Hukum Adat dan Politik Hukum Indonesia (1)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Sebagai negara kepulauan dengan beragam suku bangsa dan budaya, Indonesia
memiliki kekayaan adat istiadat. Hal ini tentunya juga berdampak pada hukum adat yang
tumbuh dan berkembang di masing-masing daerah. Keberadaan hukum adat Indonesia yang
dalam bahasa Belanda disebut Adatrecht pertama kali ditemukan oleh Snouck Hurgronje
yang kemudian istilah ini digunakan oleh Mr. C. Van Vollenhoven di tahun 1928. Ia
menyatakan bahwa hukum Indonesia dan kesusilaan masyarakat merupakan hukum adat1.
Secara harafiah, Hukum adat diterjemahkan sebagai hukum asli bangsa Indonesia dimana
sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang
dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Peraturan-peraturan ini tidak
tertulis dan berkembang di masyarakat sehingga hukum adat memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dan elastis2. Dalam bukunya, Peter J. Burns juga membahas mengenai
Adat3. Adat sebenarnya tak hanya ada di Indonesia, tetapi juga sebenarnya ditemukan di
negara Anglo-saxon yang menjadikan kebiasaan sebagai hukum. Bentuk adat di negara
penganut sistem common law dapat terlihat pada hukuman yang dijatuhkan terhadap mereka
yang melanggar peraturan setempat. Namun pada bukunya, Peter lebih menjelaskan

1


R. Abdul djamali, SH, Pengantar Hukum Indonesia edisi Revisi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
September 2011, hal 72.
2
Hukum adat , http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat, diakses pada Minggu 26 April 2015
3
Dr. Peter J. Burns, The Leiden Legacy, Concept of Law in Indonesia, Jakarta : PT. Pradnya Paramitha,
dalam Politik Hukum 2 hal 239.

1

mengenai adat yang berlaku di Indonesia tak hanya berkaitan dengan penjatuhan hukuman
atas pelanggaran aturan yang ada dalam bentuk tindak pidana, tetapi juga aturan lain di
sejumlah masyarakat adat yang ada di nusantara. Hukum adat pada perkembangannya
memiliki dua artian, yakni4 :
1. Hukum kebiasaan yang bersifat tradisional yang merupakan hukum yang
dipertahankan dan berlaku di lingkungan hukum adat tertentu.
2. Hukum kebiasaan yang merupakan hukum yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat dalam hubungan pergaulan antara yang satu dan yang lain, dalam
lembaga masyarakat satu dan yang lainnya.

Meski definisi hukum adat dari Vollenhoven menjadi begitu populer namun ada pendapat
lain mengenai hukum adat yang disampaikan oleh Ter Harr. Ia menjelaskan hukum adat
sebagai keutusan yang dibuat oleh oemuka adat di dalam masyarakat hukum adat.
Keputusan yang dituangkan dalam hukum adat tidak hanya dibuat oleh hakim, tetua adat,
kepala desa, pemuka agama, tetapi keputusan yang juga dibuat dalam suatu rapat desa5.
Hukum adat yang terdapat di Indonesia umumnya merupakan hukum adat yang bersifat
tidak tertulis.
Adat6 di Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan kondisi daerah masingmasing dimana adat itu berada. Permasalahan adat yang muncul biasanya diselesaikan
dengan rapat masyarakat adat setempat. Namun seiring dengan hadirnya kolonialisme oleh
4
Franc Sefenfoldism, Hukum Adat Di Indonesia,
https://www.academia.edu/8292427/HUKUM_ADAT_DI_INDONESIA, diakses pada Minggu 26 April 2015/
5
Prof. Dr. Paulus E. Lolutung, SH, Susanti Adi Nugroho, SH, MH, Sistem Hukum Indonesia, Jakarta :
Mahkamah Agung RI dan Fakultas Hukum UI, 2005, hal 34.
6
Adat sering dipandang sebagai suatu tradisi sehingga terkesan sangat ketinggalan jaman, tidak sesuai
dengan ajaran agama dan lainnya. Sehingga kemudian dimaklumi bahwa adat merupakan suatu aturan tanpa adanya
sanksi riil dalam masyarakat yang erat kaitannya dengan soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat).


2

negara barat di Indonesia, membawa sejumlah dampak bagi hukum adat itu sendiri Pada
penerapat Adat di Indonesia yang mengalami masa penjajahan oleh Belanda, terdapat
institusi peradilan yang digunakan untuk menangani beragam perkara di masyarakat
Indonesia. Ada lima set lembaga kehakiman yang pada dasarnya tidak sepenuhnya terpisah.
Pemisahan yang dilakukan tidak sepenuhnya sempurna. Kelima set lembaga kehakiman di
Indonesia pada masa penjajahan itu terdiri dari7 :
1. Government system;
2. Indigenous system;
3. Autonomous system;
4. Religious system;
5. Village Tribunnals.
Seluruh paket peradilan ini berkembang berdampingan di Indonesia selama masa penjajahan
Belanda. Sementara di masa pendudukan Jepang belum ada perubahan berarti kecuali
pendalaman mengenai kemiliteran8.
Dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu hukum, khususnya dengan kehadiran
teori yang disampaikan oleh Hegel dan Von Savigny, Indonesia sebagai negara dengan
beragam adat beserta hukumnya memiliki ideologi Politik yang dianut oleh bangsa ini.
Perkembangan hukum adat di Indonesia pada masa awal kemerdekaan digambarkan oleh

