Maksud Dan TujuanPenelitian Bahan-bahan Penelitian Program Penelitian Pekerjaan persiapan

satu kesatuan massa yang dapat memadat dan mengeras. Secara umum semen dapat didefinisikan sebagai bahan perekat yang dapat merekatkan bagian-bagian benda padat menjadi bentuk yang kuat kompak dan keras. Sedangkan abu gunung vulkanik merupakan limbah dari letusan gunung berapi yang selama ini tidak diketahui dapat dimanfaatkan dan hanya menyebabkan sampah di daerah yg terkena bencana letusan gunung merapi semakin menumpuk. Abu gunung vulkanik yang digunakan sebagai bahan pencampur berasal letusan gunung merapi diayak sehingga lolos saringan no. 200. Dengan adanya penambahan bahan pencampur semen dan abu gunung vulkanik maka tanah yang mengandung kadar air tertentu dapat mengeras sehingga akan meningkatkan kestabilannya

1.3 RumusanMasalah

Melakukan pengujian penstabilisasian tanah lempung dengan bahan pencampur gypsum dan abu ampas tebu. Kadar persentase semen ditentukan sebesar 2 dan 4 sedangkan variasi kadar persentase abu gunung vulkanik sebesar 2, 4, 6, dan 8.

1.4 Maksud Dan TujuanPenelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pencampuran semen pada tanah lempung yang disertai dengan abu gunung vulkanik dengan uji Kuat Tekan Bebas Tanah Unconfined Compression Strength Test. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : Mengetahui pengaruh penambahan semen Portland tipe 1 dan abu gunung vulkanik pada tanah lempung clay terhadap index properties. Melakukan pengujian terhadap tanah asli dalam hal ini tanah lempung, tanah asli yang telah diberi bahan pencampur berupa semen dan abu gunung vulkanik sehingga dapat diketahui adanya pengaruh terhadap besarnya kuat tekan dari tanah setelah diberi campuran tersebut selama 7 hari.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini terbagi atas sejumlah pengamatan terhadap contoh tanah terganggu disturbed dan tidak terganggu undisturbed. Berikut ini adalah metodologi dari penelitian ini, yaitu : 1. Tanah yang dipakai dalam pengujian adalah tanah lempung yang berasal dari Jl. Raya Medan Tenggara, Medan, Sumatera Utara. 2. Uji index properties tanah asli untuk mengetahui sifat fisis tanah yang dilakukan pada awal penelitian, meliputi:  Uji kadar air  Uji berat jenis tanah  Uji nilai Atterberg batas-batas konsistensi  Uji distribusi butiran atau analisa saringan 3. Uji pendahuluan kepadatan tanah asli untuk pembuatan benda uji dengan standard Proctor. 4. Diambil sebanyak 12 dua belas sampel tanah, dimana 1 satu digunakan sampel tanpa campuran atau tanah asli, 1satu sampel digunakan dengan campuran hanya abu gunung vulkanik , 8 sepuluh digunakan sampel dengan campuran semen – abu gunung vulkanik dan 2 dua digunakan sampel dengan hanya campuran semen.Bahan pencampur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu semen, tanah lempung clay, dan abu gunung vulkanik dengan enam belas variasi kadar yang berbeda yaitu 2 PC, 4 PC, 2 PC + 2 AGV , 2 PC + 4 AGV, 2 PC + 6 AGV, 2 PC + 8 AGV, 4 PC + 2 AGV, 4 PC + 4 AGV, 4 PC + 6 AGV, 4 PC + 8 AGV. 5. Semen yang digunakan adalah semen Portland Tipe I dengan merek Semen Padang PPC Portland Pozzolan Cement dan abu gunung vulkanik yang digunakan berasal dari abu gunung Sinabung, Tanah Karo dan lolos saringan no.200. 6. Pengujian untuk Engineering properties dilakukan dengan uji kuat tekan bebas Unconfined Compression Test dan uji Proctor Standard. 7. Dilakukan penambahan kadar air terhadap masing-masing bahan pencampur sebesar 2 dari setiap persentase bahan campuran pada setiap benda uji untuk menghindari terjadinya proses absorbsi air akibat bahan pencampur. 8. Waktu pemeraman curing time pada masing-masing benda uji agar campuran merata ditetapkan selama 7 hari . 9. Pengujian terhadap sifat fisik tanah yang dilakukan terhadap benda uji yang telah diberi campuran bahan stabilisator mencakup pengujian Atterberg, pemadatan tanah serta pengujian kuat tekan bebas 10. Pemeriksaan peningkatan daya dukung tanah dilakukan dengan cara uji Kuat Tekan Bebas UCS Unconfined Compression Strength Test. Pengujian CBR dan triaksial tidak dilakukan dalam penelitian ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Tinjauan Umum II.1.1. Tanah Segumpal tanah dapat terdiri dari dua atau tiga bagian. Tanah kering terdiri dari dua bagian, yaitu butiran padat tanah dan rongga yang diisi oleh udara. Tanah asli terdiri terdiri tiga bagian, yaitu butiran padat tanah, air, dan rongga yang diisi oleh udara. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1 . Gambar 2.1 a elemen tanah dalam keadaan asli ; b tiga fase elemen tanah sumber : Das, Braja M, 1998, Mekanika Tanah Jilid 1, hal 30 Dari gambar di atas, volume tanah yang diselidiki dapat dinyatakan dengan : 2.1 Dimana : V s = volume butiran padat V v = volume pori V w = volume air di dalam pori V a = volume udara di dalam pori Bila diasumsikan udara tidak memiliki berat, maka diperoleh : 2.2 Dimana : = berat butiran padat = berat air II.1.2. Sifat-sifat Fisik Tanah II.1.2.1. Kadar Air Water Content Kadar air tanah ω dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air dengan berat butiran padat dalam tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air tanah ω dapat dinyatakan dalam persamaan : 2.3

