Penanggulangan Masalah Pemalsuan Dalam Obat Dan Makanan Yang Diperdagangkan : kajian hukum Islam

PENANGGULANGAN MASALAH PEMALSUAN
DALAM OBAT DAN MAl(ANAN YANG
DIPERDAGANGl(AN (l(AJIAN HUKUM ISLAM) ··

Oleh
AFIFUDDIN
103043127944
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN HUKUM
FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 l\1/1429 H

PENANGGULANGAN MASALAH PEMALSUAN
DALAM OBAT DAN MAKANAN YANG
DIPERDAGANGKAN (KAJIAN HUKUM ISLAM)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syari' ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Satjana I-Iukum Islam (S. H. I)
Oleh:

AFIFUDDIN
NIM. 103043127944
Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I

Pembirr.l::>ing II

Euis Amal a. M. Ag.
NIP.150
264

Barnbang a
S., S.H., M.H.
N . 150 293 226

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN HUKUM
FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M/1429 H

KATAPENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah swt, atas segala rahmat, inayah dan
karnnia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini yang
berjudul "PENANGGULANGAN MASALAH PEMALSUAN DALAM OBAT DAN
MAKANAN YANG DIPERDAGANGKAN (KAJIAN HUKUM ISLAM)". Sholawat

serta salam kepada makhluk Allah yang sempurna sekaligus kekasih-Nya, baginda
Nabi besar Muhammad saw yang telah menghantarkan alam ini dari zaman kegelapan
hingga menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Penelitian ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Hukum Islam (SHI) pada Procli Perbandingan Madzhab dan Hukum, konsentrasi
Perbandingan Mazhab dan Fiqh, Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam

N egeri S yarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis mengncapkan banyak-banyak terima kasih kepada segenap pihak
yang telah banyak membantu dalam memberikan saran-saran, motivasi dan arahan
serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Di antaranya
ucapan terimakasih tersebut ditujukan kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Prof. Dr.

Komaruddin Hidayat.
2. Dekan Fakultas Syari'ah dan I-Iukum; Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Drs. H.M. Amin Suma, S.H., MA., MM.

DAFTARISI

Hal
KATA PENGANTAR. ......................................................................................... i
DAFTAR 181 ........................................................ :............................................... iii
BABI


PENDARULUAN

A. Latar Belakang............ ...... .......... ............................................ . 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................... 7

D. Metode Penelitian ..................................................................... 8
E. Sistematika Pembahasan ........................................................... 12

BABU

JUAL BELi DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN
HUKUM POSITIF

A. Pengertian Jual Be ti . ... .......... . ........ ........ ... ........... ..... ........... 14
B. Macam-Macam Jual Beli .......................................................... 18
C. Hak Memilih dalam Jual Beli .................................................... 23

D. Jual Beli Tedarang .................................................................... 25


BABIU

MASALAH PENGGUNAAN ZAT ADIKTIF DALAM OBAT
DANMAKANAN

A. Penyalahgunaan Formalin

dan

Zat

Makanan. .........................................

Adiktif Lainnya

pada

.................................. 31

B. Makanan Berbahan Formalin Ditinjau dari Aspek Manfaat dan

Mudharatnya serta Motivasi Dalam Penggunaannya ................. 34
C. Macam-Macam Zat Kimia Berbahaya untuk Dikonsumsi dan
Aki bat yang Ditimbulkan .......................................................... 41
D. Tujuan Pembentukan Undang-Undang dan Pemidanaan serta
Konsep Maqashid Syari'ah dalam Islam ................................... 44
E. Aspek Hukuman Bagi Pelaku Pemalsuan Obat dan Makanan .... 64

BAB IV

UPA YA

DALAM

PENANGGULANGAN

MASALAII

PEMALSUAN JUAL BELi OBAT DAN MAKANAN

A. Analisis terhadap Kasus-Kasus di BPOM Mengenai Praktek

Pemalsuan Obat dan Makarian .. ... ... ..... .... ..... .. .. .. .... ... ........ .. ....... 76
B. Penguatan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-

Undang Pidana .. ... ... ..... .. ... .... ... ... .. ... .. ... ....... .... ... .. .. ... ...... ... ........ 88
C. Memberikan Pendidikan dan Sosialisasi Kepada Masyarakat
dengan Data yang Konkrit .... .. ... ... ... .. ....... ... .. .... ....... .... ... ... .. ... .. . 91

BABV

PENUTUP

A.

Kesimpulan .............. .. ........ ........ .... ......... .. ................ ............... 99

B.

Saran-saran............................................................................... 10 1

DAFTARPUSTAKA .............................................................................................. 103

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB!

