Pengantar Ilmu Hukum 012

Pengantar Ilmu Hukum

Nama: Haryo Nugroho
N.I.M: 205130142

1. Tersangka : Orang yang disangka melakukan delik.
2. Terdakwa : Orang yang diproses di pengadilan.
3. Terpidana : Orang yang menerima dakwaan.
4. Masyarakat : 2 orang atau lebih hidup bersama yang memiliki kepentingan bersama/
kelompok-kelompok manusia yang tinggal di suatu tempat tertentu.
5. Faktor manusia bermasyarakat :
a. Hasrat untuk memiliki kebutuhan hidup pokok,
b. Mencapai suatu tujuan,
c. Hasrat mengadakan keturunan.
6. Syarat masyarakat :
a. Paling sedikit 2 orang yang mengadakan interaksi,
b. Dalam Inderaksi menggunkakan bahasa yang dapat dimengerti satu dengan
lainnya,
c. Terbentuk dalam waktu yang cukup lama,
d. Adanya tujuan tertentu yang mempersatukan.


7. Masyarakat sebagai keluarga : keluarga inti dan keluar besar.
8. Masyarakat sebagai kehidupan :
a. Masyarakat primitive dan modern
b. Masyarakat desa dan kota,
c. Masyarakat territorial : tempat tinggal yang sama.
d. Masyarakat genealogis : Ikatan pertalian darah.
e. Masyarakat territorial genealogis :Pertalian darah dan kebetulan di daerah yang
sama.

9. Kebutuhan dasar manusia dapat dibedakan menjadi:
a. Basic needs : Makanan.
b. Safety needs : Asuransi.
c. Social needs : Interaksi.
d. Esteemed needs : Jabatan.
e. Self actualization needs : Melukis.
10. Kaidah sosial adalah pedoman tingkah laku manusia yang berfungsi melindungi
kepentingan manusia baik sebagai individu maupun kelompok. Kaidah social dibagi
menjadi 4, yaitu:
a. Kaidah kesusilaan : bersifat otonom, berasal dari setiap hati individu.
b. Kaidah agama : Kaidah yang berasal dari Tuhan, yang dapat bersanksikan neraka

atau pidana bila kaidah agama tersebut menjadi satu dengan hukum setempat.
c. Kaidah kesopanan : Suatu hal yang didasarkan atas kebiasaan kepatutan dan
kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Sanki pelanggar : cemooh.
d. Kaidah hukum : Aturan yang dibuat oleh penguasa yang sah. Sanksi pelanggar
tergantung pada pelanggaran yang di perbuat.
11. Kapan kaidah sosial muncul? Kaidah hukum muncul pada saat orang ingin kehidupan
bermasyarakat.
12. Kapan kaidah hukum muncul? Pada saat orang ining terjun kedalam masyarakat.

13. Timbulnya kaidah social menurut Gatot Soemartono “kaidah social timbul sejak manusia
hidup bermasyarakat, lalu pertumbuhan dan perkembangan masyarakat melahirkan
beberapa macam kaidah dan norma”.
14. Mengapa diperlukan kaidah hukum? Perlindungan dan pengaturan kepentingan manusia
dalam kehidupan bermasyarakat yang diberikan oleh kaidah agama, kesusilaan dan
kesopanan biasa masih belum cukup dan memuaskan. Kesimpulannya kaidah hukum
dengan ketiga kaidah sosial adalah
a) Untuk memberikan perlindungan secara lebih tegas terhadap kepentingankepentingan manusia yang telah dilindungi oleh kaidah sosial yang lain.
b) Melakukan pengaturan terhadap kepentingan-kepentingan manusia yang belum
diatur oleh ketiga kaidah sosial yang lain.
15. Definisi hukum oleh Van Apeldoorn: Bahwa tidak mungkin manusia membuat definisi

hukum secara memuaskan karena hukum memiliki beragam bentuk dan sangat luas.
16. Genus hukum : Kaidah sosial.
17. Ciri-ciri : a) Adanya perintah dan larangan,
b) Perintah/ larangan harus diikuti semua orang,
c) Sanksi hukum yang tegas.
18. Beda kaidah hukum dengan kaidah lainnya adalah sanksinya dapat dipaksakan.
19. Sanksi adalah sebuah sebuah hukuman berasal dari kegagalan mengikuti hukum yang
berlaku.
20. Di Indonesia, secara umum, dikenal sekurang-kurangnya tiga jenis sanksi hukum yaitu:
a. sanksi hukum pidana
b. sanksi hukum perdata
c. sanksi administrasi/administratif
21. Di Indonesia, secara umum, dikenal sekurang-kurangnya tiga jenis sanksi hukum yaitu:
 sanksi hukum pidana
 sanksi hukum perdata
 sanksi administrasi/administrative

22. Dalam hukum pidana, sanksi hukum disebut hukuman. Menurut R. Soesilo, hukuman
adalah: “Suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis
kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana”


23. Hukuman sendiri diatur dalam pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
I.
a)
b)
c)
d)
II.

yaitu:
Hukuman pokok, yang terbagi menjadi:
hukuman mati
hukuman penjara
hukuman kurungan
hukuman denda
Hukuman-hukuman tambahan, yang terbagi menjadi:
a) pencabutan beberapa hak yang tertentu
b) perampasan barang yang tertentu
c) pengumuman keputusan hakim


