Pengaruh Campuran Semen Portland Tipe I dan Abu Gunung Vulkanik Sebagai Bahan Stabilisasi Pada Tanah Lempung dengan Uji UCT
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Penuntun Praktikum Mekanika Tanah, Laboratorium Mekanika Tanah, Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sumatera Utara.
Bowles, J. E. 1991. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Jakarta: Erlangga.
BBC Indonesia. 2014.Vulkanolog: Erupsi Sinabung Belum Sebesar Merapi. diakses 14 Januari 2016 pukul 16.20 WIB)
Das, B. M. 1991. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis, Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Das, B. M. 1995. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis, Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Dunn, et al. 1980. Fundamental of Geotechnical Analysis. Canada: John Wiley & Sons.
Fadilla, N. 2014. Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)Pada Stabilitas Tanah Lempung Dengan Campuran Semen dan Abu Sekam Padi. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hardiyatmo, H. C. 1992. Mekanika Tanah I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.
Holrdz, R. D., & Kovacs, W. D. 1981. An Introduction to Geotechnical Engineering, United States of America: Prentice-Hall.
Lambe, T. W. and Whitman, R. V. 1969. Soil Mechanics. Wiley. J and Son, Inc, New York
(2)
Mu’minah, R. N. 2014. Pengaruh Abu Vulkanik Terhadap Parameter Kuat Geser Tanah Lempung. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia.
Nugraha, P. dan Antoni. 2007. Teknologi Beton. Yogyakarta: Penerbit Andi. Pakpahan, S. S. 2014. Kajian Efektifitas Abu Kayu Bakar Dan Semen Portland
Tipe I Sebagai Bahan Stabilisasi Pada Tanah Lempung Dengan Uji Kuat Tekan Bebas. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.
Prabowo, I. 2013. Pengaruh Abu Vulkanik Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah untuk Lapis Subgrade. Diploma Teknik Sipil Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Pranata, M. I. 2012. Studi dan Analisis Kuat Tekan Tanah Lempung Organik yang Distabilisasi dengan Abu Gunung Merapi. Jurnal Universitas Lampung. Pusat Litbang Prasarana Transportasi. 2001. Panduan Geoteknik 1 : Proses
Pembentukan dan Sifat-sifat Dasar Tanah Lunak. Jakarta.
Rostaman, T., Kasno, A., dan Anggria, L. 2011. Perbaikan Sifat Tanah dengan Dosis Abu Vulkanik Pada Tanah Oxisols. Badan Litbang Pertanian.
Silaban, F. A. 2013. Kajian Efektifitas Semen dan Fly Ash dalam Stabilitas Tanah Lempung dengan Uji Triaxial Cu dan Aplikasi pada Stabilisasi Lereng. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.
Soedarmo, G. D. dan Purnomo, S. J. E. 1997. Mekanika Tanah I, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
(3)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 PROGRAM PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada sampel tanah yang tidak diberikan bahan stabilisasi (tanah asli) dan pada tanah yang diberikan bahan stabilisasi kimiawi berupa penambahan Portland Cement (PC) dan Abu Gunung Vulkanik (AGV) dengan berbagai variasi campuran. Metodologi penelitian yang penulis lakukan dalam penelitian ini menggunakan metode Eksperimen di Laboratorium Mekanika Tanah, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
3.2 PEKERJAAN PERSIAPAN
Pekerjaan persiapan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini yakni: a) Mempelajari bahan literatur yang berkaitan dengan tanah lempung yang
distabilisasi dengan semen dan abu vulkanik, serta literatur mengenai pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test).
b) Penyediaan alat dan bahan penelitian - Persiapan Alat
Peneliti menentukan, membersihkan, dan menyusun alat-alat yang akan digunakan selama penelitian, mulai dari penelitian tahap awal hingga penelitian tahap akhir. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk Uji Kadar Air, Uji Berat Spesifik, Uji Batas-batas Konsistensi, Uji Pemadatan, Uji Kuat Tekan Bebas dan peralatan lainnya yang ada di Laboratorium Mekanika, Tanah Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
(4)
Utara yang telah sesuai dengan standarisasi American Society for Testing Material (ASTM).
- Persiapan Bahan a. Tanah
Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari PTPN II, Patumbak, Deli Serdang, Sumatera Utara. Pada penelitian ini digunakan sampel disturbed dan undisturbed. Untuk pengambilan tanah disturbed dengan cara penggalian menggunakan cangkul kemudian dimasukan ke dalam karung. Sedangkan pada pengambilan sampel tanah undisturbed menggunakan pipa paralon. Pipa ditekan sampai kedalaman 50 cm, kemudian diangkat sehingga terisi penuh oleh tanah dan ditutup dengan plastik agar terjaga kadar air aslinya. Tanah disturbed yang diambil kemudian dikeringkan hingga kering udara dan ditumbuk dengan alat pemecah mekanis.
b. Semen
Semen yang dipakai adalah jenis Semen Portland Tipe I, dengan merk dagang Holcim (PPC/Portland Pozzolan Cement).
c. Abu vulkanik
Abu vulkanik yang dipakai adalah abu yang diambil dari Desa Tiganderket, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kemudian abu disaring dengan menggunakan saringan no. 200.
d. Air
Air yang digunakan berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.
(5)
3.3 PEMBUATAN BENDA UJI
Pembuatan benda uji dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan pengujian masing-masing dengan kadar semen dan abu yang tetap untuk semua pengujian.
3.3.1 Benda Uji untuk Pengujian Water Content
Pada pengujian Kadar Air dibuat sampel sebanyak 2 buah. Dimana tanah yang dipakai adalah tanah yang langsung dari lapangan.
3.3.2 Benda Uji untuk Pengujian Berat Spesifik dan Analisa Saringan Pada pengujian Berat Spesifik tanah, sampel yang dibuat sebanyak 3 buah dan untuk pengujian Analisa Saringan dibuat sampel sebanyak 1 buah.
3.3.3 Benda Uji untuk Pengujian Batas-batas Atterberg
Tanah yang dipakai adalah tanah yang telah disaring dengan saringan No. 40. Kemudian tanah tersebut ditimbang sebesar 500 gram untuk satu benda uji dan dimasukan ke dalam plastik. Setelah itu, tanah tersebut dicampur dengan semen dan abu vulkanik. Benda uji yang dibuat untuk pengujian Batas-batas Atterberg adalah sebanyak 15 buah.
3.3.4 Benda Uji untuk Pengujian Compaction
Untuk pengujian ini tanah disaring dengan saringan No. 4 ditimbang sebesar 2000 gram untuk satu benda uji. Kemudian sama halnya dengan pengujian Atterberg tanah dimasukan ke dalam plastik dan dicampur dengan semen, abu
(6)
vulkanik dan air. Lalu dilakukan pemeraman selama 14 hari. Untuk setiap variasi campuran dibutuhkan 5 benda uji dikarenakan penambahan air yang berbeda-beda. Sehingga total benda uji pada pengujian ini adalah 75 buah.
3.3.5 Benda Uji untuk Pengujian Unconfined Compression Test
Tanah disaring dengan saringan No. 4 ditimbang sebesar 2 kg untuk satu benda uji. Kemudian tanah dimasukan ke dalam plastik dan dicampur dengan semen, abu vulkanik dan air. Dilakukan pemeraman selama 14 hari sebelum dilakukan pengujian. Pada pengujian ini benda uji yang dibuat sebanyak 15 buah.
3.4 PELAKSANAAN PENGUJIAN
Pengujian yang dilakukan dibagi menjadi 2 bagian yaitu pengujian untuk tanah dan pengujian untuk abu vulkanik, adapun pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut :
3.4.1 Tanah 3.4.1.1 Tanah Asli
Adapun pengujian untuk tanah asli meliputi : - Uji Kadar Air
- Uji Berat Spesifik
- Uji Batas-batas Atterberg - Uji Analisa Saringan - Uji Pemadatan
(7)
3.4.1.2 Tanah yang Telah Distabilisasi
Adapun pengujian untuk tanah yang telah dicampur dengan semen dan abu vulkanik meliputi :
- Uji Batas-batas Atterberg - Uji Pemadatan
- Uji Kuat Tekan Bebas 3.4.2 Abu Vulkanik
Untuk pengujian abu vulkanik yaitu terdiri dari : - Uji Berat Spesifik
- Uji Analisa Saringan - Uji Batas-batas Atterberg
3.5 ANALISIS DATA LABORATORIUM
Setelah seluruh data-data diperoleh baik dari pengujian sifat fisik dan sifat mekanis, kemudian dilakukan pengumpulan data. Setelah data dikumpulkan, lalu dilakukan analisa data. Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan.
