Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus Altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer Kombinasi β-Siklodekstrin dan Hidroksi Propil Metilselulosa Menggunakan Metode Pencampuran Kneading

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun

Artocarpus Altilis

(Parkinson) Fosberg

dengan Penambahan Polimer Kombinasi

β

-Siklodekstrin

dan Hidroksi Propil Metilselulosa

Menggunakan Metode Pencampuran

Kneading

SKRIPSI

BERTY PUSPITASARI

108102000042

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2013


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun

Artocarpus Altilis

(Parkinson) Fosberg

dengan Penambahan Polimer Kombinasi

β

-Siklodekstrin

dan Hidroksi Propil Metilselulosa

Menggunakan Metode Pencampuran

Kneading

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

BERTY PUSPITASARI

108102000042

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : Berty Puspitasari Program Studi : Farmasi

Judul : Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus Altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer

Kombinasi β-Siklodekstrin dan Hidroksi Propil Metilselulosa

Menggunakan Metode Pencampuran Kneading

Fraksi etil asetat daun sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg yang

berkhasiat sebagai obat kardiovaskular memiliki kandungan senyawa obat yang mempunyai kelarutan sukar larut dalam air. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun. Salah satu cara untuk meningkatkan kelarutan adalah dengan penambahan polimer siklodekstrin dan derivatnya. Hidroksi propil metilselulosa (HPMC) sebagai polimer larut air dapat berperan sebagai polimer kombinasi yang mampu meningkatkan kerja dari β

-siklodekstrin. Penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin+hidroksi propil

metilselulosa dilakukan menggunakan metode pencampuran kneading. Tiga

perbandingan fraksi etil asetat daun sukun terhadap ß-siklodekstrin yaitu : 1:2, 1:4, dan 1:6 dengan penambahan hidroksi propil metilselulosa sebesar 0,12% dari bobot total tiap formula. Campuran fraksi etil asetat daun sukun – β

-siklodekstrin+HPMC dikarakterisasi dengan titrasi Karl Fischer, pemindaian

dengan mikroskop electron dan uji kelarutan. Kadar total flavonoid dari fraksi etil asetat daun sukun sebesar 32,7%. Hasil menunjukkan peningkatan kelarutan pada masing-masing formula sebesar 7,04% (F1), 19,47% (F2) dan 59,92% (F3). Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan polimer kombinasi β

-siklodekstrin+hidroksi propil metilselulosa dapat meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun yang menunjukkan perbedaan secara signifikan dengan tingkat kepercayaan 95% (p≤ 0,05).

Kata kunci : Fraksi etil asetat daun sukun, metode kneading,β-Siklodekstrin,


(7)

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Berty Puspitasari

Program Study : Pharmacy

Title : Enhancement Solubility of Ethyl Acetate Fraction of

Artocarpus Altilis (Parkinson) Fosberg extract with the

addition of combination polymers of β-cyclodextrin and

hydroxyl propyl methylcellulose using kneading method.

Ethyl acetate fraction of the Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg extract have a

potency to treat the cardiovascular diseases have poorly solubility in water. The purpose of this study was to improve the solubility of the extract. One of method to improve the solubility of the extract by mixing with cyclodextrin polymers and their derivatives. Hydroxyl propyl methylcellulose (HPMC) as a water-soluble polymer can enhance the β-cyclodextrin (β-CD) activity. Three comparisons

extract and ß-cyclodextrin were : 1:2, 1:4, and 1:6 by mixing with the addition hydroxyl propyl methylcellulose 0.12% of the total weight of extract and β-CD

for each formula. The sample was prepared by kneading method. The sample characterization was used Karl Fischer titration, Scanning Electron Microscopy and solubility study.. Content of total flavonoid from the extract was 32.7%. The Result showed that the addition polymer combination of β-CD + HPMC caused

increasing the solubility of extract in water 7.04% (F1), 19.47% (F2) and 59.92% (F3) compared to extract control with significant differences at level of confidence 95% (p≤ 0.05).

Keywords : ethyl acetate fraction of breadfruit, kneading method, β

-cycclodextrin, hydroxyl propyl methylcellulose, solubility, total flavonoid


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

(1) Ibu Sabrina, M.Farm., Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt selaku pembimbing kedua, yang telah memberikan ilmu dan andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir saya ini, semoga segala bantuan dan bimbingan ibu sekalian mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya.

(2) Bapak Prof. Dr. dr.(hc). MK. Tadjudin., Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

(3) Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

(4) Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

(5) Teman-teman Farmasi 2008 yang telah bersama-sama selama masa kuliah (6) Teman satu tim Inda firliah dan Sera Nur Agustin yang telah bekerja bersama


(9)

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (7) Heny S, Putri S, Sekar A, dan Selvia M yang selalu bersama-sama dalam

menjalani suka duka selama masa kuliah. Differences makes us one.

(8) Kakak – kakak saya, Mas Darma, Mba Dinny dan Rudy yang selalu memberikan support dan perhatiannya selama ini.

(9) Kedua orang tua saya, Drs. AM. Komaruddin dan Supriheni, S.pd yang telah memberikan kasih sayang, bimbingan, dukungan, nasehat dan kepercayaannya selama ini. Semoga amal dan jerih payah keduanya mendapat balasan yang jauh lebih baik disisi-Nya.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna.Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagi mahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.

Ciputat, 17 Januari 2013 Penulis


(10)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Berty Puspitasari

NIM : 108102000042

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

PENINGKATAN KELARUTAN FRAKSI ETIL ASETAT DAUN SUKUN

Artocarpus Altilis (Parkinson) Fosberg DENGAN PENAMBAHAN POLIMER KOMBINASI β-SIKLODEKSTRIN DAN HIDROKSI PROPIL

METILSELULOSA MENGGUNAKAN METODE PENCAMPURAN

KNEADING

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal: 17 Januari 2013

Yang menyatakan,


(11)

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tanaman Sukun ... 4

2.1.1 Taksonomi ... 4

2.1.3 Nama Daerah ... 4

2.1.4 Deskripsi Tanaman Sukun ... 4

2.2 Flavonoid ... 5

2.3 Siklodekstrin ... 6

2.4 Hidriksi Propil Metilselulosa ... 8

2.5 Komplek Inklusi ... 9

2.6 Karakterisasi Campuran ... 13

2.6.1 Scanning Electron Microscopy ... 13

2.6.2 Karl Fisher Titration ... 14

2.7 Kelarutan ... 14

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.2 Alat ... 19

3.3 Bahan ... 19

3.4 Prosedur Penelitian... 19

3.4.1 Pembakuan Ekstrak dengan Parameter Spesifik ... 19

3.4.1.1 Organoleptis ... 19

3.4.1.2 Penentuan Kadar Senyawa Total Flavonoid ... 19

3.4.2 Pembakuan Ekstrak dengan Parameter Non Spesifik ... 20

3.4.3 Pembuatan Campuran Menggunakan Metode Kneading.. 20

3.4.4 Karakterisasi Campuran FEAS – βCD+HPMC ... 21


(12)

3.4.4.2Uji Karl Fisher ... 22

3.4.5 Uji Kelarutan ... 22

3.4.6 Analisa Data ... 23

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Karakterisasi Fraks Etil Asetat Daun Sukun ... 24

4.2 Hasil Pencampuran Menggunakan Metode Kneading ... 26

4.3 Karakterisasi Campuran ... 26

4.3.1 Scanning Electron Microscopy ... 26

4.3.2 Uji Karl Fisher ... 27

4.4 Uji Kelarutan ... 29

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Kesimpulan ... 31

5.2 Saran ... 31


(13)

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Karakteristik siklodekstrin ... 7

3.1 Formulasi pencampuran FEAS – βCD+HPMC ... 21

4.1 Hasil karakterisasi fraksi etil asetat daun sukun ... 24

4.2 Hasil Uji Karl-fischer titration... 27


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1.

1-(2,4-Dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-methyl-3-pentenyl)-2H-1-benzopyran-5-yl]-1-propanone .. 6

Gambar 2.2. 8-geranil-4’,5,7-trihidroksiflavanon ... 6

Gambar 2.3. 2-geranil-2’,4’,3,4-tetrahidroksidihidro-kalkon ... 6

Gambar 2.4. Struktur kimia rutin ... 7

Gambar 2.5. Struktur Kimia α, β, dan γ siklodekstrin. ... 8

Gambar 2.6.Struktur Kimia dan b) Bentuk toroidal molekul β -siklodekstrin ... 9

Gambar 2.7. Struktur kimia HPMC ... 9

Gambar 8 Fraksi Etil Asetat Daun Sukun ... 54

Gambar 9. Polimer kombinasi ß-siklodekstrin+ hidroksi propil metilselulosa ... 54

Gambar 10. Kompleks FEAS/ß-Siklodekstrin + Hidroksi propil metilselulosa ... 54

Gambar 11. Moisture Analyzer ... 55

Gambar 12. Karl Fisher Titration ... 55

Gambar 13. Tanur ... 55

Gambar 14. Shaker ... 55

Gambar 15. Spektrofotometer UV-Vis ... 55


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur penelitian ... 35

Lampiran 2 Surat Keterangan Rutin ... 36

Lampiran 3. Hasil kadar abu ... 37

Lampiran 4. Hasil pencampuran β-siklodekstrin+HPMC ... 38

Lampiran 5. Kadar air fraksi etil asetat daun sukun... 39

Lampiran 6. Kurva absorbansi rutin dalam metanol ... 40

Lampiran 7. Data absorbansi kurva rutin ... 41

Lmapiran 8. Kurva standard penentuan kadar total flavonoid ... 41

Lampiran 9. Hasil Perhitungan Kadar Total Flavonoid Pada Fraksi Etil Asetat Daun Sukun ... 42

Lmapiran 10. Perhitungan Penyetaraan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Terhadap Formulasi ... 42

