PELAKSANAAN PERIZINAN PEMBANGUNAN RUMAH IBADAT VIHARA TRI DHARMA KELURAHAN KEDAMAIAN KECAMATAN TANJUNG KARANG TIMUR BANDAR LAMPUNG

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

PELAKSANAAN PERIZINAN PEMBANGUNAN RUMAH IBADAT VIHARA TRI DHARMA KELURAHAN KEDAMAIAN

KECAMATAN TANJUNG KARANG TIMUR BANDAR LAMPUNG

SKRIPSI

Oleh

ANGGA HARDIANSYAH 0852011025

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ... 4

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Izin ... 11

B. Pengertian Rumah Ibadat ... 13

C. Dasar Hukum Pendirian Rumah Ibadat ... 14

D. Tata Ruang ... 20

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 22

B. Jenis dan Sumber Data ... 22

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 23

D. Analisis Data ... 25

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perizinan Pembangunan Rumah Ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung ... 27

B. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung ... 32

V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 43 DAFTAR PUSTAKA


(7)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PERIZINAN PEMBANGUNAN RUMAH IBADAT VIHARA TRI DHARMA KELURAHAN KEDAMAIAN

KECAMATAN TANJUNG KARANG TIMUR BANDAR LAMPUNG

Oleh

ANGGA HARDIANSYAH

Pembangunan sarana dan prasarana ibadat tersebut terutama dilakukan atas peran serta masyarakat yang mencerminkan besarnya kesadaran beragama masyarakat. Atas prakarsa dan swadaya masyarakat yang makin meningkat, jumlah tempat peribadatan terus bertambah sehingga diharapkan akan semakin memudahkan dan memberikan perasaan nyaman dan khusus bagi setiap umat dalam menunaikan ibadahnya. Peraturan Bersama Menag dan Mendagri Nomor 9 dan 8/2006 dan Pasal 8 huruf a UU Nomor 4 Tahun 2004tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah merupakan landasan pemerintah untuk menentukan perijinan rumah ibadah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung? dan faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung?

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Empiris. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, selain mendasarkan pada penelitian lapangan, penulis juga melakukan penelaahan secara mendalam terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung. Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif, hal ini didasarkan pada teori bahwa penelitian normatif dimana perolehan datanya lebih dominan dengan studi kepustakaan/data sekunder (meliputi hukum primer, sekunder dan tersier)

Hasil penelitian didapatkan data bahwa hak untuk beribadah dalam hal ini pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung dalam


(8)

hubungannya dengan rumah ibadah, tidak hanya mencakup hak mendirikan rumah ibadat, tetapi juga bagaimana hak untuk menjalankan/menjaga rumah ibadah tersebut. Kewajiban untuk mendaftarkan perijinan rumah ibadah sering kali dipakai oleh pemerintah untuk mengontrol keberadaan rumah ibadah dan dilakukan dengan cara-cara yang sangat diskriminatif.

Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung, sistem perizinan itu dalam kasus-kasus tertentu menimbulkan masalah, hal ini berkaitan dengan kepastian hukum, yang dalam Asas Umum Pemerintahan yang Baik, masuk kategori fair play. Keadaan dan syarat-syarat izin sudah terpenuhi maka tidak ada alasan untuk menunda atau memberikan perizinan tersebut, siapapun pihak yang mengajukannya atau dari pemeluk agama apapun juga. Persoalan tersebut sudah merupakan masalah penerapan hukum yang diselenggarakan dalam tingkat teknis birokrasi


(9)

ABSTRACT

LICENSING OF THE HOUSE OF WORSHIP MONASTERY TRI DHARMA IN KEDAMAIAN SUB DISTRICT EAST TANJUNG KARANG

DISTRICT BANDAR LAMPUNG by

ANGGA HARDIANSYAH

Infrastructure development is mainly done in the synagogue community participation that reflects the magnitude of the religious consciousness. On the initiative and government organizations is increasing, the number of places of worship continue to grow so it is expected to further facilitate and provide a feeling of comfort and special for every race in the discharge of worship. Joint Regulation Menag and Minister of Home Affairs Number 9 and 8/2006 and Article 8, letter a of Law Number 4 Year 2004 on Guidelines for Task of Regional Head and Deputy Head of the Maintenance Religious Empowerment Forum for Religious, and the Construction of Houses of Worship is a cornerstone of government to determine the licensing of houses of worship. Problems in this study are how the implementation of the construction permit Tri Dharma Vihara temple in Kedamaian Sub District East Tanjung Karang District Bandar Lampung? And what are the factors that support and hinder the implementation of the construction permit Tri Dharma Vihara temple in Kedamaian Sub District East Tanjung Karang District Bandar Lampung?

From the approach used in this study was Juridical Empirical approach. In conjunction with this study, in addition based on field research, the authors also conducted in-depth review of legislation relating to the implementation of legal protection against building houses of worship permit the implementation of the Tri Dharma Temple in Kedamaian Sub District East Tanjung Karang District Bandar Lampung. Data analysis methods used in this study is the quantitative analysis, it is based on the theory that a normative study in which data acquisition is more dominant in literary study/secondary data (including primary law, secondary and tertiary)

The study obtained data that the right to worship in this building houses of worship permit the implementation of Tri Dharma Vihara Tanjung Karang in Kedamaian Sub District East Tanjung Karang District Bandar Lampung with a house of worship, not only includes the right to establish places of worship, but also how the right to run/maintain the house of worship. The obligation to register the license house often used by governments the existence of houses of worship and conducted in a manner that is discriminatory.


