Penerapan Regionalisme Kritis Pada Bangunan Fasilitas Wisata Untuk Meningkatkan Nilai Dan Image Kawasan Studi Kasus: Hotel Resort Di Tongging, Sumatera Utara

PENERAPAN
N RE
REGIONALISME KRITIS PADA BANGUNAN
BANG
FASILITAS
ITAS WISATA UNTUK MENINGKATKA
TKAN
NIL
NILAI DAN IMAGE KAWASAN
Stu
Studi Kasus: Hotel Resort di Tongging,
Sumatera Utara

TESIS

OLEH
SHERLLY MAULANA
077020010/AR

FAKULTAS TEKNIK
UNIV

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

PENERAPAN REGIONALISME KRITIS PADA BANGUNAN
FASILITAS WISATA UNTUK MENINGKATKAN
NILAI DAN IMAGE KAWASAN
Studi Kasus: Hotel Resort di Tongging,
Sumatera Utara

TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Teknik dalam Program Studi Magister Teknik Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH
SHERLLY MAULANA
077020010/AR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

Judul Tesis

Nama Mahasiswa

: PENERAPAN REGIONALISME KRITIS PADA
BANGUNAN FASILITAS WISATA UNTUK
MENINGKATKAN NILAI DAN IMAGE KAWASAN
STUDI KASUS: HOTEL RESORT DI TONGGING,
SUMATERA UTARA
: SHERLLY MAULANA

NIM


: 07 702 0010

Program Studi

: TEKNIK ARSITEKTUR

Bidang Kekhususan : STUDI-STUDI ARSITEKTUR (ALUR DESAIN)

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil, PhD) (Henry Iskandar Ong, ST,MT, IAI)
Ketua
Anggota

Ketua Program Studi,

(DR. Ir. Dwira N. Aulia, MSc)


Dekan,

(Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)

Tanggal Lulus: 2 Maret 2011

Universitas Sumatera Utara

Telah diuji
Pada Tanggal: 2 Maret 2011

PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua

: Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.Phil, PhD

Anggota

: 1. Henry Iskandar Ong, ST,MT, IAI
2. Imam Faisal Pane, ST, MT

3. Ir. Dharmawidya, MT

Universitas Sumatera Utara

PERNYATAAN
PENERAPAN REGIONALISME KRITIS PADA BANGUNAN
FASILITAS WISATA UNTUK MENINGKATKAN
NILAI DAN IMAGE KAWASAN
Studi Kasus: Hotel Resort di Tongging,
Sumatera Utara

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, April 2011


Sherlly Maulana
07 702 0010

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Dampak globalisasi ekonomi dan pengetahuan telah menyebabkan Kawasan
Wisata Danau Toba, terutama di Parapat, kehilangan identitas yang menyebabkan
terjadinya penurunan nilai dan image kawasan. Hal ini ditandai dengan menurunnya
kualitas lingkungan dan jumlah kunjungan wisatawan di kawasan ini.
Regionalisme kritis adalah trend kontemporer regionalisme yang muncul
sebagai reaksi terhadap universalisasi, homogenitas budaya, dan placeless modernism
akibat globalisasi. Regionalisme kritis merupakan strategi tepat yang dapat digunakan
dalam rancangan arsitektur di Kawasan Wisata Danau Toba, terutama rancangan
fasilitas wisata, seperti hotel resort. Tujuan dari penerapan regionalisme kritis sebagai
tema rancangan adalah untuk memperbaiki dan memperkuat identitas kawasan
melalui pemanfaatan optimal potensi-potensi regional.
Desa Tongging, Kabupaten Karo, dipilih sebagai lokasi studi karena memiliki
potensi wisata alam yang tinggi, jumlah kunjungan wisatawan yang cenderung

meningkat, namun memiliki kecenderungan pembangunan industri wisata yang
meniru Parapat. Pendekatan perancangan menerapkan fungsi evaluasi diri melalui
metode defamiliarization, yaitu mencari, mengamati, dan mengolah elemen-elemen
regional yang ada di tapak berdasarkan variabel regionalisme kritis, yaitu tapak dan
lokal konteks, iklim, kualitas ruang, dan interpretasi elemen vernakular. Analisis
terhadap karya-karya Geoffrey Bawa dengan karakter arsitektur regional sebagai
studi banding dilakukan untuk mempelajari pola pikir dan pengambilan keputusan
desain dengan tema regionalisme kritis.
Hasil analisis menghasilkan konsep rancangan yang mengeksplorasi potensi
tapak dan lokal konteks berupa kualitas visual, kondisi topografi, dan potensi alam
sebagai identitas kawasan. Arsitektur tropis sebagai bentuk adaptasi bangunan
terhadap iklim diterapkan dalam orientasi bangunan, bentuk massa bangunan,
organisasi ruang, konstruksi bangunan, perbaikan iklim mikro, dan pemilihan
material bangunan. Konsep ruang pada kawasan memberikan kesempatan kepada
pengunjung untuk dapat menikmati potensi-potensi alam yang dimiliki oleh tapak.
Interpretasi elemen vernakular Karo terutama nilai-nilai budaya agraris,
kekeluargaan, agama dan kepercayaan, serta budaya melahirkan bentuk simbiosis
baru dan menjadi identitas bangunan.
Kata Kunci: Dampak Globalisasi, Identitas Kawasan, Regionalisme Kritis, Potensi
Regional.


Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Science and economic globalization impact has caused Danau Toba Tourism
Area, especially Parapat, lose its identity resulting in the decline in the value and
image of that area which is characterized by enviromental quality degradation and
reducing number of tourists visiting this area.
Critical regionalism is the regionalism contemporary trend which emerges as
the reaction to universalization, culture homogeneity, and placeless modernism as the
effect of globalization. Critical regionalism is an appropriate strategy that can be
used in architecture design especially in designing tourism facilities such as resort
hotels in Danau Toba Tourism Area. The purpose of critical regionalism application
as thematic design was to improve and strengthen the identity of the area through
optimal utilization of regional potentials.
Tongging Village in Karo District was selected as location of study due to its
high natural tourism potentials, increasing number of tourist visits, and Parapat-like
tourism industry development tendency. The design approach used applied the
function of self-evaluation through defamiliarization method by looking for,
observing, and processing the basic regional elements available based on the

variabel of critical regionalism such as basic and local context, climate, space
quality, and vernacular element interpretation. The works of Geoffrey Bawa with
regional architectural character was analyzed as comparative study to learn the
pattern of thought and decision making for the design with the theme of critical
regionalism.
The result of this study showed that the concept of design exploring basic
potential and local context in the forms of visual quality, condition of topography,
and natural potentials as the identity of that area. Tropical architecture as the form
of climate-adapted building was applied ini building orientation, form of building
mass, space organization, building construction, micro-climate improvement, and
building material selection. The concept of space in that area provided a chance to
the visitors to enjoy the natural potentials owned by the site. Karonese vernacular
element interpretation, especially the values of agrarian culture, kinship, religion and
belief, produced a new form of symbiosis and became building identity.
Key Word: Globalization Impact, Regional Identity, Critical Regionalism, Regional
Potentials

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan pada Allah SWT yang telah memberikan
segala rahmat dan karunianya kepada penulis dalam mengikuti pendidikan Program
Studi Magister Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Studi-studi Arsitektur (Alur
Desain) hingga sampai pada penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Ir. M.
Nawawiy Loebis, M.Phil, PhD sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Henry
Iskandar Ong, ST, MT, IAI sebagai anggota komisi pembimbing untuk segala
inspirasi, bimbingan ilmu, dorongan, motivasi, dan kesabarannya yang sangat besar
artinya hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,
DTM & H, MSc, Sp. A (K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak
Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME, sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Departemen Pendidikan
Nasional Dinas Pendidikan Tinggi untuk bantuan Beasiswa BPPS dan Bapak Drs. M.
Erwin Siregar, MBA, sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Haji Agus Salim yang telah
memberikan dukungan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan
magister ini.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Dwira N.
Aulia,


MSc,

sebagai

Ketua

Program

Studi

Magister

Teknik

Arsitektur,

Universitas Sumatera Utara

Ibu Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, PhD, sebagai Sekretaris Program Studi Magister
Teknik Arsitektur, Seluruh Dosen Pascasarjana Program Studi Arsitektur Alur
Profesi, dan Ibu Novi, staf administrasi Program Studi Magister Teknik Arsitektur
yang telah memberikan bantuan selama masa pendidikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada rekan-rekan seperjuangan
Program Studi Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Studi Arsitektur Alur Desain,
khususnya angkatan 2007 dan 2008, serta Keluarga Besar Fakultas Teknik UMA
untuk doa dan dukungan semangat selama penulis dalam menjalankan pendidikan.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga untuk orang tuaku untuk segala
dukungan doa yang selalu mengiringi perjalanan penulis, terkhusus kepada Ibunda
tercinta yang telah memberikan dukungan doa dan cinta kasih hingga akhir hayatnya.
Akhirnya, segala jerih payah yang luar biasa ini kupersembahkan untuk suamiku, My
Only Fanny Man, dan dua bintang luar biasa, Khalil dan Hasna, untuk segala
pengertian, dukungan, pengorbanan, dan pengharapan, yang telah mendorong penulis
untuk segera melewati proses ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat menjadi awal yang baik
bagi penulis untuk dapat melangkah menuju proses selanjutnya dan memberikan
manfaat dalam pengembangan wawasan keilmuan, terutama arsitektur.
Medan, 2 Maret 2011
Penyusun
SHERLLY MAULANA

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. DATA PRIBADI
Nama
Tempat/Tanggal Lahir
Alamat
Agama
Jenis Kelamin
Instansi

:
:
:
:
:
:

Sherlly Maulana
Bandung, 8 Nopember 1977
Komp. Taman Setiabudi Indah Blok i No. 4 Medan
Islam
Perempuan
Kopertis Wilayah I Dpk. Fakultas Teknik Universitas
Medan Area

B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1984 – 1990
: SD YWKA I Bandung
1990 – 1993
: SMPN 5 Bandung
1993 - 1996
: SMAN 3 Bandung
1996 – 2001
: Departemen Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Bandung (ITB)
C. RIWAYAT PEKERJAAN
2001 – 2002
: CV. Bumi Marna Consultant Pekanbaru
2002 - 2003
: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat ITB
2004
: Staf Pengajar Linton College Medan
2005 – sekarang
: Pegawai Negeri Sipil Kopertis Wilayah I SUMUT-NAD

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
BAB I

BAB II

PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1

Latar Belakang Permasalahan .................................................... 1

1.2

Perumusan Masalah .................................................................... 4

1.3

Tujuan ......................................................................................... 5

1.4

Kerangka Berpikir ....................................................................... 5

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 7
2.1

Tinjauan Tentang Regionalisme Kritis ....................................... 7
2.1.1 Latar belakang regionalisme kritis .................................. 7
2.1.2 Pengertian regionalisme kritis ......................................... 8
2.1.3 Variabel regionalisme kritis ............................................ 10

2.2

Tinjauan Tentang Hotel Resort ................................................... 16
2.2.1 Pengertian hotel resort ..................................................... 16
2.2.2 Karakteristik hotel resort ................................................. 17
2.2.3 Organisasi Fungsional Hotel ........................................... 19

Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN ................................................ 20
3.1

Metode Perancangan ................................................................... 20

3.2

Pengumpulan dan Klasifikasi Data ............................................. 20

3.3

Analisis dan Sintesis ................................................................... 22

BAB IV ANALISIS KARYA ARSITEKTUR GEOFFREY BAWA ........... 24
4.1

Biografi Geoffrey Bawa .............................................................. 24

4.2

Karya Arsitektur Geoffrey Bawa ............................................... 25
4.2.1
4.2.2
4.2.3
4.2.4

4.3

Analisis Regionalisme Kritis ...................................................... 31
4.3.1
4.3.2
4.3.3
4.3.4

BAB V

Hotel Bentota Beach di Bentota, Sri Lanka .................... 26
Hotel Triton di Ahungala, Sri Lanka ............................... 27
Hotel Kandalama di Dambulla, Sri Lanka ...................... 28
Hotel Lighthouse di Galle, Sri Lanka.............................. 31

Tapak dan lokal konteks .................................................. 31
Iklim ................................................................................ 36
Kualitas ruang ................................................................. 41
Interpretasi elemen vernakular ........................................ 41

TINJAUAN PROYEK ....................................................................... 48
5.1

Kondisi Umum Kawasan Wisata Danau Toba............................ 48
5.1.1 Kondisi geografis ............................................................ 48
5.1.2 Kondisi ekologis .............................................................. 48
5.1.3 Kondisi kepariwisataan ................................................... 49