Lampiran 11. Kadar Kelarutan Total Flavonoid dalam Fraksi Etil Asetat Daun Sukun ... 43

Lampiran 12. Data Hasil Campuran Kadar Total Flavonoid Fraksi Etil Asetat Daun Sukun - ß-siklodekstrin+Hidroksi Propil Metilselulosa... 45

Lampiran 13. Peningkatan Kadar Kelarutan Total Flavonoid Campuran FEAS - β-siklodekstrin+HPMC ... 46

Lampiran 14. Analisa Data Statistik Uji Kelarutan Sampel Terhadap Formula... 47

Lampiran 15. Analisa Data Kelarutan Formula Terhadap Formula ... 50

Lampiran 16. Hasil Uji Karl Fischer Titration Fraksi etil asetat daun sukun... 52

Lampiran 17. Data Hasil Karl Fisher Titration pada Campuran, kontrol Pencampuran fisik dan kontrol polimer ... 53

Lampiran 18. Hasil Scanning Electron Microscopy ... 54


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daun sukun efektif mengobati penyakit seperti liver, hepatitis, pembesaran limpa, jantung, ginjal, tekanan darah tinggi dan kencing manis, karena mengandung fenol, quersetin, dan kamporol dan juga dapat digunakan sebagai bahan ramuan obat penyembuh kulit yang bengkak atau gatal-gatal (Soemyarso, 2007). Studi in vitro dan in vivo pada ekstrak daun sukun menunjukkan bahwa senyawa flavonoid yang terkandung di dalamnya dapat digunakan sebagai obat kardiovaskular (Umar et al., 2007). Senyawa-senyawa aktif dari golongan flavonoid yang ditemukan dalam fraksi etil asetat daun sukun, diantaranya DS6 atau 1-4(2,4 Dyhydroxylphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4—methyl-3-pentenyl)-2H-1-benzoperan-5-yl]-1-propanone, sebagai obat kardiovaskular dan anti kanker, 2-geranyl-2’,3,4,4’-tetrahydroxychalcone sebagai obat kardiovaskular juga senyawa antikanker (carcinostatic) yang diberikan baik secara oral maupun parenteral (Syah et al, 2006).

Dari uraian di atas terlihat bahwa kandungan flavonoid dari fraksi etil asetat daun sukun memiliki potensi yang besar dalam pengobatan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai fraksi etil asetat daun sukun yang dapat digunakan sebagai obat fitofarmaka.

Fraksi etil asetat daun sukun (FEAS) memiliki kelarutan yang rendah dalam air. Absorpsi obat-obatan yang kelarutannya rendah dalam air berpengaruh terhadap rendahnya bioavaibilitas obat tersebut dalam tubuh yang mempengaruhi efek terapeutik obat (Lieberman, Lachman& Schwartz, 1989; Talari et al., 2010).

Oleh karena itu perlu dicari metode yang tepat untuk meningkatkan kelarutan dari fraksi etil asetat daun sukun. Salah satu metode untuk meningkatkan kelarutan adalah dengan penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin dan hidroksi propil

metilselulosa menggunakan metode pencampuran kneading (Saraf et al, 2011).


(17)

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta molekul tamu dengan siklodekstrin. Pembentukkan kompleks inklusi yang terjadi dalam rongga hidrofobik di bagian dalam dan gugus hidrofilik di bagian luar permukaan siklodekstrin dapat menyebabkan modifikasi sifat kimia dan fisik dari molekul tamu, sehingga terjadi peningkatan stabilitas, kelarutan dalam medium berair dan bioavailabilitas obat (Chandrakant et al., 2010; Shewale, Fursule,

&Sapkal., 2008).

Telah dilaporkan bahwa, penambahan beberapa polimer larut air dapat meningkatkan kekuatan siklodekstrin terhadap peningkatan kelarutan obat, sebagai akibat dari efek gabungan dari pembentukan garam dan kompleksasi inklusi (Chawla et al, 2008; Cirri et al, 2004). Misalnya, penambahan sejumlah

kecil Hidroksi Propil Metilselulosa (HPMC) ke sistem Meloxicam-β-CD

meningkatkan efisiensi pengompleks dan pelarut dari β-CD (Saraf et al, 2011).

Siklodekstrin (CD) berasal dari kelompok molekul siklik alami atau sintetis yang dimodifikasi, biasanya terdiri dari enam (α-CD), tujuh (β-CD) dan

delapan (γ-CD) unit glukopiranosa. Oligomer siklik ini menghubungkan unit

glukosa melalui siklik α(1,4), memiliki bentuk toroida dengan bagian dalam

apolar dan dua hidrofilik rims, sehingga memungkinkan solubilisasi mereka dalam air (Cannavaetal, 2008). Hubungan unik ini mempengaruhi CD untuk

membentuk mikrokapsul molekul, yaitu kompleks tuan rumah–molekul tamu, sebagai perpindahan molekul air dimasukkan oleh substrat apolar yang merupakan proses termodinamika. Pengikatan antara molekul tamu dan tuan rumah siklodekstrin tidak tetap atau permanen melainkan kesetimbangan yang dinamis (Cannava et al, 2008).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun dengan penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin+HPMC menggunakan metode pencampuran kneading.

Ruang lingkup penelitian ini mencakup karakterisasi fraksi etil asetat daun sukun, pembuatan campuran fraksi etil asetat daun sukun dengan penambahan polimer β

-siklodekstrin+HPMC melalui metode kneading, karakterisasi campuran fraksi etil

asetat daun sukun dan β-siklodekstrin+hidroksi propil metilselulosa menggunakan

titrasi karl fisher dan pemindaian mikroskop elektron (SEM), uji kelarutan


(18)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin+HPMC

menggunakan metode pencampuran kneading mampu meningkatkan kelarutan

fraksi etil asetat daun sukun?

1.3 Tujuan Penelitian

Meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun dengan penambahan polimer kombinasi ß-siklodekstrin+HPMC menggunakan metode pencampuran

kneading.

1.4 Manfaat Penelitian

Mendapatkan informasi mengenai pengaruh penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin+HPMC menggunakan metode pencampuran kneading

terhadap peningkatan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun, sehingga nantinya diharapkan dapat mempermudah dalam formulasi dan memperoleh efek terapeutik yang lebih optimal.


(19)

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Sukun

2.1.1 Taksonomi Klasifikasi Tanaman Sukun (Dalimartha, 2003) :

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Urticales

Suku : Moraceae

Marga : Artocarpus

Jenis : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg.

2.1.2 Nama Daerah

Nama daerah tanaman sukun di Sumatera adalah Gomu (Melayu), Kulu (Aceh), Kulur (Batak), Kalawi (Minangkabau), dan Kaluwih (Lampung). Di daerah Jawa adalah Kelewih (Sunda), Kluwih (Jawa), dan Kolor (Madura).Di daerah Bali yaitu Kalewih (Bali).Di daerah Nusa tenggara yaitu Kolo (Bima) dan Lakuf (Timor). Di daerah Sulawesi yaitu Gamasi (Makassar), Kuloro (Selayar) dan Ulo (Bugis). Di daerah Maluku yaitu Limes, Unas (Seram) dan Dolai (Halmahera) (Dalimartha, 2003).

2.1.3 Deksripsi Tanaman Sukun

Habitus tanaman sukun yaitu berupa pohon dengan tinggi 10-25 m.Batang yang memiliki bentuk tegak, bulat, percabangan simpodial, bergetah, permukaan kasar, dan berwarna cokelat. Daun sukun memiliki bentuk tunggal, berseling, lonjong, runcing, pangkal meruncing, tepi bertoreh, panjang 50 -70 cm, pertulangan menyirip, tebal, permukaan kasar, dan berwarna hijau. Bunga sukun berbentuk tunggal, berumah satu, berada di ketiak daun, bunga jantan berbentuk silindris dengan panjang 10-20 cm dan berwarna kuning, sedangkan bunga betina berbentuk bulat, memiliki garis tengah 2-5 cm dan berwarna hijau. Buah sukun berbentuk semu majemuk, bulat, diameter 10-20 cm, berduri lunak, dan berwarna


(20)

hijau. Biji sukun memiliki bentuk seperti ginjal, panjang 3-5 cm, dan berwarna hitam.Sukun memilki akar tunggang dan berwarna cokelat (Dalimartha, 2003).

Masyarakat Indonesia secara tradisional menggunakan daun sukun untuk pengobatan penyakit hati, hepatitis, jantung, ginjal, sakit gigi dan gatal-gatal. Berdasarkan penelitian terhadap tanaman sukun dan familinya yang telah dilakukan, menunjukkan potensi besar tanaman ini untuk kesehatan, diantaranya adalah sebagai anti inflamasi dan detoksifikasi serta anti agregasi platelet pada kelinci. Selain itu juga mampu menghambat pertumbuhan sel human PLC/PRF/5 dan KB, mampu mencegah bone resorption, mencegah biosintesis melanin pada

sel B16, serta berpotensi anti atherosclerosis (Umar et al,2007).

Bunga dan daun sukun mengandung asam amino esensial seperti histidin, isoleusin, lisin, metionin, triptofan, valin serta mengandung flavonoid, fitosterol, saponin, polifenol dan tanin (Umar et al, 2007; Dalimartha, 2003).

2.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu dari sekian banyak senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu tanaman, yang biasa dijumpai pada bagian daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga dan biji. Secara kimia, flavonoid mengandung cincin aromatik tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasar tersusun dalam konjugasi C6-C3-C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon). Keberadaan cincin aromatik menyebabkan pitanya terserap kuat pada daerah panjang UV-vis (Sriningsih et al, 2000). Karena mempunyai sejumlah

gugus hidroksil yang tak tersubstitusi, atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoid larut cukup dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan lain-lain (Markham, 1988).

