Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR YANG BELUM MENIKAH TENTANG TRADISI BADAPU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SINGKIL KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH: ELIANA TARIGAN
111021050
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 i
Universitas Sumatera Utara

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR YANG BELUM MENIKAH TENTANG TRADISI BADAPU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SINGKIL KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH: ELIANA TARIGAN
111021050
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
ii
Universitas Sumatera Utara

3
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Masyarakat Aceh Singkil mempunyai tradisi pantang makan makanan tertentu yang ditetapkan kepada ibu nifas pada saat melaksanakan tradisi Badapu. Tradisi Badapu adalah tradisi turun temurun yang harus dilakukan oleh ibu nifas mulai dari memanaskan badan sampai kepada melakukan pantangan terhadap beberapa jenis makanan. Karena wanita usia subur yang belum menikah akan menjalani masa nifas kelak, maka perlu diketahui bagaimana pengetahuan dan sikap mereka tentang tradisi Badapu. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu di wilayah kerja Puskesmas Singkil. Populasi adalah wanita usia subur yang belum menikah. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling di 16 desa. Sampel sebanyak 100 orang dipilih secara alokasi proporsional. Pengumpulan data tentang karakteristik, pengetahuan dan sikap dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar wanita usia subur yang belum menikah memiliki pengetahuan yang baik tentang tradisi Badapu (93%) dan mempunyai sikap yang baik tentang tradisi Badapu (49%), sedangakan hubungan pengetahuan dan sikap wanita usia subur tidak mempunyai hubungan yang signifikan (p > 0,904) Perlu adanya pendekatan dan penyuluhan yang dilakukan oleh Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas dan Bidan Desa untuk memberikan KIE Gizi kepada wanita usia subur yang belum menikah dan arahan yang benar tentang pelaksanaan tradisi Badapu. Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Wanita Usia Subur, Tradisi Badapu

i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT Aceh Singkil community has a tradition of eating certain foods taboo to implement the post partum mother at Badapu tradition. Badapu tradition is a tradition passed down for generations that should be done by the post partum mother from body heat to do on the abstinence of some foods. Because women of reproductive age who are unmarried will undergo a period of post partum later, so it is necessary to know of how their knowledge and attitudes about Badapu tradition. The study was a descriptive cross-sectional design. This study aims to describe the knowledge and attitudes of women of reproductive age who are not married on Badapu tradition in the Community Health Centers Singkil. Population is women of reproductive age who are unmarried. Sampling was done by purposive sampling in 16 villages. Sample of 100 people selected by proportional allocation. Collecting data on the characteristics, knowledge and attitudes through interviews using questionnaires. Data were analyzed descriptively and presented in a frequency distribution table. The results showed that the majority of women of reproductive age who are not married have a good knowledge of the tradition Badapu (93%) and have a good attitude about tradition Badapu (49%), while the correlation between knowledge and attitude of women of reproductive age have no significant relationship (p> 0.904) There should be a counseling approach and performed by Nutrition Workers of Community Health Centers and Midwive to provide the KIE of Nutrition and correct direction in implementing Badapu tradition. Keywords: Knowledge, Attitudes, Women of Reproductive Age, Badapu Tradition.
ii
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama

: Eliana Tarigan

Tempat/Tanggal lahir

: Sabang/3 Agustus 1974

Agama

: Protestan


Status Perkawinan

: Menikah

Jumlah Anggota Keluarga : 4 Orang

Nama Ayah

: B. Tarigan

Nama Ibu

: T. br Ginting

Alamat Rumah

: Jl. Utama No. 20 Pulo Sarok Singkil

Riwayat Pendidikan


: - SD Inpres Sabang (1980-1986)

- SMP Negeri 1 Sabang (1986-1989)

- SMA Negeri Sabang (1989-1992)

- D III Gizi Yayasan Sutan Oloan Medan (1992-

1997)

Riwayat Pekerjaan

: - Staf Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh

Singkil (Tahun 2006-2010)

- Staf Seksi PSDM Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh

Singkil (Tahun 2010 sampai sekarang)


iii
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan kasih-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013” yang merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak memperoleh bimbingan, saran dan sumbangan pemikiran, dan disini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ernawati Nasution,SKM,M.Kes selaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian,MSi selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing, mendidik dan memberi banyak masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta ucapan terima kasih dan rasa hormat penulis kepada : 1. Bapak Dr.Drs. Surya Utama,MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian,MSi selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak dr. Mhd. Arifin Siregar, MS selaku dosen penguji I dan Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.
iv
Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Drs. Eddy Syahrial,MS selaku dosen pembimbing akademik penulis. 5. Para dosen dan staf Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat yang telah
banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis, khususnya kepada Bapak Marihot Samosir, ST yang telah membantu dalam semua urusan administrasi. 6. Bapak Edy Widodo,SKM,MKes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil beserta seluruh staf yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 7. Bapak Syafni Akhir, SKM selaku Kepala Puskesmas Singkil, yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Singkil serta seluruh staf dan khusunya TPG Riska yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda B. Tarigan dan Ibunda T. br. Ginting dan Ibu Mertua M. br Tarigan, serta saudara-saudaraku, Andreas Tarigan dan keluarga, Trise Hariani Tarigan dan keluarga, serta adik bungsuku Agus Tinus Tarigan dan semua keluarga besar yang telah banyak mendukung dan mendoakan penulis. 9. Suami tercinta Dana Rikson Barus serta anak-anakku tersayang Joaquim Breta Barus dan Dwi Marcello Barus, yang telah sabar dan setia memberikan dukungan dan doa agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik.
v
Universitas Sumatera Utara