5.2

Alternatif Lokasi Proyek ............................................................. 50
5.2.1 Alternatif Lokasi I ........................................................... 50
5.2.2 Alternatif Lokasi II .......................................................... 52

5.3

Pemilihan Lokasi Proyek ............................................................ 55

Universitas Sumatera Utara

5.4

Lokasi Proyek ............................................................................. 55
5.4.1
5.4.2
5.4.3
5.4.4

5.5

Kondisi geografis ........................................................... 55
Elemen-elemen alam ...................................................... 56
Kondisi tanah dan topografi ........................................... 57
Kondisi sosial ekonomi dan budaya ................................ 57

Deskripsi Proyek ......................................................................... 60

BAB VI ANALISIS PERANCANGAN ........................................................... 61
6.1

Kriteria Perancangan ................................................................... 61
6.1.1
6.1.2
6.1.3
6.1.4

6.2

Tapak dan lokal konteks……………………………… .. 61
Iklim……………………………………………............ 63
Kualitas ruang……………………………………… ..... 63
Interpretasi elemen vernakular……………………… .... 64

Analisis Perancangan…………………………………………...64
6.2.1
6.2.2
6.2.3
6.2.4

Analisis tapak dan lokal konteks…………………… ..... 64
Analisis pendekatan terhadap iklim…………………… 70
Analisis kualitas ruang……………………………… .... 70
Analisis interpretasi elemen vernakular……………… .. 71

BAB VII KONSEP PERANCANGAN ............................................................. 82
7.1

Konsep Tapak dan Pendekatan Lokal Konteks………………... 82

7.2

Konsep Rancangan Bangunan Pendekatan Terhadap Iklim ....... 88

7.3

Konsep Ruang………………………………………………… . 91

7.4

Konsep Interpretasi Elemen Vernakular……………………… . 92

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. . 97

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
No

Judul

Halaman

1.1 Kerangka Berpikir…………………………………………………

6

2.1 Kondisi Eksterior Universitas Ruuhunu, Srilangka Selatan
Karya Arsitek Geoffrey Bawa……………………………………..

11

2.2 Bukaan pada Interior Jayakody House Karya Geoffrey Bawa………

14

3.1 Skema Tahapan Perancangan………………………………………

23

4.1 Geoffrey Bawa ………………………………………………………

24

4.2 Hotel Bentota Beach di Bentota, Sri Lanka …………………………

26

4.3 Hotel Triton di Ahungala, Sri Lanka ………………………………..

28

4.4 Reruntuhan Kota Sigriya ……………………………………………

29

4.5 Hotel Kandalama di Dandula, Sri Lanka ……………………………

30

4.6 Hotel Lighthouse di Galle, Sri Lanka ……………………………….

31

4.7 Ground plan Hotel Bentota Beach, Sri Lanka ………………………

32

4.8 Ground plan Hotel Kandalama, Sri Lanka ………………………….

33

4.9 Penggunaan Material Lokal Pada Bangunan ………………………

34

4.10 Konsep Struktur Baja di Hotel Kandalama …………………………

35

4.11 Konsep Struktur Retainning Wall ………………………………………

35

4.12 Modifikasi Inner Court Sebagai Adaptasi Bangunan Terhadap Iklim

36

4.13 Bentuk Atap dan Kantilever di Hotel Bentota Beach ……………….

37

4.14 Screen Vegetation di Hotel Kandalama ……………………………..

38

Universitas Sumatera Utara

4.15 Konsep Open Space Pada Bangunan ……………………………….

39

4.16 Teras dan Balkon Sebagai Ruang Buffer ……………………………….

40

4.17 Kualitas Ruang di Hotel Lighthouse …………………..……………

41

4.18 Tata Ruang Bangunan Tradisional Rumah Tinggal Sinhala ………..

43

4.19 Konsep Maenda Midula dan Penerapan Aksis Dalam Penataan
Ruang

44

4.20 Pengaruh Hindu dan Budha Pada Arsitektur Sinhala ……………….

45

4.21 Interpretasi Vernakular Hindu dan Budha Pada Atap Bangunan …...

45

4.22 Interpretasi Vernakular Pada Bangunan Hotel Kandalama …………

46

4.23 Interpretasi Vernakular Pada Pemilihan Vegetasi …………………..

46

4.24 Apresiasi Bawa Terhadap Sejarah Budaya dan Lokal ………………

47

5.1 Alternatif Lokasi Proyek ……………………………………………. 51
5.2 Kondisi Topografi Obyek Wisata Alam Tanjung Unta …………….

52

5.3 Bukit Sipiso-piso, Salah Satu Elemen Alam di Sekitar Tongging ….

53

5.4 Kondisi Infrastruktur Tongging dan Potensi Alam Disekitarnya …...

54

5.5 Peta Lokasi Tongging ……………………………………………….

55

5.6 Elemen-elemen Alam di Sekitar Tapak ……………………………..

56

5.6B Lanjutan ……………………………………………………………..

57

5.7 Kondisi Topografi di Lokasi Perencanaan ………………………….

57

5.8 Kegiatan Ekonomi Perikanan Masyarakat Setempat ………………..

58

5.9 Kegiatan Ekonomi Masyarakat Setempat …………………………... 59

Universitas Sumatera Utara

5.10 Kegiatan Ekonomi Masyarakat Bidang Pertanian …………………..

60

6.1 Potensi Elemen Alam di Site ..............................................................

61

6.1B Lanjutan ..............................................................................................

62

6.2 Analisis Orientasi Bangunan Terhadap Tapak ...................................

65

6.3 Pemanfaatan Material Bambu Pada Bangunan ................................... 67
6.4 Analisis Topografi Tapak …………………………………………...

68

6.5 Interpretasi Terhadap Nilai Budaya Agraris Masyarakat Karo ..........

72

6.6 Pola Perkampungan Tradisional Karo Sebagai Simbol Sistem
Kinship.................................................................................................

73

6.7 Pembagian Ruang Rumah Jabu Sebagai Simbol Kinship ..................

74

6.8 Rumah Jabu, Arsitektur Tradisional Karo .......................................... 75
6.9 Interpretasi Terhadap Nilai Budaya Kekeluargaan Karo …………… 77
6.10 Anatomi Arsitektur Tradisional Karo ……………………………….