Flavonoid dalam fraksi etil asetat daun sukun yang aktif, diantaranya :

• DS6 atau

1-(2,4-Dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-methyl-3-pentenyl)-2H-1-benzopyran-5-yl]-1-propanone, sebagai obat


(21)

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.1.

1-(2,4-Dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-methyl-3-pentenyl)-2H-1-benzopyran-5-yl]-1-propanone ( Umar et al, 2007)

• 8-geranil-4’,5,7-trihidroksiflavanonsebagai obat kardiovascular dan anti kanker

Gambar 2.2.8-geranil-4’,5,7-trihidroksiflavanon (Syah et al, 2009)

• 2-geranyl-2',3,4,4'-tetrahydroxychalcone sebagai obat kardiovaskular jugasenyawa antikanker (carcinostatic) yang diberikan baik secara oral

ataupun parenteral


(22)

Penentuan kadar zat – zat aktif dalam total flavonoid dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis dengan menggunakan rutin sebagai senyawa penanda (marker). Rutin (3, 3’,4’,5,7−pentahydroxyflavone−3−rhamnoglucoside),

adalah glikosida flavonol terdiri dari kuersetin dan rutinosa disakarida

(Hussain et al, 2009).

Gambar 2.4. Struktur kimia rutin (Hussain et al, 2009)

2.3 β-Siklodekstrin

Siklodekstrin (CD), dengan rongga dalam lipofilik dan permukaan luar hidrofilik, mampu berinteraksi dengan berbagai macam molekul tamu untuk membentuk kompleks inklusi non-kovalen. Secara Kimia siklodekstrin merupakan oligosakarida siklik yang mengandung paling sedikit6 unit D-(+) glukopiranosa yang digabungkan dengan rantai α-(1, 4) glukosidia (challa et al,

2005). Bentuk molekul siklodekstrin tidak silindris melainkan berbentuk toroidal

dengan bagian dalam senyawa bersifat hidrofob sedangkan bagian luar bersifat hidrofil (Loftsson and Brewster, 1996). Tiga CD alam, α-, β- dan γ-CD (dengan 6,

7, atau 8 unit glukosa masing - masing), berbeda dalam ukuran cincin dan kelarutan. CD dengan kurang dari 6 unit tidak dapat terbentuk rongga toroidal

karena rintangan sterik sedangkan homolognya yang lebih tinggi dari 9 atau lebih unit glukosa sangat sulit untuk dimurnikan (Challa et al, 2005).


(23)

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.2. Struktur Kimia α, β, dan γ siklodekstrin (Aleem et al, 2008)

Tabel 2.1. Karakteristik beberapa siklodekstrin Tipe

CD

Diameter Rongga Å

Berat Molekul

Kelarutan (g/100 mL)

α-CD 4,7 – 5,3 972 14,5

β-CD 6,0 – 6,5 1135 1,85

γ-CD 7,5 – 8,3 1297 23,2

δ-CD 10,3 – 11,2 1459 8,19

ß-siklodekstrin (C42H70O35) memiliki sinonim sikloamilosa;

beta-dextrin Cavamax W7 Farma; sikloheptaamilosa; sikloheptaglukan;

siklomaltoheptosa; Kleptosa) yang mengandung 7 unit D-(+)glukapiranosa, dan memiliki berat molekul 1135. Pemerian dari β-siklodextrin ini berupa bubuk

kristal putih, praktis tidak berbau, dan memiliki rasa sedikit manis. β-siklodextrin

memiliki titik leleh 255–265°C; kandungan kelembaban; 13,0–15,0% w/w; distribusi ukuran partikel; 7,0–45,0 mm; dan kelarutan yang larut dalam 200 bagian propilen glikol, 1 dalam 50 bagian air pada suhu 20°C, 1 dalam 20 bagian air pada 50°C; praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%), dan metilen klorida.


(24)

Gambar 2.3. a) Struktur Kimia dan b) Bentuk toroidal molekul β-siklodekstrin (Loftsson and Brewster, 1996)

2.4 Hidroksi Propil Metilselulosa

Hidroksi Propil Metilselulosa (HPMC) memiliki sinonim selulosa, hidroksi propil metil eter, metocel metilselulosa propilen glikoleter, metil hidroksi propil selullosa, metolosa, dan nama kimia sellulosa, 2-Hydrolxypropil methyl ether 3. HPMC memiliki kelarutan yang larut dalam air dingin; praktis tidak larut

dalam kloroform, etanol (95%) dan eter; namun larut dalam campuran etanol dan diklorometana, campuran metanol dan diklorometana, dan campuran air dan

alkohol. HPMC Larut dalam larutan aseton encer, campuran

diklorometana dan propan-2-ol, dan pelarut organik lain. HPMC berupa serbuk putih atau hampir putih, tidak berbau, dan tidak berasa.


(25)

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5 Komplek Inklusi

Siklodekstrin dapat membentuk kompleks inklusi dengan senyawa yang memiliki ukuran yang sesuai dengan ukuran rongga sikodekstrin. Faktor geometris sangat menentukan jenis molekul yang dapat terinklusi ke dalam siklodekstrin. Polaritas dari suatu obat juga sangat menentukan tejadinya pembentukan kompleks, molekul yang sangat hidrofobik tidak dapat atau sangat lemah terkompleks dengan siklodekstrin (Szetji, 1988).

Proses pembentukan kompleks inklusi terutama dipengaruhi oleh sifat hidrofobisitas senyawa obat (guest) yang berinteraksi dengan bagian dalam

rongga siklodekstrin. Selain itu interaksi juga dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran senyawa obat. Sifat fisiko kimia senyawa obat dapat berubah karena terbentuk kompleks inklusi. Kompleks yang terbentuk dapatmeningkatkan kelarutan, laju disolusi, bioavabilitas, dan stabilitas obat. Kompleks inklusi yang terbentuk dalam larutan dapat dideteksi dengan meningkatnya kelarutan senyawa dan selanjutnya dapat ditentukan tetapan stabilitas kompleksnya. Kompleks inklusi dalam keadaan padat dapat dikarakterisasi dengan spektrofotometer inframerah, metode analisis panas, difraktometer sinar X, dan dengan kromatografi lapisan tipis (Bekers et al.,

1991).

Persyaratan pembentukan kompleks inklusi dengan siklodekstrin yaitu: a. Kompatibilitas geometri

Persyaratan minimum untuk pembentukan kompleks inklusi yaitu molekul tamu harus sesuai ukuran di dalam rongga siklodekstrin seluruhnya atau sebagian. Kompleks yang stabil tidak akan terbentuk pada molekul tamu yang terlalu kecil untuk diinklusi oleh molekul siklodekstrin, karena molekul tamu akan menghilang keluar rongga.

Pembentukan kompleks juga tidak memungkinkan pada molekul tamu yang terlalu besar untuk berpenetrasi di dalam rongga siklodekstrin. Tetapi bila gugus tertentu atau rantai samping molekul tersebut dapat berpenetrasi di dalam rongga siklodekstrin maka kemungkinan dapat terjadi pembentukan kompleks, biasanya kompleks siklodekstrin-tamu adalah 1:1. Jika molekul tamu terlalu panjang untuk mendapatkan akomodasi sempurna dalam satu rongga dan ujung lainnya juga


(26)

bertanggung jawab untuk pembentukan kompleks, maka perbandingan kompleks yaitu 2:1, 2:2, 3:1, 3:2, 4:5 dapat terbentuk (Bekers, 1991). b. Polaritas dan muatan

Polaritas molekul tamu juga menentukan terbentuknya kompleks inklusi. Molekul yang sangat hidrofilik tidak dapat atau sangat lemah untuk membentuk kompleks karena hanya molekul yang kurang polar dari air yang dapat membentuk kompleks inklusi dengan siklodekstrin (Szetjli, 1988).

Beberapa teknologi telah dilaporkan dapat membentuk komplek inklusi antara obat yang memiliki kelarutan rendah dalam air dengan siklodekstrin, di antaranya :

1. Pembentukan kompleks dalam bentuk larutan

Yaitu dengan cara pengadukan molekul dalam larutan siklodekstrin pada keadaan yang panas maupun dingin, netral, asam atau basa tergantung pada sifat molekul obata yang akan diinklusi

2. Pembentukan kompleks dalam bentuk suspense

Siklodekstrin dibuat menjadi suspensi yang tidak perlu larut sempurna. Molekul obat dimasukkan kedalam suspensi siklodekstrin. 3. Pembentukan kompleks dalam bentuk padatan

a. Metode Pencampuran fisik

Dalam skala laboratorium siklodekstrin dan molekul obat dicampur secara bersamaan dan menyeluruh oleh triturasi dalam mortar dan melewati ayakan yang sesuai untuk mendapatkan ukuran partikel yang diinginkan (Patil et a.,2010).

b. Kneading

Siklodekstrin dibuat menjadi pasta dengan penambahan air atau larutan hidro-alkohol kemudian obat ditambahkan secara perlahan dan diremas hingga terbentuk pasta sampai waktu yang cukup. Campuran kemudian dikeringkan dan dilewatkan dalam ayakan yang sesuai (Agrawal et al.,2012). Dalam skala laboratorium


(27)

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pengekstruksi dan mesin yang lain. Metode yang digunakan untuk membentuk kompleks inklusi ini adalah metode yang paling umum digunakan dan sederhana dengan memerlukan biaya yang relatif murah dalam proses produksi (Patil et al, 2010).

c. Teknik co-grinding

Obat dengan siklodekstrin dicampur dan dimasukkan ke dalam penggilingan oscillatory dan digiling dengan waktu yang sesuai.