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Kill-IP) bisa dikatakan sebagai "kitab
suci" bagi para advokat, hakim, jaksa, polisi, akademisi, serta para mahasiswa
hukum. KUHP merupakan panduan ba1:,>i mereka untuk menentukan apakah suatu
perbuatan merupakan tindak pidana atau bukan, dan pelakunya pantas dihukum
atas perbuatan tersebut atau tidak. Tidak dapat dipungkiri, selama puluhan tahun
bahkan sampai kini, Indonesia belum memiliki KUHP sendiri. KUHP yang
digunakan di Indonesia masih merupakan KUHP waiisan daii pemerintahan
Hindia Belanda (Wetboek van Stafrecht).
Telah diketahui bersama bahwa dalam KillIP di dalamnya membahas kurang
Iebih

masalah-masalah

yang


menjurus

kepada

hal-hal

yang

berbau

kejahatan/kriminal, seperti pembunuhan, pengancaman, pemerkosaan, penipuan
dan masih banyak lagi bentuk-bentuk kejahatan yang sekarang makin banyak lagi
bentuk-bentuknya. Oleh karena itu penulis sangat tertarilk: pada kasus pemalsuan
barang-barang kebutuhan pokok/vital, seperti yang sekarang sangat dilk:hawatirkan
para konsmnen dalain memilih obat dan makanan, yang sudah banyak dijadikan
modus pemalsuan. Bahan-bahan pokok tersebut di antaranya seperti ikan (kakap
merah) yang disepuh dengan pewarna baju dan pada obat-obatan sudah banyak
sekali yang melakukan pemalsuan dengan memakai nama merek obat terkenal
tersebut. Semua ini berdampak bukan hanya saja pada kerugian materiil semata,


tetapi yang lebih penting akibatnya terhadap kesehatan dan keselamatan para
konsumen itu sendiri. Penulis juga mempertanyakan dimana letak kekuatan serta
keefektifan dari KUHP sendiri.
Padahal dalam syari' at Islam tel ah banyak sekali dalil-dalil yang intinya
sangat memperhatikan kemashlahatan dan menjaga manusia dari kemudharatan
yang dapat mengakibatkan kerusakan di muka bumi ini. Salah satunya yang
meajelaskan dan memerintahkan kita dalam ha! pemiagaan, agar kita jangan
sampai melakukan segala sesuatu yang bersifat memgikan orang lain. Dalam ayat
yang lain Allah memerintahkan kita supaya memakan makanan yang halal/baik,
dan Ia pun telah menjelaskan makanan yang dihararnkan-Nya. Seperti dalam surat
Al-Baqarah ayat 172-173 dan surat An-Nisa ayat 29 :

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika
benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam
Keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka ticlak acla closa baginya. Sesungguhnya

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al·Baqarah: 172-173)

Dalam surat An-Nisa dijelaskan :

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu". (An-Nisa: 29)
Dalam kehidupan sehari-hari kita memang tidak dapat lepas dari aktivitas jual
beli. Sebab dari aktivitas tersebut kita dapat memenuhi kebutuhan hidup, baik
untuk kebutuhan pribadi maupun untuk kebutuhan rumah tangga, sekaligus dalam
kegiatan jual beli tersebut dijadikan sebagai sarana interaksi antar sesama dari
hiruk pikuknya kehidupan kota yang serha dinamis. Namun sesuai dengan
perkembangan zaman dan tingkat kompetisi kehidupan yang semakin tinggi, jika
diperhatikan akhir-akhir ini banyak sekali prilaku dari oknum-oknum pedagang
yang dengan sengaja melakukan kecurangan-kecurangan bahkan pemalsuan, demi
keuntungan yang ia peroleh tanpa memikirkan dampak dari apa yang telah ia
perbuat. Dalam melakukan pemalsuan terhadap obyek-obyek vital, seperti apa
yang telah diungkap di atas, mereka melak-ukannya terhadap makanan seperti
ikan, makanan ringan seperti kerupuk dan masih banyak lagi bahan-bahan
kebutuhan pokok yang mereka jadikan modus pemalsuan, contoh lain seperti
me1tjual bakso memakai daging tikus dan babi, bahkan mereka sudah berani
melakukan pemalsuan terhadap obat-obatan yang seharusnya sangat dilindungi

oleh pihak-pihak terkait. Masih banyak lagi pemalsuan-pemalsuan yang dilakukan
oleh oknum-oknum pedagang. Namun semua itu terjadi bukan semata-mata
karena oknum- pedagang tersebut ingin mengeruk keuntungan yang berlipat dari
usahanya melakukan pemalsuan tersebut. Kalau ingin melihat kebelakang, bahwa
sebab-sebab banyak terjadinya tindak pidana yang belakangan ini mudah sekali
terjadi karena ada beberapa faktor yang rnempengaruhinya, dan kita tidak bisa
serta merta menyalabkan sepenuhnya kepada si pelaku., walau memang
perbuatannya tersebut melanggar hukum yang berlaku. Perubahan-perubahan
sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat dapat terjadi oleh karena bermacammacam sebab. Sebab-sebab tersebut dapat berasal dari masyarakat itu sendiri
(sebab-sebab intern) maupun dari luar masyarakat tersebut (sebab-sebab ekstem).
Sebab-sebab intern dapat berupa pertambahan atau berkurangnya penduduk;
penemuan-penemuan baru; pertentangan (conflict); atau mungkin karena
terjadinya suatu revolusi. Sebab-sebab ekstem mencakup apa-apa yang berasal
dari lingkungan alam fisik. 1
Tidak bisa dipungkiri bahwa sejak runtuhnya orde lama sampai sekarang orde
baru, bangsa ini terns mengalarni keterpurukan disebabkan salah satu warisan
orde lama yaitu hutang-hutang yang sangat berlimpah kepada negara-negara
asing.Tak hanya itu, para pelaku koropsi dan para pejabat "kotor" yang sampai
sekarang masih tetap tenang berada di atas angin tanpa tersentuh oleh hukun1