(8)
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai
Persiapan Studi literatur
Penyediaan bahan
Tanah Semen (PC) Abu Gunung Vulkanik (AGV) 1. Uji Kadar Air (2 Sampel)
2. Uji Berat Spesifik (3 Sampel) 3. Uji Atterberg (15 Sampel)
4. Uji Analisa Saringan (1 Sampel) 5. Uji Compaction(5 Sampel)
6. Uji Kuat Tekan Bebas (1 Sampel)
Pembuatan Benda Uji 1. Kombinasi campuran
3%PC 3% PC + 6% AGV 3% PC + 11% AGV 3% PC + 2% AGV 3% PC + 7% AGV 3% PC + 12% AGV 3% PC + 3% AGV 3% PC + 8% AGV 3% PC + 13% AGV 3% PC + 4% AGV 3% PC + 9% AGV 3% PC + 14% AGV 3% PC + 5% AGV 3% PC + 10% AGV
2. Lakukan pemeraman (curing time) 14 hari.
Uji Compaction (70 Sampel) Uji Kuat Tekan Bebas (14 Sampel)
Analisis Data
Kesimpulan dan Saran
Selesai
1. Uji Berat Spesifik (3 Sampel) 2. Uji Analisa Saringan (1 Sampel) 3. Uji Batas-batas Atterberg (1 Sampel)
(9)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PENDAHULUAN
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai hasil pengujian dan pembahasan penelitian uji kuat tekan bebas tanah lempung dengan campuran semen 3% dan abu gunung vulkanik dengan variasi antara 2% sampai 14%. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dengan sampel tanah yang diperoleh dari PTPN II, Patumbak, Deli Serdang, Sumatera Utara serta bahan stabilisasi abu gunung vulkanik diperoleh dari Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, Sumatera Utara yang merupakan hasil erupsi Gunung Sinabung.
.
4.2 PENGUJIAN SIFAT FISIK TANAH 4.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli
Adapun hasil uji sifat fisik tanah asli ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut. Hasil-hasil pengujian sifat fisik tanah ini meliputi :
• Kadar Air • Berat Jenis
• Batas-batas Atterberg • Uji Analisa Butiran
(10)
Tabel 4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah
No. Pengujian Hasil
1. Kadar Air ( Water Content ) 17,89 % 2. Berat Jenis ( Specific Gravity ) 2,65 3. Batas Cair ( Liquid Limit ) 45,49 % 4. Batas Plastis ( Plastic Limit ) 15,19 % 5. Indeks Plastisitas ( Plasticity Index ) 30,30 % 6. Persen Lolos Saringan No 200 52,28 %
Dari data di atas, berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 52,28% dan nilai Batas Cair (Liquid Limit) sebesar 45,49% maka sampel tanah memenuhi persyaratan minimal lolos ayakan no. 200 sebesar 36%, memiliki Batas Cair (Liquid Limit) ≥ 41 dan Indeks Plastisitas (Plasticity Index) > 11, sehingga tanah sampel dapat diklasifikasikan dalam jenis tanah A-7-6.
Menurut sistem klasifikasi USCS, dimana diperoleh data berupa nilai Indeks Plastisitas sebesar 30,30% dan nilai Batas Cair (Liquid Limit) sebesar 45,49 % sehingga dilakukan plot pada grafik penentuan klasifikasi tanah yaitu yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Dari hasil plot diperoleh tanah termasuk dalam kelompok CL yaitu lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang.
(11)
Gambar 4.1 Plot grafik klasifikasi USCS
(12)
Gambar 4.3 Grafik Batas Cair (Liquid Limit), Atterberg Limit
4.2.2 Pengujian Sifat Fisik Abu Gunung Vulkanik
Untuk hasil uji sifat fisik dari abu gunung vulkanik ditunjukkan pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Data Uji Sifat Fisik Abu Gunung Vulkanik
No. Pengujian Hasil
1. Berat Jenis (Specific Gravity) 2,62
2. Batas Cair (Liquid Limit) Non Plastis
3. Batas Plastis (Plastic Limit) Non Plastis 4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index) Non Plastis
(13)
Gambar 4.4 Grafik Analisa Saringan Abu Gunung Vulkanik
4.2.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stabilisator
Tabel 4.3 Data Hasil Uji Atterberg Limit
Sampel Batas - batas Atterberg
LL PL PI
Tanah Asli 45,49 15,19 30,30
3% Portland Cement , 14 hari 45,56 14,72 30,84 3% PC + 2% AGV , 14 hari 45,16 15,05 30,11 3% PC + 3% AGV , 14 hari 42,19 15,10 27,10 3% PC + 4% AGV , 14 hari 40,71 15,43 25,27 3% PC + 5% AGV , 14 hari 38,83 15,61 23,22 3% PC + 6% AGV , 14 hari 37,29 15,85 21,44 3% PC + 7% AGV , 14 hari 35,77 16,15 19,62 3% PC + 8% AGV , 14 hari 34,55 16,37 18,18 3% PC + 9% AGV , 14 hari 33,61 16,74 16,88 3% PC + 10% AGV , 14 hari 32,63 16,96 15,67 3% PC + 11% AGV , 14 hari 31,75 17,22 14,53 3% PC + 12% AGV , 14 hari 31,08 17,32 13,76 3% PC + 13% AGV , 14 hari 30,46 17,41 13,05 3% PC + 14% AGV , 14 hari 29,81 17,62 12,19
(14)
Hasil pengujian sifat fisik tanah yang telah dicampur dengan bahan semen dan abu gunung vulkanik ditunjukkan pada Tabel 4.3. Grafik hubungan antara nilai Batas Cair (LL) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.5, hubungan antara nilai Batas Plastis (PL) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.6, dan hubungan antara nilai Indeks Plastisitas (IP) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.7.
4.2.3.1 Batas Cair (Liquid Limit)
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Nilai Batas Cair (LL) dengan Variasi Campuran
PC dan AGV
Pada Gambar 4.5 menunjukkan bahwa Batas Cair akibat penambahan bahan stabilisasi semen dan abu gunung vulkanik cenderung mengalami penurunan. Semakin besar persentase abu gunung vulkanik, maka semakin kecil batas cairnya. Pada tanah asli batas cair mencapai 45,49 % sedangkan nilai batas cair terendah pada penambahan 3% semen dan abu gunung vulkanik 14% sebesar 29,81%. Hal ini disebabkan tanah mengalami proses sementasi oleh semen dan
(15)
abu gunung vulkanik sehingga tanah menjadi butiran yang lebih besar yang menjadikan gaya tarik menarik antar partikel dalam tanah menurun.
4.2.3.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Antara Nilai Batas Plastis (PL) dengan Variasi Campuran
PC dan AGV dengan Waktu Pemeraman Selama 14 hari.
Pada Gambar 4.6 memperlihatkan terjadinya penurunan nilai Batas Plastis akibat penambahan bahan stabilisasi. Nilai Batas Plastis (PL) tanah ditambah 3% semen lebih besar dibandingkan tanah asli. Nilai Batas Plastis tanah asli menunjukkan 15,19 dan pada penambahan abu gunung sinabung 14% menunjukkan nilai sebesar 17,62. Nilai Batas Plastis pada tanah dengan penambahan bahan stabilitas cenderung konstan.
4.2.3.3 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Pada Gambar 4.7 memperlihatkan bahwa dengan penambahan bahan stabilisasi maka nilai indeks plastisitas akan menurun. Hal ini disebabkan oleh menurunnya nilai Batas Cair dan Batas Plastis. Penurunan nilai Batas Cair lebih
(16)
signifikan dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada Batas Plastis, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan Indeks Plastisitas.
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Antara Nilai Indeks Plastis (IP) dengan Variasi Campuran
PC dan AGV dengan Waktu Pemeraman Selama 14 hari.
4.3 PENGUJIAN SIFAT MEKANIS TANAH 4.3.1 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction)
Dalam pengujian ini diperoleh hubungan antara Kadar Air Optimum dan Berat Isi Kering maksimum. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode pengujian dengan uji pemadatan Proctor Standard. Dimana alat yang digunakan diantaranya :
• Mould cetakan Ø 10,2 cm, diameter dalam Ø 10,16 cm.
• Berat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30 cm. • Sampel tanah lolos saringan no 4.
Hasil Uji Pemadatan Proctor Standart ditampilkan pada Tabel 4.4 dan kurva pemadatan ditampilkan pada Gambar 4.8.
(17)
Tabel 4.4 Data Uji Pemadatan Tanah
No Hasil pengujian Nilai
1 Kadar Air Optimum 20,73 %
2 Berat Isi Kering Maksimum 1,28 gr/cm3
Gambar 4.8 Kurva Kepadatan Tanah
4.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction) dengan Bahan Stabilisator Hasil pengujian sifat mekanis tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisator berupa semen dan abu gunung vulkanik ditunjukkan pada Tabel 4.5. dan hubungan antara nilai Berat Isi Kering dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.9 serta hubungan Kadar Air Optimum dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.10.
0 0,5 1 1,5 2
17 19 21 23 25
γd
(g
r/
cm
3)
w (%)
Zero Air Void Compaction Curve wopt
ZAV Line
(18)
Tabel 4.5 Data Hasil Uji Compaction
Sampel γd maks
(gr/cm³) Wopt (%)
Tanah Asli 1,28 20,73
3% PC 1,30 20,46
3% PC + 2% AGV 1,36 20,05
3% PC + 3% AGV 1,40 19,88
3% PC + 4% AGV 1,42 18,42
3% PC + 5% AGV 1,50 18,37
3% PC + 6% AGV 1,58 17,94
3% PC + 7% AGV 1,54 18,30
3% PC + 8% AGV 1,51 18,62
3% PC + 9% AGV 1,50 18,77
3% PC + 10% AGV 1,46 19,35
3% PC + 11% AGV 1,42 19,46
3% PC + 12% AGV 1,38 19,65
3% PC + 13% AGV 1,37 19,80
3% PC + 14% AGV 1,36 19,86
4.3.2.1 Berat Isi Kering Maksimum ( γd maks )
Dari hasil Uji Pemadatan tanah yang telah dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai Berat Isi Kering tanah sebesar 1,28 gr/cm³. Gambar 4.8 menunjukkan bahwa dengan penambahan abu gunung vulkanik nilai Berat Isi Kering maksimum cenderung meningkat. Hal ini disebabkan adanya semen dan abu gunung vulkanik yang berfungsi sebagai filler dan mengisi rongga-rongga di antara butiran tanah sehingga air tidak dapat masuk ke dalamnya. Kepadatan
(19)
maksimum terbesar terjadi pada kadar abu gunung vulkanik sebesar 6% kemudian sedikit menurun atau konstan pada kadar abu yang lebih tinggi (7- 14%).
