KRITIK TERHADAP MORAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM KARIKATUR POLITIK (Analisis Semiotik Anggota DPR RI dalam Buku Politik Santun Dalam Kartun :Kartun Politik Karya M. Mice Misrad)

(1)

KRITIK TERHADAP MORAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM KARIKATUR POLITIK

(Analisis Semiotik Anggota DPR RI dalam Buku Politik Santun Dalam Kartun :Kartun Politik Karya M. Mice Misrad)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Oleh :

Himawan Primaditya 08220333

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Sholawat serta

salam saya curahkan atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW, atas terselesaikannya tugas akhir ini. Dengan perjuangan keras dan dukungan dari banyak pihak, akhirnya saya dapat menyelesaikan studi di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.

Dengan terselesaikannya Skripsi saya yang berjudul “Kritik Terhadap

Moral Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Karikatur Politik (analisis Semiotik Anggota DPR RI dalam Buku Politik Santun Dalam Kartun : Kartun Politik Karya M.Mice Misrad” maka selesai sudah masa studi Strata 1 saya. Walaupun masih banyak kekurangan dan kelemahan di penelitian saya ini, saya berharap bisa di jadikan acuan untuk penelitian berikutnya yang berguna bagi perkembangan Ilmu Komunikasi.

Penelitian ini berawal dari minat saya terhadap kartun, komik dan karikatur sejak dulu. Setelah mengikuti karya dari Beny & Mice yang terdiri dari beberapa buku mengenai kartun dan karikatur sosial politik, saya menyadari media kartun terutama karikatur merupakan media komunikasi visual yang menarik. Karikatur dapat menyampaikan pesan kritik atau sindiran tentang situasi sosial dan politik lebih baik dan mudah diterima daripada pesan verbal maupun tulisan. Dalam penelitian saya ini menggunakan teori semiotika yang salah satunya ilmu tentang memahami suatu tanda. Tanpa disadari atau tidak, pada sebuah karikatur banyak


(4)

mengandung pesan-pesan tersirat makna-makna yang sengaja di buat oleh pengkarya untuk menyampaikan pesannya. Dengan bekal tersebut saya mencoba

mengupas tanda-tanda yang ada di buku “Politik Santun dalam Kartun : Kartun

Politik” karya dari karikaturis media Harian Rakyat Merdeka, Muhammad Mice Misrad, dimana nantinya peneliti mencoba menggali beberapa tanda tentang kritik moral anggota DPR di dalam sebuah karikatur politik.

Akhir kata, semoga penelitian saya ini berguna bagi perkembangan Ilmu Komunikasi dan yang pasti juga perkembangan karikatur. Dan juga semoga penelitian saya ini bisa menjadi acuan awal dan motivasi untuk penelitian sejenis. Amin

Malang, 19 Oktober 2012


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... v

ABSTRAKSI ... vi

KATA PENGANTAR ... x

LEMBAR PERSEMBAHAN ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 6

E.1. Pengertian Norma, Etika dan Moral ………... 6

E.1.1. Moral Sebagai Bagian dari Tradisi Masyarakat ... 9

E.1.2. Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat ... 11

E.2. Antara Kartun Politik dan Karikatur ... 12

E.2.1. Tentang Media Kartun ... 12

E.2.2. Tentang Media Karikatur... 15

E.2.3. Tentang Kartun Politik ... 17

E.2.4. Perbedaan Kartun, Kartun Politik dan Karikatur .. 18

E.2.5. Kekuatan Karikatur Politik sebagai Media Kritik 21 E.3. Humor Sebagai Unsur Kartun dan Karikatur ... 22

E.4. Semiotika Charles S. Peirce ... 24

F. Fokus Penelitian ... 29

G. Metode Penelitian ... 29


(6)

G.2. Ruang Lingkup Penelitian ... 30

G.3. Unit Analisis ... 30

G.4. Teknik Pengumpulan Data ... 31

G.5. Teknik Analisis Data ... 31

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Perkembangan Karikatur Secara Umum ... 33

B. Karikatur di Indonesia ... 39

C. Karikatur Politik ... 40

D. Sekilas tentang Muhammad Mice Misrad ... 42

E. Tentang Buku “Politik Santun Dalam Kartun” Karya M.Mice Misrad ... 47

E.1. Gambaran Umum ... 47

E.2 Tentang Isi Buku. ... 48

E.3 Hak Cipta dan Penerbit. ... 49

BAB III ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA A. Karikatur Pertama: “Wajah Wakil Kita” ... 55

A.1. Gambar Karikatur I (Halaman : 86) ... 55

A.2. Tabel Kerja Analisis I ... 56

B. Karikatur Kedua: “Penyakit Kronis anggota Dewan” ... 62

B.1. Gambar Karikatur II (Halaman : 87) ... 62

B.2. Tabel Kerja Analisis II ... 63

C. Karikatur Ketiga: “Etika Anggota DPR” ... 70

C.1. Gambar Karikatur III (Halaman : 91) ... 70

C.2. Tabel Kerja Analisis III ... 70

D. Karikatur Keempat dan Kelima: “Gedung „Miring’ Nusantara I DPR”... 79

D.1. Gambar Karikatur IV (Halaman : 97)... 79

D.2. Tabel Kerja Analisis IV ... 80

D.3. Gambar Karikatur V (Halaman : 98) ... 81


(7)

E. Karikatur Keenam: “Statement Ketua DPR” ... 90

E.1. Gambar Karikatur VI (Halaman : 102) ... 90

E.2. Tabel Kerja Analisis VI ... 90

F. Karikatur Ketujuh: “Badan Anggaran DPR” ... 99

F.1. Gambar Karikatur VII (Halaman : 105) ... 99

F.2. Tabel Kerja Analisis VII ... 100

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 111


(8)

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku:

Ajidarma, Seno Gumira. 2011. Panji Tengkorak – Kebudayaan Dalam

Perbincangan. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Budiarjo, Miriam. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia

Pustaka Umum.

Hadiwardoyo, Dr.Al.Purwa. 1990. Moral dan Masalahnya. Yogyakarta:

Penerbit Kanisius.

Held, Virginia. 1989. Etika Moral - Pembenaran Tindakan Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Kusrianto, Adi. 2009. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta:

CV. Andi Yogyakarta

McCloud, Scott. 2001. Understanding Comics. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Misrad, Muhammad Mice. 2011. Politik Santun Dalam Kartun. Jakarta: Nalar

Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi :Suatu Pengantar. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: RajaGrafindo

Persada.

Paul Martin Lester. 2003.Visual Communication – Image with Message. US

of America: Thomson Wadsworth

Poespoprodjo, W. 1986. Filsafat Moral – Kesusilaan Dalam Teori dan

Praktek. Bandung: Penerbit Remadja karya CV.

Rachmadi, Benny. 2011. 100 Peristiwa Yang Bisa Menimpa Anda. Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia.

Setiawan, Muhammad Nashir. Menakar Panji koming. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Sibarani, Augustin. 2001. Karikatur dan Politik. Jakarta: ISAI, Garba Budaya dan PT Media Lintas Inti Nusantara.