(10)

Factors that support and hinder the implementation of the construction permit Tri Dharma Vihara temple in Kedamaian Sub District East Tanjung Karang District Bandar Lampung, the licensing system in certain cases cause problems; it is due to legal certainty, that the General Principles of Good Governance enter the category of fair play. Circumstances and conditions of license are met then there is no reason to delay or to give such permission, any person submitting party or of any religion. The issue is already a problem in the application of the law held a technical level bureaucracy


(11)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

A.P. Parlindungan, 1993, Komentar Atas Undang-Undang Penataan Ruang (UU No. 24 Tahun 1992), Bandung: Mandar Maju

Admosudirjo, Prajudi. 1988. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

M. Hadjon, Philipus. 1992. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Air Langga Indonesia. Surabaya.

Maleong, Lexy J, 2005, Metode Penelitian Sosial: Edisi Revisi, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Manfred Nowak, 2001. Freedom of Thought, Conscience, Religion and Belief, 417-421

Mieke Komar, Pengaturan Peranserta Masyarakat dalam Peataan Ruang di Indonesia, dalam B. Arief Sidharta, dkk, 1996, Butir-Butir Gagasan tentang Penyelenggaraan Hukum dan Pemerintahan yang Layak, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2002. Metode Penelitian Riset Sosial. Rineka Cipta. Jakarta

Prasetijo Rijadi, 2005, Pembangunan Hukum Penataan Ruang dalam Konteks Kota Berkelanjutan, Surabaya: Airlangga University Press.

Soekanto, Soerjono. 1986. Metode Penelitian Sosial. Bina Rupa Aksara. Jakarta. Spelt, N.M dan Ten Berge, SBJM. 1991. Pengantar Hukum Perizinan. Utrecht.

Jakarta.

Sudriamunawar, Haryono. 2002. Pengantar Study Administrasi Pembangunan. Mandar Maju. Bandung.


(12)

B. Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan hidup Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Kewarganegaraan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Bersama Menag dan Mendagri Nomor 9 dan 8/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah


(13)

Judul Skripsi : PELAKSANAAN PERIZINAN PEMBANGUNAN RUMAH IBADAT VIHARA TRI DHARMA KELURAHAN KEDAMAIAN KECAMATAN TANJUNG KARANG TIMUR BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Angga Hardiansyah No. Pokok Mahasiswa : 0852011025

Bagian : Hukum Administrasi Negara

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Nurmayani, S.H., M.H. Satria Prayoga, S.H., M.H.

NIP 1961 1219 198803 2 002 NIP 198206232008121003

2. Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara

Nurmayani, S.H., M.H. NIP 1961 1219 198803 2 002


(14)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Nurmayani, S.H., M.H. ...

Sekretaris : Satria Prayoga, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Sri Sulastuti, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 1962 1109 198703 1 003


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perizinan

Izin mempunyai pengertian suatu persetujuan dari seseorang atau badan yang bersifat memperbolehkan untuk melakukan suatu tindakan berdasarkan peraturan yang berlaku dan mempunyai sanksi jika ketentuan yang terdapat dalam izin dilanggar (Kamus Besar Bahasa Indonesia; 1996). Menurut Mr. WF Prins, yang dikutip oleh Soehino dalam bukunya memberikan pengertian izin sebagai berikut: “Pernyataan yang biasanya dikeluarkan sehubungan dengan suatu perbuatan yang pada hakekatnya harus dilarang tetapi hal yang menjadi obyek dan perbuatan tersebut menurut sifatnya tidak merugikan dan perbuatan itu dapat dilaksanakan asal saja di bawah pengawasan alat-alat perlengkapan Administrasi Negara” (Soehino; 1984; 79). Pengertian izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, dalam keadaan tertentu menyimpang dan ketentuan-ketentuan larangan perundangan (Philipus M. Hadjon; 1992; 4).

Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya.


(16)

12

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diatur dalam Perda Nomor 7 tahun 1997 tentang Bangunan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung yang tujuannya adalah mewujudkan kota yang tertib dan teratur. Pengertian IMB adalah suatu pernyataan mengabulkan dari walikota yang merupakan alat perlengkapan administrasi negara kepada pemohon perorangan maupun badan hukum swasta untuk dapat melakukan suatu perbuatan yang berhubungan dengan mendirikan bangunan

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa izin merupakan persetujaun yang dikeluarkan dari penguasa yang berfungsi sebagai alat perlengkapan administrasi negara dimana pemberiannya berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah.

Pada umumnya sistem izin terdiri atas larangan, persetujuan yang merupakan dasar perkecualian (izin) dan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin. Aspek hukum dalam pemberian izin dapat dilihat dari beberapa ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah seperti disebutkan dalam Pasal 18 Ayat (1) UU Lingkungan hidup Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan”.

Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) masih dinilai longgar dan terlalu boros. Bahkan sistem zonasi tidak jelas dan dampak sosial pun cenderung diabaikan. Izin diberikan terlalu boros, terlalu mudah memberikan izin bahkan


(17)

13

terkesan melawan arus. Persepsi Pemerintah kota selama ini setelah mengeluarkan IMB dan pengembang memiliki izin prinsip maka pembangunan dapat dilakukan, tetapi efek sosial lepas dari pengawasan, termasuk pula pengawasan pada konstruksi bangunan. Dia mengatakan, seharusnya instansi terkait dan pengembangan kawasan komitmen terkait penanganan efek sosial ekonomi. Efek yang dimaksud Kamaruzaman seperti konstruksi yang baik agar aman bagi masyarakat sekitar lokasi pembangunan

Pasal 136 Ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1997 disebutkan “Setiap permohonan yang telah memenuhi persyaratannya, sebelum diberikan IMB terlebih dahulu diberikan Izin Pendahuluan Membangun (IPM), sehingga pemohon dapat melaksanakan pembangunan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku”. Hal ini dimaksudkan apabila dalam pelaksanaan pendirian bangunan

tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku maka Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang asli tidak dapat diberikan. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang asli akan diberikan kepada pemohon izin apabila pengerjaan fisik dari bangunan telah mencapai 60% dan diperkuat dengan ditulisnya berita acara pemeriksaan bangunan oleh Dinas Tata Kota yang bersangkutan.

B. Pengertian Rumah Ibadah

Menurut (Philipus M. Hadjon; 1992; 4) yang dimaksud rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga sedangkan pengertian bangunan gedung bukan rumah ibadat menunjukkan arti pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah


(18)

14

ibadat sebagai rumah ibadat. Contoh, bangunan ruko dimanfaatkan sebagai rumah ibadat bagi kaum nasrani, rumah tempat tinggal dimanfaatkan sebagai rumah ibadat bagi kaum muslimin, dan sebagainya.

