NYERUIT DI KEDAMAIAN (KAJIAN KEYAKINAN MAKANAN SERTA PERUBAHANNYA PADA ORANG LAMPUNG DI KELURAHAN KEDAMAIAN, KECAMATAN KEDAMAIAN, BANDAR LAMPUNG)

(1)

ABSTRAK

NYERUIT DI KEDAMAIAN

(KAJIAN KEYAKINAN MAKANAN SERTA

PERUBAHANNYA PADA ORANG LAMPUNG DI

KELURAHAN KEDAMAIAN, KECAMATAN KEDAMAIAN,

BANDAR LAMPUNG)

Oleh:

Anggun Muthia Pratiwi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan sosial dan

budaya dan nilai-nilai keyakinan dari kebiasaan makan bernama

Nyeruit. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk

menjelaskan berdasarkan teori ekologi, di mana teori ini

mencoba menjelaskan bahwa kejadian yang terjadi disebabkan

oleh perubahan lingkungan yang mempengaruhi variasi alat-alat

dan unsur-unsur tradisi

nyeruit

di masa sekarang. Penelitian ini

dilakukan pada masyarakat Kelurahan Kedamaian, Kecamatan

Kedamaian. Tipe penelitian ini menggunakan metode ekologi

dengan pendekatan kualitatif. Informan terdiri dari 8 orang.

Terdapat dua poin penting penemuan dalam penelitian ini, yaitu

(1)

Nyeruit bersama keluarga besar atau kerabat dekat diyakini

dapat memunculkan rasa semangat dan perasaan senang karena

nyeruit merupakan sarana untuk berkumpul dan bersilaturahmi

di samping juga dapat mengurangi stress. (2) Meskipun

perubahan lingkungan dapat menyebabkan perubahan pada

peralatan dan bahan-bahan untuk

Nyeruit,

nyeruit tetap dapat

terus berlangsung karena

nyeruit sudah menjadi kebiasaan

makan yang mendasar bagi orang suku Lampung di Kedamaian.

Kata Kunci: Nyeruit, Keyakinan Makanan, Teori Ekologi,

Suku Lampung.


(2)

ABSTRACT

NYERUIT AT KEDAMAIAN

(THE STUDY OF FOOD BELIEF AND ITS EFFECT TOWARD

LAMPUNGNESE AT KEDAMAIAN SUB-DISTRICT,

BANDAR LAMPUNG)

By:

Anggun Muthia Pratiwi

This study aims to find out the changes in social and culture

and belief derived from culinary tradition, namely Nyeruit.

Besides, this study also aims to discuss based on ecology

theory, that the event occurred is caused by the environmental

change that affects various utensils and ingredients of Nyeruit

tradition today. This research is conducted based on ecology

method through qualitative approach toward the people at

Kedamaian

sub-district.

There

are

eight

informants

interviewed to collect the data. The results of this study shows

two important points that: 1) Nyeruit together with big families

or close siblings is believed that it can trigger the spirit and

happiness since Nyeruit is a way to gather and maintain the

relationship, 2) Although environmental change may alter the

utensils and ingredients for Nyeruit, it can always be preserved

since it has become basic culinary tradition for Lampungnese

people at Kedamaian. In conclusion, Nyeruit is preserved since

it can trigger the spirit and happiness of Lampungnese people

at Kedamaian.

Key Words:

Nyeruit, Food Belief, Ecology Theory,

Lampungnese.


(3)

NYERUIT

DI KEDAMAIAN

(KAJIAN KEYAKINAN MAKANAN SERTA PERUBAHANNYA PADA

ORANG LAMPUNG DI KELURAHAN KEDAMAIAN, KECAMATAN

KEDAMAIAN, BANDAR LAMPUNG)

Oleh

Anggun Muthia Pratiwi

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA SOSIOLOGI

pada

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Anggun Muthia Pratiwi. Lahir di Bandar Lampung, pada tanggal 16 September 1992. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara, pasangan Drs. Hazairin Hukum and Dra. Elvyra Hamamy. Penulis memiliki satu kakak laki-laki, satu adik perempuan, dan dua adik laki-laki. Penulis berkebangsaan Indonesia dan beragama Islam. Kini penulis beralamat di Jalan Pangeran Antasari, Gang. Persada, Nomor. 9, Kalibalau Kencana, Bandar Lampung.

Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis:

1. Taman Kanak-kanak Gadjah Mada Tanjung Karang Timur yang diselesaikan tahun 1999.

2. Sekolah Dasar Negeri 2 (Teladan) Rawa Laut yang diselesaikan pada tahun 2005.

3. SMP Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008. 4. MA Negeri 1 (Model) Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun

2011.

Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi jalur Undangan. Pada Januari 2014 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Desa Labuhan Ratu V, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur. Pada semester akhir tahun 2015 penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nyeruit Di Kedamaian (Kajian Keyakinan Makanan Serta Perubahannya Pada Orang Lampung di Kelurahan Kedamaian, Kecamatan Kedamaian, Bandar Lampung)”.


(8)

Dengan menyebut nama Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, dengan bangga kupersembahkan hasil karya ini kepada:  Orang tuaku tercinta, Drs. Hazairin Hukum and Dra. Elvyra Hamamy.  Saudara-saudariku tercinta, Wirathama Hazera Putra, S.Pd., Debby

Pusparani, Rian Kurniawan, dan Jerry Satria.  Calon suamiku tercinta, Armet Posri.

 Teman-teman Sosiologi-ku yang kubanggakan.  Almamaterku, Universitas Lampung.


(9)

MOTTO

“Setiap orangpasti memiliki kesalahan, yang berbeda adalah kadar usaha untuk memperbaikinya.”

-Dr. Bartoven Vivit Nurdin, S.Sos,

M.Si.-“Orang tua adalah perantara ridho Tuhan, setiap ucapannya adalah do’a, setiap perkataan baiknya adalah semangat yang memberikan jalan pada keberhasilan


(10)

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan kemampuan yang penulis miliki, adapun judul dari Skripsi ini adalah “Nyeruit di Kedamaian (Kajian Keyakinan Makanan Serta Perubahannya Pada Orang Lampung di Kelurahan Kedamaian, Kecamatan Kedamaian, Bandar Lampung)”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Hormat serta salam ditujukan kepada semua orang yang telah membantu dan mendukung penulis hingga terselesaikannya Skripsi ini. Yang mana kita ketahui bahwa Skripsi ini tidak akan ada tanpa dukungan, saran, dan bantuan dari beberapa orang dan institusi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kepeduliannya kepada yang terhormat:

1. Drs. Agus Hadiawan, M.Si. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan semua tenaga pengajar di jurusan Sosiologi yang telah berkontribusi dalam proses penyelesaian sampai penelitian ini selesai. 2. Drs. Susetyo, M.Si. sebagai ketua jurusan Sosiologi.

3. Drs. Bintang Wirawan, M.Hum. sebagai pembimbing, atas kritik dan sarannya, motivasi, dan dukungannya dalam membantu untuk berfikir lebih ilmiah dan kritis.

4. Dr. Bartoven Vivit Nurdin, S.Sos, M.Si. sebagai penguji serta pembimbing kedua, atas bantuan, ide-ide, petunjuk dan kepeduliannya dalam membantu memperbaiki teknik-teknik, metode penelitian, dan kerangka berfikir sehingga penulis dapat meneliti dengan lebih detil.

5. Drs. Abdul Syani, M.Ip. sebagai pembimbing akademik, atas dukungannya, ide-ide, saran, dan motivasi besar dalam mendukung penulis agar menyelesaikan studi sesegera mungkin.

6. Cholid Ismail Balaw, sebagai penyimbang adat Keratuan Balaw Kedamaian yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian.

7. Drs. Mursyid Ariyanto, sebagai Kepala Kelurahan Kedamaian.

8. Orang tua penulis yang tercinta, Drs. Hazairin Hukum and Dra. Elvyra Hamamy,yang telah selalu berdo’a dan memotivasi penulis.

9. Saudara-saudara kandung Penulis, Wirathama Hazera Putra, S.Pd., Debby Pusparani, Rian Kurniawan, dan Jerry Satria, yang telah mendukung penulis.


(11)

x

10. Calon suami penulis, Armet Posri, yang telah selalu berdo’a, menemani, memotivasi, dan menginspirasi penulis.

11. Ayah Aspori, Ibu Sumarni, dan Nenek sudah menanyakan,“Kapan lulus?” sehingga membuat penulis termotivasi untuk segera menyelesaikan Skripsi.

12. Sosiologi angkatan 2011, terutama Chibi “Biji Cabe” Gank, you’re the best for giving me special memories in campus. Lilian Oktaviani yang selalu mendukung, menemani, memotivasi dan mengarahkan selama masa revisi, Arum Puspita Sari, Yani Marjaniyati yang berjuang bersama selama proses menuju ujian Skripsi, Fitriana Lestari dan Eka Nur Rani Efendi, Yenni Hernaini dan Renny Suspa Diyanti yang sudah membantu memberi masukan dan saran setiap seminar.I’m so glad and grateful I have you all as my best comrades.

13. Semua teman jurusan Sosiologi, Wilfrida Oktavia yang sudah direpotkan dengan berbagai konsultasi dan revisian, Nora Maharani, Ratna Situmorang, Ayu Alvica Reneo, Andrean Maidya, Anton Prasetyo, Anisa Febriyanti dan Yuliatika Sari yang selalu memberikan semangat, Desi Relga, Anisa Nurlaila dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu serta yang telah selalu hadir dan mendukung tiap seminar penulis.

14. Kakak tingkat jurusan Sosiologi, abang Gery, abang Sulis, abang Sebastian, mba’ Icin dan mba’ Nora Laras atas masukan dan pengalamannya yang berharga selama proses mengerjakan Skripsi.

15. Kawan-kawan sekolah Citra Devi Yulyana, Siti Ayu Helfi dan Dian Aprilia sahabat karib yang paling dekat yang tiap saat selalu mengingatkan untuk revisi.

16. Kawan-kawan KKN, Anisa Incamila yang telah memberikan motivasi dan sarannya, serta kawan-kawan yang lain Amilya Rahayu, Iis Priyatun, Ariefalgi Budianto, Arantha Sabila, Anisa Nurdina, dan Bery Hermawan. Akhir kata, seperti penelitian yang lainnya, penulis percaya bahwa karyanya masih jauh dari kata sempurna. Mungkin masih ada kesalahan dan kelemahan dalam penulisan Skripsi ini. Sehingga, komentar, kritik, dan saran akan selalu diterima untuk melengkapi penelitian menjadi lebih baik. Di samping itu, penulis berharap, Skripsi ini dapat memberikan kontibusi positif dalam membangun pendidikan, pembaca, dan kepada yang ingin melanjutkan penelitian dengan topik yang sama.

