Pengasuhan anak usia dini dalam sorotan agama

PENGASUHAN ANAK USIA DINI DALAM SOROTAN AGAMA

1

Faizah Ali Syibromalisi MA.
Email. faizahalis@gmail.com
Pendahuluan
Mengasuh dan membesarka anak merupakan rutinitas tak terlepaskan dari
biduk rumah tangga. Pada dasarnya yang paling pantas dan berhak untuk
mengasuh anak ialah ibu. Kecuali dalam kondisi tertentu, maka ayah atau
keluarga yang bersangkutan memperoleh hak asuh tersebut. Namun karena
banyaknya perempuan yang berkarir keluar rumah atau diranah publik , peran
ayahpun di ikut sertakan. Pengasuhan anakpun tidak lagi terfokus dalam
keluarga tapi bisa berpindah ketempat –tempat penitipan anak atau yang di kenal
saat ini sebagai “daycare.”
Tentu daycare yang diharapkan untuk menggantikan peran orangtua itu
bukan hanya sebagai tempat penitipan anak semata tetapi harus memiliki fasilitas,
sarana prasarana dan program-program pendidikan yang dibutuhkan dalam
tumbuh kembang anak dari semua aspek, fisik psikologis, akhlak dan
inteligensinya. Sehingga kurangnya waktu yang disediakan orang tua bagi anak
untuk menanamkan aspek-apek tersebut bisa terpenuhi oleh keberadaan daycare.

Makalah singkat ini mencoba memaparkan nilai-nilai agama dalam
pengasuhan anak yang akan diterapkan dalam pengasuhan di daycare. Karena
nilai-nilai agama merupakan kebutuhan yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan
seorang anak manusia.
Pengasuhan dan Pembinaan Anak Pasca kelahirannya
Berbeda dengan binatang yang masa kecilnya singkat, begitu lahir langsung
dapat berdiri dan berjalan, manusia dilahirkan dalam keadaan lemah. Firman
Allah swt.
‫ خلق اإنسا ضعيفا‬Karena lemahnya manusia, masa kecilnya menjadi
panjang sehingga anak perlu pemeliharaandan pengasuhan sejak dilahirkan
sampai anak dewasa, kwalitas pemeliharaan dan pembinaan serta pengasuhan
anak ketika kecil ini akan menjadi dasar kwalitas hidupnya kelak. Di masa-masa
inilah peran orang tua dalam pendidikan pengasuhan anak dirasakan urgensinya.
Rasulullah saw bersabda . ‫كل م ل د ي لد علي الفطرة فأب ا ي دان أ ي صران أ ي جسان‬
Artinya:” Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, orangtuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” Berikut ini beberapa kebutuhan
vital yang harus dipenuhi bagi upaya pengasuhan dan pembinaan anak yang
berkwalitas :
1


Makolah ini dipresentasikan dalam Workshop Pengelola Daycare UIN Syarif
Hidayatullah Jkarta. Tgl 11 Oktober 2014 di Hotel T kebayoran lama.

1

1. Pemenuhan kebutuhan akan ketahanan pisik.
Untuk memperoleh tubuh anak yang sehat, anak membutuhkan gizi
seimbang. Rendahnya asupan gizi yang diperoleh selama masa anak dalam
kandungan dan masa balita akan menyebabkan tumbuh kembangnya menjadi
tidak optimal. Dengan kondisi seperti ini anak ketika masuk sekolah, kalah
bersaing memperebutkan prestasi di sekolah. Begitu juga dalam lapangan
pekerjaan, apalagi di era keterbukaan seperti sekarang ini, di mana kita tidak lagi
hanya bertarung dengan bangsa sendiri, tapi juga dengan seluruh bangsa di dunia .
2. Pemenuhan kebutuhan psykologis.
Dalam proses tumbuh kembang menjadi anak yang sehat rokhani dan
jasmani, anak membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Sentuhan-sentuhan
keluarga yang memancarkan kehangatan, ketulusan dan kedamaian yang
dipancarkan orang tua atau pengasuhnya memiliki makna hakiki yang begitu
mendalam bagi fungsi-fungsi jiwa seorang anak, seperti fungsi berfikir, merasa,
mengindra dan mengintuisi. Ke empat fungsi dasar ini-melalui mekanisme yang

