Penggunaan Abu Gunung Sinabung Sebagai Filler Untuk Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) Menggunakan Spesifikasi Bina Marga 2010

(1)

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ABU GUNUNG SINABUNG SEBAGAI FILLER UNTUK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE-WEARING COURSE (AC-WC)

MENGGUNAKAN SPESIFIKASI BINA MARGA 2010

TUGAS AKHIR

Diajukanuntuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

FANNY TRI NOVITASARI SIREGAR 10 0404 135

BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

-2015-LEMBAR PENGESAHAN

PENGGUNAAN ABU GUNUNG SINABUNG SEBAGAI FILLER UNTUK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE-WEARING COURSE (AC-WC)

MENGGUNAKAN SPESIFIKASI UMUM BINA MARGA 2010

(StudiPenelitian)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam Menempuh Colloqium Doctum/Ujian Sarjana Teknik Sipil

DisusunOleh :

FANNY TRI NOVITASARI SIREGAR 10 0404 135

Dosen Pembimbing

Ir. Indra Jaya Pandia, MT NIP. 19560618 198601 1 001

DosenPenguji I DosenPenguji II

Ir. Zulkarnain A. Muis, M.EngSc Ir. Joni Harianto NIP. 19560326 198103 1 003 NIP. 19591110 198701 1 002

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19561224 198103 1 002 BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, saya panjatkan Puji dan Syukur kepadaTuhanYesus Kristus, karena hanya dengan berkat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

Adapun Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.Judul

Tugas Akhir ini adalah :Penggunaan Abu Gunung Sinabung Sebagai Filler Untuk

Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) Menggunakan Spesifikasi Bina

Marga 2010”.

Dalam penulisan TugasAkhir ini, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Bapak Ir.Indra Jaya Pandia MT, sebagai pembimbing dalam penulisan Tugas Akhir ini. 2. Bapak Ir.Zulkarnain A.Muis, M.Eng.Sc, sebagai kordinator Tugas Akhir Sub Jurusan

Transportasi dan juga untuk Bapak Ir.Joni Harianto.

3. Bapak Prof.Dr.Ing Johannes Tarigan sebagai Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik USU. 4. Bapak Ir. Syahrizal, MT, sebagai Sekretaris Jurusan Sipil Fakultas Teknik USU.

5. Bapak, Ibu Dosen dan seluruh staf dan pengawai Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

6. Kepada Pak Iskandar dan Pak Ivan dan seluruh staff di AMP Adhi Karya Patumbak. 7. Sahabat-sahabat : Afrissa, Boris, Henry, Zefanya, Jernih, Prisquila, Essy, Elfridanni,

Rebekka, Grace, Fransiscus, Taufiq, dan seluruh rekan–rekan saya mahasiswa Angkatan

2010, 2011,2012 juga adik-adik : Cicilia, Rijhal, Akmal dan semua mahasiswa Angkatan 2013, juga praktikan Laboratorium Jalan Raya Sem.A 2014/2015, dll. Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.


(4)

8. Sahabat yang mengerti pribadi saya Jhon Marshal Gunanta Gurusinga,ST (Sipil 05) terima kasih atas kasih sayang, cinta, perhatian, dan semangat yang diberikan kepada saya. Juga kepada sahabat yang sudah seperti abang kandung saya Tonggo Tulus Adi Saputra Sormin, ST (Sipil 05) terima kasih atas bantuannya yang sangat berarti kepada saya.

Pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi –

tingginya kepada Orang tua saya, Bapak Ir. Charles W.H. Siregar,SE dan (Alm) Ibu Herlinda

D.S. br.Aritonangyang telah banyak memberikan kasih sayang, cinta, semangat,

doa,danpengorbanan juga materil serta kesabaran selama ini menunggu sampai akhirnya sekarang saya dapat menyelesaikan studi penelitian tugas akhir ini. Dan kepada abang-abang terhebat saya : (Alm) Welmy P.H.Siregar, Andrew M.P. Siregar,SP, dan Hadiran Siregar terima kasih untuk doa dan dukungannya.

Saya menyadari banyak kekurangan pada tulisan ini dan masih jauh dari kesempurnaan. Saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata, saya berharap kiranya tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan juga bagi para pembacanya.

Medan, Maret 2015

Penulis,

FANNY T N SIREGAR 100404 135


(5)

ABSTRAK

Fillermerupakan salah satu bahan yang berfungsi sebagai pengisi rongga-rongga dari suatu campuran beraspal. Macam bahan pengisi yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur

padam, portland cement (PC),dll. Persentase yang kecil pada filler terhadap campuran

beraspal, bukan berarti tidak mempunyai efek yang besar pada sifat-sifat Marshall. Meletusnya Gunung Sinabung beberapa waktu lalu di daerah Tanah Karo, Sumatera Utara banyak menyisakan material yang tertumpah dari hasil letusannya. Tulisan ini mencoba meneliti abu vulkanik yang berasal dari letusan Gunung Sinabung dapat dimanfaatkan

sebagai filler dalam campuran aspal karena jumlahnya yang sangat banyak. Filler adalah

salah satu bahan yang digunakan dalam campuran lapisan Asphalt Concrete-Wearing Course

(lapisanaus). Dalam Penelitian ini pembuatan benda uji (bricket) dicampur secara panas (hot

mix) pada suhu 1500C dan mengacu pada Spesifikasi Bina Marga 2010 (Divisi VI).

Pada penelitian ini digunakan variasi abu vulkanik Gunung Sinabung 1%, 2%, 3%, dan 4%.Dari data Marshall Test yang didapatkan, yang memenuhi seluruh persyaratan yang

spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 adalah filler abu vulkanik sebesar 3%.

Dimana diperoleh nilai stabilitasnya sebesar 1515 kg, flow sebesar 6, MQ sebesar 253 kg/mm, VIM sebesar 5% dan VIM PRD 2.18%, VMA sebesar 15.4%, dan VFB nya sebesar

67.62%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan filler 3% yang memenuhi seluruh

persyaratan Marshall Test.

Kata kunci :filler, abu vulkanik gunung sinabung, lapisan AC-WC, campuran panas (hot


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Umum 1

1.2. Latar Belakang 3

1.3. Tujuan 4

1.4. Batasan Masalah 5

1.5. Sistematika Penulisan 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkerasan Secara Umum 7

2.2. Kriteria dan Fungsi Lapisan Pada Perkerasan Lentur 15

2.3. Bahan Campuran Aspal Panas 19

2.3.1. Agregat 19

2.3.1.1. Sifat Agregat 20

2.3.1.2. Klasifikasi Agregat 21


(7)

2.3.1.4. Sifat-Sifat Fisik Agregat dan Hubungannya Dengan Kinerja

Campuran 26

2.3.2. Aspal 27

2.3.2.1. Jenis Aspal 27

2.3.2.2. Komposisi Aspal 29

2.3.2.3. Sifat Aspal 29

2.3.2.4. Pemeriksaan Properties Aspal 31

2.3.3. Anti Stripping Agent 34

2.4. Marshall Test 37

2.4.1. Pengujian Marshall Untuk Campuran 38

2.4.2. Berat Isi Benda Uji Padat 40

2.4.3. Pengujian Stabilitas dan Flow 40

2.4.4. Pengujian Volumetrik 41

2.5. Analisa Campuran Beraspal 44

2.6.1. Rumusan Perhitungan dan Parameternya 44

2.6. Evaluasi Hasil Uji Marshall 50

2.6.1. Stabilitas 50

2.6.2. Kelelehan 50

2.6.3. VMA 51

2.6.4. VIM 51

2.6.5. VFA 52

2.6.6. Pengaruh Pemadatan 53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


(8)

3.3. Pelaksanaan 59

3.3.1. Spesifikasi Bahan Baku Penelitian 59

3.3.2. Perancangan Campuran dengan Metode Marshall 59

3.3.3. Analisis dan Pembahasan 60

3.4. Kesimpulan dan Saran 61

BAB IV ANALISIS DATA

4.1. Pengujian Material 62

4.1.1. Hasil dan Analisis Pengujian Aspal 62

4.1.2. Hasil dan Analisis Pengujian Agregat 65

4.2. Perumusan Campuran Benda Uji Marshall 74

4.3. Pembuatan Benda Uji Marshall 79

4.4. Hasil Pengetesan Benda Uji Marshall Filler Abu Vulkanik 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 89

5.2. Saran 90


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur 12

Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku 13

Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit 14

Gambar 2.4 Hubungan Volum dan Rongga Density Benda Uji Campur

Panas Padat 41

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian 57

Gambar 4.1 Grafik Analisa Saringan 70

Gambar 4.2 Gambar Hasil Marshall Test 77

Gambar 4.3 Grafik Gradasi Kasar AC-WC 78

Gambar 4.4 Grafik Nilai Stabilitas Variasi Filler Abu Vulkanik 80

Gambar 4.5 Grafik Nilai MQ Variasi Filler Abu Vulkanik 81

Gambar 4.6 Grafik Nilai Flow Variasi Filler Abu Vulkanik 81

Gambar 4.7 Grafik Nilai VIM Variasi Filler Abu Vulkanik 82

Gambar 4.8 Grafik Nilai VMA Variasi Filler Abu Vulkanik 83


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 KetentuanSifatCampuranLaston (AC) 9