II.1.2.2. Porositas Porocity

Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dengan volume total dalam tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan persen maupun dalam bentuk desimal. Porositas tanah dapat dinyatakan dalam persamaan : 2.4

II.1.2.3. Angka Pori Void Ratio

Angka Pori dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dengan volume butiran padat dalam tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan desimal. Angka Pori tanah dapat dinyatakan dalam persamaan : 2.5

II.1.2.4. Berat Volume Basah Moist Unit Weight

Berat Volume Basah γ dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara dengan volume total tanah . Berat Volume Tanah γ dapat dinyatakan dalam persamaan : γ 2.6

II.1.2.5. Berat Volume Kering Dry Unit Weight

Berat Volume Kering dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran padat dengan volume total tanah . Berat Volume Kering dapat dinyatakan dalam persamaan : 2.7

II.1.2.6. Berat Volume Butiran Padat Soil Volume Weight

Berat Volume Butiran Padat atau dapat dinotasikan menjadi dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran tanah dengan volume butiran tanah padat . Berat Volume Butiran Padat dapat dinyatakan dalam persamaan : 2.8

II.1.2.7. Berat Jenis Specific Gravity

Berat Jenis Tanah dapat diartikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran tanah dengan berat volume air dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Nilai suatu Berat jenis tanah tidak memiliki satuan tidak berdimensi. Berat jenis tanah dapat dinyatakan dalam persamaan : 2.9 Batas besaran Berat Jenis Tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah Macam Tanah Berat Jenis Kerikil 2,65 - 2,68 Pasir 2,65 - 2,68 Lanau tak organik 2,62 - 2,68 Lempung organik 2,58 - 2,65 Lempung tak organik 2,68 - 2,75 Humus 1,37 Gambut 1,25 - 1,80 sumber : Hardiyatmo, H.C., 2002, Mekanika Tanah 1, hal 5

II.1.2.8. Derajat Kejenuhan S

Derajat Kejenuhan dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air dengan volume total rongga pori tanah . Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah dapat dinyatakan dengan persamaan : 2.10 Batas-batas nilai dari Derajat Kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan Tanah kering Tanah agak lembab 0 - 0,25 Tanah lembab 0,26 - 0,50 Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75 Tanah basah 0,76 - 0,99 Tanah jenuh 1 sumber : Hardiyatmo, H.C., 2002, Mekanika Tanah 1, hal 5