Soepomo yang menjelaskan bagaimana kemudian Pancasila menjadi dasar negara
Indonesia.9 Ia juga menyampaikan mengenai tiga lembaga yang digagas Soekarno sebagai
Presiden Republik Indonesia yakni (1) gotong royong; (2) musyawarah; dan (3) mufakat.
7

Dr. Peter J. Burns, Op Cit. Hal 293 – 294.
Manda Wibisono, Sistem Hukum pada Masa Pendudukan Jepang, https://mandawibisono.wordpress.com,
diunggah pada 4 Oktoner 2011, diakses pada Minggu 26 April 2015.
9
Ibid hal. 341.
8

3

Koentjaraningrat menegaskan dari ketiga lembaga itu yang terutama adalah gotong- royong,
sementara dua lembaga lainnya merupakan satu paket kombinasi. Ketiga lembaga ini
berkembang hingga saat ini di Indonesia yang sudah mengalami orde lama, orde baru, masa
reformasi, dan pasca reformasi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka penulis merumuskan

sejumlah masalah yang akan dibahas pada penelitian ini sebagai berikut :


Bagaimana interaksi antara hukum adat dan politik hukum di Indonesia saat ini?



Bagaimana perkembangan peradilan di Indonesia saat ini terutama dalam kaitannya
dengan hukum adat?

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN MASALAH
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk :
1. Dapat mengetahui seperti apa interaksi antara hukum adat dan politik hukum di
Indonesia pada masa pasca reformasi saat ini.
2. Menggambarkan perkembangan sistem hukum dan peradillan di Indonesia dalam
kaitannya dengan hukum adat pada masa pasca reformasi.

1.4 METODE PENULISAN
Makalah ini merupakan makalah ini makalah hukum normatif atau yang biasa
dikenal dengan istilah makalah hukum doktrinal 10. Hasil yang diinginkan dalam penulisan

makalah ini bersifat deskriptif analitis sehingga menitikberatkan pada penggunaan data
10

Tim penyusun Sekjekn DPR RI, Modul Perancangan Undang-Undang, Sekretariat Jendral DPR RI,
Jakarta, 2008, hal 5

4

sekunder melalui kepustakaan agar dapat diperoleh penjelasan yang menyeluruh dan
sistematis tentang pokok permasalahan yang sudah disusun. Data sekunder yang digunakan
merupakan bahan yang relevan dengan permasalahan. Sementara bahan hukum tertier
adalah bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder seperti kamus dan ensiklopedi11.

BAB II
11

Ibid , hal 8

5


PEMBAHASAN

2.1 HUKUM ADAT
Manusia hidup di dunia ini berdampingan bahkan berkelompok sehingga sering
melakukan hubungan dengan sesamanya. Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup,
mereka mengupayakan dengan banyak cara agar bisa bertahan. Sayangnya, ditengah upaya
pemenuhan kebutuhan hidup itu, maka diperlukan suatuu aturan yang bisa memberikan
pembatasan diantara sesama manusia. Ketentuan untuk membatasi kebebasan dalam
bertingkah laku yang tibul dari dalam pergaulan hidup atas dasar kesadaran biasanya
dinamakan hukum. Sehingga hukum itu sendiri dapat dirumuskan sebagai ketentuan yang
timbul dari pergaulan manusia berdasarkan kesadaran manusia itu sendiri sebagai gejala
sosial12. Hukum berfungsi menjaga ketertiban antar hubungan manusia dalam kehidupan
sosial. Hukum menjaga keutuhan hidup agar terwujud suatu keseimbangan psikis dan fisik
dlam kehidupan terutama kehidupan kelompol sosial tertentu agar terwujud keadilan dalam
kehidupan sosial. Fungsi lain dari hukum adalah menciptakan norma itu sendiiri sebagai
bahan mentah bagi kontrol sosial13. Tujuan dari hukum secara umum dapat dirumuskan
sebagai berikut14:



The goal of promoting morality (untuk menegakkan moral);



The goal of reflecting custom (untuk merefleksikan kebiasaan);



The goal of social welfare (untuk kesejahteraan masyarakat);

12

R. Abdul djamali, SH, Op Cit hal 2.
Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial¸diterjemahkan oleh M. Khozim,
Bandung : Penerbit Nusa media, cetakan kelima Mei 2013, hal 21.
14
Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
cetakan keempat Maret 2012, hal 7.
13


6



The goal of serving power (untuk melayani kekuasaan).