24. Dalam hukum perdata, putusan yang dijatuhkan oleh hakim dapat berupa:
a) putusan condemnatoir yakni putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan
untuk memenuhi prestasi (kewajibannya). Contoh: salah satu pihak dihukum untuk
membayar kerugian, pihak yang kalah dihukum untuk membayar biaya perkara.
b) putusan declaratoir yakni putusan yang amarnya menciptakan suatu keadaan yang sah
menurut hukum. Putusan ini hanya bersifat menerangkan dan menegaskan suatu keadaan
hukum semata-mata. Contoh: putusan yang menyatakan bahwa penggugat sebagai
pemilik yang sah atas tanah sengketa.

c) putusan constitutif yakni putusan yang menghilangkan suatu keadaan hukum dan
menciptakan keadaan hukum baru. Contoh: putusan yang memutuskan suatu ikatan
perkawinan.
Jadi, dalam hukum perdata, bentuk sanksi hukumnya dapat berupa:
a) kewajiban untuk memenuhi prestasi (kewajiban)
b) hilangnya suatu keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya suatu keadaan hukum
baru
25. Sanksi administrasi/administratif, adalah sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran
administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif. Pada umumnya
sanksi administrasi/administratif berupa;
a) Denda (misalnya yang diatur dalam PP No. 28 Tahun 2008),

b) pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin (misalnya yang diatur dalam
Permenhub No. KM 26 Tahun 2009),
c) penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan jatah produksi
(misalnya yang diatur dalam Permenhut No. P.39/MENHUT-II/2008 Tahun 2008),
d) tindakan administratif (misalnya yang diatur dalam Keputusan KPPU No.
252/KPPU/KEP/VII/2008 Tahun 2008).
26. Napoleon mengeluarkan code penal menjadi ada 2 sistem hukum yang mendominasi
dunia, yaitu civil law (romawi kuno) dan anglo saxon (inggris). KUH Perdata Indonesia
termasuk code penal.
27. Prof. Kansil mengemukakan bahwa hukum meliputi beberapa unsur, yaitu:
I.
Peraturan mengenai tingkah laku manusia.
II.
Peraturan itu dibuat oleh badan resmi yang berwajib.
III.
Peraturan bersifat memaksa.
IV.
Sanksi terhadap pelaggaran peraturan adalah tegas.
28. Pendekatannya: Normatif (Jeremy Betham) dan sosiologis.
29. Law is a tool for social engineering- Rosche Pound.

30. Tata urutan perundang udangan Indonesia.
I.
UUD 1945.

II.

Undang-Undang.
Keputusan bersama oleh Presiden dan parlemen untuk menjabarkan atau

III.

melaksanakan aturan-aturan yang diatur dalam UUD.
PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang).
Peraturan pemerintag yang dibuat oleh Presideb dalam hal ikhwal kepentingan

IV.

yang memaksa sebagai pengganti undang-undang.
Peraturan Pemerintah.
Keputusan hukum yang dibuat oleh Presiden untuk melaksanakan UU secara riil


V.

dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat pada masyarakat.
Peraturan Daerah.
Keputusan hukum yang dibuat pemerintah daerah bersama DPRD untuk

melaksanakan tugas tugas daerah.
31. Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan bersifat memaksa dan bila dilanggar berakibat sanksi yang jelas.
32. Sumber hukum ada 2, yaitu :
I.
Sumber hukum materiil adalah faktor yang menentukan isi hukum yang berlaku.
Ada 3 yaitu :
a) Sosiologis;
b) Historis;
c) Filosofis.
II.
Sumber hukum formal adalah faktor-faktor yang menentukan cara berjalannya
hukum materiil. Berikut adalah sumber-sumbernya.

1) Undang-undang
Dilihat dari bentuknya, hukum dibedakan menjadi:
(a). Hukum tertulis
(b). Hukum tidak tertulis
Dari definisi undang-undang tersebut, terdapat 2 (dua) macam pengertian:
a. Undang-undang dalam arti materiil, yaitu: setiap peraturan yang
dikeluarkan oleh Negara yang isinya langsung mengikat masyarakat

umum. Misalnya:
Ketetapan MPR, Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang
(PERPU), Keputusan Presiden (KEPRES), Peraturan Daerah (PERDA),
dll
b. Undang-undang dalam arti formal, yaitu: setiap peraturan negara yang
karena bentuknya disebut Undang-undang atau dengan kata lain setiap .
a. Konsideran (membantu, membawa, mengingat).
b. Dictum (pasal-pasal untuk mengisi rectvacuum).
2) Kebiasaan atau Hukum tak tertulis

Kebiasaan (custom) adalah: semua aturan yang walaupun tidak ditetapkan
oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh rakyat, karena mereka yakin bahwa

aturan itu berlaku sebagai hukum.
3) Yurispudensi
adalah: keputusan hakim terdahulu yang kemudian diikuti dan dijadikan
pedoman oleh hakim-hakim lain dalam memutuskan suatu perkara yang
sama.
4) Traktat
Adalah: perjanjian yang dilakukan oleh kedua negara atau lebih.
Perjanjian yang dilakukan oleh 2 (dua) negara disebut Traktat Bilateral,
sedangkan Perjanjian yang dilakukan oleh lebih dari 2 (dua) negara
disebut Traktat Multilateral. Selain itujuga ada yang disebut sebagai
Traktat Kolektif yaitu perjanjian antara beberapa negara dan kemudian
terbuka bagi negara-negara lainnya untuk mengikatkan diri dalam
perjanjian tersebut.
5) Doktrin Hukum
Adalah: pendapat para ahli atau sarjana hukum ternama/ terkemuka.