Bandar Lampung, 17 September 2015 Penulis,


(12)

ABSTRACT... i

ABSTRAK ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN... v

RIWAYAT HIDUP... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

SANWACANA... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Kegunaan Penelitian... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Makanan dan Nasi... 8

1. Pengertian Makanan... 8

2. Pengertian Nasi ... 9

3. Makanan Dalam Aspek Sosial Budaya ... 10

B. Tinjauan TradisiNyeruit... 13

1. Pengetian Tradisi... 13

2. Pengertian TradisiNyeruit... 14

3. PengertianNyeruit... 15

4. Pengolahan dan Cara Makan Seruit ... 17

C. Tinjauan Masyarakat Suku Lampung... 19

1. Asal-usul Orang Lampung ... 19

2. Karakteristik Orang Lampung... 20

D. Tinjauan Masyarakat Perkotaan ... 22

1. Karakteristik Masyarakat Kota ... 23

E. Tinjauan Perubahan Sosial, Budaya dan Lingkungan ... 24

1. Pengertian Perubahan Sosial ... 24

2. Pengertian Perubahan Sosial dan Budaya ... 25


(13)

xii

4. Perubahan Lingkungan Mempengaruhi Ketersediaan

Bahan Makanan... 27

F. Tinjauan Akulturasi ... 32

G. Kerangka Pikir... 32

BAB III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian... 34

B. Fokus Penelitian ... 35

C. Lokasi Penelitian ... 36

D. Informan Penelitian ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

F. Teknik Analisis Data... 43

BAB IV. GAMBARAN UMUM A. Sejarah Keratuan Balaw ... 45

B. Sejarah Kelurahan Kedamaian ... 48

C. Monografi Kelurahan Kedamaian Kecamatan Kedamaian ... 49

1. Luas Wilayah ... 50

2. Kependudukan Kelurahan Kedamaian... 50

D. Gambaran Umum Masyarakat LampungPepadunKedamaian... 51

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Nyeruitpada Masyarakat Kedamaian ... 55

1.NyeruitMasyarakat Kedamaian ... 55

2.NyeruitBagi Masyarakat Kedamaian ... 62

B. Analisis ... 63

1.NyeruitTempo Dulu ... 64

2.NyeruitSaat Ini ... 66

3. Model Ekologi TradisiNyeruit... 70

BAB VI. PENUTUP A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Data Informan ... 38


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Peta Administratif Kota Bandar Lampung tahun 1924 ... 28 2. Peta Administratif Kota Bandar Lampung tahun 2012 ... 28 3. Peta Administratif Kecamatan Kedamaian tahun 2012 ... 30 4. Bagan Kerangka Pikir “Model Ekologi dalam Teori Antropologi

Makanan” ... ... 33 5. Kitab Kuntara Raja Niti, Hukum Adat Lampung Pubian

milik keluarga besar Keratuan Balaw Buay Kuning ... 53 6. (1). Terasi Udang Bermerk, (2). Sambal Terasi, (3). Jeruk

Sate (Citrus Amblycarpa) dan Tempoyak ... 56 7. Daun Jambu Mente/Mede (Anacardium Occidentale. L) ... 57 8. Kobokan ... 58 9. Bagan “Model Ekologi Tradisi Nyeruit”...

70 10. Peta Administrasi Kecamatan Kedamaian (Kelurahan

Kedamaian cokelat tua) ... Lampiran 11. Komponen dan Alat Makan Seruit pada Acara Makan Siang ... Lampiran 12. Bahan-bahan Seruit ... Lampiran 13. Seruit ... Lampiran 14. Acara Makan Siang Nyeruit bersama Keluarga Besar ... Lampiran


(16)

A. Latar Belakang Masalah

Makanan dianggap penting karena merupakan bagian terbesar dari proses kelangsungan hidup manusia. Selama ini, makanan hanya dikaji dari aspek gizi dan kesehatan, padahal makanan juga bisa dilihat dari sudut pandang budaya. Seperti yang Foster dan Andreson (2006) katakan bahwa makanan dalam aspek sosial budaya dilihat dalam suatu kebiasaan yakni,

“Suatu kompleks kebiasaan masak-memasak, masalah kesukaan dan ketidaksukaan, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, dan tahayul-tahayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan dan konsumsi makanan – pendeknya sebagai suatu kategori budaya yang penting. Makanan dalam kebudayaan memiliki peran sebagai kegiatan ekspresif yang memperkuat kembali hubungan-hubungan sosial, sanksi-sanksi, kepercayaan-kepercayaan dan agama, menentukan banyak pola ekonomi dan menguasai sebagian besar dari kehidupan sehari-hari.”

Oleh karena itu, penting untuk mengkaji penelitian terhadap makanan ini sebagai bagian dari aspek sosial budaya.

Sangat sulit untuk dibayangkan jika pengalaman sosial yang positif tidak dilibatkan dengan berbagi makanan, misalnya bagaimana kita berbagi secangkir teh dengan seorang kenalan, makan siang bersama rekan kerja, atau memakan lobster saat makan malam dengan kekasih. Pada tingkatan yang lebih luas, peradaban itu sendiri tidak mungkin berjalan tanpa adanya makanan (Belasco,


(17)

2

2008). Makanan adalah kebutuhan yang paling pokok dalam kehidupan semua makhluk dan merupakan inti dari hubungan sosial yang paling erat pada manusia.

Berdasarkan penemuan pertanian sekitar sepuluh ribu tahun lalu yang berasal dari negara, kota dan kerajaan. Pertanian telah memperbaiki dunia, baik secara fisik maupun budaya, mengubah bentang alam dan geografi, memberi makan tentara dan penyair, politisi dan para imam (Belasco, 2008). Makanan pokok menunjukkan etnis suatu daerah. Setiap negara di belahan dunia memiliki berbagai macam jenis makanan. Identitas kita berasal dari apa yang kita makan, hal ini menunjukkan jati diri kita, dan makanan tersebut merupakan panganan yang terbentuk dari kebiasaan, tingkah laku, komunikasi (sebuah makna yang menjadi ”budaya”) (Belasco, 2008). Kita tidak dapat mengesampingkan pokok makanan sebagai objek sosial dan hanya melihat dari segi kesehatan, karena berdasarkan pendapat para pengamat sosial terdahulu seperti Anderson, makanan dapat menjadi media untuk berinteraksi dalam kehidupan sosial manusia.

Makanan pokok setiap masyarakat di dunia berbeda-beda, seperti Asia terutama di Asia Timur dan Tenggara makanan pokoknya adalah nasi, termasuk Indonesia. Cara memakan nasi harus beserta lauk-pauk sebagai pelengkap. Kita tahu bahwa masyarakat Indonesia memiliki ragam masakan khas tiap daerah dan sebagian besar dimakan bersama dengan nasi, meski anjuran untuk mengganti bahan pokok lain telah dilakukan, namun pepatah “seseorang belum dikatakan makan, kalau belum makan nasi” telah membudaya (Wirawan dan Nurdin, 2013). Kebiasaan makan seperti ini terbentuk karena selera seseorang atau kelompok tertentu


(18)

berbeda dengan selera kelompok yang lain berdasarkan latar belakang budayanya (Stewart, 2014).

Masyarakat Indonesia di bagian Barat, mayoritas mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Pada masyarakat Lampung yang memiliki makanan khas berupa Seruit, nasi sangat dibutuhkan sebagai elemen pokok dari makanan yang dimakan bersama denganseruit.Seruitawalnya adalah campuran dedaunan, berbagai sayur dan buah yang ditemukan hanya di sekitar lingkungan tempat tinggal oleh masyarakat suku Lampung tradisional serta berbagai macam jenis ikan yang ada di sungai sesuai daerah masing-masing, sedangkan masyarakat suku Lampung kekinian mencari bahan nyeruit cukup di pasar, meski tidak selengkapnyeruit di masa lalu karena keterbatasan penyediaan tanaman sayur dan bahan, tetapi nyeruit tetap bisa dilakukan, yang utama adalah harus ada campuran sambal tempoyak maupun terasi. Menurut Wirawan dan Nurdin (2013),seruitmerupakan campuran dari sambal, terasi bakar, cabai, bawang bakar dan kemudian dicampur sedikit air, setelah itu dimasukkan ke dalam seruit tersebut berbagai macam bahan lain seperti ikan yang biasanya di bakar, terong rebus, oyong, dan lainnya.

Berbeda dari zaman dahulu, tradisi nyeruit saat ini mengalami kemunduran intensitas, masyarakat Lampung semakin melupakan panganan lokal yang dirasa kurang menarik; di samping cara menyajikannya yang terbilang tidak praktis dan higienis. Namun sebenarnya, seruit maupun segala bentuk makanan lain tidak selalu harus dikaitkan dari segi kesehatan, masyarakat Lampung tidak begitu mempermasalahkan apakah tidak menggunakan sendok adalah cara makan yang


(19)

4

tidak higienis, nyeruit berbicara mengenai kebiasaan, selera, milai-nilai yang terkandung di dalamnya serta kepercayaan bahwa dengan nyeruit dapat meningkatkan rasa semangat dan kebersamaan.

Sifat masyarakat penduduk pribumi Lampung terbuka dengan kultur luar termasuk budaya Barat yang menjadikan penduduk suku Lampung sendiri kurang melestarikan budaya lokal. Terutama pada kulinernya, yang pada akhirnya orang luar tidak cukup mengenal apa makanan khas Lampung, seperti budaya nyeruit; lauk-pauk khas Lampung yang disantap bersama dengan nasi ini terlihat cukup jarang kita jumpai di kota. Namun kita mengetahui bahwa masyarakat suku Lampung dikenal dengan budaya kekeluargaannya, berkumpul, bertamu untuk menjalin silaturahmi, hingga pada tradisi makan bersama dengan istilah nyeruit masih bisa kita lihat keberadaannya di lingkungan masyarakat Lampung perkotaan seperti di Kedamaian, meskipun mulai berkurang, namun nyeruitmasih dianggap sebagai pemegang peran penting untuk meningkatkan rasa semangat dan kebersamaan saat memakannya. Tradisinyeruitsudah turun-temurun dibudayakan oleh suku Lampung, hingga Pemerintah Provinsi pernah tercetus ide untuk melestarikannya dengan menyelenggarakan salah satu acara kebudayaan, yaitu acara nyeruit yang diikuti oleh 10.800 orang yang dicatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) ke-4.937 karena memiliki unsur superlatif, langka, dan unik, untuk kategori makanan khas tradisional (Karsiman,Lampung Post,2011).