Jeremy Bentham sebagai seorang utilitarian menganggap hukum bertujuan untuk
mewujudkan apa yang berfaedah bagi orang karena ia menitikberatkan pada usur
kemanfaatan dan bersifat umum.
Peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok sosial tidak terpisah dan tidak
tersebar bebas melainkan dalam satu kesatuan yang masing-masing berlaku sendiri. Hukum
sebagai sistem hukum memiliki bentuk sistematika sendiri yang didasarkan dalam pemikiran
dan kehidupan sehari-hari15. Dimana sistem hukum itu didefinisikan sebagai berikut16:
“legal system is an operating set of legal institutions, procedures, and rules. In this
senses there are one federal and fifty state legal system in the United States, separate
legal system in each of the other nations, and still other distinct legal system in such
organization as the European Economis community and the United Nations”
(sistem hukum merupakan suatu perangkat operasional yang meliputi institusi,
prosedur, aturan hukum, dalam konteks ini ada satu negara federal dengan lima puluh
sistem di Amerika Serikat, adanya sistem hukum setiap bangsa terpisah serta ada

sistem hukum yang berada seperti halnya dalam organisasi masyarakat ekonomi
Eropa dan PBB)
Salah satu sistem hukum yang ada di Indonesia dan teridentifikasi di mata dunia
adalah sistem hukum adat. Sistem ini bersumber pada oeraturan hukum tidak tertulis yang
tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakat17. Terminologi
hukum adat di Indonesia dipopulerkan oleh Van Vollenhoven, yang kemudian didefinisikan
oleh Terr Harr. Hukum adat di setiap daerah bersifat unik dikarenakan setiap hukum adat
dibuat sesuai dengan kebutuhan tiap masyarakat adat. Ciri hukum adat, dapat dijelaskan
sebagai berikut18 :

15

R. Abdul djamali, SH, Op Cit hal 4.
J.H Merryman, The Civil Law Tradition : An Introduction to the Legal System of Western Europe and
Latin America, 2Ed, Stanford University Press, Standford California, 1985, hal 1.
17
R. Abdul djamali, SH, Op Cit hal 73.
18
Franc Sefenfoldism, Loc Cit hal 2.
16


7



Tidak tertulis dalam bentuk perundangan terkodifikasi;



Tidak tersusun secara sistematis;



Tidak dihimpun dalam bentuk kitab perundangan;



Tidak teratur;



Keputusannya tidak memakai konsideran (pertimbangan );



Pasal-pasal aturannya tidak sistematis dan tidak mempunyai penjelasan.

Ada tiga jenis hukum adat yang strukturnya bersifat teritorial, yaitu 19:
a.

Masyarakat hukum desa;

b.

Masyarakat hukum wilayah;

c.

Masyarakat hukum serikat desa.

Masyarakat adat merupakan suatu kesatuan masyarakat yang bersifat otonom, yaitu mereka
mengatur sistem kehidupannya (politik, ekonomi, hukum). Ia lahir dan berkembang bersama
dan dijaga masyarakat itu sendiri20. Pada masyarakat adat, berlaku hukum adat mereka
masing-masing. Dimana sebelum ada unifikasi hukum, hukum adat menjadi satu-satunya
sumber hukum bagi masyarakat hukum adat21. Van Vollenhoven mengatakan ada 19 hukum
adat yang berkembang di Indonesia, mereka adalah 22:

19
20



Aceh;



Gayo Alas Batak, dan Nias;



Minangkabau, Mentawai;



Sumatera Selatan, Enggano;

Prof. Dr. Paulus E. Lolutung, SH, Susanti Adi Nugroho, SH, MH,Op Cit hal 35.
Ade Saptomo, Hukum dan Kearifan Lokal: revitalisasi hukum adat Nusantara, Jakarta : Grasindo, hal

13.
21
22

Prof. Dr. Paulus E. Lolutung, SH, Susanti Adi Nugroho, SH, MH,Op Cit hal 36.
Ade Saptomo, Op Cit hal 14.

8



Melayu;



Bangka, Balitung;



Kalimantan;



Minahasa;



Gorontalo;



Toraja;



Sulawesi Utara;



Kepulauan Ternate;



Maluku;



Irian Barat;



Kepulauan Timor;



Bali, Lombok;



Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura;



Solo, Yogyakarta;



Jawa Barat; Jakarta.

Berdasarkan sumber hukum dan tipe hukum adat dari sembilan belas daerah lingkungan
hukum (rechtskring) di Indonesia, sistem hukum adat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu23:


Hukum adat mengenai tatanegara (tata susunan rakyat);



Hukum adat mengenai warga (hukum warga);



Hukum adat mengenai delik (hukum pidana).

