STUDI KOMPARATIF USAHA TAMBAK UDANG VANNAME PADA MUSIM KEMARAU DAN MUSIM HUJAN DI DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULON PROGO

(1)

STUDI KOMPARATIF

USAHA TAMBAK UDANG VANNAME PADA MUSIM

KEMARAU DAN MUSIM HUJAN DI DESA KARANGSEWU

KECAMATAN GALUR

KABUPATEN KULON PROGO

Skripsi

Disusun Oleh :

Kartika Farah Istiqamah

2012 022 0097

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Studi Komparatif Usaha Tambak Udang Vanname Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan Di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, maka penulis ucapkan terimakasih kepada :

1. Ir. Sarjiyah, M.S selaku dekan fakultas pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ir. Eni Istiyanti, MP selaku ketua prodi agribisnis.

3. Francy Risvansuna F, S.P. MP selaku dosen pembimbing utama skripsi, terimakasih telah memberikan saran kepada penulis.

4. Dr. Ir. Triwara Buddhi S, M.P selaku dosen pembimbing pendamping skripsi, terimakasih telah memberikan saran kepada penulis.

5. Ir. Lestari Rahayu, M.P selaku dosen penguji skripsi, terimakasih telah memberikan saran kepada penulis.

6. Dosen dan keluarga besar Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

7. Ibu Ismawati, SH, Bapak Suhartono, Ayah Ir. M. Sayuri Rustam, MM, Om Edi Purwanto dan Ate Asrotul Mukarrohmah yang selalu mendoakanku selama ini dan memberikan motivasi serta semangat dan kasih sayang.

8. Kakak-kakak tercinta, Mas Wildan Amirul Hasan, Mba Elmy Fajriany Shidqy, Mas Subhan Arie, Mba Sandhy Hanjarnursiswati, Mba Aulia Zahra Hidayati, Mas Rahmad Dhuhurizki, adek sepupu Faiz Saifany dan


(3)

keponakan-iv

keponakanku, Aqila Riesa Putri, Kenzie Kayla Hasan, Galena Arsa Putri, Azzam Faturrahman Hasan dan Fauzan Khair Alfarizqy yang selalu mendoakanku, mensupport serta memberikan kasih sayang.

9. “BASECAMP” yang telah memberikan semangat, motivasi dan kebersamaan selama ini.

10.Teman-teman SMA dan SMP yang telah memberikan semangat untukku dan kebersamaan dari dulu sampai saat ini.

11.Serta teman-teman Agribisnis 2012 yang telah memberikan semangat dan kebersamaannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan saran penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

Yogyakarta, 30 Agustus 2016


(4)

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 8

C. Kegunaan Penelitian ... 8

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 9

A. Tinjauan Pustaka... 9

B. Kerangka Pemikiran ... 18

C. Hipotesis ... 21

III. METODE PENELITIAN ... 22

A. Metode Pengambilan Sampel ... 23

B. Teknik Pengumpulan Data ... 23

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah... 24

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 24

E. Teknik Analisis Data ... 27

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 37

A. Letak Geografis ... 37

B. Topografi dan Kondisi Tanah ... 38

C. Kependudukan ... 39

D. Sarana Prasarana dan Sarana Transportasi ... 43

E. Keadaan Pertanian ... 45

F. Keadaan Perikanan ... 46

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Identitas Penambak Udang di Desa Karangsewu ... 51

B. Analisis Usahatani ... 58


(5)

vi

D. Uji T test ... 81

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(6)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Tambak Di Kabupaten Kulon Progo Dari Tahun 2011-2014. ... 3

Tabel 2. Data Jumlah Kolam Tambak Udang di Kulon Progo Tahun 2011-2014 ... 22

Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan Desa Karangsewu ... 37

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Monografi Desa Karangsewu 2012 .... 39

Tabel 5. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Desa Karangsewu ... 40

Tabel 6. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Karangsewu ... 42

Tabel 7. Jumlah Sekolah di Desa Karangsewu ... 43

Tabel 8. Sarana Pembelanjaan Penduduk ... 44

Tabel 9. Sarana Transportasi Desa Karangewu 2012 ... 45

Tabel 10. Tanaman Pangan Desa Karangsewu 2012 ... 46

Tabel 11. Pemberian Pakan Udang Vannamei Berdasarkan Umur ... 49

Tabel 12. Penggolongan Usia Penambak Udang ... 52

Tabel 13. Petambak Udang Vannamei Menurut Jenis Kelamin ... 53

Tabel 14. Tingkat Pendidikan Penambak Udang ... 54

Tabel 15. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Pengalaman Usaha ... 55

Tabel 16. Status Profesi Sebagai Penambak Udang... 56

Tabel 17. Jumlah Tanggungan Keluarga Penambak Udang ... 57

Tabel 18. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Status Kepemilikan Lahan ... 58

Tabel 19. Penggunaan Sarana Produksi Usaha Tambak Udang Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 59

Tabel 20. Penggunaan Biaya Sarana Produksi Usaha Tambak Udang Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 61

Tabel 21. Penggunaan dan Biaya Rata-Rata Obat Cair dan Obat Padat Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan ... 63

Tabel 22. Biaya Rata-Rata Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) Penambak Udang Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan... 65

Tabel 23. Penyusutan Alat yang digunakan Oleh Penambak Udang Vanname di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 66

Tabel 24. Total Biaya Rata-Rata Eksplisit Penambak Udang Vanname Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 68

Tabel 25. Biaya Rata-Rata Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) Penambak Udang Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan... 69


(7)

viii

Tabel 26. Total Rata-Rata Biaya Implisit Penambak Udang Vanname di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan ... 71 Tabel 27. Total Biaya Penambak Udang Vanname di Desa Karangsewu Kecamatan

Galur Kabupaten Kulon Progo ... 73 Tabel 28. Penerimaan yang Diperoleh Penambak Udang di Desa Karangsewu

Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 74 Tabel 29. Pendapatan yang Diperoleh Penambak Udang Vanname di Desa

Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim

Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 75 Tabel 30. Keuntungan yang Diperoleh Penambak Udang Vanname di Desa

Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim

Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 76 Tabel 31. Nilai R/C Usaha Budidaya Udang Vanname di Desa Karangsewu

Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 77 Tabel 32. Nilai Produktivitas Lahan Usaha Budidaya Udang Vanname di Desa

Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim

Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 78 Tabel 33. Nilai Produktivitas Tenaga Kerja Usaha Budidaya Udang Vanname di Desa

Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim

Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 79 Tabel 34. Nilai Produktivitas Modal Usaha Budidaya Udang Vanname di Desa

Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim

Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 80 Tabel 35. Hasil T-Test Perbandingan Biaya, Pendapatan, Keuntungan Tambak Udang

Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 81 Tabel 36. Hasil T-Test Perbandingan Kelayakan Tambak Udang Pada Musim

Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur


(8)

ix

DAFTAR GAMBAR


(9)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Identitas Petani udang vannamei Desa Karangsewu ... 90

Lampiran 2. Status Kepemilikan lahan ... 91

Lampiran 3. Hasil Uji T-test Biaya ... 92

Lampiran 4. Hasil Uji T-test Pendapatan ... 93

Lampiran 5. Hasil Uji T-test Keuntungan ... 94

Lampiran 6. Hasil Uji T-test R/C ... 95

Lampiran 7. Hasil Uji T-test Produktivitas Lahan ... 96

Lampiran 8. Hasil Uji T-test Produktivitas Tenaga Kerja ... 97


(10)

.. j:,

KULON

PROCO

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

Kartika Farah Istiqamah

24120220A97

Dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal2T Agustus 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai bagian

persyaratan yang diperlukan guna memperoleh

deral at Sa{ ana Pertanian

Pembimbing Utarna

}rIIK : 19720629199804133046

Dr. ir. Triwara Buddhi S. MP

NIK : 195e07 12199603 133022

Yogyakarta, 30 Agustus 20i6

Penguji ./

/'/fu

/

Ir. Lestari Rahar,s" MP

NIK: 196506121 99008 1 33008

Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiph Yogyakarta

Dekan, Pernbimbing Pedamping

4^;#ilHx{

\a 1;/? (rI'

* M7jffi'FF r

3aNJ4s

3?ffi0


(11)

xii

STUDI KOMPARATIF USAHA TAMBAK UDANG VANNAME PADA MUSIM KEMARAU DAN MUSIM HUJAN DI DESA KARANGSEWU,

KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULON PROGO.

The Comparative Research of Vanname Shrimp Fishpond Exertion in Dry and Rain Seasons at Karangsewu Village, Galur, Kulon Progo

Kartika Farah Istiqamah

Francy Risvansuna F, SP, MP / Dr. Ir. Triwara Budhi S, MP Agribusiness Department Faculty of Agriculture Muhammadiyah University of

Yogyakarta

Abstract

This research is knowing about the comparison of income, cost, profit, and properly of Vanamme Shrimp Fishpond exertion in dry and rain seasons that observed from R/C, the productivity of area, manpower productivity, and capital productivity. The Basic Method is using; Descriptive Analyzed. Location of this research is in Karangsewu Village, Galur subdistrict, Kulonprogo regency. Total Sample which taken are 40 respondents of Vanamme Shrimp fishpond owner. The Analysis Results showing that the total cost in one period at dry season is Rp 161.628.778,13 and in rain season is Rp. 120.946.682,35, the revenue of vanamme shrimp fishpond exertion In dry season is Rp 346.701.983,75 and in rain season is Rp 221.825.368,21.Income of Vanamme Shrimp in dry season is Rp 190.160.965,23 and in rain season is Rp 104.922.328,35 and profit of Vanamme Shrimp Fishpond exertion in dry season is Rp 185.073.215,62 and in rain season is Rp 100.878.690,15. Vanamme Shrimp Fishpond exertion reasonable to measured by R/C . Value R/C 2,61 > 1 in dry season and in rain season is 2.09 > 1, Value productivity of area in dry Rp. 69.955,32 > from rent area. And in rain season is Rp 28.359,92 > from rent area. Value of Rp 12.486.091,47 > from manpower salary in rain season is Rp 9.088.019,81 > from manpower salary. And capital productivity is 1.70% > from interest of saving and rain season 1.20% > from interest saving. Looking from t-test experiment that vanamme shrimp fishpond exertion having the real significant difference in dry season and rain season which having difference mistake step.