10. Kakanda Fatma Deri,SKM,M.Kes dan sahabat terbaikku Misdar Aini,SKM yang telah banyak membantu, memberikan masukan dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan yang terkasih Novita Siahaan, Mustika Delima Parapat, Trisya Maya Sari Ginting, Helena Sipahutar, Jojor Tampubolon, Rina Gea dan Emalia Silalahi dan seluruh teman-teman dari Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat ekstensi angkatan 2011 Kak Tince, Sehat, Tienne, Yohana, Petty, Siska, Ica, Maya, Ika, Anggi, Dewi dan teman-teman PBL Pekan Bahorok rumah 3 serta teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan, bantuan dan inspirasi bagi penulis serta kritikan yang menambah semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna sehingga
membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya materi skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang kesehatan masyarakat.
Medan, November 2013 Penulis
Eliana Tarigan
vi
Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan Abstrak .............................................................................................................. Abstract ................................................................................................................ Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... Kata Pengantar ................................................................................................. Daftar Isi ............................................................................................................ Daftar Tabel ....................................................................................................... Daftar Gambar ..................................................................................................

i ii iii iv vii ix x

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................

1 1 6 7 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1 Tradisi Badapu................................................................................. 2.1.1 Tahapan Tradisi Badapu ..................................................... 2.1.2 Beberapa Faktor Resiko Tradisi Badapu dari Sudut............ Pandang Gizi dan Kesehatan................................................ 2.2 Budaya Pangan ............................................................................... 2.3 Pengetahuan .................................................................................... 2.4 Sikap ............................................................................................... 2.5 Kerangka Konsep ............................................................................

8 8 8
10 15 21 25 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ...................................................... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 3.2.1 Lokasi Penelitian ................................................................. 3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................. 3.3 Populasi Dan Sampel ...................................................................... 3.3.1 Populasi ............................................................................... 3.3.2 Sampel ................................................................................. 3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 3.4.1 Data Primer ......................................................................... 3.4.2 Data Sekunder ..................................................................... 3.5 Instrumen Penelitian ....................................................................... 3.6 Definisi Operasional ....................................................................... 3.7 Aspek Pengukuran .......................................................................... 3.8 Analisa Data ....................................................................................


28 28 28 28 29 29 29 30 30 31 31 31 32 33

vii
Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................... 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ............................................... 4.2 Karakteristik Responden ................................................................. 4.3 Pengetahuan Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang Tradisi Badapu ................................................................................ 4.4 Sikap Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang Tradisi Badapu ............................................................................................ 4.5 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang Tradisi Badapu .........................................

34 34 36
37
40
43

BAB V PEMBAHASAN .................................................................................... 5.1 Pengetahuan Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang Tradisi Badapu................................................................................. 5.2 Sikap Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang Tradisi Badapu ............................................................................................. 5.3 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur yang Belum Menikah tentang Tradisi Badapu .........................................

45 45 48 51

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 54 6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 54 6.2 Saran ............................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


viii
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sebaran Jumlah Sampel WUS yang Belum Menikah di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil ................................................................ 28
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah WUS di Kecamatan Singkil Tahun 2013 ........... 33 Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Rumah Tangga Menurut Pekerjaan di Kecamatan
Singkil Tahun 201............................................................................ 34 Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Menurut Suku Bangsa di Kecamatan Singkil
Tahun 2013 ..................................................................................... 35 Tabel 4.4 Distribusi Karakteristik Responden ................................................ 36 Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan .................................. 36 Tabel 4.6 Disttribusi Pengetahuan Responden Menurut Pendidikan............... 37 Tabel 4.7 Distribusi Pengetahuan Responden Menurut Kelompok Umur ..... 37 Tabel 4.8 Distribusi Pengetahuan Responden Menurut Status Pekerjaan ....... 37 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Jawaban Pengetahuan Responden ................. 38 Tabel 4.10 Distribusi Responden Menurut Sikap ............................................. 39 Tabel 4.11 Distribusi Sikap Responden Menurut Pendidikan .......................... 40 Tabel 4.12 Distribusi Sikap Responden Menurut Kelompok Umur ................. 40 Tabel 4.13 Distribusi Sikap Responden Menurut Status Pekerjaan ................. 40 Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Sikap Responden ............................ 41 Tabel 4.15 Distribusi Sikap Responden Menurut Pengetahuan ........................ 42
ix
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Model Studi Preferensi Konsumsi Makanan................................... Gambar 2 Faktor-Faktor Sosial dan Budaya yang Berpengaruh terhadap ......
Kebiasaan Makan dalam Masyarakat, RT dan Individu ............... Gambar 3 Kerangka Konsep ............................................................................