(9)

Sobur, Alex. 2001. Analisis teks Media: Suatu Pengantar untuk analisis Wacana, Analisis semiotik dan Analisis Framing. Bangdung : PT. Remaja Rosdakarya

---. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Tinarbuko,Sumbo. 2008. Semiotik Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra B. Sumber Internet:

http://basnendar.dosen.isi-ska.ac.id/2010/07/26/kajian-makna-kartun-editorial-melalui/ - Basnendar H. S.Sn., M.Ds., 2010, Kajian Makna Kartun Editorial Melalui Pendekatan Ikonografi (di akses 12 Mei 2012 pukul 19.00)

http://dpr.go.id (di akses 22 Juli 2012 pukul 09.00)

http://lbh-apik.or.id/uu-pornografi.htm (di akses 14 Agustus 2012 pukul 18.30)

C. Sumber Artikel/Jurnal:

Didiek Rahman Adji, 2007, “Sejarah, Teori, Jenis dan Fungsi Humor”. Jurnal Seni dan Desain Fakultas Sastra, Malang: Universitas Negeri Malang. Syukron. “Pesan Sosial yang Tertuang Dalam Karikatur Analisis Semiotik Pada Karikatur Buku Orang Miskin Dilarang Sekolah, Orang Miskin Dilarang Sakit”. Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi Skripsi, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

D. Sumber Lain-lain

Majalah PRISMA No. 1 tahun XXV Januari 1996 edisi Pamflet Politik Jack Hamm, 1980, PDF “Cartooning The Head & Figure

PDF “Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat”


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Komunikasi merupakan hal yang sudah lazim dalam kehidupan masyarakat. Setiap harinya masing-masing individu baik di sadari maupun tidak, pastinya melakukan interaksi dengan berkomunikasi satu sama lain, baik secara verbal maupun non verbal. Banyak hal yang dikomunikasikan masyarakat, mulai dari sosial, ekonomi, budaya maupun politik dengan berbagai cara.

Dewasa ini, berkomunikasi dapat dilakukan dengan lebih mudah dikarenakan telah banyak lahir media-media yang menjembatani proses penyampaian pesan itu sendiri. Salah satunya adalah media massa. Masyarakat sendiri memberikan penilaian positif pada media massa karena sifatnya yang dapat menjangkau semua khalayak dalam waktu hampir

bersamaan sehingga dapat dijadikan sarana yang ampuh untuk

menyampaikan pesan.

Media massa merupakan hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa dan bentuknya antara lain media elektronik, seperti televisi, internet dan radio serta media cetak seperti surat kabar,

majalah, tabloid dan buku.1 Bentuk-bentuk media massa tersebut masih dapat

1


(11)

dibagi lagi berdasarkan tampilan pesan yang disampaikan, yaitu media visual, media audio dan media audio visual.

Salah satu bentuk media massa dengan menggunakan bahasa visual (tulisan, grafik dan gambar) adalah surat kabar. Di dalam surat kabar terdapat berbagai rubrik dan materi visual, seperti rubrik editorial/tajuk rencana, yaitu rubrik yang membahas beberapa hal penting yang menyangkut fenomena yang sedang terjadi. Kadangkala rubrik ini selain dalam bentuk tulisan, juga ditampilkan dalam bentuk gambar, yang lebih dikenal dengan karikatur politik.

Dibanding dengan pesan verbal, komunikasi visual seperti gambar merupakan pesan yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman. Komunikasi visual memiliki subyek yang mudah dipahami dan merupakan simbol yang jelas dan mudah dikenal. Pembuatan komunikasi visual dimaksudkan untuk mendukung suatu penyampaian pesan. Ada beberapa

bentuk komunikasi visual, di antaranya ilustrasi, logo, karikatur dan kartun.2

Karikatur politik sebagai salah satu bentuk komunikasi visual dalam saluran media massa merupakan bentuk penyampaian pesan yang mengandung unsur politik, tujuannya adalah menggambarkan situasi politik

yang pada waktu itu sedang hangat-hangatnya dibicarakan.3 Banyak hal yang

dapat diulas mengenai situasi politik, mulai dari kebijakan pemerintah hingga

2

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual. (Yogyakarta: Jalasutra,2008). hal. 7 3


(12)

individu pelaku politik seperti pejabat legislatif, yudikatif, eksekutif serta para politikus.

Sebenarnya di Indonesia sendiri masih banyak kerancuan mengenai

perbedaan kartun dan karikatur. Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat representatif atau simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon atau humor. Kartun biasanya muncul dalam publikasi secara periodik, dan paling sering menyoroti masalah sosial, politik dan publik. Kartun juga biasanya tampil dalam satu panel dan tidak mempunyai karakter yang tetap, walau kadang-kadang ada juga kartun yang menggunakan karakter tetap. (Hosking,

1954:559).4 Dan kartun politik adalah visualisasi tajuk rencana surat kabar

atau majalah. Kartun ini biasanya membicarakan masalah politik atau

peristiwa aktual sehingga sering disebut kartun politik (political cartoon).

Dalam kartun politik, seringkali muncul figur dari tokoh terkenal yang dikaitkan dengan tema yang sedang hangat-hangatnya yang terjadi di dalam masyarakat. Karikatur bisa saja muncul dalam sebuah karya kartun editorial

untuk menampilkan tokoh yang disindir (Priyanto,2005:4).5

Sedangkan karikatur adalah penggambaran seseorang, suatu kegiatan

dalam keadaan terdistorsi, biasanya suatu penyajian yang diam yang dibuat berlebihan dari gambar binatang, tumbuhan yang menggantikan bagian-bagian dari benda hidup atau yang ada persamaannya dengan kegiatan

binatang.6

4

Ibid. hal. 12 5

http://basnendar.dosen.isi-ska.ac.id/2010/07/26/kajian-makna-kartun-editorial-melalui/

6


(13)

Walaupun kartun sesungguhnya juga memiliki titik satiris, namun titik satirisnya tidak ditekankan sebagai sesuatu yang dominan. Kartun juga tidak

mengandung pengertian distorsi yang memang mutlak untuk karikatur.7

Namun demikian, untuk sederhananya sebuah karikatur adalah sebuah kartun, namun sebuah kartun belum tentu merupakan sebuah karikatur.

Saat ini di beberapa media surat kabar memiliki kolom tajuk rencana sebagai wadah untuk mengungkapkan opini masyarakat mengenai peristiwa sosial yang berkembang di masyarakat. Bentuk tajuk rencana sendiri selain bentuk tulisan, juga terdapat bentuk gambar atau yang disebut karikatur. Dalam Harian Rakyat Merdeka, surat kabar yang memposisikan diri sebagai oposisi pemerintahan, terdapat rubrik tajuk rencana/editorial berbentuk

karikatur yang dibuat oleh karikaturis M. Mice Misrad.

