PENGARUH JENIS BAHAN LITTER TERHADAP GAMBARAN DARAH BROILER YANG DIPELIHARA DI CLOSED HOUSE

(1)

ABSTRAK

PENGARUH JENIS BAHAN LITTERTERHADAP GAMBARAN DARAH BROILERYANG DIPELIHARA DI CLOSED HOUSE

Oleh Miranti Olivia

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui gambaran darah (jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, dan kadar hemoglobin) broilerpada closed house

dengan jenis bahan litteryang berbeda (2) mengetahui jenis bahan litterterbaik

untuk broileryang dipelihara di closed houseberdasarkan gambaran darah.

Penelitian dilaksanakan selama 26 hari dari 15 April—10 Mei 2014, di kandang ayam milik PT. Rama Jaya Lampung, Dusun Sidorejo, Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, dan analisis sampel darah di Balai Veteriner Regional III, Bandar Lampung. Ternak yang digunakan adalah

broiler strain CobbCP 707 produki PT. Charoen Pokphand Indonesia sebayak

270 ekor. Broilermulai ditangani antara umur 14 sampai 26 hari.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Langkap (RAL), terdiri atas tiga perlakuan, dengan enam ulangan, yaitu P1: Sekam Padi, P2: Serutan Kayu dan P3: Jerami Padi. Data yang diperoleh dianalisis ragam secara statistik pada taraf nyata 5%.

Hasil penelitian menunjukkanlittersekam padi, serutan kayu dan jerami padi

berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap total sel darah merah, total sel darah putih dan kadar hemoglobin broiler.Littersekam padi, serutan kayu dan jerami

padi baik digunakan dalam pemeliharaan broilerdi closed house.


(2)

PENGARUH JENIS BAHAN LITTERTERHADAP GAMBARAN DARAH BROILERYANG DIPELIHARA DI CLOSED HOUSE

THE EFFECT OF LITTER MATERIAL TO BROILER BLOOD DESCRIPTIONS THAT CULTIVATED AT CLOSED HOUSE

Miranti Olivia1), Madi Hartono2), Veronica Wanniatie2).

Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University Soemantri Bojonegoro No. 1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145

ABSTRACT

The aim of the research was to : (1) knowing blood descriptions (red blood cell, white blood cell, and haemoglobin) of broiler at closed house with kind of litter material, and (2) finding the best litter for broiler blood descriptions at closed house.

The research was conducted during 26 days since April 16, 2014 to May 10, 2014 at the PT Ramajaya farm’s on Krawangsari village, sub District Natar, South Lampung District. The chicken used was broiler strain cobb with trademark CP 707 product by PT. Charoen pokphand Indonesia tbk for 270 chicken. Broiler start to get handling between age of 14 and 26 days.

The research method was experimentally with Completely Randomized Design (CRD) were divided into 3 treatments and repeated for 6 times, that is p1: rice hull; p2 : wood shavings; p3 : straw. The data were analysis with Analysis of Variance and it shows 5%.

The result indicated that the treatmentis : (1) litter from rice hull, wood shavings, straw did not have significant effect (P>0,05) on red blood cell, white blood cell and haemoglobin of broiler. Litter rice hull, wood shavings and straw are good for broiler maintained at closed house.

Key words : broiler, litter,blood descriptions, closed house

(1) The Student of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University (2) The Lecture of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University


(3)

(4)

PENGARUH JENIS BAHAN LITTER TERHADAP GAMBARAN DARAH BROILER YANG DIPELIHARA DI CLOSED HOUSE

(Skripsi)

Oleh

MIRANTI OLIVIA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... . viii

DAFTAR TABEL ... . xii

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Kegunaan Penelitian ... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Broiler………...…... 9

B. Closed House ... 10

C. Bahan Litter ... ... 12

1. Sekam padi ... 13

2. Serutan kayu ... 14

3. Jerami padi ... 14

D. Gambaran Darah ... 15

1. Sel darah merah ... 16

2. Sel darah putih ... 17


(9)

III. BAHAN DAN METODE ... 20

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 20

1. Ternak ... 20

2. Kandang dan peralatan ... 20

3. Ransum ... 22

4. Air minum ... 23

5. Antibiotik, vaksin dan vitamin ... 23

C. Metode Penelitian ... 23

D. Pelaksanaan Penelitian... 24

E. Peubah yang diamati... 25

1. Sel darah merah... 25

2. Sel darah putih... 26

3. Kadar hemoglobin... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

A. Sel Darah Merah... 28

B. Sel Darah Putih... 31

C. Kadar Hemoglobin... 32

V. SIMPULAN DAN SARAN... 35

A. Simpulan... 35

B. Saran... 35

DAFTAR PUSTAKA... 36


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan nutrisi ransum BBR1 (Bestfeed) dan HI-PRO 611.. ... 22

2. Rata-rata jumlah sel darah merah broiler umur 26 hari... 28

3. Rata-rata jumlah sel darah putih broiler umur 26 hari... 31

4. Rata-rata kadar hemoglobin broiler umur 26 hari... 32

5. Perhitungan analisis ragam total sel darah merah broiler... 41

6. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total sel darah merah broiler umur 26 hari ... 42

7. Perhitungan analisis ragam total sel darah putih broiler... 42

8. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total sel darah putih broiler umur 26 hari ………... 44

9. Perhitungan analisis ragam kadar hemoglobin (g%) broiler... 44

10. Analisis ragam kadar hemoglobin (g%) broiler umur 26 hari ….... 45

11. Rata-rata suhu (°C) pada litter... 46

12. Rata-rata pH litter... 46

13. Rata-rata kadar amonia (ppm) dalam litter... 47

14. Rata-rata kadar air (%) dalam litter... 47

15. Suhu dan kelembaban kandang selama pemeliharaan... 48


(11)

MOTO

How sad to see you with money and no joy. The man studied economics, but never studied happiness.


(12)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak drh. Madi Hartono, M.P.--selaku Pembimbing Utama --atas petunjuk, bimbingan, dan arahannya;

2. Ibu Veronica Wanniatie, S.Pt., M.Si.--selaku Pembimbing Anggota--atas bimbingan, petunjuk, dan sarannya;

3. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.--selaku Penguji Utama dan Sekretaris Jurusan Peternakan--atas bimbingan, saran, dan bantuannya;

4. Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M.S. –selaku Pembimbing Akademik—atas bimbingan, petunjuk dan arahannya;

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas izin dan bimbingannya;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;

7. Seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Peternakan atas ilmu, motivasi, bimbingan, dan yang diberikan selama ini.


(13)

8. Papa Drs. Joni Syarif, M.M., mama Dra. Helmiyati M.M. dan kakak Jimmy Pratama serta seluruh keluarga di rumah atas segala doa, dorongan, nasehat, cinta, dan kasih sayangnya, yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis; 9. Teman seperjuangan selama penelitian (Tiwi, Anung, Tri, Rohmat), teman –

teman angkatan’10, dan seluruh mahasiswa Jurusan Peternakan, Universitas Lampung atas motivasi, bantuan, kebersamaan, dan kasih sayang yang telah diberikan.

10.Sahabat-sahabat saya Dewiq, Nindi, Fitria, Deliar, Denis, Manda, Jerry, Anto dan seluruh GenH yang telah memberi semangat, keceriaan, dan rasa

kekeluargaannya;

11.Seluruh staf Rama Jaya Farm yang telah memberikan izinnya, bantuan dan semangat kepada penulis selama melakukan penelitian;

12.Seluruh Mahasiswa Jurusan Peternakan, Universitas Lampung atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.

Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT dan penulis berharap karya ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, September 2014 Penulis


(14)

(15)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan hatiku, kupersembahkan karya kecilku untuk:

Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Joni Syarif dan Ibunda Helmiyati yang dengan sabar telah membesarkan, mendidik, menyayangi dengan sepenuh hati, dan selalu berdoa untuk

keberhasilanku.