Tabel 2.2PerbedaanPerkerasanLenturdanPerkerasanKaku 14

Tabel 2.3KetentuanAgregatKasaruntukCampuranBetonAspal 22

Tabel 2.4KetentuanAgregatHalusuntukCampuranBetonAspal 23

Tabel 2.5GradasiBahanPengisi 29

Tabel 2.6Kandungandalam Semen Portland dan Abu VulkanikSinabung 30

Tabel 4.1 HasilPengujianSifatFisikAspalKerasPenetrasi 60/70 62

Tabel 4.2 PerhitunganBeratJenisAgregat 67

Tabel 4.3 Data Marshall dalamMencari KAO 75

Tabel 4.4 GradasiAgregatGabungan Cold-Bin AC-WC 78

Tabel 4.5 HasilPengujianIndeksKekuatanSisa (IKS) 84


(11)

ABSTRAK

Fillermerupakan salah satu bahan yang berfungsi sebagai pengisi rongga-rongga dari suatu campuran beraspal. Macam bahan pengisi yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur

padam, portland cement (PC),dll. Persentase yang kecil pada filler terhadap campuran

beraspal, bukan berarti tidak mempunyai efek yang besar pada sifat-sifat Marshall. Meletusnya Gunung Sinabung beberapa waktu lalu di daerah Tanah Karo, Sumatera Utara banyak menyisakan material yang tertumpah dari hasil letusannya. Tulisan ini mencoba meneliti abu vulkanik yang berasal dari letusan Gunung Sinabung dapat dimanfaatkan

sebagai filler dalam campuran aspal karena jumlahnya yang sangat banyak. Filler adalah

salah satu bahan yang digunakan dalam campuran lapisan Asphalt Concrete-Wearing Course

(lapisanaus). Dalam Penelitian ini pembuatan benda uji (bricket) dicampur secara panas (hot

mix) pada suhu 1500C dan mengacu pada Spesifikasi Bina Marga 2010 (Divisi VI).

Pada penelitian ini digunakan variasi abu vulkanik Gunung Sinabung 1%, 2%, 3%, dan 4%.Dari data Marshall Test yang didapatkan, yang memenuhi seluruh persyaratan yang

spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 adalah filler abu vulkanik sebesar 3%.

Dimana diperoleh nilai stabilitasnya sebesar 1515 kg, flow sebesar 6, MQ sebesar 253 kg/mm, VIM sebesar 5% dan VIM PRD 2.18%, VMA sebesar 15.4%, dan VFB nya sebesar

67.62%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan filler 3% yang memenuhi seluruh

persyaratan Marshall Test.

Kata kunci :filler, abu vulkanik gunung sinabung, lapisan AC-WC, campuran panas (hot


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1UMUM

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk memikul beban lalu lintas. Agregat yang dipakai terdiridari adalah batu pecah, batu belah, ataubatu kali. Sedangkan bahan pengikat yang dipakai antara lain adalah asphalt cement, portland cement dan tanah liat.Jalan raya memiliki fungsi penting dalam kehidupan manusiakarena sebagian besar kegiatan transportasi manusia menggunakan jalan raya. Pengaruh yang besar tersebut mengakibatkan jalan raya memegang peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian serta pembangunan suatu bangsa. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan.

Dengan keluarnya ide-ide baru dalam pelaksanaan pembangunanjalanrayasehingga semakin menambah pengetahuan untuk melakukan aplikasi-aplikasi yang jauh lebih baik penggunaannya untuk dapat diterapkan dalam hal pembangunan jalanraya.Pada umumnya perkerasan yang dipakai adalah perkerasan lentur dengan bahan pengikat aspal. Konstruksi jalan raya sistem perkerasan lentur biasanya menggunakan campuran aspal dan agregat sebagai lapis permukaan. Campuran aspal berfungsi sebagai lapisan struktural dan non strukutural. Campuran aspal terdiri dari berbagai jenis agregat seperti agregat halus, agregat

kasar, mineral filler dan aspal sebagai bahan pengikat. Material yang umum digunakan

sebagaifillerpada penyusunan campuran perkerasan lentur adalah semen, pasir,kapur dan abu

batu yang mana persediaannya terbatas serta relatif mahal. Bila dilihat dari sumber


(13)

alternatif bahan yang lain sehingga program pembangunan dan pemeliharaan jalan dimasa yang akan datang dapat berjalan dengan lancar dan diusahakan lebih ekonomis. Campuran aspal yang berfungsi sebagai lapisan struktural adalah lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda. Sebagai lapisan non struktural aspal beton berfungsi sebagai lapis

kedap air dan lapis aus(wearingcourse)atau lapisan yang langsung menderita gesekan akibat

rem kendaraan. Didalam penulisan ini kombinasi yang digunakan adalah abuvulkanik yang


(14)

I.2 LATAR BELAKANG

Asphaltic Concrete(AC) merupakan salah satu jenis bahan perkerasan lentur yang memiliki nilai struktural yang tinggi dan banyak digunakan di Indonesia sebagai lapis permukaan jalan. Karakteristikcampuran beton aspal sangat dipengaruhi oleh jenis dan kadar

fillerdalam campurannya.

Fillermerupakan salah satu bahan yang berfungsi sebagai pengisi rongga-rongga dari

suatu campuran beraspal, disamping itu filler berfungsi pula sebagai media untukmengisi

rongga dalam campuran aspal agar memenuhi void yang diinginkan. Persentase yang kecil padafillerterhadap campuran beraspal, bukan berarti tidak mempunyai efek yang besar pada sifat-sifat Marshall yang juga merupakan kinerja campuran terhadap beban lalulintas.

Meletusnya Gunung Sinabung beberapa waktu lalu di daerah Tanah Karo,Sumatera Utara banyak menyisakan material yang tertumpah dari hasil letusannya. Tulisan ini mencoba meneliti abu vulkanik yang berasal dari letusan Gunung Sinabung dapat dimanfaatkan sebagai

filler dalam campuran aspal karena jumlahnya yang sangat banyak.Dalam penelitian ini digunakan spesifikasi Bina Marga 2010. Pada spesifikasi Bina Marga 2010, campuran aspal


(15)

I.3 PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN

Adapun permasalahan yang akan dibahas antara lain adalah : Apakah

penggunaanvariasi filler (dalam penelitian ini menggunakan abu vulkanik Gunung

Sinabung) sebagai bahan Campuran Aspal Panas jenis Asphalt Concrete - Wearing Course (AC-WC)dapatmemenuhi persyaratan terhadap sifat-sifat parameter Marshall.

I.4 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hasil yang didapat dengan penggunaan

variasifillerabu vulkanik terutama pada nilai Void in Mix (VIM).

I.5 MANFAAT PENELITIAN

Diharapkan abu vulkanik Gunung Sinabung dapat dimanfaatkan penggunaannya

sebagai bahan alternatiffiller dalam campuran laston (AC-WC) sebagai lapis aus permukaan


(16)

I.6 BATASAN MASALAH

Di dalam penelitian ini diperlukan batasan masalah agar pembahasan tidak terlalu luas dan tepat sasaran dari tujuan penelitian. Masalah yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah :

1. Pada spesifikasi umum Bina Marga edisi 2010 Laston AC-WC yang digunakan

bergradasi kasar atau halus.

2. Metode yang digunakan sesuai dengan spesifikasi umum Bina Marga 2010, yaitu metode Uji Marshall.

3. Penggunaan filler dan bahan anti pengelupasan pada batas maksimum, yaitu variasi

kadar filler abu vulkanik 1%,2%,3%,4%, dan anti pengelupasan dengan kadar

penggunaan 0,3% dari berat bitumen.

4. Parameter campuran aspal yang dikaji adalah Stabilitas Marshall, flow, VIM, VMA,


(17)

I.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memperjelas tahapan yang dilakukan dalam studi ini, di dalam penulisan tugas akhir ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Mengemukakan tentang informasi secara umum dari penelitian ini yang berkenaan dengan latar belakang masalah, maksud dan tujuan penelitian, hipotesa, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang teori-teori yang dijadikan dasar dalam analisa dan pembahasan masalah, serta beberapa defenisi dari studi literature yang berhubungan dalam penulisan ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bagian ini berisi tentang uraian tentang prosedur perencanaan penelitian.

BAB IV ANALISIS DATA

Menyajikan data yang diperoleh dari hasil pengumpulan yang diperoleh dari hasil perhitungan dalam penelitian ini. Selanjutnya data tersebut kemudian diolah dan dianalisa sehingga akan menghasilkan informasi yang berguna.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini dikemukakan tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran-sarandari peneliti berdasarkan analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 PERKERASAN SECARAUMUM

Perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban lalu lintas sehingga tanah tidak mengalami deformasi yang berarti. Perkerasan atau struktur perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki kualitas yang baik. Jadi, perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah

dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Perkerasan

dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya, oleh karena itu pada waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan kualitas pelayanan lalu lintas.

Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal.Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat,dan agregat berperan sebagai tulangan.Sifat-sifat mekanis aspal dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan pembentuknya.Fraksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking), dan kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran dan ukuran agregat maksimum yang digunakan.Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari sifat-sifat aspal yang digunakan.Oleh sebab itu kinerja


(19)

campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh sifat agregat dan aspal serta sifat-sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut. Perkerasan beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak akan dapat diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun peralatan dan metoda kerja yang digunakan telah sesuai.Perkerasan jalan di Indonesia umumnya mengalami kerusakan awal (kerusakan dini) antara lain akibat pengaruh

beban lalu lintas kendaraan yang berlebihan (over loading), temperatur (cuaca),

air, dan konstruksi perkerasan yang kurang memenuhi persyaratan

teknis.Berdasarkan gradasinya campuran beraspal panas dibedakan dalam tiga jenis campuran, yaitu campuran beraspal bergradasi rapat, senjang dan terbuka.Tebal minimum penghamparan masing-masing campuran sangat tergantung pada ukuran maksimum agregat yang digunakan.Tebal padat campuran beraspal harus lebih dari 2 kali ukuran butir agregat maksimum yang digunakan. Beberapa jenis campuran aspalpanas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :

- AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)

- HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal) - HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal pasir)

Laston (AC) merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur.Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu.