23

R. Abdul djamali, SH, Op Cit hal 74.

9

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak ada satupun pasal yang jelas mengatur
mengenai hukum adat dan penerapannya. Tetapi pada pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
termaktub semua aturan perundangan yang masih berlaku selama tidak ada peraturan baru
yang diterbitkan24. Hukum adat merupakan cerminan kehidupan masyarakat Indonesia dimana
mereka selalu berkembang denagn tipe yang mudah berubah dan elsatis25. Hukum adat pada
hakekatnya merupajan huum yang lingkupnya adalah bagi masyarakat tradisional yang
merefleksikan norma, dimana hukum adat yang ada digolongkan menjadi26 :


Hukum perkawinan
Mengatur tentang perkawinan dan perceraian . Dalam hukum ini diatur pula hak dan
kewajiban yang muncul ketika terjadi perkawinan dan perceraian. Perbedaan yang
tajam dari hukum perkawinan di tiap daerah adalah mengenai harta bawaan dan harta
bersama karena untuk harta bawaan akan kembali ke keluarga asal, sementara harta
bersama akan dibagi berdaar keputusan pengadilan.



Hukum kewarisan
Aturan mengenai kewarisan merupakan subjek yang mempengaruhi perubahan
sosial,

berkembangnya

hubungan

kekeluargaan,

berkaitan

dengan

pertumbuhan/penurunan klan dan ikatan adat, dan juga pengaruh dari aturan
kewarisan dari luar/asing. Umumnya menggunakan sistem kewarisan bilateral.


Hukum agraria
Sebelum ada UU Pokok Agraria, ada dua sistem hukum yang dipakai dalam hukum
tanah, yakni hukum kewarisan adat, dan hukum kewarisan perdata. Ada sejumlah
karakteristik yang berkaitan dengan hukum tanah dalam hukum adat. Hukum adat

24
25
26

Prof. Dr. Paulus E. Lolutung, SH, Susanti Adi Nugroho, SH, MH,Op Cit hal 35
R. Abdul djamali, SH, Op Cit hal 74.
Prof. Dr. Paulus E. Lolutung, SH, Susanti Adi Nugroho, SH, MH,Op Cit hal 26.

10

mengenal pemisahan hak antara hak atas tanah dan hak atas benda di atas tanah. Hal
unik lainnya berkaitan dengan hukum tanah adat berkaitan dengan hutang.


Hukum pidana
Hukum adat juga mengenal delik sebagai gangguan keseimbangan seorang anggota
masyarakat hukum adat maupun gangguan erhadap komunitasnya.

2.2 POLITIK HUKUM
Politik Hukum memiliki banyak definisi yang disampaikan oleh para ahli. Tetapi
Mahfud MD menyatakan bahwa politik hukum adalah legal policy. Ia meliputi proses
pembuatan dan pelasanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat ke arah mana hukum akan
dibangun dan ditegakkan27. Legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional
oleh Pemerintah Indonesia meliputi28:
1. Pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaharuan terhadap materi
hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan;
2. Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga
dan pembinaan para penegak hukum.
Jika diterapkan dan dilaksanakan secara nasional, maka kegiatan yang dilakukan meliputi
hal dibawah ini ;


Pelaksanaan secara konsisten ketentuan hukum yang ada;



Pembangunan hukum yang berintikan pembaharuan atas hukum yang telah ada dan
pembuatan hukum baru;

27

Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, cetakan keempat
Februari 2011, hal 17.
28
Abdul Haki Garuda Nusantara, Politik Hukum Nasional, makalah pada Kerja Latihan Bantuan Hukum,
LBH Surabaya, September 1985.

11



Penegasan fungsi lembaga penegak hukum serta pembinaan para anggotanya;



Peningkatan kesadaran hukum masyarakat menurut persepsi elite pengambilan
kebijakan.

Mantan Ketua BPHN, T.M Radhie menjelaskan politik hukum sebagai suatu pernyataab
kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah
perkembangan hukum yang dibangun29. Dari pernyataan ini bisa dijelaskan bahwa politik
hukum meliputi ius constitutun atau hukum yang berlaku di wilayah negara pada saat ini dan
ius constituendum atau hukum yang akan atau seharusnya diberlakukan di masa datang.
Sementara itu, Padmo Wahjono mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang
menentukan arah dan bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk30 Politik hukum
baru yang berisi upaya pembaharuan hukum menjadi keharusan ketika kemerdekaan telah
diproklamasikan. Proklamasi kemerdekaan telah membawa Indonesia pada idealita dan
realita hukum yang lain dari sebelumnya31. Salah satu dimensi politik dari demokrasi adalah
kebebasan dan persamaan untuk berperan serta (berpartisipasi) baik sebagai pelaksana
(governing)

maupun

sebagai

pengawas

dan

pengendali

(controlling,

directing)

penyelenggaraan negara atau pemerintahan32. Sehingga dapat disimpulkan bahwa politik
hukum adalah arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pihak dan cara untuk membuat
dan melaksanakan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan negara. Tujuan negara

29

Teuku Mohammad Radhie, Pembagaruan dan Politik Hukum dalam Rangka Pembangunan
Nasional¸dalam majalah Prisma No.6 Tahun II Desember 1973, hal 3.
30
Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, cet ii, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986, hal
160.
31
Moh. Koesnoe, Pokok Permasalahan Hukum Kita Dewasa Ini, dalam Artidjo Alkostar dan M. Soleh
Amin, Pembangunan Hukum Da Perspektif Nasional, LBH Yogyakarta dan Rajawali, Jakarta, 1986, hal 106.
32
Dr. Bagir Manan,SH, MCL, Politik Hukum Otonomi Sepanjang Peraturan Perundang-Undangan
Pemerintah Daerah,dalam Martin H. Hutabarat,SH, Zairin, SH, Dahlan Thaib, SH, Msi, Hukum Dan Politik
Indonesia Tnjauan Analitis dekrit Presiden dan Otonomi Daerah,Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,1996, hal 142.