1

Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2006), Ed 1-16, h. 112.

yang sesunggnhnya. Terpuruknya bangsa ini sangat dirasakan oleh rak:yat kecil
yang hanya bisa pasrah kepada keadaan. Salah satu penyebab dari maraknya
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi adalah faktor ekonorni yang bermula
dari banyaknya tindakan pemecatan terhadap karyawan dan susahnya mencari
lapangan pekerjaan yang layak. Di Jakarta misalnya, tercatat sebanyak 605.924
orang usia kerja tidak memiliki pekerjaan. Dari jumlah tersebut sebanyak 261.612
pengangguran atau 40% di antaranya korban dari penmtusan hubungan kerja
(PHK). 2 Itu terjadi pada .beberapa tahun silam, mungkin sekarang bisa bertambah
beberapa kali lipat jumlahnya mengingat banyaknya tindak kriminal belakangan
ini, yang salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi yang semakin hari
semakin mencekik leher.
Salah satu contoh kasus penipuan obat yang terjadi di jalan Ekor Kuning,
Pluit, Jakarta Utara. Sebuah rumah yang dijadikan sebagai tempat memproduksi
(pabrik) berbagai obat bermerek yang diduga palsu digerebek polisi. Obat yang
diproduksi meliputi obat pereda rasa sakit, anti alergi, obat tradisional asam urat
dan flu tulang.
Dari penggerebekan itu, lalu polisi menangkap tiga orang sebagai pelakunya.
Selain itu, polisi juga menyita sejumlah dokumen dan melakukan penyelidikan
sehubungan dengan keabsahan dokumen tersebut, dan mengungkap adanya
dugaan pemalsuan dalam produksi obat yang dijual pahrik tersebut ke masyarakat

"Metropolitan, Pengangguran Potensial Tingkatkan 1/ndak kセェ。ィエョ@
Jurn'at 29 November 2002.
2

", Kompas, Jakarta.,

utaセ@

GERPUSTAKAAN
\ ' U!N SYAh!D JAK)\RTA..
I

\,

umum. Untuk menghindar darl Kecungaan aparat, pabrik obat tersebut semula
berkamuflase sebagai pabrik pennen. Produksi obat tersebut sudah diperkirakan
setahun berjalan.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
Dalam masalah jual beli, baik itu dalam huknm Islan1 maupun hukunl positif
banyak sekali Undang-Undang yang telah ada yang untuk mengatur jalannya
praktek jual beli itu sesuai dengan yang diharapkan. Seperti Undang-Undang
Pidana pasal 386, UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan, UU No. 23 tahun 1992
pasal 82 ayat 2 dan UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Tetapi
walaupun sudah banyak aturan yang mengaturnya, masih saja ada dari oknum
pedagang yang melanggar aturan-aturan tersebut. Diantara pedagang/pelaku
usaha akhir-akhir ini sering melakukan pemalsuan dengan memasukan zat-zat
berbahaya pada obat dan makanan. Dalam melakukan perbuatan pidana tersebut
mereka melakukannya dengan mencampurkan zat-zat berbahaya tersebut kedalam
makanan seperti mie basah, tahu dan ikan. Tetapi ada juga yang melakukannya
dengan cara memasukan zat berbahaya tersebut kedalam obat yang sebenarnya
sangat dilarang dalam pemakaiannya.
Pada masalah yang cukup menarik dan terhitung kasus baru yang sekarang
sedang gempar-gemparnya ini, kiranya penulis ingin membatasi mengenai apa
saja yang sekiranya akan dibahas dalam penulisan ini. Dalan1 membatasi
penulisan ini, penulis lebih menekankan kepada kasus-kasus, kepastian hukunl
bagi seseorang yang melakukan tindak pidana pemalsuan terhadap obat dan

makanan yang setiap saat dapat dikonsmnsi oleh masyarakat, serta solusi juga
strategi yang dianggap tepat bagi penyelesaian kasus tersebut.
Sesuai dengan latar belakang yang penulis ajukan, maka perlu adanya
perumusan masalah yang menjadi sasaran penulisan. Adapun pennasalahan yang
akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana praktek pemalsuan obat dan makanan dalam jual beli?

2. Zat-zat apa saja yang kerap digunakan sebagai bahan campuran obat dan
makanan?
3. Hukmnan apakah yang akan diterima para pelaku pemalsuan obat dan
makanan menurut hukum positif dan hukum Islam ?
4. Bagaimanakah solusi dan strategi yang tepat dalam upaya meminimalisir
kasus pemalsuan obat dan makanan?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian skripsi ini, adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui berbagai macam praktek pemalsuan obat dan makanan yang
selama ini beredar.
2. Mengidentifikasi zat-zat berbahaya yang sering dijadikan campuran pada obat
dan makanan.
3. Mengetahui hukmnan bagi pelaku pemalsuan obat dan makanan menurut
hukum positif dan hukmn Islam.
4. Menganalisis solusi dan strategi dalam upaya meminimalisir kasus pemalsuan
obat dan makanan.