Beberapa kumpulan karikatur Mice dari Harian Rakyat merdeka itu pada tahun 2012 telah dibukukan dengan judul Politik Santun Dalam Kartun. Buku tersebut berisikan sindiran dan kritikan dari Mice tentang berbagai hal dalam kehidupan politik Indonesia dari tahun 2010 sampai 2011 yang meliputi permasalahan korupsi, kasus besar lainnya dan sorotan ke Presiden, KPK, Menteri Penegak Hukum dan termasuk anggota DPR.

Anggota DPR merupakan tokoh elit politik di lembaga legislatif yang memiliki tugas sebagai perwakilan masyarakat untuk mengatur dan mengelola negara ini. Namun dalam kenyataannya perilaku atau sikap anggota DPR ini lebih menimbulkan banyak kontroversi dan terkesan konyol

7


(14)

daripada hal positifnya, seperti permasalahan moral anggota DPR yang kurang sesuai dengan budaya Indonesia, mulai dari ucapan, tingkah laku dan kebijakan yang diambil.

Sehingga banyak para karikaturis membuat karya karikatur politik para pejabat DPR tersebut untuk mengkritik, menyindir atau sekedar menampilkan kenyataan dalam bentuk yang berbeda. Dan hal tersebut oleh M. Mice Misrad di sampaikan melalui karya karikatur politiknya.

Atas dasar hal yang telah dijabarkan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang makna tanda yang mengkontruksi penyampaian Kritik Politik perihal moral Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Karikatur Politik pada buku Politik Santun Dalam Kartun Karya M. Mice Misrad.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah yaitu Makna apa yang membangun kritik tentang moral anggota DPR oleh karikaturis M.Mice Misrad dalam buku Politik Santun Dalam Kartun : kartun Politik?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menterjemahkan makna yang membangun kritik terhadap moral anggota DPR sehingga dapat


(15)

memberikan penjelaskan kepada penikmat karikatur mengenai maksud yang ingin disampaikan M.Mice Misrad dalam kumpulan karikaturnya.

D. Manfaat Penelitian D.1 Kegunaan Akademis

Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam ilmu komunikasi, khususnya tentang karikatur politik sebagai salah satu bentuk komunikasi visual, serta mampu memberikan tambahan wacana mengenai analisis semiotika pada karikatur politik. D.2 Kegunaan Praktis

Selain itu penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan pandangan bagi para karikaturis untuk membuat sebuah karya karikatur politik lebih baik lagi.

E. Tinjauan Pustaka

E.1. Pengertian Norma, Etika dan Moral

Norma dapat dikatakan sebagai tolok ukur untuk mengukur benar salahnya suatu sikap dan tindakan manusia. Norma juga dapat

diartikan sebagai aturan yang berisi rambu-rambu yang

menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya terkandung sebuah nilai benar atau salah. Norma yang berlaku di masyarakat Indonesia ada lima macam, yaitu norma agama, norma susila, norma kesopanan, norma kebiasaan dan norma hukum.


(16)

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa norma adalah petunjuk hidup bagi tiap individu yang ada dalam masyarakat, karena norma tersebut mengandung sanksi. Siapa saja, baik individu maupun kelompok, yang melanggar norma dapat hukuman yang berwujud sanksi, seperti sanksi agama dari Tuhan, sanksi akibat pelanggaran susila, kesopanan, hukum, maupun kebiasaan yang berupa sanksi moral dari masyarakat.

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno dari tunggal kata ethos

sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos memiliki beberapa

makna, antara lain tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.

Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis, etika mempunyai arti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.

Sedangkan kata etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti:

a. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau

suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

b. Kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud dalam hal ini


(17)

c. Ilmu tentang yang baik atau buruk.

Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata „moral‟ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan atau adat.

Dan menurut Suseno, moral adalah ukuran baik buruknya seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga negara. Sedangkan menurut Ouska dan Whellan, moral adalah prinsip baik atau buruk yang ada dan melekat dalam diri individu atau seseorang. Walaupun moral itu berada dalam diri individu, tetapi moral berada dalam suatu sistem yang berwujud aturan adat istiadat yang

diterapkan dalam kehidupan masyarakat.8

Dan bila dibandingkan dengan arti kata etika, maka secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan atau adat. Sehingga, makna etika dan moral hampir sama yaitu adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu etika dari bahasa Yunani dan moral dari bahasa Latin.

8

DR. W. Poespoprodjo, Filsafat Moral (Bandung: Penerbit Remadja Karya CV Bandung, 1986). hal. 2


(18)

E.1.1. Moral Sebagai Bagian dari Tradisi Masyarakat

Moral merupakan istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan sebagai hal yang benar atau salah dan baik atau buruk. Dengan demikian tolok ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan norma yang telah berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Sehingga jika kita mengatakan perbuatan pengedar narkoba itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang tersebut melanggar nilai-nilai dan norma etis yang berlaku dalam masyarakat.

Menurut Durkheim, kita tidak menyetujui suatu perbuatan bukan karena perbuatan itu jahat, tetapi hal itu jahat karena kita tidak menyetujuinya. Dalam masyarakat secara umum terdapat suatu kecenderungan untuk memutuskan bahwa terdapat tiga macam

perbuatan, yaitu:9

1. Perbuatan-perbuatan yang manusia sepantasnya atau seharusnya

mengerjakannya.

2. Perbuatan-perbuatan yang manusia tidak sepantasnya atau

seharusnya mengerjakannya, dan

3. Perbuatan-perbuatan yang manusia boleh mengerjakannya atau

boleh tidak mengerjakannya.

9


(19)

Kita menerapkan keputusan-keputusan tersebut tidak hanya pada perbuatan-perbuatan kita sendiri tetapi juga pada perbuatan-perbuatan orang lain. Kita menghukum atau memutuskan orang lain bersalah disebabkan karena mereka melakukan hal yang menurut pendapat masyarakat tidak sepantasnya dilakukan oleh orang tersebut.

Untuk mengetahui ukuran sebuah tindakan tersebut sesuai moral atau tidak, dapat dilihat dari nilai-nilai adat istiadat tempat berlakunya moral tersebut. Tiap tempat atau bahkan tiap negara memiliki persepsi akan moral yang berbeda berdasarkan adat istiadat atau kebiasaan yang telah disepati di negara tersebut. Di Indonesia sendiri, dimana negara yang menganut budaya timur yang mengunggulkan kesopanan dan susila, benar-benar memegang teguh adat bersikap dan bertindak yang santun serta memiliki banyak aturan yang telah berlaku sejak lama dalam kehidupan masyarakat.

Hal tersebut dapat dilihat dalam norma-norma yang melekat dalam masyarakat Indonesia, mulai dari norma agama hingga norma hukum. Semisal, di Indonesia yang menganut budaya timur, tindakan yang berkaitan dengan mengumbar seksualitas dalam hal ini lebih ke

pornografi merupakan tindakan asusila. Unggah ungguh dalam

pergaulan luas juga merupakan adat masyarakat Indonesia, sehingga segala ucapan, tingkah laku harus sesuai dengan norma kesopanan. Selain itu, mencuri, merampok, menipu dan membunuh juga salah satu


(20)

hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat dan dianggap suatu bentuk immoral.