Keywords : capital, income, properly, revenue, total cost, and t-test experiment of vanamme shrimp fishpond exertion


(12)

xi INTISARI

STUDI KOMPARATIF USAHA TAMBAK UDANG VANNAME PADA MUSIM KEMARAU DAN MUSIM HUJAN DI DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULON PROGO. 2012. KARTIKA FARAH ISTIQAMAH (Skripsi dibimbing oleh FRANCY RISVANSUNA F & TRIWARA BUDDHI S). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan biaya, pendapatan, keuntungan dan kelayakan usaha tambak udang pada musim kemarau dan musim hujan ditinjau dari R/C, produktivitas lahan, produktivitas tenaga kerja dan produktivtas modal. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Lokasi penelitian berada di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 40 responden penambak udang vanname. Hasil analisis menunjukkan bahwa total biaya dalam satu kali periode pada musim kemarau sebesar Rp 161.628.778,13 dan pada musim hujan sebesar Rp 120.946.682,35, penerimaan usaha tambak udang vanname pada musim kemarau sebesar Rp 346.701.983,75 dan musim hujan sebesar Rp 221.825.368,21, pendapatan udang vanname pada musim kemarau sebesar Rp 190.160.965,23 dan pada musim hujan sebesar Rp 104.922.328,35 dan keuntungan usaha tambak udang vanname pada musim kemarau sebesar Rp 185.073.215,62 dan pada musim hujan sebesar Rp 100.878.690,15. Usaha tambak udang vanname layak diukur dengan R/C, nilai R/C 2,61 > dari 1 pada musim kemarau dan pada musim hujan sebesar 2,09 > dari 1, nilai produktivitas lahan pada musim kemarau sebesar Rp 69.955,32 > dari sewa lahan dan pada musim hujan sebesar Rp 28.359,92 > dari sewa lahan, nilai produktivitas tenaga kerja sebesar Rp 12.486.091,47 > dari upah tenaga kerja dan pada musim hujan sebesar Rp 9.088.019,81 > dari upah tenaga kerja dan produktivitas modal sebesar 1.70% > dari bunga tabungan dan pada musim hujan sebesar 1.20% > dari bunga tabungan. Jika dilihat dari uji t-test maka usaha tambak udang vanname memiliki perbedaan yang nyata pada biaya, pendapatan, keuntungan dan produktivitas lahan pada musim kemarau dan musim hujan. Sedangkan jika dilihat dari R/C, produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal tidak terdapat perbedaan antara musim kemarau dan musim hujan pada tingkat kesalahan 10%.

Kata Kunci : kelayakan dan uji t-test usaha tambak udang vanname, keuntungan, total biaya, penerimaan, pendapatan,


(13)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak menampung tenaga kerja dan sebagian besar penduduk tergantung padanya.

Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan penambak dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional. Ada beberapa hal yang mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain: potensi Sumber Daya Alam yang besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, besarnya pangsa terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan.

Pembangunan pertanian pada masa lalu mempunyai beberapa kelemahan, yakni hanya terfokus pada usaha tani, lemahnya dukungan kebijakan makro, serta pendekatannya yang sentralistik. Akibatnya usaha pertanian di Indonesia sampai saat


(14)

ini masih banyak didominasi oleh usaha dengan: (a) skala kecil, (b) modal yang terbatas, (c) penggunaan teknologi yang masih sederhana, (d) sangat dipengaruhi oleh musim, (e) wilayah pasarnya lokal, (f) umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran tersembunyi), (g) akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah, (h) pasar komoditi pertanian yang sifatnya mono/oligopsoni yang dikuasai oleh pedagang-pedagang besar sehingga terjadi eksploitasi harga yang merugikan penambak.

Pembangunan wilayah merupakan upaya mendorong perkembangan wilayah melalui pendekatan komprehensif mencakup aspek fisik, sosial, maupun ekonomi. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa pembangunan suatu wilayah tidak hanya mencakup pembangunan insfratruktur dan bangunan fisik lainnya. Akan tetapi, juga mencakup pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia yang berada pada wilayah tersebut.

Di bidang pembangunan ekonomi pedesaan khususnya yang berorientasi pada sektor pertanian, lahan pantai termasuk lahan marginal. Lahan marginal adalah lahan yang mempunyai potensi rendah sampai sangat rendah untuk dapat menghasilkan suatu tanaman pertanian. Potensi yang rendah dari lahan marginal ini disebabkan oleh sifat tanah yang tidak bisa menahan air, lingkungan yang panas dan gersang, serta adanya banyak angin yang juga membawa garam yang bisa berakibat racun bagi tanaman.


(15)

Lahan pasir pantai selatan Kulon Progo DIY merupakan lahan yang didominasi oleh tanah pasir. Lahan pasir ini diendapkan oleh aktivitas gelombang laut di sepanjang pantai. Pesisir pantai Kulon Progo sepanjang garis pantai dengan panjang ± 1.8 km, terbagi dalam 4 kecamatan dan 10 desa yang mempunyai wilayah pantai dengan kondisi pesisir hampir 100% pasir dengan kedalaman air tanah antara hingga 12 meter. Lahan pasir ini juga tersebar hingga 2000m dari permukaan laut. Demikian diperkirakan luas lahan pasir pantai daerah Kulon Progo bisa mencapai 3600000 m2, atau sekitar 360 ha. Luas lahan pasir pantai daerah Kulon Progo mengakibatkan banyaknya masyarakat yang membuat usaha tambak udang di Kulon Progo. Perkembangan tambak udang di setiap tahunnya memiliki peningkatan yang cukup baik. Berikut tabel luas tambak/kecamatan pada tiap tahunnya :

Tabel 1. Luas Tambak Di Kabupaten Kulon Progo Dari Tahun 2011-2014.

No Kecamatan Luas Tambak (m²)

2011 2012 2013 2014 (April)

1 Temon 54.876 93.800 388.500 451.500

2 Wates 0 0 0 2.000

3 Panjatan 0 0 0 9.500

4 Galur 40.200 40.200 67.400 129.000

Jumlah 95.076 134.000 455.900 592.000

Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Kulon Progo

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa luas tambak per kecamatan di Kabupaten Kulon Progo pada setiap tahunnya memiliki kenaikan yang cukup signifikan. Kecamatan yang memiliki tambak yang luas pada tahun 2014 adalah Kecamatan Temon dengan luas 451.500 m². Selanjutnya Kecamatan Galur yang pada tahun 2011 dan 2012 tidak mengalami kenaikan luas tambak. Tetapi pada tahun 2014 mengalami


(16)

kenaikan yang tinggi dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 129.000 m². Sedangkan pada Kecamatan Wates dan Panjatan baru memulai usaha tambak pada tahun 2014. Luas tambak 9.500 m² pada Kecamatan Panjatan dan 2.000 m² pada Kecamatan Wates.

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang terletak di Desa Karangsewu memiliki beberapa permasalahan, yaitu pada musim hujan yang dimulai pada bulan April-Juni adalah penambak susah untuk mengatur air agar air tetap stabil tingkat salinitas (kadar garam), karena udang vannamei dapat hidup pada salinitas 0,1-60 ppt (tumbuh dengan baik 10-30 ppt, ideal 15-25 ppt) dan suhu 12-37 °C (tumbuh dengan baik 24-34 °C dan ideal pada suhu 28-31 °C). Di Desa Karangsewu penambak udang vannamei hidup pada salinitas 15-20 ppt dan suhu 25-30 °C. Tetapi pada musim hujan bisa menjadikan pengaruh buruk pada udang, yaitu air hujan dapat mengakibatkan terkikisnya tanah pematang. Apabila hasil kikisan tersebut masuk ke petak pemeliharaan maka kandungan lumpur akan semakin banyak dan meluas dalam tambak yang menjadikan lahan empuk untuk hunian penyakit. Penyakit yang sering muncul yaitu mencret atau berak berwarna putih (White Feaces Disease) terlihat pada ekor udang yang mengeluarkan kotoran dan mengembang di permukaan air, yang menjadikan udang tidak menghabiskan makanannya. Penyebabnya yaitu kuman yang menempel pada makanan. Kondisi ini menandakan bahwa dasar tambak dan perairan sudah sangat kotor dan pembentukan gas amoniak sangat tinggi. Jika udang sudah terserang penyakit mencret, kebanyakan penambak melakukan pencegahan dengan


(17)

obat pace, Pondstar-M dan ada juga penambak yang langsung melakukan pemanenan udang, meskipun udang tersebut masih terlalu kecil.

Pada musim kemarau yang dimulai pada bulan April-Juni, penambak lebih mudah untuk mengatur air, karena pada musim kemarau biasanya salinitas (kadar garam) menjadi tinggi yang menyebabkan beberapa bakteri tidak dapat hidup pada salinitas tinggi, sehingga udang terhindar dari infeksi bakteri. Namun, salinitas tinggi membuat pertumbuhan udang lambat tetapi baik untuk makhluk hidup kecil sebagai makanan udang (plankton). Pada musim kemarau juga sering ditemukan lumut dan ganggang yang tumbuh dari dasar tambak. Ganggang yang berlebihan sangat menganggu pertumbuhan udang sehingga sering dijumpai udang yang terjerat atau

bahkan udang berbalut lumut yang biasa disebut “udang jaketan”. Bila tubuh udang

sudah berbalut lumut termasuk insangnya maka udang akan kesulitan bergerak dan bernapas sehingga udang bergerak ke permukaan dan minggir ke pematang tambak dan bisa menyebabkan udang mati.

Penyakit yang menyerang pada musim hujan dan kemarau adalah penyakit ekor merah (mio), yang disebabkan oleh virus yang menjadikan kangkang udang berwarna merah dan bisa menular ke udang yang lainnya. Tetapi jika udang sudah terkena penyakit mio, penambak tidak melakukan pencegahan, dikarenakan sampai saat ini belum ada obat untuk pencegahan penyakit mio. Maka penambak langsung melakukan pemanenan udang tersebut. Tetapi ada juga penambak yang memberikan kapur pertanian agar membuat suhu air menjadi hangat. Dengan itu, udang akan


(18)

menyerap okseigen lebih banyak. Selanjutnya virus yang menyerang udang diantaranya, yaitu Taura Syndrome Virus (TSV). Pada umumnya virus ini terjadi pada umur 14-40 hari setelah penebaran benur di tambak. Apabila penyakit terjadi pada umur 30 hari pertama, maka infeksi berasal dari induk. Tetapi jika lebih dari 60 hari infeksi berasal dari lingkungan. Infeksi TSV ada dua fase, yaitu fase akut dan kronis. Pada fase akut akan terjadi kematian massal dan warna tubuh yang kemerahan. Udang yang bertahan hidup dari serangan TSV, akan mengalami fase kronis. Pada fase kronis, udang mampu hidup dan tumbuh relative normal dengan tanda bercak hitam. Namun udang tersebut merupakan pembawa (carrier) TSV yang dapat ditularkan ke udang lain yang kondisinya sehat.

Dari hasil pra survey penelitian, menurut penambak udang hasil dari pendapatan dan keuntungan usaha tambak udang vannamei pada musim hujan lebih rendah dibandingkan pada musim kemarau, dikarenakan banyaknya penyakit yang menyerang udang pada musim hujan yang mengakibatkan hasil panen udang lebih sedikit dibandingkan musim kemarau. Perbedaan musim juga membuat para penambak membudidayakan udang dengan jumlah yang berbeda, yaitu pada musim kemarau penambak menaburkan benur lebih banyak dibandingkan dengan pada musim hujan. Para penambak mengantisipasi pada musim hujan untuk menaburkan benur lebih sedikit dikarenakan penambak tidak mau rugi di saat panen udang, dikarenakan musim hujan rentan terhadap penyakit. Jika dilihat dari tenaga kerja, ada beberapa penambak udang mengatakan bahwa pada musim hujan tenaga kerja agak


(19)

bermalas malasan dibandingkan musim kemarau, dikarenakan jika hujan tiba dan di saat waktu hujan bertepatan dengan pemberian pakan untuk udang tenaga kerja agak bermalas malasan keluar untuk memberikan pakan.

Air merupakan faktor penentu daya dukung tambak pada tiap musim. Jika mutu air baik daya dukung tambak akan semakin tinggi, sebaliknya jika mutu air rendah maka daya dukungnya pun rendah. Untuk menjaga mutu air di tambak, maka salah satu caranya adalah penambak harus melakukan pergantian air tambak (pressing) agar menjaga kualitas air. Biasanya pergantian air dilakukan pertama kali saat benur udang di tambak berumur 30 hari. Pada umur tersebut benur sudah cukup kuat melawan arus air yang masuk lewat pintu pmasukan. Pada bulan pertama pemeliharaan di tambak, pergantian air sebanyak 5-10% dan ditingkatkan hingga mencapai 30% menjelang panen.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Mengapa penebaran benur udang vanname pada musim kemarau dan musim hujan berbeda?

2. Apa dan berapa biaya yang digunakan untuk budidaya udang vanname di Desa Karagsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo?


(20)

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perbandingan biaya, pendapatan dan keuntungan usaha tambak udang pada musim hujan dan kemarau.

2. Untuk mengetahui kelayakan usaha tambak udang pada musim hujan dan kemarau dilihat dari R/C Produktivitas Lahan, Produktivitas Tenaga Kerja dan Produktivitas Modal.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan oleh beberapa pihak, diantaranya:

Bagi peneliti, bisa dijadikan proses pembelajaran dalam penerapan ilmu dan berguna untuk menambah pengetahuan dalam bidang sosial, ekonomi. Bagi penambak, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan usaha tambak udang. Bagi pemerintah hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan perencanaan proyek pertanian. Bagi peneliti lain, bisa dijadikan sebagai bahan pengetahuan dan informasi serta perbandingan penelitian yang serupa atau lebih lanjut.


(21)

9

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Udang Vannamei

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang yang memiliki pertumbuhan cepat dan nafsu makan tinggi, namun ukuran yang dicapai pada saat dewasa lebih kecil dibandingkan udang windu (Paneus monodon), habitat aslinya adalah di perairan Amerika, tetapi spesies ini hidup dan tumbuh dengan baik di Indonesia. Di pilihnya udang Vannamei ini di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu (1) sangat diminati dipasar Amerika, (2) lebih tahan terhadap penyakit dibanding udang putih lainnya, (3) pertumbuhan lebih cepat dalam budidaya, (4) mempunyai toleransi yang lebar terhadap kondisi lingkungan (Ditjenkan 2006).

Udang Vannamei termasuk genus Paneus, namun yang membedakan dengan genus Paneus lain adalah mempunyai sub genus Litopenaeus yang dicirikan oleh bentuk thelicum terbuka tetapi tidak ada tempat untuk penyimpanan sperma (Ditjenkan, 2006). Ada dua spesies yang termasuk sub genus Litopenaeus yakni Litopenaeus vannamei dan Litopenaeus stylirostris (Wyban & Sweeney 1991). Udang vannamei termasuk genus peneus dicirikan oleh adanya gigi pada rostrum bagian atas dan bawah, mempunyai dua gigi dibagian ventral dari rostrum dan gigi 8-9 di bagian dorsal serta mempunyai antena panjang (Elovaara 2001).Warna dari udang vannamei ini putih transparan dengan warna biru yang terdapat dekat dengan bagian telson dan uropoda (Lightner et al 1996).


(22)

Alat kelamin udang jantan disebut petasma, yang terletak pada pangkal kaki renang pertama. Sedangkan alat kelamin udang betina disebut juga dengan thelicum terbuka yang terletak diantara pangkal kaki jalan ke empat dan ke lima (Tricahyo, 1995; Wyban dan Sweeney, 1991).

Pada stadia larva, udang putih mamiliki enam stadia naupli, tiga stadia zoea, dan tiga stadia mysis dalam daur hidupnya (Elovaara, 2001).

Habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang bersifat bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang adalah dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa induk udang putih ditemukan diperairan lepas pantai dengan kedalaman berkisar antara 70-72 meter (235 kaki). Menyukai daerah yang dasar perairannya berlumpur. Sifat hidup dari udang putih adalah catadromous atau dua lingkungan, dimana udang dewasa akan memijah di laut terbuka. Setelah menetas, larva dan yuwana udang putih akan bermigrasi kedaerah pesisir pantai atau mangrove yang biasa disebut daerah estuarine tempat nurseri groundnya, dan setelah dewasa akan bermigrasi kembali ke laut untuk melakukan kegiatan pemijahan seperti pematangan gonad (maturasi) dan perkawinan (Wyban & Sweeney 1991). Hal ini sama seperti pola hidup udang penaeid lainnya, dimana mangrove merupakan tempat berlindung dan mencari makanan setelah dewasa akan kembali ke laut (Elovaara 2001).


(23)

Pada udang putih, ciri-ciri telur yang telah matang adalah dimana telur akan terlihat berwarna coklat keemasan (Wyban & Sweeney 1991).

Udang putih mempunyai carapace yang transparan, sehingga warna dari perkembangan ovarinya jelas terlihat. Pada udang betina, gonad pada awal perkembangannya berwarna keputih-putihan, berubah menjadi coklat keemasan atau hijau kecoklatan pada saat hari pemijahan (Lightner et al 1996).

Telur jenis udang ini tergantung dari ukuran individu, untuk udang dengan berat 30 gram sampai dengan 45 gram telur yang di hasilkan 100.000 sampai 250.000 butir telur. Telur yang mempunyai diameter 0,22 mm, cleaveage pada tingkat nauplis terjadi kira-kira 14 jam setelah proses bertelur (Anonymous 1979).

2. Biaya Produksi

Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan penunjang lainnya agar produk-produk tertentu yang telah direncanakan dapat terwujud dengan baik. Biaya produksi dapat digolongkan menjadi dua jenis biaya, yaitu biaya implisit dan eksplisit. Biaya implisit adalah biaya secara nyata tidak dikeluarkan oleh penambak dalam suatu usaha. Sedangkan biaya eksplisit adalah serangkaian biaya yang secara nyata dikeluarkan penambak dalam suatu usaha. (Khairunnas & Ermi, 2011).

Dengan demikian biaya total (Total Cost) yaitu keseluruhan biaya produksi yang diperoleh dari penjumlahan total biaya implisit dan biaya eksplisit. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :


(24)

TC = TEC + TIC Keterangan : TC = Biaya total

TEC = Total Eksplisit Cost TIC = Total Implisit Cost

3. Pendapatan

Keberhasilan dari suatu usaha pada akhirnya dinilai dari besarnya pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut. Saptana et all (2011) mengungkapkan bahwa pendapatan merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (biaya eksplisit).

4. Keuntungan

Menurut Suratiyah (2006), keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya eksplisit dan implisit yang dikeluarkan. Menurut Soekartawi (2006), keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya total produksi yang dikeluarkan secara sistematis. Secara matematis dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut :

Π = TR – (TEC + TIC) TR = Y . Py

Keterangan :


(25)

TR = Total Revenue Py = Harga ouput Y = Jumlah output

TEC = Total Eksplisit Cost TIC = Total Implisit Cost

5. Kelayakan usaha

Usaha dikatakan produktif atau efisien apabila usaha tersebut mempunyai produktivitas tinggi. Dalam berusahatani seorang penambak akan selalu berfikir bagaimana menggunakan sarana produksi seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimal. Produksi adalah suatu proses dimana barang dan jasa dihasilkan.

Produktivitas tenaga kerja usaha dapat diperoleh dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga penambak merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dengan uang (Mubyarto, 1989), sedangkan tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan cara upah (Hernanto 1989). Produktivitas tenaga kerja diperoleh dari pendapatan dikurangi biaya implisit selain upah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dibagi total HKSP dalam keluarga. Apabila produktivitas tenaga kerja lebih besar dari upah tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian, maka usaha tambak layak untuk diusahakan. Sedangkan, apabila produktivitas tenaga kerja lebih kecil


(26)

dari upah tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian, maka usaha tambak tidak layak untuk diusahakan.

Produktivitas modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan factor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang baru yakni hasil pertanian. Modal ada 2 macam yaitu modal sendiri dan modal pinjaman (Mubyarto 1989). Dalam kegiatan proses pertanian modal dibedakan menjadi 2 macam yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah barang yang digunakan dalam proses produksi, dan tidak habis dalam sekali proses produksi. Modal tidak tetap atau modal variable adalah barang yang langsung habis dalam satu kali proses produksi (Soekartawi, 1986). Produktivitas modal diperoleh dari pendapatan dikurangi total implisit cost dikurangi bunga modal dibagi total eksplisit cost. Jika produktivitas modal lebih besar dari suku bunga bank, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan. Sedangkan, jika produktivitas modal lebih kecil dari suku bunga bank maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

Produktivitas lahan merupakan perbandingan antara total pendapatan dikurangi biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang digunakan dalam usahanya. Produktivitas lahan merupakan faktor penting dalam pertanian. Kerjasama lahan antara pemilik lahan dengan penyewa atau penyakap, berarti adanya pemindahan hak penguasaan lahan dari pemilik lahan kepada penyewa atau penyakap dalam suatu jangka waktu dan persyaratan yang disepakati. (Suwarto, M. Harisudin & E. Antriandarti 2012). Biaya produktivitas lahan lebih


(27)

besar dari sewa lahan di Desa Karangsewu, maka usaha tambak layak untuk diusahakan. Bila produktivitas lahan lebih kecil dari sewa lahan, maka usaha tambak tersebut tidak layak untuk diusahakan. Produktivitas lahan sama besar dengan sewa lahan, maka penambak lebih baik menyewakan lahannya kepada penambak lainnya.

R/C yaitu pengukuran terhadap penggunaan biaya dalam proses produksi yang merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total. Menurut Soekartawi (2002) analisis R/C merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu unit usaha dalam melakukan proses produksi mengalami kerugian, impas, untung. Analisis R/C merupakan analisis yang membagi antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari satu maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan, apabila nilai R/C yang diperoleh sama dengan satu maka usaha tersebut impas atau tidak mengalami keuntungan maupun kerugian. Sedangkan apabila nilai R/C yang diperoleh kurang dari satu maka usaha tersebut mengalami kerugian.

Hasil penelitian Isnaini tentang Analisis Kelayakan Usaha Tani Udang Windu di Kota Tarakan layak diusahakan, dilihat dari produktivitas lahan, produktivitas modal, produktivitas tenaga kerja dan Reveneu Cost Ratio (R/C). Nilai produktivitas lahan dalam satu kali proses produksi selama 3 bulan sebesar Rp 1.020.306 lebih besar dari sewa lahan, produktivitas modal sebesar 28% lebih besar dari bunga modal bank, produktivitas tenaga kerja sebesar Rp 85.964/HKO lebih besar dari UMR dan Revenue Cost Ratio (R/C) sebesar 1,20 lebih besar dari 1.


(28)

Hasil penelitian Rismanto tentang Analisis Usahatani Pembesaran Udang Windu, Bandeng dan Polikultur di Kecamatan Kapetakan, diketahui usahatani udang windu memerlukan biaya sebesar Rp 16.617.876 dengan tingkat pendapatan rata-rata sebesar Rp 14.946.312 dan tingkat keuntungan sebesar Rp 9.112.792. Selanjutnya, untuk usahatani bandeng memerlukan biaya sebesar Rp 13.425.049 dengan tingkat pendapatan sebesar Rp 12.866.542 dan tingkat keuntungan sebesar Rp 9.220.428. Sedangkan, usahatani polikultur memerlukan biaya sebesar Rp 17.608.939 dengan tingkat pendapatan rata-rata sebesar Rp 21.310.338 dan tingkat keuntungan sebesar Rp 16.713.626. Jika dilihat dari segi banyaknya pengeluaran biaya dan tingkat pendapatan adalah usahatani polikultur lebih banyak dibandingkan usahatani udang windu dan usahatani bandeng (usahatani polikultur>usahatani udang windu>usahatani polikultur). Jika, dilihat dari segi keuntungan, usahatani polikultur lebih menguntungkan dibandingkan usahatani bandeng dan usahatani udang windu (usahatani polikultur>usahatani bandeng>usahatani udang windu).

Hasil penelitian Triyanto tentang Studi Komparatif Usaha Pembesaran Ikan Gurami dengan Bibit Membeli dan Bibit Sendiri Di Desa Jambidan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, diketahui biaya produksi yang dikeluarkan untuk usaha pembesaran ikan gurami dengan bibit membeli sebesar Rp 5.990.800/musim lebih tinggi dibandingkan biaya bibit sendiri sebesar Rp 5.665.865/musim, biaya tersebut gabungan dari biaya implisit dan eksplisit. Pendapatan yang diperoleh dari usaha pembesaran ikan gurami dengan bibit sendiri


(29)

sebesar Rp 7.843.839/musim lebih tinggi dibandingkan usaha pembesaran ikan gurami dengan bibit membeli sebesar Rp 7.728.101/musim. Keuntungan yang diperoleh dari usaha pembesaran ikan gurami dengan bibit sendiri sebesar Rp 6.408.268/musim lebih tinggi dibandingkan dengan usaha pembesaran ikan gurami dengan bibit membeli sebesar Rp 6.093.520/musim. Produktivitas modal yang dihasilkan dari usaha ikan gurami dengan bibit sendiri sebesar 162,8% lebih besar dibandingkan usaha pembesaran ikan gurami dengan bibit membeli sebesar 153,4%. Produktivitas modal yang dihasilkan usaha pembesaran ikan gurami lebih tinggi dari bunga bank yaitu 5%. Jika dilihat dari produktivitas modal maka kedua usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Hasil penelitian Eko Heri Susanto tentang Studi Komparatif Efisiensi Usaha Budidaya Ikan Dengan Sistem Karamba Pada Saluran Irigasi di Desa Siliragung menunjukkan bahwa benih yang ditebar untuk ikan nila lebih kecil yaitu 250 ekor dan untuk ikan lele sebesar 500 ekor. Selanjutnya, syarat hidup ikan nila mempunyai arus deras dan ikan lele arusnya tenang. Jika tidak sesuai arus maka mengakibatkan ikan nila terserang penyakit lendir sedangkan ikan lele terserang penyakit cacar, Pendapatan dan efisiensi usaha budidaya ikan nila dan ikan lele sama-sama menguntungkan dan sama-sama efisien. Namun efisiensi budidaya ikan nila lebih besar dari pada ikan lele. Pendapatan ikan nila rata-rata adalah Rp 424.610,11 sedangkan ikan lele adalah Rp 393.869,21. Efisiensi biaya budidaya ikan nila adalah 2,04 sedangkan ikan lele adalah 2,24.


(30)

Hasil penelitian Joko Puspito tentang Analisis Komparatif Usaha Tani Padi (Oryza sativa L.) Sawah Irigasi Bagian Hulu dan Sawah Irigasi Bagian Hilir Daerah Irigasi Bapang Kabupaten Sragen menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas lahan (76,31 Kw/Ha/MT), rata-rata pendapatan (Rp 12.031.016,67 /Ha/MT), rata-rata efisiensi (2,40) dan kemanfaatan (1,40) untuk usaha tani padi sawah irigasi bagian hulu. Sedangkan rata-rata produktivitas lahan (74,87 Kw/Ha/MT), rata-rata pendapatan (Rp 9.578.920,83 /Ha/MT), rata-rata efisiensi (1,94) dan rata-rata kemanfaatan (0,94) untuk usaha tani padi sawah irigasi bagian hilir. Maka, produktivitas lahan, pendapatan, efisiensi dan kemanfaatan usaha tani padi sawah irigasi bagian hulu lebih tinggi dari pada bagian hilir. Usahatani padi sawah irigasi bagian hulu lebih memberikan kemanfaatan dari pada usaha tani padi sawah irigasi bagian hilir, karena dapat meningkatkan penerimaan usahatani sekaligus mengurangi biaya usaha tani, khususnya dalam biaya pengairan.

B. Kerangka Pemikiran

Usaha tambak udang yang berkembang dalam suatu wilayah dipengaruhi oleh kondisi lahan tambak dan iklim yang mendukung untuk budidaya tambak udang. Salah satu komoditas yang dibudidayakan ialah udang vannamei.

Untuk membudidayakan tambak udang memerlukan biaya, yang terdiri dari biaya implisit dan biaya eksplisit. Biaya implisit adalah biaya yang secara ekonomis harus ikut diperhatikan sebagai biaya produksi meskipun tidak dibayar secara nyata, meliputi upah tenaga kerja dalam keluarga, bunga modal sendiri dan sewa lahan


(31)

sendiri. Sedangkan biaya eksplisit adalah seluruh pengeluaran yang digunakan untuk membayar faktor produksi, benih, pakan, obat-obatan dan upah tenaga kerja luar keluarga.

Pembudidayaan tambak udang menghasilkan produksi udang vannamei yang akan dijual kepada pengepul dan dipasarkan dengan harga yang berlaku dan yang sesuai dengan berat udang. Selanjutnya dari penerimaan diperoleh dari jumlah ouput dikalikan dengan harga output. Pendapatan usaha tambak diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya eksplisit. Hasil dari penerimaan bisa langsung dihitung keuntungan, yaitu dari penerimaan dikurangi dengan biaya implisit. Setelah itu, dilakukan perbandingan antara biaya, keuntungan dan pendapatan pada musim kemarau dan hujan. Membandingkan kelayakan usaha tambak udang pada musim kemarau dan hujan dilakukan dengan cara memperhitungkan dari hasil R/C, produktivitas modal, produktivitas tenaga kerja dan produktivitas lahan. Untuk meninjau keterkaitan dan perbandingan usaha tambak udang pada musim hujan dan musim kemarau dapat dilihat dari gambar kerangka pemikiran berikut.


(32)

Hasil Produksi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Musim Kemarau Usaha Tambak Udang Musim Hujan

Faktor Produksi -Benur -Pakan -Obat-obatan -Lahan -TK Proses Produksi Harga Output Pendapatan

Dibandingkan Kelayakan Usaha Tambak Udang dilihat dari : 1. R/C

2. Produktivitas Lahan 3. Produktivitas Tenaga Kerja 4. Produktivitas Modal

Penerimaan Biaya Eksplisit Sewa lahan - Benur -Pakan -Obat-obatan -TK luar keluarga Biaya Implisit -Sewa lahan milik sendiri -TK dalam keluarga -Bunga modal milik sendiri Keuntungan


(33)

C. Hipotesis

1. Diduga pendapatan dan keuntungan usaha tambak udang pada musim hujan lebih rendah dari pada usaha tambak udang pada musim kemarau.

2. Diduga usaha tambak udang pada musim kemarau dan usaha tambak udang pada musim hujan layak diusahakan jika dilihat dari R/C, Produktivitas Lahan, Produktivitas Tenaga Kerja dan Produktivitas Modal


(34)

22

III. METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Studi Komparatif Usaha Tambak Udang Pada Musim Hujan Dan Kemarau Di Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo adalah analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif yaitu metode yang memfokuskan pada masalah-masalah yang ada di lapangan. Dengan cara mula-mula data dikumpulkan, disusun dan dianalisis. Teknik pelaksanaannya menggunakan studi komparatif, yaitu membandingkan usaha tambak udang pada musim hujan dengan musim kemarau.

Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive. Metode purposive

adalah pengambilan sampel daerah secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa di Kecamatan Galur terdapat 69 kolam dan 69 penambak udang. Sedangkan di Kecamatan Temon terdapat 100 kolam tetapi masing-masing kolam dimiliki beberapa kelompok atau dilakukan dengan bekerjasama. Berikut data jumlah kolam tambak udang di Kabupaten Kulonprogo :

Tabel 2. Data Jumlah Kolam Tambak Udang di Kulon Progo Tahun 2011-2014 No Kecamatan

Luas Tambak (m²)

2011 2012 2013 2014 (April)

1 Temon 28 40 101 100

2 Wates 0 0 0 2

3 Panjatan 0 0 0 9

4 Galur 5 5 21 69

Jumlah 33 45 122 179


(35)

A. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel penambak usaha tambak udang pada musim kemarau dan hujan dilakukan dengan random sampling dengan jumlah total 85 penambak di Desa Karangsewu dan diambil sebanyak 40 reaponden.

B. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder :

1. Data Primer

Merupakan data yang langsung diperoleh dari sumbernya (data responden) yang melakukan usaha tambak udang. Data primer terdiri dari identitas penambak, luas kepemilihan lahan tambak udang, status kepemilikan lahan tambak udang, penggunaan sarana produksi, harga sarana produksi, penggunaan alat, hasil produksi, harga hasil produksi, penggunaan tenaga kerja, upah tenaga kerja dan lain-lain. Pengambilan data primer melalui observasi dengan cara mengetahui bagaimana proses pengelolaan usaha tambak udang dan dengan melalui wawancara, yaitu mencari tahu tentang permasalahan dari pembudidayaan dan biaya untuk pembudidayaan udang vanname.

2. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari data-data yang terdapat di instansi-instansi terkait dengan hubungan kegiatan penelitian. Data sekunder terdiri dari keadaan


(36)

umum daerah, keadaan penduduk dan keadaan sosial ekonomi pada tempat penelitian.

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah Asumsi :

a. Hasil produksi dari usaha tambak udang habis terjual. Pembatasan Masalah :

a. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pada musim hujan dan musim kemarau pada tahun 2015.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Musim Kemarau pada usaha tambak udang vanname di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo dimulai pada bulan April-Juni tahun 2015.

2. Musim Hujan pada usaha tambak udang vanname di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo dimulai pada bulan Juli-Maret tahun 2015.

3. Lahan adalah tempat yang dipergunakan untuk usaha tambak udang yang dilakukan oleh penambak pada musim hujan dan musim kemarau yang diukur dalam satuan meter persegi

4. Tenaga kerja adalah keseluruhan tenaga kerja yang digunakan dalam usaha tambak udang dalam musim hujan dan musim kemarau baik tenaga kerja dalam


(37)

keluarga maupun luar keluarga. Satuan tenaga kerja adalah HKO dalam satuan upah rupiah (HKO).

5. Biaya eksplisit usaha tambak udang adalah besarnya biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh penambak tambak udang. Biaya eksplisit terdiri dari :

a. Biaya benur: Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benur, yang diukur dalam satuan (Rp/ekor).

b. Biaya pakan: Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan perkembangbiakan udang dari benur sampai panen yang diukur dalam satuan (Rp/kg).

c. Biaya obat-obatan: Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian obat-obatan yang digunakan ketika udang mempunyai penyakit pada saat musim kemarau dan hujan yang diukur dalam satuan (Rp/liter) dan (Rp/kg).

d. Biaya tenaga kerja luar keluarga : biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang dilakukan oleh pekerja luar keluarga yang digunakan dalam usaha tambak udang dalam musim hujan dan musim kemarau yang diukur dalam satuan (Rp). 6. Biaya implisit usaha tambak udang adalah besarnya biaya yang tidak secara

nyata dikeluarkan oleh penambak tambak udang tetapi tetap diperhitungkan. Biaya implisit terdiri dari :

a. Biaya lahan : biaya yang dikeluarkan untuk menyewa lahan usaha tambak udang yang dilakukan oleh penambak pada musim hujan dan musim kemarau yang diukur dalam satuan meter persegi ( ).


(38)

b. Biaya tenaga kerja dalam keluarga : biaya yang dikelaurkan untuk tenaga kerja yang dilakukan oleh pekerja dalam keluarga yang digunakan dalam usaha tambak udang dalam musim hujan dan musim kemarau yang diukur dalam satuan (Rp).

c. Biaya bunga modal sendiri : biaya yang dikeluarkan sesuai bunga modal yang ada di daerah penelitian yaitu bank BRI, yang diukur dalam satuan (Rp).

7. Produksi adalah hasil dari usaha tambak udang yang dilakukan penambak yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

8. Harga output yaitu harga atas penjualan produksi udang yang diterima penambak yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

9. Penerimaan adalah besarnya uang yang diterima oleh penambak yang merupakan hasil kali setiap komoditas yaitu udang dengan harga jual yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

10. Pendapatan yaitu besarnya uang yang diterima oleh penambak yang merupakan hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya eksplisit dalam satu kali musim tanam yang diukur dalam satuan (Rp).

11. Keuntungan yaitu selisih antara total penerimaan dengan total biaya eksplisit dan biaya implisit yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

12. Kelayakan usaha yaitu untuk mengukur usaha tambak udang apakah layak atau tidak jika di usahakan, pengukuran menggunakan R/C, produktivitas lahan, produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal.


(39)

13. R/C yaitu pengukuran terhadap penggunaan biaya dalam proses produksi yang merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total.

14. Produktivitas lahan adalah merupakan perbandingan pendapatan dikurangi dengan biaya implisit selain sewa lahan sendiri dengan luas lahan sendiri (Rp/ ).

15. Produktivitas tenaga kerja adalah merupakan perbandingan antara pendapatan yang telah dikurangi dengan nilai sewa lahan milik sendiri dan bunga modal sendiri dengan penggunaan tenaga kerja keluarga (Rp/HKO)

16. Produktivitas modal dihitung denga cara membandingkan pendapatan usaha tambak udang yang telah dikurangi dengan biaya tenaga kerja dalam keluarga dan sewa lahan sendiri dengan biaya eksplisit dari masing-masing musim yang dinyatakan dalam (%).

E. Teknik Analisis Data

1. Biaya dan Pendapatan Usaha

Untuk mengetahui besarnya biaya dan pendapatan dari usaha tambak udang pada musim hujan dan musim kemarau dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut :

a. Total Biaya : TC = TEC + TIC


(40)

Keterangan : TC = Biaya total

TEC = Total Eksplisit Cost TIC = Total Implisit Cost b. Pendapatan : NR = TR - TEC TR = Y . Py Keterangan :

NR = Net Revenue (pendapatan) TR = Total Revenue

Y = Jumlah Output Py = Harga output

TEC = Total Eksplisit Cost c. Keuntungan :

Π = TR – (TEC – TIC) TR = Y . Py

Keterangan :

Π = Keuntungan

TR = Total Revenue Py = Harga ouput Y = Jumlah output


(41)

TIC = Total Implisit Cost

2. Kelayakan Usaha

Untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha tambak udang Di Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, dengan analisis sebagai berikut :

a. R/C

R/C yaitu pengukuran terhadap penggunaan biaya dalam proses produksi yg merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total.

TR R/C =

TC (eksp+impl)

Keterangan:

TR : Total Revenue (Penerimaan) TC : Biaya Total

Kaidah Uji :

Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut layak diusahakan. Jika R/C < 1, maka usahatani tersebut tidak layak diusahakan. b. Produktivitas Lahan

Pendekatan produktivitas lahan merupakan perbandingan antara total pendapatan dikurangi biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang digunakan dalam usahanya.


(42)

NR - TKDK - Bunga Modal Sendiri Produktivitas Lahan =

Luas Lahan

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan)

TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga Kaidah Uji :

Biaya produktivitas lahan > harga sewa lahan, maka usaha tambak layak untuk diusahakan.

Biaya produktivitas lahan < harga sewa lahan, maka usaha tambak tersebut tidak layak untuk diusahakan.

c. Produktivitas Tenaga Kerja

NR - Bunga Modal Sendiri - Nilai Sewa Lahan Sendiri Produktivitas Tenaga Kerja =

Jumlah TKDK

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan) HKO : Hari Kerja Orang


(43)

Kaidah Uji :

Jika produktivitas tenaga kerja > Upah Usaha Tani, maka usaha tambak layak untuk diusahakan.

Jika produktivitas tenaga kerja < Upah Usaha Tani, maka usaha tambak tidak layak untuk diusahakan.

d. Produktivitas Modal

NR - TKDK – Nilai Sewa Lahan Sendiri

Produktivitas Modal = x 100%

TC eksplisit

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan)

TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga TC eksplisit : Total Biaya Eksplisit Kaidah Uji :

Jika produktivitas modal > Suku bunga bank pinjaman, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Jika produktivitas modal < Suku bunga bank pinjaman, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

Untuk mengetahui perbedaan biaya, pendapatan, keuntungan dan kelayakan antara musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname maka diperlukan pengujian hipotesis. Pada penelitian ini pengujian hipotesis dilakukan


(44)

dengan menggunakan metode pengujian rata-rata atau compare means. Compare means digunakan untuk membandingkan rata-rata sampel independen ataupun sampel berpasangan dengan menghitung t-student (uji-t) dan menampilkan probabilitas dua arah selisih dua rata-rata (Teguh, 2004). Program SPSS akan digunakan sebagai alat analisa data.

Uji-t pada penelitian ini menggunakan paired sample t-test (sampel berpasangan). Paired sample t-test adalah pengujian beda dua dari subjek yang sama. Menurut Rahmawati et al (2014) uji-t pada penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

1. Biaya

Rumusan Hipotesis:

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara biaya pada musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ha ditolak. Artinya, ada perbedaan antara biaya pada musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname.

Kriteria Pengujian:

thit≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak. thit≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.


(45)

̅ Keterangan:

t: Nilai t hitung

̅: Rata-rata selisih pengukuran

: Standar deviasi selisih pengukuran 2. Pendapatan

Rumusan Hipotesis:

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara pendapatan pada musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara pendapatan pada musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname.

Kriteria Pengujian:

thit≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak. thit≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 10%

̅ Keterangan:


(46)

̅:Rata-rata selisih pengukuran

: Standar deviasi selisih pengukuran

3. Keuntungan

Rumusan Hipotesis:

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara keuntungan pada musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara keuntungan pada musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname.

Kriteria Pengujian:

thit≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak. thit≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 10%

̅ Keterangan:

t: Nilai t hitung

̅:Rata-rata selisih pengukuran


(47)

4. Kelayakan

Rumusan Hipotesis:

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara kelayakan pada musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara kelayakan pada musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname.

Kriteria Pengujian:

thit≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak. thit≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 10%

̅ Keterangan:

t: Nilai t hitung

̅:Rata-rata selisih pengukuran


(48)

37

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Letak Geografis

Desa Karangsewu merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Galur. Desa Karangsewu mempunyai luas wilayah 926,13 Ha dan memiliki 17 pedukuhan. Secara administrasi Desa Karangsewu memiliki batas wilayah yaitu sebelah barat berbatasan dengan Desa Bugel, sebelah utara berbatasan dengan Desa Tirtorahayu dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Adapun luas penggunaan lahan di Desa Karangsewu adalah seperti tabel 5 berikut:

Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan Desa Karangsewu Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1. Lahan Sawah 264,15 28,52

2. Lahan Kering 374,62 40,45

3. Bangunan 23,24 2,52

4. Lainnya 264,12 28,52

Jumlah 926,13 100

Monografi Desa Karangsewu 2012

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang paling banyak yaitu lahan kering dengan persentase 40,45% yang meliputi lahan pasir dan lahan pekarangan, kemudian lahan sawah yang meliputi pengairan teknis dan tadah hujan memiliki persentase 28,52%, Sementara lahan bangunan terdiri dari permukiman/rumah, perkantoran, mesjid/mushola, sekolah, kuburan, dan jalan sebesar 2,52%. Dan lainnya meliputi rekreasi dan olahraga, pembuatan kolam, dan tanggul/tempat pengembalaan dengan persentase 28,52%. Adapun lahan yang


(49)

digunakan untuk tambak udang adalah jenis lahan pasir, karena lahan tersebut terletak dekat dengan pantai atau air laut.

B. Topografi dan Kondisi Tanah a. Topografi

Desa Karangsewu terletak di kawasan tepi pantai dengan kondisi topografi yang landai dan datar. Elevasi ketinggian rata-rata desa Karangsewu adalah 2-7 meter diatas permukaan laut dengan Sungai Progo sebagai muara serta sungai-sungai lain yang dimanfaatkan sebagai saluran irigasi dan drainase. Karena hal tesebut, lahan dipinggir pantai banyak dimanfaatkan untuk membuat kolam budidaya tambak udang vannamei di daerah tersebut, hal ini dikarenakan untuk memudahkan pengisian air kolam yang diambil dari air laut.

b. Jenis Tanah

Desa Karangsewu merupakan wilayah pesisir alluvial dengan material penyusun tanah berupa pasir bercampur dengan tanah regosol serta grumusol. Penyebaran jenis tanah tersebut membuat wilayah desa menjadi cocok untuk budidaya tanaman pertanian, salah satu contoh tanaman pertanian adalah pepaya, karena tingkat kesuburan yang cukup baik selain juga material tambahan yang merupakan sedimentasi dari vulkan Gunung Merapi yang terendapkan lewat aliran sungai Progo. Selain tanaman pertanian, jenis tanah ini banyak juga dimanfaatkan untuk membuat kolam budidaya tambak udang vannamei di Desa Karangsewu.


(50)

C. Kependudukan

1. Penduduk Berdasarkan Usia

Berdasarkan data kependudukan Pemerintahan Desa, jumlah penduduk Desa Karangsewu yang tercatat, terdiri dari 2.094 KK dengan jumlah total 8.233 jiwa. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibanding jumlah penduduk perempuan dengan selisih 301 jiwa. Dapat pula dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Monografi Desa Karangsewu 2012

Sumber: Monografi Desa Karangsewu

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa usia penduduk Desa Karangsewu mayoritas berada dalam golongan usia yang tergolong usia produktif yaitu sebesar 62,71%. Hal ini menunjukan sebagian besar penduduk Desa Karangsewu pada usia tersebut mereka memiliki kekuatan fisik yang yang baik dan semangat kerja yang tinggi. Usia produktif secara langsung mempengaruhi kegiatan dalam usaha udang vannamei yaitu dalam mengelola budidaya, baik dalam penebaran benur, pemberian pakan sampai dengan panen.

No. Golongan Usia Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) Laki-laki Perempuan

1 0 – 15 tahun 1.036 1.115 2.151 26,13 2 16 – 60 tahun 2.518 2.645 5.163 62,71

3 > 61 412 507 919 11,16


(51)

2. Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu hal yang memiliki peranan penting bagi setiap orang. Tingkat pendidikan dapat meningkatkan pola pikir dan jangkauan wawasan yang lebih luas. Pendidikan dapat dijadikan salah satu ukuran kemajuan suatu daerah, faktor penyebab perubahan sikap, tingkah laku dan pola pikir seseorang. Selain itu, tingkat pendidikan yang dimiliki oleh suatu masyarakat pada suatu daerah menunjukan keadaan sosial penduduknya dan tingkat kemajuan pada daerah tersebut.

Dalam dunia pertanian bahkan perikanan dalam menerima teknologi dan pengetahuan baru ditentukan oleh tingkat pendidikan penduduk setempat. Pendidikan Desa Karangsewu dapat dilihat pada tabel:

Tabel 5. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Desa Karangsewu

No. Uraian Jumlah Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD 638 28,70

2 Tamat SD 362 16,28

3 Tamat SLTP 481 21,64

4 Tamat SLTA 599 26,95

5 Tamat Perguruan Tinggi 143 6,43

Jumlah 2223 100,00

Sumber: Monografi Desa Karangsewu

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa pendidikan penduduk Desa Karangsewu telah menempuh pendidikan, meskipun masih sebagian besar penduduk yang tidak tamat SD yaitu sebanyak 28,70%. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran penduduk Desa Karangsewu terhadap pendidikan masih rendah hal ini akan berpengaruh dalam upaya penerapan teknologi, pengolahan dan usaha untuk meningkatan produksi baik


(52)

dalam sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan sektor lainnya di Desa Karangsewu.

3. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh kehidupan yang layak, dimana setiap daerah memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Keanekaragaman mata pencahrian disuatu daerah bisa disebabkan karena letak geografis yang berbeda-beda.Perbedaan keadaan alami tanpa disadari akan mempengaruhi keanekaragaman mata pencaharian masyarakatnya.

Mata pencaharian penduduk berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam, contohnya pertanian dan peternakan. Adapun masyarakat yang hidup di pantai memanfaatkan laut untuk mempertahankan hidupnya, sehingga mereka bermata pencaharian sebagai nelayan. Sedangkan mata pencaharian penduduk yang mengandalkan sektor-sektor yang tidak banyak berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam seperti jasa.

Struktur penduduk berdasarkan mata pencaharian berguna untuk memberikan gambaran mengenai jenis lapangan pekerjaan yang tersedia di Desa Karangsewu. Dapat dilihat pada tabel 6 berikut:


(53)

Tabel 6. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Karangsewu Status Jumlah (Jiwa) Pesentase (%)

Penambak Pemilik Sawah 1799 35,89

Pemilik Tanah Tegalan 322 6,42

Penambak penyewa/Penggarap 396 7,90

Buruh Tani 824 16,44

Pemilik Tanah Perkebunan Rakyat (Kelapa) 962 19,19

Buruh Perkebunan 42 0,84

Pemilik Perahu 2 0,04

Pemilik Kolam 23 0,46

Pemilik Jaring/Jala/Anco 7 0,14

Buruh Perikanan/ Kenelayanan 4 0,08

Guru 171 3,41

Sipil Polri/TNI 1 0,02

Mantri Kesehatan/Perawat 7 0,14

Bidan 1 0,02

Peg. Pemda. 8 0,16

Perangkat Desa 25 0,50

TNI 17 0,34

POLRI 22 0,44

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 112 2,23

Peg. Swasta 34 0,68

Lainnya 234 4,67

Jumlah 5013 100,00

Sumber: Monografi Desa Karangsewu

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa Karangsewu memiliki mata pencaharian sebagai penambak yakni sebesar 59,23%, terdiri dari penambak pemilik sawah, penambak penyewa/penggarap, dan buruh tani. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Karangsewu masih mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara pemilik kolam hanya sebesar 0,46%, artinya pemilik kolam masih sedikit di Desa Karangsewu tersebut.


(54)

D. Sarana Prasarana dan Sarana Transportasi

Salah satu faktor pendukung pembangunan adalah sumberdaya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya dapat ditempuh melalui pendidikan baik formal maupun informal. Untuk itu perlu didukung sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pendidikan tersebut. Dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Jumlah Sekolah di Desa Karangsewu

Tingkat pendidikan Desa Karangsewu

TK 10

SD 5

SMP/MTS 2

SMA 1

Jumlah 18

Sumber: Monografi Desa Kranagsewu

Berdasarkan tabel 7 jumlah sekolah di lingkungan kemendiknas Kecamatan Galur di Desa Karangsewu terdapat sebanyak 18 sekolah (baik negeri maupun swasta) dari jenjang taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas/sekolah mengah kejuruan. Jumlah TK sebanyak 10, SD sebanyak 5, SMP/MTS sebanyak 2 dan SMA/SMK sebanyak 1. Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa untuk sarana pendidikan di Desa Karangsewu dari tingkat prasekolah sampai dengan tingkat SMA/SMK sudah tersedia.


(55)

Tabel 8. Sarana Pembelanjaan Penduduk

No. Jenis Sarana Pembelanjaan Ada/Tidak Jumlahnya 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pasar Desa Toko/Warung Kios Koperasi Kios Perorangan Waserda Kios Saprotan

Toko Bahan Bangunan Pasar Lelang Cabai

Tidak Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada - 63 1 1 1 4 1 2 Sumber: Monografi Desa Karangsewu

Di Desa Karangsewu sudah terdapat sarana pembelanjaan sesuai kebutuhan penduduk yang ada. Tetapi terdapat sarana yang kurang di Desa Karagsewu yaitu pasar desa. Padahal banyak penduduk yang ingin membeli kebutuhan sehari-harinya di pasar dikarenakan harga lebih terjangkau dibandingkan di sarana pembelanjaan lainnya. Di Desa Karangsewu banyak terdapat sarana seperti toko/warung. Toko/warung hampir di tiap 500 meter terdapat penduduk yang membuka toko/warung untuk memenuhi kebutuhan penduduk lainnya dengan menjual berbagai macam produk. Seperti beras, kebutuhan rumah tangga, makanan, minuman, dan lain sebagainya. Tetapi harga di toko/warung tersebut lebih mahal jika di bandingkan dengan pasar.

Sarana Transportasi merupakan perpindahan atau pergerakan orang, barang, informasi, untuk tujuan spesifik dari satu tempat ke tempat lain. Peranan transportasi yaitu memungkinkan manusia dan barang bergerak/berpindah tempat dengan aman dan cepat. Dengan transportasi peralatan atau kebutuhan dapat sampai ke tempat produksi dan dengan transportasi hasil produksi dapat dipasarkan. Dengan demikian


(56)

sarana transportasi berfungsi sebagai sektor penunjang pembangunan dan pemberi jasa bagi perkembangan ekonomi khususnya Desa Karangsewu. Adapun jumlah sarana transportasi yang terdapat di Desa Karangsewu adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Sarana Transportasi Desa Karangewu 2012

No Jenis Prasarana Jumlah Persentase (%)

1 Kendaraan Umum Roda Empat:

a. Bis (yang trayeknya melewati desa) 6 0,21

b. Truk 7 0,24

c. Colt pick up 40 1,37

2 Mobil Pribadi 72 2,47

3 Kendaraan Umum Roda Tiga 4 0,14

4 Kendaraan bermotor Roda Dua 1.036 35,52

5 Sepeda 1.752 60,06

Jumlah 2917 100

Sumber: Monografi Desa Karangsewu

Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa transportasi di Desa Karangsewu sudah cukup tersedia, sehingga dapat menunjang dan memperlancar dalam kegiatan usaha udang vannamei. Dengan tersedianya transportasi truk dan colt pick up akan membantu memudahkan untuk memasarkan hasil panen udang vannamei ke pasar atau bahkan daerah lainnya.

E. Keadaan Pertanian

Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian suatu daerah. Peran sektor ekonomi adalah sebagai sumber penghasil kebutuhan pokok, sandang dan papan. Selain itu, sektor ini merupakan sektor yang paling banyak menampung tenaga kerja dan sebagian besar penduduk bergantung pada sektor ini.


(57)

Komoditas yang diusahakan di Desa Karangsewu yaitu tanaman pangan, dan perkebunan. Tanaman pangan merupakan kebutuhan pokok dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, penambak menanam tanaman perkebunan untuk menambah penghasilan. Berikut data produksi tanaman pangan Desa Karangsewu:

Tabel 10. Tanaman Pangan Desa Karangsewu 2012

Tanaman Pangan Produksi (ton/ha) Persentase (%)

Padi Sawah 7,2 55,81

Padi Ladang 3,6 27,91

Kedelai 2,1 16,28

Total 12,9 100

Sumber : Monografi Desa Karangsewu

Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahawa produksi tanaman pangan paling tinggi adalah padi sawah sebanyak 7,2 ton. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai penambak.

F. Keadaan Perikanan

Potensi sektor perikanan di Kabupaten Kulonprogo merupakan salah satu sektor andalan Kabupaten Kulonprogo. Potensi perikanan sangat berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi pada sumber daya kelautan meliputi perikanan budidaya maupun perikanan tangkap. Perikanan budidaya di kawasan pesisir Kabupaten Kulon Progo memungkinkan untuk dikembangkan yakni udang, gurami dan lele. Namun, karena tekstur pasir di pesisir Kulon Progo menyebabkan strategi pengembangan perikanan budidaya harus menggunakan konstruksi khusus, yakni (tambak plastik/biokrit), dan hal ini membutuhkan modal yang cukup besar selain


(58)

cara pengembangan khusus yang memerlukan pengetahuan. Berikut ini adalah data potensi perikanan sumber daya kelautan dan perikanan tangkap.

Potensi perikanan Desa Karangsewu meliputi perikanan budidaya maupun perikanan tangkap. Permasalahan yang dihadapi di Desa Karangsewu yakni minimnya sarana melaut nelayan dan juga masih sangat terbatasnya peralatan melaut. Aksesibilitas jalan yang masih terbatas dengan jalan yang sempit menyebabkan akses menuju TPI menjadi terkendala. Selain itu kemampuan sumberdaya manusia yang bergelut di perikanan tangkap menjadi permasalahan yang berpengaruh pada hasil tangkapan.

1. Budidaya Udang Vannamei a. Persiapan Lahan (Kolam)

Persiapan Lahan merupakan kegiatan pengolahan lahan mulai dari membuat petak lahan (kolam), pemasangan mulsa, pemberian kapur dan pengisian air sebelum benur ditebar kedalam petak kolam. Kedalaman kolam rata-rata adalah 1 meter sampai dengan 1,5 meter. mulsa yang digunakan adaah mulsa yang berwarna silver hitam. Kemudian pemberian kapur, pemberian kapur adalah bagian persiapan tambak, pengapuran berfungsi sebagai berikut: (a) meningkatkan pH tanah; (b) membakar jasad-jasad renik penyebab penyakit dan hewan liar; (c) mengikat dan mengendapkan butiran lumpur halus; (d) memperbaiki kualitas tanah; (e) meningkatkan fosfor yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan plankton. Menurut


(59)

Amrullah (1977) pada tahap persiapan, dengan efeknya panas kapur bisa berfungsi sebagai disinfektan yang bisa mematikan kuman.

Pengisian air berasal dari air laut yang disalurkan kedalam kolam dengan selang/pipa dengan bantuan mesin diesel dengan waktu kurang lebih 1 malam untuk memenuhi air pada kolam.

b. Penebaran Benur

Penebaran benur dilakukan dengan cara adaptasi benur dengan air kolam terlebih dahulu dengan memasukan benur yang berada didalam plastik ke kolam, kemudian di ciprati air, apabila benur yang didalam plastik sudah beruap kemudian ikatan plastik dibuka. Apabila sebagian benur mulai keluar dari plastik itu menandakan bahwa benur-benur tersebut sudah beradaptasi dengan air yang ada di kolam. Benur berasal dari CPP sundak (wonosari), Anyer (Kebumen), CP Lampung, sumamarim dan sikakua (Jatim), dan CP prima dengan harga rata-rata Rp 46,- per ekor.

c. Pemberian Pakan

Pemberian pakan dilakukan 4 kali sehari dalam waktu 4 jam sekali yaitu jam 07.00, 11.00, 15.00, dan 19.00. Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan yang diberikan adalah pellet dan pakan alami adalah plankton. Pemberian pakan dilakukan dengan melihat usia benur apabila semakin besar usia benur maka pakan yang diberikan akan semakin banyak. Adapun takaran untuk pakan buatan adalah sepeti tabel berikut:


(60)

Tabel 11. Pemberian Pakan Udang Vannamei Berdasarkan Umur Umur (hari) Pemberian Pakan (Kg)/hari

1-20 3

21-40 4

41-60 4-4,5

61-80 5

81-100 5

100-120 5-6

d. Pemeliharaan dan Pengendalian Penyakit

Pemeliharaan dan pengendalian dilakukan dengan cara mengganti mulsa yang sudah rusak, mengontrol kualitas air dengan cara mengganti atau menambah air apabila air sudah terlihat bening, memberi pakan secara teratur, melakukan penyiponan apabila kotoran udang sudah teralu banyak. Jenis penyakit yang sering menyerang udang adalah white feces desease (berak putih) dan myo (ekor dan sebagian badan merah). Cara pencegahan yaitu dengan cara memberi obat cair maupun padat. Adapun jenis obat cair yang digunakan adalah omega protein, super NB, biosolution, biclin. Adapun obat adalah anara lain: vitamin c, vitaral, bio lacto, dan biactiv.

e. Panen

Pemanenan udang vannamei dilakukan setelah udang berusia 90-120 hari. Pemanenan dilakukan dengan cara parsial (memanen sebagian dari udang) dan langsung habis. Namun, apabila udang terkena penyakit myo ataupun berak putih


(61)

udang harus segera dipanen, karena pertumbuhan udang tidak akan baik lagi dan apabila tidak dijual segera, udang akan mati dan harga mengalami penurunan.


(62)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Penambak Udang di Desa Karangsewu

Penambak udang yang menjadi sampel adalah penambak udang di Dusun

Imorenggo dan “Pakualaman” Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo dengan jumlah sampel 40 penambak udang. Identitas penambak udang adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam melakukan budidaya udang. Identitas penambak udang di Desa Karangsewu meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, pengalaman kerja dan jumlah tanggungan keluarga.

1. Usia

Keberhasilan penambak udang dalam melakukan budidaya udang dipengaruhi oleh tingkat usia. Usia berpengaruh terhadap kemampuan fisik penambak udang dalam melakukan usahanya. Manusia memiliki proses kehidupan dari sejak lahir hingga meninggal, namun dalam daur kehidupan tersebut terdapat penduduk yang usia produktif, artinya dalam usia produktif penduduk tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas dengan baik. Manusia dikatakan usia produktif, ketika penduduk berusia pada rentang 15-59 tahun. Sebelum 15 tahun atau setelah 59 tahun tidak lagi masuk ke dalam usia produktif (Nurhasikin 2013). Usia penambak udang di Dusun Imorenggo Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(63)

Tabel 12. Penggolongan Usia Penambak Udang Uraian Penggolongan Usia

(Tahun) Jumlah Penambak Udang Persentase (%)

17-34 18 45

35-49 19 47,5

>50 3 7,5

Jumlah 40 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 12, diketahui bahwa penambak udang di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo memiliki beberapa golongan usia. Usia tertinggi berada dikisaran 35-49 tahun yang berjumlah 19 orang dengan persentase sebesar 47,5%. Sedangkan usia terendah berada dikisaran >50 tahun yang berjumlah 3 orang dengan persentase sebesar 7,5%. Umur dapat menunjukkan bahwa sebagian besar penambak tambak secara fisik mampu mengelola usahanya dengan baik, hal ini dapat menunjang keahlian dan kecermatan dalam berusaha tambak udang. Dari hasil survey di lapangan menunjukkan bahwa tingkat umur tidak begitu berpengaruh pada produksi yang dihasilkan dan juga terhadap pendapatan serta keuntungan yang diperoleh penambak.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin secara tidak langsung mempengaruhi kualitas kerja, apalagi dalam proses produksi usaha udang vannamei. Jenis kelamin laki-laki biasanya melakukan kegiatan yang tergolong berat dibanding perempuan. Berikut datanya:


(64)

Tabel 13 Petambak Udang Vannamei Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Laki-laki 37 92,5

Perempuan 3 7,5

Total 40 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 13 dapat diketahui bahwa pemilik tambak laki-laki lebih banyak dibanding pemilik tambak perempuan dengan selisih 85%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya udang vannamei banyak membutuhkan kekuatan fisik laki-laki dalam hal pengolahan lahan, pemeliharaan, pemberian pakan, dan menangani mesin diesel, dan mesin genset. Pemilik tambak perempuan hanya menjadikan usaha udang vannamei sebagai pekerjaan sampingan atau tambahan. Adapun pekerjaan utama perempuan pada usaha udang vannamei adalah sebagai karyawan bank, dan dua orang lainnya adalah ibu rumah tangga. Serta yang bekerja adalah tenaga kerja dari luar keluarga

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan secara langsung atau tidak langsung menjadi dasar kemampuan untuk memperoleh pengetahuan cara budidaya udang yang baik. Tingkat pendidikan secara langsung ialah mendapatkan ilmu secara teoritis dari Dinas Perikanan melalui penyuluh, pendidikan dari penyuluh yang diberikan kepada penambak cara teknis budidaya dari mulai pembenihan sampai pemanenan. Sedangkan tingkat pendidikan secara tidak langsung ialah mendapatkan ilmu secara


(65)

otodidak dari melihat langsung kepada penambak udang yang sudah dulu memulai budidaya dan mencoba mempraktekkannya.

Tabel 14. Tingkat Pendidikan Penambak Udang Tingkat Pendidikan Jumlah Penambak Udang

(Jiwa) Persentase (%)

Tidak Sekolah 1 2,5

SD 3 7,5

SMP 8 20

SMA/SMK 25 62,5

Sarjana 3 7,5

Jumlah 40 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 14 dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh penambak bervariasi. Tingkat pendidikan tertinggi yaitu SMA/SMK sejumlah 25 orang dengan persentase sebesar 62,5% dan yang tidak bersekolah sejumlah 1 orang dengan persentase sebesar 2,5%. Tingkat pendidikan penambak udang berpengaruh dalam kemajuan budidaya udang, karena semakin tinggi tingkat pendidikannya maka penambak udang semakin terampil untuk berbudidaya udang dan para penambak udang hanya mengandalkan keterampilan masing-masing dan pengalaman dari orang lain yang terlebih dahulu membangun usaha tambak udang.

4. Pengalaman Usaha Tambak Udang Vannamei

Tingkat pengalaman usaha udang vannamei secara tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir petambak. Petambak yang memiliki pengalaman dalam usaha udang vannamei lebih lama akan lebih mampu merencanakan usahanya karena sudah memahami berbagai aspek dalam berusaha udang. Sehingga semakin tinggi


(1)

Lampiran 4.

Hasil Uji T-test Pendapatan

T-Test

PENDAPATAN

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 MK 19178059

3.4468 40

475735052 .30005

75220316 .40237

MH 10654195

6.5709 40

418559660 .85724

66180093 .24883

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 MK & MH 40 .967 .000

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper

Pair 1 MK - MH 85238636

.87592

127735329 .51258

20196728 .94659

44386896 .62120

12609037


(2)

Lampiran 5. Hasil Uji T-test Keuntungan

T-Test

KEUNTUNGAN

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 MK 18674143

2.6907 40

474836927 .49572

75078310 .40214

MH 10254690

7.2194 40

417544937 .05232

66019651 .32785

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 MK & MH 40 .967 .000

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper

Pair 1 MK - MH 84194525

.47125

128153049 .34067

20262776 .25062

43209191 .93438

12517985


(3)

Lampiran 6. Hasil Uji T-test R/C

T-Test

R/C

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 MK 2.6519 40 1.37438 .21731

MH 2.1337 40 2.05518 .32495

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 MK & MH 40 .667 .000

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper


(4)

Lampiran 7. Hasil Uji T-test Produktivitas Lahan

T-Test

PRODUKTIVITAS LAHAN

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 MK 70760.52

38 40

64446.460 05

10189.88 004

MH 29165.11

56 40

52936.478 24

8369.992 13

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 MK & MH 40 .613 .000

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper

Pair 1 MK - MH 41595.40

825

52667.254 05

8327.424 05

24751.60 324

58439.21


(5)

Lampiran 8. Hasil Uji T-test Produktivitas Tenaga Kerja

T-Test

PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 MK 12564290

.1050 40

92292715. 61633

14592759 .63949

MH

-2072219. 0351

40 9436482.5 4644

1492038. 89736

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 MK & MH 40 .163 .316

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper

Pair 1 MK - MH

14636509 .14013

91233028. 03191

14425208 .32074

-14541228 .74987

43814247


(6)

Lampiran 9. Hasil Uji T-test Produktivitas Modal

T-Test

PRODUKTIVITAS MODAL

Paired Samples Statistics

Mean N

Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 MK 1.7443 40 1.44752 .22887

MH 1.2485 40 2.33807 .36968

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 MK & MH 40 .675 .000

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper