PENGARUH KECEPATAN PUTAR (RPM) DISC MILL TERHADAP KESERAGAMAN UKURAN BUTIRAN GULA SEMUT

(1)

ABSTRACT

THE EFFECT OF ROTATIONAL SPEED (RPM) DISC MILL TOWARD THE UNIFORMITY INDEX OF BROWN SUGAR

By

NOVI KHARISMA

The aims of this research were to find out the effect of rotational speed of disc mill to the size spreading and uniformity index of brown sugar and to know the optimal rotational speed of disc mill producing size of 0,8 to 1,2 mm. The parameters observed were water content, fineness modulus (FM), uniformity index, grain yield, bulk density, and color. The research was conducted at five variations of rotational speed which were 800, 900, 1000, 1100, and 1200 rpm with 1500 g sample for each variations.

The results show that the water content of brown sugar produced is between 1,30 and 1,76%, the fineness modulus is around 1,99 to 4,74, the particle size is around 0,41 to 2,79 mm, the highest grain yield reaches 45,32% at actual speed of 900 rpm, and the range of bulk density is about 721,07 to 740,40 kg/m3. The color of the middle fraction compared with commercial sugar show does not significantly different. The color indexes of middle fraction in each treatment are IRED 0,41 to 0,43, IGREEN around 0,35, and IBLUE 0,22 to 0,24. Based on the analysis of variance and Duncan’s method (α < 0,05) show that the rotational speed (rpm) significantly affects to the particle size, fineness modulus, and grain yield. But does not influence to the water content, bulk density and color.


(2)

ABSTRAK

PENGARUH KECEPATAN PUTAR (RPM) DISC MILL TERHADAP KESERAGAMAN UKURAN BUTIRAN GULA SEMUT

Oleh

NOVI KHARISMA

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kecepatan putar disc mill terhadap distribusi dan keseragaman ukuran butiran gula semut serta mengetahui kecepatan putar disc mill yang optimal yang menghasilkan ukuran butiran 0,8 – 1,2 mm yang terbanyak. Parameter yang diamati meliputi kadar air, derajat kehalusan (FM), indeks keseragaman, rendemen butiran, kerapatan curah, dan warna. Penelitian dilakukan pada lima variasi kecepatan putar yaitu 800, 900, 1000, 1100, dan 1200 rpm dengan jumlah sampel tiap perlakuan sebanyak 1500 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air gula semut yang dihasilkan

berkisar antara 1,3 – 1,76%, fineness modulus berkisar antara 1,99 – 4,74, ukuran partikel berkisar antara 0,41 – 2,79 mm, rendemen butiran aktual tertinggi

diperoleh pada kecepatan putar 900 rpm yaitu sebesar 45,32%, kerapatan curah berkisar antara 721,07 – 740,40 kg/m3. Warna yang dihasilkan pada fraksi sedang jika dibandingan dengan gula komersial didapat hasil yang tidak berbeda nyata. Indeks warna pada fraksi sedang tiap perlakuan berkisar IRED 0,41 – 0,43, IGREEN 0,35, dan IBLUE 0,22 – 0,24. Berdasarkan analisis sidik ragam dan uji lanjut

Duncan (α < 0,05) menunjukkan bahwa kecepatan putar (rpm) berpengaruh terhadap ukuran partikel, fineness modulus, dan rendemen butiran. Tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar air, kerapatan curah, dan warna.


(3)

PENGARUH KECEPATAN PUTAR (RPM) DISC MILL TERHADAP KESERAGAMAN UKURAN BUTIRAN GULA SEMUT

Oleh

NOVI KHARISMA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

PENGARUH KECEPATAN PUTAR (RPM) DISC MILL TERHADAP KESERAGAMAN UKURAN BUTIRAN GULA SEMUT

(Skripsi)

Oleh

NOVI KHARISMA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Skema pembuatan butiran gula semut ... 21

2. Rendemen butiran sebagai fungsi rpm disc mill ... 34

Lampiran 3. Gula cetak ... 44

4. Pemasakan gula cetak ... 44

5. Pemasakan gula putih ... 44

6. Penggerusan gula yang baru masak ... 45

7. Penjemuran ... 45

8. Disc mill ... 45

9. Pengukuran rpm ... 46

10. Penggilingan ... 46

11. Box pengambilan citra ... 46

12. Penimbangan ... 47

13. Ukuran butiran > 1,41mm ... 47

14. Ukuran butiran 1,18 - 1,41 mm ... 48

15. Ukuran butiran 1,00 - 1,18 mm ... 48

16. Ukuran butiran 0,84 - 1,00 mm ... 49

17. Ukuran butiran 0,69 - 0,84 mm ... 49

18. Ukuran butiran 0,50 - 0,69 mm ... 50

19. Ukuran butiran < 0,50 mm ... 50

20. Indeks warna kasar ... 51


(6)

22. Indeks warna halus ... 51

23. Gula komersial ... 52

24. Fraksi halus ... 52


(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nira ... 5

2.2 Gula Aren ... 5

2.3 Gula Kelapa ... 6

2.4 Gula Semut ... 7

2.5 Proses Pembuatan Gula Kristal ... 9

2.6 Syarat Mutu Gula Palma ... 11

2.7 Disc Mill ... 12

2.8 Pengecilan Ukuran ... 16

2.9 Pengayakan ... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.2.1 Alat ... 18


(8)

3.3 Prosedur Pembuatan Gula Semut ... 19

3.3.1 Parameter Pengamatan ... 22

3.3.2 Rancangan Percobaan ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air ... 28

4.2 Derajat Kehalusan ... 30

4.3 Indeks Keseragaman ... 32

4.4 Rendemen Butiran ... 33

4.5 Kerapatan Curah ... 36

4.6 Warna ... 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Syarat mutu gula palma ... 12

2. Cara menentukan fineness modulus (FM) ... 23

3. Kadar air gula semut ... 28

4. Fineness modulus, ukuran partikel, indeks keseragaman, dan rendemen butiran ... 30

5. Kerapatan curah ... 37

6. Indeks warna RGB gula semut ... 38

Lampiran 7. Kadar air gula semut ... 53

8. Fineness modulus, ukuran partikel, dan rendemen butiran gula semut ... 54

9. Indeks keseragaman ... 59

10. Kerapatan curah ... 59

11. Intensitas warna ... 60

12. Indeks warna ... 65

13. Analisis sidik ragam terhadap kadar air ... 66

14. Uji lanjut Duncan terhadap kadar air ... 66

15. Analisis sidik ragam terhadap fineness modulus ... 66

16. Uji lanjut Duncan terhadap fineness modulus ... 67

17. Analisis sidik ragam terhadap ukuran partikel ... 67

18. Uji lanjut Duncan terhadap ukuran partikel ... 68

19. Analisis sidik ragam terhadap rendemen butiran ... 68


(10)

21. Analisis sidik ragam terhadap kerapatan curah ... 69

22. Analisis sidik ragam terhadap indeks warna red ... 69

23. Analisis sidik ragam terhadap indeks warna green ... 70


(11)

(12)

(13)

(14)

Dengan Menyebut Nama

ALLAH

yang Maha Pengasih

dan Penyayang

Sebagai Wujud Ungkapan Rasa Cinta, Kasih dan Sayang

Serta Bakti yang Tulus

Kupersembahkan Karya Kecil Terindah ini

Teruntuk:

Ayahku Marwan Rusli, Mamakku Rodjenah

Yang Selalu Memberikan Cinta

dan Kasih Sayang Tanpa Pamrih

Yang Selalu Mengajariku Arti dari Sebuah Kehidupan

Kakek, Nenek Serta Adik-adikku

Kenny Ramadhany

,

Totti Montella

dan

Arie Yudha Gautama

Yang Telah Memberikan Semangat dan Motivasi Untuk

Menjadi Lebih Baik di Masa Depan


(15)

Guru-guruku dan Dosen-dosenku

yang Telah Memberikan Ilmu yang Bermanfaat Sebagai

Bekal Kehidupan Saat ini

dan Masa yang Akan Datang

Sahabat, Teman-teman Seperjuanganku TETA’10

yang Selalu Memberikan Semangat dan Motivasi

Terimakasih Untuk Kebersamaan yang Indah ini

yang Tidak Akan Pernah Lekang Oleh Waktu

Serta

Almamater Tercinta

Terimakasih Karena Sebagian Perjalanan Hidupku

Telah Kuselesaikan Disini


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandarlampung, 01 November 1993 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan bapak Marwan Rusli dan Ibu Rodjenah. Penulis

menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Lepang Besar lalu pindah pada tahun ke-6 ke SD Negeri 1 Ogan Lima dan tamat pada tahun 2004.

Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Abung Barat pada tahun 2007. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan tingkat atas di SMA Negeri 1 Abung Barat pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswi penulis pernah mendapat beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) pada tahun 2013/2014 dan aktif dalam kegiatan

kemahasiswaan sebagai anggota Departemen Keprofesian di Persatuan

Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) tahun 2011/2012. Penulis pernah menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Matematika Teknik I pada tahun 2013 dan Mata Kuliah Mesin dan Peralatan Pengolahan Hasil Pertanian pada tahun 2014.


(17)

Pada tahun 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Unit Usaha Rejosari, Natar, Lampung Selatan dengan judul “Mempelajari Proses Pengolahan dan Kinerja Mesin Perontokan Buah Kelapa Sawit di PPKS Unit Usaha Rejosari, Natar, Lampung Selatan”. Tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon Margosari, Kecamatan Pagelaran Utara, Kabupaten Pringsewu dengan tema “Pemberdayaan Masyarakat”.


(18)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :

“ Pengaruh Kecepatan Putar Disc Mill terhadap Keseragaman Ukuran Butiran Gula Semut”

Shalawat beriring salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Bersamaan dengan selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Sri Waluyo, S.T.P., M.Si., Ph.D., selaku dosen pembimbing utama sekaligus

pembimbing akademik atas ketersediaannya untuk memberikan ilmu, bimbingan, masukan, nasihat, kritik dan saran, serta bimbingan selama penulis menjadi mahasiswi dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini;

2. Bapak Dr. Ir. Tamrin, M.S., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, masukan, nasihat, arahan serta kritik dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini; 3. Bapak Dr. Diding Suhandy, S.T.P., M.Agr., selaku penguji yang telah banyak memberikan

kritik dan saran serta pengarahan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini; 4. Bapak Warji, S.T.P., M.Si., yang telah memberikan bimbingan, masukan, nasihat, arahan


(19)

5. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

7. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan, pengetahuan, teladan dan arahan yang telah diberikan;

8. Kakek, Nenek, Ayah (Marwan Rusli) dan Mamakku (Rodjenah) tercinta yang senantiasa memberikan nasehat, do’a, perhatian, motivasi, dukungan dan dorongan baik material maupun spiritual, serta cinta dan kasih sayang yang tulus dalam penyelesaian skripsi ini; 9. Adik-adikku tersayang (Kenny Ramadhany, Totti Montella dan Arie Yudha Gautama) serta

keluarga besarku terimakasih atas do’a dan dukungannya;

10.Bapak Yayan, ibu Yayan, Dika dan Dewi serta warga desa Lehan yang telah memberikan kesempatan saya penelitian disana dan terimakasih atas bantuannya;

11.Teman-teman seperjuanganku angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan kalian.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, Amin.

Bandar Lampung, September 2014


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gula merupakan salah satu kebutuhan bahan pangan yang sangat penting bagi kebutuhan sehari-hari dalam rumah tangga maupun industri makanan dan minuman baik yang berskala besar maupun kecil. Gula menjadi sangat penting karena gula mengandung kalori yang dibutuhkan bagi kesehatan dan gula juga digunakan sebagai bahan pemanis utama yang digunakan oleh banyak industri makanan dan minuman (Sugiyanto, 2007).

Gula aren sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu pemanis makanan dan minuman yang bisa menjadi substitusi gula pasir (gula tebu). Gula aren diperoleh dari proses penyadapan nira aren yang kemudian dikurangi kadar airnya hingga menjadi padat. Produk gula aren di pasaran dapat ditemui dalam bentuk gula cetak dan gula semut. Gula cetak diperoleh dengan memasak nira aren hingga menjadi kental kemudian mencetaknya dalam cetakan bambu yang berbentuk lingkaran atau mangkok. Sedangkan gula semut, proses pembuatannya lebih panjang yaitu sampai terbentuknya kristal-kristal gula, kemudian dijemur atau dioven hingga kadar airnya mencapai 3% (Bank Indonesia, 2008).

Gula semut merupakan bentuk diversifikasi produk gula merah yang berbentuk butiran kecil (granulasi) berdiameter antara 0,8 – 1,2 mm. Bahan dasar untuk


(21)

2

membuat gula semut adalah nira dari pohon kelapa atau pohon aren (enau). Kedua pohon ini termasuk jenis tumbuhan palmae maka dalam bahasa asing secara umum gula semut juga disebut sebagai palm sugar. Gula semut memiliki beberapa kelebihan dari gula cetak antara lain yaitu lebih mudah larut, daya simpan lebih lama, bentuknya lebih menarik, pengemasan dan pengangkutan lebih mudah, mudah diperkaya dengan bahan lain seperti rempah-rempah, iodium dan vitamin A atau mineral (Mustaufik dan Dwianti, 2007), serta harga yang lebih tinggi dari pada gula cetak.

Proses pembuatan gula semut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu gula semut yang dibuat dari nira kelapa dan gula kelapa cetak. Pada prinsipnya proses produksi gula kelapa kristal meliputi : proses pengaturan pH dan penyaringan nira atau pemilihan gula cetak, pemanasan/pemasakan nira atau larutan gula, proses solidifikasi, proses granulasi/kristalisasi, pengayakan, pengeringan, dan

pengemasan (Mustaufik dan Haryani, 2006).

Gula semut memiliki peluang untuk memenuhi kebutuhan gula (bahan pemanis) nasional yang selama ini sebagian besar masih impor dan juga berpeluang untuk masuk di pasaran luar negeri (ekspor) seperti ke Singapura, Jepang, Hongkong, USA dan Jerman. Berdasarkan survei pasar, permintaan gula untuk ekspor sangat besar sekitar 400 ton/tahun dan baru terpenuhi sekitar 50% dari total permintaan (Pragita, 2010).

Produk berupa gula kelapa dan gula semut sangat aman dikonsumsi secara langsung, karena dalam prosesnya tanpa menggunakan bahan kimia dan apabila dilihat dari aspek lingkungannya pada proses pembuatan gula ini tidak mencemari


(22)

3

lingkungan. Oleh sebab itu gula semut banyak digunakan dan dikonsumsi sebagai pemanis minuman, bahan pemanis kue, industri perhotelan, dan pabrik kecap sebagai bahan campuran pembuatan kecap. Dewasa ini bahan pangan yang bersifat alami/organik banyak diminati, karena berdampak baik untuk kesehatan.

Pembuatan gula semut secara tradisional menghasilkan keseragaman butiran yang rendah, sehingga perlu peningkatan efisiensinya dengan menggunakan alat

mekanis. Pembuatan gula semut menggunakan disc mill bertujuan untuk meningkatkan keseragaman ukuran butiran gula semut yang dihasilkan dan meningkatkan produktivitas hasil.

Proses manual akan digantikan dengan teknologi mesin penggiling atau

pengecilan ukuran. Prinsip kerja mesin ini adalah menggerus bahan dengan gaya tekan dan gesekan antara dua piringan yang satu berputar dan yang lainnya tetap. Menurut Sumariana (2012), kecepatan putaran mesin (rpm) sangat berpengaruh terhadap hasil penggilingan. Proses penggilingan juwawut menggunakan disc mill dengan kecepatan putar yang paling tinggi menghasilkan ukuran diameter partikel yang lebih kecil di antara kecepatan putar lainnya.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui pengaruh kecepatan putar (rpm) disc mill terhadap distribusi dan keseragaman ukuran butiran gula semut.