Masyarakat di luar provinsi Lampung jarang mendengar kata seruit, dan menganggap seruit merupakan kata yang asing. Bagi orang yang tidak terbiasa,


(20)

pertama kali memakannya bisa saja terasa aneh karena merupakan kombinasi dari rasa pedas, asam, manis. Seruit merupakan makanan rumahan, dan akan sangat jarang bila kita temui di rumah makan di Lampung. Hal yang menarik dariseruit ini selain jarang ditemui di rumah makan lokal, adalah tiap daerah memiliki khas baik dari jenis ikan, jenis sayur maupun sambalnya meskipun seruit memang merupakan sambal dan menggunakan dedaunan yang terlihat sama pada umumnya, seruit khas orang Lampung Kedamaian belum tentu sama dengan seruitkhas Lampung daerah lainnya. Seperti ada yang menyampurkan sambelnya dengan tempoyak atau juga terasi, ada yang menambahkannya dengan mangga, sesuai selera. Nyeruit pada umumnya, bukan hanya nama makanan dan sekedar kebiasaan makan bersama, tapi ini adalah salah satu bentuk kebersamaan ajang silaturahmi antar keluarga, sahabat ataupun kolega yang boleh dibilang sudah mulai memudar karena terbentur kegiatan masing-masing personal. Hakikat dari nyeruitadalah nilai kebersamaan yang dirasakan cukup mahal di zaman sekarang, kebersamaan yang dapat mempererat hubungan antar individu yang tidak bisa dinilai dengan uang. Masyarakat Lampung memegang teguh sikap kekeluargaan, bersatu dalam menghadapi masalah, saling bantu dan bergotong royong (Karsiman,Lampung Post, 2011).

Oleh karena itu, berdasarkan dari penjelasan di atas, penelitian ini ditujukan kepada masyarakat Lampung di kota Bandar Lampung khususnya penduduk di kelurahan Kedamaian kecamatan Kedamaian Bandar Lampung dalam rangka untuk mengetahui bagaimana tradisi nyeruit pada suku Lampung Kedamaian termasuk nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, kebiasaan, dan fungsi-fungsi


(21)

6

sosialnya serta melihat perubahan lingkungan yang menyebabkan perubahan budayanyeruitdi Kelurahan Kedamaian Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah

Tradisi nyeruit pada waktu lampau hingga sekarang baik itu dari unsur, alat dan bahan yang digunakan, diperkirakan mengalami perubahan akibat dari adanya perubahan lingkungan. Seperti yang sudah dijelaskan dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah: “Bagaimanakah nilai-nilai keyakinan tradisi nyeruit pada warga suku Lampung di Kelurahan Kedamaian Kecamatan Kedamaian dan perubahannya?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan-perubahan dari segi lingkungan baik bahan-bahan dan alat yang digunakan untuk nyeruit hingga nilai-nilai yang terkandung termasuk keyakinan makanan, selera, kebiasaan dan fungsi sosialnya dalam tradisi nyeruit pada masyarakat suku Lampung di Kelurahan Kedamaian Kecamatan Kedamaian.


(22)

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu Sosiologi, antara lain pada Sosiologi Budaya, Sosiologi Kesehatan, Sosiologi Makanan, dan Sosiologi Lingkungan. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi empirik dan pengetahuan untuk penelitian selanjutnya mengenai tradisi nyeruit dan perubahannya pada masyarakat suku Lampung Kedamaian.

2. Secara praktis, hasil penelitian dapat digunakan menjadi sumber penelitian yang lebih mendalam dalam ruang lingkup yang lebih luas, dan juga diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai tradisi nyeruit dan perubahannya pada masyarakat suku Lampung Kedamaian.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Makanan dan Nasi

1. Pengertian Makanan

Makanan bisa menjadi simbol atau identitas dari tiap daerah, karena bahan-bahan makanan yang setiap hari dimakan mewakili jenis makanan apa yang dapat dihasilkan oleh suatu wilayah (Belasco, 2008). Meskipun saat ini eksport import bahan makanan telah dengan mudah didapat, namun generalisasinya makanan pokok suatu negara tetaplah menjadi identitas negara tersebut.

Sebagaimana halnya dengan sistem medis yang memainkan peranan dalam mengatasi kesehatan dan penyakit, demikian pula kebiasaan makan memainkan peran sosial dasar yang jauh mengatasi soal makanan untuk tubuh manusia (Foster dan Anderson, 2006). Artinya, makanan tidak bisa dilihat hanya dari segi kesehatan berfungsi sebagai pengenyang, tetapi juga makanan berkaitan dengan budaya. Karena di setiap suku bangsa pasti mengenal makanan khas masing-masing yang sesuai dengan keadaan alam dan sumber daya yang ada di lingkungannya yang sudah tentu cara pengolahannya pun ikut berbeda. Seperti contoh perbedaan cara orang Lampung Pepadun dan Sai Batin memakan seruit berdasarkan bahan yang diperoleh, orang Pepadun menggunakan ikan sungai dan


(24)

bercocok tanam padi yang kemudian diolah menjadi nasi, sedangkan Sai Batin memanfaatkan ikan laut dan cenderung memanfaatkan ketersediaan yang berasal dari laut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka (Nurdin, 2008).

2. Pengertian Nasi

Nasi berasal dari beras putih. Beras dihasilkan dari bulir-bulir tanaman padi yang telah matang. Nama latin dari padi adalah Oryza Sativa. Beras adalah biji kecil dari jenis rerumputan tertentu yang dimasak, dan dimakan sebagai makanan. Bentuk beras padi yaitu berbulir panjang (Cambridge Dictionary). Nasi dimakan oleh sebagian besar penduduk Asia sebagai sumber karbohidrat utama dalam menu sehari-hari. Nasi sebagai makanan pokok biasanya dihidangkan bersama lauk sebagai pelengkap rasa dan juga melengkapi kebutuhan gizi seseorang. Nasi dapat diolah lagi bersama bahan makanan lain menjadi masakan baru, yang cara memasaknya dengan diberikan beberapa bumbu, seperti Nasi Goreng atau Nasi Kuning. Nasi bisa dikatakan makanan pokok bagi masyarakat di Asia, Asia Tenggara khususnya Indonesia.

Nasi, merupakan salah satu makanan pokok di dunia mewakili makanan pokok lainnya. Bagi orang Indonesia Barat, nasi tidak bisa dikhususkan kapan harus memakan nasi apakah untuk sarapan, makan siang atau malam saja. Namun dari bentuknya, nasi dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsinya, misalnya beras yang ditanak menjadi nasi biasa dimakan oleh orang yang sehat, sedangkan nasi yang ditanak menjadi bubur biasanya dimakan oleh orang sakit.


(25)

10

Nasi yang dihidangkan bersamaan dengan seruit terbuat dari beras padi yang berasal dari sawah dan ladang. Sejak keberhasilan bangsa Kolonial dalam program Transmigrasi yang membuat masyarakat Lampung lebih banyak menanam padi sawah, sampai saat ini kebanyakan masyarakat Lampung telah menggunakan beras padi sawah karena penduduk Lampung sudah banyak yang menggarap sawah daripada berladang. Meski demikian padi ladang tetap disukai oleh masyarakat Lampung karena beras padi ladang enak dan harum dibandingkan beras padi sawah (Nurdin, 2008).

3. Makanan Dalam Aspek Sosial Budaya

Terlepas dari apakah makanan tersebut mengandung gizi yang baik atau tidak, makanan juga memiliki fungsi sosial, arti simbolik dan kepercayaan. Seperti yang Foster dan Anderson (2006) sebutkan bahwa,

“Tidak ada manfaaatnya untuk menyarankan makanan yang seimbang apabila makanan yang disarankan itu melanggar kepercayaan inti yang bertalian dengan pantangan makanan panas-dingin, yang oleh kebanyakan orang tidak saja dengan makanan sehari-hari, namun terutama berhubungan dengan krisis kehidupan seperti kehamilan, periode setelah kelahiran dan sakit.”

Maksudnya di sini terdapat perbedaan makan dan nutrisi, nutrisi merupakan bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh seperti gizi, protein, lemak dan sebagainya yang diperlukan oleh tubuh, sedangkan makanan merupakan konsep kebudayaan yang berkaitan dengan selera, kenikmatan, mitos dan status sosial di masyarakat yang cara memakannya, dan kapan dimakan dipengaruhi oleh budaya yang dimilikinya. Dengan kata lain, penting untuk membedakan antara nutrimen (nutriment) dengan makanan (food). Nutrimen adalah suatu konsep biokimia,


(26)

suatu zat yang mampu untuk memelihara dan menjaga kesehatan organisme yang menelannya, sedangkan makanan adalah suatu konsep budaya. (Foster dan Anderson, 2006)

Selain memisahkan antara konsep nutrisi dan makanan, kita tidak bisa menganjurkan masyarakat tertentu untuk memakan makanan berdasarkan yang bukan budayanya, misalnya menganjurkan untuk memakan daging babi dalam masyarakat muslim yang dalam aturannya diharamkan memakan daging babi. Begitupun dengan tradisi nyeruit yang mengharuskan ikan dan tidak menggunakan daging-dagingan lainnya, apalagi daging babi karena disesuaikan dengan kebiasaan makan dan keadaan lingkungan. Bukan makanan (food) saja dibatasi secara budaya, namun juga konsep tentang makanan (meal), kapan dimakannya, terdiri dari apa, dan bagaimana etiket makannya. Seperti halnya dengan apa saja bahan-bahanseruit itu, dan bagaimana cara memakannya, semua konsep makan memiliki aturan yang telah dibentuk berdasarkan budaya, termasuk kapan waktunya untuk makan seruit, namun nyeruit tidak terikat dengan klasifikasi waktu apakah harus dimakan saat pagi, siang, ataupun malam hari, hanya sajanyeruitdigolongkan ke dalam waktu makan acara keluarga tidak resmi.

Selain kebudayaan menentukan makanan, dan mengklasifikasi kapan makanan dimakan. Peran makanan dalam budaya juga merupakan pemuas nafsu makan dan rasa lapar. Dalam konsep makan ini, Foster dan Anderson (2006) mengatakan bahwa,

“Nafsu makan dan lapar adalah gejala yang berhubungan, namun juga berbeda. Nafsu makan, dan apa yang diperlukan untuk memuaskannya,


(27)

12

adalah suatu konsep budaya yang dapat sangat berbeda antara suatu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Sebaliknya, lapar menggambarkan suatu kekurangan gizi yang dasar dan merupakan konsep fisiologi.”

Seperti halnyanyeruit berfungsi sebagai pemuas nafsu makan (pengenyang), juga sebagai pemenuhan konsep nutrisi dalam makanan meskipun dari segi kesehatan kandungan gizi dalamseruittidak begitu dipermasalahkan.Nyeruitdilakukan saat beramai-ramai dapat dirasa lebih mengenyangkan ketimbang nyeruit yang dilakukan secara sendiri.Nyeruitdapat mengembalikan nafsu makan orang-orang yang baru sembuh dari sakit, keyakinanan ini yang membuat orang tersebut kembali sehat meski gizi dalam komponen seruit tidak sebanyak makanan yang lebih bergizi lainnya, seperti susu dan keju yang dalam pandangan sebagian orang di berbagai daerah di Indonesia merupakan makanan“mahal”.