II.1.2.9. Batas-batas Atterberg Atterberg Limit

Batas-batas Atterberg digunakan untuk mengklasifikasikan jenis tanah untuk mengetahui engineering properties dan engineering behavior tanah berbutir halus.Pada tanah berbutir halus hal yang paling penting adalah sifat plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam tanah yang dapat didefinisikan sebagai kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa adanya retak ataupun remuk. Plastisitas suatu tanah bergantung pada kadar air sehingga tanah memungkinkan menjadi berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat. Konsistensi suatu tanah bergantung pada gaya tarik antara partikel mineral lempungnya. Atterberg 1911 memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya. Batas-batas tersebut adalah batas cair, batas plastis dan batas susut. Batas- batas Atterberg dapat digambarkan seperti dalam Gambar 2.2 . Gambar 2.2 . Batas-batas Atterberg Batas susut Batas plastis Batas cair cair plastis semi padat padat penambahan kadar air

II.1.2.9.1. Batas Cair Liquid Limit

Batas cair Liquid Limit dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis yakni batas atas dari daerah plastis. Batas cair ditentukan dengan cara pengujian Casagrande 1948, yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan Grooving tool sumber : Das, Braja M, 1998, Mekanika Tanah Jilid 1, hal 44

II.1.2.9.2. Batas Plastis Plastic Limit

Batas plastis Plastic Limit dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air di mana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm mulai mengalami retak-retak ketika digulung.

II.1.2.9.3. Batas Susut Shrinkage Limit

Batas susut Shrinkage Limit dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air ketika mengalami pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan 2.11 dengan = berat tanah basah dalam cawan percobaan gr = berat tanah kering oven gr = volume tanah basah dalam cawan = volume tanah kering oven = berat jenis air

II.1.2.9.4. Indeks Plastisitas Plasticity Index

Indeks Plastisitas PI adalah selisih batas cair dengan batas plastis. Adapun rumusan dalam menghitung besaran nilai indeks plastisitas adalah seperti yang ditunjukkan pada rumusan di bawah. 2.12 Dimana : LL = batas cair PL = batas plastis Indeks plastisitas merupakan interval kadar air di mana tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka keadaan ini disebut dengan tanah kurus, kebalikannya jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Indeks Plastisitasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah PI Sifat Macam tanah Kohesi Non – Plastis Pasir Non - Kohesif 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7 – 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif sumber : Hardiyatmo, H.C., 2002, Mekanika Tanah 1, hal 34

II.1.2.10. Klasifikasi Tanah

Klasisfikasi tanah sangat membantu perencana dalam memberikan pengarahan melalui cara empiris yang tersedia dari hasil pengalaman yang lalu. Tetapi perencana harus berhati-hati dalam penerapannya karena penyelesaian masalah stabilitas, penurunan dan aliran air yang didasarkan pada klasifikasi tanah sering menimbulkan kesalahan yang berarti. Umumnya klasifikasi tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan plastisitasnya. Terdapat dua sistem klasifikasi yang dapat digunakan yaitu Unified Soil Classification System USCS dan AASHTO.

II.1.2.10.1. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System USCS

Pada sistem Unified Soil Classification System USCS, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar kerikil dan pasir jika lebih dari 50 dari berat total tertahan pada saringan nomor 200 dan sebagai tanah berbutir halus lanau dan lempung jika lebih dari 50 dari berat total lewat saringan nomor 200. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini diantaranya : G = kerikil gravel W = bergradasi baik well-graded S = pasir sand P = bergradasi buruk poor-graded C = lempung clay H = plastisitas tinggihigh-plasticity M = lanau silt L = plastisitas rendah low-plasticity O = lanauempung organik organic silt or clay Pt = gambut peat Gambar 2.4 . Klasifikasi Tanah Sistem Unified Soil Classification System USCS