Selain aturan-aturan adat masyarakat tersebut, untuk menjaga sikap dan tindakan moral masyarakat, juga terdapat kode etik sebagai kumpulan dari nilai-nilai moral yang digunakan terutama dalam lingkup lembaga. Seperti yang dimiliki oleh lembaga pemerintahan, kode etik tersebut merupakan nilai-nilai moral yang harus dipatuhi oleh lembaga tersebut, karena dalam kode etik tersebut mengandung nilai-nilai yang harus dipatuhi sehingga jika melanggar hal tersebut, maka sama halnya dengan melakukan tindakan yang dianggap masyarakat tidak pantas dan dapat dipertanyakan kemoralan orang atau lembaga tersebut.

E.1.2. Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat

Etika sebagai nilai moral mutlak sangat diperlukan manusia dalam pergaulan sehari-hari, tidak terkecuali para pejabat Negara, seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggota DPR mempunyai kedudukan sebagai wakil rakyat yang terhormat, sehingga harus bertanggung jawab terhadap Tuhan YME, Negara, masyarakat dan konstituennya dalam melaksanakan tugasnya.

Dan untuk melaksanakan tugasnya, anggota DPR perlu untuk memiliki landasan etika yang mengatur perilaku dan ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang dan tidak patut dilakukan. Sehingga dibuatlah kode etik yang bersifat mengikat dan wajib untuk dipatuhi


(21)

semua anggota DPR demi menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitasnya.

Kode etik DPR yang dibentuk dan disahkan pada tahun 2004 dan berisikan 11 bab dan 20 pasal yang mengatur mengenai sikap, ucapan, tanggung jawab beserta sanksi-sanksinya dll adalah norma-norma yang merupakan kesatuan landasan etik dengan peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang

dan tidak patut dilakukan anggota DPR.10

Anggota DPR sebagai wakil rakyat dan merupakan salah satu pejabat Negara memang seharusnya memiliki kode etik tersebut untuk menjaga sikap dan dapat memberi contoh kepada masyarakat. Namun sepertinya meskipun memiliki kode etik, sampai saat ini, anggota DPR justru terkenal dengan moralnya yang buruk dan hal tersebut bukan sekedar isu, namun terbukti dari pemberitaan yang sering muncul di berbagai media massa. Sehingga tidak heran, jika masyarakat memberikan persepsi negatif terhadap citra anggota DPR.

E.2. Antara Kartun Politik dan Karikatur E.2.1. Tentang Media Kartun

Pengertian kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentasi atau simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya muncul dalam publikasi secara periodik, dan paling sering menyoroti masalah politik atau masalah publik. Namun

10


(22)

masalah-masalah sosial kadang juga menjadi target, misalnya dengan mengangkat kebiasaan hidup masyarakat, peristiwa olahraga, atau

mengenai kepribadian seseorang.11

Media kartun biasanya disajikan sebagai selingan setelah para pembaca menikmati rubrik-rubrik atau artikel yang lebih serius. Melalui kartun, para pembaca dibawa ke dalam situasi yang lebih santai. Meskipun pesan-pesan di dalam beberapa kartun sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel, namun dengan kartun dapat dengan mudah dicerna dan dipahami maknanya. Walaupun bukanlah menjadi tujuan utama orang dalam membaca suatu surat kabar kehadiran kartun sebagai bagian dari rubrik dari surat kabar. Kehadiran kartun harus diakui mampu menyampaikan pesan yang amat luas, mendalam, dan tajam dalam menyikapi kondisi nyata yang berkembang di masyarakat.

Kritik kartun sebenarnya hanya usaha penyampaikan masalah aktual ke permukaan, sehingga muncul dialog antara yang dikritik dan yang mengkritik, serta dialog antara masyarakat itu sendiri, dengan harapan akan adanya perubahan. Aspek pertentangan dalam tradisi penciptaan kartun sebenarnya bukanlah lebih mementingkan naluri untuk mengkritik, melainkan lebih menekankan fakta-fakta historis bahwa masyarakat telah memasuki bentuk komunikasi politik yang modern, dan tidak lagi mempergunakan kekuatan atau kekuasaan.

11


(23)

Kartun sendiri dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan jenisnya, yaitu:

a. Kartun Gag

Merupakan gambar kartun yang dimaksudkan hanya sekedar sebagai hiburan tanpa bermaksud mengulas suatu permasalahan atau peristiwa aktual. Kartun ini biasanya tampil di halaman-halaman khusus humor yang terdapat di surat kabar.

b. Kartun Editorial atau Kartun Politik

Merupakan kolom gambar sindiran di surat kabar yang mengomentari berita dan isu yang sedang ramai di bahas di masyarakat. Sebagai editorial visual, kartun ini mencerminkan kebijakan politik sekaligus mencerminkan pula budaya komunikasi masyarakat pada masanya. Dewa Putu Wijana menyatakan bahwa kartun politik merupakan visualisasi tajuk rencana surat kabar yang mengulas masalah politik atau peristiwa aktual.

c. Kartun Karikatur

Merupakan kartun yang telah mengalami deformasi bentuk gambar dan lebih menonjolkan karakter seseorang. Kartun ini digunakan untuk mengkritik secara jenaka dan memiliki maksud tersirat dibalik karakter yang di deformasikan.


(24)

d. Kartun Animasi

Adalah kartun yang dapat bergerak secara visual dan bersuara. Kartun ini terdiri dari susunan gambar yang kemudian direkam dan ditayangkan di televisi maupun film.

e. Kartun Strip atau Komik

Cerita bergambar dalam majalah, surat kabar atau berbentuk buku yang pada umumnya mudah dicerna dan lucu. Menurut Mc Clound, komik merupakan gambar-gambar serta lambang lain yang tersusun dalam urutan tertentu unutk menyampaikan informasi dan atau

mencapai tanggapan estetis dari pembacanya.12

E.2.2. Tentang Media Karikatur

Karikatur adalah gambar olok-olok yang mengandung pesan atau sindiran dan merupakan pengembangan dari kartun politik, gambar lucu dan menyindir terhadap sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Meskipun dibumbui dengan humor, namun karikatur merupakan kartun satire yang malahan terkadang membuat seseorang terutama pihak yang disindir tersenyum kecut. Menurut Sibarani, dalam pelukisan sebuah karikatur, ada dua unsur kenyataan yang harus ditampilkan, yaitu adanya satir dan unsur distorsi. Jika kedua hal tersbut tidak dihadirkan dalam penggambaran, maka gambar tersebut tidak

dapat dikatakan sebagi sebuah karikatur.13

12

Scott Mc Clound, Understanding Comics (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2001). hal.9 13


(25)

Karikatur merupakan gambar yang mudah diingat yang disertai komentar satiris pendek yang sangat menghibur dan kaya akan penafsiran. Tujuan karikatur sendiri adalah mendorong lahirnya pemikiran ulang dan penciptaan ulang realitas guna mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Penggunaan karikatur dalam berbagai media untuk tujuan penyampaian pesan dan kritik politik bukanlah hal baru. Hanya saja perannya tampak dipertajam di beberapa Negara, semisal di Negara Mesir. Di Mesir masyarakatnya lebih mudah mengetahui isu dan masalah HAM dengan mengamati karikatur yang terbit di media cetak setempat. Selain Mesir, bangsa kuno yang juga sudah mengenal karikatur adalah Yunani. Pada kenyataannya, karikatur sebagai elemen penting dalam jurnalistik yang memiliki kecondongan untuk membela pihak yang lemah dan tertindas melalui kritik tidak adil dalam kehidupan politik.