Makanan memiliki fungsi sebagai simbol pengikat dalam hubungan sosial dan mengurangi rasa stress, berbagi makanan saat bertemu dan berkumpul dalam tradisi orang Indonesia maupun masyarakat di belahan dunia lainnya merupakan hal yang dengan alamiah dapat terjadi, karena kodrat manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi yang sudah tentu melibatkan makanan. Makanan-makanan itu melambangkan rasa kasih sayang, perhatian, persahabatan dan kesetiakawanan dalam kelompok. Dari media makanan, suatu permasalahan dapat diselesaikan atau untuk sementara waktu dapat dikurangi (Foster dan Anderson, 2006). Nyeruit pun sama fungsinya demikian, nyeruit menyatukan kembali orang yang telah jauh, keluarga yang terpisah, dan kawan yang


(28)

bermasalah. Dengan adanya santapan seruit di meja, suatu pembicaraan dapat mengalir dengan santai, menimbulkan rasa nyaman dan stress berkurang.

Makanan dalam budaya pun memiliki arti simbolik dalam bahasa, bahasa mencerminkan hubungan-hubungan psikologis yang sangat dalam di antara makanan, persepsi kepribadian dan keadaan emosional (Foster dan Anderson, 2006). Artinya, makanan memiliki arti asam, manis, dingin, hangat, keras, empuk, segar, kuat, yang sifatnya mewakili watak manusia. Orang dapat mengetahui sebab dari kegemukan adalah karena kelaparan dan banyak makan, makan dapat diartikan sebagai pengganti dari kasih sayang dan persahabatan bagi orang yang kesepian (hungry of love). Makanan memberikan simbol-simbol dalam bahasa yang secara impilsit hanya orang-orang tertentu yang dapat mengetahuinya. Seperti halnya orang yang memasak makanan terlalu banyak garam, dinilai bahwa orang itu ingin menikah, membuat masakan terlalu pedas artinya orang itu sedang marah, sama seperti perempuan yang membuat sambelseruitjikaulekannya halus artinya orang itu masih gadis dan lain sebagainya.

B. Tinjauan TradisiNyeruit

1. Pengertian Tradisi

Tradisi merupakan bagian dari“budaya” yang keduanya merupakan hasil karya. Tradisi adalah hasil karya masyarakat, begitupun dengan budaya. Keduanya saling mempengaruhi. Kedua kata ini merupakan personifikasi dari sebuah makna hukum tidak tertulis, dan hukum tak tertulis ini menjadi


(29)

14

patokan norma dalam masyarakat yang dianggap baik dan benar. Berdasarkan dari mitos-mitos yang tercipta atas manifestasi kebiasaan yang menjadi rutinitas yang selalu dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tergabung dalam suatu bangsa (Suwarno, 2011).

Secara pasti, tradisi lahir bersama dengan kemunculan manusia di muka bumi. Tradisi berevolusi menjadi budaya. Itulah sebab sehingga keduanya merupakan personifikasi. Budaya adalah cara hidup yang dipatuhi oleh anggota masyarakat atas dasar kesepakatan bersama (Abdulsyani, 1995). Kedua kata ini merupakan keseluruhan gagasan dan karya manusia, dalam perwujudan ide, nilai, norma, dan hukum, sehingga keduanya merupakan dwitunggal. Kebudayaan tersebut lalu turun termurun diwariskan dari generasi ke generasi agar tetap hidup (Suwarno, 2011).

2. Pengertian TradisiNyeruit

Seperti masyarakat di banyak daerah di Indonesia, masyarakat Lampung adalah masyarakat yang gemar berkumpul dan bersilaturahmi, baik antar keluarga maupun antartetangga. Mereka berkumpul di acara pernikahan, acara adat, atau acara keagamaan. Tidaklah berlebihan sebagian masyarakat beranggapan nyeruit bukan saja sekadar makanan, melainkan juga bagian dari tradisi dan budaya. Selain itu, dijadikan ajang silaturahmi karena nyeruit dapat menumbuhkan nilai kebersamaan antaranggota keluarga dalam masyarakat Lampung.


(30)

Masyarakat Lampung sangat mempercayai bahwa jika ingin makan sebaiknya tidak sendiri. Karena mencicipi masakan seruit tak ada hasilnya jika tidak dinikmati oleh teman-teman ataupun banyak orang. Mitos yang dipercayai oleh masyarakat Lampung adalah “jangan makanseruitsendirian”karenaseruitberarti alat untuk menangkap kura (jebakan) yang seruit itu sendiri kaya rasa namun dominan pedas. Siapa yang akan diseruit jika tidak ada teman saat makan seruit? karena rasaseruityang pedas akan membuat beberapa orangkewalahandan orang yang mengalami hal tersebut telah terkena seruit/jebakan. Di sinilah keseruan makanseruit. (Zainuddin,Lampung Post,2011)

Bagi masyarakat Lampung, seruit bukan sekadar makanan. Inilah lambang yang menegaskan kebersamaan; kebersamaan yang dikayuh berabad-abad, sehingga proses akulturasi budaya berlangsung mulus di sini. Daerah Lampung ini telah membuktikan dirinya sebagai Indonesia mini. Ratusan suku bergabung dan tersebar di hampir setiap inci wilayah. Kekayaan tradisi ini menjadi penanda penting bergeraknya Lampung, khususnya Bandar Lampung sebagai ibu kota, menghadapi modernitas tanpa kehilangan visi, dan seruit menjadi unsur yang mempertalikan keberagaman tersebut dalam suatu identitas. (Zainuddin,Lampung Post, 2011)

3. PengertianNyeruit

Kata atau istilah nyeruitsecara morfologis merupakan kata bentuk dari kata dasar seruit, yaitu me- + seruit menjadi menyeruit, berubah bentuk (me)nyeruit, yang dipakai dalam cakapan sehari-hari. Untuk itulah, kata atau istilah seruit bila


(31)

16

diubah menjadi kata verba akan menjadi menyeruit, dalam pembacaan nyeruit, (bukan menseruit); karena dalam tata Bahasa Indonesia, kata dasar yang berawal huruf k, p, t, s bila mendapat imbuhan me, huruf awal tersebut luluh. (Rachmat, Lampung Post, 2011)

Seruit (kata benda) adalah makanan khas provinsi Lampung, Indonesia, yaitu masakan ikan yang digoreng atau dibakar kemudian dicampur sambel terasi dan tempoyak.Tempoyakadalah makanan yang merupakan hasil fermentasi dari buah durian atau mangga.Seruitakan terasa lebih nikmat, jika disantap bersama dengan nasi, ikan pindang, sambel terasi dan serbat. Serbat adalah jus minuman yang terbuat dari buah mangga. Jenis ikan lainnya adalah ikan sungai seperti belida, baung, layis dan lain-lain, ditambah lalapan. Hidangan lalapan dalam sambel seruit bisa bervariasi, namun di Lampung dikenal berbagai jenis tumbuhan yang cocok menjadi bahan lalapan. Selain timun, petai, kemangi, kol dan tomat. Namun tersedia pula lalapan jagung muda, daun pepaya dan adas.

Istilah yang dipakai untuk makan dengan seruit adalah “Nyeruit”.Nyeruit (kata kerja) berati makan bersama dengan hidangan seruit tanpa menggunakan peralatan makan seperti sendok dan garpu. Nyeruit termasuk ke dalam kategori makanan berat atau pengenyang yang dimakan bersama nasi. Nyeruit disantap pada jam-jam makan karena sifatnya mengenyangkan. Saat nyeruit semua orang duduk di atas alas tikar. Di daerah Lampung sendiri belum banyak didirikan rumah makan khas Lampung. Tidak seperti daerah tetangganya, Palembang. Ternyata di Lampung ada beberapa rumah makan Bengkulu. Andai kata Lampung


(32)

mau mengangkat makanan khas daerahnya dapat dipastikan seruit akan semakin terkenal dan tentunya akan semakin banyak orang yangnyeruit.

4. Pengolahan dan Cara MakanSeruit

Ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk membuat seruitpada umumnya. Prosesnya, ikan yang sudah disediakan terlebih dahulu. Bagi masyarakat Pepadun yang tinggal di pinggir sungai, menggunakan ikan yang berasal dari sungai seperti ikan patin, belida dan lainnya, bagi masyarakat Lampung Sai Batin menggunakan ikan hasil tangkapan laut seperti tongkol, gurame dan mas. Kemudian ikan dibumbui dengan bumbu yang sudah dihaluskan. Bumbunya berupa bawang putih, garam, kunyit, dan jahe. Setelah itu, ikan pun dibakar selama kurang lebih sekitar sepuluh menit. Saat sudah setengah matang, ikan diolesi dengan kecap manis dan campuran bumbu dari bawang putih, garam, dan ketumbar. Sementara, sambel untuk campuran seruitbisa berupa sambel tempoyak, sambel mangga dan sambel terasi itu sendiri. Olahan sambel terdiri dari cabai merah, cabai kecil, garam, rampai, dan terasi. Campuran terasi atau belacan untuk seruit di tiap-tiap daerah berbeda, seperti terasi udang dan terasi ikan. Namun pada umumnya terasi yang digunakan adalah terasi yang terbuat dari udang (rebon) yang telah dibakar terlebih dahulu. Lalu bahan sambel ini ditumbuk hingga halus kemudian ditambahkan dengan tempoyak (duren fermentasi) atau mangga, tak ketinggalan untuk menambahkan beberapa jenis lalapan, seperti daun kemangi, terong bakar, jengkol, dan daun jambu. Bahan tambahan ini kemudian dicampurkan dan diaduk


(33)

18

menjadi satu. Setelah itu, seruit pun siap dinikmati dengan nasi hangat secara beramai-ramai.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Nyeruit bisa dilakukan berdasarkan tempat, cara makan dan alat makan, antara lain:

1. Tempat: Nyeruit hanya dapat dimakan ketika ada acara keluarga, acara pernikahan, syukuran, dan acara adat. Nyeruit sangat terikat waktu karena harus dilakukan saat itu dan di tempat itu juga. Karena nyeruit tidak tersedia di restoran lokal, oleh karena itu tempat untuk menikmati seruit terbatas.

2. Cara makan: Nyeruit dimakan bersama-sama keluarga besar, maupun keluarga inti, tapi sifatnya dilakukan beramai-ramai, karena pandangan orang Lampung memakan seruit tidak terasa nikmat jika dilakukan sendirian dengan rasaseruitnya yang “ramai” (pedas, asam, asin).

3. Alat makan: Nyeruit tidak harus menggunakan alat makan seperti sendok, garpu, pisau, piring, tanpa duduk di atas kursi dan makanan tidak dihidangkan di atas meja, karena nyeruit umumnya dilakukan hanya menggunakan piring tanpa sendok garpu, bahkan orang dahulu memakan seruit secara bersama dengan berwadahkan daun pisang dan satu wadah kuningan atau mangkok berukuran besar.