Berdasarkan pengertiannya di atas maka dapat disimpulkan bahwasanya ditinjau dari sifat pemanfaatannya, Rumah ibadat lebih bersifat permanen, tidak ada batas waktu. Sedangkan untuk pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat, hanya bersifat sementara waktu dengan batasan waktu paling lama 2 (dua) tahun (Pasal 19 ayat (2) Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.: 9 Tahun 2006/ No.: 8 Tahun 2006).

C. Dasar Hukum Pendirian Rumah Ibadah

Pengertian mendirikan bangunan berdasarkan Pasal I Ayat (8) dan (14) Perda Nomor 7 Tahun 1997 adalah:

a. Setiap kegiatan mendirikan, membongkar, memperbaharui, mengganti seluruh atau sebagian, memperluas bangunan;

b. Pekerjaan mengadakan bangunan seluruh atau meratakan tanah yang sehubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan itu.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan IMB adalah suatu pernyataan mengabulkan dari Walikota yang merupakan alat perlengkapan administrasi negara kepada pemohon perorangan maupun badan hukum swasta untuk dapat melakukan suatu perbuatan yang berhubungan dengan mendirikan bangunan.


(19)

15

Pemerintah khususnya instansi terkait sudah mengeluarkan aturan tentang rumah ibadah. Meskipun menurut catatan ILRC, dasar hukum pembentukan aturan rumah ibadah tidak kuat karena bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi khususnya UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan penyempurnaan terhadap kelemahan-kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.

Peraturan Bersama Menag dan Mendagri Nomor 9 dan 8/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah merupakan landasan pemerintah untuk menentukan perijinan rumah ibadah. Tetapi dasar hukum ini tidak kuat karena menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan penyempurnaan terhadap kelemahan-kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yaitu antara lain ;.

1. Materi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 banyak yang menimbulkan kerancuan atau multitafsir sehingga tidak memberikan suatu kepastian hukum;

2. Teknik penulisan rumusan banyak yang tidak konsisten;

3. Terdapat materi baru yang perlu diatur sesuai dengan perkembangan atau kebutuhan hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundangundangan; dan 4. Penguraian materi sesuai dengan yang diatur dalam tiap bab sesuai dengan

sistematika.

Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya, terdapat materi muatan baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, yaitu antara lain:


(20)

16

1. Penambahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai salah satu jenis Peraturan Perundang-undangan dan hierarkinya ditempatkan setelah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Perluasan cakupan perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang tidak hanya untuk Prolegnas dan Prolegda melainkan juga perencanaan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Perundang-undangan lainnya; 3. Pengaturan mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang

Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Pengaturan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;

5. Pengaturan mengenai keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang-undangan,

6. Peneliti, dan tenaga ahli dalam tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan

7. 7.penambahan teknik penyusunan Naskah Akademik dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

Menurut Peraturan Bersama, pendirian rumah ibadah harus memenuhi syarat formal dan substansial yaitu sebagai berikut:

a. Syarat formal (Pasal 16 Peraturan Bersama Menag dan Mendagri) b. Pendirian rumah ibadah harus diajaukan kepada

1) Bupati/walikota untuk memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB); 2) Bupati/Walikota memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak

pendirian rumah ibadah diajukan.

3) Syarat substansi (Pasal 13 sampai dengan 14 Peraturan Bersama)

4) Pendirian rumah ibadah didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkuatan di wilayah kelurahan/desa (Pasal 13 Ayat (1); Pendirian rumah ibadah sebagaimana dimaksud point 1 dilakukan


(21)

17

dengan tetap menjaga kerukuman umat beragama, tidak menggangu ketentraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan (Pasal 13 Ayat (2);

Keperluan nyata bagi pelayanan umat be3. ragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud point 1 tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi (Pasal 13 Ayat (3).

Pendirian rumah ibadah harus memenuhi per4. syaratan administrasi dan persyaratan teknis bangunan (Pasal 14 Ayat (1); Persyaratan khusus (Pasal 14 Ayat (2) ) yaitu:

a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagai mana dimaksud dalam Pasal 13 Ayat (3);

b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;

c. Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan; d. Rekomendasi tertulis FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama)

kabupaten/kota.

e. Jika persyaratan point 5.a terpenuhi dan point 5.b belum terpenuhi, maka pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pemban-gunan rumah ibadah. (Pasal 14 Ayat (3))

Ketentuan konversi di dalam Pasal 28 Ayat (3) Peraturan Bersama tersebut menjelaskan dalam hal bangunan gedung rumah ibadah yang telah digunakan


(22)

18

secara permanen dan/atau memiliki nilai sejarah yang belum memiliki IMB untuk rumah ibadah sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini, bupati/walikota membantu memfasilitasi penerbitan IMB untuk rumah ibadah tersebut.

Persyaratan khusus khususnya syarat minimal 90 orang pengguna rumah ibadah menunjukan Peraturan Bersama ini lebih mementingkan kuantitas/jumlah pengguna rumah ibadah, dan ini lebih menguntungkan kelompok mayoritas agama di mana pun berada di seluruh wilayah Indonesia. Karena kelompok mayoritas keagamaan di suatu wilayah akan dengan mudah memperoleh 90 orang pengguna ibadah dan juga dukungan 60 orang dari masyarakat setempat. Sementara kelompok minoritas keagamaan pasti akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan 90 orang pengguna ibadah dan juga dukungan 60 orang dari masyarakat setempat. Di sinilah terletak diskriminasi dalam bentuk pembedaan perlakuan khususnya terhadap kelompok minoritas keagamaan. Peraturan Bersama menerjermahkan keperluan nyata dan sungguh-sungguh dengan kuantitas pengguna rumah ibadah dan dukungan masyarakat setempat. Sehingga ketentuan ini bertentangan dengan kewajiban positif negara untuk melindungi rumah ibadah secara efektif, layak dan tepat. Rekomendasi tertulis dari kantor Depag dan FKUB merupakan mata rantai birokrasi yang menjadi penghambat secara administratif prosedur pengajuan IMB rumah ibadat.