Satu hal yang tak patut dilupakan, dalam dunia karikatur memiliki kode etik yang banyak tak diketahui orang termasuk oleh para karikaturis. Seorang karikaturis memang memiliki kebebasan mengemukakan temanya dengan gaya satiris humor yang khas, selama karikaturnya tidak vulgar atau amoral atau mengetengahkan cacat fisik manusia dan tidak pula kotor atau jorok. Selain itu, karikatur yang baik adalah karikatur yang paling hemat kata, bahkan kalau bisa tanpa kata


(26)

sama sekali. Sebab karikatur berbeda dengan poster yang bisa saja

boros kata-kata.14

Di dunia karikatur sendiri, jika secara sederhana berdasarkan sifatnya, dapat dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu:

a. Personal Caricature (karikatur Perseorangan)

Merupakan tokoh yang digambarkan tanpa kehadiran obyek lain atau situasi di sekelilingnya secara karikatural dengan mengekspose ciri-cirinya dalam bentuk wajah ataupun dengan kebiasaanya.

b. Sosial Caricature (Karikatur Sosial)

Jelas dapat dipahami bahwa tema sentral yang dikemukakan dan kita gambarkan adalah persoalan masyarakat yang menyinggung rasa keadilan sosial. Misalnya perbedaan yang menyolok antara si miskin dan si kaya. Atau tentang drama kehidupan seseorang petani yang tanahnya gersang karena kekurangan air, dan seterusnya.

c. Political Caricature (Karikatur Politik)

Isinya sudah jelas adalah perihal politik. Tujuannya adalah untuk menggambarkan suatu situasi politik sedemikian rupa sehingga kita dapat melihatnya dari segi humor dengan menampilkan para tokoh politik di atas panggung dan mementaskannya dengan lucu.

E.2.3. Tentang Kartun Politik

Kartun editorial merupakan sebuah karya visual representatif simbolik dalam tajuk rencana suatu surat kabar yang mengandung

14


(27)

sindiran dengan tema peristiwa politik, sehingga sering disebut juga

sebagai kartun politik (political cartoon). Peristiwa-peristiwa politik

yang kerap kali menjadi tema dalam kartun politik diantaranya adalah tindakan yang dilakukan dan kebijakan yang diambil pemerintah dalam memecahkan permasalahan Negara atau figur yang berhubungan dengan suatu isu politik dan sikap masyarakat dalam kehidupan berpolitik. Karikatur bisa saja muncul dalam sebuah karya kartun

editorial untuk menampilkan tokoh yang disindir.15

Kritik kartun sebenarnya hanya usaha penyampaikan masalah aktual ke permukaan, sehingga muncul dialog antara yang dikritik dan yang mengkritik, serta dialog antara masyarakat itu sendiri, dengan harapan akan adanya perubahan. Aspek pertentangan dalam tradisi penciptaan kartun sebenarnya bukanlah lebih mementingkan naluri untuk mengkritik, melainkan lebih menekankan fakta-fakta historis bahwa masyarakat telah memasuki bentuk komunikasi politik yang modern, dan tidak lagi mempergunakan kekuatan atau kekuasaan. E.2.4. Perbedaan Kartun, Kartun Politik dan Karikatur

Jika kartun diartikan sebagai gambar lucu yang bertujuan agar pemirsanya terhibur, tersenyum atau tertawa geli, maka karikatur adalah bagian kartun yang diberi muatan pesan yang bernuansa kritik atau usulan terhadap seseorang atau peristiwa. Meskipun telah dibumbui oleh humor, namun karikatur merupakan kartun satire yang terkadang

15


(28)

malahan tidak menghibur, namun dapat membuat seseorang tersenyum kecut.

Walau sesungguhnya kartun juga memiliki titik satiris, namun titik satirisnya tidak ditekankan sebagai sesuatu yang dominan. Kartun juga tidak mengandung pengertian adanya distorsi pada pengubahan bentuk dalam pengolahan watak pada sebuah gambar yang diciptakan. Kartun tidak terlalu terikat pada distorsi. Kerap distorsinya bukan hal yang utama, karena lebih mengutamakan humor daripada satire.

Untuk sederhananya, dapat dikatakan bahwa sebuah karikatur merupakan kartun. Namun sebuah kartun belum tentu merupakan karikatur. Dan untuk memberikan kekhususan tanpa mengurangi fungsi sebuah kartun, maka biasanya disebut kartun politik atau kartun

editorial.16. dengan demikian sudah jelas bahwa media visual tajuk

rencana dalam surat kabar disbut sebagai kartun politik, sedangkan bentuk kartun politik sendiri dapat berupa sebuah karikatur, yang termasuk dalam karikatur politik. (lihat Gambar 1.1)

16


(29)

Gambar 1.1

Perbedaan antara kartun, karikatur dan kartun politik

Gambar 1.1a: Kartun menampilkan gambar yang sekedar memberikan kelucuan dan membuat pembacanya terhibur

(sumber:100 peristiwa yang bisa menimpa anda, 2011)

Gambar 1.1b: Karikatur merupakan kartun yang bentuk gambarnya mengalami deformasi dan memuat pesan kritis satiris


(30)

Gambar 1.1c: Kartun Politik atau karikatur politik memiliki unsur satiris sebagai media mengkritik pada rubrik tajuk rencana di suatu surat kabar dan bentuknya berupa karikatur.

(sumber:Politik Santun Dalam

Kartun, 2012)

Setelah melihat beberapa pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa meskipun judul buku Mice adalah kartun politik, namun bentuk karyanya berupa karikatur. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, peneliti seterusnya memilih untuk menggunakan istilah karikatur politik untuk menyebut data yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan beberapa gambar yang memuat kritik terhadap moral anggota DPR yang mencakup perilaku, ucapan dan kebijakannya.

E.2.5. Kekuatan Karikatur Politik Sebagai Media Kritik

Sebenarnya bentuk kartun politik tidak hanya karikatur, namun juga ada yang berbentuk komik strip, seperti karya Dwi Koendoro, kartunis Harian Kompas yang berjudul Panji Koming dan masih banyak lagi. Namun karikatur, terutama karikatur politik dapat digunakan sebagai media kritik yang cocok dalam visual tajuk rencana (editorial) dikarenakan karikatur merupakan salah satu bentuk karya jurnalistik non verbal yang cukup efektif dan mengena baik dalam penyampaian pesan dalam bentuk kritik maupun informasi.