II.1.2.10.2. Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem AASHTO American Association of State Highway Transportation Official berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade. Sistem AASHTO membagi tanah ke dalam 7 kelompok, A-1 sampai dengan A-7. Tanah dalam tiap kelompok dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dalam rumus empiris. Pengujian yang digunakan hanya berupa analisa saringan dan nilai batas-batas Atterberg. Gambar 2.5 . Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO II.1.3. Sifat-sifat Mekanis Tanah II.1.3.1. Pemadatan Tanah Compaction Pemadatanadalah densifikasitanah yangjenuhdengan penurunanvolumeronggadiisi dengan udara, sedangkanvolumebutiran tanah padatdankadar airtetappada dasarnya sama. Pemadatan tanah dimaksudkan untuk mempertinggi kuat geser tanah, mengurangi sifat mudah mampat kompresibilitas, mengurangi permeabilitas serta dapat mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainnya. Pada tanah granuler dipandang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan di lapangan. Material ini mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume sesudah dipadatkan. Pada tanah lanau yang dipadatkan umumnya akan stabil dan mampu memberikan kuat geser yang cukup dan sedikit kecenderungan mengalami perubahan volume, tetapi sangat sulit didapatkan bila tanah lanau dalam keadaan basah karena permeabilitasnya yang rendah. Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya. Proctor 1933 mengamati bahwa ada hubungan yang pasti antara kadar air dan berat volume kering supaya tanah padat. Terdapat satu nilai kadar air optimum tertentu untuk mencapai nilai berat volume kering maksimumnya. Derajat kepadatan tanah diukur dari berat volume keringnya. Hubungan berat volume kering dengan berat volume basah dan kadar air dinyatakan dalam persamaan : 2.13 Dalam pengujian di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould yang mempunyai volume 9,44 x . Tanah dipadatkan di dalam mould dengan menggunakan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Tanah dipadatkan dalam 3 lapisan standart proctor dan 5 lapisan modified proctor dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan. Dari pengujian di laboratorium akan didapat hasil berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yang ditunjukkan oleh Gambar. Gambar 2.6 . Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah

2.1.3.1 Pengujian Unconfined Compression Test

Uji kuat tekan bebas Unconfined Compression Test merupakan salah satu cara percobaan laboratorium untuk menghitung kuat geser tanah, dimana uji kuat tekan ini mengukur kemampuan tanah untuk menerima kuat tekan yang diberikan sampai tanah terpisah dari butir-butirannya, pengujian ini juga mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut. Pada gambar 2.7 menunjukkan skema pengujian Unconfined Compression Test Gambar 2.7 Skema uji tekan bebas Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ 3 = 0, maka: 2.14 Dimana: = Kuat geser = Tegangan utama = kuat tekan bebas tanah = kohesi Pada Gambar 2.8 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined Compression Test UCT. Gambar 2. 8 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan q u di atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap Das, 2008 Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.4. Tabel 2.4 Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya Hardiyatmo, 2002 Konsistensi kNm 2 Lempung keras 400 Lempung sangat kaku 200 – 400 Lempung kaku 100 – 200 Lempung sedang 50 – 100 Lempung lunak 25 – 50 Lempung sangat lunak 25 Faktor konversi : 1 lbin 2 = 6,894.8 Nm 2

2.1.3.2 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb

Teori keruntuhan berfungsi untuk menguji hubungan antara tegangan normal dengan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan failure adalah ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Keruntuhan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana tanah tidak dapat menahan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat cepat. Pada sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser. 2.16 dimana : c = kohesi Ø = sudut geser internal Gambar 2.9 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser.

2.1.3.3 Sensitifitas Tanah Lempung

Uji tekan bebas ini dilakukan pada contoh tanah asli undisturbed dan contoh tanah tidak asli remoulded. Pada uji tekan bebas ini yang diukur adalah kemampuan masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas, sehingga didapat nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang didapat akan didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai sensitivitas adalah ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar. Gambar 2.10 Grafik sensitifitas tanah asli dan tanah remoulded Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi terendapkan secara alamiah, dan jika tanah tersebut diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural remoulded tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11. Gambar 2.11 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah disebut sensitifitas sensitifity. Tingkat sensitifitas adalah rasio perbandingan antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan remoulded, bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas diperoleh acquired sensitivity dinyatakan dalam persamaan: 2.17 dimana, St = kesensitifan Umumnya, nilai rasio sensitifitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai sensitifitas berkisar antara 10 sampai 80. Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang berhubungan dengan nilai sensitifitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Sensitifitas lempung Das, 2008 Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan: 1. Penekanan Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2 permenit 2. Kriteria keruntuhan suatu tanah : a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-turut. b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama. c. Ambil pada ε= 20 dari contoh tanah, Sr = 1 permenit, berarti waktu maksimum runtuh = 20 menit. Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus : 2.18 Dimana : ε = Regangan axial ∆L = Perubahan panjang cm Lo = Panjang mula-mula cm Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat : 2.19 Dimana : A = Luas rata-rata pada setiap saat cm2 Ao = Luas mula-mula cm2 Besarnya tegangan normal : 2.20 Dimana : σ = Tegangan kgcm2 P = Beban kg k = Faktor kalibrasi proving ring N = Pembacaan proving ring div Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus : 2.21 Dimana : St = Nilai sensitivitas tanah σ = Kuat tekan maks. tanah asli kgcm2 σ‘ = Kuat tekan maks. tanah tidak asli kgcm2