(34)

C. Tinjauan Masyarakat Suku Lampung

1. Asal-usul Orang Lampung

Hadikusuma (1983) menyatakan bahwa generasi awal UlunLampung berasal dari Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat. Penduduknya dihuni oleh Buay Tumi yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu Sekerummong. Negeri ini menganut kepercayaan dinamisme, yang dipengaruhi ajaran Hindu Bairawa.

Buay Tumikemudian dapat dipengaruhi empat orang pembawa Islam yang berasal dari Pagaruyung, Sumatera Barat yang datang ke sana. Mereka adalah Umpu Bejalan di Way, Umpu Nyerupa, Umpu Pernong dan Umpu Belunguh. Keempat Umpu inilah yang merupakan cikal bakal Paksi Pak Sekala Brak sebagaimana diungkap naskah kunoKuntara Raja Niti. Namun dalam versi buku Kuntara Raja Niti, nama puyang itu adalah Inder Gajah, Pak Lang, Sikin, Belunguh, dan Indarwati. Berdasarkan Kuntara Raja Niti (Hadikusuma, 1983) menyusun hipotesis keturunanUlunLampung sebagai berikut:

1. Inder Gajah

Gelar: Umpu Lapah di Way. Kedudukan: Puncak Dalom, Balik Bukit Keturunan: Orang Abung

2. Pak Lang

Gelar: Umpu Pernong. Kedudukan: Hanibung, Batu Brak Keturunan: Orang Pubian


(35)

20

Gelar: Umpu Nyerupa. Kedudukan: Tampak Siring, Sukau Keturunan: Jelma Daya

4. Belunguh

Gelar: Umpu Belunguh. Kedudukan: Kenali, Belalau Keturunan: Peminggir

5. Indarwati

Gelar: Puteri Bulan. Kedudukan: Cenggiring, Batu Brak Keturunan: Tulang Bawang

Secara kultural, Lampung memiliki dua masyarakat adat, yakni Lampung Sai Batin dan Lampung Pepadun. Keduanya sama-sama memiliki kebiasaan berkumpul. Saat berkumpul, diperlukan makanan yang bisa dinikmati bersama-sama. Makanan tersebut adalahseruit. Kebiasaannyeruitpada LampungSai Batin tidak begitu melekat di diri mereka. Kebanyakan dari mereka yang melakukan nyeruit secara turun temurun hanya masyarakat adat yang menganggapnya sebagai makanan pokok, seperti masyarakat LampungPepadun.

2. Karakteristik Orang Lampung

Menurut Kitab Kuntara Raja Niti (Hadikususma, 1983), terdapat lima karakteristik orang Lampung, antara lain:

1. Pi’il Pesenggikhi

Malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri. Segala sesuatu yang menyangkut harga diri, prilaku dan sikap hidup yang


(36)

dapat menjaga dan menegakkan nama baik dan martabat secara pribadi maupun kelompok yang senantiasa dipertahankan.

2. Sakai Sambaian

Gotong Royong, tolong-menolong, bahu membahu, dan saling memberi sesuatu yang diperlukan bagi pihak lain.

3. Nemui Nyimah

Saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu. Bermurah hati dan ramah tamah terhadap semua pihak baik terhadap orang dalam kelompoknya maupun terhadap siapa saja yang berhubungan dengan masyarakat Lampung.

4. Nengah Nyampukh

Tata pergaulan masyarakat Lampung dengan kesediaan membuka diri dalam pergaulan masyarakat umum dan pengetahuan luas.

5. Bejuluk Adok

Tata ketentuan pokok yang selalu diikuti dan diwariskan turun temurun dari zaman dahulu. Mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya.

Dari ke lima ciri inilah masyarakat Lampung terbentuk menjadi masyarakat yang terbuka akan semua aspek sosial. Melalui tradisi makan seruit atau biasa disebut dengan istilah nyeruit inilah yang mempersatukan masyarakat Lampung dalam pergaulan sehari-hari (nengah nyampukh), memberikan jamuan kepada tamu atau saudara, makan bersama disela-sela waktu bergotong royong ketika ada acara adat (sakai sambayan), dan nyeruitmerupakan tradisi yang dari dulu telah diwariskan


(37)

22

secara turun temurun oleh tetua Adat Lampung selain pengangkatan gelar terutama pada LampungPepadun(bejuluk adok).

D. Tinjauan Masyarakat Perkotaan

Kata masyarakat berasal dari kata musyarak (Arab), yang artinya bersama-sama, kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat (Indonesia) (Suwarno, 2011). Masyarakat bisa disebut juga sebagai suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan antar aksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan manusia berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan. Suatu kenyataan bahwa kita hidup, bergaul, bekerja sampai meninggal dunia, di dalam masyarakat.

Masyarakat kota terdiri atas penduduk asli daerah tersebut dan pendatang yang di mana menurut UU No. 22 tahun 1999. Tentang Otonomi Daerah, kota adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (bandarlampungkota.go.id diakses tanggal 9 Januari 2015). Kota ialah sebuah permukiman permanen dengan individu-individu yang heterogen, jumlahnya relatif luas dan padat menempati areal tanah yang terbatas berbeda halnya dengan apa yang disebutkan desa-desa, kampung-kampung dan tempat-tempat permukiman lainnya. Jadi, masyarakat yang hidup di kota bekerja


(38)

sekaligus bertempat tinggal di pusat perekonomian yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.

1. Karakteristik Masyarakat Kota

Masyarakat kota terdiri dari manusia yang memiliki berbagai macam tingkatan atau lapisan hidup, seperti pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya. Penduduk dari masyarakat kota umumnya memiliki pekerjaan yang heterogen dan biasanya bukan pekerja agraris. Sifat-sifat yang dimiliki oleh masyarakat kota antara lain:

1. Masyarakat kota cenderung pada individuisme/egoisme yaitu masing-masing anggota masyarakat berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat oleh anggota masyarakat lainnya, hal ini menggambarkan corak hubungan yang terbatas, di mana setiap individu mempunyai jiwa merdeka untuk melakukan apa yang mereka inginkan.

2. Masyarakat kota mempunyai sifat kreatif, radikal dan dinamis. Dari segi budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang lebih tinggi, karena kreativitas dan dinamikanya kehidupan kota lebih cepat menerima yang baru atau membuang sesuatu yang lama, lebih cepat mengadakan reaksi, lebih cepat menerima mode-mode dan kebiasaan-kebiasaan baru. Kedok peradaban yang diperolehnya ini dapat memberikan sesuatu perasaan harga diri yang lebih tinggi, jauh berbeda dengan seni budaya dalam masyarakat desa yang bersifat statis. Derajat kehidupan masyarakat kota beragam dengan corak sendiri-sendiri.

3. Masyarakat kota cenderung materialistis. Akibat dari sikap hidup yang egois dan pandangan hidup yang radikal dan dinamis menyebabkan


(39)

24

masyarakat kota lemah dalam segi religi, yang mana menimbulkan efek-efek negatif yang berbentuk tindakan amoral, indisipliner, kurang memperhatikan tanggung jawab sosial.

Maka jika dilihat dari pengertian karakteristik masyarakat kota dan karakteristik orang Lampung yang cepat menerima budaya luar, sedangkan wilayah suku Lampung Kedamaian berada di tengah kota, hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa suku Lampung Kedamaian telah mengalami perubahan dari segi lingkungan maupun sosial budayanya.

E. Tinjauan Perubahan Sosial, Budaya dan Lingkungan

1. Pengertian Perubahan Sosial

Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya, terdapat perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu yang berlainan. Untuk itu, konsep dasar mengenai perubahan sosial menyangkut tiga hal, yaitu: pertama, studi mengenai perbedaan; kedua, studi harus dilakukan pada waktu yang berbeda; dan ketiga, pengamatan pada sistem sosial yang sama (Martono, 2012). Artinya bahwa untuk mendapatkan studi perubahan sosial, kita harus melihat adanya perbedaan atau perubahan kondisi objek yang menjadi fokus studi. Kedua, studi perubahan harus dilihat dalam konteks waktu yang berbeda, dengan kata lain kita harus melibatkan studi komparatif dalam dimensi waktu yang berbeda. Ketiga, objek yang menjadi fokus studi komparasi haruslah objek yang sama.


(40)

Studi perubahan sosial, dengan demikian akan melibatkan dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang menunjukkan pada wilayah terjadinya perubahan sosial serta kondisi yang melingkupinya. Dimensi ini mencakup pula konteks historis yang terjadi pada wilayah tersebut. Dimensi waktu dalam studi perubahan meliputi konteks masa lalu (past), sekarang (present), dan masa depan (future) (Martono, 2012).

2. Pengertian Perubahan Sosial dan Budaya

Perubahan sosial dan perubahan budaya hanya dapat dibedakan dengan membedakan secara tegas pengertian antara masyarakat dan kebudayaan. Dengan membedakan dua konsep tersebut, maka dengan sendirinya akan membedakan antara perubahan sosial dengan perubahan kebudayaan. Terdapat perbedaan yang mendasar antara perubahan sosial dengan perubahan budaya. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan sosial meliputi perubahan dalam perbedaan usia, tingkat kelahiran, dan penurunan rasa kekeluargaan antaranggota masyarakat sebagai akibat terjadinya arus urbanisasi dan modernisasi (Suwarno, 2011). Perubahan kebudayaan jauh lebih luas dari perubahan sosial. Perubahan budaya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan seperti kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, aturan-aturan hidup berorganisasi, dan filsafat. Perubahan sosial dan perubahan budaya yang terjadi dalam masyarakat saling berkaitan, tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat (Suwarno, 2011).


(41)

26

Persamaan antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan adalah keduanya berhubungan dengan masalah penerimaan cara-cara baru atau suatu perubahan terhadap cara-cara hidup manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Kebudayaan mencakup segenap cara berpikir dan bertingkah laku yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolis dan bukan muncul karena warisan biologis. Bentuk perubahan sosial (dan perubahan kebudayaan) dapat dibedakan menjadi perubahan secara cepat (revolusi) dan perubahan secara lambat (evolusi).

3. Faktor Penyebab Perubahan Sosial

Perubahan sosial bukanlah sebuah proses yang terjadi dengan sendirinya. Pada umumnya, ada beberapa faktor yang berkontribusi dalam munculnya perubahan sosial. Faktor tersebut dapat digolongkan pada faktor dari dalam dan faktor dari luar masyarakat (Martono, 2012).

Faktor yang berasal dari dalam salah satunya, bertambah dan berkurangnya penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan menyebabkan perubahan jumlah dan persebaran wilayah pemukiman. Wilayah pemukiman yang semula terpusat pada satu wilayah kekerabatan (misalnya desa) akan berubah atau terpancar karena faktor pekerjaan. Berkurangnya penduduk juga akan menyebabkan perubahan sosial budaya.