kompleks- berperan membentuk individualisasi seorang anak yaitu proses untuk
menjadi diri atau realisasi diri. Sentuhan-sentuhan ini nyaris tak tergantikan dalam
menaungi perkembangan fungsi-fungsi jiwa anak sepanjang pergulatannya
membangun jati diri. Anak yang terpenuhi kebutuhan psykologisnya akan tumbuh
menjadi anak dengan emosi stabil, mudah berkomunikasi dan tidak penakut.
Diantara bentuk-bentuk sentuhan psykhologis yang dibutuhkan anak adalah:
a. Memeluk dan mencium anak.
Ketika Nabi saw sedang memeluk dan mencium kedua cucunya Hasan dan
Husein, seorang Arab dari kampung heran, sehingga ia bertanya mengapa Nabi
seorang kepala negara dan pemimpin umat mencium anak kecil. Nabi kemudian
balik bertanya apakah orang Arab itu tidak mencium anak-anaknya. orang Arab
itu menjawab “tidak, bahkan ia mengatakan bahwa anaknya yang berjumlah
sepuluh orang belum pernah satupun diciumnya. ”. Lalu Nabi bersabda yang
artinya:” bukan dari golongan kami (orang Islam) orang yang tidak menyayangi
anak kecil dan tidak menghormati orang yang sudah tua”. (HR Bukhari dan
Muslim)
b. Menghormati dan mengelus kepala anak.
Sahabat Anas bin Malik menagtakan bahwa Nabi ketika mengunjungi
sahabat-sahabatnya di Madinah, beliau tidak hanya memberi salam kepada para
sahabat tapi juga memberi salam kepada anak-anak yang sedang bersama mereka.

Nabi juga mengelus-ngelus kepala anak-anak tersebut sebagai tanda kasih
sayangnya. Mengelus kepala anak merupakan bentuk ekspresi kasih sayang
kepada anak.

2

c. mengajak bermain dan bercanda
Abu Hurairah mengatakan bahwa ia melihat Nabi dengan mata kepalanya
sedang bermain dengan kedua cucunya. Keduanya bergantian menaiki punggung
Nabi sampai puas. Dalam peristiwa lainnya, Nabi sedang sujud ketika cucunya
menaiki punggungnya. Nabi tidak bangun dari sujudnya sampai cucunya puas
menunggangi punggungnya.
d. Selalu diajak berkomunikasi
Komunikasi sangat penting antara orang tua atau pengasuh dengan anak,
melalui komunikasi terjadi kedekatan dan saling pengertian.anak dengan mudah
bisa diajak kerjasama. Sebaliknya kurangnya komunikasi antara orangtua atau
pengasuh, anak sulit diajak kerjasama karena ia tidak begitu saja meyakini apa
manfaat permintaan atau perintah orangtua atau pengasuhnya. Ia bahkan curiga
orangtua atau pengasuhnya akan menyakitinya. Contoh komunikasi yang baik
antara anak dan orang tua digambarkan al-Qur’an dalam kisah penyembelihan

putranya Ismail, simbol pengorbana seorang hamba terhadap kholiknya.
                 