78

6.11 Interpretasi Nilai Budaya Agama dan Kepercayaan Karo …………..

80

7.1 Rencana Tapak Kawasan Hotel Resort Tongging …………………..

82

7.2 Orientasi Bangunan Hunian Pada Site ………………………………

83

7.3 Pemanfaatan Topografi Tanah Sebagai Identitas Bangunan ..............

84

7.3B Lanjutan ..............................................................................................

85

7.4 Adaptasi Struktur Bangunan Terhadap Topografi Tanah …………...

85

7.4B Lanjutan ……………………………………………………………..

86

7.5 Denah Semibasement Massa Bangunan Utama ……………………..

86

7.6 Bentuk Desain Pemanfaatan Material Bambu Pada Interior ………..

87

Universitas Sumatera Utara

7.7 Orientasi Bangunan Terhadap Matahari …………………………….

89

7.8 Perbaikan Iiklim Mikro Melalui Ventilasi Silang …………………..

90

7.9 Konsep Ruang Sebagai Bentuk Apresiasi Terhadap Iklim …………. 91
7.10 Konsep Ruang Terbuka Pada Bangunan Utama .................................

92

7.11 Interpretasi Budaya Dalam Program Aktivitas ……………………...

93

7.12 Bentuk Interpretasi Terhadap Budaya dan Kepercayaan Masyarakat
Karo ....................................................................................................

94

7.13 Transformasi Rumah Jabu Pada Bangunan Hunian ...........................

95

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No.

Judul

Halaman

3.1

Sumber dan Cara Pengambilan Data ..................................................

21

5.1

Data Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Tongging ……………….....

53

5.2

Data Akomodasi Penginapan di Tongging …………………………

54

6.1

Perbandingan Nilai Mekanikal Antar Material ..................................

66

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Dampak globalisasi ekonomi dan pengetahuan telah menyebabkan Kawasan
Wisata Danau Toba, terutama di Parapat, kehilangan identitas yang menyebabkan
terjadinya penurunan nilai dan image kawasan. Hal ini ditandai dengan menurunnya
kualitas lingkungan dan jumlah kunjungan wisatawan di kawasan ini.
Regionalisme kritis adalah trend kontemporer regionalisme yang muncul
sebagai reaksi terhadap universalisasi, homogenitas budaya, dan placeless modernism
akibat globalisasi. Regionalisme kritis merupakan strategi tepat yang dapat digunakan
dalam rancangan arsitektur di Kawasan Wisata Danau Toba, terutama rancangan
fasilitas wisata, seperti hotel resort. Tujuan dari penerapan regionalisme kritis sebagai
tema rancangan adalah untuk memperbaiki dan memperkuat identitas kawasan
melalui pemanfaatan optimal potensi-potensi regional.
Desa Tongging, Kabupaten Karo, dipilih sebagai lokasi studi karena memiliki
potensi wisata alam yang tinggi, jumlah kunjungan wisatawan yang cenderung
meningkat, namun memiliki kecenderungan pembangunan industri wisata yang
meniru Parapat. Pendekatan perancangan menerapkan fungsi evaluasi diri melalui
metode defamiliarization, yaitu mencari, mengamati, dan mengolah elemen-elemen
regional yang ada di tapak berdasarkan variabel regionalisme kritis, yaitu tapak dan
lokal konteks, iklim, kualitas ruang, dan interpretasi elemen vernakular. Analisis
terhadap karya-karya Geoffrey Bawa dengan karakter arsitektur regional sebagai
studi banding dilakukan untuk mempelajari pola pikir dan pengambilan keputusan
desain dengan tema regionalisme kritis.
Hasil analisis menghasilkan konsep rancangan yang mengeksplorasi potensi
tapak dan lokal konteks berupa kualitas visual, kondisi topografi, dan potensi alam
sebagai identitas kawasan. Arsitektur tropis sebagai bentuk adaptasi bangunan
terhadap iklim diterapkan dalam orientasi bangunan, bentuk massa bangunan,
organisasi ruang, konstruksi bangunan, perbaikan iklim mikro, dan pemilihan
material bangunan. Konsep ruang pada kawasan memberikan kesempatan kepada
pengunjung untuk dapat menikmati potensi-potensi alam yang dimiliki oleh tapak.
Interpretasi elemen vernakular Karo terutama nilai-nilai budaya agraris,
kekeluargaan, agama dan kepercayaan, serta budaya melahirkan bentuk simbiosis
baru dan menjadi identitas bangunan.
Kata Kunci: Dampak Globalisasi, Identitas Kawasan, Regionalisme Kritis, Potensi
Regional.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Science and economic globalization impact has caused Danau Toba Tourism
Area, especially Parapat, lose its identity resulting in the decline in the value and
image of that area which is characterized by enviromental quality degradation and
reducing number of tourists visiting this area.
Critical regionalism is the regionalism contemporary trend which emerges as
the reaction to universalization, culture homogeneity, and placeless modernism as the
effect of globalization. Critical regionalism is an appropriate strategy that can be
used in architecture design especially in designing tourism facilities such as resort
hotels in Danau Toba Tourism Area. The purpose of critical regionalism application
as thematic design was to improve and strengthen the identity of the area through
optimal utilization of regional potentials.
Tongging Village in Karo District was selected as location of study due to its
high natural tourism potentials, increasing number of tourist visits, and Parapat-like
tourism industry development tendency. The design approach used applied the
function of self-evaluation through defamiliarization method by looking for,
observing, and processing the basic regional elements available based on the
variabel of critical regionalism such as basic and local context, climate, space
quality, and vernacular element interpretation. The works of Geoffrey Bawa with
regional architectural character was analyzed as comparative study to learn the
pattern of thought and decision making for the design with the theme of critical
regionalism.
The result of this study showed that the concept of design exploring basic
potential and local context in the forms of visual quality, condition of topography,
and natural potentials as the identity of that area. Tropical architecture as the form
of climate-adapted building was applied ini building orientation, form of building
mass, space organization, building construction, micro-climate improvement, and
building material selection. The concept of space in that area provided a chance to
the visitors to enjoy the natural potentials owned by the site. Karonese vernacular
element interpretation, especially the values of agrarian culture, kinship, religion and
belief, produced a new form of symbiosis and became building identity.
Key Word: Globalization Impact, Regional Identity, Critical Regionalism, Regional
Potentials

Universitas Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Permasalahan
Era globalisasi saat ini telah memberikan dampak yang luas dalam kegiatan

ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lingkungan.