(42)

Faktor yang berasal dari luar, antara lain kontak dengan budaya luar. Bertemunya budaya yang berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun budaya asing, dan bahkan hasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong terjadinya perubahan dan tentu saja akan memperkaya kebudayaan yang ada. Kedua, sistem pendidikan formal yang maju. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mengukur tingkat kemajuan sebuah masyarakat. Pendidikan telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir ilmiah, rasional, dan obyektif. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya mampu memenuhi tuntutan perkembangan zaman, dan memerlukan sebuah perubahan atau tidak (Martono, 2012).

Dari penjabaran tentang bentuk-bentuk dan faktor perubahan sosial, maka akan membawa kita pada perubahan tradisi nyeruit pada masyarakat Lampung baik dalam kehidupan sehari-hari maupun pada kegiatan upacara adat. Kita bisa menilai bagaimana tradisi nyeruit mengalami perubahan secara lambat (evolusi) dari periode ke periode berikutnya.

4. Perubahan Lingkungan Mempengaruhi Ketersediaan Bahan Makanan

Dari pemaparan beberapa pengertian tentang perubahan sosial budaya sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial dan budaya saling berkaitan erat dengan keadaan lingkungan di suatu wilayah. Selain faktor budaya luar yang masuk, perubahan lingkungan bisa terjadi secara alami maupun


(43)

28

dibentuk oleh tindakan manusia. Perubahan sosial dan budaya ini dapat mempengaruhi perubahan lingkungan secara lambat maupun cepat, begitupun sebaliknya. Budaya nyeruit di Kedamaian dulu dan sekarang mengalami perubahan-perubahan karena menyesuaikan keadaan sosial dan lingkungan yang ada saat ini.

Gambar 1. Peta Administratif Kota Bandar Lampung tahun 1924 (Sumber:KITLV Netherlanddiunduh tanggal 5 Januari 2015)

Gambar 2. Peta Administratif Kota Bandar Lampung 2012 (Sumber: bandarlampungkota.go.id diunduh tangggal 9 Januari 2015)


(44)

Pada kedua contoh peta di atas, terdapat perubahan administratif dan lingkungan Provinsi Lampung yang sangat drastis dengan yang sekarang. Pada tahun 1924, Keresidenan Lampung (dulu Teloek Betoeng) masih di bawah Keresidenan Sumatera Selatan, dikuasai Pemerintahan Belanda. Sebelum pembaruan administratif, Teloek Betoeng yang berpusat di Tandjung Karang, terlihat bahwa Kedamaian (dulu Kademajan) sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Kedamaian saat itu masih merupakan desa kecil. Namun setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1964 pemerintah daerah membuat ulang sistem administratif, Teloek Betoeng memisahkan diri dari Keresidenan Sumatera Selatan dan membuat pemerintahan baru menjadi Provinsi Lampung dengan Bandar Lampung sebagai ibukota. Pada tahun 1930, pemerintah menyelenggarakan sensus penduduk untuk pertama kalinya. Bandar Lampung baru menyelenggarakan sensus dengan pemerintahan baru mulai tahun 1971.

Wilayah administratif Kota Bandar Lampung yang semula terdiri dari 13 Kecamatan dan 98 Kelurahan sejak tahun 2012 telah dimekarkan menjadi 20 Kecamatan dan 126 Kelurahan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 04 tahun 2012 tentang Penataan dan Pembentukan Kelurahan dan Kecamatan sebagaimana terakhir diubah dalam Peraturan tersebut. Kedamaian masuk sebagai bagian daerah dari pusat Kota Tanjung Karang Teluk Betung, Bandar Lampung (bandarlampung.go.id diakses tanggal 24 Desember 2014). Wilayah Administratif Kecamatan Kedamaian terdiri dari 7 Kelurahan, yakni :

1. Kedamaian 2. Bumi Kedamaian


(45)

30

3. Tanjungagung Raya 4. Tanjungbaru

5. Kalibalau Kencana 6. Tanjungraya 7. Tanjunggading

Gambar 3. Peta Administratif Kecamatan Kedamaian

(Sumber: bandarlampungkota.go.id diunduh tanggal 24 Desember 2014)

Perubahan lingkungan Kedamaian yang dulunya merupakan wilayah desa yang dihidupi oleh sungai dan kaya akan hasil alam, di mana masyarakat dapat hidup hanya dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Kini sudah sulit ditemukan karena potensi itu telah berubah menjadi bangunan-bangunan gedung, rumah-rumah semi hingga permanen sungai yang dulunya lebar mengalami penyempitan karena bertambahnya jumlah penduduk untuk membangun rumah. Apa yang seharusnya dulu dapat langsung dikonsumsi, kini harus membelinya di toko/swalayan milik perusahaan terbatas yang telah dibangun di daerah tersebut, seperti Indomaret dan Alfamart. Meskipun masih terdapat pasar tradisional, tapi fungsi pasar untuk menyediakan bahan-bahan nyeruittidak sebanyak yang dulu disediakan oleh alam setempat. Misalnyanyeruit


(46)

orang Kedamaian di masa lalu menggunakan daun jambu karena dulu mereka banyak yang menanam pohon jambu, sekarang jika kita cari di pasar setempat, mungkin ada, namun jumlahnya tidak sebanyak dulu karena orang yang memiliki pohon jambu sudah jarang atau bahkan mungkin sudah tidak ada lagi. Akibat dari berkurangnya aspek penting seperti ini serta dukungan peradaban masyarakat yang semakin modern, masyarakat mulai berpikir untuk “urbanisasi”, maksudnya di sini masyarakat tidak berpindah tempat tinggal, namun mengubah pola perilaku dan kebiasaannya dari tradisional menjadi kekotaan. Masyarakat Kedamaian tidak meninggalkan tradisi nyeruit, namun perubahan-perubahan yang terjadi pada akhirnya tetap mengurangi intensitas dan kuantitas masyarakat untuknyeruit.

Maka dari penjabaran di atas, perubahan-perubahan ini terjadi secara keseluruhan baik dari cara makan, alat-alat yang digunakan untuk memakan seruit, bahan-bahan komposisi dan unsur yang ada, serta ketersediaan waktu dan tempat yang sudah sangat berkurang dibandingkan dengan jaman dulu meski perubahan lingkungan tersebut tidak berpengaruh pada kebiasaan masyarakat menyantap seruit, nilai-nilai kebersamaan dan semangat yang muncul dari nyeruit dan keyakinan masyarakat bahwa nyeruit sebagai salah satu alat pemersatu kekerabatan.


(47)

32

F. Tinjauan Akulturasi

Akulturasi adalah salah satu jenis proses dari perubahan sosial budaya selain difusi, asimilasi dan akomodasi. Pengertian akulturasi adalah proses sosial budaya yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan tanpa menghilangkan sifat khas kepribadian kebudayaan asal (Dhohiri, 2007). Perubahan tradisi nyeruit yang lambat-laun kian terjadi karena adanya pengaruh dari masuknya varian makanan import seperti fast food danjunk food.Adanya akulturasi tradisi nyeruit pada orang Lampung Kedamaian tidak serta merta terprovokasi untuk mengkonsumsi makanan-makanan fast food tersebut, mereka menerima adanya makanan cepat saji orang Barat, namun tidak juga meninggalkan tradisi makanseruitbagi yang masih terbiasa.

G. Kerangka Pikir

Nyeruit dapat dianggap sebagai salah satu bagian dari kebudayaan lokal suku Lampung, yang merupakan makanan tradisional masyarakat Lampung. Tradisi nyeruit ini adalah kebiasaan makan tradisional yang menjadi kebiasaan pokok oleh suku Lampung khususnya Pepadun. Perubahan lingkungan yang terjadi belakangan ini mengakibatkan berkurangnya masyarakat Lampung untuk melakukan tradisi ini. Masyarakat Lampung diharapkan dapat melestarikan kebudayaan suku Lampung agar tidak hilang terkikis kebudayaan luar serta terkena dampak dari adanya perubahan-perubahan sosial dan lingkungan yang terus terjadi tanpa bisa kita cegah. Karena. lingkungan sosial mempengaruhi


(48)

perubahan makanan di dalam masyarakat. Bagi yang masih terbiasa nyeruit cenderung tidak begitu terpengaruh dengan adanya perubahan ini, karena nyeruit dianggap sebagai kebutuhan biologis dan psikologi individu penikmat seruit sebagai makanan pokok yang sudah menjadi selera budaya makan tersendiri dan memiliki fungsi sebagai pengikat hubungan keluarga, teman dan jaringan sosial.

Dari penjelasan di atas maka bagan yang digunakan adalah model ekologi dalam Antropologi Makanan, sebagai berikut:

Lingkungan Sosial Lingkungan Fisik

Individual Biological & Psycological needs

Makanan

Organisasi Sosial Teknologi

Kebudayaan dan Ekologi

Gambar 4.Bagan Kerangka Pikir “Model Ekologi dalam Antropologi Makanan”

(Sumber: Jerome, Pelto & Kandel. 1980. “An Ecological Approach to Nutritional Anthropology.” USA: Redgrave Publishing Company.)


(49)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan teori ekologi Jerome, Pelto & Kandel (1980). Teori ini dianggap dapat mewakili penjelasan yang terkait dengan penelitian. Nawawi dan Martini (1996), penelitian kualitatif adalah rangkaian kegiatan atau proses menjaring data/informasi yang bersifat sewajarnya, mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek/bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Data dapat berbentuk gejala yang sedang berlangsung, reproduksi ingatan, pendapat yang bersifat teoritis atau praktis dan lain-lain. Dengan demikian jelas bahwa penelitian kualitatif bersifat induktif, karena bertolak dari data yang bersifat individual/khusus, untuk merumuskan kesimpulan umum. Penelitian kualitatif tidak dimulai dari hipotesis sebagai generalisasi, untuk diuji kebenarannya melalui pengumpulan data yang bersifat khusus, yang merupakan proses berfikir deduktif.

Penelitian kualitatif dirasakan lebih cocok dan relevan dengan topik atau pembahasan yang akan diteliti karena orientasi kualitatif ini dapat mengungkapkan bagaimana tradisinyeruitberkembang dan mengalami perubahan khususnya di Kelurahan Kedamaian Bandar Lampung.


(50)

B. Fokus Penelitian

Perumusan masalah dan fokus penelitian yang saling terkait karena permasalahan penelitian dijadikan acuan bagi fokus penelitian. Meskipun fokus dapat berubah dan berkurang berdasarkan data yang ditemukan di lapangan. Fokus yang dapat berubah dan berkurang pada penelitian mengenai tradisinyeruitini seperti melihat apakah tradisinyeruitdi daerah Kedamaian ini masih berlangsung, atau perubahan penetapan sumber informan yang seharusnya tetapi karena suatu halangan maka harus diganti dengan informan penting yang lain.

Penentuan fokus memiliki dua tujuan, yaitu:

1. Penetapan fokus untuk membatasi studi. Bahwa dengan adanya fokus penelitian, tempat penelitian menjadi layak.

2. Penentuan fokus secara efektif menetapkan kriteria sumber informasi untuk menjaring informasi yang mengalir masuk.

Fokus yang menjadi penelitian ini adalah menganalisis kajian keyakinan makanan dan perubahan tradisi nyeruit di Kelurahan Kedamaian, Kecamatan Kedamaian, Bandar Lampung dengan mencari informan berdasarkan metode snowball atau purposif. Metode snowball dan purposif ini digunakan untuk mencari informan yang sesuai dengan kriteria, seperti harus bersuku Lampung dan telah bermukim di Kedamaian sejak jaman dulu hingga sekarang.


(51)

36

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kedamaian, Kecamatan Kedamaian, Bandar Lampung. Dipilihnya daerah ini sebagai lokasi penelitian karena pertimbangan sebagai berikut:

1. Belum pernah diadakan penelitian yang berkaitan dengan tradisi nyeruit dan perubahan sosial lingkungannya di daerah ini.

2. Kedamaian merupakan daerah yang telah ada sejak sebelum kemerdekaan, yang merupakan salah satu penduduk daerah perkotaan yang masih memiliki adat budaya Lampung kental. Daerah ini didominasi oleh masyarakat bersuku Lampung dan memiliki Keratuan Balaw buay Kuning tertua di Bandar Lampung.

3. Efisiensi waktu, tempat, dan dana karena daerah ini dekat dengan tempat tinggal peneliti.

D. Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, informan yang dijadikan sebagai sumber informasi adalah masyarakat Kelurahan Kedamaian Kecamatan Kedamaian Bandar Lampung yang mempunyai relevansi kuat dalam memberikan data yang dipilih dengan sengaja dengan tujuan tertentu (purposif). Penentuan informan dalam penelitian kualitatif berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum. Dalam penelitian ini, penentuan informan adalah dengan menggunakan teknikpurposive samplingyaitu penentuan dengan menetapkan berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu.


(52)

Pertimbangan penentuan informan sebagaimana disebutkan Bungin (2011) meliputi beberapa hal diantaranya : (1) informan memiliki pengalaman pribadi sesuai dengan permasalahan yang diteliti; (2) Usia orang yang bersangkutan telah dewasa; (3) Sehat jasmani dan rohani; (4) Informan bersifat netral tidak mempunyai kepentingan menjelekkan orang lain; (5) Orang yang bersangkutan memiliki pengalaman yang luas mengenai permasalahan yang diteliti.

Bila informasi yang diperoleh melalui teknik purposive sampling belum mencukupi maka teknik pengumpulan informasi selanjutnya adalah dengan meminta kepada informan awal untuk menunjukan informan lain yang dapat mewakili atau memberikan informasi yang dapat melengkapi data penelitian hingga data yang diperoleh dirasa cukup. Cara ini biasanya lazim disebut dengan tekniksnowball.

Maka, dalam penelitian ini yang akan dijadikan informan berdasarkan kriteria yang telah disebutkan oleh Bungin (2011) adalah warga kelurahan Kedamaian yang masih menjalankan tradisi nyeruit. Peneliti akan meminta bantuan kepada kerabat peneliti yang berada di daerah lokasi penelitian kemudian menuju kantor lurah untuk mendapatkan informasi yang dengan lebih lanjut ditujukan kepada ketua RT guna mendapatkan data warga yang sesuai dengan kriteria calon informan dalam proses penelitian. Penentuan informan pada penelitian ini lebih lanjut akan mengkategorikan informan utama yaitu penyimbang adat atau warga asli Kedamaian yang telah lama tinggal di daerah itu, serta masyarakat Kedamaian


(53)

38

asli bersuku Lampung Pepadun berusia dewasa yang masih menjalankan tradisi nyeruit.

Informan yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 8 orang, antara lain Penyimbang Adat Kedamaian, Ketua RT Kelurahan Kedamaian dan warga asli Kelurahan Kedamaian yang sudah lama hidup di Kedamaian. Berikut nama-nama yang menjadi informan dalam penelitian ini:

Tabel 1. Data Informan

No Nama Umur Latar Belakang

1 Cholid Ismail Balaw 68 tahun Penyimbang Adat Kelurahan Kedamaian 2 Ramli Rahim 58 tahun Penyimbang Adat Kelurahan Kedamaian 3 Hanafi 46 tahun Ketua RT Kelurahan Kedamaian

4 Abdullah Musa 83 tahun Tokoh Agama Kelurahan Kedamaian

5 Muhayan 63 tahun Pensiunan PNS

6 Yuli Suryani 50 tahun Pengurus Dana SPP

7 Junaini 45 tahun Ibu Rumah Tangga

8 Eka Wijaya 45 tahun Ibu Rumah Tangga

Informan pertama, Ketua RT Kelurahan Kedamaian, Hanafi. Beliau adalah Ketua RT 2 Kelurahan Kedamaian yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk Gang Sampurna Jaya. Beliau adalah orang pertama yang penulis tanyai mengenai masalah nyeruit kemudian terus berlanjut ke informan berikutnya berdasarkan tekniksnowball.


(54)

Informan kedua, Warga sekitar Kelurahan Kedamaian, Yuli Suryani. Beliau adalah Pengurus Dana Simpan Pinjam Perempuan dan memiliki warung kecil di Kelurahan Kedamaian yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk Gang Sampurna Jaya.

Informan ketiga, warga sekitar Kelurahan Kedamaian, Junaini. Beliau berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk Gang Sampurna Jaya.

Informan keempat, warga sekitar Kelurahan Kedamaian, Eka Wijaya. Beliau juga berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk Gang Sampurna Jaya

Informan kelima, warga sekitar Kelurahan Kedamaian, Muhayan. Beliau berprofesi sebagai Pensiunan PNS dan Wartawan yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk Gang Sampurna Jaya.

Informan keenam, tokoh agama Kelurahan Kedamaian, Abdullah Musa. Beliau beralamat di Jalan Hayam Wuruk.

Informan ketujuh, Penyimbang Adat Kelurahan Kedamaian, Ramli Rahim. Informasi mengenai beliau diberikan oleh ketua RT bahwa beliau merupakan penyimbang adat Lampung yang masih keturunan Keratuan Balaw buay Kuning


(55)

40

generasi ke-13 di Kedamaian. Beliau memiliki Rumah Makan TATU, menyediakan kuliner khas Lampung termasuk seruit yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk.

Informan yang terakhir, Penyimbang Adat Kelurahan Kedamaian, Cholid Ismail Balaw. Beliau adalah penyimbang Keratuan BalawbuayKuning yang telah sangat lama menempati lingkungan Kedamaian. Beliau tinggal di rumah adat Jajar Intan, Jalan Hayam Wuruk, Kedamaian.

Informan yang telah berpartisipasi dalam penelitian adalah masyarakat bersuku Lampung dan asli Kedamaian yang telah menetap dalam kurun waktu 50 tahun dan atau menempati daerah tersebut dari lahir dalam waktu yang relatif lama. Informan-informan ini diharapkan mampu mewakili untuk menjelaskan apa itu nyeruit, perubahan-perubahan yang telah terjadi menyangkut bahan-bahan dan alat yang digunakan serta makna dari nyeruit itu sendiri dari aspek sosial dan lingkungan.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak dalam bentuk Tanya jawab yaitu pewawancara mengajukan pertanyaan dan terwawancara memberikan jawaban atas pertanyaan (Subagyo, 2003). Menurut Koentjaraningrat, membagi wawancara kedalam dua golongan


(56)

yaitu wawancara berencana (terstruktur) dan wawancara tak berencana (mendalam). Perbedaan terletak pada perlu tidaknya peneliti menyusun daftar pertanyaan yang dipergunakan sebagai pedoman untuk mewawancarai informan. Sedangkan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara mendalam (Bungin, 2011).

Wawancara mendalam (in-depth interview) dalam penelitian mengenai nyeruit ini adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. Bungin menyebutkan pelaksanaan wawancara tidak dapat hanya sekali atau dua kali, melainkan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi sehingga peneliti tidak hanya percaya begitu saja pada apa yang dikatakan informan melainkan perlu mengecek dalam kenyataan melalui pengamatan.

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara yang intens atau menanyai berulang dengan pertanyaan yang sama mengenai apa itu nyeruit dan bagaimana perubahannya serta hal-hal penting mengenai sejarah daerah tersebut, dan apabila terdapat ketidakjelasan maka peneliti kembali ke daerah itu dan menanyakan hal-hal yang menurut peneliti belum jelas.


(57)

42

Observasi merupakan teknik pengumpulan data di mana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Menurut Nawawi dan Martini (1996), Observasi harus dilakukan pada objek penelitian sebagai sumber data dalam keadaan asli atau sebagaimana keadaannya sehari-hari.

Bungin (2011) menyarankan bahwa dalam melakukan pengamatan terlibat peneliti harus memupuk terlebih dahulu hubungan baik dan mendalam dengan informan. Apabila sikap saling percaya telah terbentuk dan terbina maka informan tidak mencurigai peneliti sebagai seorang yang hendak mencelakakannya. Delapan hal yang harus diperhatikan peneliti saat melakukan pengamatan diantaranya : (1) ruang dan waktu; (2) pelaku; (3) kegiatan; (4) benda-benda atau alat-alat; (5) waktu; (6) tujuan; (7) perasaan.

Dalam penelitian ini, peneliti mengamati kegiatan yang terjadi di daerah lokasi penelitian seperti aktivitas warga dan kondisi lingkungan yang berkaitan dengan tradisi nyeruit. Peneliti ikut serta dalam suatu kegiatan nyeruit yang diselenggarakan oleh warga setempat. Peneliti mengobservasi bagaimana warga berkomunikasi melalui perantara makanan dengan berbahasa Lampung, dan menurut kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan.

3. Dokumentasi

Nawawi (2011) menyatakan bahwa studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip


(58)

dan termasuk juga buku mengenai pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan. Dokumentasi yang akan digunakan diantaranya arsip desa, koran, berita media online dan foto-foto.

Sumber dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya yaitu arsip kelurahan dan kebudayaan, berita media baik online maupun offline yang berasal dari media lokal maupun nasional misalnya Lampung Post, Kompasiana.com, dan Detik.com. Sumber sekunder berupa arsip kelurahan antara lain monografi daerah kelurahan Kedamaian, sedangkan arsip kebudayaan adalah buku-buku yang dibuat oleh penyimbang Adat yang berkaitan dengan sejarah Lampung dan daerah itu seperti buku kitab Kuntara Raja Niti buay Kuning. Sumber dokumentasi primer dapat berasal dari foto-foto atau rekaman suara percakapan dengan warga kelurahan yang masih menjalankan tradisinyeruit.

F. Teknik Analisis Data

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti: merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.


(59)

44

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah berikutnya adalah penyajian data. Miles dan Huberman (1992) menyatakan: “the most frequent form of display data for qualitative research data in the past has been narative text” artinya: yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Verifikasi Data dan Menarik Kesimpulan

Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun bila kesimpulan memang telah didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (dapat dipercaya). Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas, sehingga setelah diteliti menjadi jelas.