12

yang dimaksudkan dalam ranah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat pada alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 yang meliputi33:
1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2. Memajukan kesejahteraan umum;
3. Mencerdaskan kehiduoan bangsa;
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
Tujuan negara diatas tentunya harus diraih oleh negara sebagai organisasi tertinggi bangsa
yang penyelenggaraannya didasarkan pada Pancasila.

2.3 INTERAKSI HUKUM ADAT DAN POLITIK HUKUM DI INDONESIA KINI
Dalam konteks Indonesia, hukum adat sesungguhnya merupakan sistem hukum
rakyat (folk law) khas Indonesia yang merupakan pengejawantahan dari the living law yang
tumbuh dan berkembang berdampingan (co-existance)dengan sistem hukum lainnya yang
hidup di negara ini. Hukum negara cenderung menggusur, mengabaikan atau memarjinalkan
eksistensi hak masyarakat lokal dan sistem hukum rakyat adat dalam tataran implementasi
dan penegakan hukum negara34. Keberadaan hukum adat diakui dalam batang tubuh UUD
1945 tepatnya pada pasal 18 B yabgn menyatakan :
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republin Indonesia yang
diatur dalam Undang-Undang.
33

Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, menegakkan konstitusi, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Perkasa, cetakan ketiga Oktober 2012, hal 17.
34
Boy Yendra Tamin, Sistem Hukum Adat Ditengah Kuatnya Sistem Hukum Global,
http://www.boyyendratamin.com, diupload pada Desember 2011, diunduh pada Minggu 26 April 2015

13

Pengakuan terhadap masyarakat adat ini tentunya juga termasuk pada hukum adatnya,
sehingga hukum adat bukanlah bergantung pada penguasa negara atau bergantung pada
politik hukum yang berlaku saat itu, tetapi ia merupakan bagian dari konstitusi. Masyarakat
adat mempunyai hak untuk menjaga dan memperkuat ciri-ciri mereka di bidang politik,
hukum, ekonomi, sosial dan budaya pasca deklarasi PBB mengenai hak masyarakat adat
yang menyatakan35 :
Mengakui dan menegaskan kembali bahawa warga masyarkat adat diakui, tanpa
perbedaan, dalam semua hak asasi manusia yang diakui dalam hukum internasional,
dan bahwa masyarakat adat memiliki hak kolektif yang sangat diperlukan dalam
kehidupan dan keberadaan mereka dan pembangunan yang utuh sebagai kelompok
masyarakat.

Dalam konvensi PBB itu dinyatakan pula bahwa masyarakat hukum adat di negara merdeka
yang dianggap sebagau pribumi karena mereka adalah keturunan penduduk yang endiami
negara yang bersangkkutan atau berdasarkan wilayah geografis tempat negara yang
bersangkutan berada pada waktu penaklukan atau penajjahan atau penetapan batas negara
saat ini dan yang tanpa memandang status hukum mereka, tetap mempertahankan beberapa
atau seluruh institusi sosial, ekonomi, budaya dan politik mereka sendidi. Sehingga di masa
depan eksistensu hukum adat tidak hanya menajdi perhatian pembangunan hukum nasional
tetapi sekaligus akan menjadi pertimbangan dalam pergaulan dunia Internasional. Dari hal
ini maka bisa dikatakan bahwa masyarakat adat juga memiliki kekuatan dalam memberikan
kontribusi dan mempengaruhi produk hukum yang dilahirkan institusi politik. Bahkan UU
RI No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam Bab X