2. Mengetahui kecepatan putar (rpm) disc mill yang optimal menghasilkan ukuran butiran 0,8 – 1,2 mm yang terbanyak.


(23)

4

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah dan acuan untuk masyarakat tentang cara pembuatan gula semut dengan menggunakan alat

mekanis (disc mill).

1.4 Hipotesis

Semakin tinggi kecepatan putar (rpm) disc mill maka semakin kecil ukuran butiran gula semut yang dihasilkan.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nira

Nira adalah cairan manis yang diperoleh dari air batang atau getah tandan bunga tanaman seperti tebu, bit, sorgum, mapel, siwalan, bunga dahlia dan tanaman dari keluarga palma seperti aren, kelapa, nipah, sagu, kurma dan sebagainya. Nira aren merupakan salah satu sumber bahan pangan dalam pembuatan gula. Pohon aren memiliki nilai ekonomi mulai dari bagian-bagian fisik pohon maupun dari hasil-hasil produksinya dan hampir semua bagian dari pohon ini dapat

dimanfaatkan. Pada umumnya pohon ini tumbuh secara liar (tidak ditanam orang). Ketersediaan sumberdaya juga merata di seluruh Indonesia seperti Sulawesi Selatan yang memiliki potensi aren yang cukup besar. Secara

tradisional, masyarakat mengolah nira aren menjadi gula batu (gula merah) atau gula semut yang berupa kristal. Selain itu, gula aren mempunyai beberapa

kelebihan seperti harganya yang jauh lebih tinggi dan aromanya yang lebih harum (Baharuddin, dkk., 2007).

2.2 Gula Aren

Aren atau enau (Arrenga pinnata Merr) merupakan salah satu keluarga palma yang memiliki potensi nilai ekonomi yang tinggi dan dapat tumbuh subur di


(25)

6

wilayah tropis seperti Indonesia. Tanaman aren dapat tumbuh pada segala macam kondisi tanah, baik tanah berkapur, berlembung maupun berpasir. Namun pohon aren tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya terlalu tinggi. Tanaman aren dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal pada tanah yang memiliki

ketinggian di atas 1.200 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 25 ⁰C. Pohon aren memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial. Namun dari semua produk aren, nira aren yang berasal dari lengan bunga jantan sebagai bahan untuk produksi gula aren adalah yang paling besar nilai ekonomisnya. Masyarakat Indonesia sudah mengenal gula aren sebagai salah satu pemanis makanan dan minuman yang bisa menjadi subtitusi gula pasir (gula tebu). Gula aren diperoleh dari proses penyadapan nira aren yang kemudian dikurangi kadar airnya hingga menjadi padat. Gula cetak dan gula semut merupakan produk yang dibuat dari gula aren. Gula cetak diperoleh dengan memasak nira aren hingga menjadi kental seperti gulali kemudian mencetaknya dalam cetakan berbentuk setengah

lingkaran. Sedangkan gula semut pada proses pemasakannya membutuhkan waktu lebih panjang yaitu hingga gula aren mengkristal, kemudian dikeringkan (dijemur atau dioven) hingga kadar airnya mencapai 3%. Gula aren kristal ini memiliki beberapa keunggulan yaitu daya tahan yang lebih lama, lebih higienis dan praktis dalam penggunaannya (Bank Indonesia, 2008)

2.3 Gula Kelapa

Gula merah biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palmae, seperti


(26)

7

kelapa, aren, dan siwalan. Gula kelapa adalah gula yang dihasilkan dari

penguapan nira pohon kelapa. Gula kelapa atau dalam perdagangan disebut gula jawa, gula merah atau gula nira, biasanya dijual dalam bentuk setengah mangkok atau setengah elip. Bentuk demikian ini dihasilkan dari cetakan yang digunakan berupa setengah tempurung kelapa dan cetakan bambu, sehingga bentuknya bulat silindris (Purwaningsih, 2009).

Gula kelapa atau gula merah adalah gula yang dibuat dari nira kelapa yang telah diolah. Sedangkan gula putih adalah gula yang dibuat dari tebu. Gula kelapa memiliki ciri khusus baik rasa, aroma dan bentuknya yang sangat berbeda dengan

gula putih (Heri dan Lukman, 2007).

2.4 Gula Semut

Gula semut dibuat dari gula kelapa yang dapat dipadukan dengan empon-empon seperti kencur, jahe, maupun temu lawak. Gula semut memiliki berbagai manfaat kesehatan antara lain mencegah perut kembung, masuk angin, flu, batuk, maupun sebagai penghangat badan. Oleh karena gula semut saat ini banyak dicari orang, bahkan sudah ada pengusaha yang mengekspor sampai Australia maupun Eropa. Penggunaannya cukup praktis yaitu menuang 2 – 3 sendok makan gula semut jahe ke dalam gelas ukuran sedang, setelah itu ditambahkan air panas/dingin,

kemudian diaduk hingga kristal larut kemudian siap untuk diminum. Gula semut juga dapat dibuat natural sehingga lebih praktis dalam penggunaan maupun penyimpanannya dan bisa sebagai pengganti gula pasir. Gula semut natural memiliki kadar air rendah yaitu sekitar 3%, sehingga dapat bertahan hingga 1


(27)

8

tahun. Gula semut natural dapat digunakan untuk minuman, masakan, pembuatan kue, bubur dan es. Gula semut telah banyak digunakan di restoran maupun hotel-hotel berbintang, yaitu sebagai gula merah (brown sugar) yang dikemas dalam kemasan yang praktis (Purwaningsih, 2009).

Gula kristal memiliki kelebihan dibandingkan dengan gula merah (cetak), kelebihannya antara lain lebih mudah larut, daya simpan lebih lama, bentuknya lebih menarik, pengemasan dan pengangkutan lebih mudah, rasa dan aromanya lebih khas, dapat diperkaya dengan bahan lain seperti rempah-rempah, vitamin A dan iodium (Mustaufik dan Dwianti, 2007), serta harganya lebih mahal dari pada gula kelapa cetak biasa. Penggunaan gula kelapa kristal sama dengan gula pasir (tebu) yaitu dapat digunakan sebagai bumbu masak, pemanis minuman (sirup, susu, soft drink) dan sebagai pemanis makanan untuk industri seperti adonan roti, kue, kolak, dan lain-lain (Mustaufik dan Karseno, 2004).

Menurut Wijaya, dkk (2010), penambahan FCS (fine crystal sucrose) pada

pembuatan gula semut nira nipah menggunakan perlakuan penambahan konsetrasi FCS (fine crystal sucrose) sebanyak 10% diperoleh hasil organoleptik perlakuan terbaik dari segi rasa 3,93 (menyukai), warna 3,87 (menyukai) dan aroma 3,87 (menyukai). Nilai kesukaan gula semut perlakuan terbaik ini berbeda nyata jika dibandingkan dengan nilai kesukaan produk kontrol yang ada di pasaran.


(28)

9

2.5 Proses Pembuatan Gula Kristal

Menurut Mustaufik dan Haryanti (2006), proses pembuatan gula kelapa kristal dapat dilakukan dengan dua cara yaitu gula kelapa kristal yang dibuat dari nira kelapa dan gula kelapa kristal yang dibuat dari gula kelapa cetak yang sudah jadi.

1. Proses pembuatan gula kelapa kristal dari nira kelapa

Nira yang digunakan harus bersih dan segar. Sebelum penyadapan, bumbung dicuci dengan air dingin kemudian dibilas dengan air panas lalu dikeringkan atau diasapi. Penambahan kapur sirih bertujuan untuk menjaga nira agar tidak mudah rusak atau tidak asam. Nira yang telah disadap diukur pH nya dan jika keasaman nira terlalu tinggi maka perlu ditambahkan kapur sirih agar nira tetap dalam keadaan netral yaitu pH 6,0 – 7,0. Apabila pH nira yang diinginkan telah tercapai, nira disaring dengan kain saring untuk menghindari pengendapan kapur atau kotoran di dalam nira.

Nira yang sudah bersih kemudian dipanaskan dengan suhu antara 110 – 120 ⁰C hingga mendidih sambil diaduk. Pada saat nira mendidih, buih dan kotoran halus dihilangkan dengan menggunakan serok. Untuk menjaga agar buih di dalam wajan tidak meluap maka ditambahkan 1 sendok minyak makan kelapa atau santan untuk setiap 25 liter nira. Pada saat ini harus dihindari terjadinya pemasakan yang melewati titik end point yakni berkisar 110 ⁰C.


(29)

10

End point merupakan suhu akhir pemasakan, dimana nira sudah mulai mengental dan meletup-letup. Akhir pemasakan juga dapat diketahui secara visual, yaitu nira yang dipanaskan akan menggumpal (memadat dan mengeras) dan tidak bercampur dengan air jika dituang ke dalam air dingin. Penentuan end point dapat dilakukan dengan cara memasukkan beberapa tetes masakan kedalam gelas yang berisi air. End point sudah tercapai apabila masakan tidak larut dalam air (mengendap). Selanjutnya nira kental dalam wajan segera diangkat dan didinginkan untuk proses solidifikasi (pemadatan). Langkah selanjutnya adalah

granulasi/kristalisasi, setelah itu dilakukan pengayakan untuk

mendapatkan butiran-butiran yang ukurannya seragam, baru kemudian dilakukan pengemasan.

2. Proses pembuatan gula kelapa kristal dari gula kelapa cetak

Gula yang akan dibuat menjadi gula kelapa kristal harus bermutu baik. Gula kelapa tersebut dipotong-potong kemudian dilarutkan ke dalam air dengan perbandingan 2 : 1. Larutan gula kelapa yang diperoleh disaring sehingga dihasilkan larutan gula yang bersih. Larutan gula yang sudah bersih ditambah dengan gula pasir sebanyak 5 – 15%, kemudian

dipanaskan pada suhu 110 ⁰C sambil diaduk-aduk agar merata dan sampai pekat. Untuk mendapatkan rasa tertentu dapat ditambahkan bahan lain sesuai yang diinginkan, misalkan ditambah ekstrak jahe atau kencur dan santan. Pemberian dilakukan dengan cara memasukkan bahan ke dalam larutan gula pada saat pemasakan larutan gula tersebut mengeluarkan buih.


(30)

11

Pemanasan ditingkatkan hingga mencapai end point. Selanjutnya dilakukan dengan solidifikasi dan granulasi.

3. Granulasi atau kristalisasi

Kristalisasi atau pembentukan kristal dilakukan dengan pengadukan memutar menggunakan mesin/alat atau juga bisa menggunakan pengaduk kayu berbentuk garpu atau jangkar. Pengadukan dimulai dari bagian pinggir ke bagian tengah wajan. Setelah adonan berbentuk kristal maka pengadukan dipercepat. Apabila semuanya telah mengkristal secara homogen biarkan dulu selama beberapa menit supaya agak dingin. Kristal yang terbentuk kemudian disaring menggunakan ayakan dari stainless steel dengan ukuran yang telah disesuaikan.

2.6 Syarat Mutu Gula Palma

Mutu adalah gambaran atau karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat. Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tehadap mutu adalah sesuai kebutuhan pemakai, harga produk, waktu penyerahan sesuai keinginan pelanggan, kehandalan, dan kemudahan pemeliharaan. Syarat mutu gula palma menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3743-1995) disajikan pada Tabel 1.


(31)

12

Tabel 1. Syarat mutu gula palma

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Cetak Butiran/Granula Keadaan

-Bentuk Normal Normal -Rasa dan aroma Normal, khas Normal, khas -Warna Kuning kecoklatan

sampai coklat

Kuning kecoklatan sampai coklat Bagian yang tak larut

dalam air

(%bb) Maks. 1,0 Maks. 0,2

Air (%bb) Maks. 10,0 Maks. 3,0 Abu (%bb) Maks. 2,0 Maks. 2,0 Gula pereduksi (%bb) Maks. 10,0 Maks. 6,0 Jumlah gula sebagai

sakarosa

(%bb) Maks. 77 Maks. 90,0

Cemaran logam

Seng (Zn) (mg/kg) Maks. 40,0 Maks. 40,0 Timbal (Pb) (mg/kg) Maks. 2,0 Maks. 2,0 Tembaga (Cu) (mg/kg) Maks. 10,0 Maks. 10,0 Raksa (Hg) (mg/kg) Maks. 0,03 Maks. 0,03 Timah (Sn) (mg/kg) Maks. 40,0 Maks. 40,0 Arsen (mg/kg) Maks. 1,0 Maks. 1,0

Sumber : Dewan Standar Nasional Indonesia (1995)

2.7 Disc Mill

Brennan dkk (1990) dalam Sumariana (2012), disc mill merupakan suatu alat penepung yang berfungsi untuk menggiling bahan serelia menjadi tepung, namun lebih banyak digunakan untuk menepungkan bahan yang sedikit mengandung serat dan juga suatu alat penepung yang memperkecil bahan dengan tekanan dan gesekan antara dua piringan yang satu berputar dan yang lainnya tetap. Disc mill dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu single disc mill, double disc mill, dan buhr mill. Pada single disc mill, bahan yang akan dihancurkan dilewatkan di antara dua


(32)

13

cakram. Cakram yang pertama berputar dan yang lain tetap pada tempatnya. Efek gesekan didapatkan karena adanya pergerakan salah satu cakram, selain itu bahan juga mengalami gesekan lekukan pada cakram dan dinding alat. Jarak cakram dapat diatur, disesuaikan dengan ukuran bahan dan produk yang diinginkan. Pada double disc mill, kedua cakram berputar berlawanan arah sehingga akan didapatkan efek gesekan terhadap bahan yang jauh lebih besar. Bagian-bagian disc mill terdiri dari corong pemasukan, lubang pemasukan, screen filter, disc penggiling dinamis, corong pengeluaran, motor, pengunci, dan disc penggiling statis. Prinsip kerja disc mill adalah berdasarkan gaya gesek dan gaya pukul. Bahan yang akan dihancurkan berada di antara dinding penutup dan cakram berputar. Bahan akan mengalami gaya gesek karena adanya lekukan-lekukan pada cakram dan dinding alat. Gaya pukul terbentuk karena ada logam-logam yang dipasang pada posisi yang bersesuaian.

Penggilingan dengan menggunakan disc mill diperoleh fraksi halus yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan hammer mill. Hal ini dikarenakan prinsip mesin disc mill adalah gaya geser (shear force) dimana bahan mengalami gesekan dengan cakram yang bersifat abrasive sehingga bubuk yang dihasilkan lebih halus. Sedangkan prinsip mesin hammer mill adalah gaya pukul dari palu-palu yang berputar dengan kecepatan tinggi sehingga bahan akan hancur menjadi partikel yang halus (Syah, dkk., 2013). Adanya perbedaan hasil gilingan yang diperoleh disebabkan dari ukuran saringan yang digunakan di dalam mesin, selain itu faktor yang berpengaruh terhadap hasil penggilingan yaitu kecepatan putaran mesin (rpm) (Rahmawati, 2010).


(33)

14

Menurut Rahmadian (2012), perbedaan hasil gilingan dipengaruhi oleh kecepatan putaran mesin (rpm). Semakin besar rpm maka mesin berputar semakin cepat atau semakin kecil rpm maka mesin berputar semakin lambat. Selain itu faktor yang menyebabkan keseragaman hasil gilingan yaitu karena adanya

pukulan/tumbukan serta gesekan-gesekan dari palu-palu penghancur yang mengenai bahan intensitasnya tidak sama. Hal ini dikarenakan arah lintasan bahan tersebut bersifat acak sehingga jumlah pukulan yang diterima oleh bahan berbeda-beda yang berakibat pada hasil gilingan yang beragam.