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Antara Berat Isi Kering maksimum ( γd maks ) tanah dan
variasi campuran dengan waktu pemeraman selama 14 hari.
4.3.2.2 Kadar Air Maksimum Campuran
Hasil Kadar Air Optimum dari percobaan yang dilakukan ditunjukkan pada Tabel 4.4 diketahui bahwa nilai Kadar Air Optimum tanah asli yaitu 20,73% dan Gambar 4.9 menunjukkan nilai Kadar Air Optimum cenderung mengalami peningkatan yang disebabkan oleh absorbsi dari bahan stabilisitas.
(20)
Gambar 4.10 Grafik Hubungan Antara Kadar Air Optimum tanah ( wopt ) dan variasi
campuran dengan waktu pemeraman selama 14 hari.
4.3.3 Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)
Dalam pengujian ini akan diperoleh hubungan antara nilai Kuat Tekan Bebas tanah (qu) pada tanah asli dan tanah remoulded (buatan) serta nilai Kuat
Tekan Bebas tanah (qu) pada tiap variasi tanah yang telah dicampur dengan bahan
stabilisasi semen dan abu gunung vulkanik dengan waktu pemeraman selama 14 hari. Selanjutnya dari hasil nilai qu diperoleh nilai kohesi (cu) yaitu sebesar ½ qu.
Hasil pengujian Kuat Tekan Bebas yang dilakukan pada setiap variasi campuran ditunjukkan pada Tabel 4.5. Pada Gambar 4.11 ditunjukkan perbandingan nilai kuat tekan tanah (qu) antara tanah asli dengan tanah remoulded
dan pada Gambar 4.12 ditunjukkan nilai kuat tekan tanah (qu) yang diperoleh di
(21)
Tabel 4.6 Data Hasil Uji Kuat Tekan Bebas 3% PC dengan berbagai variasi penambahan
AGV
Sampel qu (kg/cm²) cu (kg/cm²)
Tanah Asli 1,40 0,70
Remoulded 0,50 0,25
3% Portland Cement 1,72 0,86
3% PC + 2% AGV 2,10 1,05
3% PC + 3% AGV 2,13 1,06
3% PC + 4% AGV 2,24 1,12
3% PC + 5% AGV 2,70 1,35
3% PC + 6% AGV 2,73 1,37
3% PC + 7% AGV 2,98 1,49
3% PC + 8% AGV 2,90 1,45
3% PC + 9% AGV 2,79 1,36
3% PC + 10% AGV 2,44 1,22
3% PC + 11% AGV 2,40 1,20
3% PC + 12% AGV 2,38 1,19
3% PC + 13% AGV 2,13 1,06
3% PC + 14% AGV 2,01 1,01
Dari hasil pengujian yang dilakukan diambil nilai kadar abu gunung vulkanik sebesar 7% sebagai kadar abu maksimal dengan nilai qu = 2,98 kg/cm².
(22)
Tabel 4.6 Perbandingan Antara Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah remoulded
Strain (%) Tanah asli qu (kg/cm²)
Tanah remoulded qu (kg/cm²)
0,5 0,23 0,14
1 0,42 0,23
2 0,65 0,32
3 1,23 0,37
4 1,40 0,50
5 1,20 0,31
6 0,53 0,27
7 0,35 0,18
Gambar 4.11 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Tanah (qu) dengan Regangan (Strain) yang diberikan pada sampel tanah asli dan tanah remoulded.
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6
0 2 4 6 8
qu (k g/ cm ²) Strain (%) Tanah Asli Remoulded
(23)
Gambar 4.12 Grafik Kuat Tekan 3% PC dengan Berbagai Variasi Penambahan AGV
Dari hasil percobaan diperoleh nilai Kuat Tekan tanah pada tanah asli adalah sebesar 1,40 kg/cm², sedangkan pada tanah remoulded diperoleh sebesar 0,50 kg/cm². Gambar 4.12 memperlihatkan perbandingan besar nilai Kuat Tekan tanah (qu) dengan penambahan 3% PC dengan kadar variasi penambahan AGV.
Dari hasil percobaan pada kadar 2% - 7% AGV mengalami peningkatan nilai Kuat Tekan tanah. Terjadinya kenaikan Kuat Tekan tanah ini dikarenakan adanya absorbsi air oleh semen dan reaksi pertukaran ion dan membentuk kalsium silikat dan kalsium aluminat yang mengakibatkan kekuatan tanah meningkat. Adanya reaksi pozolan membuat partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik. Reaksi antara silika (SiO2) dan alumina (AL2O3) yang membentuk kalsium silikat hidrat seperti: tobermorit, kalsium aluminat hidrat 4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat 2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil. Begitu pula dengan abu gunung vulkanik yang mengandung unsur kimia seperti Al2O3, Fe O , CaO dan MgO akan diserap oleh
0 1 2 3 4 5
0 2 4 6 8 10 12 14
Kuat Tekan 3% PC Tanah Asli Tanah Remoulded
(24)
permukaan butiran lempung yang memiliki kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat kenaikan kekuatan konsistensi tanah tersebut.
Dengan penambahan 3% PC memiliki nilai Kuat Tekan maksimal pada kadar abu 7% yakni sebesar 2,98 kg/cm². Namun pada kadar 8% - 14% AGV mengalami penurunan nilai Kuat Tekan pada penambahan abu gunung vulkanik. Ini menggambarkan bahwa bahan stabilisasi yang mengandung silika dapat meningkatkan nilai Kuat Tekan (qu) akan tetapi apabila jumlah kadar bahan
stabilisasi tinggi atau berlebih justru akan menyebabkan penurunan nilai Kuat Tekan (qu), ini dikarenakan jumlah material stabilisator yang mengikat butiran
tanah berlebih. Akibat dari berlebihnya material ini membuat nilai Kuat Tekan semakin menurun.
Setelah mendapatkan nilai Kuat Tekan qu, penulis dapat membandingkan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lini Marsela dan Irene Margaretha dengan variasi penambahan semen yang berbeda dengan penelitian ini yaitu 2% PC dan 4% PC dan kadar penambahan abu gunung vulkanik yang sama, dengan variasi yakni: 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10%, 11%, 12%, 13%, 14%. Perbandingan grafik dapat dilihat pada Gambar 4.13
(25)
0 1 2 3 4 5
0 2 4 6 8 10 12 14
qu
(kg
/c
m
2 )
Persentase AGV
Tanah Asli Kuat Tekan 2% PC Kuat Tekan 3% PC Kuat Tekan 4% PC Remoulded
Gambar 4.13 Perbandingan Grafik Kuat Tekan dengan Penambahan 2% PC, 3% PC, dan 4%
(26)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh campuran semen portland tipe I dan abu gunung vulkanik terhadap tanah lempung, dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL ( Clay – Low Plasticity ) yaitu lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang.
2. Berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6 .
3. Dari hasil uji Water Content didapat bahwa nilai kadar air tanah asli sebesar 17,89 %.
4. Dari hasil uji Specific Gravity didapat bahwa nilai berat spesifik tanah yaitu sebesar 2,65 ; dan berat spesifik abu vulkanik 2,62.
5. Dari uji Atterberg pada tanah asli diperoleh nilai Liquid Limit sebesar 45,49 % dan indeks plastisitas (IP) sebesar 30,30 %. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan diketahui bahwa dengan penambahan 3% PC + 14% AGV, memiliki indeks plastisitas (IP) yang paling rendah yakni 12,21%. Dengan nilai Liquid Limit sebesar 29,81%.
6. Hasil uji Proctor Standard menghasilkan nilai kadar air optimum tanah sebesar 20,73% dan berat isi kering maksimum sebesar 1,28 gr/cm³, sedangkan dari hasil percobaan didapat nilai berat isi maksimum yaitu
(27)
sebesar 1,58 gr/cm³ dengan variasi 3% PC + 6% AGV dengan waktu pemeraman selama 14 hari.
7. Dari uji Unconfined Compression Test yang dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai kuat tekan tanah (qu) sebesar 1,40 kg/cm² , sedangkan pada
tanah remoulded diperoleh nilai kuat tekan tanah (qu ) sebesar 0,50 kg/cm².
8. Dari hasil penelitian yang dilakukan penambahan 3% PC + 7% AGV memiliki nilai kuat tekan tanah (qu) yang paling besar yakni 2,98 kg/cm².
9. Dari perbandingan hasil nilai kuat tekan (qu) oleh saudari Lini Marsela dan
Irene Margaretha. Pada 2% PC + 8% AGV memiliki nilai kuat tekan (qu)
paling besar yakni 2,88 kg/cm2 dan pada 4% PC + 5% AGV memiliki nilai kuat tekan (qu) paling besar yakni 3,05 kg/cm2. Maka nilai kuat tekan (qu)
dengan 3% PC + 7% AGV merupakan paling besar yakni 2,98 kg/cm² berada diantaranya.