35

Konvensi Masyarakat Hukum adat, 1989

14

menegaskan adanya partisipasi masyarakat yang diatur dalam pasal 53.36 Berdasarkan UU
ini maka materi muatan peraturan perundangan mengandung beberapa asas diantaranya asas
bhineka tunggal ika, dimana asas ini mengandung makna yang luas dan sekaligus
menginsyaratkan masyarakat Indonesia yang pluralistik37.
Peraturan perundang-undangan nasional yang mengakomodasi hukum adat, atau
peraturan perundangan di tingkat daerah dengan sangat terbuka dan tidak tertutup
kemungkinan hukum adat yang biasanya tidak tertulis dan berkembang secara perlahan
menajdi hukum yang tertulis. Meskipun disadari ada banyak faktor yang mempengaruhi
perkembangan hukum adat.
Sebelum lahirnya UU No. 10 Tahun 2004 itu, sistem pemerintahan adat tergusur
dengan adanya UU No. 5 tahun 1970 tentang Pemerintahan Desa. UU itu menempatkan
kepala desa sebagai pemimpin tertinggi padahal kepala desa diangkat oleh pemerintah bukan
pilihan masyarakat yang memilik Kepala Adat38.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah melalui politik
hukum-nya telah mengalami perubahan. Masyarakat adat yang sebelumnya tergerus oleh
UU yang dibuat oleh pemerintah di masa Orde Baru, kini mulai diperhatikan kembali
dengan kelahiran UU yang baru. Diharapkan UU ini bisa mengakomodir keberadaan
masyarakat yang merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia.
2.4 PERADILAN DI INDONESIA

36

Hamdan Zoelva, Hukum dan Politik dalam Sistem Hukum Indonesia,
https://hamdanzoelva.wordpress.com / diunggah pada 20 Februari 2008, diakses pada Minggu 26 April 2015.
37
Yuliandri, Asas-asas Pembentuan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, Jakarta : Raja Grafiti
Persada, 2009, hal 31.
38
Franc Sefenfoldism, ibid.

15

Sebelum masa penjajahan, penyelesaian sengketa yang terjadi di masyarakat, baik
untuk tindak pidana maupun sengketa lainnya diselesaikan melalui musyawarah adat yang
diselenggarakan secara terbuka. Namun hal itu kemudian berubah ketika kolonialisme
terjadi di nusantara. Pada masa penjajahan Belanda, terjadi pemisahan hukum bagi seumlah
kalangan di tanah air. Politik hukum pemerintah penjajahan Belanda dapat dilihat sebagai
berikut39:


Hukum yang berlaku bagi Golongan Eropa;



Hukum yang berlaku bagi Golongan Indonesia;



Hukum yang berlaku bagi golongan Timur Asing.

Adanya hukum yang berbeda ini membuat sistem peradilan yang digunakan juga memiliki
perbedaan. Ada lima set peradilan yang digunakan pada masa penjajahan Belanda, yang
sudah disampaikan pada bagian sebelumnya, yakni40:
1. Government system
a. European Jurisdiction
i.

High Court Bench, Council of Justice (Raad Van Justitie) in JavaMadura, in Other Territories

ii.

Police Court , criminal jusrisdiction

iii.

Residency court in Java- Madura

b. Native Jurisdiction

39
40

i.

Country Bench (landraad)in Java – Madura

ii.

Counrt Court, criminal jurisdiction

iii.

District court in Java Madura

R. Abdul djamali, SH, Op Cit hal 30
Dr. Peter J. Burns, Op Cit hal 293 - 294

16

iv.

Negorij Rechtbank in the Moluccas

2. Indigenous system


Nominally autonomous tribunals in the outer territories



Minor assembly



Major assembly

3. Autonomous system


In the central principalities



In the outer territories

4. Religious system


Appeal court for Islamic cases



Priesterraad Council of “priest” in Java – Madura



Sidang Jumat in west sumatera

5. Village tribunals


Village assembly



District assembly

Selain itu ada pula peradilan yang melaksanakan pengadilannya sendiri, yakni pengadilan
swapraja, pengadilan agama, dan pengadilan militer41.
Pasca kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, sistem peradilan negeri ini
diatur dalam Konstitusi yaitu UUD 1945 dan peraturan perundang-udnangan lainnya. Dalam
konstitusi dinyatakan bahwa Mahkamah Agung merupakan institusi peradilan tertinggi dan
mengatur organ peradilan lainnya berdasarkan kekuasaan ekhakiiman yang dimilikinya. Hal

41

R. Abdul djamali, SH, Op Cit hal 44 – 45.

17

ini dinyatakan dalam pasal 24 UUD 1945. Pasal ini kemudian dijelaskan lebih lanjut denagn
UU No. 19 Tahun 1964 yang kemudian dirubah dengan nUU No. 14 Tahun 1970 tentang
Kekuasaan Kehakiman. Perubahan ini terus berlanjut dengan adanya UU No. 35 tahun 1999
dan dirubah kembali dengan UU No. 4 Tahun 2004 42. Pada pasal 10 UU No. 14 tahun 1970
ditetapkan bahwa kekuasan kehakiman yang dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan43:
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara
Selain itu, seiring dengan perubahan Peraturan Kepailitan dengan UU No.4 tahun 1998,
maka dikenalkanlah suatu pengadilan khusus yang akan menangani perkara niaga, termasuk
didalamnya perkara kepailitan. Hal ini kemudian ditekankan lagi dallam UU Kepailitan yang
baru yakni UU No. 37 tahun 2004 yang menggantikan UU Kepailitan lama. Pengadilan ini
dinamakan Pengadilan Niaga yang berada di empat wilayah, yakni Makassar, Semarang,
Surabaya, dan Medan.
Tak hanya Pengadilan Niaga, terdapat pula Pengadilan Pajak, yang pada zaman
dahulu namanya adalah institusi pertimbangan pajak. Institusi ini ada pada tahun 1915 yang
berkedudukan di Jakarta. Pengadilan pajak didirikan karena adanya kebutuhan mendesak
adanya suatu lembaga yang dapat menangani perkara pajak dengan lebih efektif dan efisien
serta menyeluruh. Aturan mengenai Pengadilan Pajak ini diatur dalam UU No. 14 Tahun
2000 yang berada di bawah kekuasaan Kementrian Keuangan44.

