Isolation and identification of indigenous microorganisms and its application in fermented corn and characterization of physicochemical properties of the flour

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROORGANISME
INDIGENUS DAN APLIKASINYA PADA FERMENTASI
JAGUNG SERTA KARAKTERISASI SIFAT
FISIKOKIMIA TEPUNG YANG DIHASILKAN

RAHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul: Isolasi dan
Identifikasi Mikroorganisme Indigenus dan Aplikasinya pada Fermentasi
Jagung serta Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung yang Dihasilkan, adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Rahmawati
NIM F261080031

RINGKASAN
RAHMAWATI. Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Indigenus dan Aplikasinya
pada Fermentasi Jagung serta Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung yang
Dihasilkan. Dibimbing oleh PURWIYATNO HARIYADI, DEDI FARDIAZ, dan
RATIH DEWANTI-HARIYADI.
Selain beras, jagung merupakan sumber karbohidrat penting di Indonesia.
Jagung putih lokal, sedang dikembangkan sebagai varietas unggulan nasional, antara
lain varietas Anoman 1 (amilosa tinggi) dan Pulut Harapan (amilosa rendah). Tepung
dan/atau pati jagung alami memiliki sifat fisikokimia yang kurang diinginkan,
khususnya sifat retrogradasi, sineresis dan kestabilan pasta yang rendah pada suhu

tinggi dan pH rendah, maka perlu dimodifikasi.
Secara tradisional tepung jagung dibuat dengan merendam kernel jagung dalam
air. Selama perendaman terjadi fermentasi spontan yang menyebabkan perubahan
sifat fisikokimia tepung yang dihasilkan, namun tidak konsisten. Tujuan penelitian ini
untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang berperan pada proses fermentasi
spontan jagung, melakukan proses fermentasi dengan penambahan kultur starter dan
mempelajari sifat fisikokimia tepung jagung yang dihasilkan.
Ruang lingkup penelitian: (1) mengisolasi dan mengidentifikasi mikroba yang
berperan selama fermentasi spontan grits jagung putih lokal varietas Anoman 1.
Pengamatan pada 0, 4, 12, 24, 36, 48, dan 72 jam;(2) mengembangkan kultur starter
hasil isolasi dan identifikasi sebagai kultur starter; (3) melakukan fermentasi dengan
penambahan kultur starter (CC dan AC) dan kontrol (SF). Perlakuan CC: menambah
kultur starter lengkap mikroba non-patogen hasil isolasi dan identifikasi pada 0 jam
fermentasi masing-masing mikroba sebanyak 106 koloni/mL; perlakuan AC: CC
ditambah kultur mikroba amilolitik pada 16 jam fermentasi masing-masing sebanyak
106 koloni/mL, dan SF: fermentasi tanpa penambahan kultur starter; (4) mempelajari
sifat fisikokimia tepung jagung putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan
hasil fermentasi dengan penambahan kultur starter. Pengamatan pada 0, 36, 48 dan
72 jam fermentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada fermentasi spontan grits jagung

varietas Anoman 1 teridentifikasi 16 jenis mikroba yang terdiri dari 8 spesies kapang
(Penicillium chrysogenum, Penicillium citrinum, Aspergillus flavus, Aspergillus
niger, Rhizopus stolonifer, Rhizopus oryzae, Fusarium oxysporum, Acremonium
strictum), 3 spesies khamir (Candida famata, Kodamaea ohmeri, Candida
krusei/incospicua) dan 5 spesies Bakteri Asam Lakat, BAL (Lactobacillus
plantarum1a, Pediococcus pentosaceus, Lactobacillus brevis1, Lactobacillus
plantarum1b, dan Lactobacillus paracasei ssp paracasei3). Dari 8 spesies kapang
teridentifikasi, terdapat 1 spesies kapang penghasil aflatoksin, yaitu Aspergillus
flavus. Sementara itu, spesies khamir dan BAL yang teridentifikasi semuanya
bersifat non-toksigenik. Karena itu maka Aspergillus flavus tidak digunakan sebagai
kultur starter. Dari semua jenis mikroba non-toksigenik yang teridentifikasi, terdapat
tiga (3) spesies kapang (Penicillium citrinum, Aspergillus niger, Acremonium
strictum,) dan satu (1) spesies khamir (Candida famata) yang bersifat amilolitik,
sedangkan semua BAL yang teridentifikasi tidak bersifat amilolitik.
Aktivitas amilase selama proses fermentasi spontan maksimal pada 12 jam
fermentasi dan setelah itu aktivitas cenderung menurun. Untuk mempelajari
pengaruh aktivitas amilase selama fermentasi terhadap sifat tepung yang dihasilkan

maka kultur mikroba amilolitik ditambahkan setelah 16 jam fermentasi, yaitu pada
saat aktivitasnya sudah mulai menurun.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa proses fermentasi menyebabkan
perubahan sifat fisikokimia tepung jagung. Fermentasi dengan penambahan kultur
starter juga berpotensi memodifikasi sifat fisikokimia tepung secara berbeda, jika
dibandingkan dengan tepung jagung yang dihasilkan dari proses fermentasi spontan
(SF). Fermentasi dengan penambahan kultur starter, baik (1) kultur lengkap, yaitu
kultur mikroba yang terdiri dari semua jenis mikroba yang teridentifikasi, kecuali
Aspergillus flavus (CC) dan (2) fermentasi CC dengan penambahan kultur amilolitik
(kultur yang terdiri dari kapang dan khamir amilolitik) setelah 16 jam (fermentasi
AC), dapat meningkatkan jumlah kapang dan khamir pada awal proses femrntasi
sampai pada 72 jam fermentasi, dibandingkan jumlah kapang dan khamir pada
fermentasi spontan (SF), namun penambahan kultur starter ini hanya meningkatkan
jumlah BAL di awal fermentasi dan tidak memengaruhi jumlah BAL setelah 36 jam
sampai akhir fermentasi. Disimpulkan bahwa secara spontan, pertumbuhan BAL
memang sudah cukup tinggi sehingga penambahan BAL pada kultur starter tidak
berpengaruh pada jumlah BAL selama fermentasi. Jumlah BAL ini mempunyai
korelasi dengan nilai pH air perendam dan pH tepung jagung varietas yang
dihasilkan, sehingga memengaruhi beberapa sifat fisikokimianya.
Proses fermentasi menurunkan kadar protein, lemak, abu dan serat kasar
tepung jagung putih varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan. Aktivitas enzim selama
fermentasi dapat menurunkan kandungan amilosa pada tepung Anoman 1, namun