(31)

Dalam sebuah karikatur dapat ditemukan adanya perpaduan dari unsur-unsur kecerdasan, ketajaman dan ketepatan berpikir kritis yang dituangkan dalam bentuk gambar. Karikatur pada umumnya merupakan bentuk reaksi masyarakat dalam hal ini adalah karikaturis dalam menanggapi fenomena permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat luas.

Menurut Jaya Suprana, karya karikatur sebagai kartun editorial merupakan karya visualisasi tajuk rencana yang mencerminkan nuansa suasana jaman yang tidak kalah fasih berkomunikasi daripada ungkapan bahasa verbal. Ia dapat menyentuh tanpa menyakiti, mengkritik tanpa menghina, menyindir tanpa memusuhi, tertawa tanpa menertawakan

dan jenaka tanpa melecehkan17

E.3. Humor Sebagai Unsur Kartun dan Karikatur

Humor berasal dari bahasa Latin “Umor” yang berarti cairan. Sejak 400 SM, orang Yunani kuno beranggapan bahwa suasana hati manusia ditentukan oleh empat macam cairan dalam tubuh, yaitu darah (sanguis), empedu kuning (Choler), empedu hitam (melancholy) dan lendir (phlegm). Teori Plato ini untuk menjelaskan sesuatu yang disebut humor. Namun sesuai perkembangan jaman, pengertian humor mengacu pada segala sesuatu yang membuat orang menjadi tertawa gembira. Dalam Ensiklopedia Indonesia, humor adalah kualitas untuk

17


(32)

menghimbau rasa geli atau lucu, karena keganjilan atau ketidak

pantasannya yang menggelikan18.

Dalam pembuatan kartun dan karikatur, humor merupakan salah satu teknik yang sering digunakan untuk mengemas visualisasi imajinasi pembuatnya. Visualisasi humor sangat beragam, ada yang menekankan pada masalah kebodohan, kekeliruan, kejadian tak terduga, satir, parody dan pemutar balikan keadaan.

Menurut Berger, beberapa unsur humor yang biasanya

digunakan dalam kartun dan karikatur, antara lain sebagai berikut:19

a. Eksagerasi, yaitu kelucuan dengan cara melebih-lebihkan ukuran

fisik, seperti hidung yang sangat panjang, badan dibuat tambun atau menonjolkan bagian tubuh lainnya. Eksagerasi ini merupakan teknik standar yang digunakan untuk membuat lelucon dan dari bentuk-bentuk eksagerasi fisik tersbut dapat mencerminkan karakter psikis yang lucu.

b. Bentuk karikatur, yaitu suatu bentuk potret yang menjaga

kemiripan karakter dan oleh karikaturis dibuatlah suatu deformasi wajah. Seringkali potret seorang tokoh ditempatkan pada situasi tertentu yang actual, signifikan dengan masalah politik dan sering

kali humorini bernada negative. Keterangan gambar/ caption juga

sering digunakan sebagai penegas sindiran.

18

Rahman Adji, Sejarah,Teori dan Fungsi humor (jurnal Seni dan Desain Fakultas Sastra UM, 2007)

19


(33)

c. Permainan kata yang digambarkan, merupakan bagian dari permainan bahasa dan turunan dari gambar-gambarnya.

d. Ilustrasi komik merupakan keterangan gambar dalam bentuk teks.

Keterangan ini tidak selalu secara langsung berhubungan dengan gambar visual. Akan tetapi, humor ini terbentuk justru dengan mengaitkan antara gambar dengan teks.

e. Kiasan bernada humor biasanya dilakukan dengan mempermainkan

sejarah, legenda, tokoh mitologi atau kejadian-kejadian tertentu yang ada dalam pikiran masyarakat sebagai efek komikal, yang pada dasarnya memparodikan hal-hal tersebut. Dalam karikatur politik, teknik ini sering digunakan.

E.4. Semiotika Charles Sanders Peirce

Semiotika menurut seorang filsuf dan pemikir asal Amerika yaitu Charles S. Peirce (1839-1914), yaitu bahwa tanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab akibat dengan tanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut.

Peirce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan, objeknya adalah kekeduaan dan penafsiran, unsur pengantara adalah contoh dari keketigaan yang disebut interpretan. Jadi sebuah tanda tidak bias berdiri sendiri, sebuah tanda selalu menjadi satu kesatuan dengan objek dan interpretan. Interpretan dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotik yang tak terbatas,


(34)

selama suatu penafsiran yang membaca tanda sebagai tanda bagi yang lain (yaitu sebagai wakil dari suatu makna) bias ditangkap oleh penafsir lainnya. Dalam hal ini, penafsir berperan penting sebagai penghubung antara tanda dengan objeknya. Peirce menyebutnya dengan teori segitiga makna (triangle meaning).

Gambar 1.2

Proses Semiotik Tanpa Batas Sign

Objek Interpretan

Sign

Objek Interpretan

Sign


(35)

Gambar 1.3 Teori Segitiga Makna

Sign

Interpretan Objek

Menurut Peirce, tanda (sign atau presentation) selalu terdapat

dalam hubungan triadik, yakni ground, object dan interpretant. Atas

dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda, tanda yang

dikaitkan dengan ground, dibaginya menjadi qualisign, sinsign dan

legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah

eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Legisign

adalah norma yang dikandung oleh tanda.

Sedangkan berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks) dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang menghubungkan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat mirip atau menyerupai. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan objeknya yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat. Sedangkan simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara tanda dan objek.


(36)

Peierce membagi tanda berdasarkan interpretant ke dalam rheme, dicent sign atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda

yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Dicent

sign adalah tanda sesuai kenyataan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.

Berdasarkan klasifikasi tersebut, Peirce (Pateda,2001:45-47)

membagi tanda menjadi sepuluh jenis, yaitu20 :

1. Qualisign, yaitu kualitas yang dimiliki oelh suatu tanda. Semisal,

suara keras menandakan seseorang sedang marah atau

menginginkan sesuatu.

2. Iconic Sinsign, yaitu tanda yang memperlihatkan kemiripan, semisal foto, peta, diagram atau tanda baca.

3. Rhematic Indexcial Sinsign, yaitu tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu. Contohnya, pantai yang berombak besar dan sering merenggut nyawa orang yang berenang di sana, kan dipasang bendera bergambar tengkorak yang memiliki makna berbahaya, dilarang berenang.

4. Dicent Sinsign, yaitu tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Semisal, tanda dilarang merokok di area bebas asap rokok. 5. Iconic Legisign, yaitu tanda yang menginformasikan norma atau

hukum yang berlaku. 20


(37)

6. Rhematic Indexcial Legisign, yaitu tanda yang mengacu kepada objek tertentu, semisal kata ganti penunjuk.

7. Dicent Indexcial Legisign, yaitu tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi. Tanda berupa lampu merah yang berputar-putar di atas mobil ambulans menandakan ada orang sakit atau orang tengah dilarikan ke rumah sakit.

8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yaitu tanda yang dihubungkan dengan objek melalui asosiasi ide umum. Semisal, kita melihat gambar kotak, lantas kita menyebutnya kotak. Mengapa demikian, dikarenakan terdapat asosiasi antara gambar dengan benda yang kita ketahui.