(20)

Tabel 2.1. Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC)

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Rev.2

Laston (AC) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada konstruksi perkerasan jalan, yaitu untuk lapis permukaan atau lapisan aus (AC-wearing course) dan untuk lapis pondasi (AC-base, AC-binder, ATB (Asphalt Treated Base)).

a. Laston sebagai lapisan aus, dikenaldengan nama AC-WC

(AsphaltConcrete – Wearing Course) dengantebal minimum AC – WC

adalah 4cm. Lapisan ini adalah lapisan yangberhubungan langsung dengan bankendaraan.

b. Laston sebagai lapisan pengikat,dikenal dengan nama AC-BC(Asphalt

Concrete – Binder Course)dengan tebal minimum AC – BCadalah 5 cm.

Lapisan ini untukmembentuk lapis pondasi jikadigunakan pada pekerjaanpeningkatan atau pemeliharaanjalan.

c. Laston sebagai lapisan pondasi,dikenal dengan nama AC-Base(Asphalt Concrete-Base) dengantebal minimum AC-Base adalah 6cm. Lapisan ini


(21)

tidak berhubunganlangsung dengan cuaca tetapimemerlukan stabilitas untuk memikulbeban lalu lintas yang dilimpahkanmelalui roda kendaraan. Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi (bila diperlukan) dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu. Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan beraspal yang memenuhi kriteria :

a) Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban lalu-lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan deformasi plastis selama umur rencana.

b) Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu-lintas.

c) Kelenturan yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan akibat beban lalu-lintas tanpa mengalami retak.

d) Cukup kedap air. Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.

e) Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan beraspal berhubungan erat dengan keselamatan pengguna jalan.

f) Ketahanan terhadap retak lelah (fatique). Lapisan beraspal harus mampu menahan beban berulang dari beban lalu-lintas selama umur rencana. g) Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah

dihamparkan dan dipadatkan.

h) Untuk dapat memenuhi ketujuh kriteria tersebut, maka sebelum pekerjaan campuran beraspal dilaksanakan, perlu terlebih dahulu dibuat formula


(22)

campuran kerja (FCK). Pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK) atau lebih dikenal dengan JMF (Job Mix Formula), meliputi penentuan proporsi dari beberapa fraksi agregat dengan aspal sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kinerja perkerasan yang memenuhi syarat. Pembuatan campuran kerja dilakukan dengan beberapa tahapan dimulai dari penentuan gradasi agregat gabungan yang sesuai persyaratan dilanjutkan dengan membuat Formula Campuran Rencana (FCR) yang dilakukan di laboratorium. FCR dapat disetujui menjadi FCK apabila dari hasil percobaan pencampuran dan percobaan pemadatan di lapangan telah memenuhi persyaratan.

Berdasarkan bahan pengikatnya perkerasan jalan dibagi menjadi dua, yaitu :

A. Perkerasan lentur (flexible pavement)

Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya.Perkerasan lentur memiliki umur rentang antara 10-20 tahun masa pemakaian saja.Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan.Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya.Perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis bertujuan untuk menerima beban kendaraan yang melaluinya dan meneruskan ke lapisan di bawahnya. Biasanya material yang digunakan pada lapisan-lapisan perkerasan jalan semakin kebawah akan semakin berkurang kualitasnya. Karena lapisan yang berada dibawah lebih sedikit menahan beban.


(23)

lapis permukaan (surface)

lapis pondasi atas (base)

lapis pondasi bawah (subbase)

tanah dasar (subgrade)

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur

Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang berfungsi sebagai berikut:

1. Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan.

2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut. 3. Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan

sehingga mudah menjadi aus.

4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain.

B. Perkerasan kaku (rigid pavemet)

Perkerasan kaku merupakan suatu susunan konstruksi perkerasan dimana sebagai lapisan atasnya digunakan pelat beton, yang terletak di atas pondasi atau


(24)

langsung di atas tanah dasar.Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat.Oleh karena itu material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar.Lapisan-lapisan perkerasan kaku adalah seperti gambar 2.2 di bawah ini.

plat beton (concrete slab)

lapis pondasi bawah

(subbase)

tanah dasar (subgrade)

Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku

Perkerasan kaku ini memiliki umur rencana yang lebih lama dibandingkan perkerasan lentur., tetapi lebih mahal biaya yang dibutuhkan . Pada umumnya perkerasan kaku dipakai pada jalan antar lintas provinsi karena arus lalu lintasnya padat.Selain dari kedua jenis tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis

gabungan (composite pavement).

C. Perkerasan komposit (composite pavement)

Perkerasan komposit merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur.Perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau sebaliknya.


(25)

lapis permukaan (surface)

plat beton (concrete slab)

lapis pondasi bawah

(subbase)

tanah dasar

Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit

D. Perbedaan antara perkerasan lentur dan pekerasan kaku.

Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.2Perbedaan Perkerasan Lentur dan Pekerasan Kaku

Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

Bahan Pengikat Aspal Semen

Repetisi Beban Timbul rutting (lendutan pada jalur roda)

Timbul retak-retak pada permukaan

Penurunan Tanah Dasar

Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)

Bersifat sebagai balok diatas perletakan

Perubahan Temperatur

Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dalam yang kecil

Modulus kekakuan tidak. berubah timbul tegangan dalam yang besar


(26)

II.2. KRITERIA DAN FUNGSI LAPISAN PADA PERKERASAN LENTUR.

Upaya yang dilakukan dalam memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan, maka kontruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :

a. Syarat-syarat berlalu-lintas.

• Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak

berlubang.

• Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban

yang bekerja diatasnya.

• Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan

permukaan jalan sehingga tak mudah selip.

• Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.

b. Syarat-syarat kekuatan/struktural.

Kontruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat:

• Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan

lalu-lintas ke tanah dasar.

• Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di

bawahnya.

• Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya

dapat cepat di alirkan.

• Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi


(27)

Secara jelas susunan lapis konstruksi perkerasan lentur terdiri dari :

a. Lapis Permukaan (surface course)

Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang berfungsi sebagai berikut:

 Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai

stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan.

 Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya

yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.

 Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan

sehingga mudah menjadi aus.

 Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul

oleh lapisan lain.

Jenis lapis permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut:

 Burtu (laburan aspal satu lapis), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan

aspal yang ditaburi satu lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimal 2 cm.

 Burda (laburan aspal dua lapis), yaitu lapis penutup yang teridri dari lapisan

aspal ditaburi agregat dua kali secara berurutan dengan tebal maksimal 3,5 cm.

 Latasir (lapis tipis aspal pasir), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan

aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal 1-2 cm.


(28)

 Lataston (lapis tipis aspal beton), yaitu lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi dan aspal keras

dengan perbandingan tertentu dan tebal antara 2–3,5 cm.

Jenis lapisan di atas merupakan jenis lapisan yang bersifat nonstructural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air dan memberikan bantuan tegangan tarik yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas.Pemilihan bahan lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana, serta pentahapan kontruksi agar di capai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan. Jenis lapisan berikutnya merupakan jenis lapisan yang bersifat structural yang berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda, antara lain:

 Penetrasi macadam (lapen), yaitu lapis pekerasan yang terdiri dari agregat

pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis.

Tebal lapisan bervariasi antara 4–10 cm.

 Lasbutag, yaitu lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan

bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal

lapisan padat antara 3–5 cm.

 Laston (lapis aspal beton), yaitu lapis perkerasan yang terdiri dari campuran


(29)

dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Laston terdiri dari 3 macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (ACBase).

 Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19mm, 25mm dan

37,5 mm. Jika campuran aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh campuran aspal tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing campuran dan tebal nominal rancangan.

b. Lapis Pondasi Atas (base course)

Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat.Oleh karena itu material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar.

c. Lapis Pondasi Bawah (subbase course)

Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi dan tanah dasar.Jenis pondasi bawah yang biasa digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut:

 Agregat bergradasi baik, dibedakan atas: Sirtu/pitrun kelas A, Sirtu/pitrun kelas

B, Sirtu/pitrun kelas C.

 Stabilisasi: a). Stabilisasi agregat dengan semen, b). Stabilisasi agregat dengan

kapur, c). Stabilisasi tanah dengan semen, d). Stabilisasi tanah dengan kapur.

d. Tanah Dasar (subgrade course)

Lapisan paling bawah adalah lapisan tanah dasar yang dapat berupa permukaan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang menjadi dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Perkerasan lain diletakkan


(30)

di atas tanah dasar, sehingga secara keseluruhan mutu dan daya tahan seluruh konstruksi perkerasan tidak lepas dari sifat tanah dasar.

II.3.BAHAN CAMPURAN ASPAL PANAS

II.3.1. AGREGAT

Agregat atau batu, atau glanular material adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat/batuan di definisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal (solid).ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen.Agregat/batuan merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan di tentukan daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan.Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang di gunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan.

Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir,


(31)

tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis dan daya pelekatan dengan aspal.

II.3.1.1. Sifat agregat.

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu-lintas.Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan kontruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan dipengaruhi oleh:

a. Gradasi

b. Ukuran maksimum c. Kadar lempung

d. Kekerasan dan ketahanan e. Bentuk butir

f. Tekstur permukaan

2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik,dipengaruhi oleh: a. Porositas

b. Kemungkinan basah c. Jenis agregat

3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman, dipengaruhi oleh:

a. Tahanan geser (skid resistance)

b. Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan (bitominous mix workability)


(32)

II.3.1.2. Klasifikasi agregat

Di tinjau dari asal kejadiannya agregat/batuan dapat di bedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).

- Batuan beku

Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Di bedakan atas batuan beku luar (exstrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneous rock).

- Batuan sedimen

Sedimen dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan tanaman. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di danau, laut dan sebagainya.

- Batuan metamorf

Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit bumi.

II.3.1.3. Jenis agregat dan Persyaratan Sifat Agregat.

Batuan atau agregat untuk campuran beraspal umumnya diklasifisikan berdasarkan sumbernya, seperti contohnya agregat alam,agregat hasil pemrosesan, agregat buatan atau agregat artifisial.

Secara umum bahan penyusunan beton aspal terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi dan aspal sebagai bahan pengikat. Dimana bahan bahan tersebut sebelum digunakan harus diperiksa di laboratorium. Agregat yang


(33)

memenuhi persyaratan sifat dan gradasi agregat seperti yang ditetapkan didalam buku spesifikasi pekerjaan jalan atau ditetapkan badan yang berwenang. Menurut Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI untuk Campuran Beraspal Panas, Dep. PU, 2010 memberikan persyaratan untuk agregat sebagai berikut :

1. Agregat Kasar

Tabel 2.3. Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal.

Jenis pemeriksaan Standart

Syarat maks/min Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan

natrium dan magnesium sulfat.

SNI 03-3407-1994 Maks. 12 %

Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 30 %

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %

Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*)

Partikel Pipih dan Lonjong(**) RSNI T-01-2005 Maks. 10 %

Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks.1 %

Sumber :(Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI

PerkerasanBeraspal, Dep. PU, 2010

Catatan :

(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang

pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.


(34)

2. Agregat Halus

Tabel 2.4.Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal.

Jenis Pemeriksaan Standar Syarat Maks/Min

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks. 60 %

Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 8 %

Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 %

Kadar Lempung SNI 3432 : 2008 Maks. 1%

Sumber :(Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI

Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010) 3. Bahan Pengisi (filler)

Menurut SNI 03-6723-2002 yang dimaksud bahan pengisi adalah bahan yang lolos ukuran saringan no.30 (0,59 mm) dan paling sedikit 65% lolos saringan no.200 (0.075 mm). Pada waktu digunakan bahan pengisi harus cukup kering untuk dapat mengalir bebas dan tidak boleh menggumpal. Macam bahan pengisi

yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur padam, portland cement(PC), debu

dolomite, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya. Banyaknya bahan pengisi dalam campuran aspal beton sangat dibatasi. Kebanyakan bahan pengisi, maka campuran akan sangat kaku dan mudah

retak disamping memerlukan aspal yang banyak untuk memenuhi workability.

Sebaliknya kekurangan bahan pengisi campuran menjadi sangat lentur dan mudah terdeformasi oleh roda kendaraan sehingga menghasilkan jalan yang bergelombang.


(35)

Ukuran Sa No. 30 (600 m No. 50 (300 m No. 200 (75 m

Sumber :SNI 03-6723

Material fille

berperan sebagai pengi campuran serta meni

laston filler berfungsi

prakteknya fungsi dar mengurangi kepekaan t campuran dapat meni

void(rongga udara) d

yang terkandung dalam

Tabel 2.6.Kandung

Sumber :Laborat

Tabel 2.5.Gradasi Bahan Pengisi.

n Saringan Persen L

600 mikron) 100

300 mikron) 95–100

75 mikron) 70–100

6723-2002 (spesifikasi bahan pengisi untuk campuran be

iller bersama-sama dengan aspal membentuk pengisi rongga sehingga meningkatkan kepadatan

eningkatkan stabilitas campuran, sedangkan ungsi sebagai bahan pengisi rongga dalam dari filleradalah untuk meningkatkan viskosita

an terhadap temperature. Meningkatkan komposi eningkatkan stabilitas campuran tetapi menur ) dalam campuran. Berikut hasil pengujian kandunga

lam Semen dan Abu Vulkanik Gunung Sinabung.

ndungan dalam Semen Portland dan Abu Vulkani

aboratorium FMIPA Kimia Universitas Sumatera U

n Lolos 100

100 100

ampuran beraspal)

ntuk mortar dan tan dan ketahanan n pada campuran m campuran.Pada skositas dari aspal dan

posisifillerdalam

nurunkan kadarair

kandungan apa saja bung.

kanik Sinabung


(36)

Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan.Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerjacampuran tersebut.

Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperiksa antara lain : a) Ukuran butir

b) Gradasi c) Kebersihan d) Kekerasan e) Bentuk partikel f) Tekstur permukaan g) Penyerapan

h) Kelekatan terhadap aspal

Berat jenis suatu agregat adalah perbandingan berat dari suatu satuan volume

bahanterhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20o – 25oC

(68o–77oF).Dikenal beberapa macam Berat Jenis agregat, yaitu :

a) Berat Jenis semu (apparent specific gravity), Berat Jenis Semu, volume dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak termasuk volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam. b) Berat Jenis bulk (bulk specific gravity), Berat Jenis bulk, volume

dipandang volume menyeluruh agregat, termasuk volume pori yang dapat terisi oleh air setelah direndam selama 24 jam.


(37)

c) Berat Jenis efektif (effective specific gravity), Berat Jenis efektif, volume dipandang volume menyeluruh dari agregat tidak termasuk volume pori yang dapat menghisap aspal.

II.3.1.4. Sifat-Sifat Fisik Agregat dan Hubungannya Dengan Kinerja Campuran. Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja campuran tersebut. Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperhatikan antara lain:

a. Ukuran butir b. Gradasi c. Kebersihan d. Kekerasan e. Bentuk partikel

f. Tekstur permukaan

g. Penyerapan


(38)

II.3.2. ASPAL

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya.

II.3.2.1. Jenis aspal.

Berdasarkan cara diperoleh aspal dapat dibedakan atas: 1. Aspal alam,

2. Aspal buatan.

II.3.2.1.1. Aspal minyak (petroloeum aspal).

Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas: a. Aspal keras/semen (AC).

Asphalt Concrete(AC) adalah lapisan atas kontruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal dengan agregat yang dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. AC merupakan jenis lapisan permukaan struktural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan pelindung kontruksi di bawahnya, tidak licin, permukaannya rata, sehingga memberikan kenyamanan pengguna jalan. Aspal keras/aspal cement adalah aspal yang di gunakan dalam keadaan cair dan panas.

Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temerature ruang) .

Aspal semen pada temperature ruang (25 30 )berbentuk padat. Aspal semen

terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis minyak bumi asalnya.


(39)

Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan niai penetrasinya yaitu:

1. AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50 2. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70 3. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-100 4. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150 5. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300 b. Aspal dingin/cair.

Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi.Dengan demikian berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas:

1. RC (Rapid Curing Cut Back) 2. MC (Medium Curing Cut Back) 3. SC (Slow Curing Cut Back) c. Aspal emulsi.

Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi.

II.3.2.1.2. Aspal buton.

Aspal alam yang terdapat di indonesia dan telah dimanfaatkan adalah aspal dari pulau buton. Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan bahan material lainnya dalam bentuk batuan. Karena aspal buton merupakan bahan alam maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumen yang dikandungnya aspal buton dapat


(40)

dibedakan atas B10, B13, B20, B25, dan B30. (aspal buton B10 adalah aspal buton dengan kadar bitumen rata-rata 10%).

II.3.2.2. Komposisi aspal

Aspal merupakan unsur hydrokarbon yang sangat komplek, sangat sukar untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut.Komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes.Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau cokelat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau cokelat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan.Sedangkan oil yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resin. Proporsi dari asphaltenes, resins, dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal dalam campuran.

II.3.2.3. Sifat aspal.

Aspal yang dipergunakan pada kontruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai: 1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan

antara aspal itu sendiri.

2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.

Berarti aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang baik.


(41)

1. Daya tahan (durability)

Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan.Sifat ini merupakan sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dan lain-lain.Meskipun demikian sifat ini dapat diperkirakan dari pemeriksaan TFOT.

2. Adhesi dan Kohesi

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal.Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah jadi pengikatan.

3. Kepekaan terhadap temperature

Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap dari setiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama.

4. Kekerasan aspal

Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada waktu pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah tinggi).Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai.Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi


(42)

yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat.Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.

II.3.2.4. Pemeriksaan Properties Aspal

Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam, sehingga sifat-sifat aspal harus diperiksa di labotarium dan aspal yang memenuhi syarat yang telah di tetapkan dapat di pergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur.

Pemeriksaan sifat (asphalt properties) dari campuran dilakukan melalui beberapa uji meliputi:

a. Uji penetrasi

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan apakah aspal keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban, waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian ini dilakukan dengan membebani permukaan aspal seberat 100 gram pada tumpuan jarum berdiameter 1

mm selama 5 detik pada temperature 25 . Besarnya penetrasi di ukur dan

dinyatakan dalam angka yang dikalikan dengan 0,1 mm. Semakin tinggi nilai penetrasi menunjukkan bahwa aspal semakin elastis dan membuat perkerasan jalan menjadi lebih tahan terhadap kelelehan/fatigue.Hasil pengujian ini sselanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau ter untuk keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh fakor berat beban total, ukuran sudut dan kehalusan permukaan jarum, temperatur dan waktu.


(43)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal yang

berkisar antara 30 sampai 200 . Temperatur pada saat dimana aspal mulai

menjadi lunak tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi yang sama. Titik lembek adalah temperatur pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu. Hasil titik lembek digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal.Aspal dengan titik lembek yang tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur tetapi lebih untuk bahan pengikat perkerasan.

c. Daktalitas.

Tujuan untuk percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dari aspal, Dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat di tarik antara dua cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Kohesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lain, sifat kohesi sangat penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat ini sangat mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Aspal dengan nilai daktalitas yang rendah adalah aspal yang mempunyai kohesi yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang memiliki daktalitas yang tinggi.Daktalitas yang semakin tinggi menunjukkan aspal tersebut baik dalam mengikat butir-butir agregat untuk perkerasan jalan.


(44)

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis apal keras dengan alat piknometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat zat

cair suling dengan volume yang sama pada suhu25 .

Berat jenis diperlukan untuk perhitungan analisis campuran:

Berat jenis= ( )

[( ) ( )]... (2.1)

Dimana :

A = Berat piknometer (gram)

B = Berat piknometer berisi air (gram) C = berat piknometer berisi aspal (gram)

D = Berat piknometer berisi air dan aspal (gram)

Data temperatur dan berat jenis aspal diperlukan dalam penentuan faktor koreksi volume berdasarkan SNI 06-6400-2000 berikut :

V = Vt x Fk...(2.2)

Dimana :

V = Volume aspal pada temperatur 15

Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu Fk = Faktor Koreksi

e. Titik Nyala dan Titik Bakar


(45)

mempunyai titik nyala open cup kurang dari70 . Dengan percobaan ini akan diketahui suhu dimana aspal akan mengalami kerusakan karena panas, yaitu saat terjadi nyala api pertama untuk titik nyala, dan nyala api merata sekurang-kurangnya 5 detik untuk titik bakar. Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam aspal.Semakin tinggi titik nyala dan bakar menunjukkan bahwa aspal semakin tahan terhadap temperatur tinggi.

f. Kelekatan Aspal pada Agregat

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan aspal pada batuan tertentu dalam air.Uji kelekatan aspal terhadap agregat merupakan uji kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui daya lekat (adhesi) aspal terhadap agregat.Adhesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat.Pengamatan terhadap hasil pengujian kelekatan dilakukan secara visual.


(46)

II.3.3.Anti Stripping Agent

Pada spesifikasi edisi november 2010, Aditif kelekatan dan anti

pengelupasan (anti striping agent) harus ditambahkan dalam bentuk cairan kedalam

campuran agregat dengan mengunakan pompa penakar (dozing pump) pada saat

proses pencampuran basah di pugmil. Kuantitas pemakaian aditif anti striping dalam

rentang 0,2% - 0,5 % terhadap berat aspal. Contoh –contoh anti stripping agent :

Wetfix-BE, Morlife 2200, dan Derbo-401. 1. Derbo-401

Adalah jenis anti stripping yang berasal dari India.Anti Stripping ini telah diuji oleh IIP-Dehradun, SIIR-Delhi, dan CRRI-New Delhi yang menghasilkan produk-produk terbaik. Untuk campuran Hotmix, penggunaan

anti stripping agent jenis Derbo-401 ini berkisar 0.1%-0.4% dari berat bitumen.Sementara untuk perbaikan jalan, penggunaannya berkisar 0.2%-0.5% dari berat bitumen.

Penggunaan Derbo ini diyakini dapat memberi keuntungan antara lain sebagai berikut :

• Meningkatkan stabilitas Marshall sisa pada daerah dengan curah

hujan tinggi.

• Menghemat lebih dari 50 % biaya maintenance konstruksi jalan pada

kondisi iklim lembab.

• Harga yang cenderung lebih efektif jika dibandingkan dengan anti

pengelupasan lainnya.


(47)

2. Morlife 2200

Morlife 2200 adalah sebuah jenis anti pengelupasan dengan performa

tinggi berdasarkan ilmu –ilmu kimia yang baru dan inovatif.Morlife 2200

meningkatkan ikatan – ikatan antara aspal dan agregat, mengatasi

masalah-masalah yang terjadi dengan adhesi campuran yang lemah. Campuran aspal yang menggunakan Morlife 2200 ini akan memperlihatkan peningkatan daya tahan dan uap sehubungan dengan kerusakan dan pengelupasan. Uap dalam kadar rendah dari morlife 2200 ini merupakan sebuah perbaikan kemajuan yang dramatikal dibandingkan dengan aditif lainnya, dan tidak ditemukannya uap yang tercipta dalam proses pencampuran. Morlife 2200 disimpan pada

suhu lingkungan yaitu 20–250C ( 68-770F ).

3.Wetfix-BE

Wetfix merupakan salah satu dari jenis anti stripping yang memiliki kesensitifan yang cukup tinggi, selain harganya yang relatif mahal dan penambahan jumlahnya terhadap campuran aspal sangat sedikit, akan tetapi menghasilkan stabilitas yang cukup baik.

Wetfix BE ini memiliki beberapa kegunaan,antara lain :

• Memperpanjang waktu pelapisan ulang Hotmix.

• Biaya perawatan yang lebih rendah.


(48)

II.5. MARSHALL TEST

Pemeriksaan ini pertama kali di kembangkan oleh Bruce Marshall bersama

dengan The Missisippi State Highway Departement. Penelitian ini dilanjutkan the

u.s. army corps of enggineers dengan lebih ektensif dan menambah kelengkapan pada prosedur pengujian Marshall dan akhirnya mengembangkan kriteria rancangan campuran. Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall yang terdiri dari Volumetric Characteristic dan Marshall Properties. Volumetric Characteristic akan menghasilkan parameter-parameter: void in meineral agregate (VMA), void in mix (vim), void filled with asphalt (VFWA) dan density. Sedangkan marsall properties menghasilkan stabilitas dan kelelehan (flow) yang diperoleh dari hasil pengujian dengan alat marshall.Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat.


(49)

Akan sangat sulit mencari metode pengujian yang dapat meneliti semua faktor tersebut hanya dalam satu cara. Tetapi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut dapat di uji dengan menggunakan alat marshall. Hasil yang di peroleh dari pengujian dengan alat marshall, antara lain:

a. Stabilitas

b. Marshall quetient (MQ) c. Kelelehan

d. Rongga dalam campuran (VIM) e. Rongga dalam agregat (VMA)

Saat ini pemeriksaan marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO T 245-74, atau ASTM D 1559-624T. Beban maksimum yang dapat diterima oleh benda uji sebelum hancur adalah kelelehan (flow) Marshall dan perbandingan stabilitas dan kelelehan (flow) Marshall disebut Marshall Quotien, yang merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tetap. Alat yang di gunakan terdiri dari mesin uji Marshall. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan

proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter.

Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk

mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder

berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).

II.5.1. PENGUJIAN MARSHALL UNTUK PERENCANAAN CAMPURAN. Untuk keperluan pencampuran, agreat dan aspal di panaskan pada suhu dengan


(50)

dengan nilai viskositas aspal 280±30 cst. Alat yang di gunakan untuk proses pemadatan adalah marshall compaction hammer. Benda uji berbentuk silinder

dengan tinggi 64 mm dan diameter 102 mm ini di uji pada temperatur 60 ± 1

dengan tinggkat pembebanan konstan 51 mm/menit sampai terjadi keruntuhan. Pengujian Marshall untuk perencanaan campuran pada penelitian ini adalah metode pengujian marshall standart dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1 inchi) dan menggunakan aspal keras. Pengujian marshall di mulai dengan persiapan benda uji. Untuk keperluan ini perlu di perhatikan hal sebagai berikut :

a. Bahan yang di gunakan masuk dalam spesifikasi yang ada b. Kombinasi agregat memenuhi gradasi yang disyaratan

c. Untuk keperluan analisa volumetrik (density-voids), berat jenis bulk dari semua agregat yang di gunakan pada kombinasi agregat, berat jenis aspal keras harus dihitung lebih dahulu.

Dua prinsip penting pada pencampuran dengan pengujian marshall adalah analisa volumetrik dan analisa stabilitas kelelehan (flow) dari benda uji padat.

Stabilitas benda uji adalah daya tahan beban maksimum benda uji pada

temperatur 60 (140 ). Nilai kelelehan adalah perubahan bentuk suatu campuran

beraspal yang terjadi pada benda uji sejak tidak ada beban hingga beban maksimum yang di berikan selama pengujian stabilitas. Pada penentuan kadar aspal optimum untuk suatu kombinasi agregat atau gradasi tertentu dalam pengujian marshall, pelu dipersiapkan suatu seri dari contoh uji dengan interval kadar aspal yang berbeda sehingga di dapatkan suatu kurva lengkung yang teratur. Pengujian agar direncanakan dengan dasar 1/2 % kenaikan kadar aspal dengan perkiraan minimum 2 kadar aspal di bawah optimum.


(51)

II.5.1.1. Berat Isi Benda Uji Padat

Setelah benda uji selesai, kemudian di keluarkan menggunakan ekstruder dan dinginkan. Berat isi untuk benda uji porus ditentukan dengan melakukan beberapa kali pertimbangan seperti prosedur (ASTM D 1188). Secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Timbang benda uji di udara b. Selimuti benda uji dengan parafin c. Timbang benda uji berparafin di udara d. Timbang benda uji berparafin di air

Berat isi untuk benda uji tidak porus atau bergradasi menerus dapat ditentukan menggunakan benda uji kering permukaan jenuh (SSD) seperti prosedur ASTM D-2726. Secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Timbang benda uji di udara b. Timbang benda uji SSD di udara c. Rendam benda uji di dalam air d. Timbang benda uji SSD di dalam air

II.5.1.2. Pengujian Stabilitas dan Kelelehan (flow)

Setelah penentuan berat jenis bulk benda uji dilaksanakan pengujian stabilitas dan kelelehan dilaksanakan dengan menggunakan alat uji. Prosedur pengujian bedasarkan SNI 06-2489-1991, secara garis adalah sebagai berikut:

a. Rendam benda uji pada temperatur 60 (140 ) selama 30-40 menit sebelum


(52)

b. Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang tersedia pada alat uji, deformasi konstan 51 mm (2 inchi/menit) sampai terjadi runtuh.

II.5.1.3. Pengujian Volumetrik

Tiga sifat dari benda uji campuran aspal panas ditentukan pada analisa rongga-density, sifat tersebut adalah:

a. Berat isi atau berat jenis bena uji padat b. Rongga dalam agregat mineral

c. Rongga udara dalam campuran padat

Dari berat contoh dan persentase aspal dan agregat dan berat jenis masing-masing volume dari material yang bersangkutan dapat ditentukan.

Volume ini dapat diperlihatkan pada gambar berikut:

UdaraVa

aspal Vbe VmaVb VbaVmm

AgregatVsb Vse Vmb

Gambar 2.4. Hubungan volume dan rongga-density benda uji campur panas padat.

Keterangan gambar:

Vma = Volume rongga dalam agregat mineral


(53)

Vmm = Volume tidak ada rongga udara dalam campuran

Va = Volume rongga udara

Vb = Volume aspal

Vba = Volume aspal terabsorbsi agregat

Vbe = Volume aspal effektif

Vsb = Volume agregat (dengan berat jenis curah)

Vse = Volume agregat (denan berat jenis effektif)

Wb = Berat aspal

Ws = Berat agregat

= Berat volume isi air (1.0 gr/cm^3) = (62,4 lbf/ft^3)

Gmb = Berat jenis curah campuran padat

% rongga = × 100%

% Vma = × 100%

Density = ×

= Gmb×

Rongga pada agregat mineral (VMA) dinyatakan sebagai persen dari total volume rongga dalam benda uji, merupakan volume rongga dalam campuran yang tidak terisi agregat dan aspal yang terserap agregat. Rongga dalam campuran, Va atau sering disebut VIM, juga dinyatakan sebagai persen dari total volume benda uji, merupakan volume pada campuran yang tidak terisi agregat dalam dan aspal.

Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran beraspal untuk menerima beban sampai terjadi alir (flow) pada suhu tertentu yang dinyatakan dalam kilogram.Stabilitas merupakan kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu


(54)

lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai stabilitas yang tinggi.

Kelelehan (flow) merupakan keadaan perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi akibat suatu beban yang diberikan selama pengujian,

dinyatakan dalam mili meter. Ketahanan terhadap kelelehan (flow) merupakan

kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang tinggi.

Marshall quetient adalah rasio antara nilai stabilitas dan kelelehan. Rongga di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat).Rongga udara dalam campuran atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton aspal padat.


(55)

II.6. ANALISA CAMPURAN BERASPAL

Tahap analisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut:

1. Uji berat jenis curah (bulk spesifik gravity) agregat kasar (AASHTO T85 atau ASTM C 127) dan agregat halus (AASHTO T84 atau ASTM C128).

2. Uji berat jenis aspal keras (AASHTO T 228 atau ASTM D 70) dan bahan pengisi (AASHTO T 100 atau ASTM D 854).

3. Hitung berat jenis curah dari agregat kombinasi dalam campuran.

4. Uji berat jenis maksimum campuran lepas (ASTM D 2041) ASTM T 29. 5. Uji berat jenis campuran padat (ASTM D 1188 atau ASTM D 2726). 6. Hitung berat jenis effektif agregat.

7. Hitung absorbsi aspal dari agregat.

8. Hitung persen rongga diantara mineral agregat (VMA) pada campuran padat. 9. Hitung persen rongga (VIM) dalam campuran padat.

10. Hitung persen rongga terisi aspal (VFB atau VFA) dalam campuran padat.

II.6.1.RUMUSAN PERHITUNGAN DAN PARAMETERNYA.

Parameter dan rumusan untuk menganalisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut:

1. Berat jenis curah agregat

Pada total agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat kasar, agregat halus dan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis curah gabungan agregat dapat ditentukan sebagai berikut:


(56)

Dengan pengertian:

Gsb = berat jenis curah total agregat

, , = Persentase dalam berat agregat 1, 2,...,n

, , = berat jenis curah agregat 1, 2,..., n

Berat jenis curah bahan pengisi sukar ditentukan secara akurat, tetapi dengan menggunakan berat jenis semua kesalahan umumnya kecil dapat di abaikan.

2. Berat jenis effektif agregat.

Jika berdasarkan berat jenis maksimum campuran (Gmm). Berat jenis effektif agregat dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut:

= ...(2.4)

Dengan pengertian:

Gse = Berat jenis effektif agregat

Pmm = Total campuran lepas, persentase terhadap berat total campuran 100%

Pb = Aspal, persen dari berat total campuran

Gmm = berat jenis maksimum (tidak ada rongga udara) ASTM D 2041

Gb = berat jenis aspal

Catatan :

Volume aspal yang terserap oleh agregat umumnya lebih kecil dari volume air yang terserap.


(57)

Berat jenis semu (Gsa) dihitung dengan formula:

= ... (2.5)

Denganpengertian :

Gsa = berat jenis semu total agregat

, , = persentase dalam berat agregat 1, 2,..., n

, , = berat jenis semu agregat 1, 2,..., n

3. Berat jenis maksimum dari campuran dengan perbedaan kadar aspal

Pada perencanaan campuran dengan suatu agregat tertentu berat jenis maksimum Gmm, untuk kadar yang berbeda diperlukan untuk menghitung persentase rongga udara masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

= ... (2.6)

Dengan pengertian:

Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)

Pmm = campuran lepas total, persentase terhadap berat total campuran 100%

Ps = agregat, persen berat total campuran

Pb = aspal, persen berat total campuran

Gse = berat jenis effektif agregat


(58)

4. Penyerapan aspal.

Penyerapan aspal tidak dinyatakan dalam presentase total campuran tetapi dinyatakan sebagai persentase berat agregat, penyerapan aspal dapat dihitung dengan persamaaan sebagai berikut:

= 100

× ... (2.7)

Dengan pengertian:

Pba = aspal yang terserap, persen berat agregat Gse = berat jenis effektif agregat

Gsb = berat jenis curah agregat Gb = berat jenis aspal

5. Kadar aspal effektif campuran

Kadar aspal effektif campuran adalah kadar aspal total dikurangi besarnya jumlah aspal yang meresap kedalam partikel agregat. Persamaan untuk perhitungan adalah sebagai berikut:

= ...(2.8)

Dengan pengertian:

Pbe = kadar aspal effektif persen total campuran

Ps = agregat, persen berat total campuran

Pb = aspal, persen berat total campuran


(59)

6. Persen VMA pada campuran aspal panas padat.

Rongga adalah mineral agregat, VMA adalah rongga antar partikel agregat pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal effektif, dinyatakan dalam persen volume total. VMA dihtung berdasarkan berat jenis agregat curah (bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat.

Jika komposisi campuran di tentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

= 100 ...(2.9) Dengan pengertian:

VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

Gsb = berat jenis curah campuran padat

Pbs = Agregat, persen berat total campuran

Gmb = berat jenis curah campuran padat (ASTM D 1726)

Atau jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

= 100 × × 100... (2.10) Dengan pengertian:

Pb= aspal, persen berat agregat

Gmb= berat jenis curah campuran padat Gsb= berat jenis curah agregat


(60)

7. Perhitungan rongga udara dalam campuran padat.

Rongga udara, Pa dalam campuran padat terdiri atas ruang-ruang kecil antara partikel agregat terselimuti aspal, rongga udara dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

= 100 ... (2.11) Dengan pengertian:

Pa = rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume

Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)

Gmb = berat jenis curah campuran padat

8. Persen VFA (sering disebut VFB) dalam campuran padat.

Rongga udara terisi aspal, VFA merupakan persentase rongga antar agregat partikel (VMA) yang terisi aspal, VFA tidak termasuk aspal yang terserap agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

= 100 ... (2.12) Dengan pengertian:

VFA = rongga terisi aspal, persen dari VMA

VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)


(61)

II.7. EVALUASI HASIL UJI MARSHALL.

Untuk mengetahui karakteristik campuran yang direncankan memenuhi kriteria yang telah di tentukan, maka perlu dilakukan evaluasi hasil pengujian Marshall, meliputi: nilai stabiltas, pelelehan, dan stabilitas sisa, juga termasuk evaluasi hasil perhitungan volumetrik.

II.7.1. Stabilitas

Pengukuran nilai stabilitas pada uji Marshall yang dilakukan pada benda uji harus mempunyai tebal standar 2,5 in (63,5), apabila diperoleh tinggi benda uji tidak standar, maka perlu dilakukan koreksi, yaitu dengan mengalikan hasil yang diperoleh dari uji stabilitas dengan nilai yang telah ditetapkan.

II.7.2. Pelelehan.

Nilai pelelehan yang diperoleh dari uji Marshall adalah nilai batas kekuatan stabilitas dari benda uji yang telah mengalami kehancuran antara komponen bahan pada benda uji.

Setelah diketahui nilai stabilitas dan pelelehan perlu diketahui kuosein Marshall yang merupakan hasil bagi keduanya.Pada penggambaran hubungan stabilitas, pelelehan dan kuosien Marshall dengan kadar aspal akan mempunyai trend umum:

 Nilai stabilitas sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam

campuran sampai nilai maksimum saat nilai stabilitas berkurang.


(62)

 Nilai kuoisen Marshall bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam campuran sampai suatu nilai maksimum setelah nilai kuosien Marshall berkurang.

Apabila hasil penggambaran tidak sesuai, maka perlu dilakukan evaluasi dari hasil pengujian, apakah alat yang digunakan untuk pengujian tidak standar atau terdapat kekeliruan dalam perhitungan.

II.7.3 Evaluasi VMA.

VMA = 100 (1-Gmb(1-Pht)/Gsb)... (2.13)

Dari rumustersebut diatas terlihat bahwa VMA merupakan fungsi dari Gmb, Gsb, dan Pb atau Pagg. Keslahan perhitungan akan menyebabkan kesalahan pada penilaian nilai VMA.

Sebagai contoh penyimpangan nilai VMA akibat kesalahan perhitungan yang mana kesalahan ini akan menyebabkan pergeseran puncak lengkung hiperbola (titik terendah) kurva hubungan antara VMA dengan kadar aspal. Pergeseran tersebut akan menyebab kesalahan penentuan kadar aspal dan selanjutnya akan sangat mempengaruhi kinerja campuran beraspal yang dihasilkan.

II.7.4 Pengaruh Rongga Udara dalam Campuan Padat (VIM).

Rongga udara(VIM) setelah selesai dipadatkan dilapangan idealnya adalah 7 %. Rongga udara yang kurang jauh dari 7 % akan rentan terhadap perlelehan, alur dan deformasi plastis. Sementara VIM setelah selesai pemadatan yang jauh dari 7 % akan rentan terhadap retak dan perlepasan butir (disintegrasi). Untuk mencapai


(63)

nilai lapangan tersebut dalam spesifikasi, nilai VIM rencana dibatasi pada interval 3,5 % sampai 5,5 %. Dengan kepadatan lapangan dibatasi minimum 98%.

Hasil penelitian dijalan-jalan utama (lalu-lintas berat) di pulau jawa menunjukkan perkerasan Laston yang mempunyai nilai VIM lapangan diatas 7 % umumnya sudah menampakkan indikasi awal terjadinya retak.Sementara perkerasan yang dimulai menampakkan indikasi awal terjadinya deformasi plastis umumnya sudah mempunyai VIM lapangan di bawah 3 %.Tujuan perencanaan VIM adalah untuk membatasi penyesuaian kadar aspal rencana pada kondisi VIM mencapai tengah-tengah rentang spesifikasi, atau dalam hal khusus agar mendekati batas terendah rentang yang disyaratkan serta agar campuran mendekati kesesuaian dengan hasil uji di laboratorium.

II.7.5 Pengaruh Rongga Udara Terisi Aspal (VFA)

Kriteria VFA bertujuan menjaga keawetan campuran beraspal dengan memberi batasan yang cukup. Pada gradasi yang sama, semakin tinggi nilai VFA makin banyak kadar aspal campuran tersebut. Sehingga kriteria VFA dapat menggantikan kriteria kadar aspal dan tebal lapisan film aspal. VFA, VMA, dan VIM saling berhubungan karena itu bila dua diantaranya diketahui maka dapat mengevaluasi yang lainnya. Kriteria VFA membantu perencanaan campuran dengan memberikan VMA yang dapat diterima atau memenuhi persyaratan. Kriteria VFA menyediakan tambahan faktor keamanan dalam merencanakan dan melaksanakan campuran beraspal panas. Karena perubahan dapat terjadi antara tahap perencanaan dan pelaksanaan, maka kesalahan dapat ditampung dengan memperlebar rentang yang dapat diterima.


(64)

II.7.6 Pengaruh Pemadatan

Padar kadar aspal yang sama, maka usaha pemadatan yang lebih tinggi akan mengakibatkan VIM dan VMA berkurang. Bila kadar aspal campuran rencana yang dipadatkan sebanyak 2 x 50 tumbukan, diambil sebelah kiri VMA terendah, tapi lalu-lintas ternyata termasuk kategori lalu-lalu-lintas berat (yang mana harus dipadatkan sebanyak 2 x 75 tumbukan) maka akibat pemadatan oleh lalu-lintas, keadaan kadar aspal yang sebenarnya akan lebih tinggi. Sebaliknya bila campuran dirancang untuk 2 x 75 tumbukan tetapi ternyata lalu-lintas cenderung rendah, maka rongga udara akhir akan lebih tinggi sehingga air dan udara akan mudah masuk. Akibatnya campuran akan cepat mengeras, rapuh dan mudah terjadi retak serta adesivitas aspal berkurang yang dapat menyebabkan pelepasan butir atau pengelupasan. Karena itu maka usaha pemadatan yang direncanakan di laboratorium harus dipilih yang menggambarkan keadaan lalu-lintas di lapangan.


(1)

84

Indeks Kekuatan Sisa (IKS)

Indeks Kekuatan Sisa (IKS) dianalisis dari data-data hasil pengujian terhadap

sifat-sifat mekanik benda uji (stabilitas dan flow) dibagi dalam dua kelompok.

Kelompok pertama diuji Stabilitas Marshallnya dengan perendaman suhu 600C selama

waktu 24 jam dan kelompok kedua diuji Stabilitas Marshallnya dengan perendaman

suhu 600C selama waktu 30 menit. Kemudian Indeks Kekuatan Sisa (IKS) dapat

dihitung dengan mencari persentase antara nilai perbandingan antara kelompok pertama dengan kelompok kedua. Berdasarkan Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010, nilai Marshall Sisa untuk Laston minimal 90%.

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Indeks Kekuatan Sisa (IKS)

NO Durasi Rendaman (jam) Kadar Aspal Filler abu vulkanik Sinabung Stabilitas (Kg) Indeks Kekuatan Sisa

1 0.5 5.50% 1% 900

2 0.5 5.50% 1% 825

3 0.5 5.50% 1% 1170

965

1 24 5.50% 1% 795

2 24 5.50% 1% 760

3 24 5.50% 1% 815

790

1 0.5 5.50% 2% 1200

2 0.5 5.50% 2% 1092

3 0.5 5.50% 2% 795

1030

1 24 5.50% 2% 965

2 24 5.50% 2% 870

3 24 5.50% 2% 985

940

1 0.5 5.50% 3% 1455

2 0.5 5.50% 3% 1590

3 0.5 5.50% 3% 1500

1515

1 24 5.50% 3% 1380

2 24 5.50% 3% 1350

3 24 5.50% 3% 1410

1380

1 0.5 5.50% 4% 1350

2 0.5 5.50% 4% 1620

3 0.5 5.50% 4% 900

1290

1 24 5.50% 4% 1280

2 24 5.50% 4% 1235

3 24 5.50% 4% 1250

1255

100%

91.26%

100%

91.09%

97.30% 100% Rata-rata

Rata-rata

Rata-rata

Rata-rata

Rata-rata

Rata-rata Rata-rata

Rata-rata

81.87% 100%


(2)

85

T

abe

l 4.6

. D

at

a M

ar

sha

ll

P

engguna

an A

bu

V

ul

ka

n

ik G

unung S

ina

bung

I t em : Hot Mix ( AC WC ) spec 2010

Aggregat e Bulk App Test Perf orm by : Lab. JR USU

: CA 2. 565 2. 625 Dat e t est :

: MA 2. 612 2. 716

FA & Crus. Dust 2. 360 2. 414 Kalibrasi : 15

A.C.m ixes Filler Abu Volum e VMA VI M VFB Read Flow Marshall % Bit um ent

( % ) ( % ) DRY SSD I n WATER cc Act ual Teorit is ( % ) ( % ) ( % ) Dial Kalibrasi Correlat ion Quot ient Effect if

st abilit y Kg Kg m m Kg/ m m ( % )

a b c d e f= d- e g= c/ f h I j k l m n= m * scr o p= n/ o q

1 5. 50 1. 00 1152. 0 1157. 0 632. 4 524. 6 2. 196 2. 333 16. 17 5. 89 63. 58 60. 0 900 900 5. 00 180 4. 92

2 5. 50 1. 00 1176. 0 1180. 0 649. 8 530. 2 2. 218 2. 333 15. 32 4. 94 67. 75 55. 0 825 825 5. 00 165 4. 92

3 5. 50 1. 00 1172. 0 1176. 0 651. 4 524. 6 2. 234 2. 333 14. 71 4. 25 71. 08 78. 0 1170 1170 7. 00 167 4. 92

Average 2 .2 1 6 2 .3 3 3 1 5 .4 0 5 .0 3 6 7 .4 7 9 6 5 5 .6 7 1 7 0 4 .9 2

1 5. 50 2. 00 1178. 0 1184. 0 648. 3 535. 7 2. 199 2. 333 16. 05 5. 76 64. 12 80. 0 1200 1200 6. 00 200 4. 92

2 5. 50 2. 00 1179. 0 1184. 0 658. 5 525. 5 2. 244 2. 333 14. 35 3. 85 73. 18 73. 0 1095 1095 6. 00 183 4. 92

3 5. 50 2. 00 1180. 0 1186. 0 656. 2 529. 8 2. 227 2. 333 14. 97 4. 55 69. 63 53. 0 795 795 5. 00 159 4. 92

Average 2 .2 2 3 2 .3 3 3 1 5 .1 2 4 .7 2 6 8 .9 8 1 0 3 0 5 .6 7 1 8 2 4 .9 2

1 5. 50 3. 00 1177. 0 1178. 0 641. 5 536. 5 2. 194 2. 333 16. 25 5. 98 63. 20 97 1455 1455 6. 00 243 4. 92

2 5. 50 3. 00 1177. 0 1178. 0 646. 1 531. 9 2. 213 2. 333 15. 52 5. 17 66. 72 106 1590 1590 6. 00 265 4. 92

3 5. 50 3. 00 1178. 0 1180. 0 660. 2 519. 8 2. 266 2. 333 13. 48 2. 88 78. 67 100 1500 1500 6. 00 250 4. 92

Average 2 .2 2 4 2 .3 3 3 1 5 .0 8 4 .6 7 6 9 .5 3 1 5 1 5 6 .0 0 2 5 3 4 .9 2

Bj.bulk 2.475 Bj.Bit um ent 1.0510 Gm m 2.332 Bj.Eff Agg 2.512 Absp Bit um ent 0.61

Remarks

a = % A sphalt * GM M With A A STHO T 209 I = % Ro ngga diantara A gg *** A bso rbtio n B itument With aggregate

b = %filler abu vulkanik Degree asphalt o ptimum A pro x imately

c = Weight Sample dry ( gr ) P b = 0.035 ( %CA ) + 0.045 ( %FA ) + 0.18 ( %FF ) +K

d = Weight Sample SSD ( gr ) K = 0.5 - 1 fo r lasto n, 2.0 - 3.0 fo r latasto n

e = Weight Sample in Water ( gr )

f = Vo lume Sample ( d - e ) ** B j, Eff A gg j = % Vo ids With M ixer 100 - (100 g /h ) q = % B itument Effectif

g = Weight Vo lume A ctual ( c / f ) k = % Vo ids Filleds B itument 100 - ( I - j ) / i

100 - KA l = Reading dial stability

Gmm B jA sphalt m = Stabilitas ( l x Calibratio n pro ving ring ) Kg

n = Stabilitity ( m x Co rrelatio n Sample ) Kg

h = B j.M aximum mixer (teo ritis ) o = Flo w ( mm )

p = M arshall Quo tient ( Kg/mm )

Gmm =

% A gg + % B itument

B jEffagg B j.B itument

100

B j.eff - B j.bulk

x B j.B itument B j.eff x B j.bulk

100 - KA

100 x

Ra t a - ra t a

Ra t a - ra t a

Ra t a - ra t a

St abilit y

MARSHALL TEST ( RSNI M- 01- 2003 )

No./ St a


(3)

86

Gambar 4.10. Gambar Hasil Marshall Test

Rem ark 1 Bulk Density 2.224 Gr/cc 6 VMA 15.08 % 2 Stability 1515 Kg 7 Flow 6.00 m m

3 VIM 4.67 % 8 MQ 253 Kg/m m

4 VIM PRD 2.18 % 5 VFB 69.53 %

HOT MIX DESIGN BY MARSHALL METHOD TEST PROPERTY CURVES

700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600

1.00 2.00 3.00 4.00

S ta b il it y ( K g ) 1 2 3 4 5 6

1.00 2.00 3.00 4.00

A ir V o id s ( % )

% Bitum ent by Total Mix

VIM PRD 50

60 70 80 90 100

1.00 2.00 3.00 4.00

V F B ( % )

% Filler Abu Vulkanik Gunung Sinabung

2 3 4 5 6 7 8

1.00 2.00 3.00 4.00

F lo w ( m m )

% Filler Abu Vulanik Gunung Sinabung

11.0 12.0 13.0 14.0 15.0 16.0 17.0 18.0

1.00 2.00 3.00 4.00

V

MA

(

%

)

% Filler Abu Vulkanik Gunung Sinabung

100 150 200 250 300

1.00 2.00 3.00 4.00

M. Q u o ti e n t ( K g /m m )

% Filler Abu Vulkanik Gunung Sinabung

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4

Stab Density VIM VFB VMA Flow MQ PRD VIM Marshall 2.100 2.150 2.200 2.250 2.300

1.00 2.00 3.00 4.00

B u lk D e n s it y ( g r/ c c )


(4)

89

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1.KESIMPULAN

Dari analisis dan pembahasan terhadap hasil-hasil pengujian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa nilai rongga dalam campuran (VIM)

menurun seiring peningkatan kadar filler abu vulkanik dalam campuran. Hal ini

disebabkan karena makin banyak kadar filler abu vulkanik dalam campuran, filler

tersebut akan makin banyak mengisi rongga-rongga dan menyelimuti agregat sehingga rongga yang tersisa dalam campuran semakin sedikit.

2. Dari data Marshall Test yang didapatkan, yang memenuhi seluruh persyaratan yang

Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010 adalah filler abu vulkanik

sebesar 3%. Dimana diperoleh nilai stabilitasnya sebesar 1515 kg, flow sebesar 6, MQ sebesar 253 kg/mm, VIM sebesar 4.67% dan VIM PRD 2.18%, VMA sebesar 15.08%, dan VFB nya sebesar 69.53%, Indeks Kekuatan Sisa sebesar 91.09% dimana berdasarkan Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010, nilai Marshall Sisa untuk Laston minimal 90%.


(5)

V.2. SARAN

Beberapahal yang dapat disarankan sehubungan dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa abu vulkanik Gunung Sinabung memenuhi persyaratan parameter Marshall sehingga dapat dimanfaatkan

sebagai alternativefillerdalam campuran aspal.

2. Perlu dikembangkan jenis-jenis penelitian alternativefillerlainnya untuk pemanfaatan


(6)

x

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum. 1987.”Petunjuk Pelaksanaan Lapis AspalBeton (LASTON)

untukJalan Raya”.Jakarta: Yayasan Badan Penerbit PU.

Departemen Pekerjaan Umum. 1989.SK SNI 03-1973-1989 “(Tata Cara Pelaksanaan

Lapis Laston Beton (LASTON) UntukJalan Raya)”.Bandung: LPMB

DepartemenPemukimandanPrasarana Wilayah Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah,

2002.“Manual Pekerjaan Campuran BeraspalPanas”.

DepartemenPekerjaanUmum. 2009. “Modul Pengendalian Mutu Pekerjaan Aspal dan

Agregat”.Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan.

Departemen Pekerjaan Umum. 2010.“Seksi 6.3 Spesifikasi Campuran Beraspal Panas”,

Direktorat Jenderal Bina Marga.

RSNI M-01-2003.Metode Pengujian Campuran Beraspal Panas dengan Alat

Marshall”.Badan Standardisasi Nasional.

Sukirman, S. 1999.“Perkerasan Lentur Jalan Raya”. Bandung: Nova.


Dokumen yang terkait

INDEKS DURABILITAS MARSHALL ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) BERDASARKAN SPESIFIKASI BINA MARGA 2010-REV 2

0 5 111

PENGARUH PENUAAN ASPAL TERHADAP KARAKTERISTIK ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE Pengaruh Penuaan Aspal Terhadap Karakteristik Asphalt Concrete Wearing Course ( Ac – Wc ) Gradasi Kasar Dengan Acuan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010.

0 2 18

PENDAHULUAN Pengaruh Penuaan Aspal Terhadap Karakteristik Asphalt Concrete Wearing Course ( Ac – Wc ) Gradasi Kasar Dengan Acuan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010.

0 2 7

PENGARUH PENUAAN ASPAL TERHADAP KARAKTERISTIK ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE Pengaruh Penuaan Aspal Terhadap Karakteristik Asphalt Concrete Wearing Course ( Ac – Wc ) Gradasi Kasar Dengan Acuan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010.

1 1 16

PENGARUH PENUAAN PERKERASAN TERHADAP KARAKTERISTIK ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE Pengaruh Penuaan Perkerasan Terhadap Karakteristik Asphalt Concrete Wearing Course (AC – WC) Menggunakan Spesifikasi Bina Marga.

0 1 20

PENDAHULUAN Pengaruh Penuaan Perkerasan Terhadap Karakteristik Asphalt Concrete Wearing Course (AC – WC) Menggunakan Spesifikasi Bina Marga.

0 2 8

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE–WEARING COURSE (AC-WC) DENGAN PENGGUNAAN ABU VULKANIK DAN ABU BATU SEBAGAI FILLER

0 0 12

TINJAUAN PENGGUNAAN ABU BATU DAN ABU VULKANIK SEBAGAI FILLER TERHADAP DURABILITAS ASPHALT CONCRETE-WEARING COURSE (AC – WC) Hadi Ali

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Penggunaan Abu Gunung Sinabung Sebagai Filler Untuk Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) Menggunakan Spesifikasi Bina Marga 2010

0 2 47

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ABU GUNUNG SINABUNG SEBAGAI FILLER UNTUK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE-WEARING COURSE (AC-WC) MENGGUNAKAN SPESIFIKASI BINA MARGA 2010

0 1 10