15
18 27

x

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Masyarakat Aceh Singkil mempunyai tradisi pantang makan makanan tertentu yang ditetapkan kepada ibu nifas pada saat melaksanakan tradisi Badapu. Tradisi Badapu adalah tradisi turun temurun yang harus dilakukan oleh ibu nifas mulai dari memanaskan badan sampai kepada melakukan pantangan terhadap beberapa jenis makanan. Karena wanita usia subur yang belum menikah akan menjalani masa nifas kelak, maka perlu diketahui bagaimana pengetahuan dan sikap mereka tentang tradisi Badapu. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu di wilayah kerja Puskesmas Singkil. Populasi adalah wanita usia subur yang belum menikah. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling di 16 desa. Sampel sebanyak 100 orang dipilih secara alokasi proporsional. Pengumpulan data tentang karakteristik, pengetahuan dan sikap dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar wanita usia subur yang belum menikah memiliki pengetahuan yang baik tentang tradisi Badapu (93%) dan mempunyai sikap yang baik tentang tradisi Badapu (49%), sedangakan hubungan pengetahuan dan sikap wanita usia subur tidak mempunyai hubungan yang signifikan (p > 0,904) Perlu adanya pendekatan dan penyuluhan yang dilakukan oleh Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas dan Bidan Desa untuk memberikan KIE Gizi kepada wanita usia subur yang belum menikah dan arahan yang benar tentang pelaksanaan tradisi Badapu. Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Wanita Usia Subur, Tradisi Badapu
i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT Aceh Singkil community has a tradition of eating certain foods taboo to implement the post partum mother at Badapu tradition. Badapu tradition is a tradition passed down for generations that should be done by the post partum mother from body heat to do on the abstinence of some foods. Because women of reproductive age who are unmarried will undergo a period of post partum later, so it is necessary to know of how their knowledge and attitudes about Badapu tradition. The study was a descriptive cross-sectional design. This study aims to describe the knowledge and attitudes of women of reproductive age who are not married on Badapu tradition in the Community Health Centers Singkil. Population is women of reproductive age who are unmarried. Sampling was done by purposive sampling in 16 villages. Sample of 100 people selected by proportional allocation. Collecting data on the characteristics, knowledge and attitudes through interviews using questionnaires. Data were analyzed descriptively and presented in a frequency distribution table. The results showed that the majority of women of reproductive age who are not married have a good knowledge of the tradition Badapu (93%) and have a good attitude about tradition Badapu (49%), while the correlation between knowledge and attitude of women of reproductive age have no significant relationship (p> 0.904) There should be a counseling approach and performed by Nutrition Workers of Community Health Centers and Midwive to provide the KIE of Nutrition and correct direction in implementing Badapu tradition. Keywords: Knowledge, Attitudes, Women of Reproductive Age, Badapu Tradition.
ii
Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) penurunan AKI masih terlalu lambat untuk mencapai tujuan target Milenium (millenium development goals 5/MDGs 5) dalam rangka mengurangi tiga per empat jumlah perempuan yang meninggal akibat hamil, bersalin dan nifas pada tahun 2015. Salah satu tujuan pembangunan millennium (MDGs) 2015 adalah perbaikan kesehatan maternal. Kematian maternal dijadikan ukuran keberhasilan terhadap pencapaian targed MDGs5, adalah penurunan 75% rasio kematian maternal. Dinegara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. WHO memperkirakan diseluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 585.000 meninggal saat hamil atau bersalin (Depkes RI, 2010) Berdasarkan hasil SDKI 2007 derajat kesehatan ibu di Indonesia masih perlu di tingkatkan, di tandai dengan Angka Kematian Ibu yaitu 228/100.000 kalahiran hidup dan tahun 2008 sebanyak 4692 jiwa ibu melayang di masa kehamilan, persalinan dan nifas. Masa nifas dikenal sebagai masa involusi yaitu kembali organ-organ tubuh seperti sebelum hamil maka pada masa ini banyak terjadi perubahan-perubahan, diantara perubahan-perubahan tersebut adalah perubahan sistem tubuh yg meliputi peningkatan nadi, tekanan darah, suhu, perubahan laktasi dan pemberian air susu ibu,
1
Universitas Sumatera Utara

2
perubahan sistem lain seperti perubahan sistem ginjal, sistem kardiovaskular, perubahan sistem renal dan dan terjadi luka pada perineum (Wulanda, 2011)
Di negara maju dan negara berkembang perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya. Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama dari 150.000 kematian ibu setiap tahun di dunia dan hampir 4 dari 5 kematian karena perdarahan pasca persalinan (Prawirohardjo, 2008).
Banyak praktek-praktek budaya yang berpengaruh secara negatif terhadap perilaku kesehatan masyarakat, sehingga lebih besar untuk mengalami infeksi. Pada beberapa budaya, pantang makan pada ibu hamil dan ibu nifas dapat berpengaruh pada asupan gizi (Suprabowo, 2006 ).
Pada masyarakat Aceh ada tradisi yang disebut Madeung yaitu suatu tradisi yang dilaksanakan bagi wanita setelah melahirkan selama 44 hari dengan berbagai macam ketentuan yang berlaku. Ketentuan dalam hal makan, diatur bahwa makanan yang biasa dimakan yaitu nasi yang dicampur ikan kering yang digongseng. Makanan lain tidak diperbolehkan bahkan telur pun dilarang sama sekali (LAKA D.I. Aceh, 1990).
Pada masyarakat Aceh Singkil juga ada satu kebudayaan atau tradisi pantang makan makanan tertentu yang ditetapkan kepada ibu nifas yaitu tradisi Badapu. Tradisi ini dilakukan oleh ibu nifas dimulai pada hari ketujuh sampai dengan hari ke 60 untuk kelahiran anak pertama dan 40 hari untuk anak berikutnya. Pada saat menjalankan tradisi Badapu, ibu nifas dilarang mengkonsumsi beberapa jenis bahan