9. Dicent Symboli atau Proposition (Proposisi) adalah tanda yang langsung berhubungan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Jika seseorang berkata, “pergi!!” penafsiran kita langsung berasosiasi pada otak, dan sertamerta kita pergi. Padahal proposisi makna yang kita dengar hanya sebuah kata. Kata-kata yang kita gunakan membentuk kalimat, semuanya adalah proposisi yang mengandung makna yang berasosiasi di dalam otak. Otak secara otomatis dan cepat menafsirkan proposisi tersebut dan seseorang akan segera menetapkan pilihan atau sikap.

10. Argument, yaitu tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alas an tertentu. Seseorang berkata, “gelap”. Orang itu berkata gelap sebab ia menilai intensitas cahaya dalam


(38)

ruangan itu sedikit, sehingga cocok dikatakan gelap. Dengan demikian argumen merupakan tanda yang berisi penilaian atas alasan, mengapa seseorang barkata demikian. Tentu saja penilaian tersebut harus tetap mengandung kebenaran.

F. Fokus Penelitian

Penelitian berfokus pada pemaknaan tanda pada beberapa gambar karikatur karya M. Mice Misrad dalam buku Politik Santun Dalam Kartun baik yang berupa teks, warna, ekspresi dan komposisi gambar. Pemaknaan tersebut dengan menggunakan teknik analisis semiotika Peirce, dimana

gambar karikatur itu akan dikelompokkan dahulu menjadi icon, symbol, dan

indeks dan kemudian dikaitkan antara teks dan konteks yang melatar belakangi karikatur tersebut.

G. Metode Penelitian

G.1. Tipe dan Dasar Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan kualitatif interpretatif untuk mengemukakan gambaran dan pemahaman mengenai penafsiran makna dalam karikatur politik dengan menggunakan paradigma konstruktif. Selain itu penelitian ini juga menggunakan teknik analisis isi dengan pendekatan analisis semiotika untuk mengulas apa saja makna tanda yang disampaikan karikaturis dalam karyanya.


(39)

G.2. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini, moral yang dimaksud adalah segala prinsip baik atau buruk dan benar atau salah yang melekat dalm masyarakat, yang berdasarkan adat istiadat atau kebiasaan masyarakat Indonesia dan kode etik DPR. Dan kritik yang ditinjau dalam bentuk karikatur politik adalah mengenai moral anggota DPR yang berupa ucapan, tingkah laku dan kebijakan yang pernah diambil pada tahun 2010 dan 2011 berdasarkan persepsi karikaturis.

Dan untuk batasan karikatur politiknya adalah karikatur-karikatur yang pernah dimuat dalam Harian Rakyat Merdeka pada kurun waktu 2010-2011 yang kemudian dijadikan satu dalam buku Politik Santun Dalam Kartun yang mewakili kritikan akan moral anggota DPR.

G.3. Unit Analisis

Dalam buku Politik Santun Dalam Kartun, terdapat 27 karikatur anggota DPR dari 195 karikatur yang lain. Kemudian dari 27 karikatur anggota DPR, peneliti memilih 7 karikatur yang mewakili batasan penelitian yang akan dianalisis. Peneliti beralasan karena tidak semua karikatur DPR dalam buku ini menggambarkan moral anggoat DPR dan hanya 7 karikatur tersebut yang merupakan karikatur dengan penggambaran moral anggota DPR.


(40)

G.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti ada dua, yaitu:

1. Data Primer dengan cara pengumpulan data dokumentasi yaitu

dengan melakukan pemilihan karikatur politik yang akan diteliti sesuai kebutuhan penelitian.

2. Data Sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari kepustakaan

yang ada, baik berupa buku, jurnal, internet, maupun bahan tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

G.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah semiotik dari Charles S. Peirce, hal ini dikarenakan Peirce menjadikan tanda tidak hanya sebagai representatif, tetapi juga interpretatif sehingga tanda yang muncul tidak hanya mewakili suatu hal, namun juga membuka peluang bagi penafsiran yang lebih dalam lagi. Data yang telah terkumpul dan dianggap mewakili kemudian dianalisis

dengan cara pengelompokan berdasarkan kategori icon, symbol, serta

indeks dan disajikan dalam bentuk tabel. Tabel tersebut digunakan untuk mempermudah proses pemaknaan untuk kemudian dianalisis.

Tabel 1.1 Kerja Analisis

Unit Analisis Visual Karikatur Politik


(41)

Setelah dikelompokkan dan dianalisis menggunakan tabel tersebut, data teks yang telah diperoleh kemudian di definisikan secara sistematis tentang tanda visual yang terdapat dalam karikatur politik. Hal tersebut digunakan untuk mengetahui makna di balik tanda yang terdapat dalam karikatur anggota DPR, dan kemudian akan dijelaskan secara rinci dengan analisis semiotika. Selain dikaji sebgai teks, secara kontekstual juga dilakukan dengan cara dihubungkan dengan situasi yang sedang terjadi pada waktu itu, sehingga dapat dijaga signifikasi permasalahan serta menghindari pembiasan tafsiran.


(1)

Peierce membagi tanda berdasarkan interpretant ke dalam rheme, dicent sign atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Dicent sign adalah tanda sesuai kenyataan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.

Berdasarkan klasifikasi tersebut, Peirce (Pateda,2001:45-47) membagi tanda menjadi sepuluh jenis, yaitu20 :

1. Qualisign, yaitu kualitas yang dimiliki oelh suatu tanda. Semisal, suara keras menandakan seseorang sedang marah atau menginginkan sesuatu.

2. Iconic Sinsign, yaitu tanda yang memperlihatkan kemiripan, semisal foto, peta, diagram atau tanda baca.

3. Rhematic Indexcial Sinsign, yaitu tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu. Contohnya, pantai yang berombak besar dan sering merenggut nyawa orang yang berenang di sana, kan dipasang bendera bergambar tengkorak yang memiliki makna berbahaya, dilarang berenang.

4. Dicent Sinsign, yaitu tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Semisal, tanda dilarang merokok di area bebas asap rokok. 5. Iconic Legisign, yaitu tanda yang menginformasikan norma atau

hukum yang berlaku.

20


(2)

6. Rhematic Indexcial Legisign, yaitu tanda yang mengacu kepada objek tertentu, semisal kata ganti penunjuk.

7. Dicent Indexcial Legisign, yaitu tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi. Tanda berupa lampu merah yang berputar-putar di atas mobil ambulans menandakan ada orang sakit atau orang tengah dilarikan ke rumah sakit.

8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yaitu tanda yang dihubungkan dengan objek melalui asosiasi ide umum. Semisal, kita melihat gambar kotak, lantas kita menyebutnya kotak. Mengapa demikian, dikarenakan terdapat asosiasi antara gambar dengan benda yang kita ketahui.

9. Dicent Symboli atau Proposition (Proposisi) adalah tanda yang langsung berhubungan dengan objek melalui asosiasi dalam otak.