Kakakku tersayang Jimmy Pratama yang selalu dihati

Para Guru dan Dosen yang telah berjasa memberikan bimbingan dan ilmu yang sangat berharga


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 26 November 1992, merupakan anak kedua dari dua bersaudara, putri pasangan Bapak Drs. Joni Syarif, M.M. dan Ibu Dra. Helmiyati, M.M.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar pada 2004 di Sekolah Dasar Kartika II-5, Bandar Lampung dan Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Bandar Lampung yang diselesaikan pada 2007. Pada 2010 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandar Lampung.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada 2010. Penulis telah melaksanakan Praktik Umum di Nurhayati Farm, Desa Serdang 2, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan pada Juni sampai Juli 2013. Penulis juga telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Suka Jawa, Kecamatan Bumi Ratu Nuban, Kabupaten Lampung Tengah pada Januari sampai Maret 2014.


(17)

1

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada umur muda, serta mampu menghasilkan kualitas daging yang bersih, berserat lunak dengan kandungan protein tinggi (Irawan, 1996).

Dalam pemeliharaan broiler banyak faktor lingkungan yang memengaruhi salah satunya kandang. Kandang merupakan tempat ayam tinggal dan beraktivitas sehingga kandang yang nyaman sangat berpengaruh terhadap pencapaian produktivitas yang baik. Ayam merupakan ternak yang bersifat homeotermis, artinya ayam akan selalu berusaha menjaga suhu tubuhnya tetap konstan, tidak mengikuti suhu lingkungan. Cara yang dipakai oleh ayam untuk mengurangi panas tubuh yaitu dengan radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi (North dan Bell, 1990).

Kandang merupakan salah satu bagian dari manajemen ternak unggas yang sangat penting untuk diperhatikan. Bagi peternak dengan sistem intensif, kandang

merupakan salah satu penentu keberhasilan beternak. Fungsi utama dari


(18)

2

panasnya sinar matahari pada siang hari, hujan, angin, udara dingin dan untuk mencegah gangguan seperti predator. Selain itu, kandang juga berfungsi untuk memudahkan tata laksana yang meliputi pemeliharaan dalam pemberian pakan dan minum, pengawasan terhadap ayam yang sehat dan ayam yang sakit.

Pemeliharaan broiler pada umumnya menggunakan kandang alas litter, termasuk pada kandang tipe closed house. Ada berbagai jenis bahan litter yang biasa digunakan yaitu sekam padi, jerami padi, serutan kayu, ampas tebu, pasir serta kulit kacang. Penggunaan bahan tersebut ditujukan untuk penyerapan air yang baik sehingga lantai tidak becek. Dalam membuat alas kandang harus dilakukan pengeringan terlebih dahulu. Tujuannya untuk membasmi kuman penyakit yang mungkin terdapat di sela-sela bahan tersebut. Kelebihan dari sistem litter ini adalah kepraktisannya sehingga lebih efisien. Selain itu, kondisi di dalam kandang pun terasa lebih hangat karena kemampuan jerami padi, sekam padi dan serutan kayu tersebut dalam menahan panas. Dari segi biaya, sistem litter ini pun lebih murah dan hemat tempat karena tidak membutuhkan tempat yang terpisah. Dibandingkan dengan kandang panggung yang konstruksi bangunan yang rumit sehingga menyulitkan peternak saat panen.

Kekurangan dari kandang sistem litter adalah potensi penyebaran penyakit lebih cepat karena adanya kontak langsung antar ayam. Resiko tersebut lebih tinggi jika kandang kotor dan lembab. Kondisi basah dan lembab akan membuat bahanbahan litter menjadi busuk sehingga rentan parasit dan penyakit. Tingkat kelembaban pada litter akan memengaruhi suhu pada kandang, sehingga suhu yang tinggi dapat mengganggu fungsi fisiologis dari organ–organ pernapasan dan peredaran


(19)

3

darah. Tingginya suhu dapat menurunkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup ayam. Oksigen yang tersedia di dalam kandang akan

memengaruhi sistem peredaran dan gambaran darah unggas.

Penggunaan kandang dengan sistem tertutup memang membutuhkan biaya yang cukup besar dan peralatan yang cukup rumit. Akan tetapi menurut Ahmadi (2012), pembangunan kandang sistem tertutup dapat menciptakan lingkungan ideal dalam kandang, meningkatkan produktivitas ayam, efisiensi lahan dan tenaga kerja serta menciptakan usaha peternakan yang ramah lingkungan.

Kelebihan lain dari kandang tipe closed house adalah kapasitas atau populasi jauh lebih banyak, ayam lebih terjaga dari gangguan luar baik fisik, cuaca, maupun serangan penyakit, terhindar dari polusi, keseragaman ayam lebih bagus, dan pakan lebih efisien. Kandang tipe ini juga memberikan kemudahan karena kondisi angin akan lebih terkontrol dibandingkan dengan kandang tipe terbuka.

Menurut Harper (1992), darah ialah jaringan yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup. Guyton dan Hall (1997) menyatakan darah terdiri dari sel-sel yang terdapat dalam plasma. Sel darah terdiri dari tiga macam, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Jika tubuh ternak mengalami perubahan fisiologis maka gambaran darah juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan secara internal, seperti pertambahan umur, status gizi, stres dan suhu tubuh. Secara eksternal misalnya akibat infeksi kuman, perubahan suhu lingkungan dan fraktura. Melalui penelitian ini akan dikaji lebih mendalam mengenai pengaruh berbagai macam


(20)

4

bahan litter yang banyak tersedia seperti sekam padi, jerami padi dan serutan kayu terhadap gambaran darah broiler pada pemeliharaan di closed house.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. mengetahui gambaran darah (jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, dan kadar hemoglobin) broiler pada closed house (kandang tertutup) dengan jenis bahan litter yang berbeda;

2. mengetahui jenis bahan litter terbaik untuk broiler yang dipelihara di closed house berdasarkan gambaran darah.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan jenis bahan litter yang terbaik pada pemeliharaan broiler di closed house

(kandang tertutup) berdasarkan gambaran darahnya (jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih dan kadar hemoglobin).

D. Kerangka pemikiran

Berdasarkan sistem ventilasi atau dinding kandang, ada kandang tertutup (closed house) dan kandang terbuka (open house). Kandang tertutup adalah kandang yang semua dinding kandangnya tertutup. Sistem ventilasi atau pergerakan udaranya tergantung sepenuhnya dari kipas yang dipasang. Kandang terbuka


(21)

5

adalah semua dinding kandangnya terbuka serta kondisi dalam kandang sangat dipengaruhi oleh kondisi luar kandang (Sudaryani dan Santoso, 1999).

Kelebihan lain dari kandang tipe closed house adalah kapasitas atau populasi jauh lebih banyak, ayam lebih terjaga dari gangguan luar baik fisik, cuaca, maupun serangan penyakit, terhindar dari polusi, keseragaman ayam lebih bagus, dan pakan lebih efisien.

Kandang tipe closed house merupakan kandang dengan dinding tertutup dan biasanya terbuat dari bahan-bahan permanen dan dengan sentuhan teknologi tinggi. Kandang ini menggunakan alat exhaust fan yang berfungsi untuk menarik atau menyedot oksigen dan mengeluarkan karbondioksida, dan menggunakan alat cooling pad system (Priyo, 2009). Tujuannya untuk vakum udara yang dikenal dengan tunnel system. Kipas dipasang di kedua ujung kandang, satu ujung kipas berfungsi mendorong angin masuk (inlet) dan ujung lain menarik angin dalam kandang dan mendorong keluar (outlet). Kandang ini merupakan kandang yang nyaman, bermutu baik untuk ternak unggas.

Berdasarkan bentuk lantainya konstruksi kandang dapat dibedakan menjadi kandang batere, kandang postal (litter), kandang panggung serta gabungan litter dan panggung. Kandang batere berbentuk sangkar segi empat yang disusun secara berderat memanjang dan bertingkat dua atau lebih. Kandang ini menggunakan sistem alas berlubang atau kawat. Kandang tipe ini lebih cocok digunakan untuk ayam tipe petelur. Kandang litter adalah suatu tipe pemeliharaan unggas dengan lantai kandangnya ditutup oleh bahan penutup lantai seperti sekam padi, serutan kayu, tongkol jagung, dan jerami padi yang dipotong-potong.