2.1 Bahan-bahan Penelitian

2.1 Tanah Lempung

Beberapa sumber dari penulis buku mendefinisi tanah lempung antara lain: 1. Das 2008, mendefinisikan bahwa tanah lempung adalah tanah berukuran mikrokronis hingga sub-mikrokronis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada keadaan air lebih tinggi lempung bersifat lengket kohesif dan sangat lunak. 2. Bowles 1984, mendefinisikan bahwa tanah lempung adalah deposit yang mempunyai partikel yang berukuran kecil kurang dari 2µm. Mineral lempung merupakan senyawa silikat yang kompleks yang terdiri dari aluminium, magnesium dan besi. Dua unit dasar dari mineral lempung adalah silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam gugus ion hidroksil OH yang mengelilingi atom aluminium Das, 2008. Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika silica sheet dan, unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran oktahedra gibbsite sheet. Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka. a b c d e Gambar 2.12 Struktur Atom Mineral Lempung a silica tetrahedra ; b silica sheet ; c aluminium oktahedra ; d lembaran oktahedra gibbsite ; e lembaran silika – gibbsite Das, 2008. Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung kaolinite, montmorillonite dan illite group dan mineral-mineral lain dengan ukuran yang sesuai dengan batasan yang ada mika group, serpentinite group. a. Kaolinite adalah hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang. Dimana kaolinite murni umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Mineral kaolinite berwujud seperti lempengan-lempengan tipisdengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2gr.Silica tetrahedralmerupakan bagian dasar dari struktur kaolinite yang digabung dengan satu lembaran alumina oktahedran gibbsitedan membentuk satu unit dasar dengan tebal sekitar 7,2 Å 1 Å=10-10 m seperti yang terlihat pada Gambar 2.13. Hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan hidrogen dan gaya bervalensi sekunder. Gambar 2.13 Struktur Kaolinite Das, 2008. b. Montmorillonite mempunyai susunan kristal yangterbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedralyang mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya. Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al 2 O 3 diantara dua lempeng SiO 2 . Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya absorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å 0,96 μm, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.14. Gaya Van Der Walls mengikat satuan unitsangat lemahdiantara ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air n.H 2 O dengan kation dapat dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa montmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat sehingga mudah mengalami proses pengembangan. Gambar 2.14 Struktur Montmorillonite Das, 2008. c. Illite . Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illitemempunyai hubungan dengan mika biasa, sehingga dinamakan. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite . Perbedaannya ada pada : Kalium K berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai pengikat. Pada lempeng tetrahedral terdapat ± 20 pergantian silikon Si oleh aluminium Al. Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite. Gambar satuan unit illite ditunjukkan pada Gambar 2.15 berikut ini. Gambar 2.15 Struktur Illite Das, 2008 Mineral lempung dapat berbentuk berbeda, hal ini dikarenakan oeh substitusi dari kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral. Apabila ion-ion yang disubstitusikan memiliki ukuran yang sama disebut ishomorphous. Dan jika anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut brucite .

2.2.1.1 Sifat UmumTanahLempung

Bowles1984 mengatakan sifat-sifat tanah lempung adalah: 1. Hidrasi. Partikelmineralselalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung biasanyabermuatannegatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan- lapisan molekul airyangdisebut sebagai airteradsorbsi. Lapisan iniumumnyamemilikitebalduamolekul. Oleh karenaitu disebutsebagailapisan difusigandaataulapisanganda. 2. Aktivitas. Aktivitastanah lempungadalahperbandinganantaraIndeks PlastisitasIPdenganprosentase butiranlempung,dan dapat disederhanakandalampersamaan: Dimana untuknilaiA1,25 tanah digolongkanaktifdan bersifatekspansif. Pada nilai1,25A0,75 tanah digolongkannormalsedangkan tanah dengan nilaiA0,75digolongkantidakaktif.Nilai- nilaikhasdariaktivitasdapatdilihatpadaTabel2.6. Tabel2.6 AktivitastanahlempungBowles,1984 MinerologiTanahLempung NilaiAktivitas Kaolinite 0,4 –0,5 Illite 0,5 –1,0 Montmorillonite 1,0 –7, 3 . Flokulasi dan disperse Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam ion H + , sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam . 4 . PengaruhZatcair Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekulair berperilakusepertibatang-batangkecilyang mempunyai muatan positifdisatusisidanmuatan negatif disisilainnya hal ini dikarenakan molekul air merupakan molekul dipolar. Sifat dipolarairterlihatpadaGambar2.14berikut. Gambar2.14 SifatdipolarmolekulairDas,2008 Karena molekulair bersifatdipolar, permukaan partikel lempung menarik molekul air secaraelektrikdalam3kasus,hal ini disebut dengan hydrogen bonding , yaitu: 1. Tarikanantarpermukaannegatifdanpartikellempungdenganujungpositif dipolar. 2. Tarikanantarakation-kationdalamlapisangandadenganmuatannegatifdari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yangbermuatannegatif. 3. Andilatom-atom hidrogen dalammolekul air,yaituikatanhidrogen antara atomoksigendalammolekul-molekulair. Gambar2.15 MolekulairdipolardalamlapisangandaHardiyatmo,2002 Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang berbeda untuk menarik exchangeable kation. Exchangeable cation adalah keadaan dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya tarik exchangeable cation yang lebih besar daripada kaolinite.Kalsium dan magnesium merupakan Exchangeable cation yang paling dominanpada tanah, sedangkan potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi exchangeable cation, yaitu valensi kation, besarnya ion dan besarnya ion hidrasi. Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut: Al +3 Ca +2 Mg +2 NH +4 K + H + Na + Li + Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya Das, 2008 Contohnya pada kapur CaOH, dimana sodium tanah lempung diganti oleh kalsium, dimana kalsium memiliki daya berganti replacing power yang lebih besar.

2.2.1.2 Pertukaran Ion Tanah Lempung

Holtz dan Kovacs 1981 mengutip dari Mitchell 1976 mengatakan tarikan permukaan tanah lempung terhadap air sangat kuat didekat permukaan dan akan berkurang seiiring dengan bertambahnya jarak dari permukaan partikel. Pengujian menunjukkan bahwa sifat termodinamis dan elektrik air pada permukaan lempung berbeda dari free water. Perbandingan hydrogen bonds, gaya Van der walls dan sifat-sifat kimia dengan jarak molekul dengan partikel lempung dapat dilihat pada Gambar.2.16. Gambar 2.16 Grafik perbandingan unsur kimia dan jarak dari permukaan partikel lempung Holtz dan Kovacs, 1981

2.2 Semen

2.2.2.1 Umum

Semen merupakan perekat hidrolis dimana senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Semen mimiliki susunan yang berbeda-beda, dan semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu: 1 Semen non-hidrolik Semen hidrolik adalah semen yang memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen pozzolan,semen alumina, semen terak, semen alam dan lain-lain. 2 Semen hidrolik. Semen non hidrolik adalah semen yang tidak memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur.

2.2.2.2 Semen Portland

Semen Portland adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan klinker dengan kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan.

2.2.2.3 Jenis-Jenis Semen Portland

Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain : 1. Semen Portland Biasa Semen Portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi secara umum jika tidak diperlukan sifat-sifat khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya. ASTM mengklasifikasikan semen Portland ini sebagai tipe I. 2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat Semen ini digunakan pada konstruksi jika sifat ketahanan terhadap sulfat dengan tingkat sedang, yaitu dimana kandungan sulfat SO 3 pada air tanah dan tanah masing-masing 0,8 - 0,17 dan 125 ppm, serta pH tidak kurang dari 6. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe II. 3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi Semen Portland yang digiling lebih halus dan mengandung tricalsium silikat C 3 S lebih banyak dibanding semen Portland biasa. Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai tipe III. 4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat C 3 S dan tricalsium aluminat C 3 A yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C 3 S yang lebih banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat : a. Panas hidrasi rendah b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama dengan semen Portland biasa c. Susut akibat proses pengeringan rendah d. Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe IV. 5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Semen ini diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat, yaitu kandungan sulfat SO 3 pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17 - 1,67 dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah atau konstruksi dibawah permukaan air. 6. Semen Portland Blended Semen Portland blended dibuat dengan mencampur material selain gypsum kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi balst-furnase slag, pozzolan, abu terbang fly ash dan sebagainya. Jenis-jenis semen Portland blended adalah : a. Semen Portland Pozzolan Portland Pozzolanic Cement b. Semen Portland Abu Terbang Portland Fly Ash Cement c. Semen Portland Terak Dapur Tinggi Portland Balst-Furnase Slag Cement d. Semen Super Masonry Persyaratan komposisi kimia semen Portland menurut ASTM Designation C 150-92, seperti terlhat pada Tabel. 2.7. Table 2.7 Persyaratan Standart Komposisi Kimia Portland Cement Sumber : ASTM Standart On Soil Stabilization With Admixure 1992