Pemerintah khususnya Depdagri dan Depbudpar sudah mengeluarkan aturan pedoman pelayanan kepada penghayat kepercayaan terhahadap Tuhan YME. Di dalam Peraturan Bersama tersebut diatur juga mengenai pendirian rumah ibadat ( atau istilahnya sasana sarasehan) untuk kelompok penghayat. Peraturan Bersama ini bukan merupakan dasar hukum yang kuat dalam pengaturan rumah ibadat


(23)

19

untuk kelompok penghayat karena selain tidak termasuk di dalam hierarki dan jenis peraturan perundang-undangan, dan juga pembentukannya tidak di-perintahkan secara eksplisit dan langsung oleh aturan perundang-undangan yang lebih tinggi sesuai dengan ketentuan undang-undang no 12 Tahun 2011. Kemudian pengaturan tentang rumah ibadah seharusnya diatur dengan peraturan setingkat UU saja, sesuai dengan perintah Pasal 8 huruf a UU Nomor 10/2004.

Organisasi penghayat yang akan mendirikan sasana sarasehan harus mempunyai SKT (surat keterangan terdaftar) dan tanda inventarisasi. SKT itu sendiri menurut Pasal 1 ke 7 Peraturan Bersama ini adalah bukti organisasi penghayat telah terdaftar sebagai organisasi kepercayaan. Sementara tanda inventarisasi menurut Pasal 1 angka ke 6 adalah bukti organisasi penghayat kepercayaan telah terinventarisasi pada Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Lebih jauh, Pasal 1 angka ke-4 menjelaskan organisasi penghayat adalah suatu wadah penghayat kepercayaan yang terdaftar di Depdagri dan terinventarisir di Depbudpar. Untuk memperoleh SKT itu sendiri, sebuah organisasi penghayat harus memenuhi 14 persyaratan termasuk akta pendirian yang dibuat notaris dan program kerjanya. Sebelum itu, sebuah organisasi penghayat harus mempunyai surat keterangan terinventarisasi , dan permohonannya diajukan kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata melalui dinas /lembaga/unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi menangani kebudayaan. Sementara Gubenur/Walikota/Bupati merupakan otoritas yang berwenang mengeluarkan SKT.

Tidak semua organisasi penghayat khususnya masyarakat adat mempunyai SKT dan surat terinventarisir serta tidak terdaftar di Depdagri dan Depbudpar. Oleh


(24)

20

karena itu, organisasi-organisasi penghayat tersebut tidak bisa mendirikan sasana sarasehannya. Terdapat perlakuan diskriminatif untuk organisasi penghayat yang tidak terdaftar di Depdagri dan Depbudpar, serta tidak mempunyai SKT ataupun surat terinventarisasi. Pemerintah hanya mengijinkan pendirian sasana sarasehan untuk organisasi-organisasi yang terdaftar dan mempunyai SKT serta surat terinventarisir saja. (UPS 2011).

D. Tata Ruang

Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya Land use adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK).

Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Tata ruang perkotaan lebih kompleks dari tata ruang perdesaan, sehingga perlu lebih diperhatikan dan direncanakan dengan baik. Kawasan/zona di wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona sebagai berikut:

1. Perumahan dan permukiman 2. Perdagangan dan jasa


(25)

21

4. Pendidikan

5. Perkantoran dan jasa 6. Terminal

7. Wisata dan taman rekreasi 8. Pertanian dan perkebunan 9. Tempat pemakaman umum 10.Tempat pembuangan sampah

Dampak dari rencana tata ruang di wilayah perkoaan yang tidak diikuti adalah kesemrawutan kawasan mengakibatkan berkembangnya kawasan kumuh yang berdampak kepada gangguan terhadap sistem transportasi, sulitnya mengatasi dampak lingkungan yang berimplifikasi kepada kesehatan, sulitnya mengatasi kebakaran bila terjadi kebakaran.


(26)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Empiris. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro (2004: 17), yuridis empiris artinya adalah mengidentifikasikan dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan yang mempola. J. Supranto (2004: 79) mengatakan bahwa penelitian yuridis empiris adalah penelitian yang condong bersifat kuantitatif, berdasarkan data primer.

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, selain mendasarkan pada penelitian lapangan, penulis juga melakukan penelaahan secara mendalam terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadah Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber pada data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan yaitu hasil wawancara dengan responden, yang terdiri dari


(27)

23 a. Bahan hukum primer, merupakan bahan yang bersifat mengikat berupa

peraturan perundang-undangan, dalam penelitian ini terdiri dari 1) Norma dasar Pancasila;

2) Peraturan dasar, batang tubuh UUD 1945, Tap MPR; 3) Peraturan perundang-undangan;

4) Bahan-bahan hukum yang tidak dikoodifikasikan; 5) Jurisprudensi;

6) Traktat

b. Bahan hukum sekunder (bahan hukum yang tidak mempunyai kekuatan, dan hanya berfungsi sebagai penjelas dari bahan hokum primer), yang terdiri dari:

1) Rancangan perundang-undangan; 2) Hasil karya ilmiah para sarjana; 3) Hasil penelitian;

c. Bahan hukum tersier

Merupakan bahan hukum yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misal bibliografi.

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan pengumpulan data dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:

a. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi dan pustaka ini dilakukan dengan jalan membaca teori-teori dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mencatat,


(28)

24 memahami dan mengutip data-data yang diperoleh dari beberapa literatur, buku-buku, peraturan baku yang berkaitan dengan pokok bahasan.

b. Studi Lapangan 1) Observasi.

Dilaksanakan dengan jalan mengamati secara langsung bagaimana cara kerja pelaksanaan serta kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung.

2) Wawancara

Wawancara ini dipergunakan untuk mengumpulkan data primer yaitu dengan cara wawancara terarah atau directive interview. Dalam pelaksanaan wawancara terlebih dahulu menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data yang telah diperoleh maka penulis melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:

a. Editing yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejalasan dan kebenaran data yang telah diterima serta relevansinya dalam penelitian b. Klasifikasi data adalah suatu kumpulan data yang diperoleh perlu disusun

dalam bentuk logis dan ringkas, kemudian disempurnakan lagi menurut ciri-ciri data dan kebutuhan penelitian yang diklasifikasikan sesuai jenisnya.