Dalam Yurispudensi dapat dilihat bahwa hakim sering berpegangan pada
pendapat seorang atau beberapa sarjana hukum yang terkenal namanya.
6) Perjanjian
Perjanjian adalah hubungan antara dua orang atau lebing berdasarkan kata

sepakat yang menimbulkan hukum. Syarat sah perjanjian ada , yaitu:
a) Kata sepakat;
b) Cakap;
c) Suatu hal tertentu;
d) Kausa yang halal.
33. Gradifikasi : pemberian.
34. 2 Saksi dalam pengadilan : memberatkan dan meringankan.
35. Unus testis nullus testus : asas satu saksi bukan saksi.
36. Das solen membutuhkan das sein/kenyataan.
37. Peristiwa hukum adalah peristiwa yang oleh hukum diberi akibat hukum.
38. Akibat hukum adalah Timbul atau lenyapnya hak dan kewajiban.
39. Fungsi hukum yaitu
a. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat
Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan. Manusia dalam
masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk, hukum juga
memberi petunjuk, sehingga segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur. Begitu pula
hukum dapat memaksa agar hukum itu ditaati anggota masyarakat.
b. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan social lahir batin
- Hukum mempunyai ciri memerintah dan melarang
- Hukum mempunyai sifat memaksa
- Hukum mempunyai daya yang mengikat fisik dan Psikologis
Kaena hukum mempunyai cirri, sifat dan daya mengikat, maka hukum dapat memberi
keadilan ialah dapat menentukan siapa yang bersalah dan siapa yang benar.
c. Sebagai penggerak pembangunan

Daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau di daya gunakan untuk
menggeraakkan pembangunan. Disini hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat
kearah yang lebih maju.
d. Fungsi kritis hukum
Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H dalam bukunya pengantar ilmu hukum, hal 155
mengatakan :
“Dewasa ini sedang berkembang suatu pandangan bahwa hukum mempunyai fungsi
kritis, yaitu daya kerja hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur
pemerintah (petugas) saja melainkan aparatur penegak hukum termasuk didalamnya”.
40. Fungsi hukum secara universal adalah melindung kepentinga manusia.
41. Fungsi hukum khusus ada 3, yaitu:
I.
Memaksa, mempertegas, melengkapi;
II.
Social engineering: Merekayasa atau membuat tingkah laku manusia;
III.
Pengendalian sosial :
i. Bersifat preventif;
ii. Bersifat represif : Mengembalikan keseimbangan yang terganggu
IV.
V.

(Restutio in entegum).
Fungsi integratif : Memancarkan proses interaksi pergaulan sosial.
Mendorong interaksi dalam masyarakat.

42. Tujuan hukum
a) Ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata
kehidupan bermasyarakat;
b) Memastikan kepastian hukum : Setiap orang akan mendapatkan hanya pada
keadaan tertentu.
43. Aristoteles menelaskan bahwa tujuan hukum adalah menghendaki keadilan semata-mata
isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran eis mengenai apa yang dikatakan adil dan
tidak adil.

44. Teori-teori tujuan hukum ada 3, yaitu
a. Teori Etis: Terdapat suatu teori yang mengajarkan bahwa hukuman itu sematamata menghendaki keadilan. Aritoteles kemudian membagi keadilan ke dalam dua
jenis keadilan, yaitu keadilan distributif dan keadilan komutatif.
a) Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang
jatah menurut jasanya.
b) Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang
sama banyaknya, tanpa mengingat jasa-jasa perseorangan.
Teori etis tersebut kemudian dipatahkan oleh L. J. Van Apeldoorn, karena
menurutnya teori etis ini dianggap berat sebelah dan terlalu mengagungagungkan keadilan yang pada akhirnya tidak mampu membuat peraturan
umum. “Summun ius, summa iniuria”, keadilan tertinggi dapat berarti
ketidakadilan tertinggi.

b. Teori Utilitas
Aliran utilitas menganggap, bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah sematamata untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan warga masyarakat. Dan
kebahagiaan atau manfaat bagi orang satu belum tentu sama menurut orang yang
lain. Maka, teori utilitas pun dianggap sebagai teori yang berat sebelah, sebab
teori ini pun dianggap bersifat subjektif, relatif dan individual.
c. Teori Campuran
Teori gabungan ini dianut oleh beberapa pakar hukum diantaranya yaitu L.J. van
Apeldoorn, van Kan dan Bellefroid. Tujuan hukum adalah pengaturan kehidupan