10. Dari pengujian yang dilakukan, penambahan campuran semen portland tipe 1 dan abu gunung vulkanik Sinabung memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap stabilisasi tanah lempung dengan uji Kuat Tekan yang dilakukan, akan tetapi dengan penambahan campuran yang dilakukan tidak menjamin membuat nilai Kuat Tekan (qu) akan selalu meningkatkan. Pada kadar 8% - 14% AGV menggambarkan bahwa nilai Kuat Tekan cenderung semakin menurun, ini dikarenakan bahwa pada kadar 7% AGV merupakan proses pengikatan antara material stabilisator dengan tanah paling optimum. Dan pada kadar 8% AGV dengan nilai qu 2,90 kg/cm² material bahan
campuran mulai berlebih, ini diakibatkan tanah yang mengikat material semen dan abu vulkanik tersebut mulai berkurang. Sehingga nilai Kuat Tekan
(28)
semakin berkurang hingga pada kadar 14% AGV yang memiliki nilai qu
2,01kg/cm².
5.2 SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi waktu pemeraman yang berbeda.
2. Bagi para peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian perkuatan tanah dengan menggunakan bahan stabilisator semen dan abu gunung vulkanik yang mampu menghasilkan nilai kuat tekan dengan jumlah variasi kadar yang berbeda.
(29)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TINJAUAN UMUM 2.1.1. Tanah
Dalam bidang keteknikan tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das,1998).
Secara garis besar karakteristik beberapa jenis tanah dapat dilihat sebagai berikut (Dunn et al., 1980):
a. Pasir lepas hanyalah suatu deposit pasir dengan kepadatan yang rendah. Beban bergetar cenderung akan memadatkan deposit ini. Pasir lepas juga menimbulkan masalah pada daerah resiko gempa, sebab beban gempa dapat mengakibatkan pencairan (liquifaction) apabila pasir tersebut jenuh dan juga penurunan yang cukup besar.
b. Tanah lus (loess) adalah suatu deposit yang relatif seragam, tanah lanau bawaan angin. Tanah ini mempunyai permeabilitas vertikal yang relatif tinggi dan permeabilitas horizontal yang rendah. Tanah lus menjadi sangat kompresibel apabila jenuh. Hal ini sering menimbulkan masalah pada bangunan air seperti saluran dan bendungan tanah yang dibangun di atas tanah lus.
(30)
c. Lempung yang tekonsolidasi normal adalah tanah lempung yang tidak pernah menderita tekanan yang lebih besar daripada tekanan yang ada pada saat sekarang. Tanah ini pada umumnya cenderung sangat kompresibel, mempunyai daya dukung ultimit rendah dan permeabilitas yang rendah. Tanah ini sering tidak mampu mendukung bangunan dengan pondasi dangkal.
d. Lempung terkonsolidasi lebih adalah lempung yang pada masa silam pernah menderita tekanan yang lebih besar daripada tekanan yang ada sekarang. Lempung yang tingkat terkonsolidasi-lebihnya tinggi pada umumnya cenderung mempunyai suatu daya dukung ultimit yang agak tinggi dan relatif tidak kompresibel.
e. Bentonit adalah lempung yang mempunyai plastisitas tinggi yang dihasilkan dari dekomposisi abu vulkanis. Tanah ini bersifat ekspansif yang mengembang cukup besar bila kondisinya jenuh. Bentonit sering dipergunakan secara menguntungkan sebagai pelapis kedap air suatu kolam tetapi akan menimbulkan masalah pada bangunan pondasi, trotoar, pelat beton dan elemen bangunan lain apabila tanah tersebut mengalami perubahan kadar air karena perubahan musim.
f. Gambut adalah bahan organis setengah lapuk berserat atau suatu tanah yang mengandung bahan organis berserat dalam jumlah besar. Gambut mempunyai angka pori yang sangat tinggi dan sangat kompresibel.
(31)
Gambar 2.1a menunjukkan suatu elemen tanah dengan volume V dan berat W. Untuk membuat hubungan volume-berat aggregat tanah, tiga fase (yaitu : butiran padat, air, dan udara) dipisahkan seeperti ditunkukkan pada Gambar 2.1b.
Gambar 2.1 (a) Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli; (b) Tiga Fase Elemen Tanah (Das,1995)
Dari gambar di atas, kita dapat menggunakan Persamaan 2.1 menghitung volume total dari suatu tanah.
� = ��+�� = ��+ �� + �� (2.1) Dimana :
Vs : volume butiran padat (cm3) Vv : volume pori (cm3)
Vw : volume air di dalam pori (cm3) Va : volume udara di dalam pori (cm3)
Jika udara diasumsikan bahwa tidak memiliki berat, maka untuk menghitung berat total tanah (W) dapat menggunakan persamaan 2.2 :
(32)
Dimana :
�� : berat butiran padat (gr)
�� : berat air (gr)
2.1.2. Sifat-sifat fisik tanah 2.1.2.1. Porositas (Porocity)
Porositas atau Porocity (�) didefenisikan sebagai perbandingan antara volume pori (��) dengan volume total (�) pada tanah tersebut. Persamaan 2.3 digunakan untuk menghitung nilai Porositas tanah (�).
� = ��� � 100 (2.3)
Dimana:
� : porositas
�� : volume rongga (cm3)
� : volume total (cm3)
2.1.2.2. Kadar Air (Moisture Water Content)
Kadar Air Tanah (ω) yang disebut juga sebagai Water Content didefenisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat pada volume tanah yang diselidiki. Persamaan 2.4 digunakan untuk menhitung Kadar Air (ω) suatu tanah.
ω (%) = ��
(33)
Dimana:
ω : kadar air
�� : berat air (gr)
�� : berat butiran (gr)
2.1.2.3. Angka Pori (Void Ratio)
Angka Pori atau Void Ratio (�) didefenisikan sebagai perbandingan antara volume pori (��) dengan volume butiran padat (��) pada tanah tersebut. Persamaan 2.5 digunakan untuk menghitung Angka Pori tanah (�) .
�= ��
�� (2.5)
Dimana:
e : angka pori
�v : volume pori (cm3)
�s : volume butiran (cm3)
2.1.2.4. Berat Volume (Unit Weight)
Berat Volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume. Persamaan 2.6 digunakan untuk menghitung Berat Volume (γ).
γ = �
� (2.6)
Para ahli tanah kadang-kadang menyebut Berat Volume (Unit Weight) sebagai Berat Volume Basah (Moist Unit Weight).
� : berat volume padat (gr/cm3)
(34)
� : volume total padat (cm3)
2.1.2.5. Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)
Berat Volume Kering (��) didefenisikan sebagai perbandingan antara berat butiran padat tanah (��) dengan volume total tanah (�). Persamaan 2.7 digunakan untuk menghitung Berat Volume Kering (��) dari suatu tanah.
�� = ��� (2.7)
Dimana:
�� : berat volume kering (gr/cm3)
�� : berat butiran tanah (gr)
� : volume total tanah (cm3)
2.1.2.6. Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat Volume Butiran Padat (��) didefenisikan sebagai perbandingan antara berat butiran tanah (��) dengan Volume Butiran Tanah Padat (��). Persamaan 2.8 digunakan untuk menhitung Berat Volume Butiran Padat (��) suatu tanah.
�� = ���� (2.8)
Dimana:
� : berat volume padat (gr/cm3)
�s : berat butiran tanah (gr)
(35)
2.1.2.7. Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat Jenis Tanah (��) didefenisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran padat (��) dengan berat volume air (��) dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Nilai suatu Berat Jenis tanah tidak memiliki satuan (tidak berdimensi). Persamaan 2.9 dapat digunakan untuk menghitung Berat Jenis Tanah (��) dari suatu tanah. Tabel 2.1 menunjukkan nilai Berat Jenis dari bermacam jenis tanah.
�� = ���
� (2.9)
Dimana:
�� : berat volume padat (gr/cm3)
�� : berat volume air(gr/cm3)
�� : berat jenis tanah
Batas-batas besaran Berat Jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah
Sumber: Hardiyatmo,H.C.,2002, Mekanika Tanah I
Macam tanah Berat jenis
Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau tak organic 2,62 - 2,68
Lempung organic 2,58 - 2,65
Lempung tak organic 2,68 - 2,75
Humus 1,37
(36)
2.1.2.8. Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation)
Derajat Kejenuhan atau Degree of Saturation (�) didefenisikan sebagai perbandingan antara volume air (��) dengan volume total rongga tanah (��). Bila suatu tanah dalam keadaan jenuh, maka nilai � = 1. Persamaan 2.10 dapat digunakan untuk menghitung Derajat Kejenuhan suatu tanah (�). Tabel 2.2 menunjukkan nilai Derajat Kejenuhan dari beragam keadaan tanah.
� (%) = ���
� � 100 (2.10)
Dimana:
� : derajat kejenuhan
�� : volume air (cm3)
�� : volume total rongga tanah (cm3)
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Keadaan tanah Derajat kejenuhan
Tanah kering 0
Tanah agak lembab > 0 - 0,25
Tanah lembab 0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75
Tanah basah 0,76 - 0,99
Tanah jenuh 1
(37)
2.1.2.9. Batas-batas Atterberg (Atterberg limit)
Pada awal abad ke 20, batas-batas Atterberg ditemukan oleh peneliti tanah berkebangsaan Swedia, Atterberg (1911). Batas-batas Atterberg berguna untuk mengklasifikasikan jenis tanah untuk mengetahui engineering properties dan engineering behavior tanah berbutir halus.
Dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan kovacs). Batas-batas tersebut adalah Batas Cair, Batas Plastis dan Batas Susut. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 2.2 .
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg (Hardiyatmo,2002)
2.1.2.9.1. Batas Cair (Liquid Limit)
Batas Cair (Liquid Limit) dapat diartikan sebagai kadar air pada tanah ketika berada diantara batas keadaan plastis dan keadaan cair. Tanah berperilaku sebagai cairan encer yang mengalir dan tidak dapat mempertahankan bentuk tertentu saat kadar air yang sangat tinggi.
(38)
Batas Cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh Grooving Tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas Cair memiliki batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai Batas Cair kurang dari 100 (Holtz dan Kovacs, 1981). Pengujian dilaksanakan dengan menempatkan segumpal tanah dalam sebuah mangkok dan membuat alur dengan ukuran standar pada tanah tersebut. Kemudian mangkok dijatuhkan ke atas permukaan yang keras dengan ketinggian 10 mm. Batas Cair ditetapkan sebagai kadar air apabila alur bertaut selebar 12,7 mm (0,5 inchi) pada 25 pukulan.
Alat uji Batas Cair berupa cawan Cassagrande dan Grooving Tool dapat dilihat pada Gambar 2.3.
(39)
2.1.2.9.2. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas Plastis (Plastic Limit) dapat didefenisikan sebagai kadar air pada tanah ketika tanah berada diantara daerah semi padat dan daerah plastis. Batas Plastis memiliki batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 40.
Untuk mengetahui Batas Plastis suatu tanah dilakukan dengan pecobaan menggulung tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,18 mm dan mulai mengalami retak-retak ketika digulung, kadar air dari sampel tersebut adalah Batas Plastis (ASTM D-424).
2.1.2.9.3. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Kadar Air Tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat disebut Batas Susut (Shrinkage Limit), yaitu persentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan Batas Susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas Susut dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.11 seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah ini.
�� = �(�1−�2)
�2 −
(�1−�2)��
�2 � � 100 % (2.11)
dimana :
(40)
�2 : berat tanah kering oven (gr)
�1 : volume tanah basah dalam cawan (��3)
�2 : volume tanah kering oven (��3)
�� : berat jenis air
2.1.2.9.4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas (PI) merupakan selisih antara Batas Cair dengan Batas Plastis dan merupakan rentang Kadar Air dimana tanah berperilaku dalam keadaan plastis. Indeks plastisitas dapat menentukan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Bilamana tanah memiliki interval Kadar Air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut disebut tanah kurus, dan bilamana suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Indeks Plastisitas (PI) dapat diketahui dengan menghitung selisih antara batas cair dengan batas plastis dari tanah tersebut. Untuk menghitung besarnya nilai Indeks Plastisitas dari suatu tanah dapat menggunakan Persamaan 2.12. Tabel 2.3 menunjukkan batasan nilai Indeks Plastisitas dari jenis-jenis tanah.
�� =�� − �� (2.12)
Dimana :
IP : Indeks Plastisitas (%) LL : Batas Cair (%) PL : Batas Plastis (%)
(41)
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah
PI Sifat Macam tanah Kohesi
0 Non – Plastis Pasir Non – Kohesif
< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian
7 – 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif
> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif
Sumber: Hardiyatmo,H.C.,2002, Mekanika Tanah I
2.1.2.9.5 Indeks Cair (Liquidity Index)
Kadar air relatif pada kedudukan plastis dan air dapat difenisikan oleh Indeks Cair (Liquidity Index), LI, menurut persamaan:
�� =�� = ��−��
��−�� =
��−��
�� (2.13)
Gambar 2.4 Hubungan Antara WP, WL, dan WN dalam menghitung IL
Dengan WN adalah kadar air aslinya. Dapat dilihat dari Persamaan (2.13) bahwa jika WN = LL, maka Indeks Cair akan sama dengan 1. Sedangkan jika WN = PL, Indeks Cair akan sama dengan nol. Jadi, untuk lapisan tanah asli yang dalam
(42)
kedudukan plastis, nilai LL > WN >PL. Nilai Indeks Cair akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN > LL akan mempunyai LI > 1.
2.1.2.10. Klasifikasi tanah
Klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Pengklasifikasian tanah ini bertujuan untuk mempermudah para perencana dalam memperkirakan sifat fisis tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah bagi para ahli. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasar satu kondisi-kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama jika didasarkan kondisi-kondisi fisis tertentu lainnya.
Oleh karena itu, sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut dapat dibagi menjadi dua sistem klasifikasi yaitu : 1. Klasifikasi tanah sistem AASHTO
2. Klasifikasi tanah sistem USCS
2.1.2.10.1. Sistem klasifikasi AASHTO
Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade. Sistem AASHTO membagi tanah ke dalam 7 kelompok, A-1 sampai dengan A-7.
Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data
(43)
pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas cair dan batas plastis dan IP yang dihitung. 3. Batas susut.
4. Ekivalen kelembaban sentrifugal, sebuah percobaan untuk mengukur kapasitas tanah dalam menahan air.
5. Ekivalen kelembaban lapangan, kadar lembab maksimum dimana satu tetes air yang dijatuhkan pada suatu permukaan yang kecil tidak segera diserap oleh permukaan tanah itu.
(44)
2.1.2.10.2. Sistem klasifikasi Unified soil classification system (USCS)
Pengklasifikasian menurut sistem Unified Soil Classification System (USCS) didasari atas hasil analisa saringan. Jika suatu tanah tertahan pada saringan nomor 200 lebih dari 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai tanah berbutir kasar, namun apabila tanah yang tertahan pada saringan nomor 200 lebih kecil dari pada 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai tanah berbutir halus.
Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1988), tanah dikelompokkan menjadi :
1. Tanah Butir Kasar (Coarse-Grained-Soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan no.200 (0,075 mm).Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus (Fine-Grained-Soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50 % berat total contoh tanah lolos ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.
Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini : 1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus).
(45)
3. Koefisien keseragaman (Uniformity coefficient, Cu) dan koefisien gradasi (gradation coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan no.200. 4. Batas cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan no.40
(untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan no.200).
Pengklasifikasian tanah berdasarkan system USCS dapat dilihat pada Gambar 2.5. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini diantaranya :
Tabel 2.4 Simbol Klasifikasi Tanah Sistem USCS
Simbol Nama Klasifikasi Tanah G Kerikil (gravel)
S Pasir (sand)
C Lempung (clay)
M Lanau (silt)
O Lanau atau lempung organik (organic silt or clay)
Pt Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly organic clay)
L Plastisitas rendah (low plasticity), (LL < 50)
H Plastisitas tinggi (high plasticity), ( LL > 50)
W Bergradasi baik (well graded)
(46)
(47)
2.1.3. Sifat-sifat mekanis tanah
2.1.3.1. Pemadatan tanah (Compaction)
Pemadatan adalah salah satu proses mekanis yang bertujuan mengeluarkan udara dari pori-pori tanah, sehingga menyebabkan penurunan volume rongga yang diisi oleh udara. Berat unit tanah akan naik karena butiran-butiran tanah yang dipaksa menjadi lebih rapat mengisi rongga udara akibat pemadatan.
Untuk setiap daya pemadatan tertentu kepadatan yang tercapai tergantung pada banyaknya air didalam tanah tersebut yang disebut kadar air. Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Air dalam pori tanah berfungsi sebagai unsur pembasah (pelumas) tanah, sehingga butiran tanah tersebut lebih mudah bergerak atau bergeser satu sama lain dan membentuk kedudukan yang lebih padat atau rapat.
Peristiwa bertambahnya berat volume kering oleh beban dinamis disebut dengan pemadatan. Pemadatan tanah dapat dimaksudkan untuk mempertinggi kuat geser tanah, mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas), mengurangi permeabilitas serta dapat mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainnya.
Pada tanah granuler dipandang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan di lapangan. Material ini mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume sesudah dipadatkan. Pada tanah lanau yang dipadatkan umumnya akan stabil dan mampu memberikan kuat geser yang cukup dan sedikit kecenderungan mengalami perubahan volume, tetapi sangat sulit didapatkan bila tanah lanau dalam keadaan basah karena permeabilitasnya yang rendah. Kuat geser yang tinggi akan didapat bila pemadatan tanah lempung
(48)
dilakukan dengan cara yang benar. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya.
Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi compaction, yaitu: berat jenis kering tanah, kadar air tanah, jenis tanah dan compactive effort (Bowles, 1984).
Hubungan berat volume kering (��) dengan berat volume basah (��) dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :
�� = 1 + ��� (2.14)
Pada pengujian compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould dengan volume 9,34 x 10−4 �3, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian ini tanah dipadatkan dalam 3 lapisan (standart Proctor) dan 5 lapisan (modified Proctor) dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan.
Hasil dari pengujian compaction berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yang ditunjukkan Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Hubungan Antara Kadar Air Dan Berat Isi Kering Tanah (Hardiyatmo,
(49)
2.1.3.2 Pengujian Unconfined Compression Test (UCT)
Kekuatan geser tanah merupakan parameter yang sangat perlu ditinjau untuk material tanah. Untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan stabilisasi tanah diperlukan pengetahuan tentang kekuatan geser tanah.