(22)

6

Broiler pada umumnya dipelihara dalam kandang litter. Bahan litter yang dipakai dapat dipilih dari berbagai macam bahan litter misalnya sekam padi, jerami padi dan serutan kayu. Penggunaan jenis bahan litter dapat memengaruhi suhu dan kelembaban di dalam kandang, litter yang basah dan suasana lembab di dalam kandang mengakibatkan tingginya kadar amonia dalam kandang, dan juga merupakan media tumbuhnya bibit penyakit (Rasyaf, 2007).Syarat sebagai litter yang baik diantaranya mampu kontinyu keberadaanya. Penggunaan litter

setidaknya akan memberikan manfaat yaitu membatasi kontak langsung kaki broiler dengan tanah yang suhunya relatif dingin, membantu penyerapan air dari feses maupun tumpahan air minum sehingga lantai kandang tidak lembab dan pada saat brooding, dapat membantu menjaga panas dari brooder.

Sekam padi merupakan salah satu produk samping dari proses penggilingan padi. Dari beberapa penelitian di Indonesia, terbukti bahwa penggunaan sekam padi masih lebih baik daripada bahan-bahan lain. Selain harganya relatif murah, ketersediaannya melimpah dan mampu menahan suhu dingin dari lantai. Bagi peternak sekam padi digunakan sebagai alas litter karena kelebihannya yang tidak menimbulkan bau karena sakam padi mempunyai partikel besar dan sedikit berat, sehingga amonia yang terbentuk di dalam kandang yang diakibatkan dari feses broiler dapat diminimalisir sehingga frekuensi pernafasan broiler tidak terlalu tinggi (Rasyaf, 2004). Namun daya serap air dari sekam padi lebih sedikit karena mempunyai kandungan air yang tinggi yaitu sekitar 16,30 % (Mugiono, et al.,

2003).


(23)

7

Penggunaan litter menggunakan serutan kayu dapat menyerap atau melepas air dari lingkungan (Skar, 1989). Jenis bahan litter ini mempunyai kelebihan yaitu mudah menyerap air sehingga dapat meminimalisir timbulnya bibit penyakit yang diakibatkan karena lantai yang basah dan lembab (Rasyaf, 2004). Namun,

penggunaan bahan litter serutan kayu dapat menimbulkan sedikit luka pada bagian

dada karena serutan kayu berpartikel besar dan sedikit kasar.

Jerami padi dapat digunakan sebagai bahan litter dengan kelebihan relatif tahan pada

suhu panas dan mudah dalam pengelolaannya, mengurangi kemungkinan lepuh dada (Rasyaf, 2004). Namun, jerami padi ini bersifat musiman sehingga pada saat musim

panen selesai maka jerami masih sulit untuk diperoleh (Mugiono, et al., 2003).

Produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar 50% dari produksi gabah kering panen (Hanafi, 2008).

Litter yang basah dan jika tidak diganti akan menimbulkan beberapa masalah pada ayam, salah satunya menghasilkan gas amonia. Selain bau yang menyengat, amonia akan mengiritasi permukaan saluran penapasan ayam. Kadar amoniak sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam. Daya ikat NH3 terhadap hemoglobin 12 kali lipat lebih kuat dari O2, karena berat jenis NH3 lebih besar dari oksigen. Hemoglobin berfungsi mengikat oksigen. Jika hemoglobin terlalu banyak mengikat NH3, kemampuan mengikat oksigen akan berkurang.

Suprijatna, et al. (2005) menyatakan bahwa jumlah sel darah merah berkaitan dengan pengikatan oksigen oleh hemoglobin. Semakin banyak total sel darah merah maka frekuensi pernafasan akan semakin baik pula karena oksigen yang diikat oleh hemoglobin untuk diedarkan ke seluruh tubuh semakin banyak.


(24)

8

Leukosit memiliki jumlah lebih sedikit daripada eritrosit (Swenson, 1984). Peningkatan nilai leukosit dari jumlah normal menandakan terjadinya infeksi, sedangkan penurunan leukosit menandakan depresi sumsum tulang, yang diakibatkan oleh infeksi viral atau reaksi toksik terhadap agen kimia. E.Hipotesis

Hipotesis pada penelitian adalah adanya pengaruh jenis bahan litter terhadap gambaran darah (jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, dan kadar hemoglobin) broiler pada closed house (kandang tertutup); terdapat litter terbaik untuk pemeliharaan broiler di closed house berdasarkan gambaran darah broiler.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Broiler

Broiler adalah ternak yang paling ekonomis dibandingkan dengan ternak lain. Daging broiler diperoleh, dipasarkan atau dikonsumsi dalam waktu yang relatif singkat (Murtidjo, 1987). Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2005), broiler adalah ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen umur 5–6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging. Broiler mempunyai peranan yang penting sebagai sumber protein hewani asal ternak. Broiler mempunyai kelebihan bila dibandingan dengan ayam kampung yakni keempukan daging, ujung tulang dada lunak, serta dada lebar dengan timbunan daging yang baik.

Menurut Rasyaf (2001), broiler adalah ayam jantan atau betina muda yang berumur kurang dari 8 minggu ketika dijual, dengan berat tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat dan dada yang lebar, serta dengan timbunan daging yang banyak. Menurut Fuad (1986), broiler merupakan ternak yang dipelihara baik jantan maupun betina untuk diambil produk dagingnya dengan ciri berdaging banyak, dada montok dan perawakan lamban. Menurut Aksi Agraris Kanisius (2003), broiler mempunyai karakteristik pertumbuhan yang cepat, efisien dalam mengkonversi ransum menjadi daging, ukuran tubuh besar dengan dada yang lebar, padat dan berisi serta mempunyai daging yang banyak.


(26)

10

Broiler dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler klasik dan broiler modern. Broiler klasik menggunakan bahan nutrisi pakan untuk mempertahankan hidup (live ability rate), sedangkan broiler modern disamping untuk mempertahankan hidup, nutrisi pakan juga digunakan untuk penampilan akhir (performance). Broiler modern mempunyai pertumbuhan yang cepat dan bobot tubuh pada 28 hari sudah mencapai 1,2 kg (Unandar, 2003).

B. Closed House

Menurut Charles (1997), kandang sistem closed house adalah memanjang, ada yang terbagi atas beberapa bagian atau pen, ada pula yang terbentuk ruangan luas tanpa disekat-sekat. Antar bagian kandang situasi dan kondisinya dibuat sama. Kandang sistem closed house adalah kandang tertutup yang menjamin keamanan secara biologi (kontak dengan organisme lain) dengan pengaturan ventilasi yang baik sehingga lebih sedikit stres yang terjadi pada ternak.

Secara konstruksi, kandang sistem tertutup dibedakan atas dua sistem yakni pertama sistem tunnel dengan beberapa kelebihan yang dimiliki seperti mengendalikan aliran angin untuk mengeluarkan gas sisa, panas, uap air dan menyediakan oksigen untuk kebutuhan ayam. Sistem tunnel lebih cocok untuk area dengan temperatur maksimal tidak lebih dari 30°C. Untuk sistem kedua adalah evaporative cooling sistem (ECS). Sistem ini memberikan benefit bagi peternak karena mengandalkan aliran angin dan proses evaporasi dengan bantuan angin. Sistem ini hanya cocok untuk daerah panas dengan suhu udara diatas 35°C. Menurut Ahmadi (2012), sumber panas berasal dari ayam itu sendiri, sinar


(27)

11

matahari yang ditransfer secara radiasi, panas dari brooder pada masa brooding dan panas dari fermentasi dalam litter. Sementara itu sumber uap air dapat berasal dari kelembaban lingkungan, proses evaporasi, sisa air yang dikeluarkan bersama dengan feses dan air minum yang tumpah.

Beberapa manfaat dari closed house yaitu 1) dapat menyediakan udara yang sehat bagi ternak (sistem ventilasi yang baik) yaitu udara yang menghadirkan sebanyak-banyaknya oksigen dan mengeluarkan sesegera mungkin gas-gas berbahaya seperti karbondioksida dan amonia; 2) menyediakan keadaan hawa yang nyaman bagi ternak. Untuk menyediakan keadaan hawa yang kondusif bagi ternak dapat dilakukan dengan cara mengeluarkan panas dari kandang yang dihasilkan dari tubuh ayam dan lingkungan luar, menurunkan suhu udara yang masuk serta mengatur kelembaban yang sesuai. Untuk menciptakan hawa yang sejuk dan nyaman maka bagi ayam harus dikondisikan chilling effect (angin berhembus), alat yang digunakan seperti kipas angin (blower). Bila chilling effect tidak mampu mencapai hawa yang diinginkan terutama pada daerah yang terlampau panas maka dapat digunakan cooling system. Cooling system yaitu sistem pendingin dengan mengalirkan air pada alat-alat berupa cooling pad; 3) berkurangnya tingkat stres pada ternak. Agar tingkat stres pada ternak berkurang maka dapat dilakukan dengan cara mengurangi stimulasi yang dapat menyebabkan stres dengan cara mengurangi kontak dengan manusia (misalnya dengan feeder dang drinker otomatis, vaksinasi dengan spray, dll), dan mengurangi cahaya.

Kelebihan lain dari kandang tipe closed house adalah kapasitas atau populasi jauh lebih banyak, ayam lebih terjaga dari gangguan luar baik fisik, cuaca, mau pun


(28)

12

serangan penyakit, terhindar dari polusi, keseragaman ayam lebih bagus, dan pakan lebih efisien. Kandang tipe ini juga memberikan kemudahan karena kondisi angin akan lebih terkontrol dibandingkan dengan kandang tipe terbuka.

Menurut Sunanto (1997), teknologi closed house memang bisa menekan

kematian ayam karena teknologi ini mampu menjaga kondisi lingkungan kandang sesuai dengan kondisi optimum yang dibutuhkan ayam. Dengan keadaan seperti ini kematian akibat stres karena panas bisa ditekan. Penularan dan masuknya bibit penyakit ke kandang juga bisa dikurangi. Jadi kandang ini mampu meningkatkan daya tahan ayam terhadap serangan penyakit.

C. Bahan Litter

Pengelolaan kandang harus baik dan memenuhi syarat baik sistem, bentuk serta kapasitasnya, sehingga dapat menyediakan iklim mikro yang sesuai yang dapat memungkinkan ayam dapat berprestasi secara maksimal (Mugiyono, 1998). Dilaporkan oleh Nesheim et al. (1979) bahwa kelebihan kandang litter adalah lebih murah dari pada kandang lainnya, mengurangi tenaga kerja dan ayam dapat memanfaatkan zat-zat yang ada di dalam litter.

Di Indonesia banyak bahan yang dapat digunakan sebagai litter dan biasanya yang digunakan adalah hasil limbah pertanian atau industri yang banyak tersedia dan murah harganya. Bahan litter yang baik adalah efektif sebagai absorban, bebas kotoran/debu, tidak mudah habis, bebas racun, murah, mudah dibersihkan dan banyak tersedia (Mugiyono, 2001). North dan Bell (1990) menyatakan bahan litter yang baik adalah ringan, ukuran partikel sedang, daya serap tinggi, cepat


(29)

13

kering, halus dan padat, daya konduksi termal rendah, daya serap kelembaban udara rendah, murah dan disenangi bila dijual sebagai pupuk. Bahan alas kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah sekam padi, jerami padi dan serutan kayu.

1. Sekam padi

Daya dukung tanaman padi sebagai sumber litter cukup besar. Beberapa limbah yang dikeluarkan dari usaha tanaman padi diantaranya sekam dan jerami padi. Produksi sekam di Indonesia dapat mencapai 13,2 juta ton per tahun (Deptan, 2011). Sekam paling banyak digunakan untuk alas kandang karena mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : dapat menyerap air baik, bebas debu, kering,

mempunyai kepadatan (density) yang baik, dan memberi kesehatan kandang (Reed dan McCartney, 1970). Sifat lain dari sekam selain dapat menyerap air dijelaskan oleh Luh (1991), bahwa sekam padi bersifat tidak mudah lapuk, sumber kalium, cepat menggumpal dan memadat.

Dari beberapa penelitian di Indonesia, terbukti bahwa penggunaan sekam padi masih lebih baik daripada bahan-bahan lain. Selain harganya relatif murah, ketersediaannya melimpah dan mampu menahan suhu dingin dari lantai. Sesuai pendapat Rasyaf (2004), bahwa sekam merupakan bahan litter yang dapat

menyerap air sehingga dapat mengatasi masalah kelembapan. Namun sekam juga mempunyai kekurangan yaitu sebagai bahan yang ringan dan mudah menggumpal (Reed dan Mc Cartney, 1970). Daya serap bahan ini terhadap air relatif rendah sehingga perlu penambahan berulangkali untuk menghindari litter basah. Sekam padi ini mempunyai daya menyerap air lebih sedikit karena mempunyai


(30)

14

kandungan air yang tinggi sekitar 16,30% dibandingkan dengan jerami padi yaitu sekitar 16,91% (Mugiyono, 2001).

2. Serutan kayu

Selama ini limbah pengolahan kayu masih banyak menimbulkan masalah dalam penanganannya yaitu dibiarkan membusuk, ditumpuk, dan dibakar yang

semuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan

memanfaatkannya sebagai bahan litter. Kelebihan bahan litter menggunakan serutan kayu yaitu mudah dalam menyerap air sehingga akan meminimalisir timbulnya bibit penyakit yang diakibatkan karena lantai yang basah dan lembab (Rasyaf, 2004). Serutan kayu yang akan digunakan sebagai litter sebaiknya dipotong-potong sepanjang 2--3 cm dengan tujuan agar serutan kayu mudah dalam penanganan serta jika potongan serutan kayu terlalu kecil akan melukai broiler, dengan ketebalan 5 cm sesuai dengan suhu tempat melakukan penelitian relatif panas (Cahyono, 2004).

3. Jerami padi

Jerami padi adalah tanaman padi yang telah diambil buahnya (gabahnya), sehingga tinggal batang dan daunnya yang merupakan limbah pertanian serta belum sepenuhnya dimanfaatkan karena adanya faktor teknis dan ekonomis. Jerami padi selama ini hanya dikenal sebagai hasil ikutan dalam proses produksi padi di sawah. Produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar 50% dari produksi gabah kering panen (Hanafi, 2008).


(31)

15

Berdasarkan syarat alas kandang yang baik, jerami padi dapat digunakan sebagai litter. Jerami padi memiliki kelebihan yaitu mengurangi kemungkinan lepuh dada sehingga broiler relatif lebih tahan dan pengelolaannya lebih mudah dilakukan (Rasyaf, 2004). Namun kekurangan menggunakan jenis litter jerami padi adalah jerami padi yang akan digunakan sebagai litter harus dipotong kecil-kecil agar menyerap air lebih banyak, dan harus bebas dari residu peptisida dan jamur. Selain itu, jerami padi juga bersifat musiman.

D. Gambaran Darah

Darah didefinisikan sebagai komponen penting yang berperan dalam proses fisiologis dalam tubuh yang mengalir melalui pembuluh darah dan sistem

kardiovaskuler. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran pencernaan ke jaringan tubuh, membawa kembali produk sisa

metabolisme sel ke organ eksternal, mengalirkan oksigen ke dalam sel tubuh dan mengeluarkan karbondioksida dari sel tubuh, dan membantu membawa hormon yang dihasilkan kelenjar endokrin ke seluruh bagian tubuh (Hartono et al., 2002). Sekitar 55% dari volume darah yang beredar merupakan cairan dan sisanya 45% adalah benda-benda darah (Ganong, 2008). Darah dengan jumlah hemoglobin berkurang jauh dari standar karena pembentukan yang kurang memadai disebut anemia (Frandson, 1993).

Menurut Harper (1992), darah ialah jaringan yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup. Menurut Frandson (1992) fungsi darah adalah 1) pembawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju ke jaringan tubuh,


(32)

16

2) membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru, 3) pembawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ginjal untuk disekresikan, 4) pembawa hormon dan kelenjar endokrin ke organ lain dalam tubuh, 5) alat mempertahankan keseimbangan air dan sistem buffer, dan 6) penggumpalan atau pembekuan darah sehingga mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebihan pada waktu luka.

Ternak yang sehat akan memiliki profil darah yang normal. Salah satu profil darah adalah eritrosit, leukosit dan hemoglobin. Ada dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan profil darah yaitu faktor internal dan

eksternal. Faktor internal antara lain kesehatan, stres, suhu tubuh dan pertambahan umur sedangkan faktor eksternal seperti perubahan suhu lingkungan dan infeksi kuman (Guyton dan Hall, 1997).

1. Sel darah merah

Eritrosit pada unggas memiliki inti dan ukuran yang besar, berbeda dengan mamalia. Eritrosit yang dewasa berbentuk elips, intinya bergerak di tengah dan berbentuk oval (Hodges, 1977; Mitruka et al, 1977). Jumlah sel darah merah dapat dijadikan sebagai parameter untuk mengetahui kesehatan probandus pada suatu saat. Sel darah merah adalah sel yang fungsinya mengangkut oksigen. Pembentukan sel darah merah pada hewan maupun manusia dewasa normalnya terjadi pada sumsum tulang merah, sedangkan pada janin atau fetus dihasilkan dalam hati, limpa, dan nodus limpatikus. Sel darah merah mamalia tidak berinti, tetapi sel darah merah muda memiliki inti.


(33)

17

Sel darah merah pada unggas mempunyai nukleus dan berbentuk elips. Sel darah merah terdiri dari air (65%), Hb (33%), dan sisanya terdiri dari sel stroma, lemak, mineral, vitamin, dan bahan organik lainnya dan ion K (Kusumawati, 2004). Dibandingkan dengan sel-sel lain, dalam jaringan sel darah merah kurang mengandung air. Lipid yang terdapat pada sel darah merah ialah stromatin, lipoprotein, dan eliminin. Beberapa enzim yang terdapat dalam eritrosit antara lain anhidrase karbohidrat, peptidase, kolinesterase dan enzim pada sistem glikolisis (Poedjiadi, 1994).

Kebanyakan sel darah merah mengalami disentegrasi dan ditarik dari aliran darah oleh sistem retikuloendotelial. Pada proses ini dihasilkan pigmen empedu yang dinamakan bilirubin dan biliverdin. Apabila di dalam aliran darah banyak mengandung kedua bentuk pigmen itu maka membran mukosa mata dan mulut akan berwarna kuning, keadaan ini disebut ikterus (Hartono, et al., 2002).

Menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988), nilai normal sel darah merah broiler sekitar 2,0 --3,2 x106 per mm3, sedangkan menurut Sturkie (1976), rata-rata sel darah merah dalam kondisi normal pada ayam umur 26 hari adalah 2,77 x 106 per mm3.Menurut Swenson (1984) nilai eritrosit pada broiler adalah 2,5-3,2 x

106/mm3. Menurut Anonim (1988) nilai normal sel darah merah broiler sekitar 2,8—4,5 x 106 /mm3.

2. Sel darah putih

Leukosit atau sel darah putih berasal dari bahasa Yunani leuco artinya putih dan cyte artinya sel (Dharmawan, 2002). Sel-sel darah putih di dalam aliran darah kebanyakan bersifat non-fungsional dan hanya diangkut ke jaringan ketika dan


(34)

18

dimana dibutuhkan saja (Frandson, 1992). Jumlah sel darah putih yang normal adalah berkisar antara 20—30 x 103/mm3 (Swenson, 1984). Menurut Sugito (2007) jumlah sel darah putih yang normal berkisar antara 8,2—21,8 x 103 /mm3. Sedangkan menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988) jumlah leukosit normal pada broiler adalah 16,0—40,0 x 103 /mm3.

Peningkatan jumlah leukosit dapat digunakan sebagai indikasi adanya atau terjadinya suatu infeksi dalam tubuh (Soeharsono, et al., 2010). Menurut Anonim (1988) nilai normal sel darah putih broiler sekitar 20--40 x 103 /mm3.

Jumlah leukosit dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, pakan, lingkungan,

hormon, obat dan penyakit. Leukosit ini dibentuk sebagian di sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfe yang kemudian diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan (Guyton dan Hall, 1997).

Eritrosit bersifat pasif dan melaksanakan fungsinya dalam pembuluh darah, berbeda dengan leukosit yang mampu keluar dari pembuluh darah menuju jaringan dalam melakukan fungsinya (Dharmawan, 2002). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis

leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung (Effendi, 2003).

3. Hemoglobin

Hemoglobin merupakan zat padat dalam sel darah merah yang menyebabkan warna merah. Hemoglobin merupakan molekul protein pada sel darah merah. Adanya hemoglobin dalam sel darah merah memungkinkan timbulnya


(35)

19

kemampuan untuk mengangkut oksigen, serta menjadi timbulnya warna merah pada darah (Frandson, 1992). Fungsi dari hemoglobin adalah mengangkut CO2 dari jaringan, mengambil O2 dari paru-paru, memelihara keseimbangan asam-basa, dan merupakan sumber bilirubin. Jumlah hemoglobin di dalam darah dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, keadaan fisik, cuaca, tekanan udara, penyakit, dan jumlah sel darah merah. Kadar hemoglobin berbanding lurus dengan jumlah sel darah merah, semakin tinggi jumlah sel darah merah maka akan semakin tinggi pula kadar hemoglobin dalam sel darah merah tersebut (Haryono, 1978).

Pengaruh hemoglobin di dalam sel darah merah menyebabkan timbulnya warna merah pada darah karena mempunyai kemampuan untuk mengangkut oksigen. Haemoglobin adalah senyawa organik yang komplek dan terdiri dari empat pigmen forpirin merah (heme) yang masing-masing mengandung iron dan globin yang merupakan protein globural dan terdiri dari empat asam amino. Hemoglobin bergabung dengan oksigen didalam paru-paru yang kemudian terbentuk

oksihemoglobin yang selanjutnya melepaskan oksigen ke sel-sel jaringan didalam tubuh (Frandson, 1992). Schalms, et al. (1986) menyatakan bahwa kadar

hemoglobin normal pada ayam yaitu 7,0--13 g/dl. Menurut Swenson (1984), nilai hemoglobin pada darah ayam broiler adalah 6,5—9 g/100ml. Menurut Anonim (1988) nilai normal kadar hemoglobin broiler sekitar 8—13 g/100ml.

Sedangkan menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988), nilai hemoglobin pada broiler adalah 7,3—10,9 g/100ml.


(36)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014, di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Lampung, Dusun Sidorejo, Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Sampel darah penelitian dianalisis di Balai Veteriner Regional III Provinsi Lampung dengan alamat Jalan Untung Suropati No. 2 Labuhan Ratu, Kedaton, Bandar Lampung.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Ternak

Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah day old chicken (DOC) broiler strain CP 707 produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk sebanyak 270 ekor dengan bobot badan awal 44,10 ±3,58 g/ekor (koefisien keragaman 8,11%) dan bobot rata-rata umur 14 hari 404,03±39,01 g/ekor (koefisien keragaman 9,65%).

2. Kandang dan peralatan

Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah closed house berukuran 107 x 12 m dengan alas litter milik PT. Rama Jaya Lampung yang di dalamnya dibagi menjadi 18 petak perlakuan yang diletakkan di bagian tengah kandang. Setiap


(37)

21

petak berukuran 1 x 1 x 0,4 m dan diisi 15 broiler dengan litter sesuai perlakuan, masing-masing petak diberi satu tempat air minum dan tempat pakan.

Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah

(1) petak yang terbuat dari bambu berukuran 1 x 1 x 0,4 m, sebanyak 18 buah; (2) brooder sebagai pemanas ayam selama masa brooding 1--14 hari;

(3) baby chick fedder tempat makan anak ayam umur 1--12 hari;

(4) timbangan 10 kg dengan ketelitian 50 g sebanyak 1 buah untuk menimbang pakan dan bobot ayam;

(5) timbangan 20 kg dengan ketelitian 100 g sebanyak 1 buah untuk menimbang pakan;

(6) tempat pakan gantung 5 kg sebanyak 18 buah sebagai wadah pakan ayam umur 14 sampai panen;

(7) tempat minum 2 liter sebanyak 18 buah sebagai wadah air minum; (8) ember sebanyak 3 buah;

(9) kertas label;

(10) thermohigrometer sebanyak 3 buah; (11) kantung plastik;

(12) hand sprayer 1 buah;

(13) palu, paku, dan gergaji untuk pembuatan petak kandang; (14) alat kebersihan;

(15) alat tulis untuk pencatatan data;

(16) tabung darah yang mengandung Ethylen-Diamine-Tetraacetic-Acid (EDTA);


(38)

22

(18) spuit 3 cc; (19) kapas;

(20) cold box untuk menyimpan darah sementara;

(21) cooling pad sebagai alat pemberi udara segar ke dalam kandang; (22) exhaust fan sebagai alat pengeluaran udara busuk dari dalam kandang;

3. Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum broiler BBR-1 (Bestfeed) ® produksi PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk untuk ayam umur 1--10 hari dan HI-PRO 611® produksi PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk untuk ayam umur 11--26 hari. Kedua jenis ransum tersebut berbentuk crumble.

Kandungan nutrisi ransum BBR-1 (Bestfeed) ® dan HI-PRO 611® yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum BBR-1 (Bestfeed)® dan HI-PRO 611® berdasarkan analisis proksimat

Kandungan nutrisi BBR-1 (Bestfeed) ® HI-PRO 611® ---(%)---

Air 9,10 8,78

Protein 21,33 21,08

Lemak 10,58 9,69

Serat kasar 7,20 10,15

Abu 5,51 5,97

BETN 55,38 53,11

Energi Metabolis (kkal/kg) 2.775,76* 2.830,00** Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2014). * Hasil analisis balai riset dan standarisasi industri Bandar Lampung (2012).

** Hasil analisis Laboratorium Peternakan Politeknik Negeri Lampung (2012).


(39)

23

4. Air minum

Air minum yang diberikan selama penelitian ini berasal dari air sumur yang diberikan secara ad libitum.

5. Anti biotik, vaksin dan vitamin

Antibiotik yang diberikan selama penelitian berlangsung adalah Enteritic-C dan Bio-Genta®. Vaksin yang diberikan ND-V4HR®, Vaksimun AI®, Ceva IBD-L®, dan vaksin ND Clone Vaksimun Clone®. Vitamin yang diberikan Vitacart®, B-Comp®, Amino Plus®, dan Catalist®.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) . Perlakuan yang diuji adalah tiga jenis bahan litter yang berasal dari limbah pertanian dan pengolahan kayu, yaitu :

P1 = Litter Sekam Padi P2 = Litter Serutan Kayu P3 = Litter Jerami Padi

Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan sehingga jumlah petak sebanyak 18 petak. Setiap petak berisi 15 ekor broiler, sehingga jumlah broiler yang digunakan sebanyak 270 ekor. Data yang diperoleh dianalisis ragam secara statistik pada taraf nyata 5% dan atau 1%. Apabila hasil analisis sidik ragam ada perlakuan yang nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan


(40)

24

(Steel and Torrie, 1993), kemudian diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncan pada taraf 5% dan atau 1%. Tataletak perlakuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

D. Pelaksanaan Penelitian

Kandang dan semua peralatan yang akan digunakan disucihamakan terlebih dahulu dengan desinfektan dan dilakukan pengapuran pada kandang sebelum chick in. Lantai kandang diberikan litter sekam padi setebal 10 cm dan dilapisi kertas koran dibagian atasnya. Setelah semua peralatan siap DOC dipelihara di area brooding sampai umur 14 hari. Saat ayam berumur 14 hari ditimbang secara acak 270 broiler untuk mengetahui bobot awal sebelum perlakuan. Kemudian, ayam dimasukkan ke dalam petak berukuran 1 x 1 x 0,4 m yang telah diberi alas litter sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi sesuai dengan perlakuan. Masing-masing petak perlakuan berisi 15 broiler.

Pemberian ransum dan air minum dilakukan secara ad libitum. Pemberian dan sisa ransum ditimbang untuk mengetahui konsumsi ransum per hari. Pemberian ransum dilakukan setiap pukul 07.00 dan 17.00 WIB. Pemberian dan sisa air minum juga diukur untuk mengetahui konsumsi air minum per hari. Air minum diberikan setiap pukul 07.00 sebanyak 2 liter dan pukul 17.00 sebanyak 3 liter.

Ayam ditimbang bobotnya setiap 6 hari sekali pada pukul 07.00 WIB. Pencatatan suhu dan kelembaban kandang dilakukan setiap pukul 06.00, 12.00, 18.00 dan, 24.00 WIB (Tabel 6). Alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban kandang adalah termohigrometer yang dipasang pada petak kandang.


(41)

25

Program vaksinasi yang dilakukan selama penelitian adalah (1) umur 1 hari vaksin ND-V4HR® secara spray ; (2) umur 7 hari dilakukan vaksinasi AI dengan

Vaksimun AI® dengan cara injeksi subcutan dosis 0,2 cc/ekor ; (3) melakukan vaksinasi gumboro pada umur 12 hari dengan vaksin gumboro CEVA IBD-L® secara cekok dengan dosis 0,2 cc/ekor ; (4) umur 18 hari dilakukan vaksinasi ND Clone dengan vaksin Vaksimun Clone® melalui air minum yang dicampur susu skim ; (5) re-vaksinasi gumboro CEVA IBD-L® melalui air minum yang dicampur susu skim saat ayam berumur 24 hari.

Pada jenis bahan litter yang berbeda untuk pengukuran jumlah sel darah merah, sel darah putih dan kadar hemoglobin diambil sampel sebanyak 2 ekor dari jumlah ayam per petak pada umur 26 hari. Pengambilan darah dilakukan melalui vena brachialis sekitar 1 cc. Darah dimasukkan ke dalam tabung darah yang mengandung Ethylen Diamine Tetraacetic Acid (EDTA) dan dihomogenkan dengan gerakan angka 8, setelah itu tabung darah diletakkan dalam termos yang telah diisi es. Hasil sampel darah yang diambil langsung dibawa ke Balai Veteriner Provinsi Lampung untuk dianalisis jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih dan kadar hemoglobin.

E. Peubah yang Diamati

1. Sel darah merah

Sampel darah dihisap menggunakan pipet eritrosit hingga tetra 0,5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue, lalu dihisap larutan Hayem’s hingga tanda 101, kemudian memutar pipet dengan bentuk angka


(42)

26

8, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet ke kertas tissue. Setelah itu meneteskan satu tetes darah ke dalam hemositometer dan jangan sampai ada udara yang masuk. Diamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu perhitungan dapat dimulai

menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Perhitungan erisrosit dalam hemositometer, menggunakan kotak eritrosit yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian sebagai berikut: satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak ditengah, satu kotak pojok kanan bawah dan satu kotak pojok kiri bawah. Untuk membedakan kotak eritrosit dengan kotak leukosit dapat berpatokan pada tiga baris pemisah pada kotak eritrosit serta luas kotak eritrosit yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kotak leukosit. Setelah jumlah eritrosit diperoleh maka jumlah darah dikalikan dengan 104 untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam 1 mm3 darah (Sastradipradja, et al., 1989). Sampel darah diambil secara duplo atau 2 ekor broiler per petak kandang.

2. Sel darah putih

Sampel darah dihisap menggunakan pipet leukosit hinggal pada tetra 0,5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue, lalu dihisap larutan Turk hingga tanda 11, kemudian memutar pipet dengan bentuk angka 8, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet ke kertas tissue. Setelah itu meneteskan satu tetes darah kedalam hemositometer dan jangan sampai ada udara yang masuk. Diamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu perhitungan dapat dimulai

menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Untuk menhitung leukosit dalam hemositometer, digunakan kotak leukosit. Jumlah leukosit yang didapat dari


(43)

27

hasil perhitungan dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit setiap 1 mm3 darah (Sastradipradja et al., 1989). Sampel darah diambil secara duplo atau 2 ekor broiler per petak kandang.

3. Hemoglobin

Metode yang digunakan adalah metode sahli. Larutan HCl 0,1 N diteteskan pada tabung sahli sampai pada tetra 10 atau garis batas bawah kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet sahli hingga mencapai tanda tetra 20 cm (0,2 ml). Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi coklat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematin. Setelah itu larutan ditambah aquades dan meneteskannya sedikit demi sedikit sambil diaduk. Larutan aquades ditambah hingga warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat dengan membaca tinggi permukaan cairan pada tabung sahli, dengan melihat skala jalur g%, yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah (Sastradipradja et al., 1989). Sampel darah diambil secara duplo atau 2 ekor broiler per petak kandang.


(44)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa litter sekam padi, serutan kayu dan jerami padi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih dan kadar hemoglobin broiler. Litter sekam padi, serutan kayu dan jerami padi baik digunakan dalam pemeliharaan broiler pada closed house.

B. Saran

Secara fisiologis, litter sekam padi, serutan kayu dan jerami padidalam pemeliharaan broiler pada closed house dapat digunakan.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

`

Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta

Ahmadi. 2012. Sarjana Membangun Desa Turut Memberdayakan Usaha

Peternakan Rakyat. Fakultas Peternakan. Universitas Diponogoro. Semarang Aksi Agraris Kanisius. 2003. Berternak Ayam Pedaging. Kanasius. Jakarta Anonim. 1988. Buku Spesimen Veteriner. Kerjasama Direktorat Jenderal

Peternakan dan Balai Penelitian Veteriner, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Peternakan. Jakarta

Anwar, R. 2014. Pengaruh Penggunaan Litter Sekam Padi, Serutan Kayu dan Jerami Padi Terhadap Performa Broiler di Closed House. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Cahyono, B. 2004. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging. Cetakan ke-1. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta

Charles. 1997. Inilah Teknologi Closed House. Majalah Infovet

Deptan RI Basis Data Statistik Pertanian 2011. [Tersedia Berkala]. http:// www.bps.go.id/ tnmn_pgn.php [11 Agustus 2011]. 1 hlm

Dewanti, A. 2014. Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Litter terhadap Respon Fisiologis Broiler Fase Finisher di Closed House. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Dharmawan, N. S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner (Hematologi Klinik). Cetakan ke-2. Pelawa Sari. Denpasar

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Jakarta

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Alih Bahasa oleh B. Srigandono dan Koen Praseno. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Fuad, Y. 1986. Usaha Ternak Potong. Akademika Pressindo. Jakarta


(46)

37

Ganong, W. F. 2008. Fisiologi Kedokteran. Buku Ajar. EGC. Jakarta

Guyton, A. C. dan J.E, Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Buku Ajar. Alih Bahasa Setiawan, I., K. A. Tengadi, A. Santoso. Penerbitan Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Hanafi, N. D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Depertemen Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Medan Harper. 1992. Biokimia (Harper’s Review of Biochemistry). (Terjemahan: I.

Darmawan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Hartono, M., S. Suharyati, dan P. E. Santosa. 2002. Dasar Fisiologi Ternak. Penuntun Praktikum. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Haryono, B. 1978. Hematologi Klinik. Bagian Kimia Medik Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Hodges, R. D. 1977. Normal Avian (Poultry) Haematology, Comparative Clinical Haematology. Oxford: Blackwell Scientific. United Kingdom

Irawan, A. 1996. Ayam Ayam Pedaging Unggul. CV. Aneka. Solo

Kartasujana, R. dan E. Suprijatna. 2005. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta

Luh, B. S. 1991. Rice Utilization. 2nd Edition. Van Nostrad Reinhold. New York Mangkoewidjojo S, dan Smith, J. B. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan

Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia. Jakarta.

Metasari, T. 2014. Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Litter terhadap Kualitas Litter Broiler Fase Finisher Di Closed House. Skripsi. Fakultas Pertanian.

Universitas Lampung. Bandar Lampung

Miku, Y. F. dan Sumiati. 2010. Manajemen Perkandangan Ayam Bibit Pedaging Strain Ross dan Strain Lohman di PT. Silga Perkasa Sukabumi-Jawa Barat. Makalah Seminar PKL. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor

Mitruka, B. M., H. M. Rawnsley and B. V. Vadehra. 1977. Clinical Biochemical and Haematological Reference Value in Normal Experimental Animals. Masson Publishing, Inc. New York


(47)

38

Mugiyono, S. 1998. Meningkatkan Kinerja Ayam Broiler dengan Cara Mengatur Waktu Pemberian Pakan Starter Finisher. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Soedirman. Purwokerto

________. 2001. Pengaruh Serasah terhadap Penampilan Produksi dan Kualitas Ayam Broiler. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas

Soedirman. Purwokerto

Mugiono, L., Harsanti dan Hambali. 2003. Analisis Daya Adaptasi 10 Galur Mutan Padi Sawah di 20 Lokasi Uji Daya Hasil pada Dua Musim. Zuriat 144(1):1-7

Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Cetakan ke-1. Kanisius. Jakarta

Nesheim, M.C., R.E. Austic and L.E. Card. 1979. Poultry Production. Lea and Febiger. Philadelphia

North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Product Manual. 4th Ed. Van Nostrand Reinhold. New York

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Indonesia University Press. Jakarta Priyo. 2009. Menyiasati (Angin Mati). Artikel.

Blogspot(http://ilmupeternakan-priyo.blogspot.com/2009_05_01_archive.html). Diakses pada 18 Desember 2011

Rasyaf, M. 2001. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta ______. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-25. Penebar Swadaya.

Jakarta

______. 2007. Beternak Ayam Broiler. Penebar Swadaya. Jakarta

Reed, M. J. and M. G. McCartney. 1970. Alternative Litter Materials For Poultry. www.agtie.nsw.gov.au

Sastradipradja, D., S. H. S. Sikar, R.Widjayakusuma, A. Maad, T. Unandar, H. Nasution, R. Suriawinata, dan K. Hamzah. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Bogor

Schalms, O. W., N. C. Jain, and E. J. Corel. 1986. Veterinary Haematology. 4th Ed. Lea and Febiger. Philadelphia


(48)

39

Soeharsono, A. Mushawwir, E. Hernawan, L. Andriani, K. A. Kamil. 2010. Fisiologi Ternak: Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, Interaksi Organ pada Hewan. Widya Padjajaran. Bandung

Spector, W. G. 1993. Pengantar Patologi Umum. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta

Steel, R. G. D. dan Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sturkie, P.D. 1976. Avian Phisiology. 3rd Edition. Spinger Verlag. New York Sudaryani, T. dan Santoso. 1999. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya.

Jakarta

Sugito. 2007. Kajian Penggunaan Kulit Jaloh Sebagai Anti Stress pada Ayam Broiler yang Diberi Cekaman Panas. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut PertanianBogor. Bogor.

Sunanto, S. 1997. Teknologi Closed House dan Tantangan Globalisasi. Majalah Infovet

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan K. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penerbit Swadaya. Jakarta

Swenson, M. J. 1984. Dukes Phisiology of Domestic Animals. Publishing Associates a Division of Conall University. Ithaca and London

Unandar, T. 2003. Ada Apa dengan Broiler. Makalah disampaikan dalam Temu Plasma Pintar. Bandar Lampung

Widjayakusuma, R. dan S. H. S. Sikar. 1986. Fisiologi Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Winters, J.L. 2004. Adventorial. PT. Supreme Indo Pertiwi. Available at : http://www.sip-mlm.com/adventorial.htm. Diakses pada 18 Januari 2014


(1)

27

hasil perhitungan dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit setiap 1 mm3 darah (Sastradipradja et al., 1989). Sampel darah diambil secara duplo atau 2 ekor broiler per petak kandang.

3. Hemoglobin

Metode yang digunakan adalah metode sahli. Larutan HCl 0,1 N diteteskan pada tabung sahli sampai pada tetra 10 atau garis batas bawah kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet sahli hingga mencapai tanda tetra 20 cm (0,2 ml). Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi coklat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematin. Setelah itu larutan ditambah aquades dan meneteskannya sedikit demi sedikit sambil diaduk. Larutan aquades ditambah hingga warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat dengan membaca tinggi permukaan cairan pada tabung sahli, dengan melihat skala jalur g%, yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah (Sastradipradja et al., 1989). Sampel darah diambil secara duplo atau 2 ekor broiler per petak kandang.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa litter sekam padi, serutan kayu dan jerami padi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih dan kadar hemoglobin broiler. Litter sekam padi, serutan kayu dan jerami padi baik digunakan dalam pemeliharaan broiler pada closed house.

B. Saran

Secara fisiologis, litter sekam padi, serutan kayu dan jerami padidalam pemeliharaan broiler pada closed house dapat digunakan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

`

Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta

Ahmadi. 2012. Sarjana Membangun Desa Turut Memberdayakan Usaha

Peternakan Rakyat. Fakultas Peternakan. Universitas Diponogoro. Semarang Aksi Agraris Kanisius. 2003. Berternak Ayam Pedaging. Kanasius. Jakarta Anonim. 1988. Buku Spesimen Veteriner. Kerjasama Direktorat Jenderal

Peternakan dan Balai Penelitian Veteriner, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Peternakan. Jakarta

Anwar, R. 2014. Pengaruh Penggunaan Litter Sekam Padi, Serutan Kayu dan Jerami Padi Terhadap Performa Broiler di Closed House. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Cahyono, B. 2004. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging. Cetakan ke-1. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta

Charles. 1997. Inilah Teknologi Closed House. Majalah Infovet

Deptan RI Basis Data Statistik Pertanian 2011. [Tersedia Berkala]. http:// www.bps.go.id/ tnmn_pgn.php [11 Agustus 2011]. 1 hlm

Dewanti, A. 2014. Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Litter terhadap Respon Fisiologis Broiler Fase Finisher di Closed House. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Dharmawan, N. S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner (Hematologi Klinik). Cetakan ke-2. Pelawa Sari. Denpasar

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Jakarta

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Alih Bahasa oleh B. Srigandono dan Koen Praseno. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Fuad, Y. 1986. Usaha Ternak Potong. Akademika Pressindo. Jakarta


(4)

37

Ganong, W. F. 2008. Fisiologi Kedokteran. Buku Ajar. EGC. Jakarta

Guyton, A. C. dan J.E, Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Buku Ajar. Alih Bahasa Setiawan, I., K. A. Tengadi, A. Santoso. Penerbitan Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Hanafi, N. D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Depertemen Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Medan

Harper. 1992. Biokimia (Harper’s Review of Biochemistry). (Terjemahan: I.

Darmawan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Hartono, M., S. Suharyati, dan P. E. Santosa. 2002. Dasar Fisiologi Ternak. Penuntun Praktikum. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Haryono, B. 1978. Hematologi Klinik. Bagian Kimia Medik Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Hodges, R. D. 1977. Normal Avian (Poultry) Haematology, Comparative Clinical Haematology. Oxford: Blackwell Scientific. United Kingdom

Irawan, A. 1996. Ayam Ayam Pedaging Unggul. CV. Aneka. Solo

Kartasujana, R. dan E. Suprijatna. 2005. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta

Luh, B. S. 1991. Rice Utilization. 2nd Edition. Van Nostrad Reinhold. New York Mangkoewidjojo S, dan Smith, J. B. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan

Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia. Jakarta.

Metasari, T. 2014. Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Litter terhadap Kualitas Litter Broiler Fase Finisher Di Closed House. Skripsi. Fakultas Pertanian.

Universitas Lampung. Bandar Lampung

Miku, Y. F. dan Sumiati. 2010. Manajemen Perkandangan Ayam Bibit Pedaging Strain Ross dan Strain Lohman di PT. Silga Perkasa Sukabumi-Jawa Barat. Makalah Seminar PKL. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor

Mitruka, B. M., H. M. Rawnsley and B. V. Vadehra. 1977. Clinical Biochemical and Haematological Reference Value in Normal Experimental Animals. Masson Publishing, Inc. New York


(5)

38

Mugiyono, S. 1998. Meningkatkan Kinerja Ayam Broiler dengan Cara Mengatur Waktu Pemberian Pakan Starter Finisher. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Soedirman. Purwokerto

________. 2001. Pengaruh Serasah terhadap Penampilan Produksi dan Kualitas Ayam Broiler. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas

Soedirman. Purwokerto

Mugiono, L., Harsanti dan Hambali. 2003. Analisis Daya Adaptasi 10 Galur Mutan Padi Sawah di 20 Lokasi Uji Daya Hasil pada Dua Musim. Zuriat 144(1):1-7

Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Cetakan ke-1. Kanisius. Jakarta

Nesheim, M.C., R.E. Austic and L.E. Card. 1979. Poultry Production. Lea and Febiger. Philadelphia

North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Product Manual. 4th Ed. Van Nostrand Reinhold. New York

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Indonesia University Press. Jakarta Priyo. 2009. Menyiasati (Angin Mati). Artikel.

Blogspot(http://ilmupeternakan-priyo.blogspot.com/2009_05_01_archive.html). Diakses pada 18 Desember 2011

Rasyaf, M. 2001. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta ______. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-25. Penebar Swadaya.

Jakarta

______. 2007. Beternak Ayam Broiler. Penebar Swadaya. Jakarta

Reed, M. J. and M. G. McCartney. 1970. Alternative Litter Materials For Poultry. www.agtie.nsw.gov.au

Sastradipradja, D., S. H. S. Sikar, R.Widjayakusuma, A. Maad, T. Unandar, H. Nasution, R. Suriawinata, dan K. Hamzah. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Bogor

Schalms, O. W., N. C. Jain, and E. J. Corel. 1986. Veterinary Haematology. 4th Ed. Lea and Febiger. Philadelphia


(6)

39

Soeharsono, A. Mushawwir, E. Hernawan, L. Andriani, K. A. Kamil. 2010. Fisiologi Ternak: Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, Interaksi Organ pada Hewan. Widya Padjajaran. Bandung

Spector, W. G. 1993. Pengantar Patologi Umum. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta

Steel, R. G. D. dan Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sturkie, P.D. 1976. Avian Phisiology. 3rd Edition. Spinger Verlag. New York Sudaryani, T. dan Santoso. 1999. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya.

Jakarta

Sugito. 2007. Kajian Penggunaan Kulit Jaloh Sebagai Anti Stress pada Ayam Broiler yang Diberi Cekaman Panas. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut PertanianBogor. Bogor.

Sunanto, S. 1997. Teknologi Closed House dan Tantangan Globalisasi. Majalah Infovet

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan K. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penerbit Swadaya. Jakarta

Swenson, M. J. 1984. Dukes Phisiology of Domestic Animals. Publishing Associates a Division of Conall University. Ithaca and London

Unandar, T. 2003. Ada Apa dengan Broiler. Makalah disampaikan dalam Temu Plasma Pintar. Bandar Lampung

Widjayakusuma, R. dan S. H. S. Sikar. 1986. Fisiologi Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Winters, J.L. 2004. Adventorial. PT. Supreme Indo Pertiwi. Available at : http://www.sip-mlm.com/adventorial.htm. Diakses pada 18 Januari 2014