Perdagangan bebas, dominasi

produk-produk barat dalam kehidupan budaya, revolusi teknologi informasi,
kapitalisme, dan industrialisasi, merupakan fenomena yang dianggap sebagai proses
globalisasi.
Scholte (2000) mengklasifisikasikan globalisasi dalam lima definisi, yaitu
globalisasi sebagai internasionalisasi, liberalisasi, universalisasi, modernisasi atau
westernisasi, dan deteritorialisasi. Najam dkk (2007) menyampaikan bahwa
globalisasi diwujudkan dalam berbagai cara, tiga hal yang berhubungan dengan
pembuat kebijakan dan secara signifikan mempengaruhi lingkungan adalah
globalisasi ekonomi, globalisasi pengetahuan, dan globalisasi kekuasaan.
Sumatera Utara telah ditetapkan sebagai destinasi pariwisata unggulan (DPU)
bersama empat daerah wisata lainnya, sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata RI No. PM.03/UM.0001/MPK/2008. Salah satu
sumberdaya wisata yang sangat potensial adalah wisata berbasis pada sumberdaya
alam termasuk danau yang mempunyai kekayaan dan keragaman yang tinggi dalam
berbagai bentukan alam serta adat dan budaya lokal yang menyertainya. Moedjodo,

Universitas Sumatera Utara

dkk (2003) menyebutkan bahwa Danau Toba adalah danau tektonik-vulkanik terbesar
di dunia dan merupakan salah satu wisata unggulan utama untuk Sumatera Utara,
bahkan Indonesia.
Globalisasi ekonomi dalam bentuk komersialisasi Danau Toba sebagai
konsumsi pariwisata telah mengakibatkan terjadinya perubahan aktivitas ekonomi di
sekitar Kawasan Danau Toba dengan berkembangnya industri pariwisata, terutama di
daerah utama tujuan wisata Danau Toba, yaitu Parapat, Tomok dan Tuktuk, sesuai
Perda Tk.I Propinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 1990.

Selain memberikan

dampak terhadap peningkatan pendapatan daerah, kondisi ini telah mendorong
terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang ikut mendorong tumbuhnya areal
permukiman baru disekitar danau dan pengembangan fasilitas akomodasi wisata
seperti hotel, restoran, tempat parkir, dll.
Karena tidak adanya peraturan yang jelas dan kuatnya peran kapitalisme, telah
terjadi arsitektur anarkis di kawasan ini. Hal ini terwujud dalam bentuk pemanfaatan
daerah sepadan danau sebagai area terbangun yang seharusnya digunakan sebagai
daerah konservasi lahan, pembuangan limbah cair yang langsung ke danau, serta
bentuk arsitektur dan peletakan bangunan yang tidak harmonis dan sesuai dengan
lokal konteks. Kondisi ini telah mengakibatkan lingkungan di sekitar Danau Toba
mengalami penurunan kualitas lingkungan akibat adanya keterbatasan kapasitas
lingkungan dalam menghadapi dampak globalisasi ekonomi ini.

Yuzni (2008)

menyampaikan bahwa penurunan kualitas lingkungan di kawasan Danau Toba
ditandai dengan turunnya permukaan air danau, banyaknya tumbuhan air eceng

Universitas Sumatera Utara

gondok yang mengganggu kualitas air, banyaknya keramba ikan, dan meningkatnya
luas lahan yang gundul.
Globalisasi pengetahuan memberikan dampak terhadap penyebaran teknologi
dalam industri bangunan. Material penutup bangunan, seperti asbes gelombang,
genteng metal, dan kaca telah merata digunakan pada bangunan-bangunan disekitar
Kawasan Danau Toba. Maulana (2007) telah meneliti bahwa penggunaan material
tersebut tidak sesuai dengan kondisi iklim di sekitar bangunan karena dapat
menyebabkan kenyamanan temperatur ruang di dalam bangunan rendah, serta
meningkatnya biaya perawatan dan pemeliharaan bangunan. Konstruksi bangunan
dengan atap datar dan gaya arsitektur mediteranian yang mulai diadaptasi sebagai
gaya arsitektur bangunan di sekitar Kawasan Danau Toba tidak sesuai dengan kondisi
lokal yang beriklim tropis dan bercurah hujan tinggi.
Dampak

globalisasi

pengetahuan

yang

semakin

luas

mengarahkan

perkembangan kota ke arah homogenitas yang memberikan dampak negatif terhadap
identitas/sense of place suatu tempat. Zarzar (2007) menyampaikan bahwa identitas
timbul melalui persepsi dan diidentifikasi oleh karakter masyarakat setempat, deretan
objek-objek alam, bangunan, kota, dan sebagainya. Akibat hilangnya identitas
kawasan di sekitar Kawasan Danau Toba pada akhirnya telah menurunkan nilai dan
image kawasan yang ditandai dengan penurunan kualitas lingkungan ekologis dan
penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung.

Universitas Sumatera Utara

Regionalisme kritis adalah trend kontemporer regionalisme yang muncul
sebagai reaksi terhadap universalisasi, homogenitas budaya, dan placeless modernism
akibat dari globalisasi. Frampton (1983) mendefinisikan regionalisme kritis sebagai
suatu bentuk ekspresi dialektikal yang berusaha melakukan suatu dekonstruksi
modern terhadap arsitektur, terutama dalam terminogi nilai dan image, dengan
menggunakan elemen-elemen yang langsung berasal dari keunikan/kekhasan lokal.
Regionalisme kritis merupakan strategi tepat yang dapat digunakan dalam
rancangan arsitektur di Kawasan Wisata Danau Toba, terutama untuk rancangan
fasilitas wisata. Konsep ini secara signifikan dianggap mampu memperbaiki identitas
kawasan melalui pemanfaatan secara optimal potensi-potensi lokal yang ada,
sehingga dapat mengangkat nilai dan image kawasan. Hasil penelitian Nasution
(2008) telah menunjukkan bahwa budaya dan alam adalah salah satu elemen
pariwisata Danau Toba yang mendapat tanggapan positif dan masih dianggap
bermutu baik oleh wisatawan terutama wisatawan mancanegara. Roesmanto (2007)
menyebutkan bahwa potensi lokal tidak terbatas pada arsitektur tradisional yang
secara fisik berupa bangunan berarsitektur tradisional saja. Dalam masyarakat yang
heterogen, potensi lokal mencakup seluruh kekayaan yang memiliki kekhasan,
keunikan, kesejarahan, ataupun sebagai penanda di kawasan, kota, dan daerahnya.

