1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain, kegiatan berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya.
Di dalam berbicara penutur dan lawan tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan
interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan penyimpangan
terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual itu Allan dalam Wijana, 1996: 45
Penggunaan bahasa terutama dalam wacana kartun agak berbeda dengan penggunaan bahasa dalam berkomunikasi pada umumnya. Dalam wacana kartun
sering dijumpai penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan prinsip atau aturan yang telah ada sehingga menjadikan bahasa dalam kartun tersebut menjadi rancu.
Wacana kartun yang bermaksud menghibur pembaca sering menggunakan bahasa secara tidak sesuai dengan prinsip dan landasan maksim yang telah ditentukan.
Bahasa dalam kartun, khususnya yang berjenis humor memiliki kekhasan yang bertujuan mengajak pembaca untuk tertawa. Bahasa dalam kartun ini mirip
dengan sebuah permainan kata atau penggunaan kata atau susunan kalimat yang aneh atau tidak wajar yang sering mengakibatkan pelanggaran atau penyimpangan
1
2
terhadap aturan yang telah ada. Dalam penelitian ini ingin diteliti peristiwa penyimpangan terhadap maksim yang terjadi dalam wacana kartun.
Wacana kartun yang menjadi bahan kajian tulisan ini merupakan wacana kartun politik yang bersifat humor. Hal ini dikarenakan penciptaannya
ditunjukkan untuk menghibur pembaca di samping sebagai wahana kritik sosial terhadap segala bentuk ketimpangan yang terjadi di tengah masyarakat sebab
humor merupakan salah satu sarana yang efektif di saat saluran kritik lainnya tidak dapat menjalankan fungsinya.
Dalam konsepsi Raskin dalam Wijana, 2009: 139 ada perbedaan mendasar antara wacana biasa dan wacana humor. Wacana biasa terbentuk dari proses
komunikasi yang bonafid bonafide process of communication, sedangkan wacana humor terbentuk dari proses komunikasi yang sebaliknya, yakni proses
komunikasi yang tidak bonafid nonbonafide process of communication. Sehubungan dengan itulah wacana humor seringkali menyimpang dari aturan-
aturan berkomunikasi yang digariskan oleh prinsip-prinsip pragmatik, baik yang bersifat tekstual maupun interpersonal.
Humor memiliki peranan yang sentral dalam kehidupan manusia, yakni sebagai sarana hiburan dan pendidikan dalam rangka peningkatan kualitas hidup
manusia. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Danandjaja 1989: 489 yang mengatakan bahwa di dalam masyarakat, humor, baik yang bersifat erotis
maupun protes sosial, berfungsi sebagai penglipur lara. Hal ini disebabkan humor dapat menyalurkan ketegangan batin yang menyangkut ketimpangan norma
masyarakat yang dapat dikendurkan melalui tawa. Akibat mendengar humor
3
adalah dapat memelihara keseimbangan jiwa dan kesatuan sosial dalam menghadapi keadaan yang tidak tersangka-sangka atau perpecahan masyarakat.
Pernyataan ini sejajar dengan pandangan Wilson 1979: 3 yang mengungkapkan bahwa humor tidak selamanya agresif dan radikal yang memfrustasikan sasaran
agresifnya dan memprovokasikan perubahan, serta mengecam sistem sosial masyarakatnya, tetapi dapat pula bersifat konservatif yang memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan sistem sosial dan struktur kemasyarakatan yang telah ada.
Kenikmatan humor yang sukses, yaitu seperti menikmati keberhasilan dalam olahraga permainan. Lebih jelasnya dinyatakan sebagai berikut.
“Enjoyment of successful humor,like enjoying success in sports and games including the games of life, must include winning getting what we want,
and sudden perception of that winning” Charles Gruner dalam Bergman: 2008.
‘’Kenikmatan humor yang sukses, seperti menikmati keberhasilan dalam olahraga dan permainan termasuk permainan kehidupan, harus mencakup
menang mendapatkan apa yang kita inginkan, dan persepsi tiba-tiba yang menang”.
Humor dapat disajikan dalam berbagai bentuk, seperti dongeng, teka-teki, puisi rakyat, nyanyian rakyat, julukan, karikatur, kartun, bahkan nama makanan
yang lucu Wijana, 2004: 4. Kartun di Indonesia sudah menjadi karya seni yang menyimpan gema panjang, sarat oleh pesan dan estetika, di samping kadar
humornya. Jadi, kartun tidak hanya merupakan pernyataan rasa seni untuk kepentingan seni semata-mata, melainkan mempunyai maksud melucu, bahkan
menyindir dan mengkritik. Wahana kritik sosial ini sering kali ditemui di dalam berbagai media cetak,
seperti surat kabar, majalah dan tabloid. Kartun di media cetak Indonesia
4
disajikan sebagai selingan setelah pembaca menikmati rubrik-rubrik atau artikel- artikel yang lebih serius. Kartun membawa pembaca ke situasi yang lebih santai.
