Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Litter Terhadap Kualitas Litter Broiler Fase Finisher Di Closed House

(1)

ABSTRAK

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN LITTER TERHADAP

KUALITAS LITTERBROILER FASE FINISHER DI CLOSED HOUSE Oleh

Tiwi Metasari

Broiler akan berproduksi secara maksimal apabila dipelihara pada lingkungan dengan suhu yang berkisar antara 15--28oC. Seiring dengan perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim menyebabkan suhu dan kelembapan sulit untuk disesuaikan dalam pemeliharaan broiler, untuk mensiasati hal tersebut maka diperlukan penggunaan closed house. Closed house merupakan kandang sistem postal yang memerlukan litter dalam pemeliharaan. Penggunaan berbagai jenis bahan litter dapat memengaruhi kualitas litter yang digunakan meliputi kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter yang akhirnya akan berpengaruh terhadap produktivitas broiler tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengetahui pengaruh penggunaan sekam padi, serutan kayu, jerami padi sebagai bahan litter terhadap kualitas litter broiler fase finisher di closed house, 2) mengetahui jenis bahan litter yang terbaik terhadap kualitas litter broiler fase finisher di closed house.

Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari yaitu pada 15 April--10 Mei 2014, di closed house milik PT. Rama Jaya Lampung Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan terdiri atas jenis bahan litter (sekam padi, serutan kayu, dan cacahan jerami padi). Jumlah broiler yang digunakan sebanyak 270 ekor, dengan jumlah petak sebanyak 18 petak, sehingga setiap petak berisi 15 ekor (per meter persegi). Data yang diperoleh dianalisis ragam secara statistik pada taraf nyata 5%. Apabila pada analisis ragam diperoleh hasil nyata maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan : (1) penggunaan jenis bahan litter sekam padi, serutan kayu dan jerami padi pada closed house menghasilkan pengaruh nyata terhadap kadar air litter, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar amonia, pH, dan suhu litter. (2) perlakuan jenis bahan litter sekam padi dan jerami padi pada closed house memberikan pengaruh yang baik terhadap kualitas litter.


(2)

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN LITTER TERHADAP KUALITAS LITTERBROILER FASE FINISHER

DI CLOSED HOUSE

Oleh

TIWI METASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Peternakan

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bandar Lampung pada 09 Mei 1992 dari ayah yang bernama Dwi Warto, S.E. (Alm) dan ibu yang bernama Dra. Titi Suprihantini. Penulis merupakan puteri kedua dari empat bersaudara .

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Waydadi pada 2004. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 12 Bandar Lampung dan lulus pada 2007. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 10 Bandar Lampung dan lulus pada 2010.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan pada Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK) pada 2010. Pada Juni--Juli 2013 penulis melaksanakan Praktik Umum di PT. Ciomas Adisatwa, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan. Pada Januari--Maret 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Pesawaran Indah, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran.


(6)

Persembahan

Ya Allah…

Atas izinMu kuberhasil melewati satu rintangan untuk sebuah keberhasilan Namun kutahu keberhasilan bukanlah akhir dari perjuanganku

Tapi awal dari sebuah harapan dan cita-cita

Jalan didepanku masih panjang, masih jauh perjalananku Untuk menggapai masa depan yang cerah

Tuk bisa membahagiakan orang-orang yang kucintai Karya ini kupersembahkan untuk:

Ayahanda tercinta Dwi Warto (alm) Dan ibunda tercinta Titi Suprihantini

Aku takkan pernah lupa atassemua pengorbanan dan jerih payah yg telah kalian berikan untukku agar dapat menggapai cita-cita dengan semangat serta do’a yang

kau lantunkan untukku, sehingga kudapat raih kesuksesan ini. Asaku kelak dapat membahagiakan dirimu sampai akhir hayatmu.

Doakan aku ayah, doakan aku ibu.

Kepada Mbak (Fitri trapsilawati) dan Adik-Adikku (Rahmad triyulian),(Novan Ramadani)

terimakasih tiada tara atas segala support yang telah diberikan selama ini dan semoga Mbak dan Adik-adikku tercinta dapat menggapaikan keberhasilan juga di

kemudian hari.

Kepada teman-teman seperjuangan khususnya saudara Peternakan“10” yang tak bisa kusebutkan namanya satu persatu terimakasih yang tiada tara ku ucapakan.

Kepada Sahabat-sahabat setiaku (Anung, Dian, Nurma, Sekar, Irma, Etha, Dewi, Fara, Ajrul, Aini, Nani, Sherly, Indah) terimakasih atas supportnya baik

itu moril or materil

Terakhir, untuk seseorang yang masih dalam misteri yang dijanjikan Ilahi yang siapapun itu, terimakasih telah menjadi baik dan bertahan di sana. Akhir kata, semoga skripsi ini membawa kebermanfaatan. Aamiin...


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, salawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya. Berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih atas segala dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dian Septinova, S. Pt., M.T.A--selaku Pembimbing Utama--atas bimbingan, nasihat, dukungan, dan arahan yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini;

2. Ibu Veronica Wanniatie, S.Pt., M.Si--selaku Pembimbing Anggota--atas bimbingan, dukungan, dan nasihat dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Ir. Tintin Kurtini., M.S--selaku Pembahas--atas saran, perbaikan, dan

nasihat yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Ir. Farida Fathul., M.Sc--selaku Pembimbing Akademik--atas bimbingan, nasihat, motivasi, dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan.


(8)

perhatian dan izin dalam melaksanakan penelitian.

6. Bapak Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria., M.S--selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan.

7. Ibu Sri Suharyati, S. Pt, M.P--selaku Sekretaris Jurusan Peternakan--atas perhatian, motivasi, dan bimbingan yang diberikan.

8. Bapak drh. Purnama Edy Santosa dan Bapak Kuslan--atas izin yang telah diberikan untuk melaksanakan penelitian dan Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan--atas ilmu dan perhatian yang telah diberikan.

9. Ayah dan Ibu, mbak dan adik-adikku--atas kasih sayang, perhatian, dorongan semangat, pengertian, serta doa-doa yang tulus.

10. Rekan-rekan seperjuanganku dalam penelitian Rohmatul, Tri, Anung, Miranti, dan sahabat-sahabatku Nani, Aini, Sekar, Nurma, Dian, Dewi, Etha, Indah, Fara, Ajrul, Sherly, serta saudara peternakan 2010 maupun kelompok KKN--atas kebersamaan, kerjasama, dan persahabatan yang telah diberikan dalam berjuang menggapai cita--cita.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran atau kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Juli 2014 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Broiler ... 9

B. Closed House ... 12

C. Litter dan Jenis Bahan Litter ... 18

1. Sekam padi ... 21

2. Jerami padi ... 22

3. Serutan kayu ... 23

D. Kadar Air ... 25

E. Kadar Amonia ... 26


(10)

G. Suhu Litter ... 30

III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

B. Bahan Penelitian... 32

1. Ayam ... 32

2. Ransum ... 32

3. Air minum ... 33

4. Litter ... 33

5. Antibiotik, vaksin, dan vitamin ... 33

C. Alat Penelitian ... 34

D. Rancangan Penelitian ... 34

E. Pelaksanaan Penelitian ... 35

1. Persiapan kandang ... 35

2. Kegiatan penelitian... 36

F. Peubah yang Diukur ... 38

1. Kadar air litter ... 38

2. Kadar amonia (NH3) litter ... 39

3. Derajat keasaman (pH) litter ... 39

4. Suhu litter ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Jenis Bahan Litter terhadap Kadar Air Litter ... 41

B. Pengaruh Jenis Bahan Litter terhadap Kadar Amonia Litter ... 43

C. Pengaruh Jenis Bahan Litter terhadap pH Litter ... 46


(11)

xiii V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengaruh kadar amonia (NH3) terhadap ayam ... 28

2. Kandungan nutrisi ransum BBR-1 (Bestfeed)® dan HI-PRO 611® berdasarkan analisis proksimat ... 33

3. Rata-rata kadar air (%) terhadap jenis bahan litter ... 41

4. Rata-rata kadar amonia (ppm) terhadap jenis bahan litter ... 44

5. Rata-rata pH litter terhadap jenis bahan litter ... 46

6. Rata-rata suhu (0C) litter pada bahan litter ... 49

7. Data rata-rata kadar air (%) litter yang sudah ditransformasi ... 58

8. Analisis ragam kadar air litterbroiler fase finisher di closed house ... 59

9. Hasil Uji Lanjut Duncan ... 59

10. Nilai Uji Lanjut Duncan ... 60

11. Hasil perhitungan Uji Lanjut Duncan... 60

12. Selisih dua nilai tengah yang sudah diurutkan dari nilai terbesar ke terkecil ... 60

13. Kesimpulan ... 60

14. Data kadar amonia yang sudah ditransformasi ( �+ 0,5) ... 60

15. Analisis ragam kadar amonia litter broiler fase finisher di closed house ... 61


(13)

xv 17. Analisis ragam pH litterbroiler fase finisher di closed house ... 63 18. Analisis ragam suhu litter broiler fase finisher di closed house ... 64 19. Rata-rata konsumsi ransum broiler fase finisher di closed house ... 65 20. Rata-rata pertambahan berat tubuh broiler fase finisher

di closed house ... 65 21. Suhu dan kelembapan selama pemeliharaan broiler umur 15--26 hari di closed house ... 66


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tataletak petak penelitian ... . 67

2. Proses vaksin semprot saat chick in ... . 68

3. Salah satu petak perlakuan ... . 68

4. Petak perlakuan saat penelitian ... 69

5. Bagian belakang kandang ... 69

6. Cooling pad pada kandang ... 70

7. Pengambilan sampel kadar air ... 70

8. Pengambilan data suhu litter ... 71

9. Pengambilan data suhu litter ... 71

10. Pengambilan data pH litter ... 72


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah.

Perkembangan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat yang ditandai dengan peningkatan kebutuhan protein hewani. Meningkatnya kesejahteraan dan tingkat kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Salah satu protein hewani yang banyak digemari oleh masyarakat adalah daging. Daging banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena mempunyai rasa yang enak dan kandungan zat gizi yang tinggi. Salah satu sumber daging yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia adalah daging ayam. Selama ini, daging ayam yang sering dikonsumsi oleh masyarakat berasal dari daging broiler.

Broiler merupakan salah satu penyumbang protein hewani terbesar bagi

masyarakat Indonesia dengan kandungan protein sebesar 18,20% per 100 gram daging ayam dan merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Broiler yang dimaksud adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur di bawah 8 minggu ketika dijual dengan berat tubuh tertentu. Beberapa kelebihan dan kelemahan broiler yaitu memiliki kelebihan pertumbuhan


(16)

yang relatif cepat diikuti dengan pertambahan berat badan yang tinggi dan kualitas daging yang baik. Kelemahannya adalah sulit beradaptasi dan mudah terserang suatu infeksi penyakit sehingga memerlukan sistem pemeliharaan yang intensif (Murtidjo, 1987).

Broiler akan berproduksi secara maksimal apabila dipelihara pada lingkungan dengan suhu berkisar antara 15--280C (Suprijatna dkk., 2005). Seiring dengan perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim menyebabkan suhu dan kelembapan sulit disesuaikan untuk pemeliharaan broiler di Indonesia khususnya di daerah Bandar Lampung. Permasalahan yang mendasari yaitu tingginya suhu dikombinasi dengan tingginya kelembapan akan berdampak terhadap menurunnya produksi broiler. Oleh sebab itu, untuk mensiasati hal tersebut maka diperlukan

penggunaan closed house.

Closed house merupakan kandang dinding tertutup dengan sistem lantai postal yang dilapisi litter dan biasanya terbuat dari bahan-bahan permanen dengan sentuhan teknologi tinggi dilengkapi oleh alat modern yang menjamin keamanan secara biologi (kontak dengan organisme lain) dengan pengaturan ventilasi yang baik sehingga lebih sedikit stres yang terjadi pada ternak. Berdasarkan sistem lantai yang digunakan closed house merupakan kandang sistem postal yang memerlukaan litter dalam pemeliharaan.

Broiler yang dipelihara di closed house akan kontak langsung dengan litter. Litter adalah bahan untuk mengisi alas kandang yang mempunyai kemampuan cukup baik dalam menyerap air. Penggunaan litter dimaksudkan untuk memberikan alas yang nyaman untuk tempat hidup ayam. Adapun kebaikan dari sistem litter yaitu


(17)

3 menghemat tenaga dan biaya, tatalaksana lebih mudah, dan suhu kandang dapat lebih merata. Litter berfungsi untuk memberikan rasa nyaman kepada ternak dan menyerap air yang berasal dari air minum maupun ekskreta. Selama ini bahan litter yang sering digunakan adalah sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu. Bahan-bahan tersebut hendaknya mampu memenuhi beberapa persyaratan yaitu mudah menyerap air, kondisi dan kualitas baik, kering dan tidak berdebu, murah dan mudah didapat, tidak lengket, tidak berjamur, tidak mengandung pestisida atau kontaminan lain, dan tidak mengandung kotoran hewan.

Bahan litter seperti sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Penggunaan berbagai jenis bahan litter dapat menyebabkan keadaan kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu pada masing-masing jenis bahan litter bervariasi yang akhirnya berpengaruh pada produktivitas broiler tersebut. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan jenis bahan litter terhadap kualitas litter yang digunakan pada closed house sehingga ayam merasa nyaman, serta pertumbuhan dan produktivitas ayam pun meningkat.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

(1) mengetahui pengaruh jenis litter di closed house terhadap kualitas litter (kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter);

(2) mengetahui jenis litter yang terbaik dalam pemeliharaan broiler di closed house terhadap kualitas litter (kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter).


(18)

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak tentang jenis bahan litter kandang yang terbaik terhadap kualitas litter (kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter) pada pemeliharaan broiler di closed house dalam upaya meningkatkan produktivitas broiler.

D. Kerangka Pemikiran

Usaha peternakan broiler, selalu dihadapkan dengan tiga faktor penunjang keberhasilan yaitu faktor bibit, pakan, dan tatalaksana, yang ketiganya saling berkaitan. Faktor tatalaksana mempunyai peran yang terbesar dalam menentukan keberhasilan usaha yaitu sebesar 50%, dan tatalaksana itu sendiri sangat

ditentukan oleh pengelolaan dan perkandangan (Mugiyono dkk., 2004).

Kandang yang digunakan oleh peternak dalam pemeliharaan broiler di Indonesia ada tiga macam, yaitu open house, semi closed house, dan closed house.

Keberadaan fungsi dan manfaat closed house pada prinsipnya tidak peduli kondisi lingkungan sekitar. Pada keadaan lingkungan daerah apapun, secara fleksibel kondisinya dapat diadaptasi oleh closedhouse. Pada closed house, peternak broiler bisa mengantisipasi kondisi musim. Perbedaan musim panas dan musim penghujan bisa teratasi dengan menggunakan closed house, sehingga kondisi lingkungan dapat diantisipasi dengan baik. Apabila suhu tidak panas maka kondisi ayam tidak bermasalah. Penggunaan closed house mampu memberikan hasil yang baik pada pemeliharaan broiler karena didukung oleh peningkatan


(19)

5 teknologi terhadap alat-alat yang digunakan seperti cooling pad, cooling net, exhaust fan, dan blower.

Closed house merupakan kandang dengan lantai postal. Medion (2009) menyatakan bahwa litter mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kelangsungan hidup ayam yang dipelihara pada kandang dengan lantai postal. Pengaruhnya terletak dalam menyerap berbagai bahan tercemar seperti ekskreta dan air. Ekskreta mengandung gas beracun yaitu amonia (NH3), hidrogen sulfida (H2S), karbondioksida (CO2), dan methan. Di antara gas beracun tersebut yang paling banyak menimbulkan masalah bagi kesehatan dan produktivitas ternak serta pemukiman adalah amonia.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kadar dan akumulasi gas amonia dalam kandang, yaitu temperatur udara, kelembapan, kepadatan ternak,

kelancaran ventilasi, bentuk kandang, dan bahan litter. Pada closed house bahan litter yang baik sangat diperlukan agar broiler merasa nyaman, sehingga

pertumbuhannya dapat maksimal. Kualitas litter dipengaruhi oleh bahan litter yang digunakan, dimana setiap bahan litter mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda. Bahan litter yang baik mempunyai kemampuan untuk menjaga kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter tetap pada keadaan normal.

Menurut Hardjosworo dan Rukminasih (2000), bahan litter merupakan salah satu perlengkapan yang harus disediakan selama pemeliharaan broiler. Bahan yang dapat dimanfaatkan untuk litter adalah limbah pertanian atau limbah pengolahan kayu yang mempunyai sifat menyerap air. Selain kemampuan menyerap air, hal


(20)

lain yang harus diperhatikan saat memilih bahan litter adalah harganya yang murah dan banyak tersedia.

Limbah pertanian dan pengolahan kayu yang banyak digunakan sebagai litter, diantaranya adalah sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu. Sekam padi memiliki kelebihan yang baik dalam menyerap air, bebas debu, kering,

mempunyai kepadatan yang baik, tidak mudah lapuk, dan selalu tersedia. Akan tetapi, kelemahannya yaitu cepat menggumpal atau memadat, mempunyai daya serap air lebih tinggi dari jerami padi karena mempunyai kandungan air yang rendah sekitar 16,30% dibandingkan dengan jerami padi yaitu 16,91% (Mugiyono dkk., 2004).

Jerami padi memiliki kelebihan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya lepuh dada, mempunyai daya absorpsi yang baik, efektif sebagai absorban, dan mudah dibersihkan sedangkan kelemahannya yaitu sulit didapat karena jerami padi bersifat musiman.

Serutan kayu memiliki kelebihan dapat menyerap air dengan baik sehingga akan meminimalisir timbulnya bibit penyakit yang diakibatkan karena lantai yang basah dan lembab. Kelemahannya yaitu dapat menimbulkan sedikit luka pada bagian dada karena serutan kayu berpartikel besar dan sedikit kasar, kepadatannya rendah dan kurang sehat sebagai alas untuk pemeliharaan karena tidak baik bagi pernapasan broiler.

Kondisi litter basah akan menghasilkan dampak negatif terhadap performa ayam dan berujung pada kerugian ekonomi. Litter basah bisa terjadi akibat bercampur


(21)

7 dengan ekskreta, air minum yang tumpah atau terkena tetesan air hujan. Kondisi tersebut akan memicu timbulnya penyakit, sehingga produktivitas ayam tidak optimal. Oleh sebab itu, yang dibutuhkan dalam hal ini ialah bagaimana mengatur litter agar kadar airnya tetap normal (20--25%), kadar amonia berkisar antara 15--20 ppm, derajat keasaman (pH) 5, dan suhu litter berkisar 31--320C . Litter yang basah akan menimbulkan bau (jika tidak diganti) akan menimbulkan beberapa masalah, diantaranya menghasilkan gas amonia. Beberapa literatur menyebutkan bahwa kadar amonia sebesar 25 ppm atau lebih, bisa menyebabkan kerugian berupa pembengkakan nilai FCR dan penurunan berat badan saat panen (Medion, 2009).

Selama pemeliharaan broiler di closed house, ekskreta yang dikeluarkan oleh unggas akan terkumpul di litter. Ekskreta ialah kotoran unggas yang bercampur dengan urin, sehingga dengan adanya ekskreta tersebut maka akan meningkatkan kadar air yang terdapat di dalam litter. Selain kadar air, ekskreta unggas yang telah mengalami dekomposisi oleh bakteri juga akan menghasilkan amonia yang akhirnya akan meningkatkan kadar amonia di dalam litter. Ekskreta yang menumpuk pada litter akan berpengaruh terhadap pH litter, dimana ekskreta mempunyai pH yang basa antara 8,38--8,39 (Weaver, 2001). Oleh sebab itu, dengan semakin banyak ekskreta yang dihasilkan oleh broiler dan menumpuk di litter, maka pH litter akan semakin meningkat (basa).

Menurut Zuprizal (2009), pH litter akan memengaruhi produksi amonia,

meningkatnya kadar amonia di dalam litter juga dapat meningkatkan pH dan suhu litter. Peningkatan pH disebabkan oleh kandungan amonia yang bersifat basa,


(22)

semakin banyak kadar amonia yang terkandung di dalam litter, maka semakin tinggi nilai pH litter yang dihasilkan (basa). Hal yang sama juga berlaku pada suhu litter. Semakin tinggi kandungan amonia di dalam litter, maka semakin tinggi pula suhu litter tersebut. Hal ini disebabkan oleh amonia akan

terdekomposisi oleh bakteri dan menghasilkan panas.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

(1) adanya pengaruh jenis bahan litter terhadap kualitas litter di closed house (kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter);

(2) terdapat jenis bahan litter yang terbaik terhadap kualitas litter di closed house (kadar air, kadar amonia, pH, dan suhu litter).


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Broiler

Broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang baik dan dapat dipotong pada usia yang relatif muda sehingga sirkulasi pemeliharaannya lebih cepat dan efisien serta menghasilkan daging yang berkualitas baik (Murtidjo, 1995). Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5--6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging. Waktu panen yang relatif singkat membuat broiler

mempersyaratkan pertumbuhan yang cepat, warna bulu putih, dada lebar yang disertai timbunan daging yang baik (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan, kelebihannya adalah daging empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan cukup tinggi, sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging dan pertambahan berat badan sangat cepat. Kelemahannya adalah memerlukan pemeliharaan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit, dan sulit beradaptasi (Murtidjo, 1987).


(24)

Menurut Rasyaf (2004), broiler memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ayam kampung dan ayam petelur oleh karena itu broiler menjadi unggas yang efisien untuk dibudidayakan. Istilah broiler merupakan istilah asing yang menunjukkan cara memasak ayam di negara-negara barat dan hingga kini belum ada istilah yang tepat untuk menggantikannya.

Ciri-ciri broiler mempunyai tekstur kulit dan daging yang lembut serta tulang dada merupakan tulang rawan yang fleksibel. Kondisi broiler yang baik dipengaruhi olehpembibitan, pakan, dan pemeliharaan (Ensminger, 1998).

Broiler termasuk jenis unggas yang memiliki sifat homeoterm, yaitu menjaga agar suhu tubuhnya selalu konstan meskipun berada pada temperatur lingkungan yang lebih tinggi daripada temperatur tubuhnya dengan cara radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi (North dan Bell, 1990).

Pertumbuhan ayam dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, umur, kualitas ransum, dan lingkungan. Untuk mendapatkan berat badan yang sesuai dengan yang dikehendaki pada waktu yang tepat, maka perlu diperhatikan pakan yang tepat. Kandungan energi pakan yang tepat dengan kebutuhan ayam dapat

memengaruhi konsumsi pakannya dan ayam jantan memerlukan energi yang lebih banyak daripada betina, sehingga ayam jantan mengonsumsi pakan lebih banyak (Anggorodi, 1995).

Kualitas ransum menentukan keberhasilan dalam pemeliharaan broiler. Penyusunan ransum broiler didasarkan pada kandungan energi metabolis dan protein. Pada fase starter (0--3 minggu), ransum yang digunakan harus


(25)

11 mengandung protein 23% dan energi metabolis 3200 kkal/kg. Kandungan protein ini cukup tinggi, agar bisa mendukung pertumbuhan ayam. Masa pertumbuhan broiler yang paling cepat yaitu sejak menetas sampai umur 3--4 minggu. Kandungan lain yang harus diperhatikan yaitu serat kasar sebanyak 7%, lemak 8%, kalsium 1%, dan phospor yang tersedia sekitar 0.45%. Bahan pakan yang biasa digunakan pada ransum broiler yaitu jagung kuning, dedak halus, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak kelapa (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Pada fase finisher (4--6 minggu), kondisi pertumbuhan broiler mulai menurun. Pada fase ini, protein dalam ransum diturunkan menjadi 20% sedangkan energi ransum yang digunakan 3000-3200 kkal/kg. Namun beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa pemeliharaan broiler dapat menggunakan satu jenis ransum dengan protein 22% dan energi metabolis 3000 kkal/kg sampai waktu panen. Bahan penyusun ransum pada fase starter tidak berbeda dengan bahan penyusun ransum pada fase finisher. Bentuk fisik ransum yang biasa diberikan pada broiler dapat berbentuk pellet, mash, atau crumble (Kartasudjana dan Surijatna, 2006).

Daging broiler memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, serta memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan gizi terutama protein hewani. Kandungan protein dalam daging broiler sebesar 18,20% per 100 gram daging ayam. Daging dan bahan makanan yang berasal dari daging broiler mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk kesehatan fisik, perkembangan mental, dan kecerdasan, serta memiliki kalori sebesar 404 Kkal per 100 gram daging ayam. Kandungan gizi yang cukup lengkap yang dimiliki oleh


(26)

daging ayam menyebabkan masyarakat lebih menyukai daging ayam untuk dikonsumsi. Selain itu harga daging ayam relatif lebih terjangkau bila

dibandingkan dengan harga daging yang berasal dari ternak lainnya (Anggorodi, 1995).

B. Closed House

Kandang merupakan unsur penting dalam menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan ayam karena merupakan tempat hidup ayam sejak usia awal sampai berproduksi. Dengan demikian, kandang harus memenuhi segala persyaratan yang dapat menjamin kesehatan serta pertumbuhan yang baik bagi ayam yang dipelihara. Faktor konstruksi yang dituntut untuk kandang ayam yang baik meliputi ventilasi, dinding kandang, lantai, atap kandang, dan bahan bangunan kandang (Priyatno, 2000).

Menurut Sembiring (2001), pengadaan kandang ayam pedaging dimaksudkan untuk menciptakan kenyamanan dan perlindungan bagi ternak, kemudahan dalam pemeliharaan dan kelancaraan proses produksi. Kandang memiliki dua fungsi yaitu sebagai tempat tinggal ternak dan sebagai tempat kerja bagi peternak dalam melayani kebutuhan hidup ternak. Syarat lokasi untuk kandang ayam pedaging adalah lahan yang dipakai hanya dialokasikan untuk peternakan. Kandang dan peralatan yang ada di dalamnya merupakan sarana pokok untuk terselenggaranya pemeliharaan ayam secara intensif, berdaya guna dan berhasil guna. Ayam akan terus menerus berada di dalam kandang. Oleh sebab itu, kandang harus dirancang dan ditata agar menyenangkan dan memberikan kebutuhan hidup yang sesuai bagi


(27)

13 ternak yang berada di dalamnya. Adapun beberapa jenis kandang yaitu opened house, semi closed house, dan closed house.

Closed house merupakan suatu rancangan kandang ayam yang tidak terpengaruh

lingkungan dari luar kandang atau meminimalisasi gangguan dari luar. Sistem kandang tertutup memiliki keunggulan yaitu memudahkan pengawasan, dapat diatur suhu dan kelembapannya, memiliki pengaturan cahaya, dan mempunyai ventilasi yang baik sehingga penyebaran penyakit mudah diatasi (Lacy, 2001).

Kandang tipe tertutup atau closed house dibuat dengan tujuan agar keadaan lingkungan luar seperti udara panas, hujan, angin, dan intensitas sinar matahari tidak berpengaruh banyak terhadap keadaan dalam kandang (Cobb, 2010). Closed house adalah kandang yang semua dinding kandangnya tertutup. Sistem ventilasi atau pergerakan udaranya tergantung dari sepenuhnya oleh kipas yang dipasang, sedangkan pada kandang terbuka semua dinding kandangnya terbuka. Kondisi dalam kandang sangat dipengaruhi oleh kondisi luar kandang (Santoso dan Sudaryani, 2010). Sebagian besar kandang dibuat tertutup dengan tembok, seng, atau layar, kecuali bagian ujung kandang untuk udara masuk (inlet) dan bagian ujung kandang satunya untuk tempat kipas (outlet) (Fadillah, 2006).

Closed house memiliki sistem lantai postal atau litter. Kandang dengan tipe litter adalah suatu tipe pemeliharaan unggas dengan lantai kandangnya ditutup oleh bahan penutup lantai seperti sekam, jerami padi, dan serutan kayu. Litter yang baik harus dapat memenuhi beberapa kriteria yakni memiliki daya serap yang tinggi, lembut sehingga tidak menyebabkan kerusakan dada, mempertahankan


(28)

kehangatan, menyerap panas, menyeragamkan temperatur dalam kandang (Soeparno, 2005).

Kandang litter juga memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan hasil yang memuaskan, baik kuantitas (berat badan) maupun kualitas daging, dapat menghindarkan ternak menderita lepuh dada atau pembengkakan tulang dada, memudahkan di dalam pengelolaan seperti pembersihan dan pembuangan kotoran, serta dapat menghemat tenaga kerja (Suprijatna dkk., 2005).

Adapun perlengkapan pada closed house meliputi bangunan kandang, ventilasi, kipas angin, pendingin kandang, dinding kandang, filter cahaya, inlet udara, sistem pencahayaan, sistem kendali, dan sumber tenaga listrik. Sistem ventilasi adalah sistem yang mengatur udara bersih dalam kandang dengan cara membuang kelebihan panas, uap air, dan gas berbahaya yang mungkin dihasilkan. Sistem ventilasi yang digunakan pada closed house adalah evavorating cooling dan exhaust fan (Weaver, 2001).

Evavorating cooling mengalirkan udara segar yang dibutuhkan ke dalam kandang dan exhaust fan mengeluarkan udara kotor ke luar kandang (Weaver 2001).

Fungsi ventilasi memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan ayam dengan cara sebagai berikut: pertama, menghilangkan panas yang berlebihan; kedua, menghilangkan kelebihan kelembapan; ketiga, mengurangi debu; keempat, mengurangi gas beracun seperti amonia, karbon dioksida, dan karbon monoksida; kelima, menyediakan oksigen untuk pernapasan. Sistem ventilasi pada closed house tergantung dari jenis kipas (fan) yang digunakan (Priyatno, 2000).


(29)

15 Menurut Santoso dan Sudaryani (2010), closed house dengan ventilasi dinding kandang terbuka untuk mengalirkan udara segar dari luar dan exhaust fan untuk mengeluarkan gas CO2 dan bau amonia ke luar kandang. Banyaknya exhaust fan yang digunakan tergantung dari volume bangunan kandang dan berat badan ayam dalam kandang tersebut. Sistem pendinginan atau cooling system yang diterapkan di closed house diterapkan berbeda-beda tergantung dari wilayah dan situasi iklim setempat. Sistem pendingin yang dapat kita jumpai di Indonesia dengan

menggunakan pad pendingin, media evaporative atau fogging system. Sistem ini memanfaatkan evaporasi air dari media pad atau media evaporative lainnya, sehingga udara yang melintas pada media ini akan turun suhunya.

Sistem ventilasi bertekanan dalam kandang closed house dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu tunnel ventilation system dan cooling pad system (Fadillah, 2006). Lebih lanjut Santoso dan Sudaryani (2010) menjelaskan bahwa kandang dengan ventilasi yang terkontrol seperti pada sistem closed house memiliki keuntungan yang tidak dipengaruhi lingkungan luar kandang, temperatur dan kelembapan kandang dikontrol sesuai dengan kebutuhan, kepadatan kandang meningkat serta produktivitas dan pertumbuhan ayam meningkat.

Menurut North and Bell (1990), exhaust fan berfungsi sebagai pengeluar udara busuk dari dalam kandang. Kebutuhan exhaust fan yang digunakan tergantung dari kapasitas ayam, sekat pada bangunan kandang, suhu, umur, dan berat badan ayam.


(30)

In let merupakan faktor yang memengaruhi tekanan negatif dalam kandang. In let yang tidak tepat akan berpengaruh pada titik dimana tidak ada distribusi pergantian udara. Layar in let terbuat dari bahan kedap udara. Udara segar dari luar masuk melalui in let, lalu udara panas, debu, dan gas (CO2, CH4, NH3 dan H2S) dalam kandang ditarik keluar menggunakan exhaust fan (Ansori, 2010). Menurut Weaver (2001), ukuran exhaust fan pada kandang sistem closed house yang berdiameter 120 cm (48") dan berkapasitas 30.000 m3/ kipas dengan

kemampuan memenuhi kebutuhan udara (O2) per kilogram berat badan broiler 8 m3/jam. Exhaust fan dipasang pada bagian sisi lebar kandang. Prinsip kerja exhaust fan yaitu menyedot udara dari dalam kandang agar keluar. Kemampuan exhaust fan dalam menarik udara dari dalam kandang sangat penting untuk menjaga kandang dari gas-gas berbahaya serta untuk menyediakan oksigen yang cukup.

Menurut Priyatno (2000), ventilasi merupakan jalan keluar masuknya udara sehingga udara segar dari luar dapat masuk untuk menggantikan udara yang kotor di dalam kandang. Adapun tujuan penggunaan closed house yaitu

1. untuk menyediakan udara yang sehat bagi ternak (sistem ventilasi yang baik), yaitu udara yang mengandung oksigen dan minim mengandung gas-gas berbahaya seperti karbondioksida dan amonia;

2. menyediakan iklim yang nyaman bagi ternak. Untuk menyediakan iklim yang kondusif bagi ternak dapat dilakukan dengan cara: mengeluarkan panas dari kandang yang dihasilkan dari tubuh ayam dan lingkungan luar, menurunkan suhu udara yang masuk serta mengatur kelembapan yang sesuai. Untuk menciptakan iklim yang sejuk dan nyaman, maka harus dikondisikan chilling


(31)

17 effect (angin berembus), alat yang digunakan seperti kipas angin (blower). Bila chilling effect tidak mampu mencapai iklim yang diinginkan terutama pada daerah yang terlampau panas, maka dapat digunakan cooling sistem yaitu sistem pendingin dengan mengalirkan air pada alat-alat yang berupa cooling pad dan cooling net;

3. meminimumkan tingkat stres pada ternak, dengan cara mengurangi stimulasi yaitu mengurangi kontak dengan manusia (misalnya dengan feeder dan drinker otomatis, vaksinasi dengan spray), meminimumkan cahaya dan lain-lain.

Menurut Weaver (2001), kelebihan closed house adalah untuk mengantisipasi kondisi lingkungan yang tidak menentu. Walaupun semua juga tergantung dari manajemen kandang dan anak kandang, karena sebaik-baiknya closed house jika manajemen kandang kurang optimal tetap saja hasil ternak broiler akan kurang maksimal. Berikut ini adalah keuntungan closed house sistem

a. meningkatkan kapasitas pemeliharaan; b. lebih sehat, nyaman, segar, dan tenang; c. sirkulasi udara lebih baik;

d. mendukung produktivitas maksimal; e. efisiensi tenaga kerja;

f. temperatur dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan pemeliharaan; g. faktor lingkungan tidak berperan banyak saat pemeliharaan atau dapat dikatakan tidak ada kontak dengan faktor lingkungan selama pemeliharaan. Di dalam sistem kandang tertutup ventilasi memiliki peranan yang sangat penting untuk menjaga temperatur dan kelembapan udara di dalam kandang juga kualitas udara.


(32)

Kualitas udara di closed house dapat dilihat dari kandungan oksigen,

karbondioksida, karbonmonoksida, dan amonia dengan batasan tertentu. Adapun batasan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : oksigen > 19.6%.

karbondioksida < 0.3%, karbonmonoksida < 10 ppm, amonia < 10 ppm (Weaver, 2001).

C. Litter dan Jenis Bahan Litter

Litter adalah bahan yang mempunyai kemampuan cukup baik dalam menyerap air

yang digunakan untuk mengisi alas kandang. Penggunaan litter dimaksudkan untuk memberikan alas yang nyaman untuk tempat hidup ayam. Adapun kebaikan dari sistem litter yaitu menghemat tenaga dan biaya, tatalaksana pemeliharaan lebih mudah, suhu kandang dapat lebih merata. Beberapa jenis bahan litter yang berasal dari limbah pertanian dan industri yang bisa

dipergunakan misalnya: sekam padi, serbuk gergaji, serutan kayu. Bahan-bahan tersebut hendaknya mampu memenuhi beberapa persyaratan yaitu mudah menyerap air, kondisi dan kualitas baik, kering tidak berdebu, murah dan mudah didapat, tidak lengket, tidak berjamur, tidak mengandung pestisida atau

kontaminan lain dan tidak mengandung kotoran hewan (Medion, 2009).

Manajemen litter pada usaha peternakan ayam komersial, khususnya broiler merupakan salah satu faktor penting yang harus selalu diperhatikan. Kondisi litter basah akan menghasilkan dampak negatif terhadap performa ayam dan berujung pada kerugian ekonomi. Litter basah bisa terjadi akibat litter bercampur dengan ekskreta, air minum yang tumpah atau terkena tetesan air hujan. Kondisi tersebut akan memicu timbulnya penyakit sehingga produktivitas ayam tidak optimal.


(33)

19 Oleh sebab itu, yang dibutuhkan dalam hal ini ialah bagaimana mengatur litter agar kadar airnya tetap normal (20--25%) (Medion, 2009).

Achmanu dan Muharlien (2011) menyatakan bahwa kandang yang lantainya diberi alas (litter) yang berfungsi untuk menyerap air, agar lantai kandang tidak basah oleh kotoran ayam, karena itu bahan yang digunakan untuk litter harus mempunyai sifat mudah menyerap air, tidak berdebu, dan tidak basah. Alas kandang harus cepat meresapkan air karena litter mempunyai fungsi strategis sebagai pengontrol kelembapan kandang, tidak berdebu, dan bersifat empuk sehingga kaki ayam tidak luka/memar.

Menurut Suprijatna dkk., (2005), kandang sistem litter adalah kandang yang lantainya ditutup dengan bahan organik yang partikelnya berukuran kecil. Terdapat beberapa tujuan dan manfaat penggunaan litter pada pemeliharaan broiler yaitu

1. untuk menyerap air, bisa dari tempat minum yang tumpah dan dari kotoran yang basah;

2. mengurangi kontak broiler dengan kotoran;

3. saat fase starter litter berfungsi sebagai pembatas kontak langsung dengan lantai yang suhunya terlalu dingin. Pada masa ini, suhu litter menjadi salah satu parameter penting untuk menciptakan suasana yang nyaman.

Menurut Suprijatna dkk., (2005), penggunaan litter ini setidaknya akan memberikan manfaat

1. membatasi kontak langsung kaki anak ayam dengan tanah yang suhunya relatif dingin;


(34)

2. membantu penyerapan air dari ekskreta maupun tumpahan air minum sehingga lantai kandang tidak lembab;

3. pada saat brooding, dapat membantu menjaga panas dari brooder.

Penggunaan alas kandang akan berpengaruh besar terhadap produktivitas unggas seperti pertambahan berat badan dan produksi, karena masing-masing alas kandang mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Dalam pemeliharaan unggas diperlukan ketelitian dalam memilih dan menggunakan alas kandang, agar unggas dapat berproduksi setinggi mungkin. Hasil penelitian menunjukkan alas sekam padi mempunyai kadar air 14,45%, jerami padi 6,22%, dan serutan kayu 17,21%, sedangkan pH sekam padi 6,62, pH jerami 6,36, dan pH serutan kayu 5,78 (Murtidjo, 1987).

Menurut Cahyono (2004), litter penting dalam mendukung kehidupan ayam dalam usaha peternakan, kriteria-kriteria teknis yang harus diperhatikan dalam memilih bahan litter adalah

1. bahan harus kering dengan kadar air 20--25% agar mampu menyerap kadar air dengan baik;

2. bahan tidak mudah menimbulkan debu, sebab bahan yang menimbulkan debu dapat mengganggu pernapasan ayam dan peternak;

3. bahan tidak berat;

4. mudah didapat serta murah harganya;


(35)

21 1. Sekam padi

Di Indonesia litter biasa diartikan sebagai sekam, karena sebagian peternak menggunakan sekam padi sebagai bahan litter. Namun yang perlu diketahui bahwa material litter bisa saja berasal dari bahan lain, asalkan memenuhi syarat sebagai litter yang baik diantaranya mampu menyerap air, ringan (low density), murah, mudah didapat, aman (tidak beracun), dan kontinyu keberadaannya. Oleh sebab itu, kita harus teliti dalam memilih material yang akan dijadikan sebagai bahan litter. Material selain sekam padi yang dapat dijadikan bahan litter antara lain jerami padi, serbuk gergaji, pasir, kulit kacang serta potongan kertas bekas (Wikipedia, 2009).

Sekam padi merupakan limbah hasil pertanian yaitu hasil dari penggilingan padi yang diambil bagian terluar dari butir padi. Sekam padi paling banyak digunakan untuk alas kandang karena mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : menyerap air dengan baik, bebas debu, kering, mempunyai kepadatan (density) yang baik, dan memberi kesehatan kandang. Selain itu sekam padi bersifat tidak mudah lapuk, sumber kalium, cepat menggumpal dan memadat (Reed dan McCartney, 1970).

Sekam padi ini mempunyai daya menyerap air lebih sedikit karena mempunyai kandungan air yang tinggi sekitar 16,30% dibandingkan dengan jerami padi yaitu sekitar 16,91% (Mugiyono dkk., 2004). Menurut Rasyaf (2004), sekam

merupakan bahan litter yang dapat menyerap air sehingga dapat mengatasi masalah kelembapan. Namun, sekam juga mempunyai kekurangan yaitu sebagai bahan yang ringan dan mudah menggumpal. Kondisi yang lembab atau basah akan mendorong litter menjadi busuk sehingga menjadi tempat yang sangat baik


(36)

bagi mikroorganisme penyebab penyakit dan parasit). Sekam padi yang membusuk (lembab) akan diikuti dengan suhu yang meningkat (panas) karena terjadi proses mikrobiologis dari bakteri, terbentuk CO2 dan amonia.

Penggunaan alas kandang yang tepat bukan saja dapat mengurangi angka kematian, tetapi sekaligus meningkatkan berat akhir ayam pedaging dan menurunkan konversi pakan (Tobing, 2005). Setelah proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam padi sekitar 20--30% dari berat gabah. Produksi sekam padi di Indonesia dapat mencapai 13,2 juta ton per tahun. Standar kebutuhan litter sekam padi untuk pemeliharaan broiler adalah 2,5--5,0 kg/m2 dan ketebalan litter untuk daerah tropis dianjurkan 5--8 cm (Deptan, 2011).

2. Jerami padi

Jerami padi merupakan salah satu limbah hasil pertanian yang berasal dari tanaman padi berupa batang padi yang sudah dikeringkan. Ketersediaan jerami padi ini bersifat musiman, sehingga akan melimpah pada saat musim panen. Jerami padi dapat digunakan sebagai alas kandang ( litter ) karena memiliki beberapa sifat dalam menunjang pemeliharaan broiler yaitu dapat mengurangi kemungkinan terjadinya lepuh dada sehingga broiler dapat tumbuh dengan maksimal serta pengelolaannya lebih mudah dilakukan (Rasyaf, 2004).

Jerami padi yang akan digunakan sebagai bahan litter sebaiknya dipotong-potong terlebih dahulu dengan panjang 10 cm, karena dengan ukuran tersebut dapat mempermudah penanganan. Namun kekurangan menggunakan jenis litter jerami


(37)

23 padi adalah sulit didapat karena jerami padi bersifat musiman (Mugiyono dkk., 2004).

Bahan litter yang berasal dari jerami padi memiliki daya absorpsi yang lebih baik dibandingkan dengan bahan litter lain. Bahan litter yang mempunyai daya absorpsi yang tinggi akan menyebabkan kondisi litter menjadi lebih baik. Bahan litter yang baik adalah efektif sebagai absorban, bebas kotoran dan debu, tidak mudah habis, bebas racun, murah, mudah dibersihkan. Bahan litter yang baik akan menyerap cairan ekskreta dan akan terjadi proses biologi yang merupakan proses biokimia yang dipengaruhi oleh bahan litter dan kotoran unggas (Brake dkk., 1992). Produksi jerami padi dalam satu hektar sawah setiap kali panen mampu menghasilkan sekitar 10--12 ton jerami (berat segar saat panen), meskipun bervariasi tergantung dari lokasi, jenis varietas tanaman padi, cara potong (tinggi pemotongan), dan waktu pemotongan, seperti pada varietas Sintanur dengan tinggi pemotongan 8 cm dari tanah dapat menghasilkan 8--10 ton jerami segar per hektar. Produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar 50% dari produksi gabah kering panen (Hanafi, 2008).

3. Serutan kayu

Bahan litter yang berasal dari serutan kayu mempunyai kandungan air yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan litter yang berasal dari sekam padi. Hal ini menunjukkan bahwa serutan kayu mempunyai daya serap air yang lebih baik dibandingkan dengan bahan litter yang lain. Daya serap air yaitu selisih


(38)

Selama ini limbah pengolahan kayu masih banyak menimbulkan masalah dalam penanganannya yaitu dibiarkan membusuk, ditumpuk, dan dibakar yang

kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga

penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu dengan memanfaatkannya sebagai bahan litter. Kelebihan bahan litter

menggunakan serutan kayu yaitu mudah dalam menyerap air sehingga akan meminimalisir timbulnya bibit penyakit yang diakibatkan karena lantai yang basah dan lembab (Rasyaf, 2004).

Serutan kayu yang akan digunakan sebagai litter sebaiknya dipotong-potong sepanjang 2--3 cm dengan ketebalan 5 cm sesuai dengan suhu dan kelembapan kandang, tujuannya agar serutan kayu mudah dalam penanganan serta jika potongan serutan kayu terlalu kecil akan melukai broiler, sesuai dengan suhu tempat melakukan penelitian relatif panas (Cahyono, 2004).

Serutan kayu memiliki kekurangan sebagai bahan litter yaitu dapat menimbulkan sedikit luka pada bagian dada karena serutan kayu berpartikel besar dan sedikit kasar (Hardjosworo dan Rukminasih, 2000).

Menurut Reed dan McCartney (1997), selain sekam padi dan jerami padi bahan lain yang dapat digunakan sebagai alas kandang (litter) adalah serutan kayu. Serutan kayu dapat dijadikan sebagai alas, namun serutan kayu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : menyerap air kurang baik, berdebu, kering, kepadatannya rendah dan kurang sehat sebagai alas untuk pemeliharaan broiler karena tidak baik bagi pernapasan broiler.


(39)

25 D. Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada suatu bahan, karena air dapat memengaruhi keadaan dan kondisi pada bahan. Kadar air dalam bahan litter ikut menentukan kualitas dari litter (kadar amonia litter, pH litter, dan suhu litter), kadar air yang tinggi

mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembangbiak, sehingga akan terjadi menimbulkan bau. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100% (Winarno, 1997).

Penetapan kandungan air dapat dilakukan beberapa cara, hal ini tergantung dari sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan

mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105--1100C selama 3 jam atau didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah

banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain, pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam desikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan (Winarno, 1997).


(40)

E. Kadar Amonia

Amonia adalah bahan produksi sampingan dari fermentasi asam urat dalam ekskreta ayam. Proses pembentukan amonia meningkatkan pada suhu yang tinggi dengan meningkatan pH litter dan dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya

kelembapan dalam kandang. Kadar amonia yang tinggi dalam kandang akan mengganggu kesehatan ayam yang mengarah ke masalah pernapasan dan lainnya (Ritz, 2002).

Dalam litter, asam urat yang tercampur dengan material ekskreta ayam akan mengalami proses dekomposisi (perubahan bentuk) menjadi senyawa urea dengan bantuan bakteri-bakteri lingkungan. Adanya kelembapan litter dan suhu yang relatif optimal akan membuat urea terurai menjadi gas amonia (NH3) dan gas karbondioksida (CO2). Terdapat skema pemecahan asam urat pada ekskreta menjadi amonia yaitu Ekskreta + Litter Asam Urat [CO(NH2)2] CO2 + 2NH3 + H2O (Haryadi, 1995).

Amonia adalah gas alkalin yang tidak berwarna dan mempunyai daya iritasi tinggi yang dihasilkan selama dekomposisi bahan organik oleh deaminasi. Amonia sering terakumulasi pada konsentrasi yang tinggi ketika unggas dipelihara dalam ruangan dengan panas buatan dan ventilasi yang kurang tepat. Amonia larut dalam air sehingga dapat diserap oleh partikel debu dan litter. Amonia beracun bagi sel hewan dan tanda-tanda dari keracunan amonia antara lain bersin dan ngorok (Poultry Indonesia, 2009).


(41)

27 Amonia merupakan hasil dari sisa proses pencernaan protein yang tidak

sempurna. Sisa protein yang banyak tersebut akan menyebabkan banyak unsur nitrogen (N) di dalam kotoran. Selanjutnya, sisa N tersebut oleh bakteri pengurai akan diubah menjadi amonia (NH3) atau amonium (NH4+).

Konsentrasi amonia pada tingkatan tertentu bisa menyebabkan berbagai

gangguan. Threshold limit value (ambang batas konsentrasi) amonia pada unggas sebesar 25 ppm. Tetapi beberapa ilmuan eropa merekomendasikan ambang batas konsentrasi yang jauh lebih kecil yakni 10 ppm (Zuprizal, 2009). Sebenarnya amonia ini lebih ringan dari udara, maka amonia mudah tersebar oleh sirkulasi udara. Akan tetapi, karena diproduksi di kandang, maka amonia tersebut sulit tersebar dan sangat berpengaruh terhadap ayam dalam kandang tersebut (Haryadi, 1995).

Gas amonia mempunyai daya iritasi yang tinggi, terutama pada mukosa membran pada mata dan saluran pernapasan ayam. Terlebih lagi jarak antar saluran

pernapasan ayam dengan ekskreta, sebagai sumber amonia begitu dekat (<20 cm). Tingkat kerusakan akibat amonia sangat dipengaruhi oleh konsentrasi gas ini. Konsentrasi amonia yang aman dan belum menimbulkan gangguan pada ayam ialah dibawah 20 ppm (part per million atau 1:1 juta). Di luar ambang batas aman ini akan menimbulkan kerugian pada ayam, baik berupa kerusakan membran mata dan pernapasan sampai hambatan pertumbuhan dan penurunan produksi. Selain itu, masih ada efek simultan lainnya yaitu menjadi lebih mudah terinfeksi bibit penyakit, terutama yang menginfeksi melalui saluran pernapasan, seperti ND, AI, IB, CRD. (Belgili, 2001).


(42)

Menurut Rasyaf (1995), kotoran ayam yang menumpuk, apalagi basah dan lembab merupakan sumber utama amonia. Selain itu, kadar protein tinggi pada pakan dapat meningkatkan kadar air ekskreta karena kelebihan nitrogen tubuh, maka kelebihan ini harus dibuang. Pada ayam kelebihan ini dibuang dalam bentuk asam urat melalui urin.

Menurut Pauzenga (1991), kandungan gas amonia yang tinggi dalam kotoran juga menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein berlebih dalam pakan ternak, sehingga tidak semua nitrogen diabsorbsi oleh tubuh, tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam kotoran. Beberapa cara dapat digunakan untuk mendeteksi kadar amonia di kandang diantaranya dengan memakai indikator kadar amonia, seperti kertas lakmus (kertas pengukur pH). Pengaruh kadar amonia terhadap ayam dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh kadar amonia (NH3) terhadap ayam Kadar amonia

(ppm) Reaksi ayam

15--20 aman dan merasa nyaman

25--30 iritasi mata dan saluran pernapasan >30 sakit dan gangguan produksi telur

40 nafsu makan turun

50 pertumbuhan turun sampai 7 %

50--100 pertumbuhan turun sampai 15 % Sumber : Zuprizal (2009 ).

F. Derajat Keasaman (pH Litter)

Derajat keasaman merupakan salah satu contoh fungsi keasaman. Konsentrasi ion hidrogen dapat diukur dalam larutan non-akuatik, namun perhitungannya akan menggunakan fungsi keasaman yang berbeda. Derajat keasaman superasam biasanya dihitung menggunakan fungsi keasaman Hammett. Umumnya indikator


(43)

29 sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah. Selain menggunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas suatu larutan. Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada suhu 250C ditetapkan sebagai 7,0. Larutan dengan pH kurang dari 7,0 disebut asam, dan larutan dengan pH lebih dari 7,0 dikatakan bersifat basa atau alkali (Wikipedia, 2009).

Ekskreta mempunyai kisaran pH antara 8,38--8,39 dan litter pH-nya berkisar antara 5 sampai dengan 6,5. Derajat keasaman litter dipengaruhi oleh komposisi bahan dalam litter (Weaver, 2001).

Sembiring (2001) menyatakan bahwa aktivitas mikroorganisme dapat menyebabkan perubahan pH karena substrat yang dihasilkan oleh mikrobia. Proses fermentasi bakteri akan menghasilkan asam sehingga pH dapat turun, sebaliknya sewaktu metabolisme protein dan asam amino akan dilepaskan ion amonium sehingga pH menjadi basa .

Sama seperti dengan pH suhu litter juga akan sangat terpengaruh oleh aktivitas mikroorganisme. Proses fermentasi bakteri selain menghasilkan asam juga menghasilkan panas sehingga suhu akan meningkat. Proses pertumbuhan bakteri bergantung pada reaksi kimiawi yang kecepatan reaksinya sangat tergantung dari tinggi rendahnya suhu (Weaver, 2001).

Menurut Zuprizal ( 2009 ), pH dan kadar amonia saling berhubungan, konsentrasi amonia dalam kandang terkait erat dengan banyaknya konsentrasi nitrogen dalam


(44)

kotoran, pH, dan sistem ventilasi. Konsentrasi nitrogen dalam kotoran

diakibatkan oleh banyaknya kandungan protein dalam ransum yang tidak tercerna dengan sempurna, sehingga dengan adanya konsentrasi nitrogen maka konsentrasi amonia pun meningkat karena adanya aktivitas bakteri yang mengurai nitrogen dalam kotoran ungggas menjadi gas amonia. Apabila kadar amonia tinggi maka pH pun akan meningkat, hal ini dipengaruhi oleh semakin banyaknya ekskreta yang dihasilkan oleh ayam dan aktivitas bakteri dalam mengurai nitrogen menjadi asam urat.

G. Suhu Litter

Suhu menunjukkan derajat panas suatu benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu

menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut. Suhu juga disebut temperatur (Wikipedia, 2009).

Menurut Rasyaf (2001), bahan litter berpengaruh terhadap kenyamanan ternak di dalam kandang. Hal ini karena suatu bahan litter dapat memengaruhi suhu litter dan kelembapan udara dalam kandang yang akhirnya akan memengaruhi

pertumbuhan ternak. Suhu kandang yang tidak nyaman, baik terlalu panas atau dingin akan menyebabkan gangguan kesehatan dan pertumbuhan pada anak ayam. Selain suhu lingkungan kandang, jenis litter yang digunakan juga memengaruhi


(45)

31 suhu litter, karena setiap bahan litter memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda dalam menyerap suhu.

Sama halnya dengan suhu, kelembapan juga akan berpengaruh terhadap aktivitas ayam, bahkan dapat memengaruhi kesehatan ayam. Kelembapan yang tinggi dapat diartikan kandungan air dalam bahan litter tinggi, sehingga dapat memicu bakteri pengurai asam urat yang terdapat dalam ekskreta menghasilkan gas amonia lebih banyak (Medion, 2009).

Menurut Kususiyah (1992), terdapat hubungan antara kelembapan litter dengan temperatur litter. Kelembapan litter yang tinggi akan memacu proses fermentasi yang akan meningkatkan produksi panas sehingga meningkatkan temperatur litter.


(46)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Farm, Dusun Sidorejo, Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014.

B. Bahan Penelitian

1. Ayam

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah Day Old Chick (DOC) broiler sampai dengan umur 26 hari sebanyak 270 ekor setelah lepas masa brooding dengan berat badan awal 44,10±3,58 g/ekor (koefisien keragaman 8,11%) dan berat rata-rata umur 14 hari 404,03±39,01 g/ekor (koefisien keragaman 9,65%). Penelitian ini meggunakan broiler umur (14--26 hari). Strain ayam yang

digunakan adalah Strain CP 707produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk.

2. Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis ransum yaitu ransum broiler BBR-1 (Bestfeed) produksi PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk yang diberikan saat ayam umur 1--10 hari dan HI-PRO 611 produksi PT Charoen


(47)

33 Pokphand Indonesia, Tbk yang diberikan saat ayam umur 11--26 hari. Kedua jenis ransum tersebut berbentuk crumble. Kandungan nutrisi ransum BBR-1 dan HI-PRO 611 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum BBR-1 (Bestfeed)® dan HI-PRO 611® berdasarkan analisis proksimat

Kandungan nutrisi BBR-1 (Bestfeed) ® HI-PRO 611® ---(%)---

Air 9,10 8,78

Protein 21,33 21,08

Lemak 10,58 9,69

Serat kasar 7,20 10,15

Abu 5,51 5,97

BETN 55,38 53,11

Energi Metabolis (kkal/kg) 2.775,76* 2.830,00 ** Sumber : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2014). * Hasil analisis balai riset dan standarisasi industri Bandar Lampung (2012).

** Hasil analisi Laboratorium Peternakan Politeknik Negeri Lampung (2012).

3. Air minum

Air minum yang digunakan dalam penelitian berupa air sumur bor yang diberikan secara ad libitum.

4. Litter

Litter yang digunakan pada penelitian ini berupa sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi.

5. Antibiotik, vaksin, dan vitamin

Antibiotik yang diberikan selama penelitian adalah Enteritic-C+® dan Bio-Genta®. Vaksin yang diberikan ND-V4HR®, Vaksimun AI®, Ceva IBD-L®, dan vaksin ND


(48)

Clone Vaksimun Clone®. Vitamin yang diberikan Vitacart®, B-Comp®, Amino Plus®, dan Catalist®.

C. Alat Penelitian

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain closed house; bambu untuk membuat sekat-sekat pada kandang; litter (sekam padi, serutan kayu, cacahan jerami padi); thermometer digital, 5 buah; termohigrometer, 3 buah; pH meter digital, 1 buah; hydrion amonia test, 1 kotak; baby chick feeder yang digunakan untuk ayam umur 1--14 hari, 18 buah; tempat ransum gantung (hanging feeder) yang digunakan untuk ayam umur 15--28 hari, 18 buah; tempat air minum 2 liter berbentuk tabung, 18 buah; timbangan 10 kg dengan ketelitian 50 g untuk menimbang pakan dan bobot ayam, 1 buah; timbangan 20 kg dengan ketelitian 100 g untuk menimbang pakan, 1 buah; timbangan elektrik, 1 buah; cooling pad sebagai alat pemberi udara segar ke dalam kandang ; exhaust fan sebagai alat pengeluaran udara busuk dari dalam kandang; timbangan analitik, 1 buah; oven, 1 buah; cawan petri, 36 buah; desikator, 1 buah; tang penjepit, 1 buah.

D. Rancangan Penelitian

Rancangan perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari 3 perlakuan yaitu P1 = Litter Sekam Padi

P2 = Litter Serutan Kayu P3 = Litter Jerami Padi

Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan sehingga jumlah petak


(49)

35 sebanyak 18 petak. Setiap petak berisi 15 ekor broiler (per meter persegi),

sehingga jumlah broiler yang digunakan sebanyak 270 ekor. Data yang diperoleh dianalisis ragam secara statistik pada taraf nyata 5%. Apabila hasil analisis sidik ragam ada perlakuan yang nyata pada taraf 5%, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie, 1991), kemudian diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncan. Tataletak kandang perlakuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

E. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan kandang

Penelitian ini menggunakan closed house yang di dalamnya terdapat 18 petak kandang percobaan. Setiap petak kandang berukuran 1 x 1 x 0,4 m(disetarakan 1 m2) beralaskan litter (sekam padi, jerami padi, dan serutan kayu) setebal 10 cm dan dilengkapi lampu yang berfungsi sebagai pemanas dan penerang sehingga ayam dapat makan pada malam hari. Setiap petak kandang dilengkapi dengan 1 buah tempat ransum dan tempat minum. Di dalam kandang terdapat exhaust fan dan cooling pad. Dinding kandang dilengkapi dengan terpal yang berfungsi sebagai penghalang sinar matahari dan angin. Kandang dibersihkan 1 minggu sebelum DOC datang (chick in), kemudian didesinfeksi menggunakan

desinfektan. Tahapannya meliputi :

a) membuat kandang dari bambu dengan ukuran 1 x 0,7 x 0,4 m sebanyak 18 petak;

b) mencuci lantai kandang dengan menggunakan deterjen;


(50)

d) memasang tirai kandang;

e) kandang disemprot dengan desinfektan; f) dinding, lantai dan tiang kandang dikapur;

g) setelah kandang kering, terpal dipasang diatas lantai kemudian ditaburi dengan litter (sekam padi, jerami padi, serutan kayu) dengan ketebalam yang sama pada masing-masing petak yaitu setebal 10 cm;

h) memasang alas koran di atas litter yang telah ditaburkan;

i) memasang lampu penerang pada setiap petak kandang; dan membuat area brooding dan memberi sekat untuk membagi area brooding.

2. Kegiatan penelitian

Kandang dan semua peralatan yang digunakan disucihamakan terlebih dahulu dengan desinfektan dan dilakukan pengapuran pada kandang sebelum chick in. Lantai kandang diberikan litter sekam padi setebal 10 cm dan dilapisi kertas koran di bagian atasnya. Setelah semua peralatan siap DOC dipelihara di area brooding sampai umur 14 hari. Saat ayam berumur 14 hari ditimbang secara acak 270 broiler untuk mengetahui berat awal sebelum perlakuan. Kemudian, ayam dimasukkan ke dalam petak berukuran 1 x 1 x 0,4 m yeng telah diberi alas litter sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi sesuai dengan perlakuan. Masing-masing petak perlakuan berisi 15 broiler.

Pemberian ransum dan air minum dilakukan secara ad libitum. Pemberian ransum dan sisa ransum ditimbang untuk mengetahui konsumsi ransum per hari.

Pemberian ransum dilakukan setiap pukul 07.00 dan 17.00 WIB. Pemberian air minum dan sisa air minum juga diukur untuk mengetahui konsumsi air minum per


(51)

37 hari. Air minum diberikan setiap pukul 07.00 sebanyak 2 liter dan pukul 17.00 sebanyak 3 liter.

Berat ayam ditimbang setiap 6 hari sekali pada pukul 07.00 WIB. Pencatatan suhu dan kelembapan kandang dilakukan setiap pukul 06.00, 12.00, 18.00 dan, 24.00 WIB. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembapan kandang adalah termohigrometer yang dipasang pada petak kandang.

Program vaksinasi yang dilakukan selama penelitian adalah (1) umur 1 hari vaksin ND-V4HR® secara spray; (2) umur 7 hari dilakukan vaksinasi AI dengan

Vaksimun AI® dengan cara injeksi subkutan dosis 0,2 cc/ekor; (3) melakukan vaksinasi gumboro pada umur 12 hari dengan vaksin gumboro CEVA IBD-L® secara cekok dengan dosis 0,2 cc/ekor; (4) umur 18 hari dilakukan vaksinasi ND Clone dengan vaksin Vaksimun Clone® melalui air minum yang dicampur susu skim ;(5) re-vaksinasi gumburo CEVA IBD-L® melalui air minum yang dicampur susu skim saat ayam berumur 24 hari.

Pengamatan terhadap kualitas litterbroiler pada closed house dengan alas litter yang berbeda meliputi kadar air, kadar amonia, pH litter, suhu litter. Untuk kadar air, kadar amonia, pH dan suhu litter, waktu pengambilan data dilakukan setiap 6 hari sekali pada hari ke 14, 20, dan 26. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan alat-alat, seperti termometer untuk mengetahui suhu litter, pH meter digital, hydrion amonia test untuk mengetahui kadar amonia pada litter.


(52)

F. Peubah yang Diukur

1. Kadar air litter

Pengumpulan data kadar air litter dilakukan setiap 6 hari sekali sebagai data penunjang penelitian, dengan mengambil sampel litter yang kadar air diuji di Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak, dengan cara

a. panaskan cawan petri yang bersih ke dalam oven 1050C selama 1 jam; b. dinginkan di dalam desikator selama 15 menit;

c. timbang cawan petri dan catat bobotnya (A);

d. masukkan sampel analisa ke dalam cawan petri sekitar 1 gr lalu catat bobotnya (B);

e. panaskan cawan petri berisi sampel di dalam oven 1050C selama 6 jam; f. dinginkan di dalam desikator selama 15 menit;

g. timbang cawan petri berisi sampel analisa (C); h. hitung kadar air dengan rumus seperti di bawah ini

KA = − − ( − )

( − ) X 100 %

Keterangan : KA = kadar air (%)

A = bobot cawan petri (g)

B = bobot cawan petri berisi sampel sebelum dipanaskan (g) C = bobot cawan petri berisi sampel sesudah dipanaskan (g)

i. lakukan analisis secara duplo, beri tanda 1 atau 2 pada masing-masing cawan petri, kemudian hitung rata-ratanya

Kadar air (%) = � 1+� 2


(53)

39 Keterangan :

KA1 = kadar air pada ulangan 1 (%) KA2 = kadar air pada ulangan 2 (%)

2. Kadar amonia (NH3 )

Pengumpulan data kadar amonia diukur setiap 6 hari sekali secara duplo dan pengukuran dilakukan pada beberapa titik di dalam petak dengan menggunakan Hydrion Amonia Test yang diletakkan pada ketinggian 10 cm dari litter,

Kemudian lihat angka yang tertera pada alat tersebut. Angka yang tertera akan menunjukkan jumlah kadar amonia di dalam kandang. Selama pengukuran tidak dilakukan pembalikkan alas kandang (litter).

3. Derajat Keasaman (pH) litter

Pengumpulan data pH litter dilakukan dengan menggunakan pH meter digital. Cara kerja pengukuran pH meter digital :

a. mengambil sampel analisa litter pada beberapa titik yaitu bagian kanan atas, kiri atas, tengah, kanan bawah, dan kiri bawah. Selama pengukuran, tidak dilakukan pembalikkan alas kandang (litter);

b. memasukkan sampel ke dalam gelas beker sebanyak 10 g;

c. menambahkan aquades sebanyak 200 ml ke dalam sampel, lalu diaduk hingga merata;

d. mencuci sensor dan elektroda dengan menggunakan aquades; e. menstandarisasi sensor dan elektroda dengan larutan buffer;


(54)

f. memasukkan sensor dan elektroda ke dalam larutan sampel yang telah disiapkan;

g. membaca nilai pH yang tertera pada pH meter digital.

4. Suhu litter

Pengumpulan data suhu litter dilakukan setiap 6 hari sekali dengan menggunakan termometer digital dengan cara meletakkan termometer digital ke dalam litter sampai alat termometer digital berbunyi. Selama penelitian berlangsung, litter yang digunakan tidak di bolak-balik.


(55)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

1) Perlakuan litter sekam padi, serutan kayu, dan jerami padi di closed house memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air litter, dan

memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar amonia, pH, dan suhu litter.

2) Penggunaan litter sekam padi dan jerami padi memberikan hasil yang baik terhadap kualitas litter pada pemeliharaan broiler di closed house.

B. Saran

1) Peternak yang menggunakan closed house dalam pemeliharaan broiler masih dapat menggunakan berbagai jenis bahan litter yang ekonomis dan mudah didapat.

2) Perlu adanya penelitian lanjutan dengan menggunakan berbagai jenis litter yang berbeda dari fase starter hingga finisher dengan ketebalan litter dan kepadatan kandang yang berbeda.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Achmanu dan Muharlien. 2011. Ilmu Ternak Unggas. UB Press. Malang. Andrews, L. D., and B. N. McPherson. 1993. Comparison of Different Types of

Materials for Broiler Litter. Poultry Science. University. USA. Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Cetakan ke-4. PT.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ansori. 2010. Kandang Close House. Majalah Trobos. Edisi 121 Desember 2010 tahun XI. Jakarta. Hal 2--6.

Anwar, R. 2014. Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Litter terhadap

Performa Broiler Fase Finisher di Closed House. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.

Belgili. 2001. The Poultry Informed Professional : Potential Opportunities With A Sand-Based Litter. Departement of Poultry Science Auburn University. USA.

Brake, J. D., D. R. Boyle, and T. N. Chamblee. 1992. Evaluation of The Chemical and Physical Properties of Hardwood Bark Used as a Broiler Litter Material. Poultry Science. Danville. Illinois.

Cahyono, B. 2004. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging. Cetakan ke-4. Yayasan Pustaka Nusantara. Jakarta.

Cobb. 2010. Manajemen Broiler Guide, Cobb-Vantress Inc. Siloam Springs Arkansas 72761, US. Oyster House, Severalls Lane, Colchester Essex CO4 9PD, UK, Rodovia Assis Chateaubriand, Km 10 Guapiaçu SP Brasil, Pearl Drive Ortigas Center. Pasig City Philippines.

Deptan RI Basis Data Statistik Pertanian 2011. http://www.bps.go.id/ tnmn_pgn.php [11 Agustus 2011].

Ensiminger, M. E. 1998. Poultry Science. The Interstate Printer and Publiser, inc. Danville. Illinois.


(57)

54 Pustaka. Jakarta.

Hanafi, N. D., 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Departemen Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Medan. Hardjosworo dan Rukminasih. 2000. Peningkatan Produksi Ternak Unggas.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Haryadi. 1995. Pengaruh Ammonia terhadap Kesehatan Hewan. Poultry Indonesia. Majalah Ekonomi Indonesia dan Teknologi Perunggasan Populer. GPPU. Jakarta.

Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kususiyah. 1992. Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Litter terhadap Kualitas Lingkungan Kandang dan Performans Broiler pada Kepadatan Kandang yang Berbeda. Tesis. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lacy,P. M. 2001. Broiler Management, Di dalam Bell D. Donald dan JR

Weaver, D. William, editor. Commercial chicken meat and

egg production, di dalam; Printed in the United States of America. Hal 832--833.

Medion. 2009. Blog Belajar Beternak Mandiri: Manajemen Litter pada Broiler Komersil.http://info.medion.co.id/index.php/artikel/penyakit/crdkompleks. Diakses pada tanggal 29 September 2013.

Mugiyono, M., Rosidi, dan I. Suswoyo. 2004. Manajemen Ternak Unggas. Buku Ajar. Fakultas Peternakan. Universitas Soedirman.

Murtidjo, B.A., 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta. ________. 1995. Beternak Ayam Pedaging. Edisi Revisi. Penebar Swadaya.

Jakarta.

North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4thEdition. Van Nostrand Rainhold. New York.

Pauzenga. 1991. Animal Production in the 90’s in Harmony with Nature, a Case Study in the Nederlands. Nicholasville. Kentucky.

Poultry Indonesia Online. 2007. Peran Temperatur bagi Pertumbuhan Unggas. http://www.poultryindonesia.com. Diakses pada tanggal 29 September 2013.

Priyatno MA. 2000. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Cetakan ke-3. Penebar Swadaya. Jakarta.


(58)

Rasyaf, M. 2004. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Cetakan ke-2. Penebar Swadaya. Jakarta.

________. 2001. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.

________. 1995. Pedoman Ringkas Beternak Ayam Broiler. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Reed, M. J and M. G. McCartney. 1970. Alternative Litter Materials for Poultry. www.agtie.nsw.gov.au. Diakses pada 29 November 2013.

Ritz, C. W. 2002. Litter Quality And Broiler Performance. The University of Georgia College of Agricultur and Environment Sciences. United State of America.

Santoso, H. dan T. Sudaryani. 2010. Pembesaran Ayam Pedaging Hari Per Hari di Kandang Panggung Terbuka. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sembiring, P. 2001. Diktat Penuntun Praktikum Produksi Ternak Unggas. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Setyawati, S. J. A. 2004. Pengaruh Penggunaan Berbagai Macam Bahan Litter untuk Pemeliharaan Broiler terhadap Performans dan Kaitannya dengan Status Darah. Thesis. Pascasarjana Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Malang.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Steel, R. G. D. dan J. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu

Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa B. Sumantri. PT. Gramedia. Jakarta. Sumari. 2005. A Techique of probability in document similarity comparisn in

information retrieval system. Paper. Penang: Paper Universitas Sains Malaysia. Malaysia. Hal 5--10.

Suprijatna, E. Umiyati, dan A. R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Volk, W. A. dan M. F. Wheeler. 1990. Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta. Tobing, V. 2005. Beternak Ayam Broiler Bebas Antibiotika Murah dan Bebas

Residu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-3. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


(59)

56 Weaver, J. R. W. D. 2001. Fundamentals of Ventilation, in Commercial Chicken

Meat and Egg Production. United State of America.

Wikipedia, 2009. Ensiklopedia Sekam. http://id.wikipedia.org/wiki/sekam. Diakses pada tanggal 29 September 2013.

Winarno, F. G . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(60)

(61)

58 Tabel 7. Data rata-rata kadar air (%) litter yang sudah ditransformasi (Archin)

Ulangan Perlakuan

P1 P2 P3 -----(%)

---1 31,76 33,26 25,48

2 31,53 31,81 26,35

3 31,40 32,27 28,18

4 29,27 37,40 30,40

5 24,04 31,49 28,52

6 27,69 26,92 26,99

Jumlah 175,69 193,25 165,92

Rata-rata 29,28a 32,21b 27,65a Keterangan :

P1 : litter sekam padi P2 : litter serutan kayu P3 : litter jerami padi

Y2 (535)2 286069,87

Faktor koreksi C = = = = 15892,77 p.r 3 x 6 18

JK(T) = ∑∑ yij2 C

= (31,762+33,262+...+26,992) -15892,77 =16074,54-15892,77 = 181,77 1 1

JK(P) = ∑ yi2

- C= x (175,692+193,25 2+165,922) –15892,77 6 6

= 15956,68 –15892,77= 63,90

JK(g) = JK(T) - JK(P ) = 181,77 – 63,90 = 117,87 JK(P) 63,90

KT (p) = = = 31,95 p-1 2

JK(g) 117,87

KT (g) = = = 7,86 (r-1)p 15


(62)

√ KT (g) √7,86

KK = x 100% = x 100% = 9,43% y 29,71

KT(p) 31,95

Fhit = = = 4,07 KT(g) 7,86

Keterangan:

C : faktor koreksi

JK(T) : jumlah kuadrat total KT(g) : kuadrat tengah galat JK(g) : jumlah kuadrat galat KK : koefisen keragaman KT(p) : kuadrat tengah perlakuan Fhit : F hitung

Tabel 8. Analisis ragam kadar air litterbroiler fase finisher di closed house

SK Db JK KT Fhitung F0.05 F0.01

Perlakuan 2 63,90 31,95 4,07 3,68 6,36

Galat 15 117,87 7,86

Total 17 181,77

Keterangan :

KK : koefisien keragaman JK : jumlah kuadrat SK : sumber keragaman KT : kuadrat tengah DB : derajat bebas

Tabel 9. Hasil uji lanjut Duncan untuk data kadar air litter kadar air

Duncana

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

jerami padi 6 27.6533

sekam 6 29.2817

serutan kayu 6 32.1917

Sig. .330 .092

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


(63)

60 Tabel 10. Nilai Uji Lanjut Duncan

P (2,15) 2 3

q 0,05 3,014 3,16

q 0,01 4,17 4,37

Tabel 11. Hasil perhitungan Uji Lanjut Duncan

P (2,15) 2 3

q 0,05 3,014 3,16

Rp 1,41 1,48

q 0,01 4,17 4,37

Rp 1,95 2,04

Tabel 12. Selisih dua nilai tengah yang sudah diurutkan dari nilai terbesar ke terkecil

2 1 3

32,21 29,28 27,65

3 27,65 4,56* 1,63

1 29,28 2,93*

2 32,21

Tabel 13. Kesimpulan

1 2 3

29,28a 32,21b 27,65a

Tabel 14. Data kadar amonia yang sudah ditransformasi ( � + 0,5)

Ulangan Perlakuan

1 2 3

1 5,15 5,52 5,15

2 4,84 5,86 4,49

3 5,52 5,15 5,86

4 5,52 5,15 6,15

5 5,86 5,52 7,18

6 4,49 4,49 6,81

Jumlah 31 32 36

Rataan 5,23 5,28 5,94

Keterangan :

P1 : litter sekam padi P2 : litter serutan kayu P3 : litter jerami padi


(64)

Y2 (99)2 9749,37

Faktor koreksi C = = = = 541,63 p.r 3 x 6 18

JK(T) = ∑∑ yij2 C

= (5,152+5,522+...+6,812) -541,63 = 550,93-541,63 = 9,31 1 1

JK(P) = ∑ yi2

- C= x (312+322+362) –541,63 6 6

= 543,51 – 541,63= 1,88

JK(g) = JK(T) - JK(P ) = 9,31 – 1,88 = 7,43 JK(P) 1,88

KT (p) = = = 0,94 p-1 2

JK(g) 7,43

KT (g) = = = 0,50 (r-1)p 15

√ KT (g) √0,50

KK = x 100% = x 100% = 12,82% y 5,49

KT(p) 0,94

Fhit = = = 1,90 KT(g) 0,50

Keterangan:

C : faktor koreksi

JK(T) : jumlah kuadrat total KT(g) : kuadrat tengah galat JK(g) : jumlah kuadrat galat KK : koefisen keragaman KT(p) : kuadrat tengah perlakuan Fhit : F hitung

Tabel 15. Analisis ragam kadar amonia litter broiler fase finisher di closed house

SK Db JK KT Fhitung F0.05 F0.01

Perlakuan 2 1,88 0,94 1,90 3,68 6,36

Galat 15 7,43 0,50


(65)

62 Keterangan :

KK : koefisien keragaman JK : jumlah kuadrat SK : sumber keragaman KT : kuadrat tengah DB : derajat bebas

Tabel 16. Data pH yang sudah ditransformasi ( �+ 0,5)

Ulangan Perlakuan

1 2 3

1 7,78 7,73 7,78

2 7,62 7,73 7,62

3 7,56 7,95 7,51

4 7,95 7,51 7,67

5 7,67 7,84 7,62

6 7,62 7,78 7,73

Jumlah 46 47 46

Rataan 7,70 7,76 7,65

Keterangan :

P1 : litter sekam padi P2 : litter serutan kayu P3 : litter jerami padi

Y2 (139)2 19231,1

Faktor koreksi C = = = = 1068,39 p.r 3 x 6 18

JK(T) = ∑∑ yij2 C

= (7,782+7,732+...+7,732) -1068,39 = 1068,69-1068,39 =0,29 1 1

JK(P) = ∑ yi2

- C= x (462+ 472+462) – 1068,39 6 6

= 1068,43– 1068,39= 0,03

JK(g) = JK(T) - JK(P ) = 0,29 – 0,03 = 0,26 JK(P) 0,03

KT (p) = = = 0,02 p-1 2


(66)

JK(g) 0,26

KT (g) = = = 0,02 (r-1)p 15

√ KT (g) √ 0,02

KK = x 100% = x 100% = 1,71% y 7,70

KT(p) 0,02

Fhit = = = 0,90 KT(g) 0,02

Keterangan:

C : faktor koreksi

JK(T) : jumlah kuadrat total KT(g) : kuadrat tengah galat JK(g) : jumlah kuadrat galat KK : koefisen keragaman KT(p) : kuadrat tengah perlakuan Fhit : F hitung

Tabel 17. Analisis ragam pH litterbroiler fase finisher di closed house

SK Db JK KT Fhitung F0.05 F0.01

Perlakuan 2 0,03 0,02 0,90 3,68 6,36

Galat 15 0,26 0,02

Total 17 0,29

Keterangan :

KK : koefisien keragaman JK : jumlah kuadrat SK : sumber keragaman KT : kuadrat tengah DB : derajat bebas

Berdasarkan data suhu litter pada Tabel 6, maka dilakukan perhitungan analisis ragam sebagai berikut

Y2 (568)2 323056

Faktor koreksi C = = = = 17947,55 p.r 3 x 6 18

JK(T) = ∑∑ yij2 C

= (31,672+31,122+...+31,392) -17947,55 = 17949,5-17947,55 = 1,94 1 1

JK(P) = ∑ yi2

- C= x (190,422+189,23 2+188,73 2) – 17947,55 6 6


(67)

64 = 17947,80 – 17947,55 = 0,25

JK(g) = JK(T) - JK(P ) = 1,94 – 0,25 = 1,69 JK(P) 0,25

KT (p) = = = 0,12 p-1 2

JK(g) 1,69

KT (g) = = = 0,11 (r-1)p 15

√ KT (g) √ 0,11

KK = x 100% = x 100% = 1,06% y 31,58

KT(p) 0,12

Fhit = = = 1,11 KT(g) 0,11

Keterangan:

C : faktor koreksi

JK(T) : jumlah kuadrat total KT(g) : kuadrat tengah galat JK(g) : jumlah kuadrat galat KK : koefisen keragaman KT(p) : kuadrat tengah perlakuan Fhit : F hitung

Tabel 18. Analisis ragam suhu litter broiler fase finisher di closed house SK Db JK KT Fhitung F0.05 F0.01 Perlakuan 2 0,25 0,12 1,11 3,68 6,36

Galat 15 1,69 0,11

Total 17 1,94

Keterangan :

KK : koefisien keragaman JK : jumlah kuadrat SK : sumber keragaman KT : kuadrat tengah DB : derajat bebas


(68)

Tabel 19. Rata-rata konsumsi ransum broiler fase finisher di closed house

Ulangan

Perlakuan

P1 P2 P3

---(g/ekor/hari)---

1 92,22 111,94 104,72

2 100,00 119,44 111,66

3 105,27 110,55 103,61

4 107,22 101,38 106,66

5 100,55 100,00 115,27

6 102,81 111,38 106,38

Jumlah 608,10 654,72 648,33

Rata-rata 101,35 109,12 108,06

Tabel 20. Rata-rata pertambahan berat tubuh broiler fase finisher di closed house

Ulangan

Perlakuan

P1 P2 P3

---(g/ekor/hari)---

1 77,73 82,33 79,26

2 82,63 81,73 79,72

3 75,92 85,17 83,69

4 81,67 84,04 89,37

5 81,93 83,34 79,01

6 82,59 84,58 80,11

Jumlah 482,08 501,11 491,16


(1)

P1U3 P3U5

P2U1 P1U6

P1U1 P2U2

Gambar 1. Tataletak petak kandang penelitian

Keterangan : P1 = Litter Sekam Padi P2 = Litter Serutan Kayu P3 = Litter Jerami Padi U1--U6 = Ulangan ke 1--6 P1U4 P1U5 P3U6 P2U4

P2U6 P3U2 P1U2 P3U3


(2)

68

Gambar 2. Proses vaksin semprot saat chick in


(3)

Gambar 4. Petak perlakuan saat penelitian


(4)

70

Gambar 6. Cooling pad pada kandang


(5)

Gambar 8. Pengambilan data suhu litter


(6)

72

Gambar 10. Pengambilan data pH litter