(29)

25 c. Sistematika data yaitu melakukan penyusunan data secara sistematis sesuai dengan jenis dan pokok bahasan dengan maksud memudahkan dalam menganalisa data tersebut.

D. Analisis Data

Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif, hal ini didasarkan pada teori bahwa penelitian normatif dimana perolehan datanya lebih dominan dengan studi kepustakaan/data sekunder (meliputi hukum primer, sekunder dan tersier) metode yang diterapkan lebih tepat analisis kuantitatif, sedangkan data primer hasil pengamatan dan wawancara dikualitatifkan (Soekamto, 1986).

Studi penelitian ini dengan menggunakan metode analisa data kualitatif yang mana proses penganalisaan data tersebut dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: 1. Data yang diperoleh diproses dan dilakukan penyusunan data dalam

satuan-satuan tertentu.

2. Analisa Taksonomis (Taxonomic Analysis)

yaitu suatu analisa dimana fokus penelitian ditetapkan terbatas pada dominan tertentu yang sangat berguna dalam upaya mendeskripsikan atau menjelaskan fenomena atau fokus yang menjadi sasaran semula penelitian.

3. Analisis Komponensial (Componential Analysis)

Analisis komponensial ini baru akan dilakukan setelah peneliti memiliki cukup banyak fakta, informasi dari hasil wawancara dan atau observasi yang melacak kontras-kontras diantara warga satu domain.


(30)

26 4. Penafsiran Data

Tahap ini merupakan tahap dimana teori-teori yang akan diterapkan di dalam suatu data sehingga akan terjadi diskusi antara data di satu pihak dan teori di pihak lain yang pada akhirnya akan diharapkan dan ditemukan beberapa asumsi yang dapat dijadikan dasar untuk mendukung toeri-teori yang sudah ada.


(31)

42

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa 1. Hak untuk beribadah dalam hal ini pelaksanaan perizinan pembangunan

rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung dalam hubungannya dengan rumah ibadah, tidak hanya mencakup hak mendirikan rumah ibadah, tetapi juga bagaimana hak untuk menjalankan/menjaga rumah ibadah tersebut. Kewajiban untuk mendaftarkan perijinan rumah ibadah sering kali dipakai oleh pemerintah untuk mengontrol keberadaan rumah ibadah dan dilakukan dengan cara-cara yang sangat diskriminatif.

2. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung, sistem perizinan itu dalam kasus-kasus tertentu menimbulkan masalah, hal ini berkaitan dengan kepastian hukum, yang dalam Asas Umum Pemerintahan yang Baik, masuk kategori fair play. Keadaan dan syarat-syarat izin sudah terpenuhi maka tidak ada alasan untuk menunda atau memberikan perizinan tersebut, siapapun pihak yang mengajukannya atau dari pemeluk agama apapun juga. Persoalan


(32)

43

tersebut sudah merupakan masalah penerapan hukum yang diselenggarakan dalam tingkat teknis birokrasi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran-saran yang dapat diberikan oleh peneliti antara lain:

1. Persoalan teknis birokrasi tersebut tidak boleh menghambat atau membelokkan maksud ditetapkannya kebijakan perizinan pendirian rumah ibadat, karena bagaimanapun prinsipnya hal itu dilakukan justru utamanya untuk melindugi HAM, khususnya kebebasan beragama. Sebagai ketetapan pemerintah, izin bukan sumber kewenangan baru melainkan keputusan yang menimbulkan hubungan hukum baru. Izin merupakan keputusan yang bersifat konstitutif yaitu melahirkan adanya hubungan hukum yang tercermin dalam hak dan kewajiban yang baru.

2. Pemohon yang semula belum diperkenankan mendirikan rumah ibadat, dengan IMB rumah ibadat menjadi berhak atau dapat mendirikannya. Oleh karena itu izin sering disebut ”keputusan mencipta.” Sistem perizinan dalam pendirian rumah ibadat tidak bertentangan dengan HAM. Bahkan, secara yuridis merupakan salah satu instrumen pemerintahan yang berfungsi untuk terpenuhinya HAM itu sendiri. Oleh karena itu, prinsip itu tidak boleh dicederai dengan adanya persoalan-persoalan teknis birokratis yang dapat menyayat-nyayat makna dan tujuan tersebut.


(33)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan sarana dan prasarana ibadat tersebut terutama dilakukan atas peran serta masyarakat yang mencerminkan besarnya kesadaran beragama masyarakat. Atas prakarsa dan swadaya masyarakat yang makin meningkat, jumlah tempat peribadatan terus bertambah sehingga diharapkan akan semakin memudahkan dan memberikan perasaan nyaman dan khusus bagi setiap umat dalam menunaikan ibadahnya. Dengan meningkatnya jumlah sarana dan prasarana ibadat tersebut, maka kesempatan umat beragama untuk menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agama masing-masing makin luas. Dalam rangka membina kerukunan hidup antar umat beragama sehingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa yang harmonis, kegiatan musyawarah antar umat beragama terus ditingkatkan. Kegiatan yang dilakukan meliputi antara lain musyawarah antar umat beragama, musyawarah antara umat berbagai agama, dan musyawarah cendekiawan berbagai agama.

Pembangunan rumah ibadat tidaklah semata-mata untuk keperluan ibadat ritual saja, tetapi juga untuk melakukan aktivitas sosial yang dianggap senafas dengan pemahaman agama itu sendiri. Jadi, sekali lagi, dalam konteks ini, masalah pendirian rumah ibadat dipandang sebagai persoalan hak asasi manusia (HAM) karena termasuk wahana memanifestasikan agama dan keyakinan. Namun, secara


(34)

2

faktual juga harus dipahami bahwa pendirian tempat ibadat tidaklah berada dalam ruang kosong. Ia harus menjadi bagian dari sebuah komunitas sosial yang

kadang-kadang tidak identik dengan “pemeluknya”, tetapi lebih luas lagi, ini berada dalam

tatanan ruang social dan psikologis sekaligus karena menyangkut “hajat hidup orang banyak.”