Universitas Sumatera Utara

3
makanan seperti : telur, kerang, udang, ikan tongkol, susu, pepaya , pisang, nenas, dan cabe juga juga buah-buahan yang dianggap banyak mengandung air seperti jeruk, semangka dan lain-lain. Tradisi ini telah berlangsung secara turun temurun dari dahulu sampai sekarang dan hal ini mengakibatkan asupan zat gizi ibu nifas menjadi kurang bila dibandingkan dengan kecukupan gizi yang di butuhkan ibu untuk pemulihan pasca persalinan dan persiapan untuk menyusui. Ibu nifas seharusnya mendapatkan makanan yang lebih dari segi jumlah dan mutunya, agar dapat menghasilakan ASI untuk memenuhi kebutuhan bayi.
Akan tetapi karena diharuskan melakukan tradisi Badapu, maka ibu nifas mengikuti aturan-aturan yang ada berupa pembatasan terhadap beberapa jenis makan yang boleh dimakan. Akibat pembatasan tersebut, makanan yang dikonsumsi ibu nifas tidak memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Hal ini mempengaruhi status gizi ibu yang secara tidak langsung akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan bayinya yang sangat membutuhkan ASI yang baik dan bergizi dari ibu untuk membantu proses optimal dari seribu hari pertama kehidupannya.
Dampak lain yang ditimbulkan dari budaya yang melakukan pantangan makan pada ibu nifas adalah terjadinya anemia. Penyebab anemia pada masa nifas yang pertama terjadi karena infeksi, apalagi bagi ibu yang ketika persalinan mengalami perdarahan, proses melahirkan yang sangat lama atau bisa jadi ibu sudah mengalami anemia pada masa kehamilan dan kemudian hal ini diperberat lagi dengan melakukan pantangan makan pada masa nifas maka ibu akan mengalami anemia berat (Harnany, 2006)
Universitas Sumatera Utara

4
Anemia juga akan meningkatkan resiko terjadi kematian ibu 3,7 kali lebih tinggi jika dibandingkan ibu yang tidak anemia. Hal ini menjadi salah satu penyumbang tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, yaitu 307/100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu tersebut berada di atas AKI Negara ASEAN lainnya (Depkes RI, 2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deri (2009) dari 45 orang ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu sebanyak 82,2% atau 37 orang ibu nifas mengalami anemia dengan rata-rata kadar hemoglobin 9,01 ± 1,48 gr/%.
Anemia terjadi karena ibu nifas kurang mengkonsumsi zat besi (Fe). Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat besi terutama diperlukan dalam pembentukan darah (Sediaoetama, 2008). Pada ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu sangat kurang mengonsumsi makanan sumber utama zat besi yang banyak terdapat pada daging sapi, ayam, telur dan sayuran berwarna hijau. Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya ibu nifas mengonsumsi sayuran serta buah-buahan yang mengandung asam askorbat atau vitamin C yang berfungsi untuk meningkatkan absorbsi Fe dalam tubuh.
Pada zaman globalisasi seperti sekarang ini dimana informasi mengenai perawatan sebelum hamil, hamil sampai pasca hamil mudah didapat baik dari media massa, media elektronik maupun dari buku-buku, dan didukung dengan adanya petugas kesehatan dalam hal ini bidan yang telah masuk ke desa-desa, juga minat masyarakat untuk memanfaatkan data dan informasi bidang kesehatan sesungguhnya tampak meningkat secara nyata. Hal ini di pacu oleh revolusi di bidang
Universitas Sumatera Utara

5
telekomunikasi dan informasi (telematika) akibat makin luasnya penggunaan intranet dan internet (Lubis, 2003).
Namun demikian masih sering ditemui dimasyrakat terutama masyarakat pedesaan yang ibu pasca bersalin malakukan tradisi pantang makan tertentu. Salah satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi seseorang adalah tingkat pengetahuan gizi. Seseorang yang mempunyai tingkat pengetahuan gizi baik, seharusnya memiliki pola konsumsi pangan yang baik dan benar.
Wanita usia subur adalah wanita yang berusia 15-49 tahun yang masih produktif untuk mempunyai keturunan (Depkes RI, 2011). Wanita usia subur yang belum menikah adalah sebagai generasi penerus wanita-wanita modern yang akan menjadi seorang ibu pada saatnya nanti. Mereka juga akan mengalami proses kehamilan, persalinan dan masa nifas. Biasanya pada masa ini pemahaman mereka tentang tradisis Badapu masih sebatas melihat dari pengalaman orang lain.
Kurangnya pengetahuan tentang gizi pada mereka juga merupakan salah satu penyebab wanita usia subur nantinya akan melakukan tradisi Badapu. Pendidikan tentang gizi pada masa hamil dan nifas sebenarnya sudah dapat diberikan kepada wanita usia subur sejak dini sehingga mereka akan dapat mempersiapkan diri untuk menjalani masa nifasnya nanti. Karena tradisi tidak harus dihilangkan tetapi bisa dilakukan bersamaan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya tradisi minum minuman mentah, minuman periuk dan memulihkan kondisi perut ibu serta alat genital dengan menggunakan batu panas dapat terus dilakukan tetapi ibu harus makan sesuai dengan anjuran gizi bagi ibu nifas tanpa ada pantangan.