Uji kuat tekan bebas merupakan salah satu parameter yang dibutuhkan untuk mengetahui kekuatan geser tanah. Yang dimaksud dengan kekuatan tekan bebas adalah besarnya beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan atau pada saat regangan aksial mencapai 20 %. Percobaan kuat tekan bebas di laboratorium dilakukan pada sampel tanah dalam keadaan asli maupun buatan (remoulded).
Cara pengujian kuat tekan bebas ini memiliki perbedaan dengan uji triaksial, dimana pada uji kuat tekan bebas tidak ada tegangan sel yaitu �3=0. Gambar skematik pengujian Unconfined Compression Test dalam percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.8.
(50)
Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka:
�� = �21 = �2� = �� (2.15)
Dimana:
�� : kuat geser (kg/cm2)
�1 : tegangan utama (kg/cm
2 )
�� : kuat tekan bebas tanah (kg/cm2)
�� : kohesi (kg/cm2)
Pada Gambar 2.9 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined Compression Test (UCT).
Gambar 2. 9 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan qu di atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap (Das, 2008)
Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.4.
(51)
Tabel 2.5 Hubungan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung dengan Konsistensinya
Konsistensi �� (kN/m2)
Lempung keras >400
Lempung sangat kaku 200 – 400
Lempung kaku 100 – 200
Lempung sedang 50 – 100
Lempung lunak 25 – 50
Lempung sangat lunak < 25 Sumber: Hardiyatmo,H.C.,2002, Mekanika Tanah I
2.1.3.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb
Teori keruntuhan berfungsi untuk menguji hubungan antara tegangan normal dengan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Keruntuhan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana tanah tidak dapat menahan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat cepat.
Pada sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser.
�� = �+ �tan∅ (2.16)
dimana :
c : kohesi (kg/cm2) Ø : sudut geser internal (0)
(52)
Gambar 2.10 Grafik Hubungan Tegangan Normal dan Tegangan Geser (Das, 1995)
2.1.3.4 Sensitifitas tanah lempung
Uji tekan bebas ini dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada uji tekan bebas ini yang diukur adalah kemampuan masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas, sehingga didapat nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang didapat akan didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai Sensitivitas adalah ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.
Gambar 2.11 Grafik Sensitifitas Tanah Asli dan Tanah Remoulded (Das, 1995)
Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural
(53)
(remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded (Das, 1995)
Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah disebut Sensitifitas (Sensitifity). Tingkat Sensitifitas adalah rasio (perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, Sensitifitas diperoleh (acquired sensitivity) dinyatakan dalam persamaan:
�� = ����������������� (2.17)
Umumnya, nilai rasio sensitifitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai Sensitifitas berkisar antara 10 sampai 80.
(54)
Beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang berhubungan dengan nilai sensitifitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.6 Sensitifitas Lempung
Jenis Tanah Sensitifitas
Lempung tak sensitive 1
Lempung sensitifitas Rendah 1-2
Lempung Sensitifitas Menengah 2-4
Lempung Sensitif 4-8
Lempung Ekstra Sensitif >8
Lempung Cepat (Quick Clays) >16
Sumber : Das, B. M., 2008, Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis, Jilid I
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan: 1. Penekanan
Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2% per menit 2. Kriteria keruntuhan suatu tanah :
a. Bacaan Proving Ring turun tiga kali berturut-turut.
b. Bacaan Proving Ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.
c. Ambil pada ε= 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit, berarti waktu
(55)
Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus :
� = ∆��
0
(2.18)
Dimana :
ε : Regangan axial (%) ∆L : Perubahan panjang (cm) Lo : Panjang mula-mula (cm)
Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat :
� = �0
1−� (2.19)
Dimana :
A : Luas rata-rata pada setiap saat (cm2) Ao : Luas mula-mula (cm2)
Besarnya tegangan normal :
�= �
� = �.�
� (2.20)
Dimana :
σ : Tegangan (kg/cm2) P : Beban (kg)
k : Faktor kalibrasi proving ring N : Pembacaan proving ring (div)
Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus :
(56)
Dimana :
St : Nilai sensitivitas tanah
σ : Kuat tekan maks. tanah asli (kg/cm2) σ‘ : Kuat tekan maks. tanah tidak asli (kg/cm2)
2.2. BAHAN-BAHAN PENELITIAN 2.2.1 Tanah Lempung (Clay)
Beberapa sumber dari penulis buku mendefinisi tanah lempung antara lain: 1. Terzaghi (1987)
Mendefenisikan tanah lempung sebagai tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. 2. Das. Braja M (1988)
Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.
(57)
3. Bowles (1991)
Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah lebih dari 50%.
4. Hardiyatmo (1992)
Mengatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.
2.1.1.1 Lempung dan Mineral Penyusun
Mineral lempung merupakan senyawa silikat yang kompleks yang terdiri dari aluminium, magnesium dan besi. Dua unit dasar dari mineral lempung adalah silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 2008).
Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika (silica sheet) dan, unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran oktahedra (gibbsite sheet).
Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.
(58)
( a ) ( b )
( c ) ( d )
( e )
Gambar 2.13 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) Silica Tetrahedra; ( b ) Silica sheet ;
( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e ) lembaran silika – gibbsite (Das, 2008).
Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain dengan ukuran yang sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group).
a. Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan satu lembaran silika tetrahedra dengan satu lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2 Ao (1 angstrom (Ao) = 10-10 m) (Gambar
(59)
2.14a). Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lapisan lembaran oktahedra membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran silika dan aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen (Gambar 2.14b). Pada keadaan-tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel satuannya.
Gambar 2.14 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (Das, 1988)
(b) Struktur atom kaolinite (Lambe & Whitman, 1969)
b. Montrnorillonite, disebut juga dengan smectite, adalah mineral yang dibentuk oleh dua lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar 2.15a). Lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran
(60)
lembaran oktahedra terdapat subtitusi parsial aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang lemah di antara ujung lembaran silika dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya. jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang mengandung montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya.
Gambar 2.15 (a) Diagram skematik struktur montmorillonite (Lambe, 1953)
(b) Struktur atom montmorillonite (Grim, 1959)
c. Illite.
Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra. Dalam lembaran oktahedra, terdapat subtitusi parsial aluminium oleh
(61)
magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula subtitusi silikon oleh aluminium (Gambar 2.16). Lembaran-lembaran terikat bersama-sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaran-lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite.
Gambar 2.16 Struktur Illite (Hardiyatmo, 1992)
2.2.1.2 Sifat umum tanah lempung
Bowles (1984) mengatakan sifat-sifat tanah lempung adalah: 1. Hidrasi.
Partikel mineral selalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan- lapisan molekul air yang disebut sebagai air terabsobsi. Lapisan ini umumnya memiliki tebal dua molekul. Oleh karena itu disebut sebagai
(62)
lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. 2. Aktivitas.
Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan dalam persamaan:
�= ��
����������ℎ�������
Dimana untuk nilai A>1,25 tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif. Pada nilai 1,25<A<0,75 tanah digolongkan normal sedangkan tanah dengan nilai A<0,75 digolongkan tidak aktif. Nilai- nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.7 Aktivitas Tanah Lempung
S u m b e r : Bowles, J.E.,1991, Sifat-sifat Fisis dan Geokteknis Tanah (Mekanika Tanah)
1 .Flokulasi dan disperse
Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam
Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas
Kaolinite 0,4 – 0,5
Illite 0,5 – 1,0
(63)
2 .Pengaruh zat cair
Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekul air merupakan molekul yang dipolar, yaitu atom hidrogen tidak tersusun simetri di sekitar atom-atom oksigen (Gambar 2.17a). Hal ini berarti bahwa satu .molekul air merupakan batang yang mempunyai muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan atau dipolar (dobel kutub) (Gambar 2.17b).
Gambar 2.17 Sifat Dipolar Molekul Air (Hardiyatmo, 1992)
Terdapat 3 mekanisme yang menyebabkan molekul air dipolar dapat tertarik oleh permukaan partikel lempung secara elektrik:
1. Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung dengan ujung positif darl dipolar.
2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.
(64)
hidrogen antara atom oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen dalam molekul-molekul air (hydrogen bonding).
Gambar 2.18 Molekul Air Dipolar Dalam Lapisan Ganda (Das,1991)
Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah nonkohesif. Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat, beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhl kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi plastisitas tanahnya. Distribusi ukuran butiran jarang-jarang sebagai faktor yang mempengaruhi kelakuan tanah butiran halus.
Partikel-partikel lempung, mempunyai muatan listrik negatif. Dalam suatu kristal yang ideal, muatan-muatan negatif dan positif seimbang. Akan tetapi, akibat substitusi isomorf dan kontinuitas perpecahan susunannya, terjadi muatan negatif pada permukaan partikel lempungnva. Untuk mengimbangi muatan negatif
Mekanisme 1
Mekanisme 2
(65)
tersebut, partikel lempung menarik ion muatan positif (kation) dari garam yang ada di dalam air porinya. Hal ini disebut dengan pertukaran ion-ion. Selanjutnya, kation-kation dapat disusun dalam urutan menurut kekuatan daya tarik menariknya, sebagai berikut:
Al3+ > Ca2+ > Mg2+ > NH 4+ > K+ > H+ > Na+ > Li+
Urutan tersebut memberikan arti bahwa ion Al3+ dapat mengganti ion Ca2+, ion Ca2+dapat mengganti Na+, dan seterusnya. Proses ini disebut dengan pertukaran kation. Sebagai contoh :
Na ( lempung ) + CaCl 2 → Ca ( lempung ) + NaCl.
Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung kering. Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering. Pada waktu air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion mengapung di sekitar partikelnya (Gambar 2.18).
Gambar 2.19 Kation dan Anion Pada Partikel (Das,1991)
2.2.1.3 Pertukaran ion tanah lempung
(66)
tarikan permukaan tanah lempung terhadap air sangat kuat didekat permukaan dan akan berkurang seiring dengan bertambahnya jarak dari permukaan partikel. Pengujian menunjukkan bahwa sifat termodinamis dan elektrik air pada permukaan lempung berbeda dari free water. Perbandingan hydrogen bonds, gaya Van der walls dan sifat-sifat kimia dengan jarak molekul dengan partikel lempung dapat dilihat pada Gambar.2.20.
Gambar 2.20 Grafik perbandingan unsur kimia dan jarak dari permukaan
partikel lempung (Holtz dan Kovacs, 1981)
2.2.2 Semen 2.2.2.1 Umum
Semen merupakan perekat hidrolis dimana senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Semen memiliki susunan yang berbeda-beda, dan semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:
1 Semen hidrolik
Semen hidrolik adalah semen yang memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen pozzolan, semen alumina, semen terak, semen alam dan lain-lain.
(67)
2 Semen non hidrolik.
Semen non hidrolik adalah semen yang tidak memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur.
2.2.2.2 Semen portland
Semen portland adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan klinker dengan kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan.
Unsur penting dalam semen portland yaitu: a. Trikalsium silikat (3CaO.SiO2) atau C3S b. Dikalsium silikat (2CaO. SiO2) atau C2S c. Trikalsium aluminat (3CaO.Al2O3) atau C3A
d. Tetrakalsium aluminoferit (4CaO.Al2O3. Fe2O3) atau C4AF e. Kalsium sulfat dihidrat (gypsum) (CaSO4.2H2O)
2.2.2.2.1 Hidrasi Semen
Ketika air ditambahkan ke dalam campuran semen, proses kimiawi yang disebut hidrasi akan berlangsung. Senyawa kimia dalam semen akan bereaksi dengan air dan membentuk komponen baru. Proses kimia untuk reaksi hidrasi dari unsur C2S dan C3S dapat ditulis sebagai berikut:
2 C3S + 6 H2O C3S2H3 + 3 Ca (OH)2
(68)
Kekuatan semen yang telah mengeras tergantung pada jumlah air yang dapat dipakai waktu proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya jumlah air yang diperlukan untuk proses hidrasi sekitar 20 % dari berat semen (Nugraha, 2007).
2.2.2.2.2 Jenis-jenis semen portland
Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen portland antara lain :
1. Semen portland biasa
Semen portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi secara umum jika tidak diperlukan sifat-sifat khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya. ASTM mengklasifikasikan semen portland ini sebagai tipe I.
2. Semen portland dengan ketahanan sedang terhadap sulfat
Semen ini digunakan pada konstruksi jika sifat ketahanan terhadap sulfat dengan tingkat sedang, yaitu dimana kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta PH tidak kurang dari 6. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe II.
3. Semen portland dengan kekuatan awal tinggi
Semen portland yang digiling lebih halus dan mengandung tricalsium silikat (C3S) lebih banyak dibanding semen portland biasa. Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai tipe III.
(69)
4. Semen portland dengan panas hidrasi rendah
Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat (C3S) dan tricalsium aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang lebih banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat : a. Panas hidrasi rendah
b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama dengan semen Portland biasa
c. Susut akibat proses pengeringan rendah
d. Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe IV. 5. Semen portland dengan ketahanan tinggi terhadap sulfat
Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Semen ini diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17% - 1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah atau konstruksi dibawah permukaan air.
6. Semen portland blended
Semen portland blended dibuat dengan mencampur material selain gypsum kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi (balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly ash) dan sebagainya. Jenis-jenis semen portland blended adalah :
a. Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement) b. Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement)
(70)
c. Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland Balst-Furnase Slag Cement)
d. Semen Super Masonry
Persyaratan komposisi kimia semen portland menurut ASTM Designation C 150-92, seperti terlihat pada Tabel. 2.7.
Table 2.8 Persyaratan Standart Komposisi Kimia Portland Cement (ASTM,1992)
Sumber: ASTM Standart On Soil Stabilization With Admixture 1992
2.2.3 Abu Gunung Vulkanik (AGV)
Abu vulkanik merupakan salah satu jenis bahan alami yang terbentuk di dalam perut gunung yang kemudian menjadi material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan. Abu vulkanik tidak larut dalam air, sangat kasar dan agak korosif.
(71)
Secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas Silika dan Kuarsa, sehingga abu vulkanik digolongkan kedalam bahan yang bersifat pozolan. Bahan pozolan didefinisikan bahan bukan semen yang mengandung silika dan alumina.
Abu vulkanik menjadi material yang paling bermanfaat untuk manusia. Abu vulkanik mengandung beberapa jenis mineral yang penting untuk mempengaruhi kesuburan tanah seperti magnesium, seng, mangan, zat besi dan selenium. Komponen ini akan menambah kesuburan tanah ketika bercampur dengan senyawa tanah. Beberapa kegunaan abu vulkanik yaitu:
1. Dapat menyuburkan tanah
Abu vulkanik yang keluar dari gunung berapi mengandung berbagai mineral yang sangat penting untuk tanah. mineral yang bercampur dengan tanah akan membentuk tanah yang lebih subur. Dampak ini dapat kita lihat secara langsung yaitu kawasan di sekitar pegunungan selalu subur.
2. Meningkatkan Aktifitas Pertanian
Hampir semua orang yang tinggal dekat gunung berapi memiliki tanah pertanian yang subur. Secara umum abu vulkanik yang didapatkan dari letusan gunung berapi memang meningkatkan kesuburan di kawasan sekitar gunung berapi. Manfaat abu vulkanik gunung berapi yang terbawa dari aliran udara dan air akan diserap oleh tanah. Pertanian di kawasan pegunungan selalu terlihat lebih subur dibandingkan kawasan lain.
3. Berguna untuk menyediakan bahan bangunan
Berbagai jenis batu apung, abu vulkanik keluar dan akan bercampur dengan pasir dan tanah di sekitar pegunungan. Bahan-bahan ini sering diambil untuk
(72)
menjadi bahan bangunan. Bahkan di beberapa daerah abu vulkanik sering dijadikan bahan campuran untuk membuat semen dan material beton.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap abu vulkanik yang digunakan, diperoleh hasil seperti yang terlihat pada tabel 2.9.
Tabel 2.9 Komposisi Kimia Abu Vulkanik
No. Parameter Hasil Metode
1. SiO2 84,0797 % Gravimetri
2. Fe2O3 0,0027 % Spektrofotometri
3. Al2O3 9,9338 % Gravimetri
4. CaO 0,1364 % Titrimetri
Sumber : Hasil Percobaan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU
2.3 STABILITASI TANAH
Tanah lempung merupakan salah satu jenis tanah yang sering dilakukan proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak plastis dan kohesif pada tanah lempung disaat basah. Sehingga menyebabkan perubahan volume yang besar karena pengaruh air dan menyebabkan tanah mengembang dan menyusut dalam jangka waktu yang relatif cepat. Sifat inilah yang menjadi alasan perlunya dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut diperbaiki sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah tersebut. Stabilisasi tanah merupakan suatu upaya untuk memperkuat atau meningkatkan kapasitas dukung tanah agar tanah tersebut sesuai dengan persyaratan dan memiliki mutu yang baik.
Bowles (1993) mengemukakan bahwa ketika tanah di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsestensi
(73)
yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak sesuai untuk digunakan di dalam suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi tanah.
Stabilisasi memiliki 3 (tiga) cara yaitu: mekanis, fisis dan penambahan campuran (admixture)) seperti menggunakan lapisan tambah pada tanah (misalnya geogrid atau geotextile), melakukan pemadatan dan pemampatan di lapangan serta dapat juga dengan melakukan memompaan air tanah sehingga air tanah mengalami penurunan. Stabilisator yang sering digunakan yakni semen, kapur, abu ampas tebu, fly ash, bitumen dan bahan-bahan lainnya. Kelebihan stabilisasi dengan menggunakan bahan tambahan (admixture) adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kekuatan b. Mengurangi deformabilitas c. Menjaga stabilitas volume d. Mengurangi permeabilitas e. Mengurangi erodibilitas f. Meningkatkan durabilitas
2.3.1 Stabilisasi tanah dengan semen
Stabilisasi tanah dengan semen adalah pencampuran antara tanah yang telah dihancurkan, semen dan air, kemudian dipadatkan dan menghasilkan suatu material baru yaitu tanah – semen dimana karakteristik deformasi, kekuatan, daya tahan terhadap air, cuaca dan sebagainya dapat disesuikan dengan kebutuhan
(74)
untuk perkerasan jalan, pondasi bagunan dan jalan, aliran sungai dan lain-lain (Kezdi, 1979).
