Hubungan antara Karakteristik Lokasi Pemasangan Camera- Video Trap dengan Keberhasilan Perekaman Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK LOKASI
PEMASANGAN CAMERA-VIDEO TRAP DENGAN
KEBERHASILAN PEREKAMAN BADAK JAWA
(Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822)
DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

INTANNIA EKANASTY

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara
Karakteristik Lokasi Pemasangan Camera-Video Trap dengan Keberhasilan
Perekaman Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) di Taman
Nasional Ujung Kulon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Intannia Ekanasty
NIM E34090089

ABSTRAK
INTANNIA EKANASTY. Hubungan antara Karakteristik Lokasi Pemasangan
Camera-Video Trap dengan Keberhasilan Perekaman Badak Jawa (Rhinoceros
sondaicus Desmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon. Dibimbing oleh
YANTO SANTOSA dan U. MAMAT RAHMAT.
Inventarisasi populasi badak jawa dilakukan secara kontinyu dan telah
berkembang dengan menggunakan camera-video trap karena inventarisasi sulit
dilakukan secara langsung oleh manusia terkait perilaku badak jawa yang sangat
sensitif terhadap keberadaan manusia. Terdapat permasalahan dalam inventarisasi
badak jawa dengan menggunakan camera-video trap, yaitu tidak semua cameravideo trap efektif dalam merekam badak jawa dan salah satu penyebabnya adalah
lokasi camera-video trap yang tidak sesuai dengan jalur pergerakan badak jawa.

Oleh karena itu, analisis hubungan antara karakteristik lokasi camera-video trap
dengan keberhasilan perekaman badak jawa diperlukan. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengidentifikasi hubungan antara beberapa karakteristik lokasi
pemasangan camera-video trap yang diduga berkorelasi dengan keberhasilan
perekaman badak jawa. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji chisquare. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, jarak antara camera-video trap
dengan tapak badak jawa, feses badak jawa, jalur lintasan manusia, dan
kelerengan memiliki korelasi dengan jumlah klip badak jawa.
Kata kunci: badak jawa , camera-video trap, Taman Nasional Ujung Kulon

ABSTRACT
INTANNIA EKANASTY. Correlation Between Characteristic of Camera-Video
Trap Site with the Success of Recording Javan Rhino (Rhinoceros sondaicus
Desmarest 1822) in Ujung Kulon National Park. Supervised by YANTO
SANTOSA and U. MAMAT RAHMAT.
Inventory of the javan rhino population keeps doing continuously and has
improved by using camera-video trap because the inventory hard to be done by
people related to javan rhino behavior which is very sensitive to human presence.
However, not every camera-video trap effective on capture the javan rhino. One
of the problem is the location of camera-video trap not appropriate with javan
rhino movement. Therefore, analyzing correlation between characteristic of

camera-video trap site with the success of recording javan rhino is necessary. The
objective of this research is to identify the correlation between some of the
characteristics of camera-video trap site that estimated related to the success of
recording javan rhino. Data was analyzed using the chi-square test. The result of
this research indicates that the distance between camera-video trap with javan
rhino’s footprint, javan rhino’s feces, human track and slope has a correlation with
the amount of javan rhino clip.
Keywords: camera-video trap, javan rhino, Ujung Kulon National Park

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK LOKASI
PEMASANGAN CAMERA-VIDEO TRAP DENGAN
KEBERHASILAN PEREKAMAN BADAK JAWA
(Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822)
DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

INTANNIA EKANASTY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan

pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Hubungan antara Karakteristik Lokasi Pemasangan CameraVideo Trap dengan Keberhasilan Perekaman Badak Jawa
(Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) di Taman Nasional
Ujung Kulon
Nama
: Intannia Ekanasty
NIM
: E34090089

Disetujui oleh

Dr Ir Yanto Santosa, DEA

Pembimbing I

Dr U Mamat Rahmat, SHut, MP
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian yang dilaksanakan di Taman Nasional Ujung Kulon pada bulan
Februari-Maret 2013 ini berjudul Hubungan antara Karakteristik Lokasi
Pemasangan Camera-Video Trap dengan Keberhasilan Perekaman Badak Jawa
(Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Yanto Santosa, DEA dan
Bapak Dr U Mamat Rahmat, SHut, MP selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Amila Nugraheni, SSi, MSi, Bapak
Daryan, seluruh staf Balai Taman Nasional Ujung Kulon, serta tim Rhino
Monitoring Unit, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada orangtua, serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Intannia Ekanasty

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii


DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


METODE

2

Lokasi dan Waktu

2

Alat dan Bahan

2

Jenis Data

2

Metode Pengumpulan Data

3


Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

4

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak Camera-Video
Trap - Rumpang

6

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak Camera-Video
Trap - Kubangan


7

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak Camera-Video
Trap - Tapak

9

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak Camera-Video
Trap - Feses

11

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak Camera-Video
Trap - Sungai

12

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak Camera-Video
Trap - Pantai


13

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak Camera-Video
Trap - Jalur Lintasan Manusia

14

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Kelerengan

15

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Ketinggian

17

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Tipe Tutupan Lahan

18

SIMPULAN DAN SARAN

20

Simpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

13

14
15
16
17
18
19

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian
Klasifikasi topografi berdasarkan kelerengan
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke rumpang pada tahap I
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke rumpang pada tahap II
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke kubangan pada tahap I
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke kubangan pada tahap II
Hasil uji chi-square antara jumlah klip badak jawa dengan jarak
camera-video trap-tapak dan jarak camera-video trap-feses
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke sungai pada tahap I
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke sungai pada tahap II
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke pantai pada tahap I
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke pantai pada tahap II
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke jalur lintasan manusia
pada tahap I
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke jalur lintasan manusia
pada tahap II
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan kemiringan lahan pada tahap I
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan kemiringan lahan pada tahap II
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan ketinggian pada tahap I
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan ketinggian pada tahap II
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan tipe tutupan lahan pada tahap I
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan tipe tutupan lahan pada tahap II

3
4
6
6
8
9
10
12
12
13
13

14

15
16
17
17
17
18
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Tahap pembuatan peta kemiringan lahan
Sebaran titik rumpang di Semenanjung Ujung Kulon
Sebaran titik kubangan badak jawa

3
7
8

4
5
6
7
8

Sebaran tapak badak jawa
Sebaran feses badak jawa
Jalur pemasangan camera-video trap
Kelerengan pada lokasi pemasangan camera-video trap
Sebaran titik camera-video trap berdasarkan tipe tutupan lahan di
Semenanjung Ujung Kulon