Kecepatan putar sangat berpengaruh terhadap hasil penggilingan. Proses penggilingan juwawut menggunakan disc mill dengan kecepatan putar yang paling tinggi menghasilkan ukuran rata-rata partikel yang lebih kecil diantara kecepatan putar lainnya. Ukuran rata-rata partikel yang didapat pada kecepatan putar 5700 rpm dengan mesh 80 dan mesh 100 yaitu sebesar 0,016456937 dan 0,016468348 inchi (Sumariana, 2012).

Perry dan Green (1976) dalam Sutanto (2006) membagi alat pengecil ukuran bahan menjadi empat kelompok menurut gaya yang dikenakan terhadap bahan tersebut yaitu :

1) bila gaya yang bekerja di antara dua permukaan bahan disebut penggerusan;

2) bila gaya yang bekerja pada satu permukaan bahan disebut proses pemukulan;

3) bila gaya yang bekerja tidak pada permukaan bahan tetapi melalui aksi medium sekeliling;


(34)

15

4) bila gaya yang bekerja bukan dengan energi mekanik tetapi dengan aksi lain seperti kejutan panas dan elektrohidraulik.

Henderson dan Perry (1976) membagi alat-alat penggiling berdasarkan gaya yang bekerja terhadap bahan yaitu :

a. Penggilingan tipe palu (hammer mill)

Hammer mill adalah suatu alat yang digunakan untuk memperkecil ukuran berdasarkan gaya pukulan/impak. Hammer mill terdiri dari palu/pemukul yang berputar pada porosnya. Bahan yang akan digiling masuk ke dalam ruang pemukulan melalui corong pemasukan. Susunan palu yang terdapat pada porosnya akan bergerak bolak-balik memberikan pukulan pada bahan. Modulus kehalusan dan indeks keseragaman hasil penggilingan tergantung pada ukuran dari lubang saringan dan laju pengumpanan bahan. Kecepatan putar penepung dan bentuk dari pemukul juga mempengaruhi ukuran bahan yang dihasilkan. Kecepatan putar dari pemukul penepung palu adalah antara 1500 – 4000 rpm.

Beberapa keuntungan dalam menggunakan penggiling palu sebagai alat penepung antara lain adalah : 1) bentuk konstruksinya lebih sederhana, 2) dapat digunakan untuk menepungkan berbagai macam bahan, 3) tidak mudah rusak dengan adanya benda asing dalam ruang penepungan, 4) tidak mudah rusak bila dioperasikan dalam keadaan kosong, 5) keausan palu tidak mengurangi efisiensi alat. Sedangkan kerugian dalam menggunakan penggiling palu adalah : 1) kekurang-mampuan untuk menghasilkan hasil gilingan yang seragam, dan 2) membutuhkan tenaga yang tinggi.


(35)

16

b. Penggilingan tipe bergerigi (disc mill)

Penepung bergerigi yang biasa dikenal dengan atrition mill, plate atau disc mill bekerja berdasarkan gaya tekan dan gesekan antara dua piringan yang satu berputar dan yang lainnya tetap. Laju pemasukan yang berlebihan akan

memperkecil keefektifan dari alat dan akan menyebabkan panas yang berlebih. Umumnya kecepatan putar penggiling bergerigi adalah di bawah 1200 rpm.

Beberapa keuntungan bila menggunakan penggiling bergerigi adalah : 1) biaya pemasangan awal yang rendah, 2) hasil gilingan yang relatif seragam, 3) tenaga yang dibutuhkan lebih rendah. Sedangkan kerugian dalam

menggunakan penggiling bergerigi adalah : 1) adanya benda-benda asing di dalam bahan yang digiling dapat menyebabkan kerusakan pada alat, dan 2) bila piringan beroperasi tanpa bahan yang digiling maka akan mempercepat kerusakan piringan.

2.8 Pengecilan Ukuran

Menurut Henderson dan Perry (1976), pengecilan ukuran dilakukan secara mekanis tanpa mengubah sifat kimia bahan. Pengecilan ukuran mencakup proses pemecahan dan penggilasan, pemotongan, dan penggilingan. Pengecilan ukuran secara umum digunakan untuk menunjukkan pada suatu operasi, pembagian atau pemecahan bahan secara mekanis menjadi bagian yang berukuran kecil (lebih kecil) tanpa diikuti perubahan sifat kimia. Pengecilan ukuran dilakukan untuk


(36)

17

menambah permukaan padatan sehingga pada saat penambahan bahan lain pencampuran dilakukan secara merata.

2.9 Pengayakan

Pengayakan dengan berbagai rancangan telah banyak digunakan dan dikembangkan secara luas pada proses pemisahan bahan-bahan pangan berdasarkan ukuran. Pengayakan merupakan proses pemisahan bahan

berdasarkan ukuran kawat ayakan atau mesh. Bahan yang ukurannya lebih kecil dari diameter ayakan akan lolos, sedangkan bahan yang ukurannya lebih besar dari diameter ayakan akan tertahan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan keseragaman butiran-butiran hasil penggilingan adalah dengan menggunakan saringan tyler. Alat ini digunakan untuk mengukur kelembutan dimensi terkecil 0,0029 inchi. Kelembutan butiran-butiran dinyatakan dengan modulus kehalusan (fineness modulus) yang diberi batasan sebagai jumlah berat bagian yang tertahan pada tiap-tiap saringan yang digunakan dibagi 100.

Pada analisis dengan cara ini, bahan dimasukkan di atas susunan sederetan saringan tyler yang dipasang dan digoyangkan dengan vibrator, dengan gerakan yang teratur dan waktu pengoperasiannya dapat diatur. Analisis saringan tyler penting dilakukan untuk menentukan pengaruh penggilingan terhadap perubahan distribusi (% berat). Selain itu juga berfungsi untuk menentukan pengaruh

penggilingan terhadap ukuran partikel, indeks keseragaman, dan fineness modulus yang menunjukkan keseragaman hasil penggilingan atau penyebaran fraksi kasar, sedang, dan halus dalam bahan hasil penggilingan (Henderson dan Perry, 1976).


(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen (RBPP) Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wajan besar, kompor/tungku, pengaduk kayu, penggerus garpu dari kayu, nampan, stopwatch, oven, cawan, ayakan tyler, disc mill, tachometer, termometer, timbangan digital, kamera digital, dan alat tulis.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula kelapa cetak dengan kadar air sekitar 13 – 14%, gula pasir, dan air.


(38)

19

3.3 Prosedur Pembuatan Gula Semut

Gula semut dibuat dari bahan gula kelapa cetak dengan kadar air sekitar 13 – 14% dengan menggunakan alat mekanis (disc mill). Gula kelapa harus bermutu baik yaitu warna coklat sampai kecoklatan dan teksturnya remah. Gula kelapa tersebut dipotong kecil, kemudian dipanaskan dengan suhu 110 – 120 ⁰C dan ditambahkan gula pasir sebanyak 10% yang sudah dilarutkan sambil diaduk-aduk agar merata dan pekat. Pemanasan dilakukan hingga larutan diambil secara sampling tidak terpencar ketika dimasukkan dalam air dingin atau terbentuk benang ketika diteteskan dari atas.

Kemudian cairan gula yang telah jadi dituangkan dalam nampan dan digerus menggunakan kayu yang berbentuk garpu sampai semua air teruapkan dan terbentuk granul dapat dilihat pada Gambar 6 (Lampiran). Granul dikeringkan menggunakan sinar matahari dengan suhu 45 – 55 ⁰C. Kemudian granul yang telah kering digiling menggunakan disc mill dengan lima variasi kecepatan putar yaitu 800, 900,1000, 1100, dan 1200 rpm. Pemilihan kecepatan putar ini

didasarkan pada penelitian pendahuluan yang sebelumnya dilakukan, pada kecepatan putar di bawah 800 engine tidak kuat untuk menggiling ketika menggunakan beban sehingga mesin mati. Sedangkan pada kecepatan putar di atas 1200 rpm sebagian besar menghasilkan butiran yang halus. Kecepatan putar aktual yang dihasilkan ketika mesin menggunakan beban pada setiap perlakuan yaitu berkisar 765, 870, 960, 1056, dan 1170 rpm.

Jumlah sampel untuk setiap perlakuan adalah 1500 g dengan tiga kali ulangan. Untuk menghindari kelengketan pada proses pengayakan, maka gula semut hasil


(39)

20

penggilingan dikeringkan terlebih dahulu. Kemudian gula semut diayak menggunakan ayakan tyler dan dikelompokkan berdasarkan ukuran yang telah ditentukan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam proses pembuatan gula semut adalah suhu pemasakan /penguapan, waktu pemasakan dan suhu pengeringan. Suhu pemasakan menentukan karakteristik gula semut. Jika suhu pemasakan masih terlalu rendah, maka kandungan air dalam adonan masih tinggi sehinggi proses kristalisasinya kurang sempurna. Sebaliknya jika suhu akhir pemasakan terlalu tinggi maka warna gula lebih gelap dan proses kristalisasinya agak sulit, karena gula sudah mengeras. Waktu pemasakan juga mempengaruhi karakteristik gula semut. Jika waktu pemasakan terlalu singkat maka proses kristalisasi tidak sempurna sehingga gula tersebut tidak dapat dicetak. Sedangkan jika waktu pemasakan yang terlalu lama maka gula tersebut akan gosong. Pada proses penjemuran atau pengovenan suhu yang digunakan yaitu sekitar 45 – 55 ⁰C. Jika suhu pengeringan terlalu tinggi maka akan mengakibatkan gula menjadi lembek atau meleleh.


(40)

21

Gambar 1. Skema pembuatan butiran gula semut Granul dikeringkan menggunakan sinar matahari dengan

suhu 45 – 55 ⁰C hingga kering

Cairan gula yang sudah mengental diangkat lalu dituangkan dalam nampan dan digerus menggunakan

kayu yang berbentuk garpu hingga terbentuk granul

Granul digiling menggunakan disc mill dengan kecepatan putar 800, 900, 1000, 1100, dan 1200 rpm

Mulai

Penambahan larutan gula pasir 10%

Dipanaskan dengan suhu 110-120 ⁰C diaduk hingga homogen sampai mengental

Gula kelapa yang telah jadi dan dipotong kecil

Selesai

Butiran gula semut dikeringkan kembali hingga kadar air mencapai 3%

Diayak menggunakan ayakan tyler

Butiran gula semut ditimbang sebanyak 1000 g

Granul kering ditimbang sebanyak 1500 g untuk setiap perlakuan


(41)

22

3.3.1 Parameter Pengamatan

Adapun parameter yang diamati dalam penelitian ini antara lain adalah : Kadar air, derajat kehalusan (FM), indeks keseragaman, rendemen butiran, kerapatan curah, dan warna.

3.3.1.1 Kadar air

Penentuan kadar air dalam penelitian ini menggunakan metode oven, yaitu didasarkan atas prinsip perhitungan selisih bobot bahan (sampel) sebelum dan sesudah pengovenan pada suhu 105 ⁰C. Pada penelitian ini kadar air gula semut diukur setelah proses penggilingan. Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara menimbang gula semut sebanyak 10 g (ma) kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 ⁰C selama 24 jam sampai beratnya konstan. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator ± 15 menit dan ditimbang (mb). Sampel yang dikeringkan diberi ulangan sebanyak 3 kali kemudian dirata-ratakan dan nilainya digunakan dalam perhitungan. Kadar air dihitung dengan rumus :

Kadar air (%) = −

x 100%...(1) Keterangan :

ma : Bobot sampel awal (g) mb : Bobot kering (g)


(42)

23

3.3.1.2 Derajat kehalusan (fineness modulus)

Pengukuran keseragaman butiran gula semut dilakukan dengan pengayakan menggunakan ayakan tyler. Hasil butiran gula semut pada setiap perlakuan yang telah kering ditimbang sebanyak 1000 g kemudian diayak menggunakan ayakan tyler selama 10 menit (sampai stabil). Kehalusan butiran dibagi dalam 7

kelompok yaitu diameter berukuran kurang dari 0,50 mm, 0,50 – 0,69 mm, 0,69 – 0,84 mm, 0,84 – 1,00 mm, 1,00 – 1,18 mm, 1,18 – 1,41 mm, dan lebih dari 1,41 mm. Ukuran butiran terbanyak yang diharapkan adalah butiran dengan ukuran diameter 0,8 – 1,2 mm.

Derajat kehalusan (fineness modulus) adalah bilangan yang mewakili ukuran rata-rata partikel bahan hasil penggilingan. Derajat kehalusan dihitung berdasarkan jumlah fraksi bahan yang tertinggal pada setiap ayakan tyler dibagi dengan 100.

Tabel 1. Cara menentukan fineness modulus (FM)

Mesh(inchi) Ukuran lubang (mm)

Berat bahan yang tertinggal

% Bahan yang tertinggal

Dikalikan dengan

% Hasil

14 (0,056) 1,41 6

16 (0,047) 1,18 5

18 (0,039) 1,00 4

20 (0,033) 0,84 3

25 (0,028) 0,69 2

35 (0,019) 0,50 1

Panci < 0,50 0

Total -

- Fraksi persentase bahan tertinggal (Xi)


(43)

24

Keterangan :

mi : Bobot bahan yang tertinggal di ayakan ke-i (g) mtotal : Bobot seluruh bahan yang tertinggal di ayakan (g)

- Fineness modulus (FM)

FM = � � (%)

� ℎ � � �� (%)………..(3)

- Dimensi rata-rata partikel dihitung dengan menggunakan derajat kehalusan (mm).

D = 0,10414 (2) FM………(4)

3.3.1.3 Indeks keseragaman

Indeks keseragaman merupakan perbandingan angka yang menyatakan fraksi-fraksi kasar, sedang, dan halus dari partikel bahan hasil penggilingan. Hasil dari pengayakan dikelompokkan berdasarkan kriteria kasar, sedang, dan halus. Yang termasuk kategori kasar adalah jumlah fraksi berat yang tertahan pada dua ayakan pertama dari satu set ayakan tyler, yaitu 14 dan 16 mesh. Sedangkan jumlah fraksi berat yang tertahan pada ayakan berikutnya, yaitu 18, 20 dan 25 mesh termasuk dalam kategori sedang. Jumlah fraksi berat pada ayakan selanjutnya, yaitu 35 mesh dan panci digolongkan dalam kategori halus. Perbandingan ketiga kategori bahan tersebut merupakan indeks keseragaman.


(44)

25

3.3.1.4 Rendemen butiran

Rendemen butiran menunjukkan persen hasil ukuran butiran yang diharapkan, yaitu perbandingan berat butiran yang dihasilkan (0,8 – 1,2 mm) dengan berat total butiran. Untuk mengetahui rendemen butiran gula semut dilakukan dengan cara menimbang butiran yang berukuran 0,8 – 1,2 mm dan dibagi dengan berat butiran seluruhnya. Rendemen butiran dihitung dengan rumus :

% Rendemen butiran

=

ℎ x 100%...(5)

Keterangan :

mh : Bobot butiran yang dihasilkan (diameter butiran 0,8 – 1,2 mm) (g) mtotal : Bobot total butiran (g)

3.3.1.5 Kerapatan curah

Kerapatan curah adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang ditempatinya, termasuk ruang kosong diantara butiran bahan.

Untuk mengetahui kerapatan curah gula semut dilakukan dengan cara menimbang wadah (m1) yang volumenya diketahui (misalnya volume 250 ml), kemudian diisi dengan gula semut hingga rata dibibir wadah, wadah diketuk-ketuk sebanyak 10 kali untuk memadatkan gula semut, lalu ditimbang (m2).

Kerapatan curah dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Bobot sampel (m) = m2 –m1 (g)………..(6) Kerapatan curah (ρ) = m

(kg/m 3


(45)

26

Keterangan :

m1 : Bobot wadah (g)

m2 : Bobot wadah + gula semut (g) m : Massa (kg)

V : Volume wadah (m3)

3.3.1.6 Warna

Penentuan warna dalam penelitian ini didasarkan pada SNI warna gula semut, yaitu warna kuning kecoklatan sampai coklat. Pada penelitian ini penentuan warna dilakukan dengan metode citra digital. Citra digital merupakan proses pengolahan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Sistem visual dipengaruhi oleh perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan. Perangkat keras yang digunakan adalah sebuah kamera warna. Kamera warna memiliki tiga buah sensor citra masing-masing untuk warna merah (R), hijau (G), dan biru (B) atau mempunyai satu sensor dengan filter RGB (Hendrawan dan Sumardi, 2005). Berikut prosedur pengambilan citranya :

1. Bahan diletakkan di dalam box pengambilan citra berlatar belakang kain putih dengan ketinggian 16 cm yang sudah dipasangkan lampu pijar pada 2 titik sudut (kanan dan kiri) pada box pengambilan citra, di mana lampu tersebut berfungsi untuk menghilangkan efek bayangan yang terbentuk. 2. Kamera digital akan menangkap citra gula semut dan menyimpan ke

dalam memori dalam bentuk file citra dengan format JPG kemudian diolah menggunakan komputer (diperkecil pixel nya menjadi 20 x 20)


(46)

27

menggunakan perangkat lunak adobe photoshop 10.0 dan diulang 3 kali pada titik yang berbeda.

3. Citra yang sudah diperkecil ukurannya disimpan dan dimasukkan ke dalam program MATLAB, sehingga keluar nilai RGB nya.

Untuk membandingkan warna gula semut yang dihasilkan, maka dilakukan pembandingan warna gula semut dengan produk komersial sejenis.

3.3.2 Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor (P800, P900, P1000, P1100, dan P1200). RAL dapat didefisinikan sebagai rancangan dengan beberapa perlakuan yang disusun secara random untuk seluruh percobaan. RAL digunakan untuk analisis data khusus pengujian kadar air, fineness modulus, ukuran partikel, rendemen butiran, kerapatan curah, dan warna. Jika perlakuan berpengaruh maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaannya. Analisis data dilakukan menggunakan paket program statistik SAS. Model linier RAL yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + τi + ԑij………(8) Keterangan:

µ : Rata-rata umum (mean populasi) τi : Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

ԑij : Galat percobaan atau pengaruh acak dari perlakuan ke-i ulangan ke-j


(47)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Kecepatan putar (rpm) berpengaruh terhadap, ukuran partikel, derajat kehalusan (FM), dan rendemen butiran. Tetapi kecepatan putar (rpm) tidak berpengaruh terhadap kadar air, kerapatan curah dan warna.

2. Kecepatan putar optimal secara teoritis yang didapat yaitu 964 rpm dengan persentase rendemen butiran sebesar 29,07%, sedangkan rendemen butiran aktual pada 900 rpm lebih tinggi yaitu sebesar 45,32%. Perhitungan statistik menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,267. Hal ini membuktikan bahwa model regresi untuk rendemen butiran yang didapat tidak tepat untuk menduga nilai kecepatan putar.

5.2 Saran

Pada penelitian ini rendemen yang diharapkan (butiran yang berukuran 0,8 – 1,2 mm) yang dihasilkan masih rendah sehingga perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan rentang kecepatan putar (rpm) 800 – 1000 dengan interval lebih kecil dari 100 untuk melihat distribusi butiran yang dihasilkan. Sehingga didapat kecepatan putar (rpm) optimal yang lebih akurat.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin., M. Muin., dan H. Bandaso. 2007. Pemanfaatan Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) Sebagai Bahan Pembuatan Gula Putih Kristal. Jurnal Perennial. 3(2) : 40 – 43.

Bank Indonesia. 2008. Gula Aren (Gula Semut dan Cetak). Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK). Jakarta.

Henderson, S.M. dan Perry, R.L. 1976. Agricultural Process Operations 3rd Ed. John Wiley and Sons. New York. 251 hal.

Hendrawan, Y. dan Sumardi, H. S. 2005. Pengkajian Karakteristik Mutu Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.) dengan Teknik Pengolahan Citra. Jurnal Teknologi Pertanian. 6 (2) : 131-142. Heri, M.K. dan M. Lukman. 2007. Pendampingan Penerapan Diversifikasi Produk

Gula Kelapa/Merah Kemasan Kecil. Jurnal Dedikasi. (4) : 73 –

81.

Mustaufik dan H. Dwianti. 2007. Rekayasa Pembuatan Gula Kelapa Kristal yang Diperkaya dengan Vitamin A dan Uji Preferensinya kepada Konsumen. Laporan Penelitian. Peneliti Dosen Muda Dikti Jakarta. Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Mustaufik dan P. Haryanti. 2006. Evaluasi Mutu Gula Kelapa Kristal yang Dibuat dari Bahan Baku Nira dan Gula Kelapa Cetak. Laporan Penelitian. Peneliti Muda Dikti Jakarta. Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Mustaufik dan Karseno. 2004. Penerapan dan Pengembangan Teknologi

Produksi Gula kelapa kristal Berstandar Mutu SNI untuk

Meningkatkan Pendapatan Pengrajin Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas. Laporan Pengabdian Masyarakat. Program

Pengembangan Teknologi Tepat Guna. Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.


(49)

42

Pragita, T.E. 2010. Evaluasi Keragaman dan Penyimpangan Mutu Gula Kelapa Kristal (Gula Semut) di Kawasan Home Industri Gula Kelapa Kabupaten Banyumas. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Purwaningsih, D. 2009. Pemanfaatan Gula Semut Sebagai “Healthy Sweetener”. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. 7 hal.

Rahmadian, O. 2012. Uji Kinerja Hammer Mill dengan Umpan Janggel Jagung. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 1 (1) : 11 – 16.

Rahmawati, H. 2010. Rancang Bangun Mesin Penepung Kasava Tipe Hammer Mill. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.

Suhandy, D. dan U. Ahmad.. 2003. Pengembangan Algoritma Image Processing Untuk Menduga Kemasakan Buah Manggis Segar. Buletin Keteknikan Pertanian. 17 (2) : 29 – 38.

Sumariana, K.S. 2008. Uji Performansi Mesin Penepung Tipe Disc (Disc Mill) untuk Penepungan Juwawut. Agritech. 32 (1) : 66 – 72.

SNI 01-3743-1995. Syarat Mutu Gula Palma. Dewan Standarisasi Nasional- DSN.

Sugiyanto, C. 2007. Pemintaan Gula Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 8 (2) : 113 – 127.

Sutanto. 2006. Uji Perfomansi Mesin Penyosoh dan Penepung Biji Buru Hotong (Setari italica (L) Beauv). [Skripsi]. Fakultas Teknologi

Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Syah, H., Yusmanizar., dan M. Oki. 2013. Karakteristik Fisik Bubuk Kopi

Arabika Hasil Penggilingan Mekanis dengan Penambahan Jagung dan Beras Ketan. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian

Indonesia. 5 (1) : 32 – 37.

Wijaya, W. 2010. Perbaikan Kualitas Gula semut dari Nira Nipah dengan Penambahan FCS (fine crysal sucrose). Universitas Brawijaya. Malang.

Winarno, F. G. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 253 hal.


(1)

25

3.3.1.4 Rendemen butiran

Rendemen butiran menunjukkan persen hasil ukuran butiran yang diharapkan, yaitu perbandingan berat butiran yang dihasilkan (0,8 – 1,2 mm) dengan berat total butiran. Untuk mengetahui rendemen butiran gula semut dilakukan dengan cara menimbang butiran yang berukuran 0,8 – 1,2 mm dan dibagi dengan berat butiran seluruhnya. Rendemen butiran dihitung dengan rumus :

% Rendemen butiran = ℎ x 100%...(5)

Keterangan :

mh : Bobot butiran yang dihasilkan (diameter butiran 0,8 – 1,2 mm) (g) mtotal : Bobot total butiran (g)

3.3.1.5 Kerapatan curah

Kerapatan curah adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang ditempatinya, termasuk ruang kosong diantara butiran bahan.

Untuk mengetahui kerapatan curah gula semut dilakukan dengan cara menimbang wadah (m1) yang volumenya diketahui (misalnya volume 250 ml), kemudian diisi dengan gula semut hingga rata dibibir wadah, wadah diketuk-ketuk sebanyak 10 kali untuk memadatkan gula semut, lalu ditimbang (m2).

Kerapatan curah dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Bobot sampel (m) = m2 –m1 (g)………..(6) Kerapatan curah (ρ) = m

(kg/m

3


(2)

26

Keterangan :

m1 : Bobot wadah (g)

m2 : Bobot wadah + gula semut (g) m : Massa (kg)

V : Volume wadah (m3)

3.3.1.6 Warna

Penentuan warna dalam penelitian ini didasarkan pada SNI warna gula semut, yaitu warna kuning kecoklatan sampai coklat. Pada penelitian ini penentuan warna dilakukan dengan metode citra digital. Citra digital merupakan proses pengolahan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Sistem visual dipengaruhi oleh perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan. Perangkat keras yang digunakan adalah sebuah kamera warna. Kamera warna memiliki tiga buah sensor citra masing-masing untuk warna merah (R), hijau (G), dan biru (B) atau mempunyai satu sensor dengan filter RGB (Hendrawan dan Sumardi, 2005). Berikut prosedur pengambilan citranya :

1. Bahan diletakkan di dalam box pengambilan citra berlatar belakang kain putih dengan ketinggian 16 cm yang sudah dipasangkan lampu pijar pada 2 titik sudut (kanan dan kiri) pada box pengambilan citra, di mana lampu tersebut berfungsi untuk menghilangkan efek bayangan yang terbentuk. 2. Kamera digital akan menangkap citra gula semut dan menyimpan ke

dalam memori dalam bentuk file citra dengan format JPG kemudian diolah menggunakan komputer (diperkecil pixel nya menjadi 20 x 20)


(3)

27

menggunakan perangkat lunak adobe photoshop 10.0 dan diulang 3 kali pada titik yang berbeda.

3. Citra yang sudah diperkecil ukurannya disimpan dan dimasukkan ke dalam program MATLAB, sehingga keluar nilai RGB nya.

Untuk membandingkan warna gula semut yang dihasilkan, maka dilakukan pembandingan warna gula semut dengan produk komersial sejenis.

3.3.2 Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor (P800, P900, P1000, P1100, dan P1200). RAL dapat didefisinikan sebagai rancangan dengan beberapa perlakuan yang disusun secara random untuk seluruh percobaan. RAL digunakan untuk analisis data khusus pengujian kadar air, fineness modulus, ukuran partikel, rendemen butiran, kerapatan curah, dan warna. Jika perlakuan berpengaruh maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaannya. Analisis data dilakukan menggunakan paket program statistik SAS. Model linier RAL yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + τi + ԑij………(8) Keterangan:

µ : Rata-rata umum (mean populasi) τi : Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

ԑij : Galat percobaan atau pengaruh acak dari perlakuan ke-i ulangan ke-j


(4)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Kecepatan putar (rpm) berpengaruh terhadap, ukuran partikel, derajat kehalusan (FM), dan rendemen butiran. Tetapi kecepatan putar (rpm) tidak berpengaruh terhadap kadar air, kerapatan curah dan warna.

2. Kecepatan putar optimal secara teoritis yang didapat yaitu 964 rpm dengan persentase rendemen butiran sebesar 29,07%, sedangkan rendemen butiran aktual pada 900 rpm lebih tinggi yaitu sebesar 45,32%. Perhitungan statistik menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,267. Hal ini membuktikan bahwa model regresi untuk rendemen butiran yang didapat tidak tepat untuk menduga nilai kecepatan putar.

5.2 Saran

Pada penelitian ini rendemen yang diharapkan (butiran yang berukuran 0,8 – 1,2 mm) yang dihasilkan masih rendah sehingga perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan rentang kecepatan putar (rpm) 800 – 1000 dengan interval lebih kecil dari 100 untuk melihat distribusi butiran yang dihasilkan. Sehingga didapat kecepatan putar (rpm) optimal yang lebih akurat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin., M. Muin., dan H. Bandaso. 2007. Pemanfaatan Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) Sebagai Bahan Pembuatan Gula Putih Kristal.

Jurnal Perennial. 3(2) : 40 – 43.

Bank Indonesia. 2008. Gula Aren (Gula Semut dan Cetak). Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK). Jakarta.

Henderson, S.M. dan Perry, R.L. 1976. Agricultural Process Operations 3rd Ed. John Wiley and Sons. New York. 251 hal.

Hendrawan, Y. dan Sumardi, H. S. 2005. Pengkajian Karakteristik Mutu Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.) dengan Teknik Pengolahan Citra. Jurnal Teknologi Pertanian. 6 (2) : 131-142. Heri, M.K. dan M. Lukman. 2007. Pendampingan Penerapan Diversifikasi Produk

Gula Kelapa/Merah Kemasan Kecil. Jurnal Dedikasi. (4) : 73 – 81.

Mustaufik dan H. Dwianti. 2007. Rekayasa Pembuatan Gula Kelapa Kristal yang Diperkaya dengan Vitamin A dan Uji Preferensinya kepada Konsumen. Laporan Penelitian. Peneliti Dosen Muda Dikti Jakarta. Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Mustaufik dan P. Haryanti. 2006. Evaluasi Mutu Gula Kelapa Kristal yang Dibuat dari Bahan Baku Nira dan Gula Kelapa Cetak. Laporan Penelitian. Peneliti Muda Dikti Jakarta. Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Mustaufik dan Karseno. 2004. Penerapan dan Pengembangan Teknologi

Produksi Gula kelapa kristal Berstandar Mutu SNI untuk

Meningkatkan Pendapatan Pengrajin Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas. Laporan Pengabdian Masyarakat. Program

Pengembangan Teknologi Tepat Guna. Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.


(6)

42

Pragita, T.E. 2010. Evaluasi Keragaman dan Penyimpangan Mutu Gula Kelapa Kristal (Gula Semut) di Kawasan Home Industri Gula Kelapa Kabupaten Banyumas. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Purwaningsih, D. 2009. Pemanfaatan Gula Semut Sebagai “Healthy Sweetener”. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. 7 hal.

Rahmadian, O. 2012. Uji Kinerja Hammer Mill dengan Umpan Janggel Jagung.

Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 1 (1) : 11 – 16.

Rahmawati, H. 2010. Rancang Bangun Mesin Penepung Kasava Tipe Hammer Mill. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.

Suhandy, D. dan U. Ahmad.. 2003. Pengembangan Algoritma Image Processing Untuk Menduga Kemasakan Buah Manggis Segar. Buletin Keteknikan Pertanian. 17 (2) : 29 – 38.

Sumariana, K.S. 2008. Uji Performansi Mesin Penepung Tipe Disc (Disc Mill) untuk Penepungan Juwawut. Agritech. 32 (1) : 66 – 72.

SNI 01-3743-1995. Syarat Mutu Gula Palma. Dewan Standarisasi Nasional- DSN.

Sugiyanto, C. 2007. Pemintaan Gula Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 8 (2) : 113 – 127.

Sutanto. 2006. Uji Perfomansi Mesin Penyosoh dan Penepung Biji Buru Hotong (Setari italica (L) Beauv). [Skripsi]. Fakultas Teknologi

Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Syah, H., Yusmanizar., dan M. Oki. 2013. Karakteristik Fisik Bubuk Kopi

Arabika Hasil Penggilingan Mekanis dengan Penambahan Jagung dan Beras Ketan. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian

Indonesia. 5 (1) : 32 – 37.

Wijaya, W. 2010. Perbaikan Kualitas Gula semut dari Nira Nipah dengan Penambahan FCS (fine crysal sucrose). Universitas Brawijaya. Malang.

Winarno, F. G. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 253 hal.