Universitas Sumatera Utara

6
Dari survei yang telah dilakukan sebelumnya kepada beberapa wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu mereka mempunyai pemahaman yang berbeda-beda tentang tradisi tersebut. Ada yang beranggapan bahwa tradisi memang harus tetap dilaksanakan dan tradisi tidak boleh dihilangkan tanpa mengetahui ada beberapa faktor resiko yang akan dialaminya, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa tradisi Badapu tetap dilaksakan tetapi hanya seperlunya saja misalnya, tidak melakukan pantangan terhadap makanana tetapi tetap minum “minuman mentah” dan “minuman Periuk” untuk mempercepat penyembuhan luka jalan lahir.
Berdasarkan latar belakang inilah yang mendasari perlunya dilakukan kajian ilmiah untuk mengetahui lebih lanjut gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur belum menikah tentang tradisi Badapu di wilayah kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil. 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu di wilayah kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil.
Universitas Sumatera Utara

7 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu di wilayah kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil. 1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu. 1.3 Manfaat Penelitian
Dapat digunakan sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil dalam menyusun perencanaan program promosi kesehatan dalam upaya perbaikan gizi masyarakat di Kabupaten Aceh Singkil.
Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tradisi Badapu Badapu berasal dari kata dapur yang artinya “naik dapur”. Pada masyarakat
pinggiran (pedesaan), ibu setelah melahirkan akan ditempatkan di dapur, dengan membuatkan bale-bale berukuran 1x2m sebagai tempat tidur dan disampingnya dibuat tungku dengan bahan bakar dari kayu jenis tertentu. Pada masyarakat perkotaan, ibu nifas masih melaksanakan tradisi badapu dengan cara tidur di kamar dan tungku diganti dengan kompor.
Tradisi Badapu merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan bagi seorang ibu setelah melahirkan dimulai dari hari ke tujuh sampai hari ke enam puluh (untuk kelahiran anak pertama ) dan hari ke empat puluh (untuk kelahiran anak selanjutnya ). 2.1.1 Tahapan Tradisi Badapu.
Beberapa ritual yang harus dijalankan oleh ibu nifas saat menjalakan tradisi Badapu, yaitu memanaskan tubuh ibu pada pagi dan sore hari dengan nyala api tungku atau kompor, memulihkan kondisi perut ibu pasca melahirkan dengan menggunakan batu bata atau kelapa muda yang sudah dipanaskan di tungku lalu dibungkus dengan kain dan daun mengkudu, lalu diletakkan di atas perut ibu, setelah dingin dipanaskan kembali demikian seterusnya, memulihkan alat genital ibu dengan menggunakan batu kecil kira-kira sebesar batu bola pimpong yang dipanaskan dalam abu tungku, lalu dibungkus dengan kain dan daun kunyit kemudian ditempelkan pada vagina, setelah dingin dipanaskan kembali demikian seterusnya.
8

Universitas Sumatera Utara

9
Pada saat menjalankan tradisi Badapu, ibu nifas dilarang mengonsumsi beberapa jenis bahan makanan seperti : telur, kerang, udang, ikan tongkol, susu, pepaya , pisang, nenas, dan cabe. Sedangkan bahan makanan yang boleh dikonsumsi seperti : ikan segar, ikan teri dan ikan asin yang cara pengolahannya dengan cara digoreng kering, dibakar atau digongseng. Sedangkan jenis sayuran yang bisa dikonsumsi seperti : daun singkong, dan daun papaya yang dimasak dengan cara direbus. Karena adanya pembatasan terhadap konsumsi air, maka sayur yang direbus airnya diperas sehingga hanya mengandung sedikit air saja.
Sehubungan dengan pembatasan konsumsi air ibu nifas tidak diperbolehkan minum air putih namun meminum air yang khusus diramu. Setiap pagi ibu nifas meminum “minuman mentah” yang terbuat dari campuran daun-daunan seperti : daun papaya, daun nenas, daun inay/pacar dan lain-lain kemudian diremas dan diambil airnya kemudian dicampur dengan kunyit, jahe, jeruk nipis dan madu. Jenis minuman mentah tersebut setiap tiga hari diganti dan dibuat minuman mentah yang baru yang terbuat dari jenis daun-daunan yang berbeda. Sebagai pengganti air putih ibu nifas diberikan “minuman periuk” yaitu rebusan beberapa macam daun-daun kayu yang dicampur dengan rempah-rempah. Minuman periuk tersebut hanya untuk tiga hari saja setiap dimasak dan kemudian diganti dengan air rebusan yang baru. Demikian hal ini dilakukan secara terus menerus sampai 60 hari untuk kelahiran pertama dan selama 40 hari untuk kelahiran selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara

10
2.1.2 Beberapa Faktor Resiko Tradisi Badapu dari Sudut Pandang Gizi dan Kesehatan Pada saat melakukan tradisi Badapu ibu dipanaskan dengan menggunakan
kayu bakar ataupun kompor serta melakukan pantang makan pada bahan makanan tertentu seperti : telur, kerang, udang, ikan tongkol, susu, papaya, pisang, nenas dan cabe serta hanya mengonsumsi jenis sayuran seperti daun singkong, daun papaya dan daun katu serta ikan asin, ikan teri dan ikan segar yang dianggap tidak menimbulkan efek gatal atua alergi pada ibu nifas. Bahan makanan tersebut diolah hanya dengan digoreng kering ataupun digongseng dan sayur hanya direbus dan diperas/dibuang airnya untuk mengurangi konsumsi cairan. Hal ini dapat memberikan beberapa dampak bagi kesehatan ibu, berikut adalah beberapa faktor yang mempunyai resiko pada kesehatan dilihat dari sudut pandang gizi dan kesehatan : 1. Anemia
Dalam hal ini salah satu akibat dari tabu atau pantang makan yang sering terjadi adalah anemia dimana kadar hemoglobin ibu nifas berada dibawah batas normal. Hal ini terjadi karena kurangnya asupan zat gizi seperti protein, besi, asam folat dan Vitamin B12. Secara umum ada tiga faktor penting yang menyebabkan seseorang menjadi anemia, yaitu kehilangan darah karena perdarahan akut/kronis, pengrusakan sel darah merah, dan produksi sel darah merah yang tidak cukup (Adriani & Wirjatmadi, 2012).
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Deri (2009) di Kecamatan Singkil di temui pada ibu yang melakukan tradisi Badapu mengalami anemia dengan
Universitas Sumatera Utara