Meskipun pesan-pesan di dalam beberapa kartun sama seriusnya dengan pesan- pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel, pesan-pesan kartun sering lebih
mudah dicerna atau dipahami sehubungan dengan sifatnya yang menghibur. Gambar-gambar dan tulisan-tulisan dalam kartun dibuat lucu, menggelitik,
dan mengandung sindiran. Sebagai media ekspresi, kartun juga mengajak pembaca untuk berpikir kritis dan merenungkan pesan-pesan yang tersirat di
dalamnya. Tambahan pula kritikan-kritikan yang disampaikan secara jenaka tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan. Kartun juga digunakan
sebagai media pada kritik politik. Kartun politik mengangkat isu-isu politik yang berpotensi provokatif. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Conners di bawah ini.
“Political cartoons that reflect popular culture references work in a similar way; they focus on potentially provocative political issues, but tie them to
imagery and references from entertainment that may unexpectedly draw readers to politics” Conners: 2007.
“Kartun politik
yang mencerminkan referensi budaya populer
bekerja dalam
cara yang sama, mereka fokus
pada isu-isu politik yang
berpotensi provokatif, tetapi mengikat mereka untuk citra
dan referensi dari hiburan yang tak terduga bisa menarik pembaca untuk politik”.
Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji tindak tutur yang juga
mengkaji cara berbicara atau cara melakukan komunikasi yang baik dan benar sehingga pesan atau maksud dari pembicaraan tersebut dapat atau bisa ditangkap
oleh lawan bicara. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Prinsip kerja sama berisi tentang maksim-maksim yang
mengatur cara berbicara yang baik dan benar. Maksim-maksim tersebut diantaranya: maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan maksim pelaksanaan cara.
5
Prinsip yang kedua adalah prinsip kesopanan. Di dalamnya juga terdapat maksim- maksim yang juga mengatur cara berbicara yang baik. Maksim tersebut meliputi:
maksim kebijaksanaan, kedermawanan kemurahan hati, penerimaan penghargaan, kerendahan hati kesederhanaan, pemufakatan kecocokan, dan
maksim kesimpatian. Pengarang atau kartunis dalam bahasa wacana kartun berusaha agar wacana
yang diciptakan dalam kartun sebanyak mungkin dapat menyimpang dari aturan yang telah ada. Kesengajaan ini dibuat agar menghasilkan sesuatu yang aneh atau
unik yang dapat menimbulkan reaksi humor yang membuat orang tertawa atau tersenyum saat membaca wacana tersebut. Adapun humor adalah suatu unsur
yang sangat diperlukan dalam proses penciptaan karya tersebut. Humor dapat muncul dari hasil penyimpangan makna, penyimpangan bunyi, dan pembentukan
kata baru. Ketiga bentuk komponen di atas merupakan modal awal bagi seorang kartunis untuk dapat menciptakan efek humor dalam tiap karyanya. Ketiga
komponen di atas sering dijumpai pada bentuk wacana kartun atau gaya penulisan kartun, kebanyakan para pencipta menggunakan ketiga komponen ini untuk
menciptakan kelucuan dalam karyanya. Bentuk-bentuk penyimpangan inilah yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian.
Penelitian ini meneliti buku Politik Santun dalam Kartun yang berisikan kumpulan wacana kartun politik yang cenderung berisikan hiburan atau humor
yang terdapat dalam harian Rakyat Merdeka yang terbit tiga kali dalam seminggu. Rubrik tersebut tidak secara langsung menyajikan wacana humor yang berisikan
kritik sosial, tetapi menggunakan tokoh-tokoh imajinatif yang disebut kartun.
6
Buku yang ditulis oleh Muhammad Mice Misrad yang berjudul Politik Santun dalam Kartun ini sangat menarik untuk diteliti karena beliau mempunyai
latar belakang kehidupan yang menarik juga. Muhammad Mice Misrad lahir di
Jakarta, 23 Juli 1970. Lulus dari Desain Grafis Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta IKJ tahun 1993. Kartunis tetap di harian Rakyat Merdeka sejak
tahun 2010 hingga sekarang. Sebuah tuturan yang terdapat dalam wacana kartun politik yang berisikan
humor mempunyai makna yang berbeda-beda yang dikaitkan dengan gambar. Makna ada dua yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Makna yang
digunakan dalam kartun politik yang berisikan humor adalah makna gramatikal atau makna yang sesuai dengan konteks tuturan. Sebuah kartun politik dapat
dilihat makna secara tersirat atau penafsiran dari pembaca melalui gambar. Tuturan tanpa gambar dalam kartun politik dapat menyulitkan penafsiran
pembaca. Oleh karena itu, penelitian ini akan berusaha memberikan makna tuturan sesuai dengan gambar yang ada.
Wacana kartun dalam buku Politik Santun dalam Kartun ini menarik untuk dikaji karena di dalam buku tersebut sering terdapat penyimpangan pragmatik
untuk mendapatkan nilai kelucuan. Penyimpangan pragmatik yang sering terjadi yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Oleh karena itu, penelitian ini
berjudul ”Penyimpangan Prinsip Kerja sama dan Prinsip Kesopanan Wacana Kartun pada Buku Politik Santun dalam Kartun Karya Muhammad Mice Misrad.”
7
B. Ruang Lingkup