masyarkat secara adil dan damai dengan mengadakan keseimbangan antara
kepentingan-kepentingan yang dilindungi sehingga tiap-tiap orang mendapat apa
yang menjadi haknya masing-masing sebagaimana mestinya.
45. Tugas hukum : Tercapainya keteraturan dalam masyarakat.
46. Dalam pidana tidak ada tuntutan melainakan gugatan.
47. Asas Nebis in Idem : Orang tidak pisa diperkarakan untuk kasus yang sama kedua
kalinya.
48. Asas similia similibus : Untuk perkara serupa diutus sama.
49. Tugas hukum menurut Purnadi adalah Dwitunggal:
I.
Menjamin hukum terjalani.
II.
Kemanfaatan (menjamin kepastian hukum yang didalamnya terkandung tugas
yaitu keadilan dan kepastian).
50. Peraturan-peraturan yang tidak mengandung ajaran hukum:
I.
Peraturan-peraturan pada hukum acara.
II.
Peraturan yang tidak ada perintah/larangan.
III.
Rumusan pengertian pada suatu kitab hukum.
IV.
Peraturan memperluas dan mengubah isi petunjuk lain.
V. Peraturan yang merujuk petunjuk lain.
51. Keputusan hakim harus berdasarkan 3 hal, yaitu
I.
Kepastian , berasal dari undang-undang.
II.
Keadilan, berasal dari pandangan hakim tersebut.
III.
Kemanfaatan, gabungan dari keduanya.
52. Keadilan bersifat khusus, hukum bersifat umum.
Keadilan merupakan perwujudan dari hukum, hukum itu abstrak.
Hukum kasustik, keadilan subjektif.
53. Yang terpenting dalam keputusan hakim adalah konsiderannya(pertimbangannya).
54. Fiat justitia et poreat mundus: Walau langit runtuh hukum harus ditegakkan.
55. Lex dura sed tamen scripta: Hukum itu keras,dan begitulah bunyinya.
56. Hukum memikiki 2 sifat, yaitu:
a. Imperatif/Memaksa: Peraturan atau norma hukum yang dalam keadaan konkret
tidak dapat dikesampingkan oleh para pihak yang bersengketa atauharus di taati
secara mutlak. Contoh: Pasal 1320 BW syarat sah perjanjian.
b. Fakultatif/Melengkapi: Peraturan atau norma hukum dalam keadaan konkret dapat
dikesampingkan oleh pihak yang mengadakan perjanjian. Contoh seperti bentuk

perjanjian boleh tertulis atau tidak tertulis.
57. Soejono Soekanto menyatakan bahwa, hukum berisikan 3 hal, yaitu
I.
Perintah;
II.
Larangan ;
III.
Pernyataan pribadi.
58. Hubungan hukum dengan keadilan dapat dibedakan, karena masing-masing memiliki
konsepsi yang lain. Berikum merupakan bentuknya:
I.
Hukum tidak ada hubungannya dengan baik atau buruk.
II.
Keadilan berdasarkan pada moral manusia.
III.
Keadilan berlaku pada hukum (paton).
IV.
Konsepsi jujur dan objektif sangan mempengaruhi sistem-sistem hukum.
V. Antara kepastian hukum dan keadilan saling tarik menarik.
VI.
Hukum mementukanperaturan yang bersifat umum.
VII.
Keadilan itu urusan hakim.
VIII.
Dalam memutus perkara hakim tidak saja berpatokan pada keadilan, tetapi
kepastian hukum dan kemanfaatan proporsional.
59. Konsep bahwa hukum mengarah kepada keadilan tercermin pada 2 hal, yaitu:
I.
Equality before the law (Kesetaraan di depan hukum),
II.
Audit et alteram partem
Tiada orang dapat di hakimi sebelum mendengarkan kedua belah pihak.
60. Kekusaan: Kemampuan untuk memaksakan kehandak seseorang/kelompok kepada orang
lain.
61. Sumber kekuasaan ada 2, yaitu formal dan fisik.
a. Kemampuan pribadi;
b. Otoritas;
c. Kecantikan.
62. Hubungan hukum dengan kekuasaan, yaitu
I.
Hukum bisa ada tanpa kekuasaan.
II.
Kekuasaan merupakan sumber pelengap bila hukum tidak dilaksanakan secara
III.

benar.
Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah

kelaliman.
63. Keputusan hakim ada , yaitu
I.
Diktum;
II.
Konsideran;
III.
Identitas.
64. Etis => keadilan => aristoteles => komutatif dan distributif.

65. Utilitas => kemanfaatan => pembuat uu => abstrak, umum, objektif.
66. Campuran => ketertiban + keadilan => hakim => identitas, konsideran, dan diktum.
67. Hukum sebagai ilmu pengetahuan.
Hukum diliahat sebagai karya manusia untuk mencari kebenaran.
68. Hukum sebagai tata hukum.
Keseluruhan aturan hukum sekarang di suatu tempat pada suatu waktu.
69. Hukum sebagai petugas hukum.
Dianggap warga masyarakat yang awam seperti apa yang dilihatnya.
70. Fiksi hukum adalah semua orang dianggap tahu hukum.
71. Sistem hukum adalah kesatuan utuh dari suatu rangkaian yang saling kait mengait.
72. Prof. Sudikno mengatakan sistem hukum merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh
yang tediri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain
yaitu kaidah atau pernyataan tentang apa yang seharusnya, sehingga sistem hukum
merupakan sistem normatif.
73. Mengapa hukum menjadi suatu sistem?
Karena sistem hukum merupakan sesuatu yang abstrak dan terbuka artinya bahwa sistem
hukum itu terdiri dari unsur-unsur yang tidak konkret, tidak dapat dilihat, dan unsurunsur itu memiliki timbal balik dengan lingkungannya, serta unsur-unsur lain yang tidak
termasuk dalam sistem mempunyai pengaruh terhadap unsur suatu sistem.
74. Hukum berfungsi sebagai sarana penggerak, maka hukum harus dapat ditegakan dan
untuk itu hukum harus dapat diterima sebagai salah sati bagian dari nilai kemasyarakatan