Senyawa biner inklusi padat dapat dibuat dengan metode grinding ini

(Patil et al, 2010).

d. Evaporasi pelarut

Metode ini menggunakan pelarut obat dan siklodektrin yang berbeda, pencampuran kedua larutan untuk mendapatkan dispersi molekul obat – siklodekstrin dan dilakukan penguapan pelarut di bawah kondisi vakum untuk mendapatkan kompleks inklusi dalam bentuk bubuk padat. Umumnya, larutan air siklodekstrin dicampurkan ke dalam larutan alkohol obat. Campuran yang dihasilkan diaduk selama 24 jam dan diuapkan di bawah vakum dengan suhu 45ºC. Massa kering kemudian ditumbuk dan dilewatkan pada ayakan ukuran mesh 60. Cara ini cukup sederhana dan ekonomis dan bisa digunakan sebagai alternatif dari spray drying (Patil et al,2010).

e. Freeze drying

Metode Freeze drying bisa dikatakan metode yang sesuai

untuk mendapatkan bubuk serbuk amorf dengan tingkat interaksi

yang tinggi antara siklodektrin dengan obat. Sistem pelarut dari larutan dieliminasi melalui pembekuan primer dan selanjutnya dilakukan pengeringan larutan yang mengandung obat dan siklodektrin yang dapat mengurangi tekanan.Zat yang bersifat termolabil dapat menggunakan metode ini untuk pembentukkan kompleks inklusi. Keterbatasan dari teknik ini adalah prosesnya membutuhkan waktu yang lama dan menghasilkan produk dengan laju alir yang jelek (Patil et al,2010).


(28)

f. Spray drying

Merupakan teknik yang umum dalam farmasi untuk mendapatkan bubuk kering dari fase cair. Metode ini umum digunakan untuk menghasilkan kompleks inklusi mulai dari tahap larutan. Campuran melewati sistem eliminasi pelarut dengan cepat dan menunjukkan efisiensi yang tinggi dalam pembentukkan kompleks. Selain itu, produk yang diperoleh dari metode ini menghasilkan partikel yang terkontrol dalam peningkatan laju disolusi obat dalam bentuk terkomplesknya. Interaksi yang cukup dan efisien ini menjadi keuntungan tambahan dari metode atomisasi/spray dryin. Akan tetapi

keterbatasan yang dimiliki oleh metode ini adalah tekanan panas dan hasil yang rendah dari produk akhir (Patil et al, 2010).

g. Metode iradiasi gelombang mikro

Teknik ini melibatkan reaksi iradiasi gelombang mikro dengan menggunakan oven gelombang mikro. Obat dan siklodekstrin dengan rasio molar tertentu dilarutkan dalam campuran air dan pelarut organik ke dalam labu ukur. Campuran kemudian direaksikan dalam waktu sekitar satu sampai dua menit pada suhu 60ºC dalam oven gelombang mikro. Sejumlah campuran pelarut kemudian ditambahkan kedalam campuran reaksi untuk menghapus sisa tak terkomplekskan dari obat bebas dan siklodekstrin. Endapan yang diperoleh kemudian dipisahkan menggunakan kertas filtrat whatman dan dikeringkan dalam oven vakum pada suhu 40ºC selama 48 jam. Metode ini merupakan metode baru yang digunakan dalam skala industri dan memiliki keuntungan dalam waktu reaksi yang lebih cepat dan produk hasil akhir yang lebih tinggi (Patil et al, 2010).

h. Teknik supercritical antisolvent

Teknik ini adalah salah satu teknik inovasi dalam pembentukkan kompleks inklusi obat dengan siklodekstrin dalam keadaan padat. Keuntungan metode yang tidak menggunakan berbagai


(29)

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menjanjikan, namun keterbatasan dari metode ini adalah membutuhkan biaya awal yang cukup tinggi (Patil et al, 2010).

i. Teknik co-precipitation

Metode ini melibatkan pengendapan obat dan CD di dalam kompleks. Dalam metode ini, sejumlah obat yang diperlukan ditambahkan pada larutan CD. Sistem ini disimpan di bawah agitasi magnetik dengan proses parameter yang terkendali dan isi dilindungi dari cahaya. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan filtrasi vakum dan dikeringkan pada suhu kamar untuk menghindari hilangnya struktur air dari kompleks inklusi. Teknik ini membuat larutan obat-CD dalam kondisi yang sangat dekat dengan kejenuhan dan melalui perubahan temperatur yang cepat dengan penambahan pelarut organik. Hal ini diperoleh dengan pengendapan bahan membentuk kompleks inklusi. Bubuk diperoleh dengan rotasi atau filtrasi dengan panas dan pengadukan pada larutan. Namun, karena produk hasil yang rendah, risiko menggunakan pelarut organik, dan lama waktu yang diperlukan untuk persiapan dalam skala yang lebih besar, metode ini jarang digunakan pada skala industri (Patil et al,

2010).

j. Metode pengendapan netralisasi

Metode ini didasarkan pada pengendapan senyawa inklusi dengan teknik netralisasi dan terdiri dari melarutkan obat dalam larutan alkali seperti natrium/hidroksida amonium dan pencampuran dengan larutan air dari CD. Larutan yang dihasilkan kemudian dinetralkan di bawah agitasi menggunakan larutan asam klorida sampai mencapai titik ekivalen. Sebuah endapan putih yang terbentuk, sesuai dengan pembentukan senyawa inklusi. Endapan ini kemudian disaring dan dikeringkan. Keterbatasan metode ini adalah obat yang rentan dengan asam dan alkali dapat mengalami degradasi selama proses ini (Patil et al, 2010).


(30)

2.6 Karakterisasi Campuran

2.6.1 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang digunakan

untuk menganalisis aspek morfologi dari material padat (siklodekstrin dan molekul tamu, secara masing-masing) dan produk yang dihasilkan dari pencampuran siklodekstrin dengan molekul tamu (Ramnik singh et al, 2010)

Scanning electron microscopy (SEM) menggunakan sinar terfokus energi

tinggi elektron untuk menghasilkan berbagai sinyal pada permukaan spesimen padat. Sinyal yang berasal dari interaksi elektron-sampel mengungkapkan informasi tentang sampel termasuk morfologi eksternal (tekstur), komposisi kimia, dan struktur kristal dan orientasi dari bahan yang membentuk sampel. Dalam sebagian besar aplikasi, data yang dikumpulkan melalui area tertentu dari permukaan sampel, dan gambar 2 dimensi yang dihasilkanmenampilkan variasi jarak dalam properti. Daerah lebar mulai ± 1 cm sampai 5 mikron dapat dicitrakan dalam modus pemindaian menggunakan teknik konvensional Scanning Electron Microscopy(perbesaran mulai dari 20X menjadi sekitar 30.000 X, resolusi jarak

dari 50 sampai 100 nm) (Swapp).

2.6.2 Karl Fisher

Analisis kadar air kompleks siklodekstrin adalah uji yang penting untuk evaluasi kualitas proses kompleksasi: jika interaksi molekul tamu-siklodekstrin sesuai maka molekul air dari rongga dalam siklodekstrin diganti dengan molekul tamu sehingga kadar air menurun. Molekul-molekul air tetap berada di kompleks dan kandungan air yang tinggi dari kompleks siklodekstrin dapat ditentukan. Dengan mempertimbangkan pengamatan ini, kadar air kompleks β-siklodekstrin

dengan serbuk fraksi etil asetat daun sukun dapat dievaluasi.

Metode terbaik yang digunakan untuk alasan ini adalah metode karl fischer titration, yang memungkinkan untuk mengevaluasi hanya kadar air

dibandingkan dengan metode lain yang digunakan untuk evaluasi kandungan air/kelembaban (misalnya analisis termogravimetri, yang menentukan semua


(31)

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prinsip pengukuran karl fischer titration adalah kandungan air didalam

alkohol basa bereaksi dengan iodium dan sulfur dioksida secara kuantitatif sebagai berikut :

H O +I +SO +CH OH + 3RN --› [RNH]SO CH +2[RNH]I

2.7 Kelarutan

Kelarutan didefinisikan secara kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen (Martin et al., 1990). Suatu sifat fisika-kimia yang

penting dari suatu zat obat adalah kelarutan, terutama kelarutan dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air yang baik agar mendapatkan efek terapi. Senyawa-senyawa yang relatif tidak larut seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Jika kelarutan dari suatu obat kurang, maka dipertimbangkan hal yang dapat memperbaiki kelarutannya (Ansel, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat aktif adalah(Martin

et al, 1990):

a. Pengaruh pH

Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan adalah senyawa organik yang bersifat asam atau basa lemah. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamida dalam air akan bertambah dengan meningkatnya pH, karena terbentuk garam yang mudah larut air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkaloid dan anastetik lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Apabila pH larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat, maka akan terbentuk garam yang mudah larut air.

b. Suhu

Kelarutan zat padat dalam pelarut ideal tergantung pada suhu, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Pengaruh suhu terhadap kelarutan zat dalam larutan ideal mengacu pada persamaan Van’t


(32)

Hoff. Pada suhu di atas titik leleh, zat akan berada dalam keadaan cair sehingga dapat bercampur dengan pelarut dalam setiap perbandingan. c. Jenis pelarut

Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan zat juga bergantung pada struktur zat seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat maka semakin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hildebrane, kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hidrogen lebih penting daripada kepolaran suatu zat.

d. Bentuk dan ukuran partikel

Kelarutan suatu zat akan meningkat dengan berkurangnya ukuran partikel zat tersebut. Konfigurasi molekul dan susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel berbentuk tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel berbentuk simetris.

e. Konstanta dielektrik bahan pelarut

Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi polaritas bahan pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi sehingga dapat melarutkan zat-zat yang bersifat polar, sedangkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya. Demikian pula sebaliknya zat-zat yang polar sukar larut di dalam bahan pelarut non polar. Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi dan merupakan rasio antara kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cv) atau ε= Cx x Cv

Besarnya konstanta dielektrik menurut Moor dapat diatur dengan menambahkan bahan pelarut lain. Suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut tunggalnya yang disebut dengan co-solvency, sedangkan bahan pelarut di dalam pelarut campur

yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Co-solvent

yang umum digunakn adalah etanol, gliserin dan propilen glikol. f. Adanya penambahan zat-zat lain


(33)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta polar. Apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar kearah air dan bagian non polar kearah udara. Kumpulan surfaktan akan membentuk suatu lapisan mono molekular. Bila permukaan cairan telah jenuh dengan molekul-molekul surfaktan, maka molekul-molekul yang berada didalam cairan akan membentuk agregat yang disebut misel.konsentrasi pada saat misel terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK).