10
11
15
16
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Blok lokasi pemasangan camera-video trap pada tahun 2011
Jumlah klip badak jawa pada tahap I
Jumlah klip badak jawa pada tahap II
Jarak antara camera-video trap dengan rumpang, kubangan, sungai,
pantai, dan jalur lintasan manusia pada tahap I
Jarak antara camera-video trap dengan rumpang, kubangan, sungai,
pantai, dan jalur lintasan manusia pada tahap II
Ketinggian, kelerengan (slope), dan tipe penutupan lahan lokasi
pemasangan camera-video trap pada tahap I
Ketinggian, kelerengan (slope), dan tipe penutupan lahan lokasi
pemasangan camera-video trap pada tahap II
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke tapak badak jawa
Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke feses badak jawa
Hasil analisis data dengan menggunakan uji chi-square

23
24
26
27
29
30
32
33
35
37

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) merupakan satwa
langka yang kini habitat alaminya hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon.
Berdasarkan IUCN Red List of Threatened Species, badak jawa termasuk dalam
kategori critically endangered yang berarti bahwa spesies ini menghadapi risiko
kepunahan yang sangat tinggi di alam (van Strien 2008). Perlindungan terhadap
badak jawa telah tercantum dalam PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa. Pada skala internasional, CITES memasukkan badak jawa
ke dalam kategori Appendix I yang melarang perdagangan badak jawa sebagai
tindakan perlindungan terhadap spesies ini.
Upaya perlindungan untuk melestarikan spesies ini terus dilakukan.
Inventarisasi dan pemantauan populasi badak jawa dilakukan secara kontinyu
untuk mengetahui kondisi populasi badak jawa. Inventarisasi populasi badak jawa
sulit dilakukan oleh manusia terkait perilaku badak jawa yang pemalu dan sangat
sensitif terhadap keberadaan manusia (Hommel 1987). Badak jawa dapat
mengetahui keberadaan manusia dari jarak jauh karena memiliki indera
penciuman dan pendengaran yang sangat baik (Hoogerwerf 1970), sehingga
peluang untuk menemukan badak jawa sangat kecil apabila inventarisasi
dilakukan secara langsung oleh manusia.
Sejak tahun 1967, inventarisasi badak jawa dilakukan dengan metode
pengamatan tidak langsung terhadap jejak badak jawa (TNUK 2011b). Akan
tetapi, metode ini memiliki banyak kelemahan, yaitu: kondisi substrat, topografi,
dan permukaan lantai hutan mempengaruhi bentuk/ukuran jejak; ada
kemungkinan double counting; kemungkinan keadaan jejak berubah karena hujan;
dan penyebaran jejak lebih erat hubungannya dengan kondisi sebaran dan
pergerakan satwaliar dibandingkan dengan ukuran populasi (Alikodra 2002).
Pengamatan populasi badak jawa telah berkembang dengan memanfaatkan
teknologi, yaitu menggunakan camera-video trap. Kondisi populasi badak jawa
dapat diketahui dengan menggunakan camera-video trap tanpa mengganggu
aktivitas badak jawa. Camera-video trap juga praktis dan mudah untuk digunakan.
Camera-video trap bekerja secara kontinyu selama 24 jam penuh dalam sehari
(Saputra 2010), sehingga peluang menemukan badak jawa lebih besar apabila
inventarisasi badak jawa dilakukan dengan menggunakan camera-video trap.
Tidak semua camera-video trap bekerja secara efektif dalam memantau
populasi badak jawa. Terdapat camera-video trap yang merekam banyak gambar
badak jawa, akan tetapi terdapat pula camera-video trap yang sama sekali tidak
merekam gambar badak jawa. Berdasarkan penelitian Saputra (2010), 77%
permasalahan yang mempengaruhi keberhasilan perekaman gambar badak jawa
berasal dari luar camera-video trap. Kesalahan lokasi pemasangan camera-video
trap yang tidak sesuai dengan jalur pergerakan badak jawa merupakan salah satu
permasalahan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan identifikasi mengenai
beberapa karakteristik lokasi pemasangan camera-video trap yang diduga
mempengaruhi keberhasilan perekaman badak jawa.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi beberapa karakteristik lokasi
pemasangan camera-video trap yang diduga berkorelasi dengan keberhasilan
perekaman badak jawa.
Manfaat Penelitian
Data hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan
lokasi yang sesuai untuk memasang camera-video trap yang digunakan dalam
inventarisasi populasi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah
(SPTNW) II Pulau Handeuleum, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), yaitu
pada bulan Februari 2013 hingga bulan Maret 2013.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer yang dilengkapi
software ArcGIS 9.3, Global Mapper v13.00, dan IBM SPSS Statistic 20. Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah: peta kawasan TNUK; peta Daerah
Aliran Sungai TNUK; peta penutupan lahan di TNUK; peta sebaran titik cameravideo trap, kubangan, rumpang, tapak, dan feses badak jawa tahun 2011; peta
ASTER GDEM untuk mendapatkan data kemiringan lahan dan ketinggian; dan
peta jalur lintasan manusia.
Jenis Data
Pemasangan camera-video trap pada tahun 2011 dilakukan di Semenanjung
Ujung Kulon dengan waktu pemasangan selama 9 bulan dan dilaksanakan dengan
2 tahapan. Pada tahap pertama, pemasangan camera-video trap dilakukan di
bagian timur Semenanjung Ujung Kulon selama 4 bulan (Februari-Mei) dan pada
tahap kedua dilakukan di bagian barat Semenanjung Ujung Kulon selama 5 bulan
(Juni-Oktober). Tipe camera-video trap yang digunakan adalah tipe Bushnell
Trophy Cam 119406/119416 sebanyak 40 unit (TNUK 2011a). Total blok
pemasangan yaitu sebanyak 64 blok dengan ukuran 2 km x 2 km (Lampiran 1).
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengolahan dengan menggunakan
software Global Mapper v13.00 dan ArcGIS 9.3, sedangkan data sekunder
diperoleh dari hasil studi pustaka (Tabel 1).

3
Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian
Jenis Data
A. Data primer

Peubah
karaktersitik
lokasi cameravideo trap

B. Data
sekunder
*)

1.