Dalam penulisan ini terdapat dua kegunaan. Di antaranya kegunaan tersebut
ada yang bersifat "akademis", yang di dalamnya mengungkap dan menguraikan
tentang bagaimana sebenarnya kegiatan jual beli yang seharusnya dan tidak
melanggar hukum serta fenomena-fenomena yang terjadi belakangan ini yang
kontradiksi dengan apa yang menjadi sunnatullah dan segala etika yang
seharusnya kita terapkan dalam kehidupan pribadi kita khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Dengan semakin banyalmya oknum-oknum pedagang yang
semakin berani melakukan penipuan, terutama pada produk obat-obatan dan
makanan yang otomatis dikonsumsi oleh masyarakat itu sendiri. Dan untuk
manfaat yang kedua adalab manfaat yang bersifat "praktis ", yang secara
langsung memberikan gambaran dan solusi kepada para pibak yang terkait, dalam
ha! ini adalab pemerintab dan segenap staf-stafnya agar secara sigap menangani
masalab ini dan menuntaskannya dengan jalan memberikan solusi terbaik, seperti
memperknat serta menerapkanlmenjalankan Undang-Undang (pidana dan
perlindungan konsumen) dan memberikan kepastian hukurn bagi para pelakn
pemalsuan tersebut.
Tidak ada penelitian tanpa adanya sebuab obyek, oleh karena itu penuiis
dalam menuangkan ide-idenya menggunakan penelitian yang bersifat studi kasus,
yang lebih menekankan kepada kasus-kasus yang ada di suatu lembaga-lembaga
yang terkait dengan judul tulisan tersebut, ditambah dengan data pustaka sebagai
data pelengkap. Dalam hal ini yang menjadi obyek dalam penulisan ini adalah:

Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang terletak di

n. Percetakan Negara No.

23 Jakarta.
D. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian lni Berupa :

Dalam penulisan skripsi ini, penulis rnenggunakan rnetode yang berjenis
penelitian yuridis atau legal, yang secara umurn adalah bagian dari jenis-jenis
penelitian sejarah yang terbagi empat yaitu : Penelitian sejarah komparatif,
Penelitian yuridis atau legal, Penelitian biografis dan Penelitian bibliografis. 3
Namun penulis hanya rnenekankan pada penelitian yuridis atau legal, yaitu:
metode yang digunakan untuk menyelidiki hal-hal yang menyangkut masalah
hukum pada masa sekarang. Oleh karena itu penelitian jenis ini dinamakan
penelitian yuridis. Bukan hanya menggunakan metode penelitian yuridis, tetapi
penulis menggunakan pula metode studi atau penelitian komparatif, yang ingin
mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisis
faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode yang bersifat
deskriptif, yaitu sebuah penelitian yang bertujuan memberikan garnbaran
sebenamya yang terjadi di lapangan, atau dapat pula dikatakan suatu penelitian
pada sskslompok rnanusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.4 Tujuan dari

3

4

Moh. Nazir, Metode Pe11e/itia11, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2003), Cet Kelima, h. 52.
Ibid., h. 54.

penelitian deskriptif ini adalah untuk mernbuat deskripsi, gambaran atau lukisan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki.

5

2. Sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut :
Sebagaimana telah lazim diketahui bahwa di dalam sebuah penelitian, datadata yang diperoleh dibedakan dari cara kita memperolehnya. Data tersebut ada
yang dapat diperoleh langsung dari rnasyarakat dan ada yang diperoleh dari bahan
pustaka. Yang pertama disebut data primer atau data dasar (primary data atau

basic data) dan yang kedua dinamakan data sekunder (secondary data). Data
primer diperoleh langsung dari sumber pertama, yaitu perilaku warga masyarakat,
melalui penelitian. Data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen
resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan
seterusnya. 6
Pada penelitian ini, penulis membatasi penggunaan sumber data yakni
menggunakan sumber data yang kedua yaitu data sekunder (secondary data),
karena melihat penelitian yang penulis tulis adalal1 penelitian hukum yang dapat
dibatasi pada penggunaan studi dokumen atau bahan pustaka saja. 7 Oleh karena
itu penulis mendapatkan sumber data melalui buku-bulrn (library research), dan
hasil-hasil penelitian yang bersifat laporan, dokumen-dokumen resmi yang
didapatkan langsung dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
'Ibid.., It. 53.
6

7

Soerjono Soekanto, J>engantar J>enelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), Cet 3, h. 11.

Ibid.., h. 66.

Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder belaka, seperti yang penulis lakukan dapat dinamakan penelitian
hukum normatif atau penelitian kepustakaan (disamping adanya penelitian hukum
sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer). Penelitian hukum
normatif atau kepustakaan tersebut mencakup:
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum
b. Penelitian terhadap sistematika hukum
c. Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal
d. Perbandinga.n hukum
e. Sejarah hukum

8

3. Teknik pengumpulan data

Pada penulisan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang
bersifat hukum normatif (/.,gal research), yang hanya merupakan studi dokumen,
yang sumb.:r-sumber datanya memakai data sekunder yang berupa peratura.nperaturan, perunda.ng-undangan, keputusan-keputusan pengadilan, teori-teori
hukurn, dan pendapat-pendapat sarjana hukum terkemuka. Itu pula sebabnya
peuulis menggunakan analisis secara kualitatif (analisis normatif-kualitatif)
karena data yang diperoleh bersifat kualitatif. 9

• Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Pene/itim1 Hulam1 Normatif Suatu TinjmUI11 Singkat
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet 5, h. 13.
9
Rianto Adi, Metodologi Pene/itian Sosial dan Hula1m (Jakarta: Granit, 2004), Ed Pertama,
h. 92.