42
43
44

Prof. Dr. Paulus E. Lolutung, SH, Susanti Adi Nugroho, SH, MH,Op Cit hal 58.
Website Staff UI, Sistem Peradilan, http://staff.ui.ac.id, diakses pada Minggu 26 April 2015.
Prof. Dr. Paulus E. Lolutung, SH, Susanti Adi Nugroho, SH, MH,Op Cit hal 62 – 63.

18

Badan pengadilan tingkat pertama adalah pengadilan negeri, yang ada disetiap
kabupaten atau kota madya. Badan pengadilan dalam tingkat kedua adalah pengadilan tinggi
yang mengadili dalam tingkat banding. Pengadilan tinggi dapat45 :


Memperkuat keputusan pengadilan negeri, atau



Menolak keputusan pengadilan negeri.



Pengadilan Tinggi dapat memerintahkan pengadilan negeri untuk memeriksa
kembali perkara yang telah diputuskan.

Atas keputusan pengadilan tinggi tidak ada lagi banding, hanya ada kemungkinan diadakan
kasasi oleh MA.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik benang merah bahwa pasca kemerdekaan hukum
yang berlaku di negara ini hanyalah hukum negara dengan konstitusi sebagai sumber
hukumnya. Segala macam sengketa yang terjadi dimasyarakat diselesaikan dengan sistem
peradilan yang diatur dalam UU tentang Kekuasaan Kehakiman serta pengadilan lain yang
memiliki kewenangan dalam menuntaskan sengketa yang terjadi. Hal ini tentunya
mengalami perubahan jika dibandingkan dengan masa penjajahan, meskipun ada beberapa
hal yang masih dipertahankan. Sementara penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan
hukum adat dapat dituntaskan sesuai dengan materi yang disengketakan.

BAB III
KESIMPULAN
45

Website Staff UI, ibid.

19

3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan
sejumlah hal, yakni :
3. Hukum adat merupakan hukum yang ada di Indonesia, sebagai bentuk konsekuensi
dari adanya masyarakat adat yang merupakan penduduk asli wilayah-wilayah di
tanah air. Kehadiran Hukum Adat dan masyarakat adat awalnya diabaikan dengan
politik hukum pemerintah masa orde baru yang membuat UU mengenai Desa. Tetapi
seiring dengan prubahan zaman dan rezim yang berkuasa, politik hukum yang ada di
Indonesia juga mengalami perubahan. Perubahan ini membawa hal baik bagi
masyarakat adat dan hukum adat, dimana kini mereka mendapat porsi untuk turut
berpartisipasi dalam pembangunan bangsa, khususnya dibidang hukum.
4. Peradilan di Indonesia mengalami perubahan meskipun tatanan lama yang ada tidak
ditinggalkan begitu saja. Tingkatan pengadilan yang ada di daerah merupakan adopsi
dari sistem masa kolonial dimana ada pengadilan di daerah distrik, dan kabupaten/
kota. Tingkatan ini berubah menjadi pengadilan negeri ditingkat kabupaten/kota,
pengadilan tinggi yang merupakan pengadilan banding serta lembaga tertinggi yang
menangani semua masalah itu adalah Mahkamah Agung.
5. Selain itu, lingkup penanganan perkara dalam peradilan yang ada sekarang sudah
dilakukan spesifikasi, meskipun beberapa peradilan konsepnya sudah ada sejak masa
penjajahan Belanda, seperti peradilan Agama dan Pengadilan Militer. Sementara
untuk penanganan sengketa yang berkaitan denagn hukum adat, saat ini kamar
pengadilan yang menangani disesuaikan dengan materi sengketanya. Hal ini tidak
20

sama seperti masa penjajahan dimana ada pengadilan rakyat yang dilakukan untuk
menuntaskan perkara adat mereka. Sekalipun pengadilan adat ini masih ada
jumlahnya di Indonesia sudah tidak sebanyak dahulu.

3.2 SARAN
Masyarakat adat sebagai bagian dari sebuah negara, sudah selayaknya mendapat
perhatian dari pemerintah. Adat sebagai budaya, perlu dilestarikan dan mendapat jaminan
keberlangsungannya. Guna menjamin kelestarian adat, termasuk hukum adat di Nusantara
perlu politik hukum dari pemerintah agar dalam kebijakannya lebih berpihak pada mereka.
Sehingga sekalipun kedudukan hukum adat berada di bawah hukum negara dengan sanksi
yang ringan, namun hukum adat tetap dapat digunakan untuk menuntaskan sengketa antara
sesama masyarakat adat di wilayah tertentu tanpa harus dihapuskan keberadaannya.