Jumlah klip badak jawa tahun
2011*)
2. Lokasi camera-video trap
3. Jarak camera-video trap rumpang
4. Jarak camera-video trap kubangan
5. Jarak camera-video trap tapak
6. Jarak camera-video trap - feses
7. Jarak camera-video trap sungai
8. Jarak camera-video trap pantai
9. Jarak camera-video trap - jalur
lintasan manusia
10. Kelerengan
11. Ketinggian
12. Tipe tutupan lahan
1.
2.

Bio-ekologi badak jawa
Kondisi umum TNUK

Sumber Data
Data hasil pelaksanaan
Program Monitoring
Populasi Badak Jawa
Tahun 2011 yang
dilaksanakan oleh tim
RMU
(Rhino
Monitoring
Unit).
Tahap I: 53 titik lokasi
pemasangan cameravideo trap & 174 klip.
Tahap II: 32 titik
lokasi
pemasangan
camera-video trap &
147 klip

Metode
Pengolahan
data dengan
menggunakan
software
Global
Mapper
v13.00 dan
ArcGIS 9.3

Peta ASTER GDEM
Peta penutupan lahan
TNUK
Publikasi
ilmiah
mengenai badak jawa
dan TNUK

Studi pustaka

Jumlah klip merupakan jumlah hasil rekaman badak jawa

Metode Pengumpulan Data
Pengukuran jarak antara camera-video trap dengan titik kubangan, rumpang,
feses, tapak, jalur lintasan manusia, sungai, dan pantai dilakukan dengan
menggunakan tools ‘Measure’ pada software Global Mapper v13.00. Pengukuran
dilakukan secara manual dengan menghubungkan titik camera-video trap dengan
titik kubangan, rumpang, feses, tapak, jalur patroli, sungai, dan pantai yang
terdekat.
Analisis topografi dilakukan menggunakan software ArcGIS 9.3. Topografi
diklasifikasikan berdasarkan kemiringan lahan atau kelerengan (Tabel 2). Data
kelerengan disajikan dengan satuan persen (%), lereng dengan nilai 100%
memiliki kemiringan lahan sebesar 45˚. Peta ASTER GDEM diubah menjadi peta
ketinggian, kemudian diubah menjadi peta kelerengan (Gambar 1).
Peta ASTER GDEM

Ketinggian

Slope (kelerengan)

Gambar 1 Tahap pembuatan peta kemiringan lahan

4
Tabel 2 Klasifikasi topografi berdasarkan kelerengan
No.
1
2
3
4
5

Kelerengan
0-8%
8-15%
15-25%
25-40%
> 40%

Topografi
Datar
Landai
Agak curam
Curam
Sangat curam

Sumber: Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. SK.167/VSET/2004 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis

Pengukuran ketinggian dilakukan dengan menggunakan tools ‘3D Path
Profile/Line of Sight Tool’ pada software Global Mapper v13.00. Klasifikasi tipe
tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan software Global Mapper v13.00
dan ArcGIS 9.3 dengan menggunakan data klasifikasi tipe tutupan lahan yang
diperoleh dari Peta Penutupan Lahan TNUK.
Analisis Data
Pengukuran peubah karakteristik lokasi camera-video trap hanya dilakukan
pada bulan Februari-September karena pada bulan Oktober tidak dilakukan
pengambilan data mengenai titik kubangan, rumpang, feses, dan tapak oleh tim
RMU. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan chi-square untuk
menguji ada atau tidaknya korelasi antara jumlah klip badak jawa dengan peubah
karakteristik lokasi camera-video trap. Uji chi-squre dilakukan dengan bantuan
software IBM SPSS Statistic 20. Hipotesis yang digunakan, yaitu:
H0 = Peubah karakteristik lokasi camera-video trap tidak berkorelasi dengan
jumlah klip badak jawa
H1 = Minimal terdapat satu peubah karakteristik lokasi camera-video trap yang
berkorelasi dengan jumlah klip badak jawa
Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan nilai probabilitas
(asymptotic significance), yaitu:
1. Jika nilai probabilitas > 0.05, maka terima H0
2. Jika nilai probabilitas < 0.05, maka tolak H0 atau terima H1

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
TNUK berada di Provinsi Banten, Kabupaten Pandeglang, dengan koordinat
102˚02’–105˚37’ BT dan 06˚30’– 06˚52’ LS. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan
No.284/Kpts-II/1992 tanggal 26 Februari 1992 tentang Perubahan Fungsi Cagar
Alam Gunung Honje, Pulau Panaitan, Pulau Peucang, Ujung Kulon dan Perairan
Laut Menjadi Taman Nasional, luas kawasan TNUK sebesar 122 956 Ha dengan
luas daratan 78 619 Ha dan kawasan perairan 44 337 Ha (Dephut 2007). TNUK
dapat dibagi menjadi tiga area utama, yaitu Semenanjung Ujung Kulon yang
berbentuk segitiga, wilayah Gunung Honje hingga sebelah timur dari tanah
genting dan Pulau Panaitan hingga barat laut (Clarbrough 1999).