yang bermanfaat bagi warga masyarakat, sehingga diberlakukan hukum benar-benar
nyata pada rana empiris tanpa paksaan.
75. Menurut L.M.Friedman
Hukum harus memiliki :
I.
Substance;
II.
Structure;
III.
Legal culture.
76. Mengapa hukum suatu sistem?
Agar terjadi koordinasi keseluruhan peraturan sehingga tercapai tujuan secara efektif.
77. Asas-asas hukum:
1. Audi et alteram partem atau audiatur et altera pars.
Bahwa para pihak harus didengar. Contohnya, apabila persidangan sudah dimulai,
maka hakim harus mendengar dari kedua belah pihak yang bersengketa, bukan
hanya dari satu pihak saja.
2.
Bis de eadem re ne sit action atau Ne bis in idem
Mengenai perkara yang sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang
kedua kalinya. Contohnya, periksa Pasal 76 KUH Pidana.
3.
Clausula rebus sic stantibus.
Suatu syarat dalam hukum Internasional bahwa suatu perjanjian antar Negara
masih tetap berlaku, apabila situasi dan kondisinya tetap sama.
4.
Cogitationsis poenam nemo patitur
Tiada seorang pun dapat dihukum oleh sebab apa yang dipikirkannya.
5.
Concubitus facit nuptias
Perkawinan dapat terjadi karena hubungan kelamin
6.
Die normatieven kraft des faktischen
Perbuatan yang dilakukan berulang kali memiliki kekuatan normative. Contoh
pada Pasal 28 UU No.4 tahun 2004.
7.
De gustibus non est disputandum
Mengenai selera tidak dapat disengketakan.
8. Errare humanum est, turpe in errore perseverrare

Membuat kekeliruan itu manusiawi, namun tidaklah baik untuk memprtahankan
terus kekeliruan tersebut.
9. Fiat justitia ruat coelum atau fiat justicia pereat mundus.
Sekalipun esok langit akan runtuh atau dunia akan musnah, keadilan harus tetap
ditegakkan.
10. Geen straf zonder schuld
Tiada hukuman tanpa kesalahan.
11. Hodi mihi cras tibi
Ketimpangan atau ketidakadilan yang menyentuh perasaan, tetap tersimpan dalam
hati nurani rakyat.
12. In dubio pro reo
Dalam keragu-raguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi si
terdakwa.
13. Juro suo uti nemo cogitur
Tak ada seorang pun yang diwajibkan menggunakan haknya. Contohnya, orang
yang berpiutang tidak mempunyai kewajiban untuk menagih terus.
14. Koop breekt geen huur
Jual beli tidak memutuskan sewa menyenya. Perjanjian sewa-menyewa tidak
berubah, walaupun barang yang disewanya beralih tangan. Contohnya, pada pasal
1576 KUH Perdata.
15. Lex dura sed tamen scripta atau Lex dura sed ita scripta
Undang – undang bersifat keras (memaksa), sehingga tidak dapat diganggu gugat
dan telah tertulis. Contohnya, pada Pasal 11 KUH Pidana.
16. Lex niminem cogit ad impossibilia
Undang-undang tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak
mungkin. Contohnya, periksa Pasal 44 KUH Pidana.
17. Lex superior derogat legi inferior

Peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah
tingkatannya , lihat dalam Pasal 7 UU No.10 Tahun 2004
18. Lex posterior derogat legi priori
Peraturan yang lebih baru mengesampingkan peraturan yang sebelumnya.
Contohnya, UU No.14 Tahun 1992 tentang UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
mengesampingkan UU No. 13 Tahun 1965.
19. Lex specialis derogate legi generali
Peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang bersifat lebih
umum. Contohnya, pemberlakuan KUH Dagang terhadap KUH perdata dalam hal
perdagangan.
20. Matrimonium ratu et non consummatum
Perkawinan yang dilakukan secara formal, namun belum dianggap jadi mengingat
belum terjadi hubungan kelamin. Contohnya, perkawinan suku sunda
21. Melius est accieperer quam facerer injuriam
Lebih baik mengalmi ketidakadilan, daripada melakukan ketidakadilan.
22. Nullum crimen nulla poena sine lege
Tidak ada kejahatan tanpa peraturan perundang – undangan yang mengaturnya
Analisisnya :
Tidak ada kejahatan tanpa peraturan perundang – undangan yang mengaturnya?
Bahwa semua kejahatan yang terjadi diindonesia adalah yang melanggar undang
-undang. karena pernyataan diatas menyatakan bahwa tidak ada kejahatan tanpa
peraturan perundang – undangan yang mengaturnya, jadi suatu tindak kejahatan
dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum apabila melanggar undang –
undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
23. Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali

Tiada suatu perbuatan dapat dihukum, kecuali atas kekuatan dalam ketentuan
pidana dalam UU yang telah ada lebih dahulu daripada perbuatan itu. Lebih
jelasnya lihat Pasal 1 ayat (1) KUH Pidana.
24. Nemo plus juris tarnsferre potest quam ipse habet
Tak seorang pun dapat mengalihkan lebih banyak haknya daripada yang ia miliki.
25. Opinio necessitates
Keyakinan atas sesuatu menurut hukum adalah perlu sebagai syarat untuk
timbulnya hkum kebiasaan.
26. Pacta sunt servanda
Setiap perjanjian itu mengikat para pihak dan harus ditaati dengan itikad baik.
Lebih jelas periksa Pasal 1338 KUH Perdata.
27. Presumption of innocence
Bias juga disebut asas praduga tidak bersalah, yaitu bahwa seseorang dianggap
tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan ia bersalah dan
putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan yang tepat. Liah penjelasan di
Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP butir 3C.
28. Quiquid est in territorio, etiam est de territorio
Asas hukum dalam internasional yang menyatakan bahwa apa yang ada berada
dalam batas-batas wilayah Negara tunduk kepada hukum Negara itu.
29. Qui tacet consentire videtur
Siapa yang berdiam diri dianggap menyetujui.
30. Res nullius credit occupant
Benda yang ditelantarkan pemiliknya dapat diambil untuk dimiki.
31. Res judicata pro veritate habeteur
Putusan hakim dianggap benar sampai ada putusan hakim lain yang
mengoreksinya.
32. Summum ius summa injuria