2.3 Abu Gunung Vulkanik

Abu vulkanik merupakan material yang dikeluarkan dari perut bumi ketika terjadi erupsi gunung berapi serta dapat terangkut air dan angin hingga jarak berkilometer dari letak gunung berapi berada. Abu vulkanik menjadi isu lingkungan yang penting karena jumlahnya yang cukup banyak dan menganggu keseimbangan lingkungan. Abu vulkanik merupakan material piroklastik yang sangat halus namun memiliki ciri bentuk yang beragam. Dalam bidang teknik, penggunaan abu vulkanik sebagai bahan tambah masih sangat sedikit dan terbatas, sedangkan gunung berapi yang masih aktif mengeluarkan abu vulkanik setiap tahunnya sangat banyak. Menurut Balai Teknik Kesehatan Lingkungan BTKL Yogyakarta 1994, dalam Usman, 2008, kandungan kimia terbesar dalam abu vulkanik adalah SiO2 sebesar 54,61. Kandungan SiO2 merupakan unsur penyusun utama dalam pembentukan semen, dengan demikian abu vulkanik memiliki sifat pozolanik dan dapat dimanfaatkan sebagai substitusi semen. Tabel 2.8 Kandungan dalam abu gunung vulkanik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Program Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada sampel tanah yang tidak diberikan bahan stabilisasi tanah asli dan pada tanah yang diberikan bahan stabilisasi kimiawi berupa penambahan Semen Portland Tipe I PC dan abu gunung vulkanik AGV dengan berbagai variasi campuran. Program penelitian dalam penelitian ini meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan uji laboratorium dan analisis hasil uji laboratorium. Skema program penelitian dapat dilihat pada Diagram Alir Penelitian dalam Gambar 3. Persiapan Penyediaan Bahan Tanah Abu Gunung Vulkanik AGV Semen PC 1. Uji Kadar Air 2. Uji Berat Jenis 3. Uji Atterberg 4. Analisa Saringan 5. Uji Proctor Standar 6. Uji Kuat Tekan Bebas UCT Pembuatan Benda Uji 1. Kombinasi campuran 2 PC 2 PC + 6 AGV 4 PC + 6 AGV 4 PC 2 PC + 8 AGV 4 PC + 8 AGV 2 PC + 2 AGV 4 PC + 2 AGV 2 PC + 4 AGV 4 PC + 4 AGV 2. Lakukan pemeraman curing time 7 hari. 3. Pemadatan dengan Proctor Standar. Uji Kuat Tekan Bebas Analisis Data Lab Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 3. Diagram Alir Penelitian

3.1 Pekerjaan persiapan

o Mencari studi literatur yang berhubungan dengan proses stabilisasi tanah lempung dengan campuran semen dan abu kayu bakar dan literatur mengenai uji Unconfined Compression Test UCT. o Pengambilan sampel tanah Sampel tanah yang dipakai dalam penelitian ini diambil dari Jalan Raya Medan Tenggara, Sumatera Utara. Tanah yang diambil termasuk tanah lempung dengan kadar air rendah – sedang. o Pengadaan semen Semen yang dipakai adalah jenis semen Portland tipe I dengan merk dagang Semen Padang PPC Portland Pozzolan Cement. o Pengadaan abu gunung vulkanik Berasal dari limbah letusan gunung merapi Sinabung di kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara.

3.2 Proses Pengambilan Sampling Tanah