                  
  
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk
orang-orang yang saleh.. Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan
seorang anak yang Amat sabar.. Maka tatkala anak itu sampai (pada
umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai
anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah
kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".Qsas-Shoffat
37/100-102
Saat-saat sekarang ini banyak banyak anak menjadi korban pencabulan,
maka komunikasi menjadi penting untuk melindungi anak. Anak harus selalu
dibiasakan untuk selalu menceritakan apa saja yang terjadi saat di sekolah, tempat
bermain, tempat mengaji dan tempat lain yang tidak mendapat pengawasan orang
tua atau pengasuh.
3. Pembinaan mental.
Pembinaan mental anak yang berumur 0-12 tahun membutuhkan perhatian

khusus. Menurut tokoh perkembangan psykososial Erik Erikson, pembinaan anakl
usia 0-12 tahun terbagi menjadi 4 stadium psykososial yang masing-masing
melibatkan polaritas permasalahan sendiri. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
pada usia 0-1 tahun perlu terbentuk kepercayaan dasar pada bayi yang bersumber
dari perhatian dan pengertian yang konsisten yang diberikan orang tua atau

3

pengasuhnyai. Pada umur 1-3 tahun perlu terbentuk perasaan mampu otonom atau
mandiri pada diri anak, maka dalam stadium ini, orang tua atau pengasuh tidak
perlu terlalu melindungi anak agar perasaan mandiri pada anak berkesempatan
tumbuh dan berkembang secara alamiah. Pada umur 3-6 tahun anak amat
memerlukan identifikasi dengan tokoh kunci yang sama jenis kelaminnya, dalam
hal ini ayah bagi seorang anak laki-laki dan ibu bagi seorang anak perempuan.
Pada usia ini anak laki-laki dan anak perempuan sudah harus dipisahkan kamar
tidurnya atau kamar istirahatnya sebagaimana diperintahkan oleh baginda Nabi.
Sedangkan pada umur 6-12 tahun anak perlu diberi kesempatan untuk mencapai
taraf keyakinan bahwa dalam berbagai hal dirinya benar-benar kompeten. Dalam
persfektif ini harus kita sadari bahwa pengasuhan dan pembinaan fungsi-fungsi di
atas benar-benar menjadi tanggung jawab orang tua atau pengasuhnya.

4. Pembinaan akhlak
Menanamkan sopan santun, budi pekerti atau akhlakul karimah bagi anak
adalah tugas utama orang tua atau pengasuhnya. Proses penanaman nilai-nilai
akhlak ini akan dilanjutkan oleh para guru di sekolah dan masyarakat. Ketiga
unsur ini harus saling peduli dan bekerjasama secara harmonis serta
berkesinambungan. Penanaman nilai-nilai dalam rangka pembentukan watak anak
adalah merupakan proses informal, maka anggapan yang mengatakan bahwa
sekolah bertanggung jawab penuh atas penanaman budi pekerti anak, adalah
anggapan yang keliru, karena sekolah merupakan lembaga pengajaran, titik
beratnya adalah pembentukan intelektual. Penanaman nilai-nilai akhlakul karimah
ini dilakukan sejak usia anak satu tahun.
Sudah tentu proses penanaman inilai-nilai ini tidak berbentuk materi
pelajaran, tapi berupa tindakan langsung sebagai kasus sehari-hari, misalnya anak
diajarkan hormat pada orang tua sebagaimana firman Allah QS luqman 31/14yang
artinya; dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Anak diajarkan mengucapkan salam ketika hendak memasuki rumah, harus
mengetuk pintu kalau akan memasuki kamar orang lain, dirumah kalau ayah

sedang tidur, anak dilarang ribut, kalau di daycare teman sedang tidur anak
dilarang mengganggu atau ribut. kalau mengganggu teman hingga timbul
keributan anak harus ditegur atau dihukum. Larangan-larangan ini harus disertai
penjelasan yang logis sehingga anak mengerti kesalahannya. Orang tua dan
pengasuh harus mengajari kepada anak tentang “budaya malu” memperlihatkan
anggota tubuh yang sama sekali tidak boleh diperlihatkan, dilihat, dijamah,
bahkan disakiti orang lain meskipun sesama jenis kelamin.