4. Teknik analisis data
Analisis data terdiri dari

analisis kuantitatif dan kualitatif. Dalam

menganalisis data kuantitatif, data yang berbentuk angka dan dihitung untuk
mengetahui jawaban masalah yang diteliti.. Sebaliknya, data kualitatif merupakan
data yang tidak berbentuk angka.
Dilibat dari sifat datanya tadi, analisis dibedakan menjadi analisis yang
bersifat kuantitatif dan kualitatif. Namun disini penulis menggnnakan tekuik
analisis kualitatif, yaitu analisis pada data-data yang tidak hisa dihitung, bersifat
monografis atau berwujud kasus-kasus ( sehingga tidak dapat disusun ke dalam
suatu struktur klasifikatoris). 10
Penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku pedoman penulisan skripsi yang
dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum.

E. Sistematika Penulisan
Penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima bah ditambab dengan data
kepustakaan sebagai baban rujukan, dengan sistematika ウセ「。ァゥ@

berikut :

1. Bab pertama yaitu Pendabuluan yang terdiri dari : (1) Latar belakang masalab;
(2) Pembatasan dan Perumusan Masalah; (3) Tujuan dan Kegnnaan
Penelitian; (4) Metode Penelitian; ( 5) Sistematika Penulisan..
2. Bab kedua di dalamnya membahas mengenai : (I) Pengertian jual beli; (2)
Macam-macam Jual Beli; (3) Hak pilih dalam jual beli; (4) Jual Beli
Terlarang.
'°Ibid.., h. 128.

3. Bab ketiga di dalamnya membahas mengenai: (1) Pe11yalahgunaan Formalin
dan Zat Adik:tif Lainnya pada Obat dan Makanan; (2) Makanan Berbahan
Formalin Ditinjau dari Aspek Manfaat dan Mudharatnya serta Motivasi dalam
Penggunaannya, (3) Macam-macam Zat Berbahaya yang Berada dalam Obat
dan Makanan serta Akibat yang Ditimbulkanuya (4) Tujuan Pembentukan
Undang-Undang dan Pemidanaan serta Konsep Maqashid Syari'ah dalarn
Islam; (5) Aspek Hukuman bagi Pelaku Pemalsuan Obat dan Makanan.
4. Bab keempat menerangkan rnengenai: Upaya dalam Penanggulangan Masalah
Pemalsuan Jual Beli Obat dan Makanan: (1) Analisis terhadap Kasus-kasus di
BPOM Mengenai Praktek Pemalsuan Obat dan Makanan; (2) Penguatan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Pidana (3)
Memberikan Pendidikan dan Sosialisasi kepada Masyarakat dengan Data
yang Konkrit.

5. Bab kelirna berisi kesimpulan-kesimpulan dari penulisan skripsi ini dan saransaran kepada pihak-pihak terkait yang bertujuan sebagai rnasukan agar bisa
lebih baik kedepannya.

BAB.II
JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUiruM ISLAM

A. Pengertian Jual Beli
Adapun yang dimaksud dengan jual beli atau "perikatan", ialah: Suatu

hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang
memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang /ainnya,
sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan tersebut. 1
Dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1457 dikatakan, bahwa
jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga
yang telah dijanjikan. 2
Dalam suatu perjanjian, diperlukannya syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Seperti apa yang telah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
pada pasal 1320, seperti:
I. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu ha! tertentu;
4. Suatu sebab yang halal. 3

1

Subekti, Pokok-Poknk Hu/mm Perdata (Jakarta: PT. Intennasa, 2003), Cet 31, h. 122.
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-·Undang Hukum Perdata (Jakarta: Pradnya
Paramita, 2004), Cet 34 (edisi revisi), h. 366.
3
Ibid. h. 339.
2

Jual beli dalam hukum Islam mengandung beberapa definisi. Ada yang
menurut istilah bahasa (etimologi) ada yang menurut istilah (terminologi).
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai', al-Tijarah dan alMubadalah, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Fathir, ayat 29:

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menajkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi ". (Fathir: 29)
Dalam Surat Al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman:

Artinya: "Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan /antaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkanjual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya".

Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai
berikut:

1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan;
2. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar-menukar yang sesuai dengan aturan
syara';
3. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf), dengan ijab
4

dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan syara' .