fermentasi 36CC dan 48CC cenderung meningkatkan kandungan amilosa pada
tepung jagung varietas Pulut Harapan yang dihasilkan.
Proses fermentasi 72 jam memengaruhi sifat pasting tepung jagung putih
varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan yang dihasilkan, yaitu meningkatkan viskositas
puncak, breakdown, akhir, dan setback. Perlakuan AC menghasilkan viskositas
puncak, breakdown, akhir, dan setback yang lebih rendah pada tepung Anoman 1
dibandingkan U, SF dan CC. Pada tepung Pulut Harapan menghasilkan viskositas
puncak, breakdown, akhir, dan setback yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan U,
SF dan CC. Perlakuan AC dapat meningkatkan kestabilan pasta tepung Anoman 1
pada saat pendinginan, namun menurunkannya pada tepung Pulut Harapan, kecuali
tepung Pulut Harapan perlakuan 72AC, yaitu mempunyai viskositas akhir dan setback
yang lebih rendah dari 72SF dan 72CC. Perlakuan 72AC meningkatkan kestabilan
pasta tepung Anoman 1 pada saat pemanasan dan pendinginan, namun menurunkan
kestabilan pasta tepung Pulut Harapan pada saat pemanasan dan pendinginan hingga
48 jam. Pada 72 jam fermentasi perlakuan 72AC meningkatkan kestabilan pasta
tepung pada saat pendinginan.
Proses fermentasi memengaruhi sifat fisik tepung jagung yang dihasilkan.
Penambahan kultur starter sampai 72 jam meningkatkan kekuatan gel tepung Anoman
1, yaitu kekuatan gel tepung AC lebih besar dari CC yang lebih besar dari SF.
Kekerasan gel tepung Anoman 1 lebih tinggi dibandingkan Pulut Harapan. Waktu

fermentasi meningkatkan kelengketan gel, namun penambahan kultur starter CC dan
AC menurunkan kelengketan gel tepung Pulut Harapan. Penambahan kultur AC
menurunkan kelengketan gel lebih besar dibandingkan CC. Waktu fermentasi
meningkatkan derajat putih kedua varietas jagung dengan menurunkan kandungan
protein, meningkatkan kapasitas penyerapan air tepung Anoman 1 dan menurunkan
kapasitas penyerapan minyak ke dua varietas jagung.
Kata kunci: isolasi, identifikasi, mikroorganisme indigenus, sifat fisikokimia

SUMMARY
RAHMAWATI. Isolation and Identification of indigenous Microorganisms and Its
Application in Fermented Corn and Characterization of Physicochemical Properties
of the Flour. Under the supervision of PURWIYATNO HARIYADI as the chairman,
DEDI FARDIAZ, and RATIH DEWANTI-HARIYADI as advisory committe
members.
Corn is an important carbohydrate source in Indonesia. Local white corn is
currently being developed including Anoman 1 (high amylose) and Pulut Harapan
(low amylose) varieties. However, the utilization of corn flours and/or starches in
native form have a less desirable physicochemical properties, especially with regards
to retrogradation, syneresis, and low stability of pasta at high temperature and low pH
properties. Consequently, there is a need to modify flour properties to increase the

utilization.
Traditionally, corn flour is made by soaking corn kernels in water. The
spontaneous fermentation occurred during soaking and affected the physicochemical
properties, but it’s difficult to achieve a consistent product. The purpose of this study
to identify microorganisms that play a role in the fermentation process of corn, as
well as the process of fermentation with the addition of a starter culture and studied
the physicochemical properties of corn flour produced.
The research was conducted in : (1) to isolate and identify microorganims
which the role play during spontaneous fermentation of white local corn of Anoman 1
variety; (2) to design a starter culture of the microorganisms isolated to use for a
controlled fermentation; (3) do the fermentation by adding a starter culture and
characterize physicochemical properties of corn flour produced. Treatments consisted
of: Spontaneous fermentation, i.e. water soaking of corn grits (as a control, SF); and
fermentation with added starter culture containing microbes previously isolated
without toxigenic microbe (CC); and (AC) fermentation of (CC) with additional
amylolytic microbes after 16 hours of fermentation. The number of each
microorganisms that added were 106 CFU / mL; (4) to study the physicochemical
properties of corn flours of Anoman1 and Pulut Harapan varieties produced.
Observations were done at 0, 36, 48, and 72 hours fermentation.
The results showed that there were 16 microorganisms were identified included

8 species of molds (Penicillium chrysogenum, Penicillium citrinum, Aspergillus
flavus, Aspergillus niger, Rhizopus stolonifer, Rhizopus oryzae, Fusarium oxysporum,
Acremonium strictum), 3 species of yeasts (Candida famata, Kodamaea ohmeri,
Candida krusei/incospicua), and 5 species of lactic acid bacteria, LAB (Lactobacillus
plantarum1a, Pediococcus pentosaceus, L. brevis1, L. plantarum1b, and L. paracasei
ssp paracasei3). Four molds and one yeast were amylolytic while none of the lactid
acid bacteria (LAB). One from 8 species of molds identified was producing aflatoxin
i.e. Aspergillus flavus. While all of yeasts and LAB species identified was nontoxigenic. So, the Aspergillus flavus was not used as a starter culture. All of nontoxigenic microbes identified, there were three (3) species of mold (Penicillium
citrinum, Aspergillus niger, Acremonium strictum) and one (1) species of yeast
(Candida famata) that were amylolytic, while all of LAB identified were nonamylolytic.
The amylase activity changed during spontaneous fermentation (SF), where the
activity was a maximum at 12 hours of fermentation. After that activity tended to
decrease up to 72 hours of fermentation. To study the influenced of amylase activity

to the flour during fermentation, was made the amylolytic culture that added after 16
hours fermentation to increase the activity .
In general it can be concluded that the fermentation process caused the changes
in the physicochemical properties of corn flour. Fermentation with the addition of a
starter culture, either (1) a complete culture, i.e. microorgaisms cultures consisting of
all types of microbes were identified, except Aspergillus flavus (CC) and (2) CC

fermentation with the addition of amylolytic culture (culture consisting of molds and
yeast amylolytic ) after 16 hours fermentation (AC), increased the number of molds
and yeasts in the beginning process of fermentation up on 72 hours of fermentation,
compared to the number of molds and yeasts in spontaneous fermentation (SF), but
the addition of a starter culture is only increasing the number of LAB at the beginning
of fermentation and did not after 36 hours until the end of fermentation. Concluded
that spontaneously, LAB growth is already high enough so that the addition of LAB
starter cultures had no effect on the number of LAB during fermentation. The number
of BAL correlated with the pH value of water and the pH of corn flours produced,
thus affecting some physicochemical properties
The fermentation process caused to reduce protein, fat, ash and crude fiber
contain from white corn of flour Anoman 1 and Pulut Harapan varieties. Enzyme
activity during the fermentation decreased in amylose content of Anoman 1 four, but
the 36CC fermentation and 48CC tended to increase the amylose content of Pulut
Harapan flour.
The 72 hours fermentation process affected the pasting properties of white corn
flour of Anoman 1 dan Pulut Harapan varieties resulted, i.e. increased the peak,
breakdown, final, and setback viscosities. AC resulted in corn flour of Anoman I
(high amylose) with lower values of peak (PV), breakdown (BV), final (FV), and
setback viscosities (SV) than U, SF and CC. While for corn flour of Pulut Harapan