Keadilan tertinggi dapat berarti ketidakadilan tertinggi.
33. Similia similibus
Dalam perkara yang sama harus diputus dengan hal yang sama pula, tidak pilih
kasih.
34. Testimonium de auditu
Kesaksian dapat didengar dari orang lain.
35. Unus testis nullus testis
Satu orang saksi bukanlah saksi. Lebih jelas lihat Pasal 185 ayat 2 KUHAP.
36. Ut sementem feceris ita metes
Siapa yang menanam sesuatu dialah yang akan memetik hasilnya. Dan sipa yang
menabur angin, dialah yang akan menuai badai.
37. Vox populi vox dei
Suara rakyat adalah suara Tuhan.
38. Verba Volant scripta manent.
Kata-kata biasanya tidak berbekas sedangkan apa yang ditulis tetap ada.
78. Klasifikasi hukum
I.
Menurut sumbernya
1) Sumber hukum materiil adalah faktor yang menentukan isi hukum yang berlaku.
Ada 3 yaitu :
a. Sosiologis;
b. Historis;
c. Filosofis.
2) Sumber hukum formal adalah faktor-faktor yang menentukan cara berjalannya
hukum materiil. Berikut adalah sumber-sumbernya.
a. Undang-undang;
b. Kebiasaan;
c. Perjanjian/treaty;
d. Yurispridensi;
e. Doktrin hukum.
II.

Menurut bentuknya
1. Hukum tertulis.
a. Hukum tertulis yang dikodifikasikan, contoh BW, KUHP, KUH Per.

b. Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan, misalanya Undang- Undang
merek, Hak Cipta, Hak Paten, Kepailitan, Arberase, PT, Yayasan,
Koperasi, Notaris, dan sebagainya.
 Kodifikasi artinya membukukan hukum sejenis secara lengkap,
dan sistematis menjadi satu dalam kitab undang-undang.
2. Hukum tidak tertulis.
Hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat tetapi tidak
III.

tertulis.
Hukum menurut tempat berlakunya
1. Hukum nasional: Hukum yang berlaku pada suatu negara.
2. Hukum internasional: Hukum yang mengatur hubungan negara-negara
dalam dunia internasional.
3. Hukum asing: hukum yang berlaku pada negara lain.
4. Hukum gereja: kumpulan norma-norma yang ditetapkan gereka untuk para

IV.

anggotanya.
Pembagian hukum menurut masa berlakunya
1. Ius constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi
suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
2. Ius Constituendum, yaitu hukum yang berlaku dimasa yang akan datang.

V.

Menurut fungsinya/ cara mempetahankannya.
1. Hukum Material
Hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingankepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah-perintah
dan larangan. Contoh hukum pidana, perdata, dagang.
2. Hukum Formal

Hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana caracar melaksanakan dan mempertahankan hukum material.

VI.

Menurut sifatnya.
1. Hukum yang memaksa.
Hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus mempunyai
paksaan mutlak.
2. Hukum yang melengkapi.
Hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang
bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu
perjanjian.

VII.

Hukum menurut wujudnya.
1. Hukum obyektif
Hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang
atau golongan tertentu.
2. Hukum subjektif

VIII.

Hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku pada orang tertentu.
Menurut ruang lingkup.

1. Hukum umum
Hukum yang berlaku untuk seluruh warga negara.
2. Hukum khusus
IX.

Hukum yang berlaku pada golongan tertentu.
Menurut isinya :
1. Hukum privat (sipil).
Hukum yang mengatur antara orang satu dengan orang yang lain.
Terdiri dari:
1. Hukum perdata.
2. Hukum dagang.
2. Hukum public (hukum negara).
Hukum yang mengatur antara negara dengan warga negara.
Terdiri dari:
1. H. Tata Negara
Hukum yang mengatur bentuk dan susunan susunan pemerintahan
suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat pelengkapnya satu
dengan yang lain.
2. H. Administrasi Negara
Hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas dari kekuasaan
alat-alat perlengkapan negara.
3. Hukum Pidana
4. Hukum Internasional
5. Hukum antar tatata hukum/ intergentil/antar golongan
Keseluruhan peraturan hukum yang mengatur apabila terjadi hubungan
hukum keperdataan kepada 2 orang yang tunduk kepada hukum yang
berbeda.
6. Hukum adat
a. Pengertian.
Van Vollenhoven: Keseluruhan aturan tingkah laku positif yang

disatu mempunyai sanksi dan di pihak lain dalam keadaaan
tidak dikodifikasikan, karena itu disebut adat.

b. Lingkungan Hukum Adat.
Van Vollenhoven sebagai Bapak Hukum Adat Indonesia
menyatakan dalam bukunya Adatrecht, Indonesia memiliki 19
lingkungan hukum rechtskring, yakni :
 Aceh (Aceh Besar, Aceh Barat, Singkel, Simeulue);
 Tanah Gayo, Alas dan Batak serta pulau Nias dan Batu;
 Daerah Minangkabau dan Mentawai;
 Sumatra Selatan dan Enggano;
 Daerah Melayu (Sumatra Timur, Jambi-Riau, dan















Indragiri);
Bangka dan Belitung;
Kalimantan (Tanah Dayak);
Minahasa;
Gorontalo;
Daerah Toraja;
Sulawesi Selatan;
Kepulauan Ternate;
Kepulauan Ambon dan Maluku;
Irian;
Kepulauan Timor;
Bali dan Lombok;
Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura;
Daerah-daerah Swaparadja Istimewa (Yogyakarta dan
Surakarta);

 Jawa Barat.