Di atas disebutkan berulang kali "Sesuai dengan syara'", yang dimaksud
dengan sesuai dengan syara' (sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,
dalam hal ini baik itu hukum Islam ataupun hukum negara) adalah: memenuhi
segala persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat atau rukun--rukun tersebut tidak
terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara' dan bisa mengakibatkan
jual beli tersebut batal.
Dalam jual beli ada syarat dan rukunnya, yang menjadikan jual beli itu suatu
kegiatan yang bermanfaat, terlebih adanya suatu aturan yang bisa memberikan
suatu keputusan apakah jual beli itu sah atau tidak dan apakah jual beli tersebut
baik di mata hukum atau malah melanggar ketentuan hukum yang mengatumya.
Adapun rukun-rukun dalam jual beli adalah sebagai berikut:
4

Hendi Suhendi, FiqhMuamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Ed 1-2, W. 67.

a. Akad (ijab qabul);
b. Orang yang berakad (penjual dan pembeli); dan
c. Ma'kud alaih (obyek akad/barangnya).
Sedangkan syarat-syarat jual beli yang berkaitan pula dengan rukunrukunnya diatas adalah:
1) Syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai berikut:
a) Jangan ada pemisah antara penjual dan pembeli, baik itu dalarn hal ijab qabul
sendiri (pembeli jangan diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan
sebaliknya), rnaupun dalarn hal tempat mereka bertransaksi.
b) Jangan diselingi kata-kata lain diantara ijab dan qabul. 5
2) Syarat-syarat orang yang berakad diantaranya:
a) Baligh (dewasa).
b) Berakal dan dapat mem:..edakan (memilih antara yang baik dan tidak). Akad
orang gila, orang mabuk, anak kecil yang belum bisa membedakan (memilih)
tidak sah. Jika anak kecil yang sudah dapat membedakan (memilih)
dinyatakan valid (sah), dan kevalidannya tergantung kepada izin walinya,
dalam hal ini orang

tua

atau keluarga. Namun jika ada seseorang yang

terkadang sadar dan tidak, maka untuk setiap akad yang ia lakukan dianggap
valid (sah) jika ia dalam keadaan sadar saja. 6

49.

5

Ibid., h. 71.

6

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12 (te1j) Kamaluddin A. Marzuki (Bandung: PT. Al-Ma'arit), h.

c) Beragama Islam, syarat ini dikhususkan pada pembeli saja dalam benda-benda
tertentu (dahulu), misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang
beragama Islam kepada pembeli yang bukan beragarna Islam, sebitb besar
kemungkinan sang pembeli akan merendahkan si abid yang beragama Islam
tersebut.7
3) Sedangkan syarat-syarat barang yang akan diakadkan, harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) Barangnya diharuskan barang yang bersih.

2) Dapat dimanfaatkan.
3) Milik orang yang melakukan akad.

4) Mampu menyerahkannya.
5) Mengetahui (wujud barang).

6) Barangnya harus sudah ada saat akad. 8
B. Macam-Macam Jual Beli
Dalam hukum Islam maupun hukum positif terdapat pembagian mengenai
macam-macam jual beli. Narnun yang lebih ditekankan terdapat dalarn hukum
Islam yang secara tegas membagi jual beli itu kepada beberapa bentuk, terutama
jika ditinjau dari segi benda yang dijadikan obyek jual beli, yang dikemukakan
oleh Imam Taqiyuddin diantaranya:

7

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Ed 1-2, h. 71.
' Sabiq, Fikih Sunnah 12, h. 49.



セQ@

PERPUSTAKAAN UTAMA
LJIN SYAHID JAKARTA

!

'

I

ᄋセ@

1. Jual beli benda yang nyata/kelihatan, yaitu: jual beli yang pada waktu
akadnya barang yang akan diakadkan/diperjual belikan ada didepan penjual
dan pembeli.
2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjmljian ialab: jual beli

salam (pesanan). Dasar hukum dan cara jual beli ini terdapat dalam firman
Allah SWT, surat al-Baqarab ayat 282:

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. danjangan/ah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menu/is, dan
hendak/ah orang yang berhutang itu mengimla-kan (apa yang akan ditulis
itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang
yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimla-kan, maka hendaklah walin:ya mengimla-kan dengan jujur, dan
persaksikan/ah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan

dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika
seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi
itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; danjanganlah
kamujemu menulis hutang ilu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayamya, yang demikian itu, lebih adil di sis_i Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan Jebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulis/ah mu'amalahmu itu}, kecuali jika mu'amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada
dosa bagi kamu, (jika} kamu tidak menulisnya, dan persaksikanlah apabila
kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.
Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya ha! itu adalah
suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu ".

Fuqaha sepakat bahwa salam itu untuk semua barang yang ditakar atau
ditimbang; berdasarkan hadits shahih yang terkenal dari Ibnu Abbas r.a. Ia
berkata:
'

i!.J)\'.il\ _J オェQIセ@
イセ@

,,l\

;).'.i セ@

セ@

ᄏセi|@

セ@
<

ョIGNLセオY@

. ', ' ' 1· Mセ@ " , .u:uJI : t ..- 4.JlC

f"" _J

HNIセ@

セiHZLN⦅@

(r-b_, '5.)u..,JI セヲエャI@

,,

(""'"""-' , -

4.,Jk NFiセ@

.r_,.t..:. セi@

セi@

セ@

セi@

t - • Nセi|@
,
1.5"!""' @セ



(j_,..,,.J Jlli

.)J i_,.t..:. i;,;):,:,

Artinya: "Nabi SAW dacang ke Madinah, dan pada saat itu orang banyak
sedang mengadakan sa/am pada tamar (anggur) untuk jangka waktu dua
dan tiga tahun. Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa
mengutangkan, hendak/ah ia tnengulangkan dalam hatga yang diketahui
(jelas) dan timbangan yang diketahui (jelas) hingga masa yang diketahui
(jelas) ''. (HR. Bukhari dan Muslim)9
Dalam sa/arn berlaku semua syarat jual beli, namun dalam jual beli ini
terdapat beberapa tambahan syarat yang harus dipenuhi kedua belah pihak,
diantaranya:

