2.6. Upaya Hukum Kepailitan.
2.6.1. Kasasi.
Apabila pemohon tidak puas atau keberatan atas putusan pada tingkat pertama, maka pemohon dapat mengajukan permohonan kasasi,
sebagai tingkat terakhir. Tidak ada tingkat banding atau tingkat dua. Dan apabila putusan itu telah berkekuatan tetap dapat diajukan permohonan
peninjauan kembali. Dalam Pasal 11 Undang-udang Kepailitan disebutkan, upaya
hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung, yaitu :
1. Upaya hukum terhadap putusan pailit dapat diajukan Kasasi ke
Mahkamah Agung. 2.
Permohonan Kasasi diajukan paling lambat 8 hari setelah putusan pailit diucapkan.
3. Sidang permohonan Kasasi paling lambat 20 hari setelah tangal
permohonan Kasasi diterima. 4.
Putusan Kasasi dapat diajukan Peninjauan Kembali. Pada umumnya dalam perkara perdata atau pidana maupun
tatausaha negara dan militer, hanya yang telah melalui putusan tingkat kedua dapat memohon pemeriksaan tingkat kasasi. Pada Mahkamah
Agung dibentuk sebuah Majelis yang khusus untuk memeriksa dan memutuskan perkara yang menjadi ruang lingkup Pengadilan Niaga.
Mahkamah Agung dalam perkara kepailitan dan penundaan kewajiban
pembayaran utang merupakan pemeriksaan tingkat terakhir. Mahkamah Agung akan bertindak baik judex factie maupun judex iuri. Sehingga
setelah putusan Mahkamah Agung tingkat kasasi tidak ada upaya hukum biasa yang dapat ditempuh.
61
Alasan-alasan permohonan kasasi pada perkara kepailitan sama dengan alasan-alasan kasasi perkara-perkara perdata umum, yaitu :
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Hal ini dapat diperiksa
pada Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Lemabaran Negara tahun 1985 Nomor 73,
Bab III. Pasal 30, sedang hukum acara bagi Mahkamah Agung berlaku Bab IV, Pasal 40-78.
2.6.2. Peninjauan Kembali.
Pemeriksaan peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa. Dalam pemeriksaan peninjauan kembali terhadap putusan-putusan perkara
kepailitan pada tingkat pertama, yang telah berkekuatan tetap, hukum acaranya berbeda dengan sistem dan prosedural dengan hukum acara pada
perkara perdata umum.
61
Martiman Prodjohamidjojo, Proses Kepailitan Menurut Peraturan Pememrintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Tentang
Kepailitan, Bandung : Mandar Maju, 1999, hal 6
Sidang permohonan pemeriksaam peninjauan kembali, dalam Pasal 13 juncto Pasal 14 Undang-undang Kepailitan disebutkan, sidang
permohonan pemeriksaan Peninjauan Kembali paling lambat 20 hari putusan diucapkan paling lambat 60 hari. Dalam Pasal 295 ayat 1, 2
Undang-undang Kepailitan disebutkan, yaitu : 1.
Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan tetap, dapat diajukan Peninjauan Kembali ke
Mahkamah Agung Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
2. Permohonan peninjauan kembali diajukan bila :
a. setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di Pengadilan
sudah ada, tetapi belum ditemukan, artinya ditemukan bukti baru yang menentukan.
b. Dalam putusan Hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan
yang nyata, artinya ada kekeliruan yang nyata. Jangka waktu permohonan pemeriksaan menurut Pasal 196 ayat
1, 2 Undang-undang Kepailitan, yaitu dengan alasan angka 1 satu diatas dilakukan paling lambat 180 seratus delapan puluh hari hari
terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum tetap, sedangkan peninjauan kembali
dengan dengan alasan 2 dua diberikan batas jangka waktu paling lambat
30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam Pasal 297 ayat 1 Undang-undang Kepailitan disebutkan, permohonan tersebut dilampiri dengan bukti pendukung yang menjadi
dasar pengajuan permohonan peninjauan kembali, disampaikan kepada panitera, dan panitera melakukan pendaftaran, serta pada pemohon
diberikan tanda terima. Dalam Pasal 297 ayat 2 Undang-undang Kepailitan disebutkan,
panitera menyampaikan salinan pemohon berikut bukti pendukung yang dilampirkan kepada Panitera Mahkamah Agung dalam waktu 2 dua hari
terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. Dalam Pasal 297 ayat 3 Undang-undang Kepailitan disebutkan,
pihak termohon dapat mengajukan kontra memori artinya dapat mengajukan jawaban terhadap permohonan peninjauan kembali yang
diajukan, dalam jangka waktu 10 sepuluh hari setelah tanggal permohonan peninjauan kembali didaftarkan.
Dalam Pasal 297 ayat 4 Undang-undang Kepailitan disebutkan, panitera wajib menyampaikan jawaban itu kepada Panitera Mahkamah
Agung dalam jangka waktu paling lambat 12 dua belas hari sejak tanggal permohonan didaftarkan.
Dalam Pasal 298 Undang-undang Kepailitan disebutkan, dalam waktu paling lambat 30 tiga puluh hari setelah tanggal permohonan
diterima Panitera Mahkamah Agung, Mahkamah Agung segera memeriksa
dalam sidang terbuka untuk umum dan memberikan putusan. Dan dalam jangka waktu 2 dua hari lagi setelah putusan Mahkamah Agung
diucapkan, panitera wajib menyampaikan kepada panitera Pengadilan Niaga, salinan putusan peninjauan kembali yang memuat secara lengkap
pertimbangan yang menjadi dasar putusan tersebut.
2.7. Akibat Hukum Kepailitan.