DAFTAR PUSTAKA

21

Abdul Haki Garuda Nusantara, Politik Hukum Nasional, makalah pada Kerja Latihan Bantuan
Hukum, LBH Surabaya, September 1985.
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Cet. II, Penerbit
Gunung Agung, Jakarta, 2002.
Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, cetakan keempat Maret 2012.
Ade Saptomo, Hukum dan Kearifan Lokal: revitalisasi hukum adat Nusantara, Jakarta :
Grasindo.
Prof. Dr. Bagir Manan,SH, MCL, Politik Hukum Otonomi Sepanjang Peraturan PerundangUndangan Pemerintah Daerah,dalam Martin H. Hutabarat,SH, Zairin, SH, Dahlan
Thaib, SH, Msi, Hukum Dan Politik Indonesia Tnjauan Analitis dekrit Presiden dan
Otonomi Daerah,Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,1996
Bushar Muhammad, Asas_Asas Hukum Adat, Suatu Pengantar, Cet. ke 4, Pradnya Paramita,
Jakarta, 1983.
Daniel S. Lev, Hukum Dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, Cet I,
LP3S, Jakarta, 1990.
Dr. Peter J. Burns, The Leiden Legacy, Concept of Law in Indonesia, Jakarta : PT. Pradnya
Paramitha, dalam Politik Hukum 2, Satya Arinanto, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia.
Fletcher, George P, Basic Concepts of Legal Thougt, Oxford University Press, New York,
1996.
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cet. I, Konstitusi Press,
2005.
J.H Merryman, The Civil Law Tradition : An Introduction to the Legal System of Western
Europe and Latin America, 2Ed, Stanford University Press, Standford California, 1985.
Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial¸diterjemahkan oleh M.
Khozim, Bandung : Penerbit Nusa media, cetakan kelima Mei 2013
Lili Rasyidi & Ira Rasyidi, Pengantar Filsafat dan Teori Hukum, Cet. ke VIII, PT Citra Adtya
Bakti, Bandung 2001.
—————————–, Pengantar Filsafat Hukum, Cet. III, CV Mandar Maju, Bandung,
2002.
22

Lippman, Walter. Filsafat Publik, Terjemahan dari buku aslinya yang berjudul ” The Publik
Philosophy,oleh A. Rahman Zainuddin, Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 1999.
Mieke Komar, at al., Mochtar Kusumaatmadja: Pendidik dan Negarawan, Kumpulan Karya
Tulis Menghormati 70 Tahun Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LLM, Alumni,
Bandung, 1999.
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cet. ke 27, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2005.
Moh. Koesnoe, Pokok Permasalahan Hukum Kita Dewasa Ini, dalam Artidjo Alkostar dan M.
Soleh Amin, Pembangunan Hukum Da Perspektif Nasional, LBH Yogyakarta dan
Rajawali, Jakarta, 1986.
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, cetakan
keempat Februari 2011.
----------------------- Membangun Politik Hukum, menegakkan konstitusi, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Perkasa, cetakan ketiga Oktober 2012
Otje Salman, Teori Hukum, Mengingat Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT Refika
Aditama, Bandung, 2004.
Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, cet ii, Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1986.
Prof. Dr. Paulus E. Lolutung, SH, Susanti Adi Nugroho, SH, MH, Sistem Hukum Indonesia,
Jakarta : Mahkamah Agung RI dan Fakultas Hukum UI, 2005
R. Abdul djamali, SH, Pengantar Hukum Indonesia edisi Revisi, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, September 2011.
Yuliandri, Asas-asas Pembentuan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, Jakarta : Raja
Grafiti Persada, 2009.

SUMBER LAIN
23

Boy Yendra Tamin, Sistem Hukum Adat Ditengah Kuatnya Sistem Hukum Global,
http://www.boyyendratamin.com, diupload pada Desember 2011, diunduh pada Minggu
26 April 2015.
Franc Sefenfoldism, Hukum Adat Di Indonesia,
https://www.academia.edu/8292427/HUKUM_ADAT_DI_INDONESIA, diakses pada
Minggu 26 April 2015.
Hamdan Zoelva, Hukum dan Politik dalam Sistem Hukum Indonesia,
https://hamdanzoelva.wordpress.com / diunggah pada 20 Februari 2008, diakses pada
Minggu 26 April 2015.
Hukum adat , http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat, diakses pada Minggu 26 April 2015.
Manda

Wibisono,

Sistem

Hukum

pada

Masa

Pendudukan

Jepang,

https://mandawibisono.wordpress.com.
Teuku Mohammad Radhie, Pembaharuan dan Politik Hukum dalam Rangka Pembangunan
Nasional¸dalam majalah Prisma No.6 Tahun II Desember 1973

24

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24