9

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mtljtahid, Analisa Fiqih Para Mtljtahid 3 (terj}, Imam Ghazali Said,
Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), Cet II, h. 16.

a. Ketika melakukan akad salam, disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin
dijangkau pembeli, baik berupa barang yang ditakar, ditimbang, atau barang
yang diukur.
b. Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisa mempertinggi maupun
memperendah harga barang tersebut. Pada intinya harus disebutkan semua
identitas dari barang tersebut oleh orang yang ahli dalam bidang tersebut.
Dalam ha! ini termasuk kualitas barang itu.
c. Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa
didapatkan dipasar.
d. Harga hendaknya dipegang ditempat akad berlangsung. 10
3. Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat. Jual beli seperti ini
yang dilarang dalam Islam karena barang yang akan diperjual belikan tidak
tentu atau masih gelap, sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari
hasil yang tidak dibenarkan oleh hukum seperti mencuri ataupun dari barang
yang dititipkan yang akhirnya akan menimbulkan kerugian salah satu kedua
belah pihak.
Dalam hukum positif juga ada berbagai macam perikatan, seperti dalam
hukum Islam. Di antara macam-macam perikatan tersebut, diantaranya:
a. Perikatan

bersyarat

(voorwaardelijk)

adalah:

Suatu

perikatan

yang

digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu
akan atau tidak terjadi.
10

Hendi Suhendi, FiqhMuamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Ed 1-2, h. 76.

b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (tijdsbepaling).
Perbedaan suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu adalah: kalau suatu
syarat adalah berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak
akan terlaksana, namun kalau suatu ketetapan adalah suatu hal pasti akan
datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan akan datangnya, seperti
kematian seseorang.
c. Perikatan yang di dalamnya diperbolehkan untuk memilih bila didalamnya
terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang
diserahkan yang mana ia akan lakukan.
d. Perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidair), adalah suatu
perikatan di mana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak berhutang
berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Tetapi
perikatan seperti ini belakangan jaraug terjadi.
e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi. Apakah suatu
perikatan dapat dibagi atau tidak, tergautung pada kemungkinan tidaknya
membagi prestasi. Pada hakikatnya tergantung pula dari kehendak atau
maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjaujian. Persoalan dapat
dibagi atau tidaknya suatu perikatan barulah tarnpil dimuka apabila salah satu

dari pihak tersebut digantikan oleh orang lain. Biasanya hal ini terjadi apabila
salah satu pihak meninggal dunia yang digantikan oleh ahli warisnya. Namun
apabila tidak ada perjanjian sebelumnya antara pihak tersebut, maka perikatan
tersebut tidak boleh dibagi-bagi.

f. Perikatan dengan penetapan hukuman. Untuk mencegah jangan sampai si
berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam prak:tek
banyak dipakai perjanjian di mana si berhutang dikenakan suatu hukwnan,
apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini, biasanya ditetapkan
dalam suatu jumlah uang tertentu, yang sebenamya merupakan suatu
pembayaran kerugian yang telah ditetapkan semula oleh para pembuat
perjanjian. 11
C. Hak Memilih dalam Jual Beli
Dalam jual beli dalam Islam, diperbolehkan memilih, apakah akan
meneruskanjual beli tersebut atau membatalkannya. Khiar itu terbagi tiga macam
yaitu:
L Khiar majelis, artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih akan
melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduanya masih ada
dalam satu tempat (majelis), khiar majelis boleh dilakukan dalam berbagai
jual beli. Rasulullah SAW, bersabda:

Artinya: "Penjual dan pembeli boleh khiar selama be/um berpisah" (HR.
Bukhari dan Muslim)
Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka khiar majelis
tidak berlaku lagi (batal).

11

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), Cet 31, h. 128.

2. Khiar syarat, yaitu penjualan yang didalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh
penjual maupun pembeli, seperti seseorang berkata "saya jual rumah ini
dengan harga 100.000.000,00 dengan syarat khiar selama tiga hari".
Rasulullah SAW, bersabda:

Artinya: "Kamu boleh khiar pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga
hari tiga malam" (Riwayat Baihaqi)
3. Khiar 'aib, artinya dalam setiap jual beli itu disyaratkan suatu kesempurnaan
benda-benda yang telah dibeli, seperti seseorang berkata "saya beli mobil ini
seharga sekian, tetapi apabila pada mobil ini terdapat cacat maka saya akan
kembalikan", seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari
Aisyah r.a, bahwa seseorang telah membeli budak, kemudian budak tersebut
disuruh berdiri didekatnya, didapatinya pada diri si budak tersebut kecacatan,
lalu diadukan11ya kepada Rasul, maka budak tersebut dikembalikan pada
penjual. 12
Me11genai masa khiar, bagi fuqaha yang membolehkannya, menurut Malik
pada dasarnya tidak ada batasan tertentu, melainkan ditentukan berdasarkan besar
kecilnya keperluan, dengan memandang kepada macam--macam11ya barang.
Dengan demikian, masa tersebut berbeda-beda menurut perbedaan barang yang
dijual. Secara ringkas, Malik tidak membolehkan masa yang panjang yang dapat
memisahkan pemilihan barang yang dijual Syafi'i dan Abu Hanifah herpendapat.
12

Hendi Suhendi, Fiqh Muama/ah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Ed 1-2, ti. 83.

bahwa masa khiar itu tiga hari tidak boleh lebih dari itu. Sedangkan Ahmad, Abu
Yusuf clan Muhammad bin Hasan berpendapat bahwa khiar dibolehkan hingga
13
masa yang telah disyaratkan. Dawud juga mengemukakan bal serupa.