1.2

Perumusan Masalah
Kawasan wisata Danau Toba saat ini sedang menghadapi penurunan nilai dan

image kawasan yang ditandai oleh penurunan kualitas lingkungan dan jumlah

Universitas Sumatera Utara

wisatawan. Arsitektur sebagai elemen identitas kawasan, cenderung menerapkan
konsep/ide yang mengikuti trend global tanpa memperhatikan kondisi lokal, bahkan
melakukan

anarkis

terhadap

kawasan.

Arsitektur

kurang

memperhatikan

keunikan/kekhasan yang dimiliki lokal secara maksimal. Budaya diapresiasi hanya
melalui ornamen yang sekedar tempelan pada bangunan.
Dengan demikian, permasalahan mendasar yang terjadi di Kawasan Wisata
Danau Toba adalah hilangnya identitas kawasan sebagai dampak globalisasi ekonomi
dan pengetahuan yang pada akhirnya menurunkan nilai dan image kawasan.

1.3

Tujuan
Tujuan perancangan adalah merancang fasilitas wisata hotel resort yang

mampu menjadi identitas kawasan, sehingga dapat meningkatkan nilai dan image
Kawasan Wisata Danau Toba dengan memanfaatkan elemen-elemen yang berasal
dari keunikan/kekhasan lokal sesuai dengan konsep regionalisme kritis.

1.4

Kerangka Berpikir
Danau Toba adalah danau tektonik-vulkanik terbesar di dunia yang menjadi

salah satu wisata unggulan Sumatera Utara, bahkan Indonesia. Saat ini, Danau Toba
mengalami penurunan nilai dan image kawasan yang disebabkan oleh hilangnya
identitas kawasan sebagai dampak globalisasi ekonomi dan pengetahuan.
Permasalahan arsitektur di Kawasan Wisata Danau Toba diatasi dengan
menerapkan teori regionalisme kritis dalam proses perancangan hotel resort.

Universitas Sumatera Utara

Penerapan teori ini diharapkan dapat menghasilkan rancangan hotel resort yang
mencerminkan keunikan/kekhasan lokal, sehingga dapat menjadi identitas kawasan
yang dapat mendorong peningkatan nilai dan image kawasan sebagai destinasi
pariwisata unggulan Sumatera Utara.

Gambar 1.1 menggambarkan rancangan

kerangka pemikiran yang akan diterapkan dalam perancangan fasilitas wisata dengan
studi kasus hotel resort.

KAWASAN WISATA DANAU TOBA
Penurunan nilai dan image kawasan yang ditandai dengan penurunan kualitas lingkungan dan
jumlah kunjungan wisatawan di Kawasan Wisatawan Danau Toba

RUMUSAN PERMASALAHAN
Hilangnya identitas kawasan sebagai dampak globalisasi ekonomi dan pengetahuan

REGIONALISME KRITIS

Tapak dan
Lokal Konteks
• Bentuk tapak
• Topografi
• Elemen-elemen
alam
• Lokal Konteks

Iklim

Arsitektur tropis

Kualitas
Ruang

Interpretasi Elemen
Vernakular
Nilai-nilai Sosial dan
Budaya Lokal

• Nilai Tektonik
• Nilai visual

KONSEP PERANCANGAN

Tapak

Pendekatan terhadap Iklim

Ruang

Interpretasi Elemen Vernakular

Gambar 1.1 Kerangka berpikir

Universitas Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Tentang Regionalisme Kritis

2.1.1

Latar belakang regionalisme kritis
Saat ini, seluruh dunia mengalami perkembangan pesat menuju era

globalisasi. Globalisasi telah memberikan kebaikan terutama dalam hal kemudahan
pemenuhan kebutuhan. Namun, dampak globalisasi dalam bentuk universalisasi
dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi juga telah menimbulkan kecenderungan
terjadinya homogenitas yang tercermin pada lingkungan bangunan. Hal ini
mengakibatkan terjadinya disorientasi ruang karena kota kehilangan identitas dirinya.
Regionalisme kritis muncul sebagai reaksi terhadap dampak globalisasi dalam
bentuk universalisasi dan internasionalisasi terhadap identitas lokal, baik dalam
bidang arsitektur, kota, dan landskap. Lefaivre (1990) menyatakan bahwa Lewis
Mumford pertama kali mewujudkan teori regional yang kemudian disebut oleh
masyarakat Amerika sebagai ‘Regionalist Rebellion’ di tahun 1940-an sebagai reaksi
terhadap karya-karya arsitektur International Style.
Levaifre (1990) juga menyatakan bahwa regionalisme yang disampaikan oleh
Mumford adalah suatu kritik yang tidak hanya merupakan reaksi terhadap dampak
globalisasi tetapi juga terhadap konsep regional itu sendiri. Mumford memandang
regionalisme seharusnya adalah proses konstan yang menegosiasikan antara lokal dan

Universitas Sumatera Utara

global. Mumford mendefinisikan kembali pemahaman tradisional definisi regional
yang mengacu pada lokalitas dan dapat menimbulkan sikap egoisme yang kemudian
mengarah pada rasisme dan dijadikan sebagai alat politik.
Lefaivre (1990) menyampaikan Regionalisme Kritis yang disampaikan oleh
Mumford terbagi dalam lima pilar, yaitu (1) strange making vs absolute historicism,
(2) sustainability vs picturesque, (3) advanced technology vs nostalgic craftmanship,
(4) Komunitas multikultur vs tradisional, dan (5) Keseimbangan antara lokal dan
universal.
Regionalisme kritis memiliki visi bahwa lingkungan buatan mampu
beradaptasi dengan kondisi global melalui negosiasi antara lokal dan global.
Regionalisme kritis bukan suatu penolakan terhadap globalisasi. Arsitektur bukanlah
sesuatu yang mutlak dan tetap, namun akan selalu berubah sesuai dengan
perkembangan zaman beserta perubahan-perubahan yang menyertainya.