Pada penelitian ini digunakan semen dengan jenis Portland Cement tipe-I dan abu gunung vulkanik. Kelebihan penggunaan semen sebagai bahan stabilisasi tanah adalah:
a. Meningkatkan kekuatan dan kekakuan (stiffness) b. Stabilitas volume yang lebih baik
c. Meningkatkan durabilitas
2.3.2 Proses kimia pada stabilisasi tanah dengan semen
Suardi (2005) mengatakan tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan semen adalah sebagai berikut:
a. Absorbsi air dan reaksi pertukaran ion;
Jika semen portland ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca++ dilepaskan melalui proses hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan partikel-partikel lempung, Butiran lempung dalam kandungan tanah berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hidrogen (H+), ion sodium (Na+), ion kalsium (K+), serta air yang berpolarisasi. Sehingga membentuk kalsium silikat dan kalsium aluminat yang mengakibatkan kekuatan tanah meningkat. Reaksi pozolan; semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik.
b. Reaksi pembentukan kalsium silikat dan kalsium aluminat; Secara umum hidrasi adalah sebagai berikut:
(75)
2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+3Ca(OH)2 2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+ Ca(OH)2
Reaksi antara silika (SiO2) dan alumina (Al2O3) halus yang terkandung dalam tanah lempung dengan kandungan mineral reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan semen dan air. Hasil reaksi adalah terbentuknya kalsium silikat hidrat seperti: tobermorit, kalsium aluminat hidrat 4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat 2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil. Jadi semen yang umum digunakan untuk stabilisai tanah dengan bahan semen adalah ordinary portland cement atau dikenal sebagai semen tipe I.
2.3.3 Stabilisasi Tanah dengan Abu Gunung Vulkanik
Pada penelitian ini abu vulkanik yang digunakan oleh penulis adalah abu vulkanik yang berasal dari aktivitas vulkanik Gunung Sinabung yang ada di daerah kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Stabilisasi Elektro – Kimiawi Abu Vulkanik adalah pencampuran tanah asli dengan Abu Vulkanik yang bertujuan untuk merubah sifat-sifat buruk tanah, seperti kembang susut menjadi tanah yang mudah dipadatkan dan stabil secara permanen. Abu Vulkanik adalah Abu yang berasal dari aktivitas vulkanik dari Gunung berapi.
Dari data hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis terlihat unsure silica (SiO2) merupakan unsure yang dominan (terbanyak). Seperti kita ketahui bahwa silika adalah unsur pembentuk utama dalam pembuatan semen.
(76)
Suatu bahan bersifat pozzolani, salah satunya apabila mengandung jumlah SiO2+Al2O2+Fe2O3 minimum 70 % (ASTM C.618). Mekanisme proses terjadinya peningkatan kekuatan beton oleh adanya bahan bersifat pozolan adalah sebagai berikut:
Terjadinya proses hidrasi antara Abu Gunung Vulkanik dengan air
2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2 Trikalsium Silikat Kapur Bebas 2(2CaO.SiO2) + 4H2O 2CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2 Dikalsium Silikat Kapur Bebas
4CaO.Al2O3.Fe2O3 + 10H2O+2Ca(OH)2 6CaO.Al2O3.Fe2O312H2O Tetra Kalsium Alumino Ferite Kalsium Alumino Hidrat 3CaO.Al2O3 + 12H2O + Ca(OH)2 3CaO.Al2O3.Ca(OH)212H2O
TrikalsiumAluminat TetraKalsium Aluminat Hidrat 3CaO.Al2O3 + 10H2O + CaSO42H2O 3CaO.Al2O3.CaSO412H2O Gypsum Kalsium Mono Sulfoaluminat
Dari persamaan reaksi tersebut diatas, terlihat adanya Ca(OH)2 bebas. Ca(OH)2 bebas akan diikat oleh silikat yang terkandung didalam abu vulkanik Gunung Sinabung, dengan reaksi sebagai berikut:
2Ca(OH)2 + 2SiO2 + 2H2) 2CaO.SiO2.2H2O
(77)
Dengan demikian abu vulkanik Gunung Sinabung mempunyai sifat pozzolanik yaitu sifat yang bertambahnya waktu, maka bahan tersebut apabila bereaksi dengan alumina (Al2O3) dan CaO yang ada di lempung organik akan menjadi bertambah keras.
(1)
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah 12
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg 18
Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan Grooving Tool 19
Gambar 2.4 Klasifikasi Berdasarkan Tekstur Tanah 23
Gambar 2.5 Klasifikasi Tanah Sistem USCS 25
Gambar 2.6 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO 27
Gambar 2.7 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah 29
Gambar 2.8 Skema Pengujian Tekan Bebas 30
Gambar 2.9 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu di Atas
Sebagai Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap 31
Gambar 2.10 Grafik Hubungan Tegangan Normal dan Tegangan Geser 32
Gambar 2.11 Grafik Sensitifitas Tanah Asli dan Tanah Remoulded 33
Gambar 2.12 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded 33
Gambar 2.13 Struktur Atom Mineral Lempung 38
Gambar 2.14 Struktur Kaolinite 39
Gambar 2.15 Struktur Montmorillonite 40
Gambar 2.16 Struktur Illite 41
Gambar 2.17 Sifat Dipolar Molekul Air 43
Gambar 2.18 Molekul Air Dipolar Dalam Lapisan Ganda 44
(2)
Gambar 2.20 Grafik perbandingan unsur kimia dan jarak dari permukaan
partikel lempung 47
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 64
Gambar 4.1 Plot grafik klasifikasi USCS 67
Gambar 4.2 Grafik analisa saringan 67
Gambar 4.3 Grafik batas cair ( Liquid Limit) , Atterberg Limit 68
Gambar 4.4 Grafik analisa saringan abu gunung vulkanik 69
Gambar 4.5 Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi
campuran PC dan AGV dengan waktu pemeraman selama
14 hari. 70
Gambar 4.6 Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi
campuran PC dan AGV dengan waktu pemeraman selama
14 hari 71
Gambar 4.7 Grafik hubungan antara nilai indeks plastis (IP) dengan
variasi campuran PC dan AGV dengan waktu pemeraman
selama 14 hari. 72
Gambar 4.8 Kurva kepadatan tanah 73
Gambar 4.9 Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum ( γd maks ) tanah dan variasi campuran dengan waktu pemeraman selama
14 hari. 75
Gambar 4.10 Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah ( wopt )
dan variasi campuran dengan waktu pemeraman selama
(3)
Gambar 4.11 Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan regangan (strain) yang diberikan pada sampel tanah asli
dan tanah remoulded. 78
Gambar 4.12 Grafik kuat tekan 3% PC dengan berbagai variasi
penambahan AGV 79
Gambar 4.13 Perbandingan grafik kuat tekan dengan penambahan 2% PC, 3% PC, dan 4% PC serta variasi penambahan AGV dengan penambahan waktu pemeraman 14 hari 81
(4)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah 16
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah 17
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah 22
Tabel 2.4 Simbol Klasifikasi Tanah Sistem USCS 26
Tabel 2.5 Hubungan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung Dengan
Konsistensinya 32
Tabel 2.6 Sensitifitas Lempung 35
Tabel 2.7 Aktivitas Tanah Lempung 42
Tabel 2.8 Persyaratan Standart Komposisi Kimia Portland Cement 51
Tabel 2.9 Komposisi Kimia Abu Vulkanik 53
Tabel 4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah 66
Tabel 4.2 Data Uji Sifat Fisik Abu Gunung Vulkanik 68
Tabel 4.3 Data Hasil Uji Atterberg Limit 69
Tabel 4.4 Data Uji Pemadatan Tanah 73
Tabel 4.5 Data Hasil Uji Compaction 74
Tabel 4.6 Data Hasil Uji Kuat Tekan Bebas 3%PC dengan Berbagai Variasi
Penambahan AGV 77
Tabel 4.7 Perbandingan antara Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah
(5)
DAFTAR NOTASI
V Volume tanah (cm3)
Vs Volume butiran padat (cm3)
Vv Volume pori (cm3)
Vw Volume air di dalam pori (cm3)
Va Volume udara di dalam pori (cm3)
W Berat tanah (gr)
�� Berat butiran padat (gr) �� Berat air (gr)
ω Kadar air (%) � Porositas � Angka pori
γb Berat volume basah (gr/cm3)
�� Berat volume kering (gr/cm3) �� Berat volume butiran padat (gr/cm3) �� Berat jenis tanah
S Derajat kejenuhan (%)
SL Batas susut (%)
�1 Berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) �2 Berat tanah kering oven (gr)
�1 Volume tanah basah dalam cawan (cm3) �2 Volume tanah kering oven (cm3)
(6)
IP Indeks plastisitas (%)
LL Batas cair (%)
PL Batas plastis (%)
�� Kuat geser (kg/cm2) �1 Tegangan utama (kg/cm2) �� Kuat tekan bebas tanah (kg/cm2) �� Kohesi (kg/cm2)
Ø Sudut geser tanah (0) �� Tegangan runtuh (kg/cm2) St Sensitivitas
ε Regangan axial(%) ∆L Perubahan panjang (cm) Lo Panjang mula-mula (cm)
A Luas rata-rata pada setiap saat (cm2)
Ao Luas mula-mula (cm2)
σ Tegangan (kg/cm2) P Beban (kg)
k Faktor kalibrasi proving ring