Dalam hukum positif-pun ada hak memilih bagi konsumen (pembeli) apabila
dalam jual beli tersebut tidak sesuai dengan yang telah menjadi perjanjian
sebelumnya atau dalam barang tersebut ada sesuatu yang tidak sesuai dengan
yang diharapkan oleh si pembeli. Dalam hukum positif hak memilih ini masuk
kedalam perikatan yang membolehkan bagi si pembeli untuk memilih, apakah

akan diteruskan atau dibatalkan. Hal ini senada dengan pasal 1267 KUH PL-rdata:
"Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika
hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak lain untuk memenuhi
perjanjian ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian disertai penggantian
biaya kerugian dan bunga".
D. Jual Beli Terlarang
Dalam setiap jual beli hukum asalnya adalah halallboleb, sebagaimana firman
Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 275:

Artinya: "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ". (AlBaqarah:275)

13

Ibnu Rusyd, Bidayahtl Mujtahid, Analisa Fiqih Para Mujtahid 3 (terj), Imam Ghazali Said,
Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani,2002), Cet II, h. 36.

Tetapi pada kenyataannya banyak daripada pedagang/pelakn usaha yang
melakukan tindakan yang melanggar hukum, seperti telah di ungkap sebelumnya
mereka memasukan dan mencampurkan obat dan makanan dengan zat berbahaya.
Hal tersebut membuat jual beli yang tadinya dihalalkan oleh Allah menjadi suatu
yang dilarang atau bahkan diharamkan. Karena dengan menjual barang dengan
kcadaan yang seperti itu, sudah barang tentu membahayakan pembeli. Hal
tersebut sangat dilarang dalam Islam, karena dapat membuat dharar/bahaya yang
sangat besar.
Oleh karena itu dalam Islam terbagi ke dalam beberapa bentuk jual beli
yang dilarang/terlarang dan batal hukumnya, diantaranya:

l. Barang yang dihukumi najis oleh agama, seperti an3mg, babi, berhala
(patung), bangkai dan khamar (minun1an keras/beralkohol), Rasulullah SAW

セyN@

bersabda:

llY,,j:J Ai1

ul (Jli F-' セ@
」セ@

_, HNᆪ⦅[セQ@

.&1 セ@

, .111 JY,.:J ;::ir .i..lc Ai1 セ⦅I@
bi_,_;) ヲャNjLセ⦅@

iiJ.y...\l:J セQ[jZL@

Y.4- 0CJ.1..11 &.

Artinya: "Dari Jabir r.a, Rasu/ullah SAW: bersabda, Sesungglmya Allah dan
Rasul-Nya telah menglzaramkan menjual arak (minuman keras), bangkai,
babi dan berhala (patung) ". (Riwayat Bukhari dan Muslim)
2. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan
dengan domba betina agar memperoleh turunan. Jual beli ini haram
hukurnnya.
3. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli
seperti ini dilarang, karena barangnya belum ada dan tidak tampak.

4. Jual bell dengan muhaaqalah. Haaqalah berarti tanah, sawab, dan kebun
Maksud muhaaqalah di sini ialah me1tjual hasil tanam-tanaman yang masih
berada di ladang atau di sawah. Hal ini dilarang karena ada persangkaan riba
di dalamnya, karena tidak adanya kejelasan dan kepastian (gharar).

5. Jual beli dengan mukhadarah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas
untnk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang
masih kecil-kecil, dan yang lain sebagainya. Hal ini dilarang karena
barangnya masih samar, karena mw1gkin saja bWlh tersebut jatuh tertiup angin
kencang atau hujan sebelum diambil oleh si pembelinya.
6. Jual beli dengan mulamasah, yaitu jual beli dengan cara sentuh menyentuh
seperti sehelai kain yang di sentuh dengan tangan (si pembeli) di waktu
malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh bennti telall membeli
kain tersebut. Hal ini dilarang karena mengandung unsur penipuan dan
kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
7. Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, scpcrti
seseorang berkata, "lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti
kulemparkan pula apa yang ada padaku". Setelah tei:iadi lempar melempar,
te1jadilall jual beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak
adanya ijab qabul.
8. Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual bWlh yang basall dengan bua..'1
yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi yang basah,

Untukjual beli diatas, tepatnya pada nomor 14-17. Jual beli tersebut dilarang,
tetapi sah bila dilakukan hanya saj a orang yang melakukan jual beli tersebut
berdosa karena melaknkan hal yang tidak semestinya dilakukan dalam jual beli.

BAB ID
MASALAH PENGGUNAAN ZAT ADil