Sifat penting misel adalah kemampuannya dalam menaikkan kelarutan zat-zat yang sukar larut dalam air, proses ini desebut solubilisasi miselar. Solubilisasi miselar terjadi karena molekul zat yang sukar larut berasosiasi dengan misel membentuk larutan jernih dan stabil secara termodinamika selain penambahan surfaktan dapat dilakukan penambahan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu obat.

Penambahan zat – zat lain seperti siklodekstrin dapat digunakan sebagai zat yang dapat meningkatkan kelarutan dengan pembentukkan kompleks. Kompleks yang terbentuk antara siklodekstrin– molekul obat yang bersifat lipofilik akan membentuk suatu kompleks inklusi. Hal yang mendorong terbentuknya kompleks yaitu : perpindahan molekul air yang berenergi tinggi dari rongga siklodekstrin, interaksi van der walls, dan terbentuknya ikatan hidrogen dan hidrofobik (Sharma et al, 2009).


(34)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulanJuli 2012 sampai dengan bulan Oktober 2012 di Laboratorium FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. BPPT Serpong dan Building Science Centre (BSC) ITB

3.2 Alat

Alat-alat gelas, mortar dan alu, ayakan no. 100, desikator, neraca analitik,

magnetic stirrer, shaker waterbath, termometer, filter membran 0,20 µm, kertas

saring, tanur, moisture balance, Spektro-UV Lambda 25 (Perkin Elmer, Jerman), Karl fischer moisture titrator MKS 520 (KEM), Scanning electron microscopy

(JEOL, Jepang).

.

3.3 Bahan

Fraksi etil asetat daun sukun kering (LIPI-Serpong), betasiklodekstrin

grade analysis (Wako, Jepang), HPMC grade analysis (Wako, Jepang), Rutin

(LIPI-Cibinong), etanol (Merck, Jerman), HCl 0,1 N, aquadest, aquabidest, metanol HPLC grade (JT Beker).

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pembakuan Ekstrak dengan Parameter Spesifik (Depkes RI, 2001)

3.4.1.1Organoleptis

Mengamatai bentuk, warna, dan bau dari fraksi etil asetat daun sukun.

3.4.1.2Penentuan Kadar Senyawa Total Flavonoid

a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


(35)

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Pembutan Kurva Kalibrasi

Dibuat larutan rutin standar dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm dengan pengenceran dari larutan induk. Kurva kalibrasi dibuat dengan cara memplot konsentrasi menggunakan UV dengan panjang gelombang 358,2 nm. Kemudian dibuat kurva kalibrasi (y = a + bx) dengan absorbansi sebagai sumbu y dan konsentrasi sebagai sumbu x serta dicari persamaan regresinya. c. Penetapan Kadar Total Flavonoid

Sebanyak 10 mg fraksi etil asetat daun sukun kering ditimbang kemudian dilarutkan dengan metanol grade HPLC dan di ad hingga 10 mL (1000 ppm). Larutan sampel dipipet 0,1 mL dan ditambahkan metanol grade HPLC hingga 10 mL (10 ppm). Kemudian larutan dianalisa dengan spektrofotometer UV-VIS. Konsentrasi dihitung dengan menggunakan persamaan regresi yang diperoleh pada pembuatan kurva dengan memasukkan nilai absorbansi sebagai fungsi y (Rohyami, 2000)

3.4.2 Ekstrak dengan Parameter Non Spesifik

a. Susut Pengeringan (Depkes RI, 2000).

Susut pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat moisture balance. Alat dikalibrasi terlebih dahulu. Plat aluminium ditara dan

ditimbang, kemudian sampel dimasukkan ke dalam plat senayak 5 gram kemudian alat di set dengan suhu 105ºC selama 4 menit atau sampai bobot tetap. Nilai susut pengeringan secara otomatis akan muncul dalam bentuk persentase.

b. Kadar Air ( Depkes RI, 2000)

Penentuan kadar air menggunakan alat yaitu karl fisher. Alat

dikalibrasi terlebih dahulu, kemudian sampel dengan wadah ditimbang secara bersamaan sebagai W1. Sampel dimasukkan ke dalam pelarut

methanol dry dan ditimbang kembali sebagai W2. Masukkan data W1 dan

W2 ke dalam alat. Nilai kadar air dari sampel akan muncul secara otomatis pada alat.


(36)

c. Kadar Abu Total ( Depkes RI, 2000)

Kurang lebih 2 gram fraksi etil asetat ditimbang dan dimasukkan ke dalam krus yang telah dipijarkan dan ditara. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur dan dipijarkan hingga bobot tetap. Sampel diangkat, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan , tambahkan air panas lalu saring dengan kertas saring bebas abu. Residu dan kertas saring dalam krus yang sama dipijarkan. Filtrat dimasukkan ke dalam kurs, diuapkan, dam dipijarkan hingga bobot tetap, lalu ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

3.4.3 Pembuatan Campuran Menggunakan Metode Kneading

Pencampuran dilakukan dengan 3 variasi perbandingan berdasar pada peningkatan jumlah siklodestrin tiap formulasi. Perbandingan FEAS : β-CD yaitu

1:2 (formula 1), 1:4 (formula 2), 1:6 (formula 3). Penambahan HPMC sebanyak 0,12% b/b dari bobot total untuk masing-masing formulasi (Saraf et al, 2011).

Tabel 3.1 Formulasi campuranFEAS - β-siklodekstrin+ HPMC

Metode Kneading Perbandingan FEAS

(mg)

β-siklodekstrin

(mg)

HPMC 0,12% b/b (mg)

Formula 1 1 : 2 500 1000 1,8

Formula 2 1 : 4 500 2000 3

Formula 3 1 : 6 500 3000 4,2

3.4.3.1Metode Kneading

Sampel (FEAS), ß-siklodekstrin dan HPMC ditimbang sesuai dengan formula diatas. Kemudian dilakukan pencampuran polimer kombinasi yaitu ß-siklodekstrin dan HPMC dalam mortar dan ditambahkan etanol 50% hingga didapatkan konsistensi slurry (pasta).


(37)

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta suhu 45°C selama 48 jam dalam oven, lalu dipulverisasi, dan dilewatkan melalui ayakan no 100 yang selanjutnya disimpan dalam desikator (Vikesh, Rajashree, Ashok, Fakirappa, 2009).

3.4.4 Karakterisasi Campuran Fraksi Etil Asetat Daun Sukun – β -siklodekstrin+HPMC

3.4.4.1 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Uji dilakukan terhadap FEAS, polimer kombinasi β

-siklodekstrin+HPMC, campuran FEAS - ß-siklodekstrin+HPMC. Disiapkan sebuah silinder yang bagian bawahnya telah ditempelkan dengan plat tembaga. Sejumlah serbuk sampel direkatkan pada sebuah perekat berupa double tape. Kemudian sampel yang merekat pada double tape diberikan sebuah tekanan udara. Silinder kemudian ditempelkan pada double tape yang telah bertabur serbuk sampel. Kemudian silinder di coating dan diuji menggunakan SEM dengan tegangan 25 kV x300 × 3000

× besarnya untuk tingkat, dan fokus dari 10-14,1 mm.

3.4.4.2 Uji Karl Fisher

Uji dilakukan terhadap FEAS, polimer kombinasi ß-siklodekstrin+HPMC, campuran FEAS - ß-siklodekstrin + HPMC. Uji dilakukan seperti poin 3.3 bagian b.

3.4.5 Uji Kelarutan

Uji kelarutan dilakukan menurut metode yang dikemukakan Higuchi dan Connors. Ditimbang sejumlah ± 10 mg FEA, Formula 1, 2, dan 3 yang ditimbang setara dengan FEA yang terkandung dalam campuran. Lalu dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan 10 mL medium berupa aquabidest, kemudian dishaker selama 72 jam (Ferdianan et al, 2006). Larutan yang diperoleh disaring dengan

filter membran 0,20 µm. Dari setiap formula dipipet 0,1 mL kemudian di ad 10mL menggunakan metanol dan dianalisa dengan spektrofotometer UV-VIS. Konsentrasi dihitung dengan menggunakan persamaan regresi yang diperoleh pada pembuatan kurva dengan memasukkan nilai luas area sebagai fungsi y (Corciovia dan cascaval, 2011)


(38)

3.4.6 Analisa Data

Hasil uji kelarutan dilakukan analisa data dengan menggunaka program pengolahan data statitistik uji T yaitu paired sample dan independent sample.

Hipotesis :

Ho : tidak ada perbedaan yang bermakna antara peningkatan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun terhadap formulasi.

H’ : terdapat perbedaan yang bermakna antara peningkatan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun terhadap formulasi.

Kriteria pengujian ;

Bila nilai sig ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan.


(39)

24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Fraksi Etil Asetat Daun Sukun

Hasil karakterisasi fraksi etil asetat daun sukun dilakukan dengan parameter spesifik dan non-spesifik.

Tabel 4.1.Hasil Karakteristik Fraksi Etil Asetat Daun Sukun

Jenis Karakteristik Hasil

Spesifik

Bentuk Padat

Warna Coklat Kehijauan

Bau Tajam

Rasa Tawar

Kadar Total Flavonoid 32,7 %

Non-Spesifik

Kadar Abu Total (%b/b) 0,99%

Kadar Air (% b/b) 3,3119%

Susut Pengeringan (%b/b) 4,79%

Karakterisasi merupakan proses penjaminan mutu produk akhir suatu obat, ekstrak, atau produk ekstrak yang mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan telah ditetapkan. Untuk menjamin mutu dari ekstrak tanaman obat, perlu dilakukan penetapan standar mutu spesifik dan non-spesifik agar nantinya ekstrak menjadi terstandar dan dapat digunakan sebagai senyawa aktif yang dapat dipertanggungjawabkan.

Fraksi etil asetat daun sukun pada penelitian ini diperoleh dari Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong, dihasilkan dengan cara ekstraksi menggunakan etanol 70% dari daun sukun tua dan kering, ekstrak etanol dipartisi dengan


(40)

n-heksana kemudian fase air dipartisi dengan etil asetat yang kemudian hasil berupa ektrak fraksi etil asetat kering (Umar et al, 2007).

Data parameter spesifik yang berupa parameter organoleptik bertujuan memberikan pengenalan awal bahan secara objektif berupa bentuk warna, bau, dan rasa yang dapat dipengaruhi oleh penyimpanan sehingga mempengaruhi khasiatnya. Organoleptik serbuk fraksi etil asetat daun sukun memiliki bentuk padat, berwarna hijau kecoklatan, berbau tajam, dan berasa tawar.

Penentuan kadar total flavonoid fraksi etil asetat daun sukun dilakukan dengan senyawa kimia penanda flavonoid rutin yang digunakan sebagai kurva baku yang bertujuan untuk mengetahui senyawa kimia spesifik yang terdapat di dalam ekstrak tersebut baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Azis et al, 2011).

Pemilihan senyawa rutin sebagai senyawa penanda dikarenakan sebagian besar senyawa flavonoid yang terdapat di alam adalah golongan flavonol salah satunya senyawa rutin dan quercetin (Markham, 1970). Spektrum penyerapan flavonoid terdiri dari dua pita yang terdapat pada kisaran 240 – 400 nm. Pita I meliputi kisaran panjang gelombang 300 – 380 nm, yang berhubungan dengan cincin B dengan A max berkisar antara 350-380 nm. Sedangkan pada pita II terdapat pada kisaran panjang gelombang 240 – 280 nm yang berhubungan dengan cincin A-C dengan A max 260 – 270 nm (Cvetkovic, Markovic, and Radovanovic, 2011).

Panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 257,3 nm dan 358,2 nm (lampiran 4), panjang gelombang yang diambil untuk pembuatan kurva adalah 358,2 nm. Pengambilan panjang gelombang ini dimaksudkan agar tidak terganggu oleh absorbansi polimer yang terdapat pada range 240 – 260 nm. Hasil dari persamaan garis kurva yang diperoleh dengan persamaan garis y = 0,0307x – 0,0154 dengan nilai R = 0,9998, yang menunjukkan garis regresi linear. Hasil total flavonoid yang diperoleh dari fraksi etil asetat daun sukun sebesar 32,7%.

Pengujian parameter non-spesifik berupa kadar air, kadar abu total dan susut pengeringan. Kadar air yang diperoleh sebesar 3,3119% telah memenuhi syarat sebagai bahan baku obat yang berasal dari alam karena memiliki nilai


(41)

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kadar abu total menentukan karakteristik sisa kadar abu non-organik setelah pengabuan, yang berhubungan dengan mineral suatu bahan yang terdiri dari garam organik dan garam non-organik. Besarnya nilai kadar abu total sebesar 0,99% dalam serbuk fraksi etil asetat daun sukun menyatakan bahwa serbuk fraksi etil asetat memiliki kandungan mineral yang rendah (Lampiran 6). Susut pengeringan bertujuan untuk mengetahui rentang batas maksimal banyaknya senyawa yang hilang pada pada proses pengeringan dengan batas maksimal <10% (Anonim, 2007). Hasil menunjukkan nilai susut pengeringan masih sesuai dengan persyaratan yaitu sebesar 4,79%.

4.2 Hasil Pencampuran Menggunakan Metode Pencampuran Kneading Penambahan polimer kombinasi ß-siklodekstrin+hidroksi propil metilselulosa pada serbuk fraksi etil asetat daun sukun menghasilkan serbuk yang berwarna kuning kecoklatan (lampiran 5).

4.3 Karakterisasi Campuran

Peningkatan kelarutan suatu obat dapat dilakukan dengan penambahan polimer. Penambahan polimer dengan β-siklodekstrin biasanya terjadi dengan

adanya pembentukkan kompleks inklusi. Karakterisasi campuran fisik dilakukan untuk mengetahui terjadinya pembentukkan kompleks inklusi dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy dan titrasi Karl Fisher (Hadaruga,

2012).

4.3.1 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Uji scanning electron microscopy (SEM) dilakukan untuk mengetahui

perbedaan morfologi antara FEAS dan campuran FEAS dengan β-CD+HPMC.

Perbedaan morfologi bertujuan untuk mengetahui adanya interaksi antara FEAS dengan penambahan polimer kombinasi yang diperkirakan terjadinya kompleks inklusi.

Hasil karakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)

menunjukkan bentuk yang tidak terlalu berbeda signifikan satu dengan yang lainnya, namun pada formula 3 berbentuk seperti pada polimer kombinasi yang


(42)

menyelimuti fraksi etil asetat daun sukun, namun hal ini tidak dapat memberikan informasi yang lebih jauh berkaitan dengan interaksi yang terjadi pada campuran fraksi etil asetat daun sukun - β-siklodekstrin+HPMC (lampiran 20).

4.3.2 Uji Karl Fischer Titration

Tabel 4.3 Hasil uji karl fisher titration

Sampel Kadar air (%) % Penurunan Kadar Air pada

Formula Terhadap Kontrol

Kontrol 12, 0537 -

Formula 1 7,0184 5,0353

Formula 2 7,7316 -

Formula 3 9,4152 -

Keterangan :

Kontrol : pencampuran fisik FEAS : β-CD (1:2) dengan penambahan HPMC 0,12% terhadap bobot total FEAS dan β-CD sebelum perlakuan kneading.

Uji karl fischer titration dilakukan untuk mengevaluasi kualitas proses

kompleksasi, jika interaksi molekul tamu-siklodekstrin sesuai maka rongga dalam siklodekstrin yang bersifat hidrofobik membentuk ikatan hidrogen dari molekul air tamu sehingga kadar airnya menurun dan diperkirakan terbentuk kompleks inklusi (Agrawal and Gupta, 2012).

Hasil karakterisasi yang telah dilakukan menunjukkan adanya penurunan nilai kadar air sebesar 5,0353 pada Formula 1dibandingkan terhadap kontrol. Penurunan nilai kadar air pada campuran siklodekstrin dengan molekul tamu menunjukkan bahwa kompleks inklusi diperoleh karena sebagian molekul air yang terdapat pada rongga bagian dalam β-CD digantikan oleh molekul tamu

seperti flavonoid yang terdapat pada ekstrak yang diperkirakan membentuk ikatan hidrogen. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Hadaruga (2012) pada tanaman Ficaria verna Huds - β-CD menggunakan metode pencampuran

kneading menunjukkan penurunan kadar air dibandingkan dengan β-CD tunggal,


(43)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tamu sehingga kadar air menurun yang menunjukkan terbentuknya kompleks inklusi (Hadaruga, 2012).

Pembuatan kontrol formula hanya dilakukan pada formula 1 sedangkan untuk kontrol formula 2 dan kontrol formula 3 tidak diuji karena keterbatasan biaya penelitian dan sampel. Hal ini menyebabkan kontrol formula 2 dan kontrol formula 3 dianggap sama dengan kontrol formula 1 karena penambahan polimer

β-CD pada setiap formulasi dianggap tidak akan memberikan perbedaan kadar air

yang signifikan dibandingkan dengan kontrol formula 1. Sehingga pada formula 2 dan formula 3 diperkirakan menunjukkan penurunan kadar air seperti pada formula 1.

Hasil kadar air dapat dijadikan data pendukung pada pembentukkan kompleks inklusi dilihat dari penurunan nilai kadar airnya. Namun hasil dari penelitian ini tidak dapat dijadikan kesimpulan yang pasti mengenai terjadinya pembentukkan kompleks. Selain itu data pengamatan pada uji scanning electron microscopy jugatidak dapat mendukung data pembentukkan kompleks karena

tidak terlihatnya perbedaan morfologi antara FEAS dengan campuran FEAS – β

-CD+HPMC. Data penunjang lain yang dibutuhkan untuk membuktikan terbentuknya kompleks inklusi tidak disertai dalam penelitian ini seperti QM (quantum mechanic) yang dapat memberikan informasi struktur 3 dimensi dari

kompleks dan NMR yang dapat digunakan untuk menentukan arah penetrasi molekul tamu ke rongga bagian dalam siklodekstrin (Yan et al., 2006; Ramnik


(44)

4.4 Uji Kelarutan

Tabel 4.2 . Hasil uji kadar kelarutan total flavonoid fraksi etil asetat daun sukun terhadap penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin + hidroksi propil

metilselulosa

Pada uji kelarutan fraksi etil asetat daun sukun menunjukkan hasilterjadinya peningkatan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun dalam air pada masing-masing formula sebesar 7,04%, 19,47% dan 59,92% dibandingkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun dalam air (lampiran 10).

Peningkatan kelarutan dianalisa menggunakan uji T.uji T yang digunakan yaitu paired sample untuk membandingkan sampel dengan formula dan indipendent sample untuk membandingkan formula dengan formula.

Dari data statistik uji T menggunakan paired sample dan indipendent sample terlihat adanya perbedaan peningkatan kelarutan fraksi etil asetat daun

sukun pada campuran formula secara nyata dengan tingkat kepercayaan 95% (p<0,05). Hasil pada paired sample menunjukkan bahwa penambahan polimer

kombinasi β-siklodekstrin+HPMC dapat meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat

daun sukun. Sedangkan hasil pada indipendent sample menunjukkan bahwa

semakin banyak penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin+HPMC maka

akan semakin meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun dalam air (lampiran 11).

Dari data yang diperoleh terlihat bahwa semakin banyak jumlah

ß-Sampel Kadar Total

Flavonoid(%)

% Peningkatan Kadar Total Flavonoid Formula terhadap FEAS Fraksi etil asetat

daun sukun 13,35

Formula 1 14,29 7,04%

Formula 2 16,46 19,47%


(45)

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta air. Peningkatan kelarutan ini dapat disebabkan karena terperangkapnya fraksi etil asetat daun sukun dalam rongga ß-siklodekstrin membentuk kompleks yang hidrofilik (Hiremanth, 2006). Sedangkan efek penambahan polimer larut air hidroksi propil metilselulosa pada komplek fraksi etil asetat daun sukun - ß-siklodekstrin mempengaruhi peningkatan kadar kelarutan fraksi etil asetat daun sukun pada kompleks fraksi etil asetat daun sukun - β-siklodekstrin (Saraf et al,

2011).

Mekanisme penambahan polimer larut air pada pembentukkan kompleks terjadi karena polimer bertindak sebagai jembatan (penghubung) antara β

-siklodekstrin dengan molekul tamu. Polimer larut air berikatan dengan rantai samping molekul tamu (obat), meningkatkan volume dan menjadikkan molekul tamu lebih cocok untuk masuk kedalam rongga β-CD (Valero, Tejedor,

&Rodrıguez., 2007).

Pada penelitian yang telah dilakukan, karaterisasi uji karl fischer titration

pada tiap formula menunjukkan penurunan nilai kadar air terhadap kontrol formula disebabkan karena adanya interaksi antara molekul air rongga bagian dalam siklodekstrin dengan FEAS sehingga membentuk ikatan hidrogen yang mengakibatkan penurunan nilai kadar air. Hal ini diikuti dengan uji kelarutan yang menunjukkan terjadinya peningkatan kelarutan pada formula 1, formula 2, dan formula 3 terhadap FEAS dalam air. Oleh karena itu, hasil uji kelarutan dan uji karl fischer titration diperkirakan karena terperangkapnya molekul tamu yaitu

FEAS kedalam rongga β-CD yang membentuk kompleks inklusi yang mampu

meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun. Akan tetapi perlu dilakukan karakterisasi lainnya sebagai data penunjang terbentuknya kompleks inklusi menggunakan molekul tamu berupa ekstrak bahan alam yang terdiri dari senyawa multikomponen.


(46)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin+Hidroksi propil

metilselulosa dapat meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun pada masing-masing formula sebesar 7,04%, 19,47%, dan 59,92%.

5.2. Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk karakterisasi terhadap campuran fraksi etil asetat daun sukun – β-siklodekstrin+hidroksi propil metilselulosa


(47)

32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, R., Gupta, V. 2012. Cyclodextrins – A Review on PharmaceuticalApplication for Drug Delivery.IJPFR, 2(1): 95-112.

Anonim.(2007) United States Pharmacopoeia 30th Edition. USA: The OfficialCompendia of Standards.

Ansel, Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sesiaan Farmasi. Jakarta:

Universitas Indonesia

Aleem, O.M, Patil, A.L.,Pore, Y.V., Kuchekar, B.S. 2008. Cyclodextrin in Pharmaceuticals: An overview.

Azis, S., Rahayu, V., Teruna, H.Y. 2011.Standardisasi Bahan Obat Alam. Jakarta:

Graha Ilmu.

Bekers, U.1991. Siklodekstrins. In: The Pharmaceutical Field, Drug Dev. Ind. Pharm;17(11)1503-49.

Challa, R., Ahuja, A., Ali, J.,and Khar, R.K. 2005. Cyclodextrin in Drug Delivery: An Updated Review. AAPS PharmSci Tech,6, (2) Article 43, E329-E350.

Chandrakant, D. S., Danki, L. S., Sayeed, A., Kinagi, M. B. 2011. Preparation and Evaluation of Inclusion Complexes of Water Insoluble Drug.International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. ISSN: 2229-3701.

Chawla, G and Bansal, AK. 2008. Improved dissolution of a poorly water soluble drug in solid dispersions with polymeric and non-polymeric hydrophilic additives.

Acta. Pharm., 58: 257-274.

Cirri M., Mura P., Rabasco AM and Ginés JM. 2004. Characterization of ibuproxam binary and ternary dispersions with hydrophilic carriers.

AAPSPharmSciTech, 30(1): 65-74.

Corciova, Andreia dan Cascaval. (2011). Characterization Of Rutin-Cyclodextrin Inclusion Compounds. Scientific Study & Research 12 (4), pp. 341 – 346

Cvetkovic, D., Markovic, D., Radovanovic, B. 2011. Effects of continuous UV-irradiation on the antioxidant activities of quercetin and rutin in solution in the presence of lecithin as the protective target. J. Serb. Chem. Soc. 76 (7) 973–985. Dalimartha, S.2003.Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 3. Jakarta : Puspa

Swara.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta.


(48)

Elbary,A., Kassem,M A.,Abou,S., and Khalil,R. 2008. Formulation and hypoglycemic activity of pioglitazone-cyclodextrin inclusion complexes Drug Discov Ther; 2(2):94-107.

Ferdianan A, Yuwono T, Wahyuningsih I. (2006). Peningkatan Kelarutan Piroksikan Melalui Pembentukan Kompleks dengan β-siklodekstrin. Media

Farmasi, Vol.5 no.2: 7-14.

Hiremath, S.N., Raghavendra, R.K.., Sunil, F., Danki, L.S., Rampure, M. V., Swamy, P.V., Bhosale, U.V. 2008. Dissolution Enhancement of Glicazide by Preparation of Inclusion Complex with ß-cyclodextrins . Asian Journal of Pharmaceutics, 73-76.

Hădărugă, Nicoleta G. 2012. Ficaria verna Huds. extracts and theirb-cyclodextrin

supramolecular systems. Hădărugă Chemistry Central Journal.

Hussain, Md. Talib., Verma,A.,Vijayakumar, M., Sharma, Alok, C., Mathela, andRao,Ch. V.2009. Rutin, a natural flavonoid, protects against gastric mucosal damage in experimental animals. Asian Journal of Traditional Medicines.

Lieberman, H.A., Lachman, L., & Schwatz,J.B. (Eds.). 1989. Pharmaceutical Dosage Forms: Tablets Volume 1 Second edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, 5, 17.

Mabry, A.J., Markham K.R., Thomas, M.B.1970. The systemic Identification ofFlavonoids, Berlin.

Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga.

Jakarta : UI-Press.

Patil, J.S., Kadam, D.C., Marapur, S.V., and Kamalpur, M. 2010. Inclusion Com[plex System : A Novel Techniques to Improve Solubility and Bioavailibility of Poorly Soluble Drugs : A Review. International Journal of Pharmaceutical Sciences Reviews and Research, 29-32.

Saraf, SA., Tripathi, GK., Pandey, M., Yadav, P., dan Saraf, SK.2011. Development of meloxicam formulations utilizing ternary complexation for solubility enhancement. Pak. J. Pharm. Sci., Vol.24, No.4, October 2011, pp.533-538.

Shargel, L., Andrew B.C Yu. 1988. Biofarmasetika dan farmakokinetika Terapan Edisi 2. Terj.dari Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, oleh Fasich,


(49)

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Srikanth, M.V., Babu, M,G., Rao, N, S., Sunil, A., Balaji, S., Ramanamurthy, K. (2010). Dissolution Rate Enhancement Of Poorly Soluble Bicalutamide Using β

-Cyclodextrin Inclusion Complex. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences Vol 2, Issue 1.

Szetjli, J. 1988. Cyclodextrin Technology. Dordrecht: Kluwer Academic

Publishers, 104-106.

Swapp, S. Scanning Electron Microscopy (SEM).

http://serc.carleton.edu/research_education/geochemsheets/techniques/SEM.html.

Umar, A., Jenie, L, Kardono., Mozef., T., Jiaan, C., Xiaoxiang, Z., Yuanjiang, P. 2007. Ekstrak Total Flavonoid dan Fitosterol Daun Sukun (Artocarpus altilis) sebagai Obat Kardiovaskuler dan Teknik Produksinya. Paten Indonesia terdaftar No. P00200700707.

Vikesh, S., Rajashree, M., Ashok, A., Fakkirappa, M. 2009. Influence of β -Cyclodextrin Complexation on Ketoprofen Release from Matrix Formulation. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research; 1(3): 195-202.


(50)

Lampiran 1. Alur Penelitian

Serbuk fraksi etil asetat daun

sukun

Pembakuan ekstrak dengan parameter

non-spesifik Pembakuan

ekstrak dengan parameter spesifik

Scanning Electron microscopy

Uji Karl Fischer

Uji Kelarutan Karakterisasi campuran FEAS -

β-siklodekstrin+HPMC

Spektrofotometer UV

Pembuatan Campuran FEAS - β


(51)

36


(52)

Lampiran 3. Hasil Kadar Abu

No Berat awal Setelah tanur Sampel Kadar abu

1 27,6440 25,6833 2,0002 0,98 %

2 27,1524 25,1510 2,0002 1,00%

3 27,6193 25,6176 2,0043 0,99%

Rata-rata 0,99%

Standar Deviasi 0,01

Keterangan rumus:

% kadar abu total =

100 %

Ket : w1 : berat awal

w2 : berat setelah ditanur w3 : berat sampel

Contoh perhitungan :

% Kadar abu total = , ,

, x 100% = 0,98%


(53)

38


(54)

Lampiran 6. Kurva Absorbansi Rutin dalam Metanol

200.0 250 300 350 400 450 500 550 600.0 -0.02

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.00

nm A

358.23

283.50 257.30

239.34 206.13


(55)

40

Lampiran 7. Data Absorbansi Konsentrasi Penentuan Total Flavonoid Rutin

Nama Absorbansi Konsentrasi

Std1 0,0005 0.000

Std2 0,2783 10.00

Std3 0,5914 20.00

Std4 0,9031 30.00

Std5 1,2108 40.00

Std6 1,5268 50.00

Lampiran 8. Kurva Standar Penentuan Kadar Total Flavonoid

y = 0,0307x - 0,0154 R² = 0,9998

-0.5 0 0.5 1 1.5 2

0 20 40 60

A

b

so

rb

a

n

si

konsentrasi

Kurva standar rutin

Series1


(56)

Lampiran 9. Hasil Perhitungan Kadar Total Flavonoid Pada Fraksi Etil Asetat

Daun Sukun

Ulangan

Konsentrasi

Sampel Abs Kadar (ppm) % Kadar

1 10ppm 0,0882 x = 3,374 ppm % kadar = 33,74%

2 10ppm 0,0842 x = 3,244ppm % kadar = 32,44%

3 10ppm 0,0835 x = 3,221ppm % kadar = 32,21%

Rata – rata 32,79 %

SD 0,82

Contoh perhitungan :

Absorbansi fraksi etil asetat daun sukun yang di spektro-UV = 0,0882 Konsentrasi sampel =10 ppm

Persamaan regresi : y = 0.0307x – 0,0154 Kadar (ppm) x =

= , , , = 3,374 ppm

%kadar = ( )

( ) 100% = ,

100% = 33,7 %


(57)

42

Lampiran 10. Perhitungan Penyetaraan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Terhadap

Formulasi

• Formula 1 -›

= ,

X = 30,036 mg

• Formula 2 -›

=

X = 50,06 mg

• Formula 3 -›

= ,


(58)

Lampiran 11. Kadar Kelarutan Total Flavonoid dalam Fraksi Etil Asetat Daun

Sukun

Ulangan

Faktor

Pengenceran Abs

Kadar Total Flavonoid (ppm)

% Kadar Total Flavonoid

1 100x 0,0261 x= 1352 ppm 13,52 %

2 100x 0,0257 x = 1339 ppm 13,39 %

3 100x 0,0250 x = 1316 ppm 13,16 %

Rata – rata 13,35 %

SD 0,18

Contoh perhitungan :

Absorbansi fraksi etil asetat daun sukun yang di spektro-UV = 0,0261 Faktor pengenceran =100x

Persamaan regresi : y = 0.0307x – 0,0154 Kadar total flavonoid

X = ,

,

=1,352 ppm x 100

= 135,2 ppm

X = 135,2 ppm x 10 mg

= 1352 ppm

Maka, kadar fraksi etil asetat daun sukun adalah 1350 ppm/ 100 x 100% = 13,52%


(59)

44

Lampiran 12. Data Hasil Campuran Kadar Total Flavonoid Fraksi Etil Asetat

Daun Sukun - ß-siklodekstrin+Hidroksi Propil Metilselulosa

Formula 1 Ulangan

Faktor

Pengenceran Abs

Kadar Total Flavonoid (ppm)

% Kadar Total Flavonoid

1 100 kali 0,0284 x = 1427ppm 14,27%

2 100 kali 0,0290 x = 1446ppm 14,46 %

3 100 kali 0,0280 x = 1414ppm 14,14%

Rata – rata 14,29%

SD 0,16

Formula 2

1 100 kali 0,0331 x = 1579 ppm 15,79 %

2 100 kali 0,0336 x = 1596 ppm 15,96 %

3 100 kali 0,0340 x = 1609 ppm 16,09 %

Rata – rata 15,95 %

SD 0,15

Formula 3

1 100 kali 0,0504 x = 2143 ppm 21,43 %

2 100 kali 0,0507 x = 2153 ppm 21,53 %

3 100 kali 0,0501 x = 2133 ppm 21,33 %

Rata – rata 21,43 %


(60)

(Lanjutan) Contoh Perhitungan :

Absorbansi formula 1 yang di spektro-UV = 0,0284 Faktor pengenceran = 100x

Persamaan regresi : y = 0.0307x – 0,0154 Kadar total flavonoid

X = ,

,

=1,427 ppm x 100 (faktor pengenceran)

= 142,7 ppm

X = 142,7 ppm x 10 mg (kesetaraan fraksi etil asetat dalam formula)

= 1427 ppm

Maka, persentase kadar kelarutan pada formula 1 adalah 1427 ppm/ 100 x 100% = 14,27%

Lampiran 13. Peningkatan Kelarutan Total Flavonoid Campuran FEAS - β

-siklodekstrin+HPMC

Sampel Kadar Total Flavonoid(%)

Fraksi etil asetat daun sukun 13,35

Formula 1 14,29

Formula 2 15,95

Formula 3 21,43

Rumus dan perhitungan peningkatan :

100%

Formula 1 : , ,

, 100% = 7,04 %


(61)

46

Lampiran 14. Analisa Data Statistik Uji Kelarutan Sampel Terhadap Formula

Sampel FEAS Terhadap formula 1

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 Sampel 13.3567 3 .18230 .10525

formula1 14.2900 3 .16093 .09292

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 sampel &

formula1 3 .544 .634

Paired Samples Test

Paired Differences

t Df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

sampel - formula1

-.93333 .16503 .09528 -1.34328 -.52339


(62)

(Lanjutan) Sampel terhadap formula 2

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 Sampel 13.3567 3 .18230 .10525

formula2 16.4600 3 .04583 .02646

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 sampel &

formula2 3 -1.000 .020

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

sampel - formula2

-3.10333 .22811 .13170 -3.66999 -2.53668


(63)

48

(Lanjutan) Sampel terhadap formula 3

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 Sampel 13.3567 3 .18230 .10525

formula3 21.4300 3 .10000 .05774

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 sampel &

formula3 3 .631 .565

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

sampel - formula3

-8.07333 .14224 .08212 -8.42669 -7.71998


(64)

Lampiran 15. Analisa Data Kelarutan Formula Terhadap Formula

Formula 1 terhadap formula 2

Group Statistics

Sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kadar F1 3 14.1333 .15275 .08819

F2 3 17.3033 .05132 .02963

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Kadar Equal variances assumed

3.040 .156

-34.073 4 .000 -3.17000 .09304 -3.42831 -2.91169 Equal variances not assumed

-34.073 2.446 .000 -3.17000 .09304 -3.50791

-2.83209

Formula 1 terhadap formula 3

Group Statistics

Sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kadar F1 3 14.1333 .15275 .08819


(65)

50

(Lanjutan)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Kadar Equal variances assumed

.727 .442

-87.911 4 .000 -9.26667 .10541 -9.55933 -8.97400 Equal variances not assumed

-87.911 3.448 .000 -9.26667 .10541 -9.57876

-8.95458

Formula 2 terhadap formula 3

Group Statistics

Sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kadar F2 3 17.3033 .05132 .02963


(66)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Kadar Equal variances assumed

.654 .464

-93.949 4 .000 -6.09667 .06489 -6.27684

-5.91649

Equal variances not assumed

-93.949 2.985 .000 -6.09667 .06489 -6.30377

-5.88956


(67)

52


(68)

Lampiran 17. Data Hasil Karl Fisher Titration pada Campuran, kontrol


(69)

Gamba

Gambar 9. Polimer kom

Gambar 10. Kompleks F

Ket : gambar kiri : perbesara

Lampiran 18. Hasil Scanning Electron Mic

bar 8. Fraksi Etil Asetat Daun Sukun

kombinasi ß-siklodekstrin+ hidroksi propil metilsel

ks FEAS/ß-Siklodekstrin + Hidroksi propil metilse saran 1000x, gambar kanan : perbesaran 7000x.

54

icroscopy

tilselulosa


(70)

Lampiran 19. Alat Penelitian

Gambar 11. Moisture Analyzer Gambar 12. Karl Fisher Titration


(1)

(Lanjutan)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Kadar Equal

variances assumed

.727 .442

-87.911 4 .000 -9.26667 .10541 -9.55933 -8.97400 Equal variances not assumed

-87.911 3.448 .000 -9.26667 .10541 -9.57876

-8.95458

Formula 2 terhadap formula 3

Group Statistics

Sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kadar F2 3 17.3033 .05132 .02963


(2)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Kadar Equal

variances assumed

.654 .464

-93.949 4 .000 -6.09667 .06489 -6.27684 -5.91649 Equal variances not assumed

-93.949 2.985 .000 -6.09667 .06489 -6.30377

-5.88956


(3)

(4)

Lampiran 17.

Data Hasil

Karl Fisher Titration

pada Campuran, kontrol


(5)

Gamba

Gambar 9

. Polimer kom

Gambar 10.

Kompleks F

Ket : gambar kiri : perbesara

Lampiran 18.

Hasil

Scanning Electron Mic

bar 8.

Fraksi Etil Asetat Daun Sukun

kombinasi ß-siklodekstrin+ hidroksi propil metilsel

ks FEAS/ß-Siklodekstrin + Hidroksi propil metilse

saran 1000x, gambar kanan : perbesaran 7000x.

icroscopy

tilselulosa


(6)

Lampiran 19.

Alat Penelitian

Gambar 11. Moisture Analyzer Gambar 12. Karl Fisher Titration

Gambar 13

.

Tanur

Gambar 14.Shaker