ADAT PERKAWINAN JAWA TENGAH (studi deskriptif di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Tahun 2015)

(1)

ADAT PERKAWINAN JAWA TENGAH

(Studi Deskriptif di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Tahun 2015)

(Skripsi)

Oleh Diah Triani

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRAK

ADAT PERKAWINAN JAWA TENGAH (studi deskriptif di Desa Gisting Bawah

Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Tahun 2015)

Oleh DIAH TRIANI

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis adat perkawinan Jawa Tengah masyarakat suku Jawa khususnya Yogyakarta yang ada di Desa Gisting Bawah. Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan subjek penelitian yaitu masyarakat adat Jawa yang ada di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi.

Hasil dari penelitian ini adalah sebagian masyarakat Jawa yang ada di desa ini masih melakukan pernikahan adat dengan motivasi untuk melestarikan budaya yang sudah ada. Adapun kendala dalam pelaksanaan pernikahan adat ini adalah masalah biaya, tidak mengetahui sejarahnya, waktu yang panjang dan bantuan tenaga. Meskipun demikian, masyarakat Desa Gisting khusunya para generasi mudanya akan tetap melestarikan budaya Jawa melalui perkawinan.


(3)

ADAT PERKAWINAN JAWA TENGAH

(Studi Deskriptif di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Tahun 2015)

Oleh

DIAH TRIANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 3 Desember 1993. Peneliti merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Bambang Santoso dan Ibu Sumiyati.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh peneliti, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 6 Kelapa Tujuh yang diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 10 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas di Madrasah Aliyah Negeri Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 peneliti diterima di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), kemudian pada tahun 2014 peneliti juga melaksanakan Program PPL di SMP Negeri 4 Pesisir Selatan dan KKN di Desa Marang Kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Pesisir Barat. Selanjutnya, dengan skripsi ini peneliti akan segera menamatkan pendidikannya pada jenjang S1.


(8)

MOTTO

“ilmu itu bukan yang dihafal, tetapi yang memberi manfaat”

(Imam As-Syafie)

“Dibalik setiap kegagalan, terdapat sebuah kesempatan untuk mengubah kegagalan menjadi sebuah

keberhasilan yang indah” (Diah Triani)

“Tanpa manusia, budaya tidak ada. Namun lebih

penting dari itu, tanpa budaya, manusia tidak akan ada”


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur yang mendalam dan atas Rahmat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, ku selesaikan karya ini sebagai tanda bakti dan cinta ku

kepada:

Bapak Bambang Santoso dan Ibu Sumiyati tersayang dan tercinta yang selalu memberikan do’a dalam setiap sujudmu dan dukungan untuk ku dalam setiap tetes keringat yang kalian keluarkan demi tercapainya cita-citaku. Serta semoga ini bukanlah akhir dari langkahku untuk membahagiakan bapak dan ibu. Sekali lagi aku ucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk

setiap tetes keringat yang dikucurkan untukku, tiap pelukan hangat yang selalu membuatku tenang dan tiap senyum bapak ibu yang selalu membuatku bahagia serta indah dalam

menjalankan kehidupan ini.

Teruntuk mbakku tersayang Yuli Anggraeni, mamasku tercinta Ari Subekti, mamas iparku Jugi Robestra dan keponakanku tersayang Salwa Keysharani yang senantiasa memberikan semangat lewat canda tawa kalian semua dan terima kasih atas segala motivasi yang kalian

berikan untuk kehidupan serta selalu berdo’a untuk menanti keberhasilanku.


(10)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ADAT PERKAWINAN JAWA TENGAH (studi deskriptif di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus tahun 2015)”. Skripsi ini dibuat guna memenuhi syarat sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak atas segala bantuan baik berupa pemikiran, fasilitas, motivasi dan lain-lain demi terselenggaranya penulisan skripsi ini dari awal sampai akhir terutama kepada Bapak Dr. Irawan Suntoro, M.S., selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing I dan Bapak Hermi Yanzi S.Pd., M.Pd., selaku pembimbing II sekaligus Ketua Program Studi PPKn, serta ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerja Sama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung;


(11)

3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Umum Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung; 4. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Wakil Dekan Bidang

Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung;

5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung;

6. Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd., selaku pembahas I. Juga Bapak Susilo, S.Pd.,M.Pd., selaku pembahas II terima kasih atas saran dan masukannya; 7. Ibu Yunisca Nurmalisa, S.Pd., M.Pd., Bapak M. Mona adha, S.Pd., M.Pd.,

Bapak Drs. Holilulloh, M.Si dan Bapak Tubagus Ali Rachman, S.Pd., M.Pd., Bapak Rohman, S.Pd., M.Pd., serta Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan, saran, masukan serta segala bantuan yang diberikan;

8. Kedua orang tuaku tersayang dan tercinta, bapak Bambang Santoso dan Ibu Sumiyati yang telah mendukungku dalam mewujudkan cita-cita melalui tiap sujud dan do’a bapak ibu serta secara ikhlas memberikan dukungan finansial dari tiap tetesan keringat yang bapak ibu keluarkan. Setiap senyuman, tangisan bahagia, dan pelukan bapak ibu akan selalu menjadi motivasi terbesar dalam hidupku untuk menuju kesuksesan.


(12)

Robestra yang selalu memberikan do’a dan motivasi kepadaku melalui canda tawa kalian dan keikhlasan kalian dalam menanti keberhasilanku. Serta seluruh keluarga besarku, yang selalu mendo’akanku dan selalu menanti keberhasilanku.

10.Sahabat-sahabat tersayang, terbaik, serta sahabat seperjuanganku (Amel, Niken, Viana), terima kasih yang tiada terhingga untuk kalian yang selalu ada untukku disaat aku susah, sakit, bahagia kalian selalu setia berada disampingku. Hari-hari dan perjuangan yang kita lalui bersama panas dan hujan semoga tidak berakhir hanya ditulisan ini saja. Beruntung rasanya memliki sahabat terbaik seperti kalian, terimakasih.

11.Keluarga bapak Hartono dan ibu Suwarsih yang secara ikhlas memberikan dukungan selama penelitian skripsiku ini berjalan sampai dengan selesai. Serta masyarakat Desa Gisting Bawah yang dengan ikhlas bersedia menjadi informan dalam skripsi ini.

12.Seluruh Bapak Ibu Guruku terima kasih atas segala yang telah kalian ajarkan, yang mendewasakanku dalam bertutur, berfikir dan bertindak; 13.Teman-teman seperjuangan dalam menunggu giliran bimbingan skripsi

(Deffy Arianti, Ivah, Haris, Elva, Leni, Novita, Mahmud, Rio, Tora, Randy, Evi, Dio, Wegi, Imawati, Kadek, Wayan, Dwi, Rika, Aan, Desi, Rika Emilda, Koko) terima kasih atas bantuan dan semangat yang telah kalian berikan serta selamat untuk kesuksesan kita semua. Kemudian sahabat terbaik sewaktu SMA ku (Ida, Yuli, Helti, Ade, Rido, Ardi) terima


(13)

kasih untuk semangat serta motivasinya, dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberikan masukan dan motivasi serta tempat untuk mengadu dikala gundah gulanah.

14.Teman-teman seperjuanganku di Prodi PPKn angkatan 2011 baik ganjil maupun genap. Kemudian untuk kakak tingkatku (mas niko, kak bambang, kak riris, mas feri dan kak fatur) dan adik tingkatku tersayang (Yuni, Anggun, Sri, Uci, Pita, Yanda, Rido, Putra) serta seluruh kakak tingkat dan adik tingkat, dari angkatan 2009 – 2014 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan yang kalian berikan.

15.Keluarga besar SMP Negeri 4 Pesisir Selatan, untuk para dewan guru dan siswa-siswi yang telah memberikan banyak pelajaran dan pengalaman baru untuk saya. Khususnya untuk ibu Dewi Feberwati, S.Pd selaku Kepala Sekolah terimaksih atas do’a serta motivasi untukku dan ibu Nurul Khamidah, S.Pd selaku guru serta mbak angkatku yang selalu memberikan dukungan, semangat dan do’a dalam penyelesaian skripsi ini.

16.Keluarga baruku selama KKN-PPL Terintegrasi UNILA Tahun 2014 Desa Marang Kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Pesisir Barat, keluarga besar Bapak Ahmad Yani dan keluarga besar yuk Des, serta sahabat baruku (Ida, Oktri, Muji, Dona, Ima, Vian, Taufik, Dika, Yoga) terimaksih atas motivasi serta dukungan salam penyelesaian skripsi ini dan terima kasih telah menjadi keluarga baru untukku.


(14)

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, April 2015 Penulis

Diah Triani NPM 1113032009


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan penelitian ... 9

E. Kegunaan Penelitian ... 10

1. Kegunaan Secara Teoritis ... 10

2. Kegunaan Secara Praktis ... 10

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

1. Ruang Lingkup Objek ... 11

2. Ruang Lingkup Subjek ... 11

3. Ruang Lingkup Ilmu... 11

4. Ruang Lingkup Wilayah... 11

5. Ruang Lingkup Waktu ... 11

G. Definisi Istilah ... 12

1. Perkawinan ... 12

2. Adat Perkawinan Jawa Tengah ... 12

3. Tata Cara Pelaksanaan Adat Jawa Tengah ... 12

4. Masyarakat Jawa Tengah ... 12

5. Motivasi ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori ... 14


(16)

2. Syarat Syahnya Perkawinan Menurut Undang-undang ... 17

3. Pengertian Masyarakat Jawa ... 19

4. Adat Perkawinan Jawa Tengah ... 22

5. Pengertian Motivasi ... 38

6. Pengertian Pelestarian Budaya ... 41

B. Kajian Penelitian Yang Relevan ... 44

C. Kerangka Pikir ... 45

III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 48

B. Lokasi Penelitian ... 48

C. Data dan Sumber Data ... 49

D. Teknik Pengumpulan Data ... 50

1. Teknik Wawancara ... 51

2. Teknik Observasi ... 51

3. Teknik Dokumentasi ... 52

E. Uji Kredibilitas ... 53

1. Memperpanjang Waktu Pengamatan ... 53

2. Triangulasi ... 53

3. Diskusi Teman Sejawat ... 54

F. Teknik Analisis Data ... 55

G. Langkah-Langkah Penelitian ... 57

1. Persiapan Pengajuan Judul ... 57

2. Penelitian Pendahuluan ... 58

3. Pengajuan Rencana Penelitian ... 59

4. Pelaksanaan Penelitian ... 60

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 62

1. Sejarah Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus ... 62

2. Potensi dan Sumber Daya Manusia ... 65

B. Paparan Data Penelitian ... 66

1. Tata Upacara Adat Perkawinan Jawa Tengah ... 66

a. Hasil Wawancara ... 67

b. Hasil Dokumentasi ... 76

2. Motivasi ... 78

a. Hasil Wawancara ... 78

3. Kendala ... 81

a. Hasil Wawancara ... 82

C. Temuan Penelitian ... 84

a. Tata Upacara Adat Perkawinan Jawa Tengah ... 84

b. Motivasi ... 86

c. Kendala ... 87

D. Pembahasan ... 88

a. Tata Upacara Adat Perkawinan Jawa Tengah ... 88

b. Motivasi ... 92


(17)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 96 B. Saran... 98

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1 Jumlah Masyarakat Jawa Tengah yang Melaksanakan Tata Upacara Adat Perkawinan Yogyakarta di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Sejak Tahun

2011-2015 ... 4 Tabel 3.1 Data dan Sumber Data ... 50 Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 52 Tabel 4.1 Jumlah Masyarakat Desa Giting Bawah Berdasarkan

Tingkat Pendidikan Tahun 2015 ... 65 Tabel 4.2 Jumlah Etnis Masyarakat Desa Gisting Bawah Tahun 2015 .... 66


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir ... 47 Gambar 3.1 Triangulasi Menurut Denzin... 54 Gambar 3.2 Teknik Analisis Data Menurut Milles dan Huberman... 55 Gambar 4.1 Bagan Temuan Penelitian Tata Cara Adat

Perkawinan... 85 Gambar 4.2 Bagan Temuan Penelitian Motivasi Masyarakat... 87 Gambar 4.3 Bagan Temuan Penelitian Kendala Masyarakat ... 88


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Keterangan dari PD 1 FKIP Unila ... 100

2. Surat Izin Penelitian Pendahuluan ... 101

3. Surat Pemberian Izin Pendahuluan ... 102

4. Lembar Persetujuan Proposal ... 103

5. Surat Telah Melaksanakan Seminar Proposal ... 104

6. Lembar Persetujuan Seminar Hasil ... 105

7. Surat Telah Melaksanakan Seminar Hasil ... 106

8. Surat Izin Penelitian ... 107

9. Surat Telah Melaksanakan Penelitian... 108

10.Kisi-kisi Pedoman Dokumentasi ... 109

11.Soal Wawancara ... 110

12.Rekapitulasi Wawancara ... 112


(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Indonesia merupakan negara yang kaya akan adat, suku, dan budaya yang sampai saat ini masih dijunjung tinggi serta dilestarikan oleh penduduk asli dari setiap daerah yang ada di Indonesia. Suku bangsa yang mendiami setiap pulau-pulau yang berada di Indonesia sangat beraneka ragam serta dengan kebudayaan yang beraneka ragam pula seperti budaya yang berada di pulau Sumatera, pulau Jawa, pulau Kalimantan, pulau Sulawesi dan pulau-pulau yang lainnya. Kebudayaan yang mereka pakai merupakan kebudayaan hasil warisan oleh para tokoh adat dari setiap suku. Sebagai hasil dari generasi ke generasi secara turun temurun.

Salah satu suku besar yang ada di Indonesia adalah suku Jawa. Suku Jawa mendiami hampir disetiap pulau di wilayah Indonesia. Pulau Jawa yang terdiri dari masyarakat adat Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Masyarakat adat Jawa merupakan masyarakat yang kaya akan kebudayaan dan masih melestarikan secara generasi ke generasi. Kebudayaan yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat adat


(22)

Jawa yang berdiam di luar pulau Jawa adalah kebudayaan upacara perkawinan adat.

Menurut Ali Imron (2005: 1) Perkawinan merupakan salah satu syarat seseorang untuk diterima dan diperlukan sebagai anggota penuh dari kelompok sosial yang melakukan perkawinan. Jadi, peristiwa perkawinan tidak hanya mengesahkan hubungan laki-laki dan perempuan yang menikah, tetapi juga mengkukuhkan kehadiran lembaga sosial terkecil dan mendasarkan yang baru dalam lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sosial.

Perkawinan adat, khususnya perkawinan adat Jawa Tengah merupakan tradisi turun temurun. Namun, perkawinan adat disetiap bagian pulau Jawa berbeda-beda tata cara dan pelaksanaanya. Perkawinan adat Jawa Tengah berbeda dengan perkawinan adat Jawa Barat dan Jawa Timur, banyak hal atau tahapan-tahapan yang harus dipersiapkan sebelum memasuki perkawinan dengan menggunakan adat Jawa Tengah. Di daerah Jawa Tengah sendiri dalam melaksanakan upacara adat perkawinan pun pada setiap daerahnya juga berbeda-beda. Contohnya saja tata upacara adat perkawinan yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta berbeda dengan yang ada di daerah Surakarta atau Solo.

Pelaksanaan upacara perkawinan dengan menggunakan adat ini merupakan salah satu cara atau bentuk nyata dalam melesatarikan budaya Negara Indonesia yang sangat banyak dan beragam khususnya budaya tata cara perkawinan adat dari daerah Jawa Tengah. Terdapat kaitan antara


(23)

3

topik penelitian ini yaitu pelestarian budaya dalam bentuk tata cara perkawinan adat dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan sendiri, secara proses mentransfernya yang paling efektif dengan cara pendidikan. Keduanya sangat erat sekali hubungannya karena saling melengkapi dan mendukung antara satu sama lainya.

Tujuan pendidikan pun adalah melestarikan dan selalu meningkatkan kebudayaan itu sendiri, dengan adanya pendidikanlah kita bisa mentrasfer kebudayaan itu sendiri dari generasi ke generasi selanjutnya. Dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pelestarian budaya menjadi salah satu materi penting yang harus diajarkan kepada peserta didik. Karena merupakan pengamalan nilai sosial dan budaya dalam bentuk pelestarian adat istiadat khususnya adat perkawinan masyarakat Yogyakarta. Rangkaian pelaksanaan upacara adat perkawinan mengandung makna tersendiri dalam setiap tahapannya. Dari setiap makna yang terkandung dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan masyarakat Yogyakarta itulah yang harus diajarkan kepada peserta didik untuk selalu melestarikan budaya indonesia yang sangat beragam macamnya sebagai bagian dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam kajian hukum dan kemasyarakatan yang membahas mengenai adat istiadat serta pelestarian sosial dan budaya.

Masyarakat yang berada di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus merupakan mayoritas masyarakat adat Jawa


(24)

khususnya Jawa Tengah yang sebagian besar masyarakatnya masih melastarikan perkawinan dengan menggunakan adat Jawa Tengah. Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan Jawa Tengah ini, masyarakat Desa Gisting Bawah tetap melakukan ritual adat sesuai dengan tata cara yang berlaku di daerah asalnya Jawa Tengah. Kebanyakan dari masyarakat suku Jawa Tengah yang berada di Desa Gisting Bawah merupakan warga pendatang atau imigran dari daerah Yogyakarta (Jawa Tengah).

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan peneliti maka didapatkan data sebagai berikut :

Tabel 1.1 Jumlah masyarakat Jawa Tengah yang melaksanakan tata upacara adat perkawinan Yogyakarta di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Sejak Tahun 2011-2014

No. Dusun Jumlah Pasangan Pengantin Jumlah 2011 2012 2013 2014

1. I - 1 1 3 5

2. II 1 - - 3 4

3. III 1 1 - 2 4

4. IV 2 - 1 2 5

Jumlah 4 2 2 10 18

Sumber: Dokumentasi Desa Gisting Bawah periode 2011-2014

Tabel 1.1 menjelaskan, jumlah kepala keluarga yang melakukan tata cara adat perkawinan Jawa Tengah dengan lengkap pada kurun waktu 4 tahun ini atur pada tahun 2011-2014 di empat dusun yang berada di desa Gisting Bawah terdapat 18 pasangan pengantin muda. Dusun I pada tahun 2011-2014 pasangan pengantin muda yang melaksanakan perkawinan dengan menggunakan adat Jawa Tengah tedapat 5 pasangan pengantin. Dusun II terdapat 4 pasangan pengantin muda yang melangsungkan perkawinan


(25)

5

dengan menggunakan adat Jawa Tengah pada tahun 2011-2014. Dusun III pada tahun 2011-2014 terdapat 4 pasangan pengantin muda yang menikah dengan menggunakan adat perkawinan Jawa Tengah dengan lengkap. Sedangkan pada dusun IV pada tahun 2011-2014 terdapat 5 pasangan pengantin muda yang menjalankan prosesi pernikahan dengan menggukan adat perkawinan Jawa Tengah secara lengkap.

Upacara perkawinan adat Jawa Tengah melambangkan pertemuan antara pengantin wanita yang cantik dan pengantin pria yang gagah dalam suatu suasana yang khusus dan khitmat sehingga pria dan wanita itu terlihat seperti raja dan ratu sehari. Adat perkawinan Jawa Tengah yang dilakukan secara lengkap, mempunyai 5 tahapan yang harus dilakukan sebelum menuju puncak dari perkawinan menggunakan adat ini.

Tata cara perkawinan adat Jawa Tengah ini khususnya masyarakat Yogyakarta dimulai dari Babak I (tahap pembicaraan), dimana tahap ini merupakan tahap pembicaraan antara pihak pria kepada pihak wanita. Mulai dari pembicaraan pertama sampai tingkat melamar dan menentukan hari acara. Babak II (tahap kesaksian), babak ini merupakan tahap pembicaraan yang disaksikan oleh pihak ketiga yaitu kerabat dekat, keluarga besar atau para sesepuh dikanan-kiri tempat tinggalnya, melalui rangkaian-rangkaian acara lain didalamnya. Babak III (tahap siaga), pada tahap ini yang akan punya hajat akan mengundang para tetangga dan sanak saudara serta para sesepuh untuk membentuk panitia guna melaksanakan persiapan-persiapan acara pernikahan baik sebeum maupun


(26)

sesudah hajatan. Babak IV (tahap rangkaian upacara), yaitu pada tahap ini bertujuan untuk menunjukan dan menciptakan bahwa hajatan akan segera tiba, baik dari pemasangan tarub dan rangkaian upacara adat lainnya pada tahap ini. Babak V (tahap puncak acara), pada babak ini merupakan tahap puncak dari rangkaian adat perkawinan Jawa Tengah yang dimulai dari Ijab Qobul sampai tahap upacara panggih.

Setelah rangkaian upacara adat ini dilakukan secara lengkap artinya masyarakat sudah melestarikan salah satu budaya yang ada pada masyarakat Jawa Tengah khususnya Yogyakarta. Melalui 5 babak atau tahap upacara adat ini. Perkawinan dengan menggunakan adat Jawa Tengah terlihat rumit dan membutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang cukup banyak.

Terdapat keunikan pada masyarakat Yogyakarta yang ada di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Meskipun masyarakat yang berdomisili di Desa Gisting Bawah bukan hanya masyarakat Yogyakarta, tetapi sebagian dari masyarakat Yogyakarat masih melestarikan budaya yang telah dilakukan secara turun menurun salah satunya yaitu perkawinan dengan menggunakan adat. Selain itu, meski di Desa Gisting Bawah terdapat akulturasi adat dan budaya namun masyarakat dapat hidup rukun dan saling menghargai setiap adat budaya yang ada. Mereka pun masih terus melestarikan budaya-budaya yang mereka miliki.


(27)

7

Kemudian, menurut penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan salah satu ahli tata rias pengantin senior ibu Sri Rahayu terdapat keunikan lainnya yaitu mereka melakukan modifikasi dalam segi tata rias dan dekorasi tempat pelaksanaan acara perkawinan adat tersebut. Modifikasi tersebut dilakukan atas perminataan calon pengantin yang akan melaksanan perkawinan menggunakan adat Jawa tengah. Misalnya, dikarenakan calon pengantin tersebut lahir dan besar di Lampung maka pada saat perkawinan dengan menggunakan adat Jawa tengah tersebut calon pengantin menginginkan ada sentuhan dari daerah Lampung itu sendiri. Akan tetapi semua itu dilakukan tanpa sedikit pun mengurangi atau merubah adat perkawinan Jawa Tengah yang sudah ada.

Terdapat banyak hal atau alasan yang menyebabkan pasangan pengantin lainnya yang menikah tidak menggunakan adat perkawinan Jawa Tengah. Sebagai contoh, tingkat perekonomian keluarga yang rendah dapat dilihat dari pendapatan dan pengeluaran biaya sehari-hari. Apabila suatu keluarga ingin melaksanakan adat perkawinan Jawa Tengah secara lengkap 5 tahapan tersebut, maka pihak keluarga harus menyiapkan biaya yang cukup besar untuk acara adat perkawinan ini. Waktu yang terbatas juga menjadi alasan pasangan pengantin muda untuk tidak malakukan acara adat perkawinan Jawa Tengah ini. Mengingat sebelum masuk pada acara puncak pernikahan, pasangan muda yang ingin menggunakan adat perkawinan Jawa Tengah harus melaksanakan tahapan-tahapan sebelumnya yang cukup banyak dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Ada juga pasangan pengantin muda yang memang tidak mengerti


(28)

dan paham tata cara adat perkawinan Jawa Tengah, serta masih banyak lagi alasan-alasan pasangan pengantin muda yang ada di desa ini untuk tidak melaksanakan perkawinan dengan menggunakan adat.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba memaparkan permasalahn tersebut dalam suatu penelitian yang berjudul “Adat Perkawinan Jawa Tengah (studi Deskkriptif di Desa Gisting Bawah

Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus)” Tahun 2015.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini berfokus pada adat perkawinan Jawa Tengah di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Adapun sub fokus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tata cara pelaksanaan upacara adat perkawinan Jawa Tengah khususnya adat perkawinan masyarakat Yogyakarta yang ada di Desa Gisting Bawah.

2. Motivasi anggota masyarakat Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus untuk melaksanakan adat perkawinan Jawa Tengah.

3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam melestarikan adat perkawinan Jawa Tengah di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.


(29)

9

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah pelaksanaan upacara adat perkawinan Jawa Tengah di Desa Gisting Bawah, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus”. Secara khusus, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah tata cara pelaksanaan adat perkawinan Jawa Tengah khususnya adat perkawinan masyarakat Yogyakarta yang ada di Desa Gisting Bawah?

2. Apakah yang menjadi motivasi anggota masyarakat Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus untuk melaksanakan adat perkawinan Jawa Tengah?

3. Apakah kendala-kendala yang dihadapi anggota masyarakat Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus untuk melestarikan adat perkawinan Jawa Tengah?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan tata cara pelaksanaan upacara adat perkawinan Jawa Tengah di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

2. Untuk menjelaskan motivasi anggota masyarakat Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus untuk melaksanakan adat perkawinan Jawa Tengah.


(30)

3. Untuk mendeskripsikan kendala-kendala yang dihadapi anggota masyarakat Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus untuk melestarikan adat perkawinan Jawa Tengah.

E. Kegunaan Penelitian 1. Secara teoritis

Penelitian tentang adat perkawinan Jawa Tengah di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus akan menambah pengetahuan masyarakat melalui konsep ilmu pendidikan khususnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan secara teoritik, dalam kajian hukum dan kemasyarakatan yang membahas tentang adat istiadat.

2. Secara praktis

a. Sebagai informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya melaksanakan acara adat perkawinan Jawa Tengah di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

b. Sebagai informasi kepada generasi muda untuk lebih mngetahui salah satu adat perkawinan Jawa Tengah.

c. Sebagai calon guru, penelitian ini berguna sebagai suplemen bahan ajar pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang membahas tentang pluralisme Indonesia.


(31)

11

F. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Objek

Ruang lingkup objek penelitian ini mengenai tata cara pelaksanaan upacara adat perkawinan Jawa Tengah di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus yang difokuskan pada tata cara perkawinan adat Yogyakarta.

2. Ruang Lingkup Subjek

Subjek penelitian ini adalah tokoh agama, tokoh adat masyarakat Jawa Tengah di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

3. Ruang Lingkup Ilmu

Penelitian ini termasuk ruang lingkup pendidikan, khususnya Pendidikan Kewarganegaraan dalam wilayah kajian hukum karena mengkaji adat istiadat dan upacara adat pada masyarakat Indonesia. 4. Ruang Lingkup Wilayah

Wilayah penelitian ini adalah Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupateng Tanggamus.

5. Ruang Lingkup Waktu

Waktu penelitian ini adalah sesuai dengan surat izin Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung tanggal 13 Oktober 2014 sampai dengan selesai.


(32)

G. Definisi Istilah 1. Perkawinan

Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa untuk membentuk keluarga yang bahagia. Perkawinan juga dapat diartikan membentuk rumah tangga dalam masyarakat masing-masing suku bangsa berarti juga membentuk perbedaan dan persamaannya antar adat yang satu dengan adat yang lainnya.

2. Adat Perkawinan Jawa Tengah

Adat perkawinan adalah aturan-aturan, atau tata cara pelaksanaan upacara perkawinan yang berlaku di masyarakat setempat. Upacara adat perkawinan Jawa tengah melambangkan pertemuan antara pengantin wanita yang cantik dan pengantin pria yang gagah dalam suatu suasana yang khusus sehingga pengantin pria dan wanita seperti menjadi raja dan ratu sehari.

3. Tata Cara Pelaksanaan Adat Jawa Tengah

Adat perkawinan Jawa Tengah yang dilakukan secara lengkap, mempunyai 5 tahapan yang harus dilakukan sebelum menuju puncak dari perkawinan menggunakan adat ini. Babak I (tahap pembicaraan), Babak II (tahap kesaksian), Babak III (tahap siaga), Babak IV (tahap persiapan upacara), Babak V (tahap puncak acara).

4. Masyarakat Jawa Tengah

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang memiliki ciri-ciri berbeda dan saling berinteraksi satu sama lain dan terikat dengan suatu


(33)

13

kebudayaan yang dianggap sama. Masyarakat Jawa sering juga disebut dengan masyarakat adat Jawa. Masyarakat Jawa juga erat dengan kebudayaan yang diwariskan oleh leluhurnya secara turun temurun yang meliputi daerah kebudayaan Jawa Yang sangat luas.

5. Motivasi

Motivasi adalah dorongan atau rangsangan yang diberikan oleh seseorang dengan maksud agar orang lain mengikuti apa yang dimotivasikan dengan menggunakan rasional. Dalam hal ini, dapat dilihat seberapa besar dorongan anggota masyarakat Desa Gisting Bawah dalam melaksanakan adat perkawinan Jawa Tengah secara lengkap.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pengertian Perkawinan

Manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lainnya, begitu juga pada setiap manusia yang berlainan jenis kelamin saling membutuhkan untuk dijadikan teman hidupnya, dengan diwujudkan dalam bentuk suatu ikatan perkawinan. Perkawinan dalam arti ini membentuk rumah tangga dalam masyarakat masing-masing suku bangsa berarti juga membentuk perbedaan dan persamaannya antara adat yang satu dengan adat yang lainnya.

Menurut UU No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isrti dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dari penjelasan diatas, perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa untuk membentuk keluarga yang bahagia.

R. Srisupadmi Murtiadji dan R. Suwardanidjaja berpendapat mengenai arti perkawinan :


(35)

15

Perkawinan merupakan suatu peristiwa besar dan penting dalam sejarah kehidupan seseorang. Oleh sebab itu, perkawinan dirayakan dengan serangkaian upacara yang mengandung nilai budaya luhur dan suci. Tidak segan-segan orang mencurahkan segenap tenaga, mengorbankan banyak waktu, dan mengeluarkan biaya besar untuk menyelenggarakan upacara meriah ini.”

(Murtiadji dan R. Suwardanidjaja, 2012: 6).

Menurut penjelasan diatas, perkawinan adalah sebuah rangkaian upacara yang mengandung nilai budaya luhur dan suci yang merupakan suatu peristiwa besar dan penting dalam kehidupan sesorang.

Menurut Soerojo (1995: 122), Perkawinan itu bukan hanya merupakan peristiwa penting bagi mereka yang masih hidup saja, tetapi juga merupakan peristiwa yang sangat berarti bagi mereka yang telah mati yakni arwah-arwah para leluhur kedua belah pihak serta juga mendapatkan perhatian dari seluruh keluarganya dengan mengharapkan agar mempelai berdua mendapat restu sehingga mereka ini setelah menikah selanjutnya dapet hidup rukun bahagia sebagai suami istri.

Berdasarkan pendapat diatas, Perkawinan merupakan penyatuan dua jiwa menjadi sebuah keluarga melalui perjanjian atau akad dari kedua belah pihak keluarga.

Susunan kekerabatan masyarakat di Indonesia berbeda-beda, diantaranya ada yang bersifat patrilinial, matrilinial parental dan campuran. Maka bentuk-bentuk perkawinan yang berlaku pun berbeda pula. Bentuk-bentuk perkawinan yang ada di Indonesia antara lain yaitu :


(36)

a. Perkawinan jujur

Perkawinan jujur adalah perkawinan dengan pemberian (pembayaran) uang (barang) jujur, pada umumnya berlaku dilingkungan masyarakat hukum adat yang mempertahankan garis keturunan bapak.

b. Perkawinan semanda

Perkawinan semanda pada umumnya berlaku dilingkungan masyarakat adat yang matrilinial, dalamperkawinan semanda calon mempelai pria dan kerabatnya tidak melakukan pemberian uang jujur kepada pihak wanita.

c. Perkawinan bebas (mandiri)

Bentuk perkawinan bebas pada umumnya berlaku dilingkungan masyarakat adat yang bersifat parental (keorang-tuaan).

d. Perkawinan campuran

Perkawinan campuran dalam arti hukum adat adalah perkawinan yang terjadi di antara suami dan istri yang berbeda suku bangsa, adat budaya danatau berbeda agama yang dianut. Undang-undang perkawinan nasional tidak mengatur hal demikian, yang hanya diatur adalah perkawinan antara suami dan istri yang berbeda kewarganegaraan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 67 UU No. 1 tahun 1974.

Menurut Pasal 8 Undang-undang No.1 Tahun 1974 dua orang dilarang melakukan perkawinan apabila :


(37)

17

a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas;

b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;

c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;

d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;

e. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;

f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

2. Syarat Syahnya Perkawinan Menurut Undang-undang

Syarat perkawinan menurut peraturan perundang-undangan pada pasal 6 Undang-undang No.1 tahun 1974 disebutkan :

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan ke dua calon mempelai.

2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua.

3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin


(38)

dimaksud ayat (2) Pasal ini cuku diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4. Dalam hal ke dua orang tua yang telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka diperoleh wali, orang yang memelihara atau keluarga yang menpunyai hubunga darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan mampu menyatakan kehendaknya.

5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang tersebut atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melaksanakan pernikahan atau permintaan orang tersebut dapa memberi izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tesebut.

Pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 manyatakan :

1. Perkawinan hanya dapat diizinkan jika pihak pria sudah mancapai umur 19 tahun dan pihak perempuan adalah mencapai umur 16 tahun.

2. Dalam hal penyimpangan pada ayat 1 tersebut dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak maupun pihak wanita.


(39)

19

3. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua tersebut berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut tanpa mengurangi apa yang dimaksud Undang-undang ini.

3. Pengertian Masyarakat Jawa

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi (koentjaraningrat 2006: 144).

Menurut J.L Gillin dan J.P Gillin dalam buku Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan yang diterjemahkan oleh (Abdul Sani, 2002: 32), menyatakan bahwa “masyarakat merupakan kelompok yang tersebar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan yang sama”.

Berdasarkan penjelasan di atas, masyarakat yang terdiri dari berbagai macam individu tentunya mempunyai ciri-ciri yang berbeda. Itulah yang membedakan masyarakat satu dengan yang lainnya, mulai dari perbedaan kebiasaan, adat istiadat, agama bahkan dari ciri-ciri biologis yang dimilikinya.

Menurut Soerjono Soekanto (2004: 24) “Masyarakat adalah suatu kebiasaan data tata cara dari wewenang dan kerja sebagai kelompok dan golongan dari pengawasan tingkah laku serta kebiasaan manusia. Keseluruhan selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan selalu berubah”.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang memiliki ciri-ciri berbeda dan saling berinteraksi satu


(40)

sama lain dan dapat menghasilkan ikatan yang kuat akibat adanya latar belakang masyarakat yang sama.

Menurut Selo Sumardjan, (1982: 24) “masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan”. Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terkait oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, dengan adanya hidup bersama maka akan timbul sistem komunikasi dan timbul peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dan kelompok tersebut.

Unsur-unsur suatu masyarakat :

a. Harus ada perkumpulan manusia dan harus banyak.

b. Telah bertempat tinggal dalam waktu lama disuatu daerah tertentu. c. Adanya aturan atau undang-undang yang mengatur masyarakat

untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

Salah satu masyarakat yang memiliki ikatan yang kuat adalah masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa sering juga disebut dengan masyarakat adat Jawa. Masyarakat Adat merupakan istilah umum yang dipakai di Indonesia untuk merujuk pada jenis masyarakat asli yang ada didalam negara bangsa Indonesia. Dalam ilmu hukum dan teori secara formal dikenal masayarakat Hukum Adat.

Masyarakat Jawa juga erat dengan kebudayaan yang diwariskan oleh leluhurnya secara turun-temurun yang meliputi daerah kebudayaan


(41)

21

Jawa yang sangat luas. Daerah-daerah yang secara kolektif disebut dengan kejawen. Sebelum ada perubahan status wilayah seperti saat ini daera Jawa meliputi Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang dan Kediri. Daerah di luar tersebut dinamakan daerah Pesisir dan Ujung Timur.

Agama yang dianut masyarakat Jawa mayoritas adalah agama Islam, kemudian Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha. Ada pula masyarakat Jawa yang disebut dengan Islam santri dan Islam Kejawen. Orang Islam santri adalah mereka yang secara patuh dan teratur menjalankan ajaran agama islam sedangkan masyarakat Islam kejawen biasanya tidak menjalankan shalat, puasa dan tidak bercita-cita naik haji, tetapi mereka mengikuti keimanan Islam.

Sistem keturunan atau kekerabatan yang terdapat pada masyarakat Jawa adalah prinsip bilateral. Sistem kekerabatan ini ialah sistem klasifikasi menurut angkatan-angkatan. Semua kakak laki-laki atau perempuan dari ayah dan ibu, beserta istri dan suami mereka masing-masing diklasisifikasikan menjadi satu yaitu dengan istilah uwa atau siwa. Sedangkan adik-adik dari ayah dan ibu yang berbeda jenis kelamin, yaitu paman bagi adik laki-laki dan bibi bagi adik perempuan.

Dalam hal tertentu, masyarakat Jawa juga mengenal adanya sistem patrilineal. Misalnya saja dalam peristiwa perkawinan, dimana menurut adat untuk syahnya seorang perempuan menjadi istri seorang


(42)

laki-laki harus ditunjuk wali yang biasanya dilakukan oleh ayahnya. Apabila ayahnya telah meninggal, maka sebagai penggantinya harus salah seorang anak laki-lakinya yang tertua, bila ini tidak ada, boleh dilakukan oleh saudara laki-laki ayahnya. Dalam peristiwa semacam ini, mereka yang mewakili ayah itu disebut pancer wali. Dengan demikian, pancer wali ini harus seorang laki-laki dari kerabat ayah(suami).

Masyarakat Jawa atau suku bangsa Jawa adalah mereka yang tinggal di bagian selatan dan timur Pulau Jawa atau mereka yang menggunakan bahsa ibu dengan bahasa Jawa.

(Koentjaraningrat, 1984; Magnis Suseno, 1981).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disilmpulkan bahwa masyarakat Jawa adalah, mereka yang tinggal di pulau Jawa dan menggunakan bahasa Jawa dalam berinteraksi dengan masyarakat Jawa lainnya.

4. Adat Perkawinan Jawa Tengah

Manusia diciptakan berpasangan-pasangan dengan harapan mampu hidup berdampingan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Dalam hal ini manusia merasa saling membutuhkan satu sama linnya secara akrab dan erat. Salah satu cara yang dipakai untuk melambangkan bersatunya dua insan yang berlainan jenis kelamin dalam ikatan yang sah di mata hukum dan agama adalah melalui perkawinan atau pernikahan.


(43)

23

Menurut Hukum Adat, perkawinan bisa merupakan urusan kerabat, keluarga, persekutuan, martabat, bisa juga merupakan urusan pribadi, bergantung pada tat susunan masyarakat yang bersangkutan.

Adat perkawinan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara pelamaran, upacara perkawinan dan putusnya perkawinan di Indonesia.

(Hilman Hadikusuma, 1990: 97)

Berdasarkan pendapat diatas disimpulkan bahwa adat perkawinan adalah aturan-aturan, atau tata cara pelaksanan upacara perkawinan yang berlaku di masyarakat setempat. Karena Indonesia merupakan Negara pluralis yang kaya akan adat istiadat, budaya dan suku maka aturan-aturan hukum adat perkawinannya pun berbeda diberbagai daerah di Indonesia.

Upacara adat perkawinan Jawa Tengah melambangkan pertemuan antara pengantin wanita yang cantik dan pengantin pria yang gagah dalam suatu suasana yang khusus sehingga pengantin pria dan wanita seperti menjadi raja dan ratu sehari.

Perkawinan adalah sesuatu yang suci, yang kalau dapat akan diusahakan untuk sekali saja seumur hidup, orang yang menikah dua kali atau lebih tanpa disebabkan kematian salah satu pihak baik dari pihak suami ataupun istri, maka merupakan hal yang tidak terpuji. Oleh karena itu, sebelum seseorang menentukan jodoh ia harus


(44)

hati-hati benar didalam menentukan pilihannya, sehingga tidak akan kecewa dikemudian hari setelah perkawinan dilangsungkan. Maka, dalam perkawinan adat jawa pada umumnya mempunyai patokan yang ideal, patokan tersebut dapat di lihat melalui :

a. Bibit

Bibit adalah penilaian seseorang ditinjau dari sudut keturunan. Siapakah yang menurunkan orang yang akan menjadi pilihan tersebut. Misalnya: apakah dia berasal dari keluarga baik-baik atau dari keluarga yang tidak baik.

b. Bebet

Bebet adalah penilaian seseorang berdasarkan pergaulannya. Artinya dengan siapakah calon pilihan tersebut biasa bergaul. Apakah orang tersebut biasa bergaul dengan orang baik-baik, atau dengan orang yang mempunyai reputasi yang kurang baik.

c. Bobot

Bobot adalah penilaian terhadap orang berdasarkan tinjauan keduniawian. Misalnya apakah calon pilihan tersebut mempunyai pangkat/kedudukan yang tinggi atau rendah, kaya atau miskin, cantik atau tidak cantik. Bagi laki-laki bobot lebih diutamakan, sebab zaman dahulu pada umumnya istri itu tidak bekerja. Supaya kebutuhan rumah tangga tercukupi, maka suami harus mempunyai pangkat yang tinggi atau pandai mencari nafkah.


(45)

25

Perkawinan menurut adat, hakikatnya merupakan peristiwa tidak yang tidak hanya mengakibatkan suatu hubungan atau ikatan antara kedua mempelai saja, tetapi juga kedua orang tua dan keluarga mereka masing-masing.

Pada masyarakat berlaku adat yang menentukan bahwa dua orang tidak boleh saling menikah apabila:

a. Saudara Kandung

b. Pancer lanang, yaitu anak dari dua orang saudara sekandung laki - laki,

c. Pihak laki-laki lebih muda abunya dari pada perempuan.

Adapun perkawinan yang tidak diperbolehkan antara dua orang yang tidak terkait karena berhubungan kekebaratan secara luas. Perkawinan pada masyarakat Jawa dikenal beberapa istilah:

a. Ngarang Walu adalah perkawianan seorang duda dengan seorang wanita salah satu adik almarhum istrinya.

b. Wayuh adalah perkawinan lebih dari seorang istri (poligami) c. Kumpul kebo adalah laki-laki dan perempuan yang tinggal satu

rumah, sudah atau belum mempunyai anak dalam kurun waktu tertentu akan tetapi belum menikah secara resmi. Kumpul kebo juga dipakai untuk memberi pengertian terhadap berkumpulnya (rujuk) suami istri yang dahulu sudah bercerai, tetapi rujuknya kembali tidak melalui perkawinan resmi lagi.


(46)

d. Pisah kebo adalah pisahnya suami istri tetapi tidak diikuti oleh perceraian secara resmi.

Sebelum upacara adat perkawinan Jawa Tengah dilangsungkan, ada beberapa prosesi yang harus dilakukan baik dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Tata upacara adat perkawinan Jawa Tengah terdiri dari lima tahap penting, yang mana dari masing-masing tahap tersebut masih terdiri dari beberapa tata cara lagi. Tata upacara adat perkawinan Jawa Tengah meliputi :

1. Babak I (tahap pembicaraan)

Tahap pembicaraan ini merupakan tahap awal antara pihak yang akan punya hajat mantu (pihak perempuan) dengan pihak calon besan (laki-laki). Mulai dari pembicaraan tingkat awal yaitu menyampaikan maksud dan tujuannya untuk meminang anaknya sampai melamar dan menentukan hari acara perkawinan (gethok dina).

2. Babak II (tahap kesaksian)

Babak kedua ini merupakan tahap selanjutnya setelah tahap pembicaraan. Pada tahap kesaksian ini meruakan peneguhan pembicaraan yang disaksikan pihak ketiga, yaitu warga kerabat dan atau para sesepuh di tempat tinggalnya (tetangga). Tahap kesaksian ini biasa juga disebut dengan “Lamaran”. Menurut Bratasiswara (2000: 385), lamaran merupakan suatu upaya penyampaian permintaan untuk memperistri seorang putri (perempuan). Selanjutnya, Bratasiswara (2000: 385) menyatakan bahwa tujuan


(47)

27

lamaran adalah (1) meminta kepada pihak putri yang dilamar untuk bersedia dipersunting oleh pemuda yang melamar dan (2) memohon persetujuan orangtua pihak putri untuk diperkenankan agar putrinya boleh diperistri oleh pemuda yang melamar tersebut. Menurut cara penyampaianya, lamaran dibedakan menjadi dua yaitu lamaran secara langsung dan lamaran secara tidak langsung.

Tahap lamaran ini biasanya dibarengi dengan acara-acara lainnya. Artinya tidak hanya acara lamaran saja, tetapi juga melalui acara-acara lainnya sebagai berikut :

a. Srah-srahan merupakan acara yang tidak baku, tetapi hanya sebagai upaya nepa palupi atau melestarikan adat budaya yang telah berjalan dan dipandang baik. Menurut Bratasiswara (2000: 737) pada hakikatnya (zaman dahulu), srah-srahan adalah upacara penyerahan barang-barang dari pihak calon pengantin pria kepada calon pengantin wanita dan orang tuanya sebagai hadiah atau bebana menjelang upacara panggih.

b. Peningsetan yaitu lambang kuatnya ikatan pembicaraan untuk mewujudkan dua kesatuan yang ditandai dengan tukar cincin antara kedua calon pengantin. Paningset berarti tali yang kuat (singset). Paningset adalah usaha dari orangtua pihak pria untuk mengikat wanita yang akan dijadikan menantu. Tujuan paningset adalah agar calon suami istri tidak berpaling pada pilihan lain (Susilantini, 1998). Kedua calon suami istri yang akan berjodoh saling menjajagi secara pribadi menuju


(48)

persiapan pernikahan. Mereka telah diikat dengan dua ikatan langsung, yaitu lamaran dan paningset.

Paningset dilaksanakan sebelum upacara pernikahan, dapat dilakukan seminggu, sebulan, bahkan setahun sebelum pelaksanaan pernikahan. Pada zaman dahulu, paningset diberikan jauh hari sebelum acara perkawinan. Hal ini bertujuan untuk memberi kesempatan kepada calon suami istri yang akan berjodoh untuk saling memahami dan menjajagi watak dan kepribadian masing-masing. Namun, saat ini paningset dapat saja dilakukan sehari menjelang upacara pernikahan yaitu pada malam midodareni bahkan ada yang memeberikan beberapa menit menjelang pernikahan. Karena, mengingat kepraktisannya saja. Misalnya, tempat tinggal calon pengantin pria dan kerabatnya jauh atau calon pengantin pria bukan orang jawa, dan sebagainya.

c. Asok tukon secara harafiah asok berarti memberi, tukon berarti membeli. Namun, secara kultural asok tukon berarti pemberian sejumlah uang dari pihak keluarga calon pengantin pria kepada keluarga calon pengantin wanita sebagai pengganti tanggung jawab orangtua yang telah mendidik dan membesarkan calon pengantin wanita (Bratasiswara, 2000: 822). Tukon bukan paningset, bukan lamaran, juga bukan srah-srahan. Tukon juga bukan berarti jual-beli dalam perkawinan. Uang tukon


(49)

29

dimaksud sebagai pengganti tanggung jawab pendidikan dan pemeliharaan gadis yang dikawinkan.

Jumlah tukon tidak ditentukan atau tergantung kemampuan, walaupun ada yang beranggapan bahwa tukon merupakan kebanggaan keluarga. Maksudnya, orang tua calon pengantin wanita merasa bangga apabila mendapat tukon yang besar jumlahnya. Sebaliknya orang tua calon pengantin pria akan merasa bangga juga apabila dapat memberikan tukon dengan jumlah yang besar.

d. Gethok dina yaitu menentapkan kepastian hari untuk pelaksanaan dari tiap tahap-tahap tata upacara adat perkawinan Jawa Tengah baik dari sebelum ijab qobul sampai pada acara resepsi pernikahan. Untuk mencari hari, tanggal, bulan, yang biasanya diminta saran kepada orang yang ahli dalam perhitungan Jawa. Karena pada perhitungan masyarakat Jawa terdapat waktu-waktu tertentu yang dianggap tidak baik untuk melaksanakan acara adat terutama perkawinan.

3. Babak III (tahap siaga)

Tahap siaga ini, yang akan mempunyai hajat akan mengundang para sesepuh dan sanak saudara untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk pelaksanaan upacara adat perkawinan. Pada tahap ini yang akan mempunyai hajat akan membentuk panitia guna melaksanakan kegiatan acara-acara pada waktu sebelum, bertepatan dan sesudah acara hajatan tersebut.


(50)

a. Sedhahan yaitu cara mulai merakit sampai membagi undangan. Pada acara ini, keluarga calon pengantin perempuan mulai menentukan dan memilah siapa saja kerabat yang akan diundang dalam acara perkawinan tersebut. Pembagian undangan biasa dilakukan jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan upacara perkawinan, misalnya dua atau satu minggu sebelum. b. Kumbakarnan yaitu membentuk panitia hajatan mantu, dengan

cara :

1. pemberitahuan dan permohonan bantuan kepada sanak saudara, keluarga, tetangga, handai taulan, dan kenalan.

2. adanya rincian program kerja untuk panitia dan para pelaksana.

3. mencukupi segala kerepotan dan keperluan selama hajatan. 4. pemberitahuan tentang pelaksanaan hajatan serta telah selesainya pembuatan undangan.

4. Babak IV (tahap rangkaian upacara)

Tahap ini bertujuan untuk menciptakan nuansa bahwa hajatan mantu sudah tiba. Ada beberapa tahap acara lagi pada babak IV ini, yaitu :

a. Majang

Majang artinya menghias. Dalam rangkaian upacara perhelatan perkawinan, majang berarti menghias rumah pemangku hajat. Tempat-tempat yang dipajang antara lain seperti depan rumah dengan di pasang tratag (bangunan sementara atau tambahan


(51)

31

yang terbuat dari atap deklit atau seng dengan penyangga bambu, kayu atau rangkaian besi permanen), gunanya adalah untuk tempat duduk tamu. Kemudian, kamar pengantin yang disebut pasren penganten.

b. Cethik geni

Cethik geni yakni menghidupkan atau membuat api yang akan digunakan untuk menanak nasi dengan segala pirantinya. Cethik geni dilakukan di dapu tempat membuat segala macam makanan. Caranya, pemangku hajat menyulut lentera dengan korek api atau korek gas kemudian digunakan untuk mengawali menanak nasi dengan dandang (tempat menanak nasi yang besar) yang disebut adang. Setelah diawali oleh pemangku hajat, proses selanjutnya dilakukan oleh para ibu, tetangga, atau panitia yang membantu mengolah nasi, lauk pauk, dan segala kudapan lainnya.

c. Pasang tarub

Tarub dibuat menjelang acara inti dari perkawinan tersebut. Menurut Adrianto dalam Suwarna (2006: 75) tarub di lingkungan keraton Yogyakarta diartikan sebagai suatu atap sementara di halaman rumah yang dihias dengan janur melengkungpada tiangnya dan bagian tepi tarub untuk perayaan pengantin. Atap tambahan itu disebut gaba-gaba sebagai atap tambahan untuk berteduh para tamu dan undangan pada upacara perhelatan mantu. Tarub terbuat dari anyaman


(52)

blarak (daun kelapa) untuk keperluan sementara atau tambahan. Sebelum tarub dipasang, dibuatkan semacam pintu gapura tarub. Gapura ini dibuat dari kayu atau bambu sebagai sarana untuk mengikatkan berbagai sarana pemasangan tarub dan gapura ini dibuat di depan rumah pemangku hajat.

Pemasangan tarub diawali dengan pemasangan bleketepe oleh bapak dan ibu pemangku hajat. Bleketepe adalah anyaman daun kelapa tua (bukan janur) yang kemudian pelepah kelapa dibelah menjadi dua. Pemasangan bleketepe oleh orangtua calon pengantin wanita dibantu petugas dan disaksikan oleh beberapa sanak saudara.

d. Pasang tuwuhan (pasren)

Pemasangan tarub dilengkapi dengan pasang tuwuhan. Tuwuhan merupakan pajangan mantu yang berupa paduan batang-buah-daun tertentu di gapura tarub depan rumah. Pemasangan tuwuhan dilakukan secara beurutan , yakni majang, tarub dan tuwuhan yang selanjutnya diikuti pemasangan padi di kanan dan kiri gapura tarub sebagai perlambang pangan.

e. Kembar mayang

Kembar mayang berasal dari kata kembar artinya sama dan mayang artinya bunga pohon jambe atau sering disebut Sekar Kalpataru Dewandaru, lambang kebahagian dan keselamatan. Jika pawiwahan telah selesai, kembar mayang dilabuh atau


(53)

33

dibuang di perempatan jalan, sungai atau laut dengan maksud agar pengantin selalu ingat asal muasal hidup ini yaitu dari bapak dan ibu sebagai perantaran Tuhan Yang Maha Kuasa. f. Sengkeran

Sengkeran berasal dari kata sengker yang artinya dipingit, tumrap calon penganten utawa pingitan – dipingit bagi calon pengantin atau pingitan (Sudaryanto & Pranowo, 2001: 944). Sengkeran adalah pengamanan sementara bagi calon pengantin putra dan putri sampai acara panggih selesai (Bratasiswara, 2000: 705). Pengantin ditempatkan di lingkungan atau tempat khusus yang aman dan tidak diperkenankan meninggalkan lingkungan sangkeran. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan diri secara fisik (pangadining sarira „membentuk kecantikan

diri‟) dan kesehatan (Ariani dalam Suwarna, 2006: 95)

g. Siraman

Siraman adalah upacara mandi kembang bagi calon pengantin wanita dan pria sehari sebelum upacara panggih. Siraman juga disebut adus kembang, karena air yang digunakan dicampur dengan kembang sritaman. Sri artinya raja, taman artinya tempat tumbuh. Jadi, sritaman berarti dipilih bunga khusus (rajanya bunga), yaitu bunga mawar, melati dan kenanga. Siraman disebut juga adus pamor. Air mandi yang digunakan siraman merupakan perpaduan (pamoring) air „suci‟ dari berbagai sumber air, dicampur (diwor) menjadi satu. Selain itu,


(54)

siraman juga merupakan awal pembukaan pamor (aura) agar wajah calon pengantin tampak bercahaya. Air yang digunakan untuk melakukan siraman biasanya berasal dari 7 sumber terpilih (dari berbagai tempat) atau berbagai shendang atau sumber tua, misalnya sumur-sumur tetangga yang tua dan airnya tidak pernah surut (kering).

h. Adol dawet

Acara ini dilakukan setelah acara siraman. Penjualnya adalah ibu calon pengantin putri yang dipayungi oleh bapak. Pembelinya adalah para tamu dengan uang pecahan genting (kreweng). Upacara ini mengandung harapan agar nanti pada saat upacara panggih dan resepsi, banyak tamu dan rezeki yang datang.

i. Midodareni

Midodareni adalah upacara untuk mengharap berkah Tuhan Yang Maha Esa agar memberikan keselamatan kepada pemangku hajat pada perhelatan hari berikutnya. Ada pula yang mengartikan midodareni dari kata widada dan areni. Widada artinya selamat, areni = ari + ni = hari ini. Midodareni adalah pemanjatan do‟a (harapan) keselamatan menurut Soegijarto dalam Suwarna (2006: 133). Salah satu tujuan midodareni adalah untuk menunjukan tekad bulat dan suci untuk siap menjalankan pernikahan. Selain itu untuk mempersiapkan berbagai kebutuhan dan acara hari berikutnya


(55)

35

yang merupakan acara inti, sakral, dan agung (yaitu pernikahan dan upacara panggih, resepsi).

5. Babak V (tahap puncak acara)

Tahap ini merupakan acara puncak dari upacara adat perkawinan Jawa Tengah, yang mana pada tahap ini masih terdapat beberapa acara-acara lagi antara lain :

a. Ijab qabul

Ijab merupakan inti utama dalam rangkaian perhelatan pernikahan. Ijab merupakan tata cara agama, sedangkan rangkaian acara yang lain merupakan tradisi budaya Jawa. Ijab qobul merupakan peristiwa penting dalam hajatan mantu, dimana sepasang calon pengantin bersumpah dihadapan naib yang disaksikan wali, pinisepuh dan orang tua kedua belah pihak serta beberapa tamu undangan. Saat akad nikah, ibu dari kedua pihak, tidak memakai subang dan giwang guna memperlihatkan keprihatinan mereka sehubungan dengan peristiwa menikahkan atau ngentasake anak.

b. Panggih

Upacara panggih juga disebut upacara dhaup atau temu, yaitu upacara tradisi pertemuan antara pengantin pria dan wanita. Acara panggih dilakukan setelah ijab qabul atau akad nikah (bagi pemeluk agama islam). Upacara panggih bertujuan untuk memperoleh pengukuhan secara adat atas perjodohan dua insan yang sudah terikat tali pernikahan, untuk memperkenalkan


(56)

kepada khalayak (masyarakat) tentang terjadinya perkawinan sekaligus mendapatkan pengakuan secara adat, untuk mendapatkan doa dan restu pada sesepuh dan semua tamu yang hadir. Bertemunya (panggih) pengantin di bawah tarub gapura di depan rumah pemngku hajat.

Tata cara urutan upacara panggih antara lain sebagai berikut : 1. Liron Kembar Mayang saling tukar kembar mayang antar pengantin, bermakna menyatukan cipta, rasa, dan karsa untuk bersama-sama mewujudkan kebahagiaan dan keselamatan.

2. Gantal, yaitu daun sirih digulung kecil diikat benang putih yang saling dilempar oleh masing-masing pengantin, dengan harapan semoga semua godaan akan hilang terkena lemparan itu.

3. Ngidak Endhog pengantin putra minginjak telur ayam sampai pecah sebagai simbol seksual kedua pengantin sudah pecah pamornya.

4. Pengantin Putri mencuci kaki Pengantin Putra dengan air bunga setaman dengan makna semoga benih yang diturunkan bersih dari segala perbuatan yang kotor.

5. Minum Air Degan maknanya air ini dianggap sebagai lambang air hidup, air suci, air mani (manikem).


(57)

37

6. Di-kepyok dengan bunga warna-warni, mengandung harapan mudah-mudahan keluarga yang akan mereka bina dapat berkembang segala-galanya dan bahagia lahir batin. 7. Masuk ke pasangan bermakna pengantin yang telah menjadi pasangan hidup siap berkarya melaksanakan kewajiban.

8. Sindur atau Isin Mundur, artinya pantang menyerah atau pantang mundur. Maksudnya pengantin siap menghadapi tantangan hidup dengan semangat berani karena benar. Setelah melalui tahap panggih, pengantin diantar duduk di sasana riengga di sana dilangsungkan tata upacara adat Jawa, yaitu : a) Timbangan yaitu, bapak pengantin putri duduk diantara

pasangan pengantin, kaki kanan diduduki pengantin putra, kaki kiri diduduki pengantin putri. Dialog singkat antara Bapak dan Ibu pengantin putri berisi pernyataan bahwa masing-masing pengantin sudah seimbang.

b) Kacar-kucur, yaitu pengantin putra mengucurkan penghasilan kepada pengantin putri berupa uang receh beserta kelengkapannya. Mengandung arti pengantin pria akan bertanggung Jawab memberi nafkah kepada keluarganya.

c) Dulangan, antara pengantin putra dan putri saling menyuapi. Hal ini mengandung kiasan laku memadu kasih diantara keduanya (simbol seksual). Dalam upacara dulangan ada makna


(58)

tutur adilinuwih (seribu nasihat yang adiluhung) dilambangkan dengan sembilan tumpeng.

d) Sungkeman adalah ungkapan bakti kepada orang tua, serta mohon doa restu. Caranya, berjongkok dengan sikap seperti orang menyembah, menyentuh lutut orang tua pengantin perempuan, mulai dari pengantin putri diikuti pengantin putra, baru kemudian kepada bapak dan ibu pengantin putra.

5. Pengertian Motivasi

Motivasi bisa dianggap sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan dalam hal ini adalah bekerja.

Motivasi atau dorongan memiliki peran yang sangat kuat dalam menentukan terwujudnya suatu perbuatan yang direncanakan. Dorongan itu dapat berupa imbalan. Dorongan juga dapat terjadi sebagai bagian dari kesadaran jiwa yang diimbangi oleh harapan terhadap sesuatu yang akan dicapai.

Sejalan dengan itu Robbin yang diterjemahkan oleh Makmun Khairani (2013: 176) mendefinisikan “motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu”. Kemauan tersebut nampak pada usaha


(59)

39

seseorang untuk mengerjakan sesuatu, namun motivasi bukan prilaku. Motivasi merupakan proses internal yang kompleks yang tak bisa diamati secara langsung, melainkan bisa dipahami melalui kerasnya seorang dalam mengerjakan sesuatu.

Dalam hubungan ini Greenberg dan Baron yang diterjemahkan oleh Makmun Khairani (2013: 176) menyatakan “Motivasi adalah suatu proses yang medorong, mengarahkan dan memelihara perilaku manusia ke arah pencapaian tujuan dan segala yang ada didalam diri manusia untuk membentuk motivasi”.

Siagian (2002: 102) yang mengatakan, bahwa motivasi merupakan “Daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan.”

Sedangkan menurut Syamsuddin (Makmun Khairani 2013: 176) mengatakan bahwa pada esensinya “Motivasi adalah (1) sesuatu kekuatan atau (2) suatu keadaan yang kompleks dan kesikap sediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari atau tidak disadari”.

Teori motivasi Abraham Maslow mengartikan motovasi sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat


(60)

persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi interinsik) maupun dari luar individu (motivasi eksterinsik). Dalam teori maslow terdapat 5 pokok kebutuhan manusia yang paling mendasar, antara lain :

a. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologi merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, minum, perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya.

b. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan

Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka muncul kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja.

c. Kebutuhan Sosial

Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal, maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervisi yang baik, rekreasi bersama dan sebagainya.


(61)

41

d. Kebutuhan Penghargaan

Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektifitas kerja seseorang.

e. Aktualisasi Diri

Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan menunjukan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan tugas-tugas yang menantang kemampuan dan keahliannya.

Mengacu pada pendapat-pendapat diatas yang dimaksud motivasi dalam penelitian ini adalah dorongan atau kemauan anggota masyarakat Desa Gisting Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus untuk melaksanakan upacara adat perkawinan Jawa Tengah agar warisan budaya yang telah ada tidak luntur ataupun hilang.

6. Pengertian Pelestarian Budaya

Berbicara masalah pelestarian apalagi di kaitkan dalam konteks budaya tampaknya telah memunculkan banyak persepsi di kalangan para pakar-pakar kebudayaan. Dengan perkataan lain para pakar kebudayaan banyak memberikan kontribusi menggenai pemaknaan yang memunculkan iklim deskriminatif bahkan kadangkala


(62)

kontradiktif mengenai pelestarian budaya itu sendiri ( Sudhartha, Ardana, Ardika, Geriya, Sukartha, Medere, 1993 ).

Dilain sisi menurut M.J Herskovits berpandangan bahwa setiap kebudayaan tumbuh dan berkembang secara dinamis, sehingga berlandaskan akan hal ini beliau berpandangan bahwa pelestarian kebudayaan pada hakekatnya tidaklah menghalang-halangi perubahan termasuk yang di timbulkan oleh penerimaan unsur-unsur kebudayaan luar, apalagi yang diperlukan dalam upaya peningkatan harkat serta kualitas hidup bangsa. Asalkan munculnya perubahan atau unsur-unsur luar itu tidak sampai mengguncangkan atau meruntuhkan kerangka dasar kehidupan budaya yang telah terpelihara ribuan tahun.

Mengingat suatu kebudayaan pasti akan mengalami suatu perubahan sebagai akibat perkembangan zaman semakin pesat, maka perlulah dipikirkan mengenai kebudayan itu sendiri, mana yang dari suatu unsur kebudayaan patut dijaga dan dilestarikan atau di pertahankan, dan mana unsur dari kebudayaan dapat mengalami perubahan. Namun terjadinya proses perubahan yang di lakukan terhadap kebudayaan diharapkan tidak sampai dirasakan sekali bagi masyarakat

(Koentjaraningrat, dalam Sudhartha, 1991: 48). Yang terpenting dalam perubahan ini, eksistensi pendukung kebudayaan (fundamental budayanya) itu tidak hilang tidak tergoncankan, apabila hal ini hilang maka akan berimpikasi pada kehilangan pula identitas kultural yang


(63)

43

menjadi tulang pungggung (Soko guru) keberadaan pendukung budaya tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas, jangnlah sekali sekali mengartikan bahwa peletarian budaya adalah sebagai upaya mempertahankan budaya, tidak dapat berubah, sesuai dengan keadaan aslinya, tetapi maknailah bahwa pelestarian budaya mencakup hal-hal yang sangat pokok diantaranya sebagai berikut (Sudhartha, Ardana, Ardika, Geriya, Sukartha, Medere, 1993)

1. Pelestarian budaya lebih di arahkan upaya menjaga semangat atau jiwa kualitas esensi nilai-nilai fundamental Bangsa dari pada wujud fisik/ luar budaya yang lebih terbuka bagi perubahan sesuai selera zaman. 2. Pelestarian budaya lebih menitik beratkan peningkatan kesadaran akan

pentingnya akar budaya yang dapat dipakai sebagai faundasi agar dapat berdiri kokoh serta tegar didalam menghadapi segala bentuk ancaman kebudayaan sebagai akibat dari kemajuan era globalisasi informasi seperti yang terjadi sekarang ini.

3. Pelestarian kebudayaan pada dasarnya tidaklah menghalang-halangi perubahan (termasuk yang di timbulkkan oleh penerimaan unsur-unsur budaya luar) apalagi yang memang diperlukan dalam upaya peningkatan harkat serta kualitas hidup bangsa. Namun yang terpenting dalam hal ini perubahan atau unsur-unsur luar itu tidak sampai mengggoncangkan atau meruntuhkan kerangka dasar kehidupan budaya (Supra struktur)


(64)

4. Pelestarian budaya menuntut agar selalu mencari atau mengembangkan upaya agar tidak lepas dari akar budaya yang secara dialektis harus diartikan sebagai upaya untuk mendinamisasikan budaya (unsur-unsur budaya) agar mampu tetap seirama dengan derap kehidupan pendukungnya selalu berubah sebagai akibat imbas perubahan zaman. Hal ini di perkuat oleh alasan yang menyatakan bahwa tanpa upaya dinamisasi budaya itu akan cepat dirasakan sangat usang, ketinggalan zaman, atau tidak menjiwai diri pendukungnya yang selalu bersifat dinamis.

B. Kajian Penelitian Yang Relevan 1. Tingkat Lokal

Penelitian yang dilakukan oleh Nicolaus Bangun Prabowo, Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dengan judul penelitian “Pengaruh Globalisasi Terhadap Bergesernya Tata Cara Adat Midodareni Pada Masyarakat Adat Jawa Di Desa Bumiemas Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur Tahun 2014”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh globalisasi terhadap bergesernya tata cara adat midodareni pada masyarakat adat Jawa yang ada di Desa Bumiemas Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur tahun 2014. Karena era globalisasi sangat mempengaruhi minat atau motivasi masyarakat adat Jawa untuk melaksanakan perkawinan dengan menggunakan upacara adat secara lengkap maupun hal intinya saja.


(65)

45

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan subjek penelitian adalah tokoh adat, tokoh agama, serta seluruh masyarakat di desa tersebut yang telah melaksanakan upacara adat midodareni tersebut. Dalam penelitian ini, untuk mengumpulkan data digunakan teknik angket atau kuisioner sebagai teknik pokok sedangkan teknik penunjangnya adalah teknik dokumentasi dan wawancara sebagai pelengkap dalam mencari data yang diperlukan.

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian tersebut sudah jelas sangat berbeda dari hal subjek dan objek penelitian yang diteliti berbeda. Hanya saja relevan karena yang diteliti adalah tata upacara adat perkawinan Jawa Tengah pada masyarakat adat Jawa. Selain itu dari segi teknik penelitiannya sudah jelas berbeda dan dalam teknik pengambilan datanya pun sudah berbeda.

C. Kerangka Pikir

Berdasakan uraian di atas, perkawinan adat Jawa Tengah memiliki 5 babak atau tahapan sebelum menuju acara inti pernikahan yaitu ijab qobul dan upacara panggih. Perkawinan dengan menggunakan adat Jawa Tengah masih dilakukan oleh masyarakat yang ada di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus karena merka menyadari itu semua merupakan warisan budaya yang telah turun temurun dilakukan.


(66)

Semua itu juga merupakan motivasi anggota masyarakat yang meninginkan agar warisan budaya tersebut tidak luntur bahkan hilang. Pelaksanaan adat Perkawinan Jawa Tengah, memiliki beberapa tahapan (babak) atau proses sebelum menuju acara inti. Babak yang pertama (tahap pembicaraan), babak kedua (tahap kesaksian), babak ketiga (tahap siaga), babak keempat (tahap rangkaiaan acara) dan babak yang kelima (tahap puncak acara). Upacara adat tersebut jika dilakukan secara lengkap dan sesuai dengan aturan yang ada merupakan salah satu upaya pelestarian budaya Jawa Tengah. Namun, untuk melakukan semuanya terdapat kendala-kendala didalamnya. Misalnya kendala biaya yang cukup banyak, waktu yang cukup panjang, pengetahuan masyarakat yang kurang akan adat perkawinan Jawa Tengah tersebut dan membutuhkan tenaga pembantu yang banyak. Maka dari penjelasan diatas dapat ditarik kerangka pikir sebagai berikut :


(67)

47

Gambar 2.1 Bagan kerangka pikir INPUT

Motivasi anggota masyarakat

PROSES OUTPUT

a. Babak I (tahap

pembicaraan) b. Babak II

(tahap kesaksian) c. Babak III

(tahap siaga) d. Babak IV

(tahap rangkaian acara) e. Babak V

(tahap puncak acara)

Pelestarian Budaya

KENDALA a. Biaya b. Waktu c. Pengetahuan d. Tenaga


(68)

III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena akan memberikan gambaran mengenai tata cara adat perkawinan Jawa Tengah di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus melalui analasis dengan pendekatan ilmiah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Pendekatan kualititatif merupakan penyelidikan yang menuturkan dan menafsirkan data yang ada misalnya situasi yang dialami, suatu hubungan kegiatan, pandangan, sikap yang nampak tentang suatu proses yang sedang berlangsung, pengaruh yang sedang nampak, pertentangan yang sedang meruncing dan sebagainya.

Penelitian dengan menggnakan pendekatan kualitatif ini sesuai, karena penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimanakah tata upacara adat perkawinan Jawa Tengah dalam masyarakat Jawa Tengah khususnya masyarakat Yogyakarta yang ada di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis adalah Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus dengan pertimbangan bahwa


(69)

49

daerah tersebut masih terdapat pasangan pengantin muda yang menikah dengan menggunakan adat perkawinan Jawa Tengah secara lengkap

C. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Tata cara adat perkawinan Jawa Tengah.

b. Motivasi anggota masyarakat untuk melaksanakan adat perkawinan Jawa Tengah.

c. Kendala-kendala yang dihadapi masyarakat dalam melestarikan adat perkawinan Jawa Tengah.

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah peneliti lakukan, untuk menentukan informan dan sumber data peneliti memilih secara purposive dan bersifat snowball sampling. Data yang diambil pada penelitian ini bersifat sementara dan dapat berubah setelah dilakukan penelitian lebih lanjut. Dalam pengambilan sumber data, peneliti sebelumnya meminta izin kepada kepala Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus untuk mengadakan penelitian serta penelitian diharapkan berjalan dengan lancar. Langkah selanjutnya adalah menetapkan atau memilih informan dalam penelitian ini. Informan ini kemudian terdiri dari informan kunci dan informan pendukung. Adapun yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah ahli tata rias pengantin senior yang ada di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Sedangkan yang menjadi informan pendukung adalah orang tua yang masih menggunakan adat perkawinan Jawa Tengah untuk menikahkan


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis wawancara dan hasil dokumentasi serta pembahasan yang telah diuraikan maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Pelaksanaan tata cara perkawinan adat Jawa Tengah yang ada di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus, dilakukan hampir sesuai dengan yang dilaksanakan di daerah Yogyakarta. Melalui 5 tahapan dalam pelaksanaan upacara adat secara lengkap dan juga membutuhkan waktu yang panjang, biaya yang cukup besar dan tenaga yang cukup untuk mendukung terlaksananya upacara adat perkawinan tersebut. Pelaksanaan dari tahap rangkaian acara sampai tahap puncak acara biasanya dilaksanakan oleh masyarakat Desa Gisting Bawah selama 2 sampai 3 hari. Prosesi upacara adat perkawinan yang masih dilakukan atau dijalankan oleh masyarakat Desa Gisting Bawah ini sama seperti apa yang dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta pada umumnya. Namun yang berbeda atau yang lagi tidak dilakukan adalah penggunaan sesajen dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan Jawa Tengah ini.

2. Motivasi orang tua masyarakat adat Jawa di Desa Gisting Bawah yang akan menikahkan anaknya dengan menggunakan adat perkawinan ini


(2)

97

adalah untuk melangsungkan hubungan dengan kelompok masyarakat adat Jawa lainya, kemudian yang terutama adalah untuk melestarikan budaya Jawa Tengah yang telah dilakukan secara turun temurun agar tidak luntur bahkan hilang. Sedangkan untuk para pasangan pengantin muda yang menikah dengan menggunakan adat, mereka melaksanakan upacara tersebut atas motivasi dari pihak keluarga yang menikah juga dengan menggunakan adat atau merupakan tradisi keluarga secara turun temurun serta ingin tetap melestarikan budaya Jawa Tengah agar tidak punah.

3. Bagi para orang tua atau pasangan pengantin muda yang menikah dengan tidak menggunakan adat perkawinan Jawa Tengah, itu semua terkendala masalah biaya atau keuangan yang cukup besar atau bisa saja dua kali lipat dari biaya pernikahan biasanya. Pengetahuan yang kurang juga merupakan kendala yang dihadapi sebagian masyarakat adat Jawa yang ada di Desa Gisting Bawah sehingga mereka tidak melaksanakan pernikahan dengan menggunakan adat. Kemudian waktu pelaksanaan yang cukup panjang menjadikan kendala bagi kedua belah pihak keluarga untuk tidak melaksanakan upacara adat tersebut, karena biasanya pasangan pengantin tersebut terbentur waktu libur kerja yang sedikit dan juga membutuhkan batuan tenaga yang cukup banyak dalam pelaksanaan upacara ini. Oleh karena itu, sebagian masyarakat mencari proses pernikahan secara ringkasnya saja.


(3)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas dan berdasarkan pengamatan peneliti, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Masyarakat adat Jawa di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus dapat tetap melaksanakan dan melestarikan adat budaya Jawa Tengah melalui tata cara perkawinan yang merupakan warisan turun-temurun yang patut dibanggakan dengan cara melaksanakan adat perkawinan pada tata cara adat perkawinan Jawa Tengah secara lengkap.

2. Para tetua adat diharapkan lebih sering memberikan sosialisasi kepada masyarakat terutama yang belum mengerti ataupun memahami adat midodareni melalui cerita atau memberikan pelajaran secara formal ataupun tidak formal.

3. Para generasi muda agar dapat diarahkan berpatisipasi dalam acara adat, supaya tetap melestarikan adat budaya jawa dan tetap menggunakannya sebagai kebanggan dan warisan secara turun-temurun, sehingga kebudayaan jawa tidak luntur atau bahkan punah karena mereka enggan melestarikannya.

4. Pemerintah daerah sebaiknya memberikan motivasi agar ragam budaya masyarakat perlu dilestarikan dan dikembangkan. Dengan cara sering mengadakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kebudayaan daerah.


(4)

99

5. Untuk kedua pihak yang menjalankan perkawinan dengan menggunakan adat, bahwa perkawinan dengan menggunakan adat dengan biaya yang mahal belum menjamin keharmonisan hubungan suami istri kedepannya, karena kebahagian dan keharmonisan tercipta dari kedua orang yang saling mendukung, toleransi, menghargai, tolong menolong, dsb.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1984. Strategi Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

B, Prabowo, Nicolaus. 2014. Pengaruh Globalisasi Terhadap Bergesernya Tata Cara Adat Midodareni Pada Masyarakat Adat Jawa Di Desa Bumiemas Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur Tahun 2014. Universitas Lampung.

Bratasiswara, R. Harmanto. 2000. Bauwarna Adat Tata Cara Jawa. Jakarta: Yayasan Suryasuminat.

Depdikbud. 1977. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta : PN Balai Pustaka.

Gunawan, Martha. 2012. Makna Pelestarian Budaya. Di akses dari : http://marthagunaw.com/2012/06/makna-pelestarian budaya.html. Sabtu, 16 Juni 2012.

Hadikusuma, Hilman. 2003. Hukum Perkawinan Adat dengan Adat Istiadat dan Upacara Adatnya. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Handoko, Hani T, dan Reksohadiprodjo Sukanto, Dr. M.Com.1996. Organisasi Perusahaan. Edisi kedua Yogyakarta : BPFE

Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Khairani, Makmun. 2013. Psikologi Belajar. Yogyakarta: Aswaja Pressindo Koentjaraningrat. 2006. Pengantar Antropologi-Jilid1, cetakan ketiga,

Jakarta:Rineke Cipta.

Murtiadji, Sri Supadmi dan Suwardanidjaja. 2012. Tata Rias Pengantin Gaya Yogyakarta. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Pringgawidagda, Suwarna, M.Pd. 2006. Tata Upacara Dan Wicara Pengantin Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Kanisius.


(6)

Sani, Abdul. 2002 .Masyarakat. Jakarta: Grafindo Persada.

Sekertariat Negara. 1974. Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974. Jakarta. Siagian, Sondang P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktifitas kerja. Cetakan

Pertama. Jakarta : Rineka Cipta

Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Raja Grafindo. Soerojo, Wignjodipoero. 1995. Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta:

Gunung Agung.

Sudaryanto dan Pranowo. 2001. Kamus Pepak Basa Jawa. Yogyakarta: Balai Bahasa.

Sudiyat, Iman. 1981. Hukum Adat Sketsa Asas. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sumintarsih. 2002. Tata Krama Suku Bangsa Jawa Di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Badan Penembangan Kebudayaan dan Pariwisata.