalam berbuah normal
yang cenderung menyerbuk silang (Pandin 2009), diduga dapat berpengaruh
negatif terhadap produksi buah kopyor. Pohon tersebut dapat menyebarkan serbuk
sari pembawa sifat buah normal ke bunga betina pada pohon kelapa berbuah
kopyor. Akibat dari penyerbukan seperti itu adalah diperolehnya buah kelapa
normal (Sudarsono et al. 2012).
Evaluasi penyebaran serbuk sari (pollen dispersal) pada pertanaman kelapa
kopyor perlu dilakukan berdasarkan berbagai hal tersebut. Arah penyebaran
serbuk sari dapat memberikan informasi vektor apa yang membantu penyerbukan
pada pohon kelapa kopyor. Jarak antara pohon tetua jantan dengan tetua betina
juga dapat mengindikasikan vektor yang berperan dalam penyerbukan.
Penyebaran serbuk sari dapat dipelajari dengan metode pewarnaan serbuk
sari (Blair dan Williamson 2010) atau menggunakan marka molekuler (Austerlitz
et al. 2004). Marka molekuler yang telah digunakan dalam analisis penyebaran
serbuk sari adalah marka RAPD pada Ilex paraguariensis (Cansian et al. 2010)
dan marka SSR (Single Sequence Repeat) pada tanaman Hymenaea courbaril
(Carneiro et al. 2011), tanaman pinus (Feng et al. 2010) dan kelapa (Pandin et al.
2009). Marka SSR sering digunakan karena mempunyai keunggulan yaitu sifatnya
kodominan, polimorfismenya tinggi, lokusnya tersebar di dalam genom dalam
jumlah banyak (Lowe et al. 2004) dan sampel DNA yang dibutuhkannya sedikit
karena dalam melakukan deteksi menggunakan PCR (Polimerase chain reaction)

2
yang dapat menggandakan DNA target (Semagn et al. 2006). SNAP merupakan
marka yang berbasis perbedaan basa nukleotida tunggal dari sekuens DNA pada
umumnya. Marka SNAP memiliki keuggulan dibanding dengan marka SSR yaitu
dapat mendeteksi variasi dalam sekuens DNA yang berkorelasi dengan perbedaan
fenotipe tanaman (Manju dan Arunachalam 2011). Marka SNAP telah digunakan
sebagai penanda genetik pada padi (Lestari 2013), jagung (Mammadov 2010) dan
Beta vulgaris (Mohring et al. 2004).

Tujuan Penelitian

1)
2)

3)

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
Mendapatkan informasi mengenai kemiripan genetik individu-individu
tanaman kelapa dalam satu populasi.
Memperoleh pola penyebaran serbuk sari pada kelapa berbuah kopyor dan
kelapa berbuah normal dalam satu areal pertanaman berdasarkan data marka
SSR dan SNAP.
Mengevaluasi keterkaitan antara penyebaran serbuk sari dengan
produktivitas buah kopyor.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi
kepada petani mengenai efek keberadaan pohon kelapa berbuah normal di dalam
pertanaman pohon kelapa berbuah kopyor sehingga diharapkan dapat dirumuskan
rekomendasi pengelolaan kebun induk penangkaran kelapa kopyor. Rangkaian
kegiatan dalam penelitian ini secara umum digambarkan dalam bagan alir pada
Gambar 1.1.

3

Gambar 1.1 Bagan alir kegiatan penelitian analisis penyebaran serbuk sari kelapa
kopyor Pati

4

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Kelapa

Kelapa anggota familia Palmaceae atau Arecaceae, memiliki banyak arti
penting dalam kehidupan manusia karena semua organ tanaman ini dapat
dimanfaatkan (Novarianto 2008). Ciri-ciri pohon kelapa menurut Chan dan
Elevitch (2006) adalah memiliki batang tunggal dan beruas dengan tinggi
mencapai 30 m dan diameter kanopi 8-9 m. Akar berbentuk serabut, tebal,
berkayu dan adaptif pada lahan berpasir pantai. Daun tersusun secara majemuk
dan menyirip sejajar tunggal, pelepah terletak pada ibu tangkai daun, duduk pada
batang (roset batang). Warna pada tangkai daun (petiole) mengindikasikan warna
buah pada kelapa. Bunga kelapa merupakan bunga majemuk yang dilindungi oleh
spatha. Bunga jantan dan betina terdapat pada satu tangkai utama yang disebut
spadix, setiap spadix terdiri atas 40-60 cabang (spikelet) dengan ribuan bunga
jantan. Letak bunga bunga betina terletak di pangkal, sedangkan bunga jantan di
bagian atas bunga betina hingga ujung spikelet. Buah kelapa memiliki tiga
lapisan, yaitu eksokarp (kulit tipis terluar yang memiliki lapisan lilin) berwarna
kuning, hijau, jingga atau coklat, mesokarp berupa lapisan serat yang lebih tebal
atau sering disebut sabut (husk), dan endokarp yang keras disebut batok (shell),
yang melindungi biji. Endokarp dan biji hanya dipisahkan oleh membran yang
melekat pada sisi dalam dari endokarp. Biji kelapa memiliki tiga mikrofil
(micropyle) dan hanya satu yang mengindikasikan keberadaan embrio. Embrio
kelapa berukuran kecil dan akan membesar ketika buah siap untuk berkecambah.
Endosperma biji kelapa terdiri atas endosperma cair yang mengandung banyak
enzim dan endosperma fase padat yang mengendap pada dinding endokarp ketika
buah menua (kernel).
Tanaman kelapa menurut Maskromo et al (2007b) dibagi dalam dua tipe
yaitu kelapa Dalam dan kelapa Genjah. Masing-masing tipe memiliki karakteristik
yang berbeda. Kelapa Dalam memiliki ciri khas batang besar, mempunyai bol
(pembengkakan) pada pangkal batang, mulai berbunga pada umur 5-7 tahun, buah
berukuran cukup besar tetapi jumlahnya sedikit. Kelapa Genjah memiliki batang
lebih kecil dibanding kelapa Dalam, tidak memiliki bol, mulai berbunga pada
umur 3-4 tahun, buah berukuran lebih kecil dan banyak. Karakteristik kelapa
Dalam dan kelapa Genjah juga dimiliki oleh kelapa kopyor.

Kelapa Kopyor

Hasil penelitian Maskromo (2005) menyatakan bahwa kelapa berbuah
kopyor dari segi morfologi sama dengan tanaman kelapa lainnya, yang
membedakan adalah bagian endospermanya (Gambar 2.1). Maskromo et al.
(2007) mengatakan buah kelapa kopyor hanya bisa dipastikan setelah buah
dipanen dengan cara mengguncang buah kelapanya. Pada saat diguncang, kelapa

5
kopyor akan menghasilkan bunyi yang kurang nyaring dibanding kelapa normal,
karena sebagian atau seluruh endosperma fase padatnya sudah lepas dari
tempurungnya. Buah kopyor juga dapat diidentifikasi dengan ketukan, tetapi
memerlukan keterampilan khusus untuk dapat melakukannya. Tukang ketuk
kelapa yang sudah ahli dalam identifikasi buah kopyor disebut “tukang totok”.
Tingkat akurasi penentuan buah kopyornya dapat mencapai 99% (Sudarsono et al.
2012). Buah dengan sifat kopyor dihasilkan dari pohon kelapa tertentu yang
sebagian besar buahnya mempunyai endosperma normal dan sebagian kecil
abnormal (kopyor) (Wahyuni 2000). Pohon kelapa kopyor hanya mempunyai
buah kelapa kopyor dengan frekuensi antara 3-4 buah kopyor per tandan.
Abnormalitas endosperma kelapa kopyor bersifat genetik dan dikendalikan
oleh gen mutan resesif (Santos 1999). Sifat kopyor dibawa oleh pasangan alel
resesif, yaitu 50% dari induk betina dan 50% dari induk jantan. Buah kopyor akan
terbentuk jika terjadi penyerbukan antara polen dan stigma yang masing-masing
membawa alel resesif penentu sifat kopyor. Sifat kopyor secara genetik ditentukan
oleh kontribusi genetik endosperma (induk betina) dan serbuk sari (induk jantan)
(Tahardi 1997).

Ea

A

En

B
Gambar 2.1 Perbedaan fenotipik endosperma antara (a) buah kelapa kopyor dan
(b) buah kelapa normal. Ea=endosperma abnormal pada buah kelapa
kopyor. En=endosperma normal pada buah kelapa normal.

6
Tabel 2.1. Perbandingan tampilan fisik dari beberapa sampel kelapa
Air
Daging buah
Volume
Ketebalan Berat
pH
(ml)
(mm)
(g)
3.0 ± 0.2
56.0 ± 0.0
553 ± 23 4.7
1–3
77.2
KM
2.5 ± 0.0
61.8 ± 0.8
385 ± 51 5.2
10.1
359
KT
2.3 ± 0.4
61.0 ± 2.0
416 ± 15 5.9
392
KK
Keterangan : KM=kelapa muda; KT=kelapa tua; KK=kelapa kopyor (Santoso et
al. 1996).
Sampel

Berat (kg)

Diameter
(cm)

Perbandingan berat buah, diameter buah, volume air dan ketebalan
endosperma pada buah kelapa normal dengan buah kelapa kopyor dapat dilihat
pada Tabel 2.1. Perbedaan tidak hanya terjadi pada fenotipe endosperma antara
kelapa kopyor dengan kelapa normal, tetapi juga pada senyawa-senyawa kimia
yang dikandungnya. Air kelapa kopyor memiliki kandungan sukrosa yang tinggi
(60.8%), sedangkan pada air kelapa muda normal hanya memiliki glukosa dan
fruktosa sebagai gula utamanya. Vitamin B dan vitamin C pada endosperma
kelapa kopyor lebih tinggi dibanding pada endosperma kelapa normal yang tua,
tetapi lebih rendah dibanding endosperma kelapa normal yang masih muda. Asam
amino total pada air kelapa kopyor lebih tinggi dibanding dengan kelapa normal
(Santoso et al. 1996).

Sistem Penyerbukan Kelapa

Penyerbukan atau polinasi adalah jatuhnya serbuk sari dari kotak sari
(antera) ke kepala putik (stigma) dalam satu bunga atau bunga yang berbeda.
Penyerbukan tumbuhan dapat terjadi secara biotik dan abiotik. Penyerbukan biotik
terjadi dengan bantuan hewan, sedangkan penyerbukan abiotik terjadi dengan
bantuan angin, air dan gravitasi (Liverdi 2008). Jarak penyebaran serbuk sari pada
tanaman yang menyerbuk sendiri (autogamy) lebih rendah dibandingkan dengan
tanaman menyerbuk silang (Boer 2007).
Tipe penyerbukan kelapa dibedakan menjadi empat berdasarkan letak dan
periode reseptif bunga betina dan antesis bunga jantan (Sangare et al. 1978), yaitu
(1) tipe penyerbuk silang (strict allogamy) cirinya adalah tidak ada masa tumpang
tindih antara masa reseptif dan antesis baik dalam tandan yang sama maupun
dalam tandan yang berbeda dalam satu pohon. (2) tipe menyerbuk sendiri tidak
langsung (indirect autogamy) cirinya adalah periode reseptif bunga betina pendek
sehingga tidak ada tumpang tindih periode reseptif dan antesis dalam tandan yang
sama, tetapi terjadi tumpang tindih masa antesis dan reseptif dengan tandan
berikutnya. (3) tipe menyerbuk sendiri (direct autogamy) cirinya adalah periode
reseptif bunga betina dan antesis pada bunga jantan tumpang tindih dalam tandan
yang sama. (4) tipe menyerbuk sendiri semi tidak langsung (semi indirect
autogamy) cirinya adalah teradi tumpang tindih antara masa reseptif dan antesis
pada tandan yang sama maupun pada tandan berikutnya.

7
Kelapa Dalam pada umumnya merupakan tanaman menyerbuk silang, oleh
karena itu tampilannya sangat beragam (Pandin 2009a). Kelapa Dalam memiliki
bunga jantan yang matang lebih dulu dibanding bunga betina. Bunga betina siap
diserbuki ketika bunga jantan umumnya sudah rontok sehinga terjadi penyerbukan
silang (Heliyanto, 2010). Kelapa Genjah pada umumnya memiliki pola
penyerbukan sendiri meskipun masih memungkinkan terjadinya penyerbukan
silang sehingga menyebabkan tingginya tingkat kemiripan genetik pada kelapa
Genjah (Hannum et al. 2003). Bunga betina dan bunga jantan pada kelapa Genjah
masak secara bersamaan sehingga peluang untuk menyerbuk sendiri sangat besar
(Heliyanto, 2010).
Penelitian Ramirez et al. (2004) menyatakan sebanyak 59% penyerbukan
kelapa dibantu oleh serangga lebah madu. Lebah membantu proses penyerbukan
silang, sehingga meningkatkan produktivitas tanaman budidaya. Potensi ini
dimanfaatkan dengan cara meletakkan koloni lebah pada areal tanaman budidaya
yang daya serbuknya rendah. Perpindahan lebah dari satu bunga ke bunga yang
lain mempercepat proses polinasi karena serbuk sari banyak menempel pada kaki
dan perut dari lebah (Liferdi 2008).

Penanda Genetik

Penanda (marka) genetik dikenal ada tiga macam, yaitu marka morfologi,
marka biokimia (isozim), dan marka DNA (molekuler) (Liu dan Wu 1998).
Penanda biokimia (isozim) pada kelapa telah digunakan untuk studi keragaman
(Novarianto dan Hartana 1995). Keterbatasan dari marka-marka biokimia dan
morfologi terbatas dalam jumlah dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan
atau fase perkembangan dari tanaman (Iriani 2011).
Penanda molekuler pertama tanpa aplikasi PCR mulai diperkenalkan sejak
tahun 1980-an, yaitu RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism)
(Schulman 2007). Setelah itu muncul penanda yang menggunakan aplikasi PCR,
yaitu RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Marka RAPD memiliki
kekurangan yaitu tidak dapat membedakan lokus heterozigot dengan homozigot.
Setelah itu berkembang mikrosatelit atau SSR (Simple Sequence Repeat) pada
tahun 1990 (Semagn, 2006). Sebuah penanda yang ideal seharusnya memiliki
tingkat polimorfisme yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk mengukur
keragaman genetik dan tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan; marka tersebar
merata di seluruh genom; marka dapat mendeteksi perbedaan nukleotida dan
dapat diwariskan dari tetua ke progeninya (Lowe et al. 2005).
Semagn (2006) menyatakan bahwa penanda molekuler secara garis besar
dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan metode deteksinya, yaitu (i) Marka
berbasis hibridisasi seperti RFLP, (ii) Marka berbasis PCR, seperti RAPD, AFLP,
ISSR, SSR, dan (iii) Marka berbasis sekuens DNA seperti SNP.
Manfaat marka molekuler dalam pemuliaan adalah lebih mengefisienkan
pemuliaan konvensional. Seleksi dapat dilakukan lebih awal serta langsung pada
sifat yang diinginkan jika marka tersebut terpaut dengan sifat tertentu (Azrai

8
2006). Identifikasi perbedaan individu tanaman dapat menggunakan marka
molekuler untuk perlindungan kultivar tanaman (Pabendon 2007).

Simple sequence repeats (Mikrosatelit)
Pengulangan ruas basa DNA diklasifikasikan berdasarkan panjang dan
jumlah ruas berulang di dalam genom yang dapat berupa : (1) DNA Satelit, adalah
DNA yang memiliki pengulangan sangat tinggi biasanya antara 1000–100.000
kopi, sering berada pada bagian heterokromatin; (2) Minisatelit, memiliki
pengulangan yang lebih sedikit yaitu 10–60 pasang basa; (3) Mikrosatelit (SSR),
disebut juga fragmen berulang sederhana atau fragmen berulang sederhana,
memiliki pengulangan lebih pendek pada 1-6 pasang basa, terdistribusi lebih
banyak pada lokus genom; (4) Midisatelit, memiliki ruas berulang yang
merupakan kombinasi dari satelit dan minisatelit (Pandin 2009b).
Simple sequence repeats juga dikenal dengan mikrosatelit terdiri atas
pengulangan beberapa basa nukleotida, berupa dinukleotida, trinukleotida, atau
tetranukleotida, yang tersebar disepanjang genom kebanyakan spesies eukariotik
(Powell 1996). Jumlah pengulangan nukleotida berkisar antara 5-40 kali (Selkoe
dan Toonen 2006) atau kurang dari 100 kali (Karp et al. 1997). Panjang
pengulangan ini bervariasi tergantung individu/varietas dan diwariskan kepada
generasi berikutnya. Motif pengulangan nukleotida yang paling banyak ditemukan
pada manusia adalah AC atau TC, sedangkan pada tanaman adalah AT, AG, dan
TC (Powell 1996).
Kelebihan marka mikrosatelit adalah jumlahnya yang banyak di dalam
genom tanaman, bersifat polimorfik, mudah dideteksi dengan PCR, waktu deteksi
yang dibutuhkan singkat, bersifat co-dominan, dan membutuhkan DNA dalam
jumlah sedikit. Marka mikrosatelit mampu membedakan individu yang
heterozigot maupun dan homozigot (Wright dan Benzen 1994).
Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam melakukan analisis marka
molekuler. Tahap kegiatan berikutnya dilanjutkan dengan amplifikasi PCR.
Amplifikasi PCR pada SSR menggunakan primer forward dan reverse khusus
yang akan menempel pada suhu annealing tertentu pada template DNA. Fragmen
hasil PCR kemudian dapat dipisahkan dengan teknik elektroforesis menggunakan
gel poliakrilamid. Deteksi DNA dilakukan dengan pewarnaan silver atau dengan
menggunakan sistem deteksi fluorescent. Gel poliakrilamid memiliki resolusi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan gel agarose (Semagn 2006).

Single nucleotide amplified polymorphism (SNAP)
Marka SNAP saat ini merupakan marka DNA yang lebih popular. Marka
SNAP menggantikan marka SSR sebagai pilihan utama dalam beberapa aplikasi
dalam pemuliaan tanaman dan genetik. Marka SNAP jumlahnya melimpah, stabil,
lebih efisien, dan lebih hemat biaya. SNP (Single nucleotide polymorphism)
adalah perubahan posisi spesifik satu atau dua basa nukleotida yang sifatnya
melimpah dalam genom eukariot. Perbedaan basa nukleotida diduga berpengaruh
terhadap sifat fenotipik pada tiap-tiap individu (McCouch et al. 2010). Jumlah

9
SNP yang melimpah membuat marka SNAP lebih menarik dibanding marka
lainnya, termasuk dalam mengembangkan penanda bagi gen target tertentu
(Lestari dan Koh 2013).
Deteksi marka SNAP yang bersifat ko-dominan, berdasarkan pada
amplifikasi PCR dengan primer yang berbasis pada informasi sekuen untuk gen
spesifik. Keunggulan teknik SNAP adalah lebih mudah dan lebih hemat waktu
dibandingkan dengan teknik SSR (Yang et al. 2011). Marka SNAP juga memiliki
tingkat kesalahan yang lebih rendah dibandingkan dengan marka SSR. Marka
SNAP saat ini telah digunakan sebagai penanda genetik untuk berbagai fungsi
pemuliaan tanaman, misalnya analisis keragaman genetik, pembuatan linkage
map, dan Marker Assisted Selection (Chen et al. 2011). Kelemahan dari teknik
SNAP adalah memerlukan informasi keragaman sekuen untuk suatu gen yang
menjadi target analisis (Mammadov et al. 2012).
Makapuno adalah salah satu kelapa unik yang juga memiliki endosperma
yang abnormal. Endosperma makapuno lebih tebal dan lembut serta fase cairnya
sangat kental sepeti oli. Hal tersebut disebabkan oleh terdegradasinya
galaktomanan oleh α-D-galaktosidase (Samonthe 1988). Sintesis sukrosa sejalan
dengan proses degradasi galaktomanan menjadi manosa dan galaktosa, sehinga
enzim sucrose synthase (SUS) diduga mempengaruhi morfologi endosperma pada
kelapa kopyor. Keragaman DNA dari gen SUS dapat digunakan untuk
menghasilkan marka SNAP dan dievaluasi untuk menduga keragaman genetik
pada kelapa kopyor (Sukendah 2007).

Penyebaran Serbuk Sari

Aliran gen atau gene flow adalah proses transfer informasi genetik melalui
penyebaran serbuk sari (penyebaran gamet jantan) dan melalui penyebaran benih
(migrasi) (Mallet 2001). Aliran gen merupakan proses yang alami yang terjadi
pada tanaman yang menyebabkan gen-gen dalam tanaman berpindah. Proses
aliran gen dapat terjadi pada tanaman yang memiliki keserasian secara seksual
antara tanaman domestik maupun kerabat liarnya (Pandin 2009). Analisis aliran
gen melalui serbuk sari dalam suatu populasi dapat digunakan untuk menduga
apakah terjadi perkawinan antara tanaman yang berbeda (outcrossing) atau
dengan tanaman yang sama (selfing) (Boer, 2007).
Hamrick dan Trapnell (2011) mengatakan bahwa pola penyebaran biji dapat
dianalisis menggunakan dua metode, yaitu :
a.
Metode tak langsung meliputi analisis struktur genetik populasi
menggunakan marka genetik yang diwariskan secara maternal misalnya
menggunakan cpDNA (DNA kloroplas) dan mtDNA (DNA mitokondria)
dalam satu populasi.
b.
Metode langsung menggambarkan pola penyebaran biji menggunakan
marka molekuler untuk mengidentifikasi induk dari biji atau analisis
parental. Analisis metode langsung dibagi menjadi dua yaitu analisis induk
jantan dan betina dari biji dan analisis kecocokan antara induk jantan
dengan induk betina terhadap keturunannya.

10
Sistem perkawinan pada tanaman dapat diketahui melalui analisis pola
penyebaran serbuk sari. Penelitian Carneiro et al. (2011) menyatakan bahwa
tanaman Hymenaea coubaril melakukan penyerbukan sendiri. Hal tersebut
bertentangan dengan penelitian sebelumnya oleh Dunphy et al. (2004) yang
menyatakan bahwa H. coubaril memiliki ketidaksesuaian secara seksual (self
incompability). Penebangan pohon H. coubaril secara bebas dalam areal
perhutanan dapat mengakibatkan berkurangnya pohon yang reproduktif. Kondisi
tersebut mengakibatkan tanaman terisolasi, sehingga persentase penyerbukan
sendiri dapat meningkat (Carneiro et al. 2011).
Informasi genetik dari suatu organisme tidak mengalami perubahan
sepanjang hayatnya namun tidak dapat dipertahankan karena masa hidup suatu
organisme tersebut sangat terbatas. Namun demikian setiap organisme
mempunyai potensi untuk menurunkan informasi genetik yang dimilikinya ke
keturunannya melalui pertukaran gamet dan hal ini akan menghasilkan
rekombinasi baru. Dengan demikian dinamika dari struktur genetik tidak dapat
diamati ditingkat organisme tunggal, tetapi diamati ditingkat populasi dimana
setiap anggota dari populasi tersebut saling bertukar gamet (Pandin 2009).

11

ANALISIS KEMIRIPAN GENETIK POPULASI KELAPA
KOPYOR PATI MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULER

Abstract

Kopyor coconuts is an exotic coconut originated from Indonesia. Pati,
Central Java is one of the kopyor coconut producing areas in Indonesia. This
research was conducted to evaluate genetic similarity among accessions of
kopyor and normal coconut provenances existed in the region. Four SSR loci and
one SNAP locus (SNP #14 of SUS1) were selected to access genetic variability
among provenances after evaluating 36 SSR and 4 SNP loci. The materials
evaluated include 95 accessions of a mixture of normal and kopyor coconut
producing adult palms, consisted of Tall, Dwarf and Hybrid types and their 84
progenies. It harvested from 15 randomly selected female parents from the same
gardens. Results of the experiment indicated the average of allele per locus and
PIC number was 4.5 and 0.46, respectively. Cluster analysis using UPGMA based
on molecular data resulted in an estimate of female similarity intra adult
population and intra progenies population were at least 18% and 43%,
respectively. That intrapopulation of progenies were more closely related than
intrapopulation of adult palms. Results of STRUCTURE analysis were grouped
most of the individuals into either Tall, Dwarf or Hybrid types, as they were
suspected based on the morphology of the palms. However, a number of
individuals grouped as Tall, and some as Dwarf based on their morphology, were
actually identified as Hybrids based on alleles constitutions of the evaluated
markers.

Keyword : genetic distance, genetic structure, mutan coconut, SNAP Marker, SSR
Marker

12
Pendahuluan

Kelapa di Indonesia memiliki beberapa keunikan yang menjadi daya tarik
tersendiri. Kelapa eksotik yang ada di Indonesia antara lain adalah kelapa lilin
yang endospermanya agak kenyal, kelapa kenari yang endospermanya renyah dan
manis, kelapa hijau yang sabutnya berwarna merah muda, serta kelapa kopyor
yang memiliki endosperma yang terlepas dari tempurungnya (Maskromo 2013).
Jumlah tanaman kelapa kopyor sangat terbatas karena merupakan hasil
mutasi alami (Maskromo 2005). Keterbatasan jumlah serta tingginya permintaan
masyarakat meningkatkan harga jual buah kelapa kopyor. Tanaman kelapa kopyor
dilaporkan ditemukan di daerah tertentu seperti Pati, Sumenep, Jember,
Banyuwangi (Sukendah 2009), Tangerang, Ciomas, dan Kecamatan Kalianda
Lampung Selatan (Maskromo 2005).
Buah kelapa mutan dengan fenotipik endosperma abnormal juga dilaporkan
di beberapa negara. Di Filipina dikenal kelapa mutan dengan nama macapuno dan
di Thailand dengan nama dikiri (Maskromo 2005). Kelapa tersebut memiliki
endosperma bertekstur menyerupai kelapa lilin dan rasanya kurang manis
sehingga kurang diminati oleh konsumen. Kelapa kopyor memiliki perbedaan
pada endospermanya yang lembut serta rasa yang manis, sehingga kelapa kopyor
lebih disukai. Kelapa kopyor menjadi buah eksklusif dengan harga jual di
pedagang pengumpul berkisar antara Rp.20.000–Rp.30.000/buah sedangkan di
pasar swalayan bisa mencapai Rp.50.000/buah.
Kelapa dibagi menjadi tiga tipe, yaitu kelapa Dalam, kelapa Genjah dan
kelapa Hibrida. Ciri kelapa Dalam adalah memiliki tinggi di atas 15 m dan bagian
pangkal batang membesar (bole). Kelapa tipe Genjah pada umumnya memiliki
batang pendek berkisar 12 meter dan agak kecil, tidak memiliki bole (Pandin
2009). Kelapa Hibrida merupakan gabungan sifat antara kelapa Genjah dengan
kelapa Dalam.
Jenis kelapa Genjah maupun kelapa Dalam berpeluang untuk menghasilkan
buah kopyor (Maskromo et al. 2007). Populasi kelapa penghasil buah kopyor di
Pati sangat beragam jenisnya mulai dari kelapa Genjah berbuah kopyor, kelapa
Dalam berbuah kopyor, bahkan terdapat kelapa Hibrida alami yang berbuah
kopyor (Sudarsono et al. 2012). Kelapa penghasil buah kopyor yang
dikembangkan di beberapa daerah umumnya berjenis kelapa Dalam yang
memiliki persentase produksi buah kopyor yang rendah 2-10% (Maskromo dan
Novarianto 2007). Kelapa Genjah penghasil buah kopyor telah berkembang sejak
puluhan tahun yang lalu di Kabupaten Pati (Maskromo et al. 2011a).
Marka molekuler adalah suatu penanda berbasis DNA yang bermanfaat
dalam mengidentifikasi perbedaan tanaman secara individu melalui profil unik
secara alelik. Profil dan similaritas genetik setiap genotipe dapat dilakukan
langsung melalui analisis DNA (Azrai 2006). Marka SSR menarik dikembangkan
khususnya pada spesies yang menunjukkan variasi genetik rendah, pada populasi
inbred dan populasi yang diperoleh dari daerah-daerah berdekatan sehingga sulit
dipilah-pilah dengan pendekatan lain (Saptahadi et al. 2011).
Kemiripan genetik antara kelapa Genjah penghasil kopyor dengan kelapa
Dalam dan kelapa Hibrida penghasil buah kopyor dapat diketahui dengan analisis
DNA menggunakan marka molekuler berdasarkan uraian sebelumnya. Tujuan

13
penelitian ini adalah (1) Menganalisis kemiripan genetik pada populasi kelapa
berbuah kopyor di Pati, Jawa Tengah serta populasi progeninya menggunakan
marka SSR dan SNAP. (2) Menganalisis struktur genetik kelapa tipe Dalam,
kelapa tipe Genjah, dan kelapa tipe Hibrida.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2011 hingga Januari 2013.
Sampel tanaman diambil pada bulan Juli 2011di Desa Sambiroto, Kabupaten Pati,
Jawa Tengah. Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler
Tanaman (PMB Lab) Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.

Bahan Tanaman
Materi genetik penelitian ini menggunakan dua populasi, yaitu populasi
kandidat tetua dan populasi progeni. Populasi kandidat tetua sebanyak 95 aksesi
terdiri atas 66 pohon kelapa tipe Genjah, 18 pohon kelapa tipe Dalam dan 11
pohon kelapa tipe Hibrida. Populasi progeni sebanyak 84 individu yang
merupakan hasil panen buah kelapa kopyor dan non kopyor dari 15 pohon induk
betina terpilih di lokasi yang sama.
Anak daun pada setiap pohon diambil sebanyak dua helai kemudian
dipotong-potong kurang lebih sepanjang 10 cm. Potongan daun lalu dibungkus
dengan aluminium foil dan diberi label sesuai dengan nomor pohon asal daun
tersebut. Daun yang telah dibungkus disimpan di dalam kotak plastik pada tempat
yang lembab selama tiga hari. Sampel daun disimpan di dalam freezer pada suhu 20 °C setelah berada di laboratorium dan siap dilakukan isolasi DNA.
Buah kelapa normal yang dipanen dikecambahkan di lapang untuk ekstraksi
DNA. Daun muda diambil dari bibit berumur 3 bulan setelah perkecambahan.
Isolasi DNA pada buah kelapa kopyor diambil dari embrionya.

Isolasi DNA
DNA diisolasi menggunakan CTAB mengikuti metode Rohde et al. (1995)
dengan beberapa modifikasi. Daun kelapa muda dipotong kurang lebih seberat
0.3-0.4 g kemudian digerus dengan buffer lisis sebanyak 2 ml, PVP 0.007 g dan 2mercaptoetanol sebanyak 10 µl. Hasil gerusan daun kemudian diinkubasi dalam
waterbath dengan suhu 65 °C selama 60 menit. Setelah itu dilakukan sentrifugasi
menggunakan Eppendorf Centrifuge 5416 pada kecepatan 11000 rpm selama 10
menit. Supernatan dipindahkan ke tube eppendorf baru kemudian ditambahkan
kloroform:isoamilalkohol (24:1) sebanyak volume supernatant lalu disentrifugasi.

14
Supernatan dipindah ke tube eppendorf baru kemudian ditambahkan isopropanol
dingin sebanyak 0.8 volume dari supernatan dan natrium asetat sebanyak 0.1
volume supernatant kemudian diinkubasi dalam freezer semalaman. Suspensi
kemudian disentrifugasi hingga diperoleh pellet DNA. Pellet DNA dicuci dengan
menggunakan ethanol 70% dingin 500 μl, lalu disentrifugasi dan dikeringkan.
Pellet DNA diencerkan menggunakan aquabidest sebagai suspensi DNA.
Purifikasi DNA dilakukan untuk menghilangkan kontaminan RNA. RNase
sebanyak 3 μl ditambahkan ke dalam suspensi DNA kemudian diinkubasi selama
1 jam pada suhu 37 0C. Suspensi DNA ditambahkan dengan satu volume fenol.
dan campuran kloroform:isoamilalkohol (24:1). Suspensi DNA dipresipitasi
dengan 0.8 volume isopropanol dan 0.1 volume natrium asetat lalu dibilas dengan
alkohol 70% dingin. Pelet DNA kering diberi 300 µl aquabidest dan disimpan
pada –20 °C.
Uji kuantifikasi dan kemurnian DNA
Kuantifikasi DNA dilihat menggunakan agarose 1% dalam buffer TBE
0.5X pada tegangan 100 V selama 60 menit yang dielektroforesis dengan Cole
Parmer®. Standar DNA (ladder 100 bp) digunakan agar ukuran DNA sampel
dapat diestimasi. Gel agarose diwarnai dengan ethidium bromide selanjutnya
diamati dengan UV transiluminator Vilber Lourmat dan dokumentasi dengan
kamera digital.

Amplifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction)
Amplifikasi menggunakan mesin PCR Perkin Elmer GeneAmp PCR System
2400 dan PCR kit KAPA 2G FAST dengan total reaksi 25 µl. Mix PCR
merupakan resep campuran untuk satu reaksi yaitu PCR buffer 5X 5 µl, MgCl2 25
mM 0.5 µl, dNTP 10 mM 0.5 µl, satu unit Taq polymerase 0.01 µl, dan
aquabidest 13.5 µl. Primer forward dan reverse untuk satu reaksi sebanyak 1.5 µl
ditambahkan ke dalam mix PCR. DNA working solution sebanyak 4 µl disiapkan.
Tahapan PCR dimulai dengan denaturasi awal 95 ºC selama 3 menit, tahap
denaturasi 95 ºC selama 15 detik, tahap annealing 51-55 ºC selama 15 detik (suhu
yang berbeda untuk tiap primer), tahap elongasi 72 ºC selama 1 detik, dan
dilakukan pengulangan siklus-siklus tersebut sebanyak 35 kali. Tahap elongasi
terakhir pada suhu 72 ºC selama 10 menit. Hasil PCR bisa disimpan pada suhu 4
ºC atau -21 °C untuk pemakaian dalam jangka waktu yang lama. Produk PCR
dikonfirmasi dengan gel agarose 1% dalam buffer TBE 0.5X pada tegangan 80 V
selama 30 menit yang dielektroforesis dengan Cole Parmer®.

PAGE (Polyacrilamid Gel Electroforesis)
Produk PCR marka SSR dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamid
6% menggunakan Buffer SB 1x (Brody dan Kern 2004). Elektroforesis gel
poliakrilamid disebut juga elektroforesis vertikal. Gel akrilamid digunakan karena
akrilamid mampu menghasilkan resolusi yang lebih tinggi dibandingkan agarose.

15
Elektroforesis vertikal menggunakan alat Cole-Parmer® Dedicated Height
Sequencers.
Setiap produk PCR dicampur dengan loading dye kemudian didenaturasi
selama 10 menit kemudian diletakkan dalam es yang telah dihancurkan. Pre run
dilakukan pada 100 watt selama 30 menit. Elektroforesis dilakukan pada 60 watt
selama