11
kadar hemoglobin 9,01 g/dl, jumlah ini berada dibawah standart yang ditetapkan oleh WHO sebesar 11 g/dl.
Anemia terjadi karena ibu nifas kurang mengonsumsi Fe. Zat besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi-hem seperti terdapat dalam hemoglobin makanan hewani, dan besi-nonhem dalam makanan nabati. Bentuk besi didalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi-hem dapat diserap dua kali lipat dari pada besi-nonhem. Kurang lebih 40% dari besi didalam daging, ayam dan ikan terdapat sebagai besi-hem dan selebihnya sebagai besi-nonhem. Besi-nonhem juga terdapat didalam telur, serealia, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah-buahan (Almatsier, 2006). Ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu sangat kurang mengonsumsi jenis bahan makanan yang mengandung besi-hem. 2. Menghambat proses penyembuhan luka perineum.
Pada proses penyembuhan luka perineum yang normal adalah 6-7 hari post partum. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ibu nifas ternyata memiliki kebiasaan makanan yang kurang baik, seperti berpantang makan, makanan yang dimakan juga tertentu, khususnya lauk atau makanan yang berprotein (Rismawanti & Yulidawati 2012).
Ibu nifas yang tidak terpenuhi gizinya pada masa nifas dapat menurunkan asupan gizi ibu yang akan berpengaruh terhadap penyembuhan luka perenium. Pantang makan pada tradisi Badapu tidak sesuai dengan anjuran untuk mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, sayuran dan buah yang mengandung vitamin dan mineral, protein hewani, protein nabati serta banyak minum (3 liter) setiap hari. Asupan gizi ibu yang tidak terpenuhi dalam waktu lama dapat berakibat
Universitas Sumatera Utara

12
buruk terhadap kesehatan dan angka kesakitan ibu. Kecukupan zat gizi sangat berperan dalam proses penyembuhan luka. Tahapan penyembuhan luka memerlukan protein sebagai dasar untuk pembentukan fibrolast dan terjadinya kolagen, disamping elemen-elemen lain yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka seperti Vitamin C yang berperan dalam proses kecepatan penyembuhan luka. Vitamin A berperan dalam pembentukan epitel dan system imunitas. Vitamin A dapat meningkatkan jumlah monosit, makrofag di lokasi luka, mengatur aktifitas kolagen dan meningkatkan reaksi tubuh pada fase inflamasi awal. Zat gizi lain yang berperan yaitu Vitamin E yang merupakan antioksidan lipopilik utama dan berperan dalam pemeliharaan membrane sel, menghambat terjadinya peradangan dan pembentukan kolagen yang berlebih. Asam lemak esensial juga penting dalam proses penyembuhan luka karena tidak bisa disintesa dalam tubuh sehingga harus didapatkan dari makanan atau suplemen. Peranan asam lemak ini adalah mengurangi peradangan, mengurangi pengentalan sel-sel yang tidak normal.
Pada ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu asupan proteinnya juga kurang karena ibu nifas hanya mengonsumsi bahan makanan sumber protein yang sangat terbatas yaitu biasanya hanya mengonsumsi ikan saja tanpa mengonsumsi sumber protein hewani lainnya dan jenis protein nabati. Padahal konsumsi protein sangat penting pada ibu nifas untuk mengganti jaringan yang telah rusak dan mengatur proses metabolism.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rismawanti dan Yulidawati (2012) bahwa ibu nifas di Klinik Bersalin Khairunisa Riau yang mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang dapat mempercepat penyembuhan luka perenium,
Universitas Sumatera Utara

13
karena salah satu faktor yang mempengaruhi luka perenium adalah status gizi yang selain faktor lingkungan, tradisi, pengetahuan, sosial ekonomi dan penangan petugas kesehatan. 3. Menghambat proses produksi ASI
Ibu setelah melahirkan (nifas) secara fisiologis membutuhkan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan dengan wanita dewasa. Hal ini karena ibu nifas membutuhkan gizi yang lebih yang berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses produksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
ASI merupakan pangan kompleks yang mengandung zat-zat gizi lengkap dan bahan-bahan bioaktif yang diperlukan untuk tumbuh kembang dan pemeliharaan kesehatan bayi (Almatsier, 2011)
Energi dan bahan gizi yang dimakan oleh sebagian besar ibu menyusui dinegara-negara yang sedang berkembang berada jauh dibawah RDA. Sekarang terbukti bahwa rata-rata wanita dinegara-negara industri juga makan makanan yang kurang dari pemikiran yang secara teori harus ditemui (Adriani & Wirjatmadi, 2012 ).
Akan tetapi karena diharuskan melakukan tradisi badapu, maka ibu nifas mengikuti aturan-aturan yang ada berupa pembatasan terhadap beberapa jenis makan yang boleh dimakan. Akibat pembatasan tersebut, makanan yang dikonsumsi ibu nifas tidak memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Hal ini mempengaruhi status gizi ibu yang secara tidak langsung akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan bayinya yang sangat membutuhkan ASI yang baik dan bergizi dari ibu untuk membantu proses optimal dari seribu hari pertama kehidupannya.
Universitas Sumatera Utara