5
Daerah Ujung Kulon memiliki iklim laut tropis yang khusus. Suhu di
TNUK diperkirakan sekitar 25-30˚C dengan kelembapan 80%-90%. Musim hujan
terjadi pada bulan Oktober-April di TNUK, sedangkan musim kemarau terjadi
pada bulan Mei-September. Curah hujan tahunan rata-rata di TNUK ± 3 140 mm.
Wilayah TNUK sangat dipengaruhi oleh bertiupnya angin kuat dari arah Barat
karena letaknya yang berada di antara Samudera Hindia (di sebelah Selatan) dan
Selat Sunda (di sebelah Utara) (Dephut 2007).
Aliran sungai di Semenanjung Ujung Kulon dapat dibedakan menjadi dua
pola aliran sungai. Di daerah semenanjung bagian barat, banyak sungai kecil
beraliran deras yang berasal dari Gunung Payung atau Gunung Cikuya. Sebagian
besar sungai tersebut mengalir sepanjang tahun. Sungai yang cukup besar di
daerah semenanjung bagian barat, yaitu Sungai Cijungkulon dan Sungai Cibunar.
Sebagian besar semenanjung bagian timur memiliki pengairan yang kurang baik.
Sungai di daerah ini umumnya mengalir ke arah timur laut dan utara dengan
muara yang sering terhalang oleh timbunan pasir, mengakibatkan genangan air
membentuk rawa musiman. Selain di daerah timur laut, hal tersebut juga dapat
ditemukan di pantai selatan, pada Sungai Citadahan, Cibandawoh, dan Cikeusik.
Sungai di bagian utara di daerah Tanjung Alang-Alang, Nyiur, Jamang, dan
Nyawaan, membentuk daerah rawa-rawa air tawar yang besar, berdekatan, dan
sejajar dengan pantai, termasuk danau-danau kecil, yang akan kering pada musim
kemarau (Dephut 2007).
Puncak tertinggi di TNUK adalah Gunung Honje dengan ketinggian 620
mdpl. Daerah Semenanjung Ujung Kulon merupakan dataran rendah dengan
ketinggian yang jarang lebih dari 50 mdpl. Di bagian tengah Semenanjung Ujung
Kulon terdapat Dataran Tinggi Telanca yang memiliki ketinggian hingga 140
mdpl (Clarbrough 1999; Dephut 2007). Di bagian barat daya Semenanjung Ujung
Kulon terdapat Gunung Payung yang memiliki ketinggian 480 mdpl dan Gunung
Guhabendang dengan ketinggian 500 mdpl. Tanah di sepanjang pantai utara
Semenanjung Ujung Kulon relatif datar sehingga membentuk daerah rawa pasang
surut. Di Tanjung Alang-Alang, terdapat karang penghalang yang membentang di
sepanjang pantai. Pantai selatan Semenanjung Ujung Kulon merupakan pantai
berbukit pasir yang membentang dari muara Sungai Cibandawoh hingga muara
Sungai Citadahan. Pantai yang membentang dari muara Citadahan hingga muara
Cibunar merupakan pantai dengan lempengan-lempengan batu pasir (Dephut
2007).
TNUK merupakan salah satu hutan alam yang masih tersisa di Pulau Jawa
dan satu dari beberapa tempat yang menawarkan bentang alam dari tepi pantai
hingga pegunungan tropis. TNUK memiliki lebih dari 700 spesies tumbuhan yang
± 57 spesies merupakan tumbuhan langka (Clarbrough 1999). TNUK memiliki
tiga tipe ekosistem, yaitu (Dephut 2007):
1. Ekosistem perairan laut : terumbu karang dan padang lamun yang
terdapat di perairan Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Handeuleum,
Pulau Peucang, dan Pulau Panaitan.
2. Ekosistem daratan : hutan hujan tropis yang terdapat di Gunung Honje,
Semenanjung Ujung Kulon, dan Pulau Panaitan.
3. Ekosistem pesisir pantai : hutan pantai yang terdapat di sepanjang
pesisir pantai dan hutan mangrove yang terdapat di bagian timur laut
Semenanjung Ujung Kulon dan pulau-pulau di sekitarnya.

6
Tipe vegetasi yang terdapat di TNUK, yaitu vegetasi hutan pantai, hutan
mangrove, hutan rawa air tawar, hutan hujan dataran rendah, dan padang rumput.
Hutan hujan dataran rendah menutupi sebagian besar Ujung Kulon, Pulau
Panaitan, Pulau Peucang, dan Gunung Honje, tetapi hanya 40% dari Ujung Kulon
dan 50% dari Gunung Honje yang masih berhutan primer. Satwa di TNUK terdiri
dari 35 jenis mamalia, 59 jenis reptilia, 22 jenis amfibi, 240 jenis aves, 72 jenis
insekta, 142 jenis ikan, dan 33 jenis terumbu karang (Dephut 2007).
Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan
Jarak Camera-Video Trap - Rumpang
Rumpang adalah suatu areal yang relatif terbuka yang terletak di tengah
atau tepi hutan (Rahmat et al. 2012; Santosa et al. 2013). Menurut Santosa et al.
(2013), rumpang digunakan badak sebagai tempat untuk mencari makanan. Pada
kegiatan Monitoring Populasi Badak Jawa tahun 2011, ditemukan 25 rumpang
yang tersebar di Semenanjung Ujung Kulon (Gambar 2). Jumlah camera-video
trap paling banyak terletak pada jarak 0-2.999 km dari lokasi rumpang dan paling
sedikit terletak pada jarak 6.000-8.999 km dari rumpang. Pada jarak 0-2.999 km
dari rumpang, ditemukan banyak klip badak jawa, yaitu mulai dari 5 klip hingga
19 klip. Pada jarak > 2.999 km dari rumpang, tidak ditemukan camera-video trap
yang menghasilkan banyak klip badak jawa (Tabel 3). Hal ini sesuai dengan
Rahmat et al. (2012) yang menyatakan bahwa frekuensi kehadiran badak semakin
tinggi seiring jarak yang semakin dekat dengan rumpang.
Tabel 3 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke rumpang pada tahap I
Jumlah klip
0-4
5-9
10-14
15-19
Total

Jarak kamera-rumpang
0-2.999 km 3.000-5.999 km 6.000-8.999 km
30
7
4
6
0
0
3
0
0
3
0
0
42
7
4

Total
41
6
3
3
53

Pada tahap II, camera-video trap yang banyak merekam badak jawa hanya
terdapat di daerah dengan jarak 0-3.999 km dari rumpang (Tabel 4). Sedangkan
camera-video trap yang sedikit merekam badak jawa tersebar di seluruh wilayah,
baik yang jaraknya dekat maupun jauh dari rumpang.
Tabel 4 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke rumpang pada tahap II
Jumlah klip
0-6
7-13
14-20
21-27
Total

Jarak kamera-rumpang
0-3.999 km 4.000-7.999 km 8.000-11.999 km
17
7
2
2
0
0
2
0
0
2
0
0
23
7
2

Total
26
2
2
2
32

7
Berdasarkan hasil uji chi-square, nilai probabilitas antara jumlah klip badak
jawa dengan jarak camera-video trap-rumpang menunjukkan nilai > 0.05 (tahap
I: 0.668, tahap II: 0.823), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap ke
rumpang. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Rahmat et al. (2012) dan
Santosa et al. (2013) yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat
perjumpaan badak jawa dengan jarak ke rumpang. Tidak adanya korelasi antara
jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-rumpang diduga karena
penentuan blok pemasangan camera-video trap dilakukan secara acak dan ukuran
grid yang terlalu besar (2 km x 2 km) sehingga jarak antar camera-video trap
terlalu jauh. Blok pemasangan yang ditentukan secara acak tidak sesuai dengan
sebaran badak jawa di Semenanjung Ujung Kulon yang memiliki preferensi
terhadap habitat tertentu. Ukuran grid yang besar menyebabkan jarak antar
camera-video trap terlalu jauh dan mempengaruhi peluang terekamnya badak
jawa. Selain itu, lokasi pakan badak jawa tidak hanya berada di rumpang, tetapi
menyebar di pelbagai tipe penutupan lahan lain di semenanjung sebagaimana
yang dinyatakan oleh MacKinnon (1986) bahwa semak belukar dan hutan
sekunder merupakan tempat yang disukai badak dengan ketersediaan makanan
yang cukup.

