HUKUM ADAT DI INDONESIA DAN SOSIOLOGI HU

HUKUM ADAT DI INDONESIA DAN SOSIOLOGI HUKUM
Pada hakikatnya sosiologi hukum adalah ilmu yang masih baru bagi Indonesia ,
namun di dalam karya- karya para sarjana hukum Indonesia seringkali terselip konsepkonsep Sosiologi Hukum walaupun tidak dinyatakan dengan tegas. Mungkin hal itu bukan
merupakan hasil pemikiranyang secara langsung ikut membentuk sosiologi hukum, namun
dapatlah dikatakan bahwa untuk perkembangan ilmu pengetahuan (sosiologi) hasil karya
tersebut tak dapat diabakan begitu saja dan bahkan harus dianalisis secara seksama. Salah
satunya adalah ajaran- ajaran Soepomo yang banyak mengandung aspek- aspek sosiologi
hukum terutama terhimpun di dalam buku Bab- bab tentang Hukum Adat yang terbit
beberapa saat setelah beliau wafat. Dari seluruh isi buku tersebut hanya akan diuraikan
pendapat- pendapat Soepomo tentang Sistem Hukum Adat, peradilannya, tata susunan
masyarakat Indonesia dan tentang Hukum Adat Waris. Hal ini disebabkan karena justru
dalam bab- bab tersebut diketemukan aspek- asek sosiologi hukum yg walaupun tidak
semuanya berasal dari Soepomo (tetap dari tokoh- tokoh Hukum Adat seperti C Van
Vollenhoven, B Ter Haar Bzn dll), tetapi mengintroduksikan suatu tinjauan yang relatif baru
terhadap penelitian hukum adat di Indonesia.
Tentang Sistem Hukum Adat, Soepomo menyatakan bahwa sistem tersebut didasarkan
pada suatu kebutuhan yang berdasarkan atas kesatuan alam pikiran. Untuk menyelami sisten
tersebut, maka seseorang harus menyelami dasar- dasar alam pikiran yang hidup di dalam
masyarakat Indonesia. Untuk itu harus telitisusunan persukutuan- persekutuan hukum di
lapangan rakyat.
Menurut Soepomo berlakunya suatu peraturan hukum adat adalah setelah adanya

putusan (penetapan) petugas hukum. Yang dimaksud dengan putusan penetapan itu adalah
perbuatan atau penolakan perbuatan dari piha petugas hukum dengan tujuan untuk
memelihara atau untuk menegakkan hukum.
Untuk mengetahui peraturan- peraturan yang benar- benar berlaku di dalam hidup
bersama di daerah yang diselidiki Soepomo menambahkan cara (metode) penyelidikannya.
Yaitu denagn mendekati para pejabat desa, orang- orang tua, para cerdik pandai, orang- orang
terkemuka di daerah bersangkutan dan sebagainya. Karena keterangan- keterangan semacam
itu dapat dilukiskan hukum adat yang hidup di daerah itu.

Perihal fungsi seorang hakim dikatakan dengan tegas oleh Soepomo, bahwa hakim
berwenang dan bahkan wajib untuk menelaah apakah suatu peraturan hukum adat yang telah
ada mengenai soal yang dihadapi masih selaras atau tidak dengan kenyataan sosial
sehubungan dengan perubahan- perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Hakim tidak
boleh mengadili semata- mata menurut perasaan keadilan pribadi, tetapi dia terikat pada nilai
nilai yang secara nyata berlaku dalam masyarakat.
Tentang Hukum Adat Waris, Soepomo menyatakan bahwa Hukum Adat Waris
bersendi atas prinsip- prinsip yang timbul dari aliran- aliran pikiran komunal dan konkret dari
bangsa Indonesia. Hukum adat waris memuat peraturan- peraturan yang mengatur proses
penerusan serta pengoperan barang- barang harta benda dan barang- barang yang tidak
berwujud dari suatu angkatan manusia kepada turunannya. Segala barang tersebut merupakan

dasar materiil bagi kehidupan keluarga dan akan disediakan pula untuk dasar materiil bagi
kehidupan turunan dari keluarga itu.
Ajaran- ajaran Soepomo tersebut banyak sekali mengandungpendekatan- pendekatan
sosiologi dan antropologis, walaupun mungkin hanya merupakan alat pembantu saja bagi
analisis hukum adat. Pendekatan dari sudut ilmu hukum saja tidak cukup, oleh karena hukum
adat senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan
hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat sebagai wadahnya. Untuk
dapat mengerti benar- benar hukum adat tersebut sebagai penjelmaan jiwa masyarakat
Indonesia, perlu ditelaah terlebih dahgulu struktur berpikir, corak dan sifat masyarakat
Indonesia yang secara keseluruhan merupakan mentalitas yang mendasari hukum adat.