variety (high amylopectin), AC fermentation resulted in flour with higher value of
PV, BV, FV, and SV than U, SF and CC. AC treatment could improve the stability
of pastes of flour that contain high amylose (Anoman 1) during cooling, but instead
lowers the stability of pastes of flour that contain high amylopectin (Pulut Harapan)
when cooled, except the flour of Pulut Harapan that treated 72AC. Pulut Harapan
flour that has been treated 72AC resulted the final viscosity and setback viscosity
lower than 72SF and 72CC. The 72AC treatment seemed to increase the stability of
the pastes containing high amylose starch during heating and cooling, but instead
lowers the stability of pastes containing high amylopectin during heating and cooling
for up to 48 hours. At 72 hours of fermentation treatments flour paste 72AC improve
stability during cooling.
The fermentation process affected the physical properties of flour produced,
where the addition of a starter culture tended to increase the gel strength of Anoman 1
flour during fermentation where the effect of the gel treatment AC higher than CC
that higher than SF. The gel strength of the Anoman 1 flour tended to be higher than
Pulut Harapan. It is associated with a high amylose content in starch Anoman 1.
Fermentation time tended to increase the stickiness of the gel, but the addition of a
starter culture (CC and AC) tended to decrease the stickiness of the gel from Pulut
Harapan flour, where the addition of AC treatment resulted a higher reduction than
CC. Fermentation time tended to increase the whiteness degree of the two varieties of

white flour with the decreased in protein content. Water absorption capacity seemed
to increase during fermentation especially Anoman 1 flour and oil absorption capacity
tended to decrease during fermentation.
Keywords: isolation, identification, microorganisms, physicochemical properties

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROORGANISME
INDIGENUS DAN APLIKASINYA PADA FERMENTASI
JAGUNG SERTA KARAKTERISASI SIFAT
FISIKOKIMIA TEPUNG YANG DIHASILKAN

RAHMAWATI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Elvira Syamsir, MSi
Dr Dra Suliantari, MS
Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr Ir Giyatmi, MSi
Dr Ir Didah Nur Faridah, MSi

Judul Disertasi

Nama
NIM

: Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Indigenus
dan Aplikasinya pada Fermentasi Jagung serta
Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung yang
Dihasilkan
: Rahmawati
: F261080031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc
Ketua

Prof Dr Ir Dedi Fardiaz, MSc
Anggota

Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc
Anggota
Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 25 Juli 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang
selalu memberi kemudahan dan karunia-Nya kepada penulis sehingga disertasi
yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Indigenus dan
Aplikasinya pada Fermentasi Jagung serta Karakterisasi Sifat Fisikokimia
Tepung yang Dihasilkan” dapat diselesaikan.
Sebagian dari disertasi ini, yaitu artikel dengan judul “Isolation and
Identification of Microorganisms during Spontaneous Fermentasion of Maize“
telah diterima untuk dipublikasikan pada jurnal nasional terakreditasi Teknologi
dan Industri Pangan 24: 1 tahun 2013 dan satu artikel dengan judul “Pasting
Properties Of White Corn Flours of Anoman 1 and Pulut Harapan Varieties as
Affected by Fermentation Process” telah disubmit pada jurnal internasional
“Starch”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada:
1.

Bapak Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc, Prof Dr Ir Dedi Fardiaz, MSc
dan Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku komisi pembimbing atas
segala bimbingan, arahan, masukan, nasihat, dukungan, serta motivasi kepada
penulis sejak penulisan proposal, penelitian hingga penulisan Disertasi ini
dapat diselesaikan.

2.

Ibu Dr Ir. Elvira Syamsir, MSi dan ibu Dr Dra Suliantari, MS selaku penguji
luar komisi dalam ujian tertutup, serta Prof. Dr. Ir. Giyatmi, MSi dan Dr. Ir.
Didah Nur Faridah selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka, yang telah
banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan disertasi ini.

3.

Direktur, staf dan karyawan SEAFAST Center IPB serta Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan IPB yang telah banyak membantu dan memberi
kemudahan dalam pelaksanaan penelitian ini.

4.

Rektor Universitas Sahid, Dekan Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Sahid, Kepala LPPM Universitas Sahid atas kesempatan,
dukungan dan motivasi yang telah diberikan kepada Penulis untuk mengikuti
studi program doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana IPB.

5.

Yth. Bapak Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr, selaku Dekan Sekolah Pasca
Sarjana; Bapak Dr Ir Sam Herodian, MS, selaku Dekan Fakultas Teknologi
Pertanian; serta Ibu Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku Ketua
Program Studi Ilmu Pangan di IPB, yang telah memberikan support dan
fasilitas kepada penulis selama menuntut ilmu dan menyelesaikan studi pada
Program Studi Ilmu Pangan.

6.

Yth. Seluruh staf pengajar pada program Studi Ilmu Pangan IPB atas ilmu
dan pengetahuan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan.

7.

Mbak Mar dan Mbak Niar Staf Program Studi Ilmu Pangan yang selalu
memberikan pelayanan yang baik dan ramah dalam urusan administrasi. Pak
Taufik, mbak Ari, bu Rubiyah, mba Antin, pak Iyas, pak Karna, pak Wandi,

teh Asih, pak Jun, pak Rozak dan para petugas laboratorium baik di
SEAFAST maupun Departemen ITP IPB yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu, yang telah memberikan pelayanan, bantuan, dan kerjasama yang
baik dalam membantu penulis bekerja di laboratorium selama penelitian.
8.

Sahabat-sahabatku teh Yanti, mba Lula, ceu Nelis, mba Mia, mba Wulan,
mba Mega, mba Tuti, pak Mursalin, pak Rindy dan pak Ace mahasiswa
Program Doktor Ilmu Pangan Angkatan 2008; mba Imel, mba Zita, mba Tina,
mba Ayu, mas Dede, atas kebersamaannya selama hampir 5 tahun dalam suka
dan duka, baik di masa perkuliahan, penelitian, maupun penulisan disertasi.
Kenangan indah ini tak akan pernah terlupakan.

9.

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI) atas dukungan beasiswa
BPPS selama menempuh pendidikan enam semester; Departemen Pertanian
atas bantuan dana penelitian melalui program KKP3T tahun 2011;
Universitas Sahid Jakarta, Yayasan Supersemar dan Pemerintah Provinsi
Jawa Barat atas bantuan dana penelitian Tahun 2013.

10. Kedua orang tuaku (almarhum bapak Drs Tjartim Hasan Wilatjandra dan
almarhumah ibu Kusniati), kedua mertuaku (almarhum bapak Drs Arif
Farasara dan ibu Purbatin Darmabrata SH), suami (M. Hamzah Farasara
Arifin), dan anak-anakku (Aisyah Prikasih Farasara, Fathiyah Prikasih
Farasara, M. Raqief Farasara Arifin) atas kesempatan, dukungan, doa, dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

Rahmawati

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1

2

3

4

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

3

Hipotesis

4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

5

Jagung

5

Jagung Putih

8

Tepung Jagung

10

Pati Jagung

10

Fermentasi

13

Sifat Fisik Tepung

27

Sifat Pasting Tepung

29

METODE PENELITIAN

32

Tempat dan Waktu

32

Bahan dan Alat

32

Pelaksanaan Penelitian

32

Metode Analisis

35

Analisa Data

44

ISOLATION AND IDENTIFICATION OF MICROORGANISMS
DURING SPONTANEOUS FERMENTATION OF MAIZE

45

Abstract

45

Introduction

47

Material and Methods

47

Results and Discussion

49

Conclusion

57

Acknowledgement

58

References

58

5

6

7

JUMLAH MIKROBA DAN KOMPOSISI KIMIA TEPUNG JAGUNG
PUTIH VARIETAS ANOMAN 1 DAN PULUT HARAPAN HASIL
FERMENTASI DENGAN PENAMBAHAN KULTUR STARTER

61

Abstrak

61

Pendahuluan

62

Metodologi

63

Hasil dan Pembahasan

66

Simpulan dan Saran

74

Pustaka

74

PASTING PROPERTIES OF WHITE CORN FLOURS OF ANOMAN 1
AND PULUT HARAPAN VARIETIES AS AFFECTED BY
FERMENTATION PROCESS

78

Abstract

78

Introduction

78

Materials and Methods

79

Results and Discussion

82

Conclusion

90

References

90

PENGARUH FERMENTASI DENGAN PENAMBAHAN KULTUR
STARTER TERHADAP SIFAT FISIK TEPUNG JAGUNG
VARIETAS ANOMAN 1 DAN PULUT HARAPAN

93

Abstrak

93

Pendahuluan

94

Bahan dan Metode

95

Hasil dan Pembahasan

98

Simpulan

107

Pustaka

107

8

PEMBAHASAN UMUM

110

9

SIMPULAN DAN SARAN

116

DAFTAR PUSTAKA

119

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

125

DAFTAR TABEL
2.1 Komposisi kimia (%) berbagai varitas jagung secara umum

6

2.2 Komposisi kimia (%) berbagai varitas jagung lokal

6

2.3 Komposisi kimia (%) berdasarkan bagian biji jagung kuning

7

2.4 Kandungan asam hidroksinamat dan total polifenol (mg/kg)
jagung putih dan biru
2.5 Kandungan amilosa dan amilopektin (%) beberapa varietas biji
jagung
2.6 Sifat amilograf beberapa varitas tepung jagung

9
11

2.7 Beberapa sifat penting amilosa dan amilopektin

12

2.8 Mikroorganisme dalam beberapa produk fermentasi jagung dan
singkong
2.9 Perubahan karakteristik mikrobiolgis, fisikokimia, serta sensori
selama fermentasi
4.1 Description of molds growing during spontaneous fermentation
maize grits
4.2 Description of yeasts isolated during spontaneous fermentation
of maize grits
4.3 Identification and characteristics of LABs isolated during
spontaneous maize fermentation
5.1 Nilai pH air perendam dan tepung jagung varietas Pulut Harapan
dan Anoman 1 hasil fermentasi grits jagung dengan penambahan
kultur starter
5.2 Komposisi kimia jagung yang digunakan

16

5.3 Komposisi kimia tepung jagung varietas Anoman 1 dan Pulut
Harapan hasil fermentasi dengan penambahan kultur starter
6.1 Pasting properties profile of maize flour Anoman 1and Pulut
Harapan varieties during 36 hours fermentation
6.2 Pasting properties profile of maize flour Anoman 1and Pulut
Harapan varieties during 48 hours fermentation
6.3 Pasting properties profile of maize flour Anoman 1and Pulut
Harapan varieties during 72 hours fermentation
7.1 Derajat putih (%) tepung jagung hasil fermentasi dengan
penambahan kultur starter

69

11

19
51
54
55
67
68

83
84
86
101

DAFTAR GAMBAR
2.1.
2.2.
2.3
2.4
2.5
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
4.1.
4.2.
4.3.
4.4
4.5
4.6
5.1.

5.2.

6.1
6.2.

Potongan melintang jagung
Struktur internal dan susunan granula pati
Gambar bagian partikel
Profil viskositas pati pada proses gelatinisasi
Profil gelatinisasi pati dengan Brabender Visco Amilograph atau
Rapid Visco Amilograph
Bagan alur persiapan grits jagung untuk fermentasi spontan
Identifikasi mikroba yang berperan dalam fermentasi jagung
secara spontan
Bagan alur persiapan grits jagung untuk fermentasi terkendali
Bagan alur proses pembuatan tepung jagung dengan fermentasi
terkendali
Total plate counts (TPC) of microorganisms and the pH changes
during spontaneous fermentation of maize
Mold growth during spontaneous fermentation of maize
An example of microscopic observation of mold slide culture
identified as Acremonium strictum
Yeast growth during spontaneous fermentation of maize
Growth of LABs (log CFU/mL) during spontaneous fermentation
of maize
Changes in amylase activity during spontaneous fermentation of
maize
Pola pertumbuhan kapang, khamir, BAL pada grits jagung
varietas Anoman 1 (A, C, E) dan Pulut Harapan(B, D, F) berturutturut selama fermentasi. SF: grits jagung dengan fermentasi
spontan; CC: grits jagung setelah fermentasi dengan penambahan
kultur starter lengkap; AC: grits jagung setelah fermentasi CC
dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam fermentasi
Kadar amilosa (%) tepung tepung jagung putih varietas Anoman 1
(A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi 72 jam. SF: tepung
yang dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan; CC:
tepung yang dibuat dari grits jagung setelah fermentasi dengan
penambahan kultur starter lengkap; AC: tepung yang dibuat dari
grits jagung setelah fermentasi CC dengan penambahan kultur
amilolitik setelah 16 jam fermentasi
Pasting properties profile of maize flour Anoman 1 (A) and Pulut
harapan (B) varieties during fermentation
Pasting profile of corn flour of Anoman 1 (A) and Pulut Harapan
(B) varieties made from corn grits after 72 hours of fermentation.
U: Unfermented flours; 72SF: flour made from corn grits after 72
hours of spontaneous fermentation, 72CC: flour made from corn
grits after 72 hours of fermentation with addition of a complete
starter culture; 72AC: flour made from corn grits after 72 hours of