14
4. Pengaruh asap terhadap kesehatan ibu dan bayi. Pada saat melaksanakan tradisi Badapu pemanasan yang dilakukan kepada ibu
nifas dilakukan dengan menggunakan kayu bakar dan pada masyarakat perkotaan dilakukan dengan menggunakan kompor. Penggunaan kayu bakar dan kompor menghasilkan asap yang dapat membahayakan kesehatan bagi ibu dan bayi.
Asap mengandung gas CO dan keberadaan gas CO sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia karena gas tersebut akan menggantikan posisi oksigen yang berkaitan dengan hemoglobin dalam darah. Gas CO yang akan masuk kedalam jantung, otak serta organ vital. Ikatan antara CO dan hemoglobin membentuk karboksihemoglobin yang jauh lebih kuat 200 kali dibandingkan dengan ikatan antara oksigen dan hemoglobin (BPOM, 2012)
WHO menganggap asap kompor yang kotor sebagai salah satu dari lima bahaya terbesar bagi kesehatan di Negara berkembang. Asap menewaskan hampir dua juta orang per tahun, dua kali jumlah orang yang meninggal akibat malaria (Antara, 2012).
Pemerintah juga sudah mengantisipasi bahaya kesehatan disebabkan asap dengan mengelurkan Peraturan Mentri Kesehatan tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah. Permenkes No. 1077/Menkes/Per/V/2011 pasal 3 meliputi persyaratan kualitas udara dalam ruang rumah, faktor resiko dan upaya penyehatan udara dalam ruang rumah serta tata laksana pengawasan kualitas udara dalam ruang rumah.
Universitas Sumatera Utara

15
2.2 Budaya Pangan Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan dikonsumsi
seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Madanijah, 2004). Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makana yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu.
Menurut Adriani dan Wirjatmadi (2012) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola konsumsi antara lain faktor budaya, agama dan kepercayaan, status sosial ekonomi, personal performance, rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang dan kesehatan.
Konsumsi Makanan Preferensi Makanan

Karakteristik Individu

Karakteristik Makanan

Karakteristik Lingkungan

a.umur b.jenis kelamin c.pendidikan d.pendapatan e.pengetahuan gizi f.keterampilan
memasak g.kesehatan

a.rasa b.rupa c.tekstur d.harga e.tipe makanan f.bentuk g.bumbu h.kombinasi
makanan

a.musim b.pekerjaan c.mobilitas d.perpindahan
penduduk e.jumlah
rumah tangga f.tingkat sosial
pada masyarakat

Gambar 2.1 Model Studi Preferensi Konsumsi Makanan.

Menurut Sanjur (1982) ada tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumsi

makanan, yaitu : karakteristik individu, karakteristik makanan, dan karakteristik

Universitas Sumatera Utara

16
lingkungan. Suatu model atau kerangka pemikiran diperlukan untuk menelaah konsumsi makanan kaitannya dengan berbagai karakteristik tersebut, serta hubungan antar karakteristik itu sendiri.
Dalam aspek gizi, tujuan mengkonsumsi makanan adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi makanan dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran kualitatif dilakukan dengan melihat jenis-jenis makanan tersebut. Pengukuran kuantitatif dilakukan dengan menggunakan recall konsumsi makanan jangka waktu tertentu dan metode penimbangan, yaitu pengukuran secara langsung pada berat setiap jenis makanan yang dikonsumsi. Pola konsumsi makanan bermutu gizi seimbang mensyaratkan perlunya diverisifikasi makanan dalam menu sehari-hari. Ini berarti menuntut adanya ketersediaan sumber zat tenaga (karbohidrat dan lemak), sumber zat pembangun (protein), dan sumber zat pengatur (vitamin dan mineral). Makanan yang beraneka ragam sangat penting karena tidak ada satu jenis makanan yang dapat menyediakan gizi bagi seseorang secara lengkap (Khomsan, 2004). Konsumsi makanan yang beranekaragam, akan menghindari terjadinya kekurangan zat gizi, karena susunan zat gizi pada makanan saling melengkapi antara satu jenis dengan jenis lainnya, sehingga diperoleh masukan zat gizi seimbang (Depkes RI, 2003).
Budaya pangan adalah kegiatan suatu keluarga, suatu kelompok masyarakat, suatu Negara atau suatu bangsa mempunyai pengaruh yang kuat dan lestari trhadap apa, kapan dan bagaimana penduduk makan. Kebanyakan tidak hanya menentukan jenis pangan apa, tertuju untuk siapa, dan dalam keadaan bagaimana pangan tesebru dimakan (Suhardjo, 1988)
Universitas Sumatera Utara