X.

Prof. Sudikno mengartikan penemuan hukum sebagai pembentukan hukum oleh
hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan
hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkrit.
Dalam buku Panduan Bantuan Hukum mengenai cara penemuan hukum
disebutkan dapat dilakukan dengan dua metode (menurut Sudikno), yakni:
a.

Interpretasi atau penafsiran, merupakan metode penemuan hukum yang
memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar
ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa
tertentu.
Macam-macam cara penafsiran hukum
1)Dalam pengertian subyektif dan obyektif.
Dalam pengertian subyektif ,apabila ditafsirkan seperti yang di
kehendaki oleh pembuat undang-undang.Dalam pengertian obyektif,apabila
penafsiran lepas dari pada pendapat pembuat undang-undang dan sesuai
dengan adat bahasa sehari-hari.
2)Dalam pengertian sempit dan luas.
Dalam pengertian sempit(restriktif),yakni apabila dalil yang
ditafsirkan di beri pengertian yang sangat di batasi misalnya;Mata uang
(pasal 1756 KUH Perdata)pengertian hanya uang logam saja dan barang di
artikan benda yang dapat dilihat dan di raba saja.dalam pengertian luas
(ekstensif),ialah apabila dalilyang di tafsirkan di beri pengertian seluasluasnya.Misalnya: Pasal 1756Perdata alinea ke-2 KUH Perdata tentang mata
uang juga diartikan uang kertas.
Berdasarkan sumbernya penafsiran Bersifat:

a)Otentik,Ialah penafsiran yang seperti diberikan oleh pembuat undangundang seperti yang

di lampirkan pada undang-undang sebagai

penjelas.Penafsiran ini mengikat umum.
b)Doktrinair,Ialah penafsiran yang didapat dalam buku-buku dan hasilhasil karya karya para ahli.hakim tidak terikat karena penafsiran ini hanya
memiliki nilai teoretis.
c)Hakim,Penafsiran yang bersumber pada hakim(peradilan)hanya mengikat
pihak-pihak yang bersangkutan dan berlaku bagi kasus-kasus tertentu(pasal
1917 ayat (1) KUH Perdata.
C.Macam-Macam metode Penafsiran
Supaya dapat mencapai kehendak dan maksud pembuat undangundang serta dapat menjalankan undang-undang sesuai dengan kenyataan
sosial maka hakim dapat menggunakan beberapa cara penafsiran
(interpretative methoden) antara lain sebagai barikut.
1.Penafsiran secara tata bahasa (Grammatikal)
Penafsiran secara tata bahasa ,yaitu suatu cara penafsiran undangundang menurut arti perkataan (istilah)yang terdapat dalam undang-undang
yang bertitik tolak pada arti perkataan –perkataan dalam hubunganya satu
sama lain dalam kalimat kalimat yang yang di pakai dalam undangundang.dalam hal ini hakim wajib mencari arti kata-kata yang lazim di pakai
dalam bahasa sehari-hari yang umum,oleh karena itu di pergunakan kamus
bahasa atau meminta bantuan padapara ahli bahasa.
contohnya :Suatu peraturan perundang-undangan melarang orang untuk
memparkir kendaraanya di suatu tampat tertentu.Peraturan tersebut tidak
menjelaskan apakah yang dimaksud dengan istilah “kendaraan“ itu.Apakah
yang di maksud kendaraan hanyalah kendaraan bermotoratau termasuk juga

sepeda dan bejak.dalam hal ini sering penjelasan kamus bahasa atau menurut
keterangan para ahli bahasa belum dapat memberikan kejelasan tantang
pengertian kata yang di maksud dalam undang-undang tersebut .Oleh karena
itu hakim harus pula mempelajari kata yang bersangkutan dengan peraturan
yang lain.
2.Penafsiran Sistematis
Penafsiran sistematis adalah suatu penafsiran yang menghubungkan
pasal yang satu dengan pasal-pasal yang lain dalam suatu perundangundangan yang bersangkutan atau pada perundang-undangan hukum
lainnya,atau membaca penjelasan suatu perundang –undangan,sehingga kita
mengerti apa yang di maksud.Misalnya dalam peraturan perundangundangan perkawinan yang mengandung azaz monogamy sebagai mana di
atur dalam pasal 27 KUH perdata menjadi dasar bagi pasal 34,60,64,68
KUH Perdata dan 279 KUH Pidana.
3.Penafsiran Historis
Penafsiran historis adalah menafsirkan undang-undang dengan cara melihat
sejarah terjadinya suatu undang-undang itu dibuat. Penafsiran ini ada 2
macam :
a).sejarah hukumnya,Yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah
terjadinya hukum tersebut.Sejarah terjadinya hukum dapat diselidiki dari
memori penjelasan ,laporan-laporan perdebatan dalam DPRdan surat
menyurat antara menteri dengan komisi DPR yang bersangkutan.
b)Sejarah undang-undangnya,yng diselidiki maksunya Pembentuk Undangundang pada waktu membuat undang-undang itu misalnya di denda 25 f,-

