9 Wâdlih
karya ‗Alî Jârim dan Mushthafâ Amîn, membuktikan bahwa konsep tenses dalam bahasa Arab kontemporer belum diformulasikan sedemikian rupa seperti yang
terdapat  dalam  al-Lughah  al- ‘Arabiyyah  Ma’nâhâ  wa  Mabnâhâ  karya  Tammâm
Hassân.    Fakta  lain  yang  tidak  kalah  pentingnya  adalah  bahwa  istilah  tenses  lebih me
rupakan  ―ciri  khas‖  gramatika  bahasa  Inggris  daripada  bahasa  Arab.  Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa konsep tenses tidak dimiliki oleh bahasa Arab.
3. Penelitian Terdahulu
Penelitian  tentang  konsep  tenses  dalam  bahasa  Arab  relatif  belum  banyak dilakukan. Satu-satunya karya hasil kajian yang membahas tentang tenses, meskipun
topiknya  mengenai fi’l,  adalah
وحنلاو  فيرصتلا  نيب  ُلُعْفَ يو  َلَعَ ف
karya  Mushtafâ  al- Nuhâs.  Rumusan  tenses  dalam  karya  ini  juga  sama  persis  dengan  karya  gurunya,
Tammâm Hassân, al-Lughah al- ‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ.
Adapun  penelitian  mengenai  pemikiran  linguistik  Tammâm  Hassân  relatif sudah  banyak  dilakukan.  Ah
mad  ‗Ilm  al-Dîn  al-Jundî,  salah  seorang  anggota Lembaga  Bahasa  Arab  di  Kairo,  menulis  artikel  tentang  ―Min  Qadlâya  al-Fikr  al-
Ushûlî  wa  Atsarihi  fi  Taisîr  al-Nahwi  al- ‘Arabî  Beberapa  Persoalan  Pemikiran
Ushûl  al-Nahwi  dan  Pengaruhnya  terhadap  Pemudahan  Nahwu  2002.  Kajian  ini difokuskan pada upaya menghadirkan landasan epistemologis berdasarkan khazanah
intelektual  Arab  dalam  bentuk  al-nahwu  al- ta’lîmi  nahwu  untuk  pembelajaran,
sebagai alternatif dari al-nahwu al- ‘ilmî nahwu sebagai ilmu.
14
Selanjutnya,  Husâm  Tammâm  juga  menulis  sebuah  kajian  mengenai  profil Tammâm  H
assân  berjudul:  ―Tammâm  Hassân…  Mujaddid  al-‘Arabiyyah‖. Menurutnya,  ia  layak  diposisikan  sebagai  pembaharu  bahasa  Arab  karena  beberapa
alasan.  Pertama,  Tammâm  dianggap  sebagai  pakar  bahasa  Arab  pertama  yang mengkaji
mu’jam kamus, ensiklopedi sebagai sebuah sistem  linguistik integralistik yang  dipertautkan  oleh  berbagai  interkoneksi,  bukan  sekedar  koleksi  kosakata.
Kedua, ia  juga  dianggap  ―berani‖  berbeda  pendapat  dengan  aliran  Bashrah  dan
Kûfah  mengenai  asal  isytiqâq  derivasi.  Jika  aliran  Bashrah  berpendapat  bahwa ―mashdar”  infinitive  itu  sebagai  akar  kata,  sedangkan  aliran  Kûfah  berpendapat
bahwa akar kata itu fi’l mâdli, maka menurunya, akar itu adalah tiga huruf dominan
14
Ah mad ‗Ilm al-Dîn al-Jundî,  ―Min Qadlâya al-Fikr al-Ushûlî wa Atsaruhi fi Taisir al-Nahwi
al- ‗Arabî‖ dalam ‗Abd al-Rahmân Husn al-‗Ârif Ed., Tammâm Hassân..., h. 37-45.
10 dari suatu kata:
fâ’, ‘ain, dan lâm. Ketiga, ia juga mengkritisi pembagian kata dalam bahasa Arab. Selama ini ulama nahwu  hingga abad 20 masih cenderung mengikuti
pembagian lama, yaitu: ism, fi’l, dan harf; sementara itu, berdasarkan prinsip ma’na
dan  mabna,  ia  mengklasifikasikannya  menjadi  tujuh,  yaitu: ism, fi’l, shifat, zharaf,
dlamîr, khâlifah, dan harf.
15
Selain  itu, Muhammad Shalâhuddin al- Syarîf menulis tentang ―al-Nizhâm al-
Lughawî  Baina  al-Syakl  wa  al- Ma’na  min  Khilal    Kitâb  Tammâm  Hassân:  al-
Lughah al- ‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ‖ yang dimuat dalam jurnal al-Jami’ah
al-Tunisiyyah  1979. Sa‘d  Mashlûh  juga  meneliti  pemikiran  Nahwu  Tammâm
Hassân dalam artikelnya yang dimuat dalam Jurnal Fakultas Adab Universitas Cairo, yang berjudul: ―al-Mazhhab al-Nahwî ‘inda Tammâm Hassân min Nahwi al-Jumlah
ila  Nahwi  al- Nashsh”  1999.  Beberapa  penelitian  itu  menunjukkan  bahwa
pemikiran nahwu Tammâm Hassân cukup menarik perhatian banyak kalangan.  Dan sejauh ini, pemikiran nahwunya mengenai tenses belum diteliti secara memadai.
E. Metode Penelitian