2.1.2

Pengertian regionalisme kritis
Yeang (1987) menjelaskan bahwa arsitektur regional mencari hubungan

antara desain dan ‘spirit’ suatu tempat, tempat desain tersebut berada. Titik berat
perancangannya adalah pada arsitektur kontekstual yang merespon secara jelas
kondisi setempat.
Frampton (1983) menyatakan bahwa regionalisme kritis merupakan perantara
untuk menghadapi dampak globalisasi dengan menggunakan elemen-elemen yang
langsung berasal dari keunikan-keunikan suatu tempat. Strategi utama dari

Universitas Sumatera Utara

Regionalisme Kritis adalah untuk menjadi penengah dalam menghadapi dampak
peradaban dunia dengan menggunakan elemen-elemen yang secara langsung berasal
dari keunikan suatu tempat. Inspirasinya dapat diperoleh melalui kualitas budaya
lokal, model struktur khas, atau topografi site.
Frampton (1983) juga menyatakan bahwa regionalisme kritis menguatkan
elemen-elemen lokal arsitektur untuk dapat menghadapi globalisasi dan konsepkonsep abstrak yang melibatkan suatu sintesa kritis terhadap sejarah dan tradisi
setempat serta menginterpretasikannya kembali, sehingga mendapatkan ekspresi
dalam terminologi modern. Roesmanto (2007) menyebutkan bahwa potensi lokal
tidak terbatas pada arsitektur tradisional yang secara fisik berupa bangunan
berarsitektur tradisional saja. Dalam masyarakat yang heterogen, potensi lokal
mencakup seluruh kekayaan yang memiliki kekhasan, keunikan, kesejarahan, ataupun
sebagai penanda di kawasan, kota, dan daerahnya.
Arsitektur merupakan elemen kota salah satu penentu identitas suatu
kota/kawasan. Oleh karena itu, perancangan arsitektur perlu mempertimbangkan
elemen-elemen regional yang ada di tapak yang merupakan keunikan dan kekhasan
suatu tempat, agar tidak terjadi disorientasi atau degradasi ruang akibat hilangnya
identitas kawasan. Regionalisme kritis merupakan konsep arsitektur postmodern yang
muncul sebagai reaksi terhadap dampak globalisasi yang telah merusak eksistensi
potensi lokal. Konsep regionalisme kritis menggunakan elemen-elemen regional yang
merupakan keunikan/kekhasan/kearifan lokal.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3

Variabel regionalisme kritis
Mohite (2008) menyatakan bahwa regionalisme kritis menekankan pada

faktor spesifik site, seperti topografi yang dipertimbangkan sebagai matriks 3D
tempat struktur bangunan diletakkan, pencahayaan yang merupakan media utama
untuk melihat volume ruang dan nilai tektonik suatu karya, respon terhadap kondisi
iklim, nilai tactile dan visual pada site, dan interpretasi elemen vernakular. Frampton
(1983) menyatakan bahwa regionalisme kritis menegaskan pentingnya tapak dan
konteks lokal dalam arsitektur.
Perancangan

arsitektur

yang

menerapkan

regionalisme

kritis

dalam

rancangannya perlu menganalisis hal-hal yang berhubungan dengan elemen-elemen
regional yang menentukan identitas kawasan. Identitas kawasan dapat dibedakan
karena keunikan/kekhasan/kearifan lokal. Zarzar (2007), menyebutkan bahwa
identitas timbul melalui persepsi dan diidentifikasi oleh karakter masyarakat
setempat, deretan objek-objek alam, bangunan, kota, dan sebagainya.
Menurut Mohite (2008), regionalisme kritis memandang bahwa identitas
arsitektur ditentukan oleh (1) tapak dan lokal konteks, (2) Iklim, (3) Kualitas ruang,
dan (4) interpretasi elemen vernakular.
1.

Tapak dan Lokal Konteks
Mohite (2008) menyatakan bahwa regionalisme kritis menghargai

tapak yang terdiri dari bentuk, orientasi, elemen alam, topografi, potensi
visual,serta lokal konteks yang terdiri dari lingkungan sekitar, termasuk alam
dan bentuk bangunan, garis langit (skyline), dll.

Universitas Sumatera Utara

Di era globalisasi saat ini, untuk menghindari biaya konstruksi yang
mahal, salah satu metode konstruksi yang dianggap praktis diterapkan di
daerah berkontur adalah meratakan tanah dan memperlakukan tanah seperti
halnya pada tanah datar. Hal ini merupakan langkah teknis yang
mengakibatkan suatu tempat kehilangan identitas tempatnya (placelessness).
Regionalisme kritis memandang topografi pada tapak sebagai elemen yang
unik. Frampton (1983) menyebutkan bahwa regionalisme kritis menjaga
kualitas tektonik pada area berkontur, antara lain dengan membuat
tingkatan/step pada site mengikuti kemiringan kontur tanah. Hal ini dapat
dilihat pada salah satu contoh karya arsitektur rancangan Geoffrey Bawa yang
dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kondisi Eksterior Universitas Ruuhunu, Srilangka Selatan
Sumber: Robson, 2001
Frampton (1983) menyatakan bahwa regionalisme kritis memandang
pentingnya hubungan dialektikal antara bentuk bangunan dan alam. Schulz
(1980) menyatakan bahwa manusia memahami alam sebagai elemen-elemen

Universitas Sumatera Utara

yang saling berhubungan dan merupakan aspek dasar dari sebuah kejadian.
Schulz (1980) membedakan alam dengan menggunakan lima mode
pemahaman yang penekanannya berbeda sesuai dengan budaya setempat.
Cara pemahaman yang pertama adalah menitikberatkan alam sebagai sumber
kekuatan dan menghubungkannya sebagai elemen-elemen alam yang nyata
atau suatu benda. Langit, gunung, batu sebagai material, pohon atau vegetasi,
hutan, dan air adalah elemen-elemen alam yang termasuk dalam mode ini.
Cara pemahaman yang kedua adalah mengikhtisarkan alam sebagai sistem
tatanan kosmik dari peristiwa perubahan yang terus menerus. Tatanan yang
berpusat pada matahari sebagai fenomena alam yang berbeda adalah salah
satu elemen alam yang dipahami melalui mode ini. Cara pemahaman yang
ketiga adalah definisi karakter lingkungan alam berhubungan dengan sifat
dasar manusia. Gua adalah contoh elemen alam menurut mode ini. Cara
pemahaman yang keempat adalah fenomena alam yang kurang diamati
dengan jelas. Cahaya adalah bagian dasar dari sebuah realitas, tetapi manusia
kuno lebih berkonsentrasi dengan menganggap matahari sebagai sebuah
benda, daripada melihatnya sebagai suatu konsep umum dari cahaya. Cahaya
sangat berhubungan dengan elemen alam yang berubah secara tetap dan
merupakan mode kelima dalam memahami alam. Waktu adalah mode ini,
seperti pergantian musim, dan pergantian siang dan malam.
Benda, tatanan, karakter, cahaya, dan waktu adalah kategori dasar dari
pemahaman alam secara nyata. Benda dan karakter adalah dimensi ruang

Universitas Sumatera Utara

bumi, sedangkan tatanan dan cahaya ditentukan oleh langit. Sementara waktu,
adalah dimensi bergerak dan berubah secara tetap (Schulz, 1980).
2.

