Study of Long Tailed Monkeys for Production of Trivalent Oral Polio Vaccine at PT Bio Farma (Persero)

KAJIAN GINJAL MONYET EKOR PANJANG
SEBAGAI BAHAN BAKU
VAKSIN POLIO ORAL TRIVALEN
DI PT BIO FARMA (PERSERO) BANDCJNG

OLEH:
MAHARANI

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRACT
MAHARANI. Study of Long Tailed Monkeys for Production of Trivalent Oral
Polio Vaccine at PT Bio Farma (Persero). Under the direction of DONDIN
SAJUTHI, JOKO PAMUNGKAS, and HASBULLAH.
In order to eradicate Poliomyelitis, Bio Farma as the only vaccines and human
biomedical producer in Indonesia is responsible for supplying Trivalent Oral Polio
Vaccines (TOPV) demand for Indonesia and half of the world. TOPV is produced
by inoculating Polio seed virus on monkey kidney cell culture. The cell culture
could be contaminated by one or more extraneous agents like simian virus.

Contamination of cell culture could be reduced by using monkeys fiom closed
colony with periodical screening test.
In Bio Farma, there are three conditions of monkeys used: pregnant monkeys
with positive Simian'Foamy Virus (SFV) that will supply foetus, monkeys below 2
kg captured fiom forest and monkeys below 2 kg that weaned in Bio Farma. They
were tested with Fluorescense Antibody Technique (FAT) for Simian
Immunodeficiency Virus (SIV) and SFV and neutralization test for Simian Virus
40 (SV40).
There was no evidence of SIV and SV40 antibodies. 50% foetus were positive
SFV antibody and 50% were negative. The antibody was maternal antibody since
it did not show cythopatic effects on their kidney cell culture. All of the kidneys
were used for TOPV production. Young monkeys captured fiom forest that
negative fiom SFV antibody, 85,7% showed cytopathic effects on the cocultivation of lymphocyte. The weaned monkeys that negative fiom SFV antibody,
50% showed cytopathic effects on the co-cultivation of lymphocyte. High
contamination of SFV justifl that the using of monkeys foetus kidney is the most
optimum and efficient for TOPV production.

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :


KAJIAN GINJAL MONYET EKOR PANJANG
Sebagai BAHAN BAKU VAKSIN POLIO ORAL TRIVALEN
di PT BIO FARMA (PERSERO).

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan
telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2002

MAHARANI
Nrp : 99658PRM

KAJIAN GINJAL MONYET EKOR PANJANG
SEBAGAI BAHAN BAKU
VAKSIN POLIO ORAL TRIVALEN
DI PT BIO FARMA (PERSERO) BANDUNG

MAHARANI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Primatologi

PROGRAM PASCA SARIANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: Kajian Ginjal Monyet Ekor Panjang

Nama
NRP
Program Studi

Sebagai Bahan Baku Vaksin Polio Oral Trivalen
di PT Bio Farma (Persero)
: Maharani

: PRM 99658
: Primatologi

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Ketua

Drh. Joko Pamungkas MSc
Anggota

Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Primatolo

Tanggal Lulus : 8 Maret 2002

Penulis dilahirkan di Manokwari, Irian Jaya pada tanggal 3 Mei 1969 sebagai

anak kedua dari pasangan Soekardjono dan Saparijatoen. Pendidikan sarjana
ditempuh di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran IPB, lulus
tahun 1993. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program
studi Primatologi dan pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 1999.
Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari PT Bio Farrna (Persero).
Penulis bekerja di PT Bio Farma (Persero) sejak tahun 1994. Bidang yang
menjadi tanggung jawabnya memproduksi Vaksin Polio Oral Trivalen.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga 'karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Terna yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2001 ini adalah Produksi Vaksin
Polio, dengan judul Kajian Ginjal Monyet Ekor Panjang sebagai Bahan Baku
Vaksin Polio Oral Trivalen di PT Bio Farma (Persero).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktur Utama PT Bio Farma atas
kesempatan pendidikan yang diberikan, Dr. Errnan Boedisetianto sebagai Kadiv
Produksi Vaksin Virus yang telah memberikan dukungan yang sangat berarti, Drh.

Dondin Sajuthi,PhD, Drh. Joko Pamungkas, MSc dan Drh. Hasbullah, MSc, PhD
selaku pembimbing. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Dra.
Iin Susanti beserta Staf Pengawasan Mutu Vaksin Virus PT. Bio Farma yang telah
membantu selama pengumpulan data, serta Said Syahputra ,ST atas segala
dukungannya sehingga penulis tetap dapat melaksanakan tugas kedinasan selama
penelitian berlangsung. Ungkapan terirna kasih juga disarnpaikan kepada Dori,
Pradna Aqmaril Paramitha, bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2002

Maharani

DAFTAR IS1
Halaman

DAFTAR TABEL ..............................................................

vii


DAFTAR GAMBAR ..........................................................

vii~

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................

Ix

PENDAHULUAN .............................................................
Latar Belakang .........................................................
Perumusan Masalah ...................................................
Tujuan Penelitian ......................................................
Manfaat Penelitian ....................................................
Waktu dan Tempat Penelitian .......................................
Hipotesis ................................................................

1
1
4

5
5
6
6

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................
Poliomielitis ...........................................................
Virus Polio Strain Sabin .............................................
Vaksin Polio Oral Trivalen ..........................................
Ginjal Monyet .........................................................
Simian Foamy Virus (SFV) .........................................
Simian Immunodeficiency Virus (SIV) ...........................
Simian Virus 40 (SV40) .............................................

7
7
11
12
14


...

15
17
19

BAHAN dan METODE ......................................................
Seksio Sesaria .........................................................
. Persiapan Anak Monyet Tanpa Identitas ...........................
Persiapan Terhadap Monyet Sapih dari Induk Beridentitas .....
Nefiektomi ............................................................
Pembuatan Biakan Jaringan Ginjal Monyet ........................
Pemeliharaan Biakan Jaringan Ginjal Monyet .....................
Uji Fluorescence Antibody Technic (FAT) Indirect terhadap
SIV dan SFV ..........................................................
Uji Netralisasi terhadap Antibodi SV40 ..........................
KO-kultifasiLimfosit pada Biakan Jaringan Ginjal Monyet ...
Pembuatan Preparat Histologi .....................................

HASIL ..........................................................................

Fetus Seksio Sesaria .................................................
Monyet Anak Tanpa Identitas Induk ..............................
Monyet Sapih dengan Identitas Induk .............................

29
29

PEMBAHASAN ............................................................

37

KESIMPULAN ...............................................................

44

DAFTAR PUSTAKA .........................................................

45

LAMPIRAN ...................................................................


49

31
32

DAFTAR TABEL
Halaman

1. Survailans PFA di Indonesia Tahun 1995-1998 .......................

2

2 . Isolat SFV pada Primata ..................................................

16

3 . Persentase Hasil Uji Serologis Fetus Seksio .........................

29

4 . Persentase Hasil Uji Serologis Anak Monyet Tanpa Induk dan
Anak Monyet Sapihan ....................................................

33

5. Persentase Kontaminasi SFV pada Single Harvest Bulk Polio .......

40

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Poliomielitis pada Anak-anak ..........................................

10

2 . Pemberian VPOT pada Pekan Imunisasi Nasional .................

12

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Tabel 6. Hasil Uji Serologis Serum Fetus Seksio Sesaria
Periode Januari-April200 1 .................................................
2 . Tabel 7 . Hasil Uji Serologis dan CPE Anak Monyet Tanpa Induk .....
Tabel 8. Hasil Uji Serologis dan CPE Anak Monyet Sapihan..........
3 . Tabel 9. Uji Statistik Korelasi Berat Badan terhadap Korteks Ginjal
Fetus Monyet ................................................................
4 . Komposisi Medium .........................................................

5. Singkatan.................................................................
6. Foto Kegiatan Penelitian ..................................................