(60)

A. Sejarah Keratuan Balaw

Keratuan di Lampung terdiri dari 5 Keratuan, yaitu Keratuan Dipuncak, Keratuan Pugung, Keratuan Pemanggilan, Keratuan Darah Putih dan Keratuan Balaw (Hadikusuma, 1989). Menurut salah seorang keturunan Keratuan Balaw, Choldin Balaw (alm), kemudian diceritakan oleh adiknya yang merupakan Penyimbang Adat selanjutnya, Cholid Ismail Balaw. Keratuan Balaw berdiri sebelum Islam masuk di Lampung di ujung Way Balaw Krui pada masa Kerajaan Sekala Brak, kemudian keturunannya pindah akibat wabah cacar ke Bandar Lampung di Kademajan (Kedamaian). Keratuan Balaw didirikan oleh Radin Kunyanyan dan isterinya Puteri Kuning. Puteri Kuning merupakan keturunan dari Pangeran Raja Mas Unang Dalom yang masih dalam silsilah keturunan Bujang Ringkeh Keratuan Pugung Sekala Brak. Sedangkan Radin Kunyanyan merupakan keturunan dari Keratuan Pugung di daerah Ranau, Sekala Brak namun bukan berasal dari garis keturunan Bujang Ringkeh. Keratuan Balaw berdiri sejak abad ke 12 dan berakhir pada abad ke 16.

Sejak pupusnya Keratuan Balaw, masyarakat Keratuan menyebar ke berbagai daerah di Lampung, seperti ke Way Sulan, Kalianda, Bumi Waras, namun beberapa dari mereka ada yang masih menetap di sekitar bekas tempat berdirinya


(61)

46

Keratuan Balaw. Perpecahan Keratuan Balaw terjadi akibat adanya huru-hara pada masa kepemimpinan Ratu Lengkara.

Menurut kisah yang diceritakan oleh Penyimbang Adat Cholid, Keratuan Balaw setiap bulan purnama mengadakanCangget Bagheng, yaitu pertunjukan kesenian seperti menari bersama saat bulan purnama yang tujuannya adalah untuk sarana pertemuan silaturahmi bagi para muli-meghanai. Saat itu Ratu Lengkara sedang mengadakan perjalanan ke Singapura bersama Raja Banten. Pertunjukkan kesenian di Keratuan tersebut menampilkan kemampuan menari dari muda-mudi yang ditonton oleh para Putera Mahkota Kerajaan Thailand, Malaysia, Sultan Palembang, dan dari Lampung sendiri dihadiri oleh Putera-putera Lampung berasal dari Pagar Dewa dan Selagai. Sultan Palembang membawa kadeu atau hadiah Kijang Emas kepada Puteri Ratu Lengkara. Kemudian terjadilah kerusuhan oleh Pangeran-pangeran yang memperebutkan Puteri Ratu Lengkara hingga tidak diketahui siapa musuh dan kawan.

Menurut cerita Penyimbang, saat pertempuran itu lesung dapat berjalan karena banyaknya darah yang tertumpah, maksudnya lesung sampai bisa berjalan karena permukaan tanah telah penuh dengan aliran dan kubangan darah akibat pertempuran tersebut hingga mengalir ke sungai. Hal itu menggambarkan bagaimana hebatnya pertempuran saat itu. Sampai akhirnya Puteri Ratu Lengkara dipersunting oleh Putera Ratu dari Selagai dan Minak Patih dari Tulang Bawang.


(1)

76

5. Bahan-bahan, cara makan, serta alat-alat yang digunakan untuk nyeruit di Kedamaian saat ini tidak memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan nyeruit di Kedamaian pada waktu lampau.

6. Secara dominan, masyarakat Lampung Kedamaian memahami bahwa nyeruit sekedar makanan sehari-hari, namun ada juga yang masih memaknai fungsinya sebagai alat untuk mempererat silaturahmi antarwarga. Nyeruit merupakan makanan khas Lampung yang wajib dilestarikan, tidak hanya secara turun-temurun tetapi juga dipromosikan dengan memperkenalkan makanan khas tersebut kepada orang-orang yang belum mengetahui panganan lokal ini.

7. Penyimbang adat menyayangkan kurangnya perhatian pemuda-pemudi Lampung akan keberadaan budaya lokal khususnya di bidang kuliner, mereka tahu tetapi tidak berusaha maksimal untuk melestarikan tradisi ini. Beliau juga berpendapat bahwa orang tua pun memiliki kesalahan karena tidak mendokumentasikan budaya ini serta tidak terus mengajarkan betapa pentingnya tradisi nyeruit, tidak hanya sebagai makanan pokok tetapi juga menjadi identitas kuliner khas Lampung pada umumnya agar nyeruit dapat dikenal khalayak luas.

Kesimpulan umum, nyeruit tidak banyak dikenal oleh masyarakat di luar Lampung karena nyeruit merupakan makanan rumahan yang dimakan oleh tiap-tiap anggota keluarga Lampung di Kedamaian. Meski terdapat perubahan lingkungan, penambahan variasi bahan-bahan dan cara memakannya boleh berbeda, namun fungsi nyeruit sebagai alat penyemangat, pemersatu keluarga dan


(2)

77

hubungan kekerabatan serta penunjang selera makan orang yang memakannya tetap tidak berubah, karena nyeruit sudah menjadi kebiasaan makan orang Lampung Kedamaian secara turun temurun maupun secara umum dan akan sangat sulit mengubah kebiasaan seseorang yang dari lahir telah dilakukannya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis rumuskan di atas, maka penulis dapat menuliskan saran sebagai rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi referensi pemikiran terkait bagaimana keyakinan makanan dalam tradisi nyeruit pada masyarakat Kedamaian di Kedamaian dan perubahannya, adapun saran yang dapat penulis sampaikan yakni:

1. Bagi para penyimbang, hendaknya makna tradisi nyeruit dijaga dan dilestarikan sebagai kearifan tradisional. Pelestarian itu bukan saja merupakan bentuk dari seruit sebagai makanan keseharian, tetapi nilai-nilai yang terkandung di dalam tradisi nyeruit itu sendiri.

2. Bagi salah satu penyimbang yang telah melestarikan tradisi nyeruit dengan mendirikan sebuah rumah makan di sekitar lingkungan rumahnya yang menyediakan menu seruit merupakan langkah yang sangat baik untuk terus mengembangkan eksistensi keberadaan makanan khas Lampung ini. Namun alangkah baiknya jika masyarakat di daerah tersebut mengetahui makna yang terkandung dalam nyeruit itu sendiri dan mencontoh langkah penyimbang, dengan ikut mempromosikan seruit keluar Kedamaian.


(3)

78

3. Pada instansi yang terkait, dengan adanya Kedamaian sebagai tempat kearifan lokal Keratuan Balaw tertua di Bandar Lampung yang masih kental akan tradisi khususnya nyeruit, agar segera dibuat undang-undang peraturan daerah dalam rangka melindungi dan melestarikan budaya serta tradisi yang terkandung di dalamnya, termasuk nyeruit.

4. Secara teoritis, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu Sosiologi, antara lain pada Sosiologi Budaya, Sosiologi Kesehatan, Sosiologi Makanan, dan Sosiologi Lingkungan. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi empirik dan pengetahuan untuk penelitian selanjutnya mengenai tradisi nyeruit dan perubahannya pada masyarakat suku Lampung Kedamaian.

5. Secara praktis, hasil penelitian dapat digunakan menjadi sumber penelitian yang lebih mendalam dalam ruang lingkup yang lebih luas, dan juga diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai tradisi nyeruit dan perubahannya pada masyarakat suku Lampung Kedamaian.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Belasco, Warren. 2006. Meals to Come, A History of the Future of Food. California: University of California Press.

Belasco, Warren. 2008. Food: The Key and Concepts. New York: Berg Oxford International Publishers Ltd.

Bungin, Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers. Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers. Dhohiri, Taufiq Rohman dan Tim Sosiologi. 2007. Sosiologi: Suatu Kajian

Kehidupan Masyarakat. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.

Foster, George M. dan Barbara Gallatin Anderson. 2006. Antropologi Kesehatan. Jakarta: UI-Press.

Hadikususma, Hilman. 1983. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Jakarta: Mandar Maju.

Hadikususma, Hilman. 1989. Adat Istiadat Lampung. Jakarta: Mandar Maju. Jerome, Norge W, Randy F. Kandel dan Gretel H. Pelto. 1980. Nutritional

Anthropology: Contemporary Approaches to Diet and Culture. USA: Redgrave Publishing Company.

Martono, Nanang. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Pers. Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.

Jakarta: UI-Press.

Moleong, Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 1996. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(5)

Nurdin, Bartoven Vivit. 2008. Budaya Nyeruit Pada Masyarakat Lampung (Studi Tentang Kepercayaan Makanan, Akulturasi Makanan Dan Perubahan Lingkungan Pada Masyarakat Lampung). Laporan Penelitian Budaya Lampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Puspawidjaya, Rizani. 2006. Hukum Adat dalam Tebaran Pemikiran. Bandar Lampung: Universitas Lampung Press.

Saryati, Neni. 2008. Simbol Pakaian Pengantin Wanita Marga Subing Lampung Pepadun dan Perubahannya. Bandar Lampung: Universitas Lampung Press. Subagyo, Joko. 2003. Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktek.. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suwarno, Drs, M.H., Abdulsyani dan Pairulsyah. 2011. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung Press.

Stewart, Simon. 2014. A Sociology of Culture, Taste and Value. Australia: University of Sydney.

Syani, Abdul. 1995. Sosiologi dan Perubahan Masyarakat. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Wirawan, Bintang dan Bartoven Vivit Nurdin. Juni 2013. Kearifan Lokal Untuk Kebijakan Ketahanan Pangan (Studi Kasus Di Kampung Karta Kecamatan Tulang Bawang Udik) Kabupaten Tulang Bawang Barat. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Volume IV Nomor 1. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&c ad=rja&uact=8&ved=0CDEQFjAC&url=http%3A%2F%2Ffisip.unila.ac.id %2Fjurnal%2Ffiles%2Fjournals%2F3%2Farticles%2F141%2Fsubmission%

2Freview%2F141-428-1-RV.doc&ei=csaTVbaBEY_HuATy7YHYBg&usg=AFQjCNHBWG1GQ6h sXppQ6nA6Ty4hLM3bYQ&bvm=bv.96952980,d.c2E diakses tanggal 27 September 2014

Referensi Internet

http://bandarlampungkota.go.id/?page_id=42 diakses tanggal 9 Januari

2015

http://bandarlampungkota.go.id/?page_id=4334 diakses tanggal 9 Januari

2015


(6)

http://lampungpost.com diakses tanggal 5 Januari 2015 http://media-kitlv.nl diakses tanggal 5 Januari 2015

http://pemetaanttg.com/?op=peta&mode=kabupaten&idKabupaten=230 diakses tanggal 24 Desember 2014