Iklim
Kondisi eksisting struktur kota juga terpengaruh oleh globalisasi,

seperti yang terjadi pada topografi. Hal ini terutama terjadi pada hal-hal yang
berhubungan dengan iklim dan mempengaruhi kualitas pencahayaan alami.
Berbagai faktor harus dapat dipahami secara mendasar untuk menentang
optimalisasi penggunaan teknologi universal. Regionalisme kritis cenderung
memanfaatkan bukaan pada bangunan sebagai media perantara dengan
kapasitas untuk merespon kondisi khusus yang ditentukan oleh tapak, iklim,
dan pencahayaan.
Saat ini, aturan yang diterima oleh praktisi modern lebih menyukai
penggunaan pencahayaan buatan secara eksklusif pada seluruh galeri seni.
Spektrum cahaya alami tidak pernah dapat masuk ke dalam ruang. Kondisi
ruang demikian menyebabkan ruang kehilangan auranya karena proses
reproduksi mekanikal yang mengangkat aplikasi statik teknologi universal.
Kondisi

placeless ini bertentangan dengan kebutuhan galeri seni tentang

pengawasan dan keamanan barang-barang seni agar terhindar dari kerusakan
akibat cahaya langsung. Kondisi tertentu membutuhkan ruang tertutup yang
menjadikan ruang tidak dapat berinteraksi dengan budaya, alam, dan cahaya.
Namun, prinsip ini diterapkan pada segala bentuk dan di seluruh tempat.
Pendekatan yang sama juga digunakan pada penggunaan material kaca.

Universitas Sumatera Utara

Material kaca pada tempat-tempat tertentu baik digunakan, namun pada
tempat yang lain dengan iklim tertentu, material bata sebagai fasade bangunan
lebih baik dibandingkan kaca.
Bukaan merupakan elemen yang selain cocok digunakan sebagai
ventilasi, juga menjadi elemen yang dapat merefleksikan kondisi alami
budaya setempat (gambar 2.2). Penggunaan alat pengkondisian udara
sepanjang waktu di semua tempat merupakan tindakan yang tidak menghargai
kondisi iklim setempat yang seharusnya memiliki kapasitas untuk dapat
diekspresikan.

Gambar 2.2 Bukaan Pada Interior Jayakody House Karya Geoffrey Bawa
Sumber: Robson, 2001

3.

Kualitas Ruang
Mohite (2008) menyampaikan bahwa ruang adalah elemen utama

arsitektur terbaik yang dapat dinikmati dan tercipta karena bentuk bangunan
dan lingkungan alamnya. Frampton (1983) menyebutkan pentingnya kapasitas
jiwa untuk dapat memahami ruang dengan cara pandangnya sendiri yang

Universitas Sumatera Utara

kemudian dikenal dengan konsep Tactile. Tactile merupakan strategi yang
potensial untuk dapat menahan dominasi teknologi universal.
Tactile akan menyampaikan seluruh persepsi yang dapat direkam oleh
indera kita ke dalam pikiran kita, seperti intensitas cahaya, kegelapan, panas
dan dingin, kelembaban, aroma bahan bangunan, momen inertia yang
dirasakan tubuh ketika berada di atas lantai, atau suara gema langkah kita di
dalam ruang.
Tactile dapat disampaikan melalui unsur-unsur tektonik dalam ruang.
Frampton

(1983)

potensi/sumber

menyampaikan

daya

lokal

berupa

bahwa

tektonik

material,

adalah

craftwork,

potensi-

yang

telah

dipilih/disaring dan kemudian menghasilkan suatu kesatuan bentuk yang
menggambarkan struktur sebagai seni bentuk daripada hanya sekedar fasade
bangunan.
Nilai tektonik tidak hanya sekedar aktivitas untuk memenuhi
persyaratan konstruksi bangunan. Tektonik dalam konsep regional kritis
adalah suatu aktivitas yang mengangkat konstruksi sebagai suatu seni bentuk.
4.

Interpretasi elemen vernakular
Frampton (1983) menyebutkan bahwa regionalisme kritis adalah

sintesis kritis terhadap sejarah setempat dan tradisi, yang dinterpretasi kembali
dan akhirnya diekspresikan dalam terminologi modern.
Elemen-elemen tradisional dapat dimunculkan kembali dan menjadi
suatu tradisi yang dapat digunakan saat ini, jika dapat diterima kembali oleh

Universitas Sumatera Utara

penduduk setempat dan disesuaikan dengan kondisi waktu, ruang, dan
lingkungan yang berlaku saat ini.

2.2

Tinjauan Tentang Hotel Resort

2.2.1

Pengertian hotel resort
Dirjen Pariwisata (1995) menyebutkan bahwa Hotel adalah suatu jenis

akomodasi

yang mempergunakan

sebagian

atau

seluruh bangunan,

untuk

menyediakan jasa penginapan, makan dan minum, serta jasa lainnya bagi umum,
yang dikelola secara komersial.
Surat Keputusan Menteri Perhubungan R.I No. PM 10/PW – 301/Phb. 77,
tanggal 12 Desember 1977, menyatakan bahwa Hotel adalah suatu bentuk akomodasi
yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh
pelayanan penginapan, berikut makan dan minum.
Sementara itu, Resort adalah suatu perubahan tempat tinggal untuk sementara
bagi seseorang di luar tempat tinggalnya dengan tujuan antara lain untuk
mendapatkan kesegaran jiwa dan raga serta hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat
juga dikaitkan dengan kepentingan yang berhubungan dengan kegiata olah raga,
kesehatan, konvensi, keagamaan serta keperluan usaha lainnya (Dirjen Pariwisata,
1988).
Pendit (1999) menyebutkan bahwa Resort adalah sebuah tempat menginap
yang mempu