17
Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun temurun untuk mencari, memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan dan cara-cara makan. Adat tradisi merupakan dasar prilaku tersebut, yang biasanya sekurang-kurangnya dalam beberapa hal berbeda diantara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain. Nilai-nilai sikap, kepercayaan yang ditentukan budaya, merupakan kerangka kerja dimana cara makan dan daya terima terhadap makanan terbentuk, yang dijaga dengan seksama dan diajarkan dengan tekun kepada generasi berikutnya (Notoadmojo, 2005).
Ada pula penduduk di Negara-negara Asia yang mempunyai kepercayaan bahwa makanan yang mengandung protein hewani menyebabkan ASI beracun bagi bayinya. Kepercayaan terhadap suatu pangan tertentu yang berpengaruh baik atau buruk pada manusia tidak saja ditemukan pada masyarakat di negara-negara yang sudah berkembang tetapi juga dijumpai di negara-negara maju yang teknologinya sudah berkembang. Olson (1958) yang dikutip oleh Suhardjo (1988) mengemukakan tentang adanya beberapa macam kebudayaan di Amerika antara lain :
Percaya bahwa pangan tunggal seperti yogurt, gula, coklat, royal jelly mempunyai kekuatan dalam meningkatkan kesehatan dan vitalitas diluar nilai kandungan zat gizinya. Percaya bahwa pangan yang diproduksi dengan menggunakan pupuk kimia dapat menurunkan nilai gizi pangan yang bersangkutan. Percaya bahwa fortifikasi zat gizi pada pangan tertentu memberikan manfaat yang baik bagi tubuh.
Universitas Sumatera Utara

18

Percaya makanan seperti pisang, tomat dan telur yang sangat baik bagi penyembuhan penyakit atritis, kanker, kencing manis, hipertensi, kegemukan dan penyakit lainnya. Pola makan pada dasarnya merupakan konsep budaya bertalian dengan makanan yang banyak dipengaruhi oleh unsur sosial budaya yang berlaku dalam kelompok masyarakat itu, seperti nilai sosial, norma sosial dan norma budaya bertalian dengan makanan, makanan apa yang dianggap baik dan tidak baik (Sediaoetama, 1999).

Apa yang dipikirkan, diketahui, dirasakan menjadi persepsi orang tentang makanan
Apa yang dilakukan, mengapa dilakukan, dipraktekkan orang tentang makanan

Kebiasaan makan dalam : -Masyarakat -Rumah tangga -Individu
Pola konsumsi makanan didalam : -Masyarakat -Rumah tangga -Individu

Ketersediaan Bahan
Lingkungan ekologi
Lingkungan kependudukan
Lingkungan ekonomi

Status Gizi
Gambar 2.2 Faktor-faktor sosial dan budaya yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan dalam masyarakat, rumah tangga dan individu.
Kebiasaan makan juga dipengaruhi oleh lingkungan (ekologi, kependudukan, ekonomi) dan ketersediaan bahan makanan. Pola konsumsi makan yang dipengaruhi

Universitas Sumatera Utara

19
kebiasaan makan memiliki hubungan yang erat dengan status gizi seperti terlihat pada kerangka diatas : (Susanto, dkk, 1987)
Faktor sosial budaya yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan dalam masyarakat, rumah tangga dan individu menurut Koentjaraningrat (1985) meliputi apa yang dipikirkan, diketahui dan dirasakan menjadi persepsi orang tentang makanan dan apa yang dilakukan, dipraktekkan orang tentang makanan.
Tradisi Badapu sangat erat dengan budaya yang sangat menetukan jenis makanan yang harus dikonsumsi oleh ibu nifas. Kebudayaan sangat menetukan kapan seseorang boleh atau tidak boleh makan suatu makanan (food taboo). Oleh karena itu budaya mempengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis pangan, persiapan serta penyajian pangan. Apa bila konsumsi makanan sehari-hari kurang beraneka ragam maka akan timbul ketidak seimbangan antara masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat. Dengan mengonsumsi salah satu jenis makanan akan memenuhi keunggulan susunan zat gizi jenis makanan yang lain, sehingga diperoleh zat gizi yang seimbang. Jadi untuk memenuhi zat gizi yang seimbang harus dipenuhi dari beragam jenis makanan yang bergizi.
Ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu sangat dibatasi juml;ah dan jenis konsumsi pangannya sehingga kebutuhan gizi seimbang ibu nifas tidak dapat terpenuhi dengan baik dan dapat mempengaruhi status gizi ibu.
Tradisi Badapu yang dilakukan di kabupaten Aceh Singkil, ternyata juga dilakukan di daerah lain di provinsi Aceh yang disebut Madeung dan pada Negara
Universitas Sumatera Utara

20
lain seperti Malaysia, yang memiliki budaya hampir menyerupai Indonesia juga melakukan tradisi seperti ini ( Deri, 2009 ).
Masyarakat suku Dayak Sanggau menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprabowo (2006) mengatakan bahwa makanan yang baik untuk ibu nifas adalah makan nasi dicampur garam dan sayur daun bungkal, selain itu dapat ditambah ikan asin atau ikan teri. Mereka juga minum minuman yang berupa ramuan-ramuan yang terbuat dari campuran tuak, liak (jahe) dan gula dengan tujuan agar badan hangat sehingga darah beku dapat cepat keluar dan air susu lancar, selain itu ada juga yang minum kopi agar badan hangat dan tidak lemah. Ibu nifas juga melakukan pemulihan dengan memberikan bedak pada perut ibu yang terbuat dari kunyit, liak dan kencur dengan tujuan agar kandungan cepat kembali muda.
Berdasarkan pendapat Elroy dan Townsend yang dikutip oleh Deri (2009) yang membahas hasil studi Christi Wilson, seorang antropolog nutrisi yang melaukan studi di Rumuda, sebuah desa berpenduduk 600 orang di timur laut Malaysia, sesaat setelah melahirkan wanita melayu dianjurkan memulai membatasi makanan. Bukannya menghindari sumber protