Karakterisasi Senyawa Aktif Antibakteri dari Fraksi Etil Asetat Daun Tanaman Bandotan (Ageratum conyzoides L.)

KARAKTERISASI SENYAWA AKTIF ANTIBAKTERI
DARI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN TANAMAN BANDOTAN
(AGERATUM CONYZOIDES L)

TAUFAN HARI SUGARA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakterisasi Senyawa Aktif
Antibakteri Dari Fraksi Etil Asetat Daun Tanaman Bandotan (Ageratum conyzoides
L.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.


Bogor, Juni 2011

Taufan H. Sugara
NIM G451070071

ABSTRACT
TAUFAN H. SUGARA. Characterization Antibacterial Compounds from Ethyl
Acetat Fraction of Bandotan Leaf (Ageratum conyzoides L.) Under direction of
TUN TEDJA IRAWADI, IRMA HERAWATI SUPARTO and MUHAMMAD
HANAFI.
Utilization of Ageratum conyzoides L. leaf for wound healing and
digestion disorders are often associated with its antibacterial activities. However,
information of this plant as antibacterial agent still limited on the polar and
nonpolar fraction. Therefore, the objective of this study was to evaluate and
identify the antibacterial activity of semipolar fraction extract of A. conyzoides L.
leaves to Staphylococcus aureus and Eschericchia coli. Overall antibacterial
activity results of ethyl acetate extract, fractions and subfractions Ageratum
conyzoides L. leaves showed broad-spectrum antibacterial activity because it can
prevent bacterial growth of S. aureus and E. coli. Subfractions 4b has the highest
antibacterial activity for S. aureus compared to other subfractions. The minimum

inhibition concentration for subfractions 4b against S. aureus was 25 mg/ml and
50 mg/ml for E. coli. Based on UV-Vis spectrophotometer, infra red and gas
chromatograpy-mass spectroscopy, this fraction contain coumarin compounds, 2
chromen (prekosen II and 7-methoxy-2,2-dimethyl-6-vinyl-2H-chromene), and 2
derivative palmitic acid (9, 12-heksadecanoic acid and 9,12 octadecanoic acid,
neophytadiene and 5,11,14,17-methyl eicosatetraenoate.
Keywords: A. conyzoides leaf, ethyl asetat fraction, antibacteria.

RINGKASAN
TAUFAN H. SUGARA. Karakterisasi Senyawa Aktif Antibakteri dari Fraksi Etil
Asetat Daun Tanaman Bandotan (Ageratum conyzoides L.). Dibimbing oleh TUN
TEDJA IRAWADI, IRMA HERAWATI SUPARTO, dan MUHAMMAD
HANAFI.
Salah satu tanaman obat yang cukup dikenal di masyarakat adalah
tanaman bandotan (Ageratum conyzoides L.). Tanaman bandotan umumnya
digunakan oleh masyarakat untuk obat luka dan gangguan pencernaan.
Penggunaan daun tanaman ini pada luka dipercaya dapat menghentikan
pendarahan dan mempercepat proses penyembuhan. Salah satu cara untuk
mempercepat proses penyembuhan pada luka adalah dengan mencegah terjadinya
infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Pengembangan penelitian tentang aktivitas

antibakteri dari tanaman bandotan sangatlah penting dan dapat dikaitkan dengan
pemanfaatannya sebagai obat luka secara tradisional.
Sampai saat ini, pencarian senyawa aktif antibakteri dari tanaman
bandotan hanya terbatas pada fraksi polar dan non polar saja sehingga pencarian
senyawa aktif dari fraksi semi polarnya perlu dilakukan. Secara ilmiah, fraksi
semipolar juga mengandung senyawa-senyawa metabolit sekunder yang memiliki
aktivitas sebagai antibakteri. Etil asetat adalah salah satu pelarut semipolar yang
paling sering digunakan dan diketahui mampu memisahkan senyawa-senyawa
metabolit sekunder yang tidak dapat larut dalam pelarut polar dan non polar.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakter dan aktivitas antibakteri
dari senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak etil asetat daun tanaman bandotan
(Ageratum conyzoides L.).
Sebanyak 1,5 kg sampel kering dimaserasi dengan heksana untuk
menghilangkan kandungan lemak dan minyak yang terdapat dalam sampel.
Setelah dilakukan penyaringan dan pengeringan, residu yang dihasilkan
dimaserasi kembali dengan etil asetat sehingga diperoleh ekstrak kasar etil asetat.
Ekstrak kasar etil asetat dan daun bandotan kering diuji kandungan fitokimianya.
Ekstrak kasar etil asetat kemudian difraksinasi dengan kromatografi kolom
dengan eluen terbaik sehingga diperoleh beberapa fraksi.
Masing-masing fraksi diuji aktivitas antibakterinya untuk mendapatkan

fraksi yang memiliki aktivitas antimikroba paling tinggi. Fraksi yang memiliki
aktivitas antimikroba paling tinggi kemudian difraksinasi dan diuji antibakteri
kembali. Subfraksi dengan aktivitas antibakteri tertinggi kemudian ditentukan
nilai Minimum Inhibition Concetration (MIC) dan diidentifikasi senyawa aktifnya
menggunakan spektrofotometer ultraviolet visible (UV-Vis), spektrofotometer
infra merah (IR), dan kromatografi gas-spektroskopi massa (GC-MS).
Ekstraksi maserasi daun bandotan menggunakan pelarut heksana dan etil
asetat diperoleh ekstrak heksana sebanyak 75,95 g dan ekstrak etil asetat sebanyak
71,50 g. Hasil analsis fitokimia terhadap daun bandotan menunjukkan adanya
senyawa-senyawa flavonoid, steroid, p-hidrokuinon, terpenoid dan tanin.
Senyawa-senyawa tersebut juga terdapat pada ekstrak etil asetat, kecuali senyawa
tanin yang menunjukkan hasil negatif. Senyawa tanin merupakan senyawa
polifenol yang bersifat polar dan hanya dapat larut dalam pelarut dengan tingkat

ii

kepolaran yang sesuai. Perbedaan tingkat kepolaran etil asetat dan senyawa tanin
menyebabkan senyawa ini tidak dapat larut pada pelarut etil asetat.
Hasil fraksinasi dengan menggunakan eluen kloroform-metanol (9:1)
sebagai eluen terbaik diperoleh total fraksi sebanyak 8 fraksi. Fraksi 1-4 memiliki

jumlah rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan empat fraksi lainnya.
Tingginya rendemen fraksi 1-4 menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat lebih
banyak mengandung senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran yang cenderung
rendah. Fraksi 1-4 merupakan fraksi yang memiliki tingkat kepolaran yang lebih
rendah dibandingkan dengan fraksi 5-8. Tingkat kepolaran yang rendah
menyebabkan senyawa tersebut terabsorbsi lebih lemah oleh absorben sehingga
akan keluar lebih dahulu dari kolom kromatografi.
Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak kasar etil asetat
daun bandotan memiliki aktivitas antibakteri seperti ekstrak polar dan non
polarnya. Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak etil asetat pada
konsentrasi 300 mg/ml terhadap S. aureus sebesar 14 mm dan terhadap E. coli
sebesar 11 mm. Uji aktivitas antibakteri terhadap ekstrak etil asetat dan fraksi 1-8
menghasilkan rata-rata diameter zona hambat yang cenderung lebih besar
terhadap S. aureus dibandingkan dengan diameter zona hambat pada E. coli,
kecuali pada fraksi 5. Besarnya diameter zona hambat terhadap S. aureus
menunjukkan bahwa bakteri Gram positif ini lebih sensitif terhadap masingmasing ekstrak etil asetat dan fraksi-fraksinya. Perbedaan sensitivitas antara
bakteri Gram positif dan negatif diduga berasal dari perbedaan morfologi struktur
dinding sel antara keduanya. Bakteri Gram negatif memiliki membran phospolipid
bagian luar yang menjaga struktur komponen lipopolisakarida sehingga dinding
sel menjadi impermeable terhadap senyawa antibakteri.

Berbeda dengan ketujuh fraksi lainnya, fraksi 5 menghasilkan diameter
zona hambat yang lebih besar terhadap E. coli dibandingkan dengan S. aureus.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada fraksi 5 mengandung senyawasenyawa yang yang memiliki efektifitas yang lebih baik terhadap bakteri gram
negatif dibandingkan gram positif.
Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat daun
bandotan dan semua fraksinya memiliki spektrum luas karena mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan negatif. Hasil penelitian yang
dilakukan juga menunjukkan bahwa fraksi 1-6 tergolong sebagai antibakteri yang
memiliki aktivitas kuat karena menghasilkan rata-rata diameter zona hambat
diatas 10 mm. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa aktivitas antibakteri terbaik
ditunjukkan oleh fraksi 4 karena menghasilkan diameter zona hambat paling
tinggi yaitu sebesar 16 mm untuk S. aureus dan 14 mm untuk E. coli. Meskipun
diameter zona hambat yang dihasilkan hampir sama dengan fraksi 3, tetapi
diameter zona hambat fraksi 3 terhadap E. coli lebih rendah yaitu sebesar 11,5
mm. Perbedaan diameter zona hambat yang dihasilkan menjadi dasar pemilihan
fraksi 4 sebagai fraksi teraktif.
Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak etil asetat dan fraksifraksinya lebih rendah bila dibandingkan dengan diameter zona hambat dari
kloramfenikol sebagai antibakteri standar. Hal ini diduga disebabkan oleh
perbedaan aktivitas antibakteri kloramfenikol dengan senyawa antibakteri yang
terdapat pada ekstrak etil asetat daun bandotan dan fraksi-fraksinya. Hal ini

dibuktikan dengan besarnya diameter zona hambat yang dihasilkan meskipun

iii

konsentrasi yang digunakan lebih kecil. Efektifitas antibakteri dipengaruhi oleh
senyawa antibakteri, suhu, waktu inkubasi, jenis, jumlah, dan umur bakteri, serta
sifat kimia subtrat seperti pH dan kadar air. Kloramfenikol merupakan antibiotik
aminoglikosida yang bersifat bakteriostatik dan berspektrum luas. Mekanisme
kerja kloramfenikol adalah dengan mengganggu sintesis protein pada bakteri.
Fraksinasi terhadap fraksi 4 dengan eluen kloroform-metanol (9:1) sebagai
eluen terbaik menghasilkan lima subfraksi. Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap
kelima subfraksi menunjukkan bahwa subfraksi 4b memiliki aktivitas tertinggi
karena menghasilkan diameter hambat sebesar 14,5 mm terhadap S. aureus dan 10
mm terhadap E. coli. Diameter zona hambat subfraksi 4a terhadap S. aureus sama
dengan subfraksi 4b, tetapi daya hambatnya terhadap E. coli lebih rendah yakni
sebesar 8 mm. Perbedaan diameter zona hambat yang dihasilkan menjadi dasar
pemilihan subfraksi 4b sebagai subfraksi teraktif.
Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh subfraksi 4b-4e lebih rendah
bila dibandingkan dengan fraksi 4. Terjadinya penurunan aktivitas antibakteri ini
diduga disebabkan oleh senyawa-senyawa yang terdapat pada subfraksi 4a-e

bekerja secara sinergis dan ditunjukkan dengan besarnya diameter hambat yang
dihasilkan pada uji aktivitas antibakteri fraksi 4. Dengan kata lain, pemisahan
fraksi 4 menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil menyebabkan senyawa-senyawa
yang bekerja secara sinergis sebagai antibakteri menjadi terpisah sehingga daya
aktivitas antibakteripun mengalami penurunan.
Penentuan nilai MIC pada subfraksi 4b menggunakan variasi konsentrasi
500, 250, 125, 175, 50, 25, 10, dan 5 mg/ml. Variasi konsentrasi yang digunakan
menghasilkan respon yang berbeda-beda terhadap kedua bakteri uji. Semakin
besar konsentrasi yang digunakan, maka diameter zona hambat yang terbentuk
akan semakin besar. Nilai MIC untuk bakteri S. aureus adalah sebesar 25 mg/ml
dan nilai MIC untuk E. coli adalah sebesar 50 mg/ml. Konsentrasi tersebut
merupakan konsentrasi terendah dari subfraksi 4b yang dapat menghambat
pertumbuhan masing-masing bakteri uji.
Hasil identifikasi subfraksi 4b dengan menggunakan UV-Vis, IR dan GCMS diperoleh dugaan senyawa yang terkandung pada subfraksi 4b berupa
senyawa kumarin, 2 senyawa kromen (prekosen II dan 7-metoksi-2,2-dimetil-6vinil-2H-kromen), 2 senyawa turunan asam palmitat (asam heksadekanoat dan
asam 9,12-oktadekanoat), senyawa triterpen (neopitadien) dan senyawa metil5,11,14,17-eikosatetraenoat.
Kata kunci: daun bandotan, fraksi etil asetat, antibakteri

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KARAKTERISASI SENYAWA AKTIF ANTIBAKTERI
DARI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN TANAMAN BANDOTAN
(AGERATUM CONYZOIDES L)

TAUFAN HARI SUGARA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Dr. Irmanida Batubara, S.Si, M.Si

Judul Tesis
Nama
NIM

: Karakterisasi Senyawa Aktif Antibakteri dari Fraksi Etil Asetat
Daun Tanaman Bandotan (Ageratum conyzoides L.)
: Taufan Hari Sugara
: G451070071

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua


Dr. dr. Irma Herawati Suparto, MS
Anggota

Dr. Muhammad Hanafi
Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi
Pascasarjana
Kimia

Prof. Dr. Ir. Purwantiningsih Sugita, MS

Tanggal Ujian: 27 Juni 2011

Dekan Sekolah

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Lulus:

HALAMAN PERSEMBAHAN
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi,
MS, Ibu Dr. dr. Irma Herawati Suparto, MS, dan Bapak Dr. Muhammad Hanafi
selaku pembimbing dan telah banyak memberikan masukan untuk kesempurnaan
penulisan karya ilmiah ini. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada jajaran staf Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan IndonesiaPuspitek, Serpong dan Laboratorium Kimia Analitik-Institut Pertanian Bogor,
yang telah memberikan izin dan membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, Istri, dan
anakku serta segenap keluarga besar di Kota Bogor dan Kota Mataram atas segala
doa dan dukungannya. Tidak lupa juga ucapan terima kasih kepada rekan-rekan di
asrama mahasiswa Nusa Tenggara Barat-Bogor serta semua pihak yang telah
banyak membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wataala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2010 ini ialah
antibakteri. Tanaman bandotan (Ageratum conyzoides L.) sebagai salah satu
tanaman obat Indonesia biasanya digunakan oleh masyarakat untuk mengobati
luka dan gangguan pencernaan. Penggunaan tanaman tersebut seringkali dikaitkan
dengan aktivitasnya sebagai antibakteri. Hingga tahun 2011, penentuan senyawa
aktif antibakteri pada daun tanaman bandotan hanya dilakukan pada fraksi polar
dan nonpolarnya saja. Dengan demikian, perlu dilakukan penentuan senyawa aktif
dari fraksi semipolar daun tanaman tersebut untuk mendukung alasan
penggunaannya sebagai tanaman obat tradisional.
Penulis sadar bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sebagai
bagian dari proses belajar yang tiada henti. Karenanya penulis sangat
mengharapkan

kritik,

saran,

maupun

masukan

yang

konstruktif

guna

kesempurnaan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2011

Taufan H. Sugara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mataram pada tanggal 16 Nopember 1982 dari Bapak
H. Hamzah M. Sehab, SH dan Ibu Hj. Yuriwati, S.Pd. Penulis merupakan putra
kelima dari enam bersaudara.
Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Mataram dan pada tahun
yang sama melanjutkan pendidikan sarjana sains di Universitas Negeri Surabaya
pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis
menyelesaikan studi pada tahun 2006 dan setahun kemudian diterima sebagai
mahasiswa Program Pascasarjana IPB di Departemen Kimia.
Selama menempuh program studi S2, penulis pernah mendapat beasiswa
pendidikan dari Pemerintah Propinsi NTB. Penulis pernah membuat karya ilmiah
berjudul isolasi senyawa pektin dari kulit buah manggis dan disampaikan pada
seminar nasional dengan tema “Globalisasi Hasil-Hasil Penelitian Dalam
Mengembangkan Profesionalisme di Bidang Kimia Menuju Kualitas Berstandar
Internasional” pada bulan Desember 2007 di Surabaya.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ...............................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................

xiii

PENDAHULUAN ..............................................................................................
Latar Belakang ...........................................................................................
Tujuan ........................................................................................................
Manfaat Penelitian .....................................................................................

1
1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
Tanaman Bandotan (Ageratum conyzoides Linn) ......................................
Fitokimia Bandotan ....................................................................................
Bakteri Uji ..................................................................................................
Antibakteri..................................................................................................
Ekstraksi .....................................................................................................
Fraksinasi Senyawa Aktif ..........................................................................
Spektrofotometer Ultraviolet .....................................................................
Spektrofotometer Inframerah .....................................................................
Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa (GC-MS) ..................................

4
4
5
7
8
10
11
13
14
15

BAHAN DAN METODE ...................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................
Alat dan Bahan ...........................................................................................
Persiapan Sampel dan Penentuan Kadar Air ..............................................
Ekstraksi Sampel ........................................................................................
Uji Fitokimia ..............................................................................................
Fraksinasi dan Identifikasi Senyawa Aktif ................................................
Uji Aktivitas Antibakteri ............................................................................
Penentuan Nilai Minimum Inhibition Concentration (MIC)......................

16
16
16
16
17
17
18
19
20

HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................
Ekstraksi Daun Bandotan ...........................................................................
Analisis Fitokimia ......................................................................................
Fraksinasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat ....................
Fraksinasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi 4 .....................................
Penentuan Nilai Minimum Inhibition Concentration (MIC)......................
Identifikasi Senyawa Aktif.........................................................................

22
22
22
24
29
32
33

SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................

40

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

41

LAMPIRAN ........................................................................................................

46

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Pengelompokan aktivitas antibakteri menurut Stout.....................................

9

2

Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya ..................................................

10

3

Bilangan gelombang dari beberapa gugus fungsi .........................................

14

4

Hasil uji fitokimia simplisia dan ekstrak kasar etil asetat
daun bandotan ...............................................................................................

23

Nilai Rf dan warna yang dihasilkan dari masing-masing spot
pada eluen kloroform : metanol (9 : 1)..........................................................

25

Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat daun bandotan
dan fraksi-fraksi yang terkandung di dalamnya ............................................

27

7

Hasil pengujian spektrofotometer UV-Vis....................................................

34

8

Bilangan gelombang dan gugus fungsi
hasil spektrofotometer FT-IR ........................................................................

34

Puncak-puncak hasil analisis GC-MS ...........................................................

35

5
6

9

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Tanaman bandotan ...........................................................................................

4

2

Struktur beberapa senyawa aktif yang terkandung
dalam tanaman bandotan ..................................................................................

6

3

Staphylococcus aureus .....................................................................................

7

4

Escherichia coli ................................................................................................

8

5

Hasil analisis KLT pada ekstrak etil asetat daun bandotan ..............................

24

6

Rendemen hasil fraksinasi ekstrak etil asetat ...................................................

26

7

Rendemen hasil fraksinasi F4 ..........................................................................

30

8

Aktivitas antibakteri subfraksi 4a-e .................................................................

31

9

Diameter zona hambat pada penentuan nilai MIC ...........................................

32

10 Struktur senyawa-senyawa yang dihasilkan.....................................................

36

11 Struktur eskoparon dan ageratokromon ...........................................................

38

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
9

Diagram alir penelitian..................................................................................

49

10 Penggabungan fraksi-fraksi hasil fraksinasi ekstrak etil asetat .....................

50

11 Penentuan eluen terbaik untuk fraksinasi F4 ................................................

51

12 Penggabungan subfraksi hasil fraksinasi F4 .................................................

52

13 Hasil uji aktivitas antibakteri subfraksi F4 ...................................................

53

14 Hasil penentuan nilai MIC subfraksi F4b .....................................................

53

15 Spektrum UV-Vis .........................................................................................

54

16 Spektrum IR ..................................................................................................

55

17 Kromatogram GC ..........................................................................................

56

18 Spektrum MS ................................................................................................

60

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara turun-temurun masyarakat Indonesia telah memanfaatkan tanaman
yang hidup di alam untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, termasuk
pemanfaatan tanaman sebagai bahan obat-obatan. Salah satu tanaman obat yang
cukup dikenal di masyarakat adalah tanaman bandotan (Ageratum conyzoides).
Khasiat herba bandotan antara lain untuk pengobatan luka, gatal-gatal, flu,
demam, diare, radang usus, dan rematik (Sukamto 2007; Hasim 2005).
Diantara khasiat tanaman bandotan tersebut, yang paling umum digunakan
masyarakat adalah untuk pengobatan luka dan gangguan pencernaan. Penggunaan
daun tanaman ini pada luka dipercaya dapat menghentikan pendarahan dan
mempercepat proses penyembuhan. Oladejo et al. (2003) mengemukakan bahwa
salah satu cara untuk mempercepat proses penyembuhan pada luka adalah dengan
mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Staphylococcus aureus
adalah bakteri yang terdapat pada kulit dan rongga hidung yang seringkali
menjadi penyebab terjadinya infeksi luka pada permukaan kulit (Todar 2002).
Seperti halnya infeksi pada luka, gangguan pencernaan juga dapat disebabkan
oleh bakteri. Pelzcar & Chan (1986) menyebutkan bahwa bakteri Escherichia coli
merupakan salah satu penyebab utama terjadinya infeksi pada saluran pencernaan
yang ditandai dengan gejala diare. Pengobatan infeksi oleh bakteri secara
tradisional dapat dilakukan dengan memanfaatkan senyawa metabolit sekunder
yang terdapat pada tanaman.
Tanaman bandotan mengandung senyawa-senyawa metabolit sekunder
seperti terpena, sterol, flavonoid, alkaloid, benzofuran, chromen, chromon,
kumarin, minyak atsiri, dan tanin sehingga tanaman ini dipercaya memiliki
banyak manfaat dan salah satunya adalah sebagai antibakteri (Ming 1999; Kamboj
& Saluja 2008). Oladejo et al. (2003) menerangkan bahwa pengembangan
penelitian tentang alasan pemanfaatan tanaman bandotan sebagai obat luka dan
gangguan pencernaan dapat dikaitkan dengan aktivitasnya sebagai antibakteri.
Penelitian tentang kajian pemanfaatan tanaman bandotan sebagai
antibakteri sebelumnya telah dilakukan dengan memanfaatkan akar, batang dan
daunnya. Ekstrak polar dari seluruh bagian tanaman bandotan seperti ekstrak

2

metanol (Almagboul et al. 1985; Oladejo et al. 2003), ekstrak etanol (Widodo et
al. 2007), dan ekstrak air (Yamamoto et al. 1991; Okwori et al. 2007; Mustafa et
al 2005) diketahui memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri yang
diujikan. Ekstrak heksana yang merupakan ekstrak nonpolar juga menunjukkan
aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji (Okwori et al. 2008).
Sampai saat ini, pencarian senyawa aktif antibakteri dari tanaman
bandotan hanya terbatas pada fraksi polar dan non polar saja. Secara ilmiah, fraksi
semipolar juga mengandung senyawa-senyawa metabolit sekunder yang memiliki
aktivitas sebagai antibakteri. Berdasarkan prinsip “like disolve like”, senyawasenyawa metabolit sekunder hanya dapat dipisahkan dari bagian tanaman
menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang sesuai. Etil asetat adalah
salah satu pelarut semi polar yang paling sering digunakan dalam proses ekstraksi
untuk memisahkan senyawa-senyawa metabolit sekunder yang tidak dapat larut
dalam pelarut polar dan non polar.
Hasil uji pendahuluan diketahui bahwa ekstrak etil asetat daun bandotan
mengandung senyawa fenol, terpena dan sterol yang kemungkinan berpotensi
sebagai antibakteri. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk
melakukan karakterisasi senyawa aktif dari fraksi etil asetat daun bandotan yang
berpotensi sebagai antibakteri sekaligus memberikan informasi ilmiah yang dapat
mendukung alasan penggunaan daun tanaman tersebut sebagai obat tradisional.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakter dan aktivitas
antibakteri dari senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak etil asetat daun tanaman
bandotan (Ageratum conyzoides L.).
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1.

Memberikan informasi tentang senyawa aktif dalam fraksi semi polar
tanaman bandotan (Ageratum conyzoides L) yang tidak dapat larut dalam
pelarut polar dan non polar.

3

2.

Mengetahui potensi yang dimiliki senyawa aktif tersebut sebagai antibakteri
untuk mendukung alasan penggunaan daun tanaman bandotan sebagai
tanaman obat tradisional.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Bandotan (Ageratum conyzoides Linn.)
Tanaman bandotan merupakan tumbuhan dari famili Asteraceae. Tanaman
ini di berbagai daerah di Indonesia memiliki nama yang berbeda-beda,
diantaranya di Jawa disebut babadotan, di Sumatera dikenal sebagai daun tombak,
dan di Madura disebut wedusan. Tumbuhan ini merupakan herba menahun,
tumbuh tegak dengan tinggi sekitar 30-90 cm dan mempunyai daya adaptasi yang
tinggi terhadap lingkungannya sehingga mudah tumbuh dimana saja dan sering
dianggap sebagai gulma bagi para petani. Batang bulat berambut, jika menyentuh
tanah akan mengeluarkan akar. Daun bulat telur dengan pangkal membulat, ujung
runcing dan berwarna hijau dengan panjang 1-10 cm dan lebar 0,5-6 cm (Sukamto
2007). Bentuk fisik tanaman bandotan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Tanaman bandotan
Tanaman bandotan dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan dalam
kingdom

Plantae,

superdivisi Spematophyta, divisi Magnoliophyta, kelas

Magnoliopsida, sub-kelas Astericae, ordo Asterales, familia Asteraceae, genus
Ageratum, spesies Ageratum conyzoides. L. Tumbuhan ini di berbagai daerah
Indonesia memiliki nama yang berbeda antara lain di Jawa disebut bandotan, di
Sumatera dikenal daun tombak, dan di Madura disebut wedusan. Tanaman ini
mempunyai daya adaptasi yang tinggi, sehingga mudah tumbuh dimana-mana dan
sering menjadi gulma yang merugikan para petani (Sukamto 2007). Meskipun
tanaman ini sering dipandang sebagai gulma, namun di balik itu Ageratum dapat
pula digunakan sebagai obat, pestisida dan herbisida, bahkan digunakan untuk
pupuk dimana dapat meningkatkan hasil produksi tanaman padi (Sukamto 2007).

5

Tanaman bandotan sejak dahulu telah digunakan secara luas dalam
pengobatan tradisional oleh masyarakat di berbagai belahan dunia, terutama
negara-negara beriklim tropis dan subtropis (Mustafa et al. 2005). Keseluruhan
tumbuhan ini bisa dijadikan obat, mulai dari akar hingga bagian di atas tanah
(herba). Herba yang digunakan berupa herba segar atau yang telah dikeringkan.
Herba ini rasanya sedikit pahit dan pedas. Bandotan berkhasiat stimulan untuk
mengobati kolik, flu, demam, antidisentri diare, rematik, tonik, pereda demam
(antipiretik),

antitoksik,

menghilangkan

pembengkakan,

menghentikan

pendarahan (hemostatis), peluruh haid (emenagog), peluruh kencing (diuretik),
dan dapat digunakan pula sebagai insektisida nabati (Ming 1999; Hasim 2005;
Anonim 2008). Igoli (2005) menambahkan, tanaman bandotan merupakan
tanaman obat tradisional di wilayah Nigeria yang dapat dimanfaatkan untuk
pengobatan Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Fitokimia Bandotan
Tumbuhan memproduksi dua jenis senyawa, yaitu metabolit primer dan
metabolit sekunder. Metabolit primer merupakan produk essensial yang terdapat
pada semua makhluk hidup yang digunakan untuk kelangsungan hidup dan
berkembang biak, misalnya protein, lemak, dan asam nukleat. Metabolit sekunder
merupakan produk khas yang ditemukan pada tumbuhan tertentu saja. Naim
(2004) menyatakan bahwa tanaman memiliki suatu kemampuan yang hampir
tidak terbatas untuk mensintesis senyawa-senyawa aromatik, kebanyakan dari
senyawa tersebut adalah kelompok senyawa fenol.
Pada banyak kasus, senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut
berfungsi

sebagai

mekanisme

pertahanan

tanaman

terhadap

serangan

mikroorganisme, insekta, dan herbivora (Naim 2004). Tidak hanya bermanfaat
bagi tumbuhan, keberadaan senyawa-senyawa metabolit sekunder ini dapat
dikatakan sebagai faktor penentu tanaman dapat dimanfaatkan dalam pengobatan
tradisional. Tanaman bandotan sebagai salah satu tanaman obat tradisional
diketahui mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid, terpena,
kromen, kromon, benzofuran, kumarin, minyak atsiri, sterol dan tanin (Ming
1999; Kamboj & Saluja 2008).

6

Banyaknya senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam bandotan
menyebabkan tanaman ini memiliki banyak sekali manfaat. Beberapa peneliti
hingga saat ini juga telah berhasil mengembangkan pemanfaatan tanaman
bandotan, diantaranya sebagai insektisida alami (Calle et al. 1990; Amelot et al.
2003), biolarvasida (Moehammadi 2005), antimalaria (Ehiagbonare 2007),
antijamur (Widodo et al. 2007), dan sebagai antibakteri (Almagboul et al. 1985;
Ekundayo et al. 1988; Oladejo et al. 2003; Mustafa et al 2005; Widodo et al.
2007).
Calle et al. (1990) berhasil mengisolasi senyawa golongan kromen
(prekosen I dan prekosen II) dari ekstrak petroleum eter A. conyzoides yang dapat
menghambat hormon juvenil dalam serangga. Borthakur dan Baruah (1987), diacu
dalam Utami dan Robara (2008) berhasil mengisolasi prekosen II dari ekstrak
heksana pucuk daun A.conyzoides yang memiliki aktivitas antijamur. Wiedenfeld
dan Roder (1991), diacu dalam Ming (1999) telah berhasil mengisolasi 1,2desipropirrolizidin, likopsamin dan intermedin yang bersifat hepatotoksik.
Berapa senyawa metabolit sekunder lain yang pernah diidentifikasi
terdapat pada tanaman bandotan, yaitu senyawa heksametoksiflavon (Horri et al.
1993), 7-metoksi-2,2-dimetil-6-vinil-2H-kromen (Katepa et al. 1λλ8), β-sitosterol
dan stigmasterol (Dubey et al. 1989, diacu dalam Kamboj & Saluja 2008).
Struktur kimia dari senyawa-senyawa tersebut disajikan pada Gambar 2.

O

HO

friedelin

HO

β-sitosterol

stigmasterol
HO
O
O

HO

O

OH

O
N

kumarin

heksametoksiflavon
O

O

O

likopsamin
O

O

O

O

7-metoksi-2,2-dimetil
-6-vinil-2H-kromen

prekosen 1

prekosen 2

Gambar 2 Struktur kimia beberapa senyawa metabolit sekunder
dari tanaman bandotan

7

Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri yaitu S.
aureus dan E. coli. Alasan penggunaan kedua bakteri tersebut adalah untuk
melihat aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dan masing-masing fraksi terhadap
bakteri gram postif dan bakteri gram negatif. S. aureus adalah bakteri gram
positif, sedangkan E. coli adalah bakteri gram negatif.
Staphylococus aureus
S. aureus adalah bakteri yang bersifat anaerobik fakultatif, termasuk dalam
kelompok bakteri gram positif dan menghasilkan asam laktat. Sel S. aureus
berbentuk bulat memiliki diameter sekitar 1 m, berwarna kuning terang dan
cenderung muncul bergerombol menyerupai seikat anggur atau tersusun dalam
kelompok-kelompok yang tidak teratur, tidak berspora, dan dapat menghemolisis
sel darah (Gambar 3).

Gambar 3 Staphylococcus aureus
(www.netwellness.org)
S. aureus mudah tumbuh dalam banyak pembenihan bakteriologik dalam
keadaan aerobik atau mikroaerobik, tumbuh optimum pada suhu 30-37 0C, pH
optimum 7,0-7,5 dan tumbuh baik dalam larutan NaCl 15%. Bakteri ini diisolasi
dari luka bernanah, terutama dalam selaput hidung, folikel rambut, kulit dan
perineum. Komponen utama dinding sel terdiri dari peptidoglikan, asam terikoat,
dan protein (Pelczar & Chan 1986).
S. aureus dapat menyebabkan beberapa infeksi yang serius seperti radang
paru-paru (pneumonia), radang otot, dan pembengkakan otak bagian luar (Todar
2002). Bakteri ini juga bersifat patogen terhadap manusia dan dapat menyebabkan
terjadinya infeksi pada kulit seperti bisul dan luka gores.

8

Escherichia coli
E. coli adalah salah satu jenis bakteri yang secara normal hidup dalam
saluran pencernaan baik manusia maupun hewan yang sehat. E. coli merupakan
bakteri dengan struktur dinding sel yang relatif tipis dan berlapis tiga, dinding
selnya memiliki kandungan lipida tinggi dengan kandungan peptidoglikan relatif
rendah dan tidak memiliki asam terikoat. Membran luar bakteri gram negatif
mempunyai peranan sebagai barier masuknya senyawa-senyawa yang tidak
dibutuhkan oleh sel, diantaranya bakteriosin, enzim dan senyawa-senyawa yang
bersifat hidrofobik (Alokomi et al. 2000). Bakteri ini memiliki bentuk batang
(basil) dengan ukuran lebar 0,5 nm dan panjang 1,0-3,0 nm serta tidak berkapsul
(Gambar 4).

Gambar 4 Escherichia coli
(www.universitycalifornia.edu)
Bakteri yang kurang rentan terhadap penisilin ini merupakan bakteri
fakultatif anaerobik dengan suhu dan pH optimum pertumbuhan yang sama
seperti S. aureus. Nama bakteri ini diambil dari nama seorang bakteriologist yang
juga berhasil membuktikan bahwa diare dan gastroenteritis disebabkan oleh
bakteri E. coli.
Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang membunuh atau menekan pertumbuhan atau
reproduksi bakteri. Suatu antibakteri dapat memiliki spektrum luas apabila dapat
membunuh bakteri Gram negatif dan Gram positif, spektrum sempit apabila
antibakteri hanya membunuh bakteri Gram positif atau Gram negatif saja, dan
spektrum terbatas apabila antibakteri efektif terhadap satu spesies bakteri tertentu
saja (Dwijoseputro 1990). Cara kerja antibakteri ada yang bersifat mematikan

9

bakteri (bakterisida) dan ada yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri
disebut sebagai bakteriostatik (Shcunack et al. 1990). Kerja antibakteri
dipengaruhi oleh konsentrasi zat uji, jumlah bakteri, adanya bahan organik, dan
pH (Pelzcar & Chan 1986). Stout dalam Maryuni (2008) mengelompokkan
antibakteri ke dalam 3 kelompok, yaitu antibakteri dengan aktivitas rendah,
sedang, kuat dan sangat kuat (Tabel 1).
Tabel 1 Pengelompokan aktivitas antibakteri menurut Stout
Aktivitas
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat

Diameter Zona Hambat (mm)
20

Sumber : Stout dalam Maryuni (2008)

Konsentrasi

terendah

dari

suatu

antibakteri

untuk

menghambat

pertumbuhan dan membunuh bakteri masing-masing dikenal sebagai Minimum
Inhibition Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration
(MBC). Efektivitas antibakteri semakin baik apabila nilai MIC dan MBC rendah.
Efektivitas antibakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain senyawa
antibakteri, suhu, waktu inkubasi, jenis, jumlah, dan umur bakteri, serta sifat
kimia subtrat seperti pH dan kadar air.
Berdasarkan fitokimianya, antibakteri dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori yang meliputi senyawa fenolik dan polifenol, terpenoid, minyak esensial,
akaloid, pektin dan polipeptida. Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa
yang berasal dari tumbuhan yang mempunyai satu atau dua gugus hidroksil.
Brock dan Madigan (1991) menyatakan bahwa pengaruh komponen antibakteri
terhadap sel bakteri dapat menyebabkan kerusakan sel yang berlanjut pada
kematian. Kerusakan sel yang ditimbulkan antibakteri dapat bersifat mikrosidal
(kerusakan bersifat tetap) atau mikrostatik (kerusakan yang dapat pulih kembali).
Menurut Pelczar dan Chan (1986), penghambatan aktivitas bakteri dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain gangguan pada senyawa penyusun
dinding sel, penghambat keutuhan permeabilitas dinding sel bakteri, penghambat
sintesis sel bakteri, dan penghambat sintesis asam nukleat.

10

Ekstraksi
Dalam proses ekstraksi, hal utama yang harus diperhatikan adalah
pemilihan pelarut yang akan digunakan dalam proses ekstraksi. Prinsip yang
mendasari pemilihan pelarut pada proses ekstraksi adalah kaidah “like dissolve
like”, yang artinya kepolaran senyawa yang dianalisis harus sama dengan
kepolaran pelarutnya. Umumnya ekstraksi dilakukan untuk pemisahan dalam
laboratorium, misalnya pemisahan senyawa-senyawa organik (fase organik) dari
larutan berair (fase air) dengan menggunakan pelarut yang tidak dapat bercampur
(Harvey 2000).
Dalam pemilihan pelarut yang akan dipakai, harus diperhatikan sifat
kandungan kimia (metabolit) yang akan diekstraksi. Sifat yang penting adalah
kepolaran dan gugus polar pada senyawa yang akan diekstrak seperti gugus OH,
COOH, dan juga gugus fungsi lainnya. Dengan mengetahui sifat metabolit yang
akan diekstraksi, maka dengan mudah dapat dipilih pelarut yang sesuai
berdasarkan kepolaran metabolit dan pelarut. Senyawa polar akan larut dalam
pelarut polar dan senyawa non-polar akan larut dalam pelarut non-polar. Derajat
kepolaran bergantung pada ketetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik
maka akan semakin polar pelarut tersebut. Beberapa pelarut organik yang sering
digunakan dalam proses ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya
Titik didih (0C)
Air
100
Asam format
100
Asetonitril
81
Metanol
68
Etanol
78
Aseton
56
Metil klorida
40
Asam asetat
118
Etil asetat
78
Dietil eter
45
Heksana
69
Benzena
80
Sumber : http://www.usm.maine.edu/newton
Pelarut

Tetapan dielektrik
80
58
36,6
33
24,3
20,7
9,08
6,15
6,02
4,34
2,02
2,28

11

Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut mulai dengan
pelarut non-polar (heksana atau benzena) lalu dengan pelarut yang semi polar (etil
asetat atau dietil eter), kemudian dengan pelarut polar (metanol atau etanol).
Dengan demikian akan diperoleh ekstrak kasar yang mengandung berturut-turut
senyawa non-polar, semi polar dan senyawa polar (Hostetmann et al. 1997).
Ekstrasi dengan pelarut non-polar biasanya diperlukan untuk penghilangan lemak
sebelum diekstraksi dengan pelarut yang sesuai. Dengan demikian, ekstrak yang
diperoleh bersifat bebas lemak (Harborne 1996).
Dalam proses ekstraksi untuk memisahkan senyawa flavonoid dari bahan
tanaman umumnya digunakan pelarut yang bersifat polar seperti etanol dan
metanol. Senyawa flavonoid yang bersifat polar akan larut dalam pelarut metanol
dan etanol karena memiliki sifat kepolaran yang sama. Selain larut dalam pelarut
polar, beberapa senyawa flavonoid juga diketahui dapat dipisahkan dengan pelarut
semi polar. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sifat kepolaran dari senyawa
tersebut yang cendrung larut dalam pelarut dengan tingkat kepolaran yang lebih
rendah.
Fraksinasi Senyawa Aktif
Pada tahap pemurnian suatu senyawa yang tercampur di dalam suatu
ekstrak dapat dipisahkan dengan cara tertentu, diantaranya yang umum dilakukan
adalah teknik kromatografi kolom, kromatografi lapis tipis dan kromatografi cair
kinerja tinggi. Teknik kromatografi untuk pemisahan suatu campuran komponen
dipengaruhi oleh sifat kelarutan dari komponen yang bersangkutan di dalam
eluennya, sifat interaksi komponen dengan bahan yang terdapat dalam fasa diam
dan interaksi pelarut dengan fase gerak (Harborne 1996; Hostettmann et al. 1997)
Pada saat ini, kromatografi merupakan metode pemisahan yang paling
banyak digunakan untuk tujuan kualitatif, kuantitatif, dan preparatif. Pemisahan
dengan kromatografi dilakukan dengan memodifikasi langsung beberapa sifat
umum molekul seperti kelarutan, adsorptibilitas, dan volatilitas (Gritter et al.
1991). Keuntungan penggunaan kromatografi antara lain waktunya singkat, cukup
efektif dan dapat melakukan pemisahan yang tidak mungkin dilakukan dengan
metode lain (Nur & Adijuawana 1989).

12

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi menyerupai ekstraksi dalam hal partisi di antara 2 fase,
tetapi berbeda dalam hal terlibatnya perpindahan senyawa dari fase diam ke fase
gerak dan kembali ke fase diam. Senyawa yang terserap lebih kuat pada fasa diam
(mempunyai nilai Rf lebih rendah) akan lebih sedikit yang mengalami migrasi
sepanjang fasa diam. Pemisahan selektif komponen-komponen dalam suatu
senyawa terjadi karena perbedaan interaksi komponen-komponen tersebut
sepanjang fasa diam.
KLT termasuk dalam kromatografi adsorpsi dan adsorben bertindak
sebagai fasa stationer/diam. Adsorben yang umum digunakan adalah silika gel,
alumina, kieselguhr dan selulosa. Komponen fasa gerak dapat berupa larutan
murni dan dapat pula gabungan beberapa larutan. Beberapa keuntungan KLT
antara lain waktu operasi yang cepat, peralatan sederhana dan mudah disiapkan
serta banyaknya parameter percobaan yang dapat divariasikan untuk mendapatkan
efek pemisahan yang terbaik.
KLT dapat digunakan untuk memisahkan berbagai macam senyawa.
Senyawa-senyawa tersebut antara lain ion-ion anorganik, kompleks senyawa
organik dengan anorganik dan senyawa organik baik yang terdapat di alam
maupun hasil sintetik. Fasa gerak biner yang paling sering digunakan pada
pemisahan secara KLT dalam berbagai perbandingan yaitu, heksana etil asetat,
heksana aseton, dan kloroform etanol. Penambahan sedikit asam asetat atau
dietilamina berguna untuk memisahkan berturut-turut senyawa asam dan senyawa
basa (Khopkar 1990).
Kromatografi Kolom (KK)
Prinsip dasar dari kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis sama,
yaitu partisi komponen-komponen yang merupakan suatu tipe kesetimbangan
dimana komponen-komponen akan terbagi diantara fase diam dan fase gerak.
Perbedaan dari kedua kromatografi ini terletak pada jumlah sampel yang dapat
dipisahkan. Kromatografi kolom digunakan untuk pemisahan dengan jumlah
sampel yang lebih banyak dengan menggunakan material terpadatkan (adsorben)
pada sebuah kolom gelas vertikal. Ukuran kolom tergantung pada banyaknya
sampel yang akan dipisahkan.

13

Sampel yang merupakan campuran dari beberapa komponen dimasukkan
melalui bagian atas kolom sambil dialiri eluen terbaiknya. Masing-masing
komponen akan teradsorbsi pada fase diam dan bergerak keluar dari kolom secara
perlahan. Perbedaan kekuatan adsorbsi komponen-komponen tersebut oleh fase
diam berpengaruh terhadap pergerakannya di dalam kolom. Komponen yang
diserap lemah oleh adsorben akan keluar lebih cepat bersama eluen, sedangkan
komponen yang diserap kuat akan keluar lebih lama (Gritter et al. 1991).
Spektrofotometer UV-Vis (Ultraviolet-Visible)
Spektrofotometer Ultraviolet digunakan untuk identifikasi senyawa kimia
karena banyak senyawa-senyawa kimia menunjukkan sifat khusus pada daerah
UV. Spektrum UV senyawa-senyawa kimia dalam tumbuhan dapat ditentukan
dengan contoh yang sangat sedikit dan dengan konsentrasi yang sangat encer serta
blanko yang digunakan adalah pelarut dari cuplikan tersebut.
Spektroskopi menggunakan prinsip difraksi dan interferensi untuk
memisahkan cahaya yang dihasilkan oleh suatu objek menjadi garis-garis warna
berbeda yang dikenal sebagai spektrum. Ketika elektron pada atom mendapatkan
energi baik melalui tumbukan dengan elektron lain atau melalui pengaruh
gelombang elektromagnetik (seperti cahaya). Energi tinggi yang digunakan pada
spektrofotometer UV-Vis menyebabkan terjadinya eksitasi elektron dari energi
rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Elektron-elektron tersebut akan turun
kembali dengan cepat ke keadaan awalnya dengan melepaskan energi yang
sebanding dengan beda energi antara dua tingkat energi atom dan menghasilkan
puncak pada panjang gelombang tertentu. Munculnya puncak-puncak tersebut
dapat menggambarkan ikatan-ikatan yang terdapat pada cuplikan molekul sampel
uji.
Cahaya ultraviolet mempunyai panjang gelombang 200-400 nm dengan
energi 75-150 kkal/mol, sedangkan cahaya tampak menggunakan cahaya dengan
panjang gelombang 400-800 nm dan tingkat energi sebesar 37-75 kkal/mol.
Spektrum UV-Vis sangat lebar dan umumnya hanya memperlihatkan beberapa
puncak saja yaitu pada panjang gelombang maksimum (Hart 2003).

14

Spektrofotometer Inframerah
Spektrofotometer inframerah merupakan salah satu instrumen analitik
yang telah populer digunakan untuk menentukan gugus-gugus fungsional suatu
senyawa. Disamping itu spektra infra merah dapat memberikan informasi yang
sangat karakteristik untuk setiap senyawa. Oleh karena itu, kemampuan teknik
infra merah dalam analisis kualitatif tidak diragukan lagi asalkan didukung oleh
interpretasi data hasil pengamatan dengan benar.
Spektrofotometer inframerah dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif. Kisaran panjang gelombang yang digunakan adalah 4000-400 cm-1
(Silverstein et al. 2005). Panjang gelombang radiasi infra merah lebih panjang
dibandingkan dengan radiasi UV/tampak yang berkisar antara 200-800 nm. Hal
ini menyebabkan energi elektromagnetik infra merah tidak mampu untuk
mengeksitasi elektron, tetapi mampu menyebabkan atom-atom atau gugus atom
bervibrasi. Keadaan vibrasi memiliki sifat karakteristik dan terkuantisasi, yaitu
hanya akan terjadi bila molekul mengabsorbsi energi yang sesuai. Hal ini
menyebabkan absorpsi energi tidak terjadi secara kontinyu tetapi sebagai deretan
puncak-puncak tertentu.
Spektrum IR pada prinsipnya dihasilkan dengan cara melewatkan radiasi
IR ke contoh kemudian diproses dengan menggunakan interferometer. Keadaan
ini secara kontinu akan menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut
interferogram (Sudjadi 1983). Absorpsi molekul pada daerah inframerah
umumnya disebabkan oleh perubahan tingkat energi vibrasi (Nur & Adijuwana
1989). Bilangan gelombang dari beberapa gugus fungsi dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Bilangan gelombang dari beberapa gugus fungsi.
Gugus Fungsi
C-H aromatik
alkana
alkena
aldehid
C=C alkena
aromatik
C=O aldehid
keton
asam karboksilat

Bilangan gelombang (cm-1)
3100-2990
3000-2840
3100-3000
2900-2800
1667-1640
1600-1475
1740-1720
1870-1540
1720-1706

15

Bilangan gelombang (cm-1)
O-H bebas
3700-3584
ikatan hidrogen
3550-3200
asam karboksilat
3300-2500
C-N amina (alipatik)
1250-1020
amina aromatik)
1342-1266
C-O alkoho, eter, ester, asam karbiksilat
1300-1000
N-H strech
3500-3250
bend
1650-1580
Sumber: Silverstein et al. (2005)
Gugus Fungsi

Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa (GC-MS)
Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa (GC-MS) merupakan salah satu
teknik pemisahan dan identifikasi suatu senyawa yang telah berhasil
dikembangkan dengan menggabungkan dua instrumen dengan dasar analisis yang
berbeda tetapi saling menunjang. Keuntungan dalam penggunaan alat ini adalah
dalam menentukan komponen dan komposisi suatu zat menjadi lebih mudah dan
sederhana (Agusta 2000). Prinsip dari alat ini adalah menggabungkan dua
instrumen dengan suatu interfase. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat
pemisah komponen campuran dalam sampel, sedangkan spektroskopi massa
berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah
dipisahkan pada sistem kromatografi.
Teknik spektroskopi massa tidak berdasarkan pengukuran radiasi
elektromagnetik, melainkan molekul-molekul ditembak dengan berkas elektron
berenergi tinggi dan hasilnya direkam sebagai spektrum dari pecahan-pecahan ion
bermuatan positif yang disebut spektrum massa. Terpisahnya pecahan-pecahan
ion positif didasarkan pada massanya.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai November 2010
di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia IPB dan Laboratorium Pusat
Penelitian

Kimia

LIPI-Serpong,

karakterisasi

senyawa

aktif

dengan

spektrofotometer UV-VIS dan FT-IR dilakukan di Laboratorium Pusat Studi
Biofarmaka Bogor, analisis dengan GC-MS dilakukan di Laboratorium Forensik
Mabes-POLRI dan uji antibakteri di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Antar
Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada proses ekstraksi dan fraksinasi adalah
peralatan ekstraksi maserasi, rotari evaporator, plat KLT, kolom kromatografi,
peralatan untuk uji antibakteri dan peralatan untuk karakterisasi s