Pendirian rumah ibadat secara fisik berkaitan dengan kepentingan umum, terutama peruntukkan sebuah lokasi dikaitkan dengan berbagai kepentingan, termasuk tata ruang. Menurut Mieke Komar (2004), pengaturan tata ruang sepenuhnya bersifat publik atau menjadi bagian integral dari aspek yuridis kenegaraan maupun kemasyarakatan. Adanya keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan menjadi logis karena subyek penataan ruang pada dasarnya menyangkut pemerintah, orang seorang, kelompok orang atau badan hukum.

Menurut Prasetijo Rijadi (2005) syarat dukungan sosiologis di atas diterjemahkan dalam bentuk persyaratan administratif antara lain mencakup persyaratan yang bersifat khusus, sebagaimana diatur di dalam Pasal 14 ayat (2) Permen yang pada intinya mencakup: daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadat minimal 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah penduduk ditentukan batas wilayah kelurahan, dukungan masyarakat setempat minimal 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa, rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.

Masalah perizinan pendirian rumah ibadat terjadi di Bandar Lampung. Masyarakat Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjungkarang Timur (TkT) yang


(35)

3

menolak pembangunan Vihara Tri Dharma terancam menemui jalan buntu. Hal ini menyusul terbitnya surat edaran (SE) Pemprov Lampung No: 451.2/1543/II.03/2010 yang menetapkan pembangunan Vihara Tri Dharma dapat dilanjutkan. Dalam surat yang ditandatangani Sekprov Lampung Irham Djafar Lan Putra tanggal 25 Juni tegas menyatakan jika pembangunan Vihara Tri Dharma dapat dilanjutkan. Berkaitan dengan hal itu, pemkot diminta untuk memfasilitasi perdamaian antara masyarakat kedamaian dan panitia pembangunan Vihara Tri Dharma.

Menindaklanjuti pengaduan warga kedamaian menteri dalam negeri menerbitkan SK No: 455.2/229.III/ tanggal 15 Januari. Surat tersebut meminta Gubernur Lampung untuk memfasilitasi dan mengambil penyelesaian secara arif sesuai ketetuan surat keputusan bersama menteri dalam negeri dan menteri agama No: 8-9/2006 tentang pendirian rumah ibadat. Menindaklanjuti surat mendagri tersebut gubernur menerbitkan SK pembentukan tim koordinasi penutuasan kasus Vihara Tri Dharma dengan No: 450/174/II.031/2010. Berdasarkan hasil kajian dan penelitian berkas dan rapat gabungan antara dinas/instasi terkait dengan warga kelurahan kedamaian, tim akhirnya mengambil keputusan jika pembangunan Vihara dapat dilanjutkan sebagaimana tertuang dalam SE No: 451.2/1543/II.03/2010. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul: Pelaksanaan Perizinan Pembangunan Rumah Ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung.


(36)

4

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung?

b. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian difokuskan pada pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung.


(37)

5

b. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum dalam pengembangan hukum administrasi negara, khususnya pemahaman teoritis tentang pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat.

b. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan mengenai pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadat.

D.Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto, 2006:125).

Pasal 28 E ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menjelaskan setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya. Tetapi UUD 1945 tidak mengatur lebih jauh bagaimana operasionalisasi menjalankan kebebasan beragama tersebut. Tetapi Pasal 18 ayat (1) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipol


(38)

6

(UU Nomor 12/2005) menjelaskan hak atas kebebasan beragama, yang pada intinya mempunyai dua dimensi yaitu forum internum dan forum eksternum. Forum internum adalah hak individu untuk mempunyai/memeluk agama/kepecayaannya (religion/belief) berdasarkan pilihannya. Sementara forum eksternum adalah hak untuk memanifestasikan agama/kepercayaannya termasuk dalam hak ini adalah ibadah (worship), praktek-praktek keagamaan/kepercayaan (practice), perayaan keagamaan/kepercayaan (observance), dan pengajaran keagamaan (teaching).

Pasal 18 ayat (3) Kovenan Hak-Hak Sipil (UU Nomor 12/2005) menjelaskan manifestasi keagamaan mungkin dapat dibatasi oleh aturan hukum dan perlu dengan alasan untuk melindungi keamanan publik, ketertiban umum, kesehatan publik, atau moral publik, atau hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang-orang lain.1 Dengan demikian, hak untuk beribadah juga merupakan obyek pembatasan atas kebebasan beragama/berkeyakinan.

Hak asasi manusia (HAM) khususnya hak atas kebebasan beragama/berkeyakinan tidak hanya berhenti dalam memberikan pengertian tentang forum eksternum dan internum. Tetapi juga memberikan pengertian mengenai maksud dari makna ibadah, praktek-praktek keagamaan, perayaan/upacara keagamaan, dan pengajaran keagamaan tersebut. Kemudian juga beberapa ahli atas kebebasan beragama (prominent experts) mencoba menggali lebih jauh soal manifestasi keagamaan.

Manfred Nowak (2001) memaknai ibadat adalah bentuk doa/sembahyang (religious prayer) dan “khotbah” (preach) keagamaan seperti kebebasan menjalankan ritual keagamaan. Sementara upacara-upacara keagamaan dimaknai


(39)

7

prosesi keagamaan, penggunaan pakaian-pakaian keagamaan, dan simbol-simbol keagamaan, serta upacara-upacara keagamaan lainnya. Nowak juga memaknai pengajaran keagamaan adalah penyebaran/pewartaan substansi ajaran keagamaan baik di sekolah keagamaan atau sekolah umum (berkaitan dengan mata pelajaran agama) atau juga melalui sekolah-sekolah non-formal dan kerja-kerja penyebaran agama seperti dakwah dan missionary.

Lebih jauh, Pasal 6 Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Intoleransi Keagamaan menjelaskan kebebasan berkumpul berhubungan dengan aktivitas-aktivitas keagamaan seperti mendirikan dan menjalankan institusi-instituti kemanusian atau lembaga donor kedermawanan, menggunakan dan mem-buat ayat-ayat yang berhubungan dengan keagamaan untuk keperluan upacara keagamaan, menulis, menerbitkan dan menyebarkan publikasi keagamaan yang relevan, meminta dan menerima kontribusi keuangan secara sukarela, menjalankan hari libur keagamaan, dan upacara keagamaan. Pasal 6 Deklarasi PBB tersebut sebenarnya menjelaskan praktek-praktek keagamaan.3 Menurut Nowak, aktivitas-aktivitas penyebaran ajaran agama seperti dakwah dan missionary juga dapat dikatagorikan praktek-praktek keagamaan.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan tentang hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti (Soerjono Soekanto, 2006:132).