sekarang ditafsirkan dengan uang RI,sebab harga barang lebih mendekati
pada waktu KUHP itu di buat.
4.Penafsiran Sosiologis(Teleologis)
Pada hakikatnya suatu penafsiran UU yang di mulai dengan cara
gramatikal selalu harus di akhiri dengan penafsiran sosiologis.kalau tidak
demikian maka tidak mungkin hakim dapat membuat suatu keputusan yang
benar-benar sesuai dengan kenyataan hukum di dalam masyarakat ,sehingga
dengan demikian penafsiran sosiologis adalah penafsiran yang disesuaikan
dalam keadaan masyarakat.Misalnya; di Indonesia masih banyak peraturan
yang berlaku yang berasal dari zaman colonial ,sehingga untuk menjalankan
peraturan itu hakim harus dapat menyesuaikan dengan keadaan masyarakat
Indonesia pada saat sekarang.
5.Penafsiran Autentik(resmi)
Penafsiran auyentik adalah penafsiran resmi yang diberikan oleh
pembuat undang-undang.Misalnya:Pada pasal 98 KUHP ;”malam” berarti
waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit ,dan pasal 97 KUHP :
Hari adalah waktu selama 24 jam dan yang di maksud dengan bulan adalah
waktu selama 30 hari.
6.Penafsiran Nasional
Penafsiran nassional adalah penafsiran yang menilik sesuai yidaknya
dengan sistem hukum yang berlaku .Mislnya :Hak milik Pasaal 570 KUHS
sekarang harus ditafsirkan menurut hak milik sistem hukum Indonesia.
7.Penafsiran Analogis
Penafsiran analogis artinya member tafsiran pada sesuatu peraturan
hukum dengan memberi ibarat (kiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan
asas hukumnya ,sehingga sesuatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat di

masukkan ,lalu dianggap sesuai dengan bunyi peraturan
tersebut.misalnya;”menyambung’ aliran listrik dianggap sama saja dengan
mengambil aliran listrik.
8.Penafsiran ekstensif
Penafsiran ekstensif adalah suatu penafsiran yang dilakukan dengan
cara memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundangundangan sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkan ke dalam.Misalnya ;
“aliran listrik’ termasuk juga atau di samakan dengan “benda’.
9.Penafsiran Restriktif
Penafsiran restriktif adalah Suatu penafsiran yang di lakukan dengan
cara membatasi atau mempersempit arti kata-kata yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan. Misalnya; Kerugian hanya terbatas pada
kerugian materil saja sedangkan kerugian immateriilnya termasuk didalam
nya.
10.Penafsiran a contrario(menurut peringkaran)
Penafsira a contrario adalah penafsiran suatu penafsiran yang
dilakukan dengan cara memberikan perlawanan pengertian antara pengertian
konkret yang dihadapi dan peristiwa yang di atur dalam undangundang.Sehingga dengan berdasarkan perlawanan pengertian itu dapat di
ambil kesimpulan bahwa peristiwa yang dihadapi itu tidak di liputi oleh
undang-undang yang di maksud atau berada di luar ketentuan undangundang tersebut.
Contoh ; Pasl 34 KUH Perdata menentukan bahwa seorang
perempuan tidak di benarkan menikah lagi sebelim lewat tenggang waktu
300 hari setelah perceraian dari suami pertama.Berdasarkan penafsiran a
contrario maka dapat dikatakan bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi
seorang laki-laki.Karena bagi seorang laki-laki tidak perlu menunggiu

tenggang waktu tersebut untuk melakukan perkawinan lagi setelah putusnya
perkawinan pertama.Maksud tenggang waktu dalam pasal 34 KUH Perdat
tersebut adalah untuk mencegah adanya keraguan-keraguan mengenai
kedudukan anak,berhubungan dengan kemungkinan bahwa seorang sedang
mengandung setelah perkawinannya putusatau bercerai.jika anak itu
dilahirkan setelah perkawinann yang berikutnya dalam tenggang waktu
sebelum lewat 300 hari setelah putusnya perkawinan pertama maka
berdasarkan undang-undang kedudukan anak tersebut adlah anak dari suami
b.

pertama.
Konstruksi hukum, dapat digunakan hakim sebagai metode penemuan
hukum apabila dalam mengadili perkara tidak ada peraturan yang mengatur
secara secara khusus mengenai peristiwa yang terjadi.

Konstruksi hukum ini dapat dilakukan dengan menggunakan logika berpikir secara:
I.

Argumentum per analogiam atau sering disebut analogi. Pada analogi, peristiwa
yang berbeda namun serupa, sejenis atau mirip yang diatur dalam undang-undang

II.

diperlakukan sama.
Penyempitan hukum. Pada penyempitan hukum, peraturan yang sifatnya umum
diterapkan terhadap peristiwa atau hubungan hukum yang khusus dengan

III.

penjelasan atau konstruksi dengan memberi ciri-ciri.
Argumentum a contrario atau sering disebut a contrario, yaitu menafsirkan atau
menjelaskan undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara
peristiwa konkrit yang dihadapi dan peristiwa yang diatur dalam undang-undang.