4

Sesuai dengan tahap pertumbuhan anak, daya tangkap dan daya serap
mentalnya,. Penanaman nilai-nilai akhlakuk karimah harus secara pelahan dan
bertahap. Dalam hal ini orang tua dirumah dan pengasuh di daycare harus
bertindak sebagai contoh atau panutan, anak diajar selalu bersikap jujur, siap
membantu orang lain berempati, toleran,mencintai sesama, anak diajar beringkah
laku sopan, anak diajar peduli pada orang lain dsb. Semua aspek ini bisa dberikan
melalui praktek langsung sehari-hari, bisa juga melalui cerita/kisah karena kisahkisah yang bernilai edukatif konstruktif merupakan sarana pembinaan watak yang
ampuh bagi anak.
Selain berfungsi sebagai teladan, orang tua dan pengasuh harus intervensi
mencegah perbuatan anak yang salah dan melestarikan sikap anak yang positip.

Penanaman nilai-nilai budi pekerti ini amat penting dalam rangka pembentukan
sikap sopan santun anak, karena sopan santun dan tata krama adalah perwujudan
dari jiwa yang telah berisi nilai-nilai moral dan akhlak, untuk selanjutnya isian
moral dan akhlak ini akan berkembang bersama isian lain dan akan dijadikan nilai
yang dipedomani dalam peri laku keseharian anak.
Dengan nilai-nilai moral yang tertanam di dalam jiwa anak sejak kecil, anak
tidak akan mudah terombang ambing dalam arus pergaulan. Kalupun zaman
berubah bersamaan dengan masuknya berbagai budaya luar dan perangkat
teknologi di era globalisasi ini dimana tata krama dan sopan santun mengalami
modifikasi tetapi nilai-nilai inti yang ditanamkan sejak dini akan tetap lestari.
Nilai-nilai inilah yang akan membedakan hal-hal yang baik dari hal-hal yang
kurang baik atau buruk. Nilai-nilai ini akan dijadikan sebagai landasan bagi anak
dalam pengambilan keputusannya.
5. Pemenuhan kebutuhan spiritual.
Kebutuhan spiritual yaitu kebutuhan mengungkapkan relasi ketaatan
dengan Tuhan. Penanaman ketaatan pada perintah agama atau ketakwaan
hendaknya ditanamkan sejak dini sebagai bagian dari hidup bukan sebagai
pengetahuan secara bertahap. Anak diajarkan dasar-dasr tauhid, rukun iman rukun
islam, shalat, bersabar dalam melaksanakan tugas dan ketika harus mencegah halhal yang dianggap melanggar peraturan di daycare. Anak harus diajar rendah hati
atau tidak sombong kepada temannya . Rujukan kita dalam hal ini adalah firman

Allah
               

                
   
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan

5

bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. QS Luqman 31/ 16-17
Orangtua dan pengasuh membimbing anak melaksanakan ibadah dimana
orangtua dan pengasuh menjadi panduan. Mulai bangun tidur anak diajarkan
berdoa dan bersyukur, sebelum dan sesudah makn, ketika akan berpakaian, ketika
bersendawa, doa sebelum tidur dan sebagainya. Diusahakan anak melaksanakan

sholat tepat waktu dibimbing oleh orangtua atau pengasuhnya, m.eskipun itu baru
praktek shalat sambil bermain, bukan shalat sesungguhnya. Berbagai pertanyaan
anak yang menyangkut keberadaan dirinya atau yang terkait dengan soal-soal
agama harus dijawab oleh orangtua dengan simpel logis dan bisa dicerna oleh
anak.
Perilaku yang harus dihindari dalam Pengasuhan Anak
Proses pengasuhan dan pembinaan anak dalam keluarga adalah hasil
interaksi antara anak dan orangtua pengasuh sebagai pengganti orangtua. Anak
belajar atau meniru perbuatan dan tingkah laku orangtua dan pengasuhnya.
Berikut ini beberapa tindakan yang harus dihindari oleh orangtua dan pengasuh,
agar proses tumbuh kembang anak tak terhambat.
1. Konsisitensi dalam pengasuhan dan pembinaan.
Konsisten atau istiqomah dalam menerapkan nilai-nilai akhlak dan
pendidikan semasa anak dalam pengasuhan dan pembinaan suatu hal yang tak bisa
ditawar lagi. Tanpa sikap konsisten dari para pengasuh, penanaman nilai-nilai
yang dimaksud tak bisa diharapkan, bahkan anak akan cenderung menyepelekan
semua nilai-nilai yang seharusnya menjadi bagan dari jati dirinya.
2. Memanjakan anak secara berlebihan.
Kasih sayang dan perhatian yang berlebihan serta proteksi yang ketat bisa
menghambat kebebasan anak dan akan merusak kepribadian anak. Anak yang
dimanja akan tumbuh egois, selalu bergantung kepada orang tua, sulit melepaskan
diri dari lingkungan keluarga dan kurang bertanggung jawab. Akibatnya anak
sukar berinteraksi dengan orang lain.
3. Bertindak diktator pada anak.
Sifat kediktatoran yang diperaktekkan orang tua terhadap anak-anaknya,
akan menciptakan anak-anak yang tergantung, kurang mandiri, kurang mampu
memikul tanggung jawab, kurang percaya diri bahkan kurang kecerdasannya.
3. Hukuman bagi anak.
Dalam bidang pengasuhan dan pembinaan, memang reward dan
punishement harus ada. Penggunaan reward sebenarnya lebih efektif dari pada

6

hukuman. Penggunaan hukuman, apalagi hukuman badan yang dikenakan terus
menerus pada anak, tanpa menjelaskan sebab-sebabnya, akan menimbulkan
perasaan marah pada anak, kemarahan ini tentu tak bisa dilampiaskan anak
kepada orangtua atau pengasuhnya karena takut, tetapi disalurkannya kepada
anak-anak teman sebayanya atau gurunya di sekolah. Anak-anak yang sering
menrima hukuman badan ini akan menjadi anak nakal dan cenderung menganiaya
temannya bahkan ketika remaja anak akan mudah melanggar norma-norma
hukum yang berlaku. Sebagai suami ia cenderung menjadi pelaku kekerasan
dalam rumah tangganya sendidri.
Penutup
Setelah paparan di atas, hendaknya para pengasuh lebih menyadari
tugasnyayang berat dalam pengasuhandan proses ppembinaan anak. Walaupun
sebenarnya tugas mendidik anak adalah tanggung jawab bersama bapak dan ibu.
Sebagai ganti keduanya, pengasuh di daycare harus memegang peran strategis,
mengingat sang ayah dan bunda harus keluar rumah untuk berkarir. Seorang
pengasuh diharapkan partisipasinya untuk membina sumber daya manusia yang
berkwalitas dan berkarakter. Kenyataan menunjukkan bahwa kemajuan suatu
negara tergantung pada kemajuan ipteknya sedangkan kemajuan iptek tergantung
pada manusia-manusia yang mengembangkannya.
Yang dibutuhkan anak dari seorang pengasuh tidak lagi hanya sekedar
kehadirannya yang terus-menerus bersama anak, tapi yang lebih utama adalah
kemampuan seorang pengasuh dalam mengaktualkan potensi anak-anak yang
berkwalitas. kemampuan ini harus dipelajari, karena kemampuan membina dan
mengembangkan potensi anak mencakup berbagai dimensi. Kewajiban orang tua
dan pengasuh tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik (sandang, pangan), tetapi
juga kebutuhan keamanan, kebutuhan sosialisasi, kehormatan dan aktualisasi diri
Diharapkan dengan berbagai upaya sederhana tapi sungguh-sungguh di
atas, anak sebagai sumber daya manusia dapat ditingkatkan kwalitasnya, sehingga
mereka kelak dewasa mampu menerima tugas-tugas membangun masyarakat yang
berkwalitas yaitu, masyarakat yang dilingkupi oleh keadilan dan kemakmuran
sebagai mana tujuan inti pembangunan di Indonesia.

7