(40)

8

Adapun pengertian istilah yang dipergunakan dalam Penelitianini adalah :

a. Izin adalah persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-Undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari larangan umum tersebut (Mathias, 2001: 178).

b. Pembangunan adalah sumua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat

c. Izin mendirikan bangunan IMB singkatan dari Ijin Mendirikan Bangunan adalah suatu ijin untuk mendirikan, memperbaiki, mengubah, atau merenovasi suatu bangunan termasuk ijin bagi bangunan yang sudah berdiri yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah (Gunawan, 2010: 14).

d. Rumah ibadat adalah sebuah tempat yang digunakan oleh umat beragama untuk beribadah menurut ajaran agama mereka masing-masing (http://id.wikipedia.org/wiki/Tempat_ibadah, 2011).

e. Vihara rumah ibadat agama buddha, bisa juga dinamakan kuil. Kelenteng adalah rumah ibadat penganut taoisme, maupun konfuciusisme. Tetapi di Indonesia, karena orang yang ke vihara/kuil/keleteng, umumnya adalah etnis tionghoa, maka menjadi agak sulit untuk di bedakan, karena umumnya sudah terjadi sinkritisme antara buddhisme, taoisme, dan konfuciusisme. Banyak umat awam yang tidak mengerti perbedaan dari klenteng dan vihara. Klenteng


(41)

9

dan vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi. Klenteng pada dasarnya beraritektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain daripada fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tiongkok masing (http://id.wikipedia.org/wiki/Tempat_ibadah, 2011)..

E. Sistematika Penelitian

Agar Penelitianskripsi mudah dipahami oleh para pembaca, maka penyusunan skripsi ini diuraikan dalam beberapa bagian-bagian terdiri :

I. PENDAHULUAN

Bab pendahuluan mengemukakan apa yang menjadi latar belakang Penelitianyang kemudian dilanjutkan dengan permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan Penelitian, kerangka teoritis dan konseptual dan diakhiri dengan sistematika Penelitian.

II.TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini mengemukakan tentang pengertian perizinan dan pembangunan rumah ibadah.

III.METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metode yang dipakai guna memperoleh dan mengolah data yang akurat. Adapun metode yang digunakan terdiri dari pendekatan


(42)

10

masalah, sumber data, prosedur pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data.

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan pembahasan tentang berbagai hal yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini yaitu pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadah dan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadah Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung. V.PENUTUP

Bab ini merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran dari penulis berdasarkan hasil penelitian terhadap pembahasan atau jawaban permasalahan dalam skripsi.


(43)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pelaksanaan

Perizinan Pembangunan Rumah Ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, kritik dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Nurmayani, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu serta memberikan arahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu serta memberikan arahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.


(44)

3. Ibu Sri Sulastuti, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik yang membangun kepada penulis untuk memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini.

4. Ibu Eka Deviani, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik yang membangun kepada penulis untuk memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

6. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara dan Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Sektertaris Bagian Hukum Administrasi Negara.

7. Ibu Siti Azizah, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik

8. Seluruh staf dan karyawan Hukum Unila yang telah banyak membantu penulis selama menjadi mahasiswa

9. Bapak Benny Joko Purnomo selaku sekretaris Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung yang telah bersedia menerima dan memberikan bantuan berupa data kepada penulis selama penulis melakukan penelitian.

10. Ibu Nelda selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung yang telah bersedia menerima dan memberikan bantuan berupa data kepada penulis selama penulis melakukan penelitian.


(45)

11. Bapak Efendi Yunus selaku Kepala Dinas Tata Kota Bandar Lampung yang telah bersedia menerima dan memberikan bantuan berupa data kepada penulis selama penulis melakukan penelitian.

12. Ibu Yuli Selaku Sekretaris Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung yang telah bersedia menerima dan memberikan bantuan berupa data kepada penulis selama penulis melakukan penelitian.

13. Mama, Papa, dan Adik terimakasih untuk semua dukungan, semangat, dan doa yang diberikan. Semoga saya bisa menjadi anak yang membanggakan untuk keluarga.

14. Sahabat-sahabat yang selalu ada setiap saat, Teyek, Opank, Dwika, Aan

Mbeekk, Pongky,A’andi, Sam Doy, Arnold,Terimakasih untuk pertemanan

kalian selama ini,

15. Teman-teman HIMA HAN, Raden, Susi, Bahrul, Jeke, Iqbal, Raydo, Anday, Meyzon, Aldi, Tangguh, Shandi, Dova, Danu, Dimas Akbar, Gery, Mona, Nadia, Ira, Raydo, Citra, Ines, Dira, Tia, Tya yus, Queen, Ferry, Andry Timur, Chris, Siti, Adel, Nene, Tiara, Bagus Herlangga, Felly, Azwir, dll yang gak bisa di sebutin satu persatu namanya, Terimakasih atas kebersamaannya kita selama ini.

16. Keluarga KKN Desa Neki Way Kanan, teman-teman KKN yang berjuang sama-sama selama 40 hari.

17. Teman-teman anggota Angkatan Muda Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) periode 2008-2009, dan teman-teman angkatan 2008 Fakultas Hukum Universitas Lampung. Viva Justicia!


(46)

Penulis menyadari meskipun telah berusaha semaksimal mungkin skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta mengaharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Hanya ucapan terimakasih yang dapat penulis berikan semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat ridho-Nya, aamiin.

Bandar Lampung, Mei 2012

Penulis,


(1)

9

dan vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi. Klenteng pada dasarnya beraritektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain daripada fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tiongkok masing (http://id.wikipedia.org/wiki/Tempat_ibadah, 2011)..

E. Sistematika Penelitian

Agar Penelitianskripsi mudah dipahami oleh para pembaca, maka penyusunan skripsi ini diuraikan dalam beberapa bagian-bagian terdiri :

I. PENDAHULUAN

Bab pendahuluan mengemukakan apa yang menjadi latar belakang Penelitianyang kemudian dilanjutkan dengan permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan Penelitian, kerangka teoritis dan konseptual dan diakhiri dengan sistematika Penelitian.

II.TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini mengemukakan tentang pengertian perizinan dan pembangunan rumah ibadah.

III.METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metode yang dipakai guna memperoleh dan mengolah data yang akurat. Adapun metode yang digunakan terdiri dari pendekatan


(2)

10

masalah, sumber data, prosedur pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data.

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan pembahasan tentang berbagai hal yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini yaitu pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadah dan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan perizinan pembangunan rumah ibadah Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung. V.PENUTUP

Bab ini merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran dari penulis berdasarkan hasil penelitian terhadap pembahasan atau jawaban permasalahan dalam skripsi.


(3)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pelaksanaan Perizinan Pembangunan Rumah Ibadat Vihara Tri Dharma Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung Karang Timur Bandar Lampung”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, kritik dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Nurmayani, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu serta memberikan arahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu serta memberikan arahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.


(4)

3. Ibu Sri Sulastuti, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik yang membangun kepada penulis untuk memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini.

4. Ibu Eka Deviani, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik yang membangun kepada penulis untuk memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

6. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara dan Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Sektertaris Bagian Hukum Administrasi Negara.

7. Ibu Siti Azizah, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik

8. Seluruh staf dan karyawan Hukum Unila yang telah banyak membantu penulis selama menjadi mahasiswa

9. Bapak Benny Joko Purnomo selaku sekretaris Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung yang telah bersedia menerima dan memberikan bantuan berupa data kepada penulis selama penulis melakukan penelitian.

10. Ibu Nelda selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung yang telah bersedia menerima dan memberikan bantuan berupa data kepada penulis selama penulis melakukan penelitian.


(5)

11. Bapak Efendi Yunus selaku Kepala Dinas Tata Kota Bandar Lampung yang telah bersedia menerima dan memberikan bantuan berupa data kepada penulis selama penulis melakukan penelitian.

12. Ibu Yuli Selaku Sekretaris Kecamatan Tanjung Karang Timur Kota Bandar Lampung yang telah bersedia menerima dan memberikan bantuan berupa data kepada penulis selama penulis melakukan penelitian.

13. Mama, Papa, dan Adik terimakasih untuk semua dukungan, semangat, dan doa yang diberikan. Semoga saya bisa menjadi anak yang membanggakan untuk keluarga.

14. Sahabat-sahabat yang selalu ada setiap saat, Teyek, Opank, Dwika, Aan Mbeekk, Pongky,A’andi, Sam Doy, Arnold,Terimakasih untuk pertemanan kalian selama ini,

15. Teman-teman HIMA HAN, Raden, Susi, Bahrul, Jeke, Iqbal, Raydo, Anday, Meyzon, Aldi, Tangguh, Shandi, Dova, Danu, Dimas Akbar, Gery, Mona, Nadia, Ira, Raydo, Citra, Ines, Dira, Tia, Tya yus, Queen, Ferry, Andry Timur, Chris, Siti, Adel, Nene, Tiara, Bagus Herlangga, Felly, Azwir, dll yang gak bisa di sebutin satu persatu namanya, Terimakasih atas kebersamaannya kita selama ini.

16. Keluarga KKN Desa Neki Way Kanan, teman-teman KKN yang berjuang sama-sama selama 40 hari.

17. Teman-teman anggota Angkatan Muda Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) periode 2008-2009, dan teman-teman angkatan 2008 Fakultas Hukum Universitas Lampung. Viva Justicia!


(6)

Penulis menyadari meskipun telah berusaha semaksimal mungkin skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta mengaharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Hanya ucapan terimakasih yang dapat penulis berikan semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat ridho-Nya, aamiin.

Bandar Lampung, Mei 2012

Penulis,


Dokumen yang terkait

KEBERADAN INDUSTRI TEMPE TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DI KELURAHAN SAWAH BREBES KECAMATAN TANJUNG KARANG TIMUR KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2009

1 13 68

PENGARUH PERHATIAN IBU “SINGLE PARENT” YANG BEKERJA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK DI KELURAHAN KOTABARU KECAMATAN TANJUNG KARANG TIMUR BANDAR LAMPUNG

0 6 19

PENGARUH PERHATIAN IBU “SINGLE PARENT” YANG BEKERJA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK DI KELURAHAN KOTABARU KECAMATAN TANJUNG KARANG TIMUR BANDAR LAMPUNG

0 5 19

HUBUNGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN SUAMI PADA ISTRI DENGAN PERILAKU KEKERASAN IBU PADA ANAK DI WILAYAH KELURAHAN KALIAWI KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT BANDAR LAMPUNG

2 8 115

PENGARUH KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP PERILAKU REMAJA DALAM CARA BERPACARAN (Study Kasus pada Remaja Di Kelurahan Sawah Brebes, Kecamatan Tanjung Karang Timur, Bandar Lampung).

0 4 4

PENGARUH KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP PERILAKU REMAJA DALAM CARA BERPACARAN (Study Kasus pada Remaja Di Kelurahan Sawah Brebes, Kecamatan Tanjung Karang Timur, Bandar Lampung).

0 9 4

SOSIALISASI PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA DALAM KELUARGA (Studi Kasus di Kelurahan Penengahan Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung )

0 8 15

NYERUIT DI KEDAMAIAN (KAJIAN KEYAKINAN MAKANAN SERTA PERUBAHANNYA PADA ORANG LAMPUNG DI KELURAHAN KEDAMAIAN, KECAMATAN KEDAMAIAN, BANDAR LAMPUNG)

5 51 77

PROFIL PEDAGANG LESEHAN DI JALAN KARTINI KELURAHAN PALAPA KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015

1 7 51

POLA AKTIVITAS SAKAI SAMBAYAN DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KELURAHAN KEDAMAIAN KECAMATAN KEDAMAIAN BANDAR LAMPUNG

0 13 66