7
12
28
30
30
34
35
36
37
49
50
52
54
56
57
66

72

79
82

fermentation with complete culture and additional amylolytic
starter (AC) culture at 16 hours of fermentation
6.3. Pasting profile of corn flour of Anoman 1 (A) and Pulut Harapan
(B) varieties made from corn grits after 48 hours of fermentation.
U: Unfermented flours; 48SF: flour made from corn grits after 48
hours of spontaneous fermentation, 48CC: flour made from corn
grits after 48 hours of fermentation with addition of a complete
starter culture; 48AC: flour made from corn grits after 48 hours of
fermentation with complete culture and additional amylolytic
starter (AC) culture at 16 hours of fermentation
6.4. Pasting profile of corn flour of Anoman 1 (A) and Pulut Harapan
(B) varieties made from corn grits after 72 hours of fermentation.
U: Unfermented flours; 72SF: flour made from corn grits after 72
hours of spontaneous fermentation, 72CC: flour made from corn
grits after 72 hours of fermentation with addition of a complete
starter culture; 72AC: flour made from corn grits after 72 hours of
fermentation with complete culture and additional amylolytic
starter (AC) culture at 16 hours of fermentation
7.1 Kurva analisis profil tekstur
7.2 Profil tekstur tepung tepung jagung putih varietas Anoman 1 (A)
dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. 72SF: tepung yang
dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan 72 jam; 72CC:
tepung yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi
dengan penambahan kultur starter lengkap; 72AC: tepung yang
dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan kultur
CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam
fermentasi
7.3 Kekerasan gel (gf) tepung jagung putih varietas Anoman 1(A) dan
Pulut Harapan (B) selama fermentasi. SF: tepung yang dibuat dari
grits jagung dengan fermentasi spontan; CC: tepung yang dibuat
dari grits jagung setelah fermentasi dengan penambahan kultur
starter lengkap; AC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah
fermentasi CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16
jam fermentasi
7.4 Kelengketan gel (gf) tepung jagung putih varietas Anoman 1(A)
dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. SF: tepung yang dibuat
dari grits jagung dengan fermentasi spontan; CC: tepung yang
dibuat dari grits jagung setelah fermentasi dengan penambahan
kultur starter lengkap; AC: tepung yang dibuat dari grits jagung
setelah fermentasi CC dengan penambahan kultur amilolitik
setelah 16 jam fermentasi
7.5 Kapasitas penyerapan air (%) tepung jagung varietas Anoman 1
(A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. SF: tepung yang
dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan; CC: tepung
yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan
penambahan kultur starter lengkap; AC: tepung yang dibuat dari
grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan kultur CC dengan
penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam fermentasi

85

87

95
96

98

100

102

7.6

Kapasitas penyerapan minyak tepung jagung putih varietas
Anoman 1 (A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. SF:
tepung yang dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan;
CC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam
fermentasi dengan penambahan kultur starter lengkap; AC: tepung
yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan
kultur CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam
fermentasi

104

1
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jagung merupakan sumber karbohidrat penting setelah beras di Indonesia.
Produksi jagung nasional selama tiga tahun terakhir cenderung meningkat, yaitu
18 327 636 ton (2010), 17 643 250 ton (2011), dan 19 377 030 ton (2012) (BPS
2013). Meningkatnya produksi jagung selama 3 tahun terakhir menunjukkan
meningkatnya peran jagung menjadi komoditas agribisnis yang semakin penting.
Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya permintaan produk jagung baik
dalam jumlah, ragam, maupun kualitasnya. Pengembangan pembuatan bahan
baku jagung untuk industri juga telah dilakukan seperti pembuatan tepung jagung
komposit (Susila dan Resmisari 2005), pengembangan jagung sebagai bahan
baku bassang (Dharmawidah et al. 2005), pengkajian teknologi produksi dan
penyimpanan jagung sosoh pratanak (Tawali 2007), serta pemanfaatan tepung
komposit ubi kayu-jagung-terigu pada mi kering (Permana et al. 2010).
Pemanfaatan jagung khususnya jagung putih lokal, saat ini sedang
dikembangkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian sebagai
varietas unggulan nasional. Kelebihan jagung putih antara lain mengandung pati
yang tinggi, warna putih yang menarik, dan produktivitasnya lebih tinggi daripada
jagung kuning serta lebih tahan terhadap kekeringan (Qanytah & Prastuti 2008).
Varietas jagung putih lokal yang sedang dikembangkan sebagai varietas unggulan
nasional antara lain varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan. Jagung putih varietas
Anoman 1 tergolong jagung tinggi amilosa dengan kadar amilosa biji jagung
sebesar 29,92%, sedangkan varietas lokal Pulut termasuk tipe jagung ketan (waxy
corn) dengan kandungan amilosa biji jagung rendah, yaitu 4.25% dan amilopektin
tinggi, yaitu 95.75% dan (Suarni 2005). Perbedaan kandungan amilosa dan
amilopektin diduga mempengaruhi sifat pasting tepung yang dihasilkan. Untuk
mengetahui hal itu maka pada penelitian ini digunakan kedua jenis jagung
tersebut.
Pembuatan tepung jagung umum dilakukan dengan merendam grits jagung
terlebih dahulu dalam air, dilanjutkan dengan penirisan, pengeringan dan
penggilingan. Selama perendaman terjadi aktivitas mikroba (fermentasi spontan)
yang dapat merubah sifat fisikokimia jagung. Selama fermentasi spontan jagung,
beberapa peneliti melaporkan bahwa mikroba yang paling banyak ditemukan
adalah bakteri asam laktat/BAL (Nago et al. 1998) dan khamir (ben Omer dan
Ampe 2000). Peneliti lain menemukan kapang selama proses perendaman baik
jagung maupun singkong (Tsav-Wua 2004). Mikroba-mikroba ini memengaruhi
sifat produk akhir karena baik kapang, khamir, maupun BAL ada yang bersifat
amilolitik, selulolitik, pektinolitik, lipolitik, proteolitik, menghasilkan senyawa
ester, asam-asam organik, CO2, etanol, dan asam lemak (Ghosh dan Ray 2011;
Tang et al. 2012; Heerd et al. 2012; Omemu et al. 2007; Halm et al. 2004; Li et
al. 2008; Bussamara et al. 2010; Mohammed 2007; Wojtatowicz et al. 2001;
Mestres et al. 2000). Dari uraian di atas diketahui bahwa kapang, khamir, BAL
yang tumbuh dan berperan selama perendaman, mempunyai aktivitas yang