Gambar 2 Sebaran titik rumpang di Semenanjung Ujung Kulon
Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak
Camera-Video Trap - Kubangan
Kubangan yang ditemukan pada pelaksanaan Monitoring Populasi Badak
Jawa tahun 2011 berjumlah 39 kubangan. Pada tahap I, camera-video trap yang

8
banyak merekam badak jawa terletak pada jarak 0-2.499 km dari kubangan
dengan jumlah klip badak jawa mencapai 19 klip. Pada camera-video trap dengan
jarak ≥ 2.5 km dari kubangan, jumlah klip badak jawa yang didapat hanya
sebanyak 0-4 klip. Seiring dengan bertambahnya jarak antara camera-video trap
dengan kubangan, jumlah camera-video trap yang dipasang semakin sedikit
(Tabel 5).
Tabel 5 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke kubangan pada tahap I
Jumlah klip
0-4
5-9
10-14
15-19
Total

0-2.499 km
30
6
3
3
42

Jarak kamera-kubangan
2.500-4.999 km 5.000-7.499 km 7.500-9.999 km
5
4
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
4
2

Total
41
6
3
3
53

Camera-video trap yang dipasang pada tahap II sebagian besar terletak pada
jarak 0-0.999 dari kubangan (Tabel 6). Jumlah klip badak jawa yang dihasilkan
camera-video trap pada jarak < 1 km lebih banyak dibandingkan camera-video
trap yang dipasang dengan jarak > 1 km dari kubangan. Camera-video trap yang
terletak > 1 km dari kubangan hanya menghasilkan jumlah klip badak jawa
sebanyak 0-6 klip. Hal ini sesuai dengan Santosa et al. (2013) yang menyatakan
bahwa badak jawa banyak menggunakan habitat pada jarak 0-1 km dari kubangan.
Sebaran kubangan badak jawa di Semenanjung Ujung Kulon dapat dilihat pada
Gambar 3.

Gambar 3 Sebaran titik kubangan badak jawa

9
Tabel 6 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke kubangan pada tahap II
Jumlah klip
0-6
7-13
14-20
21-27
Total

0-0.999 km
13
2
2
2
19

Jarak kamera-kubangan
1.000-1.999 km 2.000-2.999 km
5
5
0
0
0
0
0
0
5
5

3.000-3.999 km
3
0
0
0
3

Total
26
2
2
2
32

Hasil uji chi-square terhadap jumlah klip badak jawa dengan jarak cameravideo trap-kubangan pada tahap I menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.907
dan pada tahap II sebesar 0.830. Nilai probabilitas > 0.05 menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan jarak cameravideo trap-kubangan, baik pada tahap I maupun pada tahap II. Penentuan blok
pemasangan camera-video trap yang dilakukan secara acak, ukuran blok
pemasangan yang terlalu besar (2 km x 2 km), dan perbedaan musim merupakan
faktor yang mempengaruhi tidak adanya korelasi antara jumlah klip badak jawa
dengan jarak camera-video trap-kubangan. Badak jawa lebih sering berkubang
pada musim hujan karena ketersediaan air yang melimpah dan pada musim
kemarau badak jawa cenderung melakukan aktivitas mandi dibandingkan
berkubang (Rinaldi et al. 1997; Rahmat 2009).
Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak
Camera-Video Trap - Tapak
Pada tahap I, camera-video trap dipasang pada jarak 0-14.999 km dari tapak
badak jawa dan pada tahap II dipasang pada jarak 0-8.999 km dari tapak badak
jawa. Camera-video trap yang dipasang pada tahap I sebagian besar terletak pada
jarak 0-4.999 km dari tapak badak jawa. Nilai probabilitas pada tiap bulan di
tahap I sebesar 0.000 (Tabel 7). Hasil uji chi-square antara jumlah klip badak
jawa dengan jarak camera-video trap-tapak pada tahap I menunjukkan nilai
probabilitas < 0.05, yang berarti bahwa terdapat hubungan antara jumlah klip
badak jawa dengan jarak camera-video trap-tapak pada tahap I. Hal ini
dikarenakan parameter pemasangan camera-video trap yang banyak diterapkan
adalah berdasarkan jalur pergerakan badak jawa atau tapak badak jawa yang
ditemukan. Jalur badak jawa yang dipasang camera-video trap merupakan jalur
yang baru atau jalur permanen badak jawa.
Pada tahap II, camera-video trap sebagian besar dipasang pada jarak 02.999 km dari tapak badak jawa. Berbeda dengan tahap I yang menunjukkan hasil
analisis yang sama pada tiap bulan, pada tahap II terdapat perbedaan hasil uji chisquare pada tiap bulan. Hasil uji chi-square antara jumlah klip badak jawa pada
bulan Juni dengan jarak camera-video trap-tapak bulan Juni menunjukkan nilai
probabilitas < 0.05, yang berarti bahwa terdapat hubungan antara jumlah klip
badak jawa pada bulan Juni dengan jarak camera-video trap-tapak pada bulan
Juni. Hasil uji chi-square pada bulan Juli-September menunjukkan nilai
probabilitas > 0.05, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah
klip badak jawa pada bulan Juli-September dengan jarak camera-video trap-tapak
pada bulan Juli-September. Diduga hal ini disebabkan camera-video trap

10
dipasang pada jalur pergerakan badak yang sudah lama sebagaimana Saputra
(2010) yang menyatakan bahwa salah satu kesalahan dalam pemasangan cameravideo trap adalah camera-video trap dipasang pada jalur badak yang sudah tidak
digunakan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah musim kemarau yang terjadi
pada saat pemasangan camera-video trap tahap II yang menyebabkan tapak badak
jawa tidak terlalu terlihat, sehingga jalur pergerakan badak jawa tidak diketahui.
Alikodra (2010) menyatakan bahwa jejak satwa tidak dapat dicatat pada saat
musim kering atau pada kondisi tanah yang kering, karena dapat terjadi
kemungkinan terdapat individu badak yang tidak terpantau akibat jejaknya yang
tidak terlihat. Sebaran tapak badak jawa di Semenanjung Ujung Kulon disajikan
pada Gambar 4.

