Drainase atap Sistem drainase atap harus dirancang sesuai dengan ketentuan dari lembaga yang Ketidakstabilan genangan air

“H a k C ip ta B a d a n S ta n d a rd is a si N a si o n a l, C o p y s ta n d a r i n i d ib u a t u n tu k p e n a ya n g a n d i w w w .b sn .g o .id d a n t id a k u n tu k d i k o m e rs ia lk a n ” SNI 1727:2013 © BSN 2013 38 dari 195 6 Beban angin Pasal ini dipertahankan untuk keperluan perubahan standar yang akan datang. Dalam mempersiapkan ketentuan beban angin yang terkandung dalam standar ini, Subkomite Beban Angin WLSC dari ASCE 7 tujuan utamanya adalah menetapkan peningkatan kejelasan dan penggunaan standar secara optimal. Sebagai hasil dari upaya ini, ketentuan beban angin dari ASCE 7 disajikan dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 31. 7 Beban salju Pasal ini tidak relevan untuk Indonesia 8 Beban air hujan 8.1 Simbol dan notasi R = beban air hujan pada atap yang tidak melendut, dalam lbft 2 kNm 2 . Apabila istilah atap yang tidak melendut’ digunakan, lendutan dari beban termasuk beban mati tidak perlu diperhitungkan ketika menentukan jumlah air hujan pada atap. d s = kedalaman air pada atap yang tidak melendut meningkat ke lubang masuk sistem drainase sekunder apabila sistem drainase primer tertutup tinggi statis, dalam in. mm. d h = tambahan kedalaman air pada atap yang tidak melendut di atas lubang masuk sistem drainase sekunder pada aliran air rencana tinggi hidrolik, dalam in. mm.

8.2 Drainase atap Sistem drainase atap harus dirancang sesuai dengan ketentuan dari lembaga yang

berwenang. Kapasitas aliran dari saluran sekunder air hujan limpasan atau scupper tidak boleh diambil kurang dari saluran primer air atau scupper. 8.3 Beban hujan rencana Setiap bagian dari suatu atap harus dirancang mampu menahan beban dari semua air hujan yang terkumpul apabila sistem drainase primer untuk bagian tersebut tertutup ditambah beban merata yang disebabkan oleh kenaikan air di atas lubang masuk sistem drainase sekunder pada aliran rencananya. R = 5,2d s +d h 8.3-1 Dalam SI: R = 0,0098d s + d h Apabila sistem drainase sekunder terdiri dari beberapa saluran, saluran-saluran tersebut dan titik keluarannya harus dipisahkan dari saluran primer.

8.4 Ketidakstabilan genangan air

genangan airyang mengacu pada retensi air yang menimbulkan defleksi relatif pada atap datar. Cekunganyang rentan harus diinvestigasi dengan analisis struktur untuk memastikan cekungan tersebut memiliki kekakuan yang memadai untuk mencegahdefleksi progresif yakni, ketidakstabilan sepertipada saat hujanatau akibat salju yang meleleh menjadi “H a k C ip ta B a d a n S ta n d a rd is a si N a si o n a l, C o p y s ta n d a r i n i d ib u a t u n tu k p e n a ya n g a n d i w w w .b sn .g o .id d a n t id a k u n tu k d i k o m e rs ia lk a n ” SNI 1727:2013 © BSN 2013 39 dari 195 air.Cekungan pada atap miring yang kurang dari 14 in.ft., atau di mana air terkurungpadacekungan secara keseluruhan atau sebagian bila sistem saluran utamaterblokir, tetapi sistem saluran sekunder yang fungsional, harus dinyatakan sebagai cekungan yangrentan. Permukaan atap dengan kemiringan minimal 14 in. per ft 1,19 º terhadap titik drainase yang bebas tidak perlu dianggap sebagai suatucekunganyang rentan. Pilih terbesar antara beban salju atau beban hujan yang sama dengan kondisi desain untuk sistem saluran primer yang terblokir harus digunakan dalam analisis ini. 8.5 Drainase pengontrol Atap yang dilengkapi dengan alat untuk mengendalikan besarnya aliran air harus dilengkapi dengan suatu sistem drainase sekunder pada suatu elevasi yang lebih tinggi yang membatasi akumulasi air pada atap di atas elevasi tersebut. Atap-atap tersebut harus dirancang menahan beban semua air hujan yang akan terkumpul diatasnya sampai pada elevasi sistem drainase sekunder, ditambah beban merata yang disebabkan oleh kenaikan air di atas lubang masuk sistem drainase sekunder pada aliran rencananya ditentukan dari Pasal 8.3. Atap tersebut harus juga diperiksa terhadap ketidakstabilan akibat genangan air ditentukan dari Pasal 8.4. “H a k C ip ta B a d a n S ta n d a rd is a si N a si o n a l, C o p y s ta n d a r i n i d ib u a t u n tu k p e n a ya n g a n d i w w w .b sn .g o .id d a n t id a k u n tu k d i k o m e rs ia lk a n ” SNI 1727:2013 © BSN 2013 40 dari 195 9 Ketentuan beban akibat seismik ini dipertahankan untuk keperluan perubahan standar yang akan datang Dalam mempersiapkanketentuanseismikyang ada,Pasal 11 sampai dengan Pasal 23 dan Lampiran 11.A serta Lampiran 11.B dari ASCE 7, disusun tersendiri sebagai SNI 1726. 10 Beban Es Pasal ini tidak relevan untuk Indonesia PASAL 11 SAMPAI DENGAN PASAL 25 MENGENAI PEMBEBANAN GEMPA DI INDONESIA, MASUK DALAM RUANG LINGKUP SNI 1726 Catatan: Struktur Standar ini termasuk metode penomoran pasal mengikuti SEIASCE 7-10 sebagai standar acuan dalam SNI ini.Hal ini dimaksudkan menjamin ketelusuran terhadap standar acuan tersebut sehingga dapat memudahkan dalam menyatukan persepsi penerapan substansi standar ini. “H a k C ip ta B a d a n S ta n d a rd is a si N a si o n a l, C o p y s ta n d a r i n i d ib u a t u n tu k p e n a ya n g a n d i w w w .b sn .g o .id d a n t id a k u n tu k d i k o m e rs ia lk a n ” SNI 1727:2013 © BSN 2013 41 dari 195 26 Bebanangin: persyaratanumum 26.1 Prosedur 26.1.1 Ruang lingkup