Jika seseorang berkata, “pergi!!” penafsiran kita langsung

berasosiasi pada otak, dan sertamerta kita pergi. Padahal proposisi makna yang kita dengar hanya sebuah kata. Kata-kata yang kita gunakan membentuk kalimat, semuanya adalah proposisi yang mengandung makna yang berasosiasi di dalam otak. Otak secara otomatis dan cepat menafsirkan proposisi tersebut dan seseorang akan segera menetapkan pilihan atau sikap.

10. Argument, yaitu tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap

sesuatu berdasarkan alas an tertentu. Seseorang berkata, “gelap”.


(3)

ruangan itu sedikit, sehingga cocok dikatakan gelap. Dengan demikian argumen merupakan tanda yang berisi penilaian atas alasan, mengapa seseorang barkata demikian. Tentu saja penilaian tersebut harus tetap mengandung kebenaran.

F. Fokus Penelitian

Penelitian berfokus pada pemaknaan tanda pada beberapa gambar karikatur karya M. Mice Misrad dalam buku Politik Santun Dalam Kartun baik yang berupa teks, warna, ekspresi dan komposisi gambar. Pemaknaan tersebut dengan menggunakan teknik analisis semiotika Peirce, dimana gambar karikatur itu akan dikelompokkan dahulu menjadi icon, symbol, dan indeks dan kemudian dikaitkan antara teks dan konteks yang melatar belakangi karikatur tersebut.

G. Metode Penelitian

G.1. Tipe dan Dasar Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan kualitatif interpretatif untuk mengemukakan gambaran dan pemahaman mengenai penafsiran makna dalam karikatur politik dengan menggunakan paradigma konstruktif. Selain itu penelitian ini juga menggunakan teknik analisis isi dengan pendekatan analisis semiotika untuk mengulas apa saja makna tanda yang disampaikan karikaturis dalam karyanya.


(4)

G.2. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini, moral yang dimaksud adalah segala prinsip baik atau buruk dan benar atau salah yang melekat dalm masyarakat, yang berdasarkan adat istiadat atau kebiasaan masyarakat Indonesia dan kode etik DPR. Dan kritik yang ditinjau dalam bentuk karikatur politik adalah mengenai moral anggota DPR yang berupa ucapan, tingkah laku dan kebijakan yang pernah diambil pada tahun 2010 dan 2011 berdasarkan persepsi karikaturis.

Dan untuk batasan karikatur politiknya adalah karikatur-karikatur yang pernah dimuat dalam Harian Rakyat Merdeka pada kurun waktu 2010-2011 yang kemudian dijadikan satu dalam buku Politik Santun Dalam Kartun yang mewakili kritikan akan moral anggota DPR.

G.3. Unit Analisis

Dalam buku Politik Santun Dalam Kartun, terdapat 27 karikatur anggota DPR dari 195 karikatur yang lain. Kemudian dari 27 karikatur anggota DPR, peneliti memilih 7 karikatur yang mewakili batasan penelitian yang akan dianalisis. Peneliti beralasan karena tidak semua karikatur DPR dalam buku ini menggambarkan moral anggoat DPR dan hanya 7 karikatur tersebut yang merupakan karikatur dengan penggambaran moral anggota DPR.


(5)

G.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti ada dua, yaitu: 1. Data Primer dengan cara pengumpulan data dokumentasi yaitu

dengan melakukan pemilihan karikatur politik yang akan diteliti sesuai kebutuhan penelitian.

2. Data Sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari kepustakaan yang ada, baik berupa buku, jurnal, internet, maupun bahan tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

G.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah semiotik dari Charles S. Peirce, hal ini dikarenakan Peirce menjadikan tanda tidak hanya sebagai representatif, tetapi juga interpretatif sehingga tanda yang muncul tidak hanya mewakili suatu hal, namun juga membuka peluang bagi penafsiran yang lebih dalam lagi. Data yang telah terkumpul dan dianggap mewakili kemudian dianalisis dengan cara pengelompokan berdasarkan kategori icon, symbol, serta indeks dan disajikan dalam bentuk tabel. Tabel tersebut digunakan untuk mempermudah proses pemaknaan untuk kemudian dianalisis.

Tabel 1.1

Kerja Analisis Unit Analisis Visual Karikatur Politik


(6)

Setelah dikelompokkan dan dianalisis menggunakan tabel tersebut, data teks yang telah diperoleh kemudian di definisikan secara sistematis tentang tanda visual yang terdapat dalam karikatur politik. Hal tersebut digunakan untuk mengetahui makna di balik tanda yang terdapat dalam karikatur anggota DPR, dan kemudian akan dijelaskan secara rinci dengan analisis semiotika. Selain dikaji sebgai teks, secara kontekstual juga dilakukan dengan cara dihubungkan dengan situasi yang sedang terjadi pada waktu itu, sehingga dapat dijaga signifikasi permasalahan serta menghindari pembiasan tafsiran.


Dokumen yang terkait

Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Korelasinya Dengan Pelaksanaan Teori Kedaulatan Rakyat.

8 114 110

Minat Menonton anggota Dewan Perwakilan Daerah Tapanuli Selatan terhadap Berita Politik Di Metro TV ( Studi Korelasi Tentang Tayangan Berita Politik Dan Minat Menonton Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tapanuli Selatan Terhadap Metro TV )

1 39 143

KRITIK POLITIK DALAM GAMBAR KARIKATURAnalisis Semiotik Karikatur “ Memerangi Penyakit Korupsi ” Karya Pramono R. Pramudjo.

0 6 2

KRITIK POLITIK DALAM GAMBAR KARIKATUR Analisis Semiotik Karikatur " Memerangi Penyakit Korupsi " Karya Pramono R. Pramudjo.

9 34 42

BUKU POLITIK SANTUN DALAM KARTUN KARYA MUHAMMAD MICE MISRAD: KAJIAN SEMANTIK DAN PRAGMATIK

0 8 15

BUKU POLITIK SANTUN DALAM KARTUN KARYA MUHAMMAD MICE MISRAD: KAJIAN SEMANTIK DAN PRAGMATIK

0 4 8

PENYIMPANGAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESOPANAN WACANA KARTUN PADA BUKU POLITIK SANTUN DALAM KARTUN Penyimpangan Prinsip Kerja Sama Dan Prinsip Kesopanan Wacana Kartun Pada Buku Politik Santun Dalam Kartun Karya Muhammad Mice Misrad.

0 0 17

PENDAHULUAN Penyimpangan Prinsip Kerja Sama Dan Prinsip Kesopanan Wacana Kartun Pada Buku Politik Santun Dalam Kartun Karya Muhammad Mice Misrad.

0 2 9

PENYIMPANGAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESOPANAN WACANA KARTUN PADA BUKU POLITIK SANTUN DALAM KARTUN Penyimpangan Prinsip Kerja Sama Dan Prinsip Kesopanan Wacana Kartun Pada Buku Politik Santun Dalam Kartun Karya Muhammad Mice Misrad.

0 2 26

Analisis Tindak Tutur Pada Teks Kartun Politik Santun Dalam Kartun II Karya Muhammad Mice Misrad.

0 1 7