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Paralisa akibat infeksi virus polio atau poliomielitis secara langsung
menyebabkan cacat tubuh permanen sehingga menurunkan kernampuan sumber
daya manusia yang pada akhirnya merusak generasi yang akan datang. Dengan
demikian sangat diperlukan tindakan pencegahan terhadap poliomielitis.
Pencegahari terbdap poliomielitis dapat dilakukan secara aktif melalui
imunisasi Vaksin Polio Oral Trivalen (VPOT) yang merupakan hasil inaktifasi
virus polio yang ditumbuhkan pada biakan jaringan ginjal Monyet Ekor Panjang
(MEPI.
Strategi eradikasi poliomielitis adalah: Imunisasi rutin terhadap bayi dan anakanak yang merupakan imunisasi dasar dan Pekan Imunisasi Nasional (PIN).

Semua negara di dunia melakukan imunisasi terhadap polio, minimal terhadap 90%
bayi dan anak-anak sesuai rekomendasi World Health Organization (WHO)

Expanded Programme on Immunization (EPI) dalarn upaya melindungi bayi dan
anak-anak dari kesakitan dan kematian akibat poliomielitis.
terbukti dapat

Imunisasi rutin

menurunkan kejadian poliomielitis dan sekaligus merupakan

persiapan dari tahap eradikasi. PIN merupakan kegiatan yang paling penting untuk
memutus sirkulasi virus polio ganas di negara-negara endemik. Distribusi virus
yang berasal dari vaksin polio yang digunakan di negara-negara berkembang akan
mengakibatkan galur ini lebih banyak terdapat di lingkungan daripada galur polio
ganas.

Vaksinasi dengan VPOT harus terus dilakukan sampai negara yang

bersangkutan memasuki tahap eradikasi polio dan secara bertahap VPOT diganti
dengan Vaksin Polio Inaktifasi (VPI). Selama PIN berlangsung, semua anak-anak

berusia di bawah 5 tahun (balita) di negara yang bersangkutan diberikan VPOT
sebanyak 2 dosis, tanpa memperhitungkan status imunisasi sebelurnnya dan PIN
hams diadakan minimal tiga kali berturut-turut untuk menghentikan transmisi virus
polio (1).
Upaya eradikasi poliomielitis di Indonesia telah mengalami kemajuan yang
sangat berarti sejak tahun 1995. Dalam tahun yang sama telah diselenggarakan
sunailan terhadap Paralisa Flaksid Akut (PFA) dan setiap kejadian PFA sesegera
mungkin dilaporkan -kepada dinasltenaga kesehatan. Pada tahun 1995, 1996 dan
1997 Indonesia sukses dalam penyelenggaraan PIN dan lebih dari 22 juta balita
mendapat 2 dosis VPOT. Sejak dimulainya PIN pada tahun 1995, jurnlah kasus
Poliomielitis menurun drastis seperti yang ditunjukkan tabel 1 di bawah ini (2).
Tabel 1. Survailans PFA di Indonesia Tahun 1995-1998
Tahun

Kejadian
PFA

Tingkat
PFA

Jumlah
Spesimen

Kasus Polio
yang kompatibel

Kasus
Virus Polio
Ganas

1995

24

0,03

18

14

7

1998

810

1,24

75,5

1*

0

* :Klasifikasi Klinis
Surnber : Epidemiological Bulletin, DepKes RI.tahun 1999.

Sejalan dengan misi eradikasi terhadap poliomielitis, PT Bio Farma sebagai
satu-satunya produsen vaksin dan bahan biomedis untuk manusia di Indonesia
mempunyai peranan strategik yang sangat penting artinya demi terlaksananya
eradikasi virus Polio di Indonesia. PT Bio Farma bertanggung jawab terhadap
penyediaan vaksin Polio dalam ha1 ini VPOT. Untuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri dan dunia selama tahun 1999 Bio Farma telah memproduksi 100 juta dosis
yang terdiri dari 30 juta dosis untuk kebutuhan dalam negeri, 10 juta dosis untuk
kebutuhan tambahan dan sisanya diekspor ke beberapa negara seperti Korea Utara
dan ASEAN melalui UNICEF selain diekspor bilateral ke India dan Afiika. Pada
tahun 2000 produksi vaksin polio meningkat tajam menjadi 150 juta dosis, Tahun
2001 menjadi 700 juta dosis dan sesudahnya sampai tahun 2005 menjadi 900 juta
dosis. VPOT yang diproduksi oleh PT Bio Farma berasal dari inokulasi seed virus
polio pada biakan sel ginjal MEP (MEP). Ginjal MEP merupakan substrat untuk
menghasilkan produk vaksin yang arnan dan efektif

Ginjal MEP diperlukan

sebagai sel penumbuh virus polio yang dibutuhkan dalam jumlah besar dan hams
memenuhi kriteria yang dipersyaratkan o leh WHO. Biakan jaringan ginjal monyet
dapat terkontaminasi oleh satu atau lebih extraneous agent seperti simian virus.
Persyaratan yang ditetapkan WHO dalam Requirements for Poliomyelitis Vaccine

(Oral) Prepared in Primary Cultures of Monkey Kidney Cells bahwa MEP yang
digunakan sebagai donor ginjal hams bebas terhadap antibodi Simian Virus 40
(SV40) dan Simian Immunodeficiency Virus (SIV) (3). Simian Foamy Virus (SFV)
tidak termasuk ke dalam ketentuan yang dipersyaratkan WHO, tetapi tingginya
tingkat kontaminasi SFV yang bersifat merusak biakan jaringan ginjal yang
digunakan sebagai substrat penumbuh seed virus polio, secara ekonomi akan
berpengaruh sangat besar terhadap produksi VPOT.

Tingkat kontaminasi pada

biakan jaringan secara nyata dapat dikurangi dengan menggunakan monyet yang
dipelihara dalam koloni tertutup dan secara periodik dilakukan uji penapisan untuk
memastikan bahwa monyet dalam koloni tersebut tidak memiliki antibodi terhadap
virus tertentu.

PERUMUSAN MASALAH
Pemenuhan kebutuhan ginjal MEP sebagai bahan baku pembuatan bulk vaksin
polio menjadi ha1 yang sulit mengingat tingginya tingkat kontaminasi SFV,
terutama pada MEP dewasa. Kontarninasi virus ini menyebabkan kerugian dalam
jumlah besar karena biakan sel ginjal MEP rusak sehingga tidak dapat digunakan
untuk produksi vaksin polio. Dengan demikian diperlukan ginjal MEP yang bebas
dari virus SFV selain hams bebas pula terhadap agen penyakit lain yang
dipersyaratkarroleh -WHO. Sebagai upaya dalam mengantisipasi kontaminasi virus
tersebut, Bio Farma berupaya menggunakan ginjal fetus MEP yang fetusnya
didapat melalui prosedur seksio sesaria.

Walaupun secara nyata tindakan ini

menurunkan tingkat kontaminasi SFV, tetapi prosedur ini masih dianggap kurang
efisien karena: 1) Jumlah sel yang didapat relatif sedikit, 2) Kemungkinan
kebuntingan pada monyet betina yang telah mengalami seksio sesaria akan
menurun. Masalah yang akan dihadapi oleh PT Bio Farma pada masa yang akan
datang adalah peningkatan produksi VPOT dalam jumlah besar sementara
ketersediaan monyet bunting terbatas. Untuk mengatasi masalah tersebut telah
dipertimbangkan adanya jalan keluar yaitu dengan menyiapkan koloni MEP yang
bebas terhadap SV40, SIV dan SFV dengan cara menyeleksi monyet pada umur
tertentu .
MEP yang memiliki spesifikasi tertentu diisolasi untuk menghindari infeksi
penyakit sampai digunakan untuk produksi VPOT. Untuk mendapatkan 1x10~seV
ginjal dilakukan dengan memelihara MEP hingga berumur 2 tahun. Keuntungan
yang akan diperoleh adalah: 1) Penghilangan prosedur seksio sesaria, 2)
Peningkatan jurnlah sel ginjal yang didapat dari 1 ekor MEP sehingga jumlah MEP

yang digunakan akan berkurang dan 3) Volume VPOT dapat diramalkan sesuai
berat badan MEP.
Dari hasil penangkaran monyet

di Bio

Farma,

maka ada beberapa

kelompok/kondisi MEP:
1. MEP bunting positif antibodi SFV yang dipelihara di Bio Farma untuk diambil
fetusnya.
2. Anak MEP (