Gambar 4 Sebaran tapak badak jawa
Tabel 7 Hasil uji chi-square antara jumlah klip badak jawa dengan jarak cameravideo trap-tapak dan jarak camera-video trap-feses
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Tahap

Bulan

I

Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September

II

Nilai probabilitas
camera-video trap-tapak
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.995
0.711
0.107

Nilai probabilitas
camera-video trap-feses
0.000
0.000
0.000
0.000
0.006
0.474
0.502
0.680

11
Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak
Camera-Video Trap - Feses
Feses badak jawa yang ditemukan pada tahap I dan II sebanyak 21 titik dan
tersebar di wilayah Semenanjung Ujung Kulon (Gambar 5). Jarak antara cameravideo trap dengan feses pada tahap I, yaitu 0-17.999 km. Pada tahap II, jarak
antara camera-video trap dan feses adalah 0-9.999 km. Hasil uji chi-square antara
jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-feses pada bulan
Februari-Juni menunjukkan nilai probabilitas < 0.05 (Tabel 7), sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa pada bulan
Februari-Juni dengan jarak camera-video trap-feses pada bulan Februari-Juni.
Berbeda dengan hasil uji chi-square tahap I dan pada bulan Juni, hasil uji
chi-square pada bulan Juli-September menunjukkan nilai probabilitas > 0.05,
yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa pada
bulan Juli-September dengan jarak camera-video trap-feses pada bulan JuliSeptember. Feses badak jawa banyak ditemukan di tempat terbuka dan tepi sungai
(Muntasib 2002). Hoogerwerf (1970) mengatakan bahwa badak jawa lebih
menyukai areal terbuka, daerah dengan vegetasi yang tidak rapat atau pada lahan
kosong untuk membuang kotoran. Oleh karena itu, jarak camera-video trap-feses
juga dipengaruhi oleh kondisi tutupan lahan karena badak memilih tempat untuk
membuang kotoran.

Gambar 5 Sebaran feses badak jawa

12
Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak
Camera-Video Trap - Sungai
Seluruh camera-video trap dipasang pada lokasi yang tidak terlalu jauh dari
sungai, yaitu pada jarak 0-1.999 km. Pada tahap I, camera-video trap dengan
jumlah klip badak jawa yang banyak ditemukan pada jarak 0-0.999 km dari sungai,
sedangkan camera-video trap dengan jumlah klip badak jawa terkecil terletak
pada jarak 1.500-1.999 (Tabel 8).
Tabel 8 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke sungai pada tahap I
Jumlah klip
0-4
5-9
10-14
15-19
Total

Jarak kamera-sungai
0-0.499 km 0.500-0.999 km 1.000-1.499 km 1.500-1.999 km
20
12
5
4
1
3
2
0
1
2
0
0
1
2
0
0
23
19
7
4

Total
41
6
3
3
53

Berbeda dengan pemasangan pada tahap I yang memiliki beberapa unit
camera-video trap yang terletak 1.500-1.999 km dari sungai, pada tahap II hanya
terdapat 1 camera-video trap yang terletak pada jarak 1.500-1.999 km dari sungai.
Camera-video trap dengan jumlah klip badak jawa terbanyak terletak pada daerah
dengan jarak 0-0.499 km dari sungai (Tabel 9).
Tabel 9 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke sungai pada tahap II
Jumlah klip
0-6
7-13
14-19
20-26
Total

Jarak kamera-sungai
0-0.499 km 0.500-0.999 km 1.000-1.499 km 1.500-1.999 km
13
9
3
1
2
0
0
0
1
1
0
0
2
0
0
0
18
10
3
1

Total
26
2
2
2
32

Pengujian chi-square pada tahap I dan II menghasilkan nilai probabilitas
>0.05 (tahap I: 0.569, tahap II: 0.908), yang menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-sungai
pada tahap I dan II. Hal ini berbeda dengan Santosa et al. (2013) yang
menyatakan bahwa terdapat korelasi antara tingkat perjumpaan badak dengan
jarak ke sungai. Tidak adanya korelasi antara jumlah klip badak jawa dengan jarak
camera-video trap-sungai diduga dipengaruhi oleh penentuan blok pemasangan
camera-video trap dilakukan secara acak dan ukuran grid yang terlalu besar
sehingga jarak antar camera-video trap terlalu jauh. Hal lain yang mempengaruhi
tidak adanya korelasi adalah TNUK yang sedang mengalami musim hujan pada
saat pemasangan tahap I, sehingga sungai atau sumber air tersebar di seluruh
semenanjung dan badak tidak terkonsentrasi pada sumber air tertentu. Selain
sungai, sumber air lain yang terdapat di semenanjung adalah rawa air tawar yang
terletak di Nyawaan, Nyiur, dan Jamang (Muntasib 2002). Tidak adanya korelasi
antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-sungai pada tahap

13
II karena pemasangan tahap II dilaksanakan di bagian barat semenanjung yang
sungainya mengalir sepanjang tahun (Dephut 2007). Sungai yang mengalir
sepanjang tahun, yaitu Sungai Cigenter, Cibandawoh, Cibunar, Cijungkulon, dan
Citadahan (Muntasib 2002; Santosa et al. 2013). Santosa et al. (2013) mengatakan
bahwa sungai bukan merupakan faktor pembatas dalam kelangsungan hidup
badak jawa karena tersedia sepanjang tahun dan tersebar di seluruh semenanjung.
Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak
Camera-Video Trap - Pantai
Pada tahap I, camera-video trap yang memiliki jumlah klip badak jawa
terbanyak terletak pada jarak < 1 km dari pantai. Camera-video trap dengan
jumlah klip 15-19 klip masih terdapat pada jarak 2.000-2.999 km dari pantai
(Tabel 10). Hal ini berbeda dengan Rahmat et al. (2012) dan Santosa et al. (2013)
yang menyatakan bahwa badak jawa lebih banyak menggunakan habitat pada
daerah dengan jarak 0-1 km dari pantai.
Tabel 10 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke pantai pada tahap I
Jumlah klip
0-4
5-9
10-14
15-19
Total

0-0.999 km
14
4
2
1
21

Jarak kamera-pantai
1.000-1.999 km 2.000-2.999 km
18
5
2
0
1
0
1
1
22
6

3.000-3.999 km
4
0
0
0
4

Total
41
6
3
3
53

Pada tahap II, camera-video trap dengan jumlah klip badak jawa yang
banyak terletak pada jarak 1.500-2.999 km dari pantai dengan jumlah klip 14-20
sebanyak 2 unit dan jumlah klip 21-27 sebanyak 1 unit. Pada tahap II, jumlah
camera-video trap yang memiliki banyak klip badak jawa berfluktuasi seiring
bertambahnya jarak camera-video trap dengan pantai (Tabel 11).
Tabel 11 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke pantai pada tahap II
Jumlah klip
0-6
7-13
14-20
21-27
Total

0-1.499 km
12
1
0
1
14

Jarak kamera-pantai
1.500-2.999 km 3.000-4.499 km
7
4
0
0
2
0
1
0
10
4

4.500-5.999 km
3
1
0
0
4

Total
26
2
2
2
32

Nilai probabilitas pada tahap I sebesar 0.764 dan pada tahap II sebesar 0.468.
Nilai probabilitas > 0.05 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-pantai. Tidak adanya
hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan jarak camera-video trap-pantai
disebabkan camera-video trap sengaja diletakkan jauh dari pantai untuk
mengantisipasi adanya pencurian. Selain itu, tidak adanya korelasi diduga karena
terdapat tempat lain yang dikunjungi badak untuk mengasin sebagaimana yang

14
disampaikan Chandradewi (2010), selain mengasin dengan mengunjungi daerah
pantai, pemenuhan kebutuhan garam mineral bagi badak yang wilayah jelajahnya
jauh dari pantai diperoleh dari lumpur dalam kubangan yang mengandung NaCl,
Ca, dan Potassium.
Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Jarak
Camera-Video Trap - Jalur Lintasan Manusia
Jalur lintasan manusia merupakan jalur yang digunakan petugas TNUK
untuk berpatroli memantau kondisi kawasan TNUK dan jalur yang digunakan tim
RMU untuk memasang camera-video trap (Gambar 6). Seiring bertambahnya
jarak camera-video trap dengan jalur lintasan manusia, terjadi penurunan jumlah
camera-video trap yang dipasang (Tabel 12). Jumlah klip badak jawa yang cukup
banyak ditemukan baik pada camera-video trap di daerah yang jaraknya dekat
dengan jalur lintasan manusia (0-249 m), maupun yang berjarak jauh dari jalur
(500-999 m). Hal ini sesuai dengan Santosa et al. (2013) yang menyatakan bahwa
keberadaan badak jawa banyak ditemui pada daerah dengan jarak 0-1 km dari
jalur manusia. Pengujian chi-square menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.000
atau < 0.05, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah klip
badak jawa dengan jarak camera-video trap-jalur lintasan manusia pada tahap I.
Banyaknya klip badak jawa pada camera-video trap yang terletak dekat dengan
jalur lintasan manusia diduga karena jalur manusia juga dimafaatkan oleh badak
sebagai jalur pergerakan badak. Hal ini sesuai dengan Wulan (2010) yang
mengatakan bahwa jalur lintasan manusia dijadikan badak jawa sebagai jalur
pergerakan permanennya. Berdasarkan pengamatan petugas lapang TNUK, badak
jawa sering menggunakan jalur patroli sebagai jalur pergerakan badak
dikarenakan jalur patroli bersifat terbuka sehingga mempermudah badak dalam
melakukan pergerakan dalam hutan bervegetasi rapat.
Tabel 12 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke jalur lintasan manusia
pada tahap I
Jumlah klip
0-4
5-9
10-14
15-19
Total

0-249 m
31
6
1
1
39

Jarak kamera-jalur manusia
250-499 m
500-749 m
750-999 m
10
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
11
2
1

Total
41
6
3
3
53

Pada tahap II, hampir seluruh camera-video trap dipasang pada jarak 0-199
m dari jalur lintasan manusia dan hanya terdapat masing-masing 1 unit pada jarak
400-599 m dan 600-799 m (Tabel 13). Pada jarak 200-399 m dari jalur lintasan
manusia, tidak terdapat camera-video trap yang dipasang. Pengujian chi-square
menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.998 atau > 0.05, yang menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan jarak
camera-video trap-lintasan manusia pada tahap II. Hal ini diduga akibat intensitas
penggunaan jalur yang tinggi oleh manusia yang menyebabkan badak jawa tidak
menggunakan daerah tersebut sebagaimana yang dinyatakan oleh Muntasib

15
(2002) bahwa setelah jalur digunakan oleh manusia secara intensif, jalur tersebut
tidak digunakan lagi oleh badak jawa seperti jalur Cidaun-Cibunar.
Tabel 13 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan jarak camera-video trap ke jalur lintasan manusia
pada tahap II
Jumlah klip
0-6
7-13
14-20
21-27
Total

Jarak kamera-jalur manusia
0-199 m 200-399 m 400-599 m 600-799 m
24
0
1
1
2
0
0
0
2
0
0
0
2
0
0
0
30
0
1
1

Total
26
2
2
2
32

Gambar 6 Jalur pemasangan camera-video trap
Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Kelerengan
Sebagian besar wilayah Semenanjung Ujung Kulon memiliki daerah yang
datar (Gambar 7). Pada pemasangan tahap I dan II, camera-video trap hanya
dipasang pada daerah yang datar hingga agak curam. Hal ini selaras dengan
Rahmat et al. (2012) yang mengatakan bahwa perjumpaan badak banyak ditemui
di daerah datar, landai, dan agak curam. Semakin bertambah kelerengan, jumlah
klip badak jawa yang diperoleh semakin sedikit (Tabel 14). Pengujian chi-square
menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.006 atau < 0.05, yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan kelerengan
tempat camera-video trap pada tahap I dipasang. Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian Rahmat et al. (2012) dan Santosa et al. (2013) yang

16
menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat perjumpaan badak jawa
dengan kelerengan suatu tempat. Muntasib (2002) mengatakan bahwa badak jawa
dijumpai pada kelerengan < 15% dengan topografi yang relatif datar dan sedikit
bergelombang dan Rahmat (2008) menyatakan bahwa badak jawa cenderung
terkonsentrasi pada daerah yang relatif landai dengan kelerengan 0-8%.
Tabel 14 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan kemiringan lahan pada tahap I
Jumlah klip
0-4
5-9
10-14
15-19
Total

Datar (0-8%)
28
2
3
2
35

Kelerengan
Landai (8-15%)
Agak curam (15-25%)
13
0
2
2
0
0
1
0
16
2

Total
41
6
3
3
53

Pada tahap II, lebih banyak camera-video trap yang dipasang pada daerah
yang landai dibandingkan dengan daerah yang datar (Tabel 15). Hal ini
dipengaruhi topografi di wilayah semenanjung bagian barat yang sebagian besar
merupakan daerah yang bergunung-gunung dengan tiga buah puncak, yaitu
Gunung Payung, Gunung Guhabendang, dan Gunung Cikuya (Dephut 2007),
sehingga daerah yang datar lebih sedikit ditemukan pada semenanjung bagian
barat ini. Pengujian chi-square menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.947 atau
> 0.05, yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah klip
badak jawa dengan kelerengan tempat camera-video trap pada tahap II dipasang.

Gambar 7 Kelerengan pada lokasi pemasangan camera-video trap

17
Tabel 15 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan kemiringan lahan pada tahap II
Jumlah klip
0-6
7-13
14-20
21-27
Total

Datar (0-8%)
8
1
1
1
11

Kelerengan
Landai (8-15%)
Agak curam (15-25%)
13
5
1
0
1
0
1
0
16
5

Total
26
2
2
2
32

Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Ketinggian
Ketinggian tempat di Semenanjung Ujung Kulon berkisar antara 0-500 mdpl.
Puncak tertinggi pada semenanjung Ujung Kulon adalah Gunung Guhabendang
dengan ketinggian 500 mdpl (Dephut 2007). Pada tahap I, ketinggian lokasi
pemasangan camera-video trap adalah 8-43.99 mdpl. Ketinggian 17.00-25.99
mdpl merupakan daerah dengan jumlah camera-video trap yang paling banyak
terpasang (Tabel 16).
Tabel 16 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan ketinggian pada tahap I
Jumlah klip
0-4
5-9
10-14
15-19
Total

8.00-16.99
mdpl
11
4
2
0
17

Ketinggian
17.00-25.99
26.00-34.99
mdpl
mdpl
16
10
2
0
1
0
3
0
22
10

35.00-43.99
mdpl
4
0
0
0
4

Total
41
6
3
3
53

Berbeda dengan semenanjung bagian timur, wilayah semenanjung bagian
barat memiliki wilayah topografi yang lebih tinggi dibandingkan semenanjung
bagian timur karena adanya beberapa gunung di semenanjung bagian barat.
Ketinggian lokasi camera-video trap pada tahap II, yaitu 14-121.99 mdpl. Hampir
sebagian camera-video trap yang dipasang terletak pada ketinggian 14-40.99
mdpl (Tabel 17).
Tabel 17 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan ketinggian pada tahap II
Jumlah klip
0-6
7-13
14-20
21-27
Total

14.00-40.99
mdpl
12
0
0
2
14

Ketinggian
41.00-67.99 68.00-94.99
mdpl
mdpl
8
3
1
1
1
0
0
0
10
4

95.00-121.99
mdpl
3
0
1
0
4

Total
26
2
2
2
32

Pengujian chi-square menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.248 pada
tahap I dan sebesar 0.629 pada tahap II. Nilai probabilitas > 0.05 menunjukkan

18
bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah klip badak jawa dengan ketinggian
tempat camera-video trap dipasang. Hasil penelitian ini berbeda dengan Santosa
et al. (2013) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi antara tingkat perjumpaan
badak dengan ketinggian. Hal yang mempengaruhi tidak adanya korelasi antara
jumlah klip badak jawa dengan ketinggian tempat diduga adalah penentuan blok
pemasangan camera-video trap dilakukan secara acak dan ukuran grid yang
terlalu besar (2 km x 2 km) sehingga jarak antar camera-video trap terlalu jauh.
Selain itu, tidak adanya korelasi disebabkan oleh sebaran badak jawa yang tinggi
terletak pada ketinggian 0-50 mdpl (Santosa et al. 2013), yang berarti bahwa
seluruh lokasi pemasangan camera-video trap pada tahap I merupakan daerah
dengan distribusi badak yang tinggi. Sadjudin dan Djaja (1984) dalam Rahmat et
al. (2007) menyatakan bahwa keberadaan badak jawa tersebar pada ketinggian 0250 mdpl. Ketinggian dan jumlah klip badak jawa tidak berkorelasi karena
ketinggian pada lokasi camera-video trap merupakan ketinggian tempat badak
jawa berada.
Hubungan antara Jumlah Klip Badak Jawa dengan Tipe Tutupan Lahan
Berdasarkan Peta Penutupan Lahan TNUK, terdapat 6 tipe penutupan lahan,
yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove,
rawa, semak belukar, dan hutan tanaman (Gambar 8). Pemasangan camera-video
trap pada tahap I terdapat pada 4 tipe tutupan lahan (Tabel 18). Camera-video
trap paling banyak dipasang pada hutan lahan kering sekunder dan selanjutnya
diikuti oleh semak belukar. Jumlah klip badak jawa yang banyak terdapat pada
camera-video trap yang dipasang di semak belukar. Hal ini sesuai dengan Santosa
et al. (2013), bahwa sebaran badak jawa terbanyak secara berturut-turut berada di
semak belukar, hutan lahan kering sekunder, semak belukar rawa, dan hutan
primer.
Tabel 18 Jumlah titik lokasi pemasangan camera-video trap berdasarkan jumlah
klip badak jawa dan tipe tutupan lahan pada tahap I
Jumlah klip
0-4
5-9
10-14
15-19
Total

Tipe tutupan lahan
Hutan lahan
Semak
Rawa
kering sekunder
belukar
26
1
13
3
0
3
0
0
3
2
0
1
31
1
20

Hutan
tanaman
1
0
0
0
1

Total
41
6
3
3
53

Pada pemasangan camera-video trap tahap II, hanya terdapat 3 tipe tutupan
lahan yang dipasang camera-video trap, yaitu hutan lahan kering primer, hutan
lahan kering sekunder, dan semak belukar (Tabel 19). Daerah dengan cameravideo trap yang menghasilkan banyak klip badak adalah areal semak belukar.
Wilayah yang terbanyak dipasangi camera-video trap adalah hutan lahan kering
sekunder dan yang paling sedikit adalah hutan lahan kering primer. Menurut
Dephut (2007), hanya 40% wilayah semenanjung yang masih berhutan primer.
Hal ini disebabkan Semenanjung Ujung Kulon dahulu digunakan masyarakat

19
sebagai ladang berpindah dengan pembukaan lahan hutan menggunakan api
(Muntasib 2002). Selain itu, letusan Gunung Krakatau juga memberikan dampak
terhadap kondisi vegetasi di TNUK (MacKinnon 1986; Rahmat 2009). Hutan
primer yang tersisa di Semenanjung Ujung Kulon hanya terdapat di daerah
pegunungan yang bukan merupakan habitat yang disukai