2
beragam. Namun, karena komposisi utama tepung jagung adalah amilosa dan
amilopektin, maka pada penelitian ini aktivitas mikroba yang diutamakan adalah
yang memiliki sifat amilolitik.
Nche et al. (1996) melaporkan selama perendaman biji jagung pada 4 °C,
25 °C dan 60 °C selama 72 jam, meningkatkan total mikroba aerobik pada air
perendam setelah 48 jam menjadi >105 CFU/mL pada sampel yang tidak
didisinfeksi, < 104 CFU/mL pada sampel yang didisinfeksi; aktivitas enzim
endogenus tinggi (alkalin fosfatase; esterase (C 4); esterase lipase (C 8); lipase (C
14); leucin arilamidase; valin arilamidase; sistin arilamidase; tripsin; kimotripsin;
asam fosfatase; naftol-AS-BI-fosfohidrolase, α-galaktosidase; β-galaktosidase; βglukuronidase; α-glukosidase; β-glukosidase; N-asetil-β-glukosaminidase; αmannosidase; α-fucosidase); tepung jagung hasil perendaman biji jagung pada
suhu 60 °C tidak mempunyai viskositas puncak, sedangkan perendaman pada
suhu 60 °C ditambah enzim proteolitik meningkatkan viskositas puncak dan
setback tepung yang dihasilkan; semakin rendah pH tepung (pH 6.0, 5.6, dan 3.6)
menurunkan viskositas adonan, tidak ada viskositas puncak untuk semua kondisi
pH, serta menurunkan viskositas setback; tepung dengan pH 6.0 yang lolos
saringan 1.0 mm menunjukkan peningkatan viskositas pasting dan setback. Pada
0, 4, dan 8 jam fermentasi tidak ada viskositas puncak, namun setelah 12 dan 24
jam fermentasi, diperoleh viskositas puncak selama pemanasan pasta. Pada 24 jam
fermentasi suhu gelatinisasi lebih rendah, viskositas puncak lebih tinggi,
viskositas setback lebih rendah dibandingkan 12 jam fermentasi. Semakin halus
ukuran tepung (lolos 4 mm, 1 mm, dan 0.5 mm) semakin menurunkan viskositas
puncak dan setback adonan
Hasil penelitian Mestres et al. (2000) menunjukkan bahwa tepung jagung
yang diperoleh dari kernel jagung yang direndam sampai 14 hari pada suhu ruang
memiliki suhu gelatinisasi dan kemampuan mengembang yang lebih tinggi jika
dikeringkan dalam oven suhu 40C selama 24 jam dibandingkan yang dikeringkan
dengan sinar matahari selama 10 – 12 jam. Mei-Lan et al. (2008) melaporkan
bahwa tepung jagung yang diperoleh dari perendaman grits jagung berukuran ≤20
mesh dalam air (1 : 3 w/v) pada suhu ruang (26 – 30 °C), selama 21 hari,
mempunyai viskositas puncak meningkat selama fermentasi sampai hari ke 7,
selanjutnya menurun sampai hari ke 21, di mana mulai hari ke 19 – 21, viskositas
puncak lebih rendah dari kontrol; tren viskositas breakdown sama dengan
viskositas puncak; viskositas akhir dan viskositas setback menurun selama
fermentasi; kekuatan gel meningkat selama fermentasi; tensile stres, tensile strain,
dan tensile work pada mi yang dihasilkan meningkat selama fermentasi serta
kekerasan, kelicinan, chewiness, elastisitas, dan penerimaan keseluruhan mi yang
dihasilkan meningkat selama fermentasi; kadar aflatoksin pada mi lebih kecil dari
5 µg/kg selama fermentasi.
Hasil penelitian Aini (2010) menunjukkan bahwa fermentasi butiran jagung
putih varietas Srikandi secara spontan selama 24 jam menurunkan suhu
gelatinisasi tepung jagung (76.2 °C) dibandingkan tepung jagung yang dibuat
tanpa fermentasi (82 °C). Fermentasi sampai 48 jam dengan ukuran partikel
semakin besar menghasilkan tepung yang dapat diaplikasikan sebagai gelling
agent. Fermentasi spontan sampai 70 jam menurunkan kekuatan gel. Oke dan

3
Bolarinwa (2012) merendam irisan umbi talas setebal 2-2.5 cm dalam air selama
24 dan 48 jam serta mengeringkannya dalam pengering kabinet pada suhu 60 °C
selama 24 jam dan menghasilkan tepung dengan kapasitas penyerapan air
meningkat selama fermentasi dari 231.29 ±1.4 (0 jam) menjadi 271.11±1.0 (24
jam) dan 287.59±2.1 (48 jam), suhu pasting menurun dari 64.08±0.7 (0 jam)
menjadi 63.58±0.5 (24 jam) dan 63.30±0.5 °C (48 jam) serta viskositas puncak
menurun dari 178.75±10.8 (0 jam) menjadi 133.08±54 (24 jam) dan 124.46±6
RVU (48 jam) sehingga cocok untuk produk jeli.
Lama fermentasi diduga memengaruhi karakter tepung yang dihasilkan,
sehingga dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan. Saat ini, fermentasi yang
dilakukan umumnya secara spontan, sehingga sulit untuk mendapatkan produk
yang konsisten. Untuk mendapatkan produk yang lebih konsisten, maka perlu
dilakukan proses fermentasi terkendali, misalnya dengan menambahkan kultur
starter. Fermentasi dengan penambahan kultur starter adalah proses fermentasi
yang dilakukan dengan menambahkan mikroba yang diketahui jumlah dan
jenisnya. Pengendalian juga dapat dilakukan terhadap suhu dan waktu fermentasi
serta kondisi lingkungan proses.
Untuk mengetahui pengaruh penambahan kultur starter selama proses
fermentasi terhadap tepung yang dihasilkan, maka perlu dilakukan karakterisasi
sifat fisikokimia tepung jagung yang dihasilkan dengan fermentasi di mana jenis
dan jumlah mikroba telah diketahui serta lama fermentasi berbeda.

Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat fisikokimia
tepung jagung putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan melalui proses
fermentasi dengan penambahan kultur starter dan waktu fermentasi yang berbeda.
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mempelajari mikroorganisme yang berperan pada fermentasi spontan grits
jagung putih lokal varietas Anoman 1 yang meliputi jumlah, jenis dan pola
pertumbuhan kapang, khamir, BAL; mikroorganisme
amilolitik serta
kaitannya dengan aktivitas amilolitik dan perubahan pH.
2. Mengembangkan kultur starter untuk fermentasi grits jagung putih lokal
varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan dengan penambahan kultur starter.
3. Mempelajari sifat fisiko kimia tepung jagung yang dihasilkan oleh jagung
putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan yang difermentasi dengan
penambahan kultur starter.

4
Hipotesis
1. Mikroorganisme amilolitik dan non-amilolitik berperan selama fermentasi
spontan jagung
2. Penambahan kultur starter pada fermentasi jagung akan mempengaruhi
karakteristik fisikokimia tepung jagung yang dihasilkan
3. Lama fermentasi akan mempengaruhi karakteristik fisikokimia tepung jagung
yang dihasilkan

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Mengetahui informasi tentang mikroorganisme yang berperan selama
fermentasi spontan jagung
2. Pembuatan kultur starter untuk fermentasi jagung
3. Memodifikasi proses fermentasi untuk menghasilkan tepung jagung dengan
sifat fisikokimia tertentu

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi (1) mengisolasi dan mengidentifikasi
mikroorganisme yang berperan selama fermentasi spontan grits jagung putih lokal
varietas Anoman 1 meliputi jumlah, jenis dan pola pertumbuhan (total mikroba;
total kapang, khamir, BAL; kapang dan khamir amilolitik) serta perubahan pH;
(2) mengembangkan kultur starter (BAL, khamir dan kapang) hasil isolasi dan
identifikasi untuk ditambahkan sebagai kultur starter pada fermentasi grits jagung
putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan ; (3) melakukan fermentasi
dengan penambahan kultur starter dengan dua variasi, yaitu CC dan AC, dengan
SF sebagai kontrol; (4) Mempelajari sifat fisikokimia tepung jagung putih lokal
varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan hasil fermentasi dengan penambahan kultur
starter.

5
2

TINJAUAN PUSTAKA

Jagung
Jagung (Zea mays sp) merupakan salah satu bahan pangan sumber
karbohidrat. Di pasaran, jagung ditemui dalam berbagai jenis, antara lain (1)
jagung tepung (floury corn/Zea mays L. amylacea Sturt). Dikenal sebagai jagung
tepung karena biji jagung tepung hampir seluruhnya terdiri dari endosperma
lunak sehingga jenis ini disukai sebagai bahan baku pengolahan maizena; (2)
jagung gigi kuda (dent corn/Zea mays indentata). Ciri khas jagung ini adalah
adanya lekukan (dent) di puncak biji akibat pengerutan bagian lunak pada saat biji
mengering. Perbandingan antara bagian keras dan lunak kira-kira 2:1. Biji jagung
berwarna kuning, putih, atau warna lain. Bentuk bijinya seperti baji, terbelah dan
bersudut, memanjang dengan berat 1000 biji antara 300-500 gram. Jagung ini
banyak tumbuh di Amerika Serikat; (3) jagung mutiara (Flint corn/Zea mays
indurata). Jenis jagung ini banyak tumbuh di Indonesia. Bagian keras (horny)
jagung mutiara terdapat di bagian atas biji, sedang bagian tepungnya di dalam biji,
berdekatan dengan lembaga. Jagung mutiara umumnya lebih keras daripada
jagung gigi kuda. Bagian keras jagung gigi kuda berada di daerah sekitar
lembaga; (4) jagung berondong (pop corn/Zeamays L. everta Sturt). Jenis jagung
ini berukuran kecil dan hampir seluruh endospermnya terdiri dari bagian keras.
Ada 2 tipe jagung berondong, yaitu (a) tipe jagung berondong beras, yaitu jagung
yang berbiji pipih dan meruncing; dan (b) tipe jagung berondong mutiara, yaitu
jagung yang bentuk bijinya bulat dan kompak/mampat. Warna biji jagung
berondong umumnya kuning dan putih; dan (5) jagung manis. (sweet corn/ Zea
mays L. saccharata). Jagung ini mengandung kadar gula tinggi sehingga di
Meksiko digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup. Ciri khas jagung manis
adalah berambut putih, di mana biasanya jagung berambut merah. Jagung manis
dapat mengalami perubahan rasa menjadi kurang manis bila di sekitar areal
pertanaman terdapat jagung biasa; (6) jagung bungkus (Zea mays L. tunicata
Sturt). Jagung ini adalah jagung pertama yang ditemui manusia. Jagung ini
berbentuk sangat sederhana dan mempunyai daun pembungkus (kelebot) yang
membungkus setiap biji jagung. Sebuah kelobot besar membungkus tonglol
jagung sehingga bijinya tidak nangkap; (7) jagung ketan (waxy corn/Zea mays L.
ceratirta Kulesch). Jenis jagung ini bijinya dan berwarna jernih mengkilat seperti
lilin dan sering disebut jagung ketan. Jagung ini mengandung pati yang
didominasi oleh amilopektin (71 – 72 %) dengan rupa yang menyerupai tepung
tapioka (Muchtadi dan Sugiyono 2002). Komposisi kimia jagung berbagai
varietas jagung dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan 2.2.
Biji jagung terdiri dari 3 bagian utama, yaitu (1) kulit ari (perikarp); (2)
endosperma; dan (3) lembaga (germ). Bagian-bagian biji jagung dapat dilihat
pada Gambar 2.1 dan komposisi kimia berdasarkan bagian biji jagung dapat
dilihat pada Tabel 2.3.

6
Tabel 2.1. Komposisi kimia (%) berbagai varietas jagung secara umum
Varietas
Air
Abu
Protein
Serat
Lemak Karbohidrat
kasar
Kristalin

10.5

1.7

10.3

2.2

5.0

70.3

Floury

9.6

1.7

10.7

2.2

5.4

70.4

Starchy

11.2

2.9

9.1

1.8

2.2

72 8

Manis

9.5

1.5

12.9

2.9

3.9

69.3

Pop

10.4

1.7

13.7

2.5

5.7

66.0

1

4.4

75.9

Hitam
12.3
1.2
5.2
Sumber: Cortez dan Wild-Altamirano (1972).

Tabel 2.2. Komposisi kimia (%) berbagai varietas jagung lokal
Varietas
Air
Abu
Protein
Serat
Lemak
kasar

Karbohidrat

Srikandi
Putih*)

10.08

1.81

9.99

2.99

5.05

73.07

Srikandi
Kuning*)

11.03

1.85

9.95

2.97

5.10

72.07

Anoman* )

10.07

1.89

9.71

2.05

4.56

73.77

Lokal
pulut*)

11.12

1.99

9.11

3.02

4.97

72.81

Lokal
nonpulut*)

10.09

2.01

8.78

3.12

4.92

74.20

Bisi 2**)

9.70

1.00

8.40

2.20

3.60

75.10

6.90

2.60

3.20

76.30

Lamuru * * ) 9.80
1.20
*)Suarni dan Firmansyah (2005).
**)Suharyono et al. (2005).

Perikarp merupakan lapisan luar yang tipis dan berfungsi mencegah embrio
dari organisme pengganggu dan kehilangan air (Hardman dan Gunsolus 1998).
Lapisan ini berubah cepat selama proses pembentukan biji. Pada waktu kariopsis
muda, sel-selnya kecil dan tipis, tetapi sel-sel ini berkembang seiring dengan
bertambahnya umur biji. Pada umur tertentu lapisan ini membentuk membran
yang dikenal sebagai kulit biji atau testa/aleuron yang secara morfologik
merupakan bagian endosperma. Bobot lapisan aleuron sekitar 3 % dari
keseluruhan biji dan mengandung 10 % protein (Subekti et al. 2007).

7

Gambar 2.1. Potongan melintang jagung (Shukla dan Cheryan 2001)
Tabel 2.3. Komposisi kimia berdasarkan bagian biji jagung kuning (%)
Komponen
Kulit ari
Endosperma
Lembaga
Protein

3.70

8.00

18.40

Lemak

1.00

0.80

33.20

Serat kasar

86.70

2.70

8.80

Abu

0.80

0.30

10.50

Pati

7.30

87.60

8.30

Gula
Sumber : Watson (2001)

0.34

0.62

10.80

Endosperma merupakan cadangan makanan dengan jumlah sekitar 75 %
bobot biji yang mengandung 90 % pati dan 10 % protein, mineral, minyak, dan
lainnya (Hardman dan Gunsolus 1998). Endosperma jagung terdiri dari bagian
yang lunak (floury endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm).
Pati jagung tersusun dari senyawa anhidroglukosa yang terdiri dari amilosa
dan amilopektin. Amilosa merupakan rantai unit D-glukosa yang panjang dan
tidak bercabang. Antar rantai digabungkan oleh ikatan α (14). Amilopektin
merupakan glukosa dengan rantai bercabang. Residu glukosa yang berdekatan
digabungkan oleh ikatan α (14) glikosidik sedangkan pada titik percabangan
digabungkan oleh ikatan α (16) glikosidik. Komposisi amilosa dan amilopektin
dalam biji jagung terkontrol secara genetik. Secara umum jagung mengandung
amilosa 25 – 30 % dan amilopektin 70 – 75 %. Komposisi amilosa : amilopektin
berpengaruh terhadap sifat sensori jagung terutama tekstur dan rasanya. Semakin
tinggi kandungan amilopektin, tekstur dan rasa jagung semakin lunak, pulen dan
enak. Komposisi ini juga berpengaruh terhadap sifat amilografnya (Widowati et
al. 2005).
Protein endosperma jagung terdiri dari lima fraksi berdasarkan
kelarutannya, yaitu (1) albumin (protein larut air) sebanyak 7 %; (2) globulin

8
(protein larut garam) sebanyak 5 %; (3) nitrogen non protein sebanyak 6 %; (4)
prolamin atau zein (protein larut alkohol konsentrasi tinggi) sebanyak 52 %; dan
(5) glutelin (protein larut alkali) sebanyak 26 %. Sisanya sekitar 5 % adalah residu
nitrogen (Suarni dan Widowati 2007).
Fraksi zein adalah simpanan protein utama jagung. Zein mengandung leusin
yang tinggi, tetapi lisin sangat rendah dan triptofan dalam jumlah terbatas
(Patterson et al. 1980). Zein menentukan kekerasan endosperm jagung. Zein dan
kandungan resinnya mempunyai kemampuan membentuk lapisan yang kuat,
mengkilap, tahan lemak, dan tahan terhadap serangan mikroba. Zein terdiri dari
campuran peptida yang berbeda ukuran molekul, kelarutan dan muatannya. Fraksi
utama zein adalah α dan β zein. Alfa zein larut dalam 95 % etanol dan β zein larut
dalam 60 % etanol, tetapi tidak larut dalam 95 % etanol. Zein ini relatif tidak
stabil, segera mengalami pengendapan dan penggumpalam. Alfa zein
mengandung histidin, arginin, prolin, dan metionin yang lebih rendah
dibandingkan β zein (Shukla dan Cheryan 2001). Zein bersama-sama dengan
adanya pati, hidroksipropil metilselulose, gula, garam, yeast dan air dapat
membentuk adonan yang bersifat kohesif, ketahanan dan viskoelastisnya mirip
gandum ketika dicampur pada saat suhu di atas suhu ruang (misalnya 40°C)
karena adonan ini dapat menahan gas (Schober et al. 2010). Fraksi albumin,
globulin, dan glutelin mengandung lisin dan triptofan relatif tinggi (Patterson et
al. 1980).
Lembaga merupakan bagian biji jagung yang cukup besar. Pada biji jagung
tipe gigi kuda, lembaga mencapai 11.5 % dari bobot keseluruhan biji. Lembaga
ini sendiri sebenarnya tersusun atas dua bagian yaitu skutelum dan poros embrio
(embryonic axis). Lembaga terdiri atas plumula, radikel, dan skutelum, yaitu
sekitar 10 % dan perikarp 5 %. Perikarp merupakan lapisan luar biji yang dilapisi
oleh testa dan lapisan aleuron. Lapisan aleuron mengandung 10 % protein (Wilson
1987).
Jagung Putih
Jagung putih adalah butiran biji jagung tanpa mengandung pigmen kuning.
Secara lengkapnya, endosperm biji jagung putih tidak hanya harus murni putih,
tidak mengandung pigmen kuning, tetapi juga tidak berwarna merah atau biru
yang disebabkan adanya pigmen antosianin dan coklat atau perubahan warna lain
karena adanya komponen flavonoid (Poneleit 2001).
Saat ini Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian
sedang
mengembangkan benih jagung khususnya jagung putih lokal varietas Anoman 1
dan Pulut sebagai varietas unggulan nasional. Kelebihan jagung putih antara lain
mengandung polifenol tinggi, pati yang tinggi, dan warna putih yang menarik
sedangkan kelemahannya adalah mempunyai biji yang keras sehingga kurang
disukai masyarakat (Pozo-Insfran et al. 2006). Kandungan senyawa fenolik pada
jagung putih dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Varietas Anoman 1 merupakan jagung putih lokal yang termasuk tipe gigi
kuda-semi gigi kuda. Tipe ini tahan rebah, agak tahan terhadap bulai
(Peronosclerosporea maydis) dan tergolong moderat terhadap hawar daun

9
(Helminthosporium Turcicum) serta bercak daun kelabu (Cercosporazeae
maydis). Tanaman Anoman 1 rata-rata menghasilkan jagung sebanyak 4.6 ton/
hektar dengan potensi hasil sebesar 5.6 ton/hektar (Balit Tanaman Serealia 2007).
Tabel 2.4. Kandungan asam hidroksinamat dan total polifenol (mg/kg) jagung
putih dan biru
Polifenol
Jagung putih Jagung biru
Jagung biru
(mg/kg bk)
Meksiko
Amerika
(mg/kg bk)
(mg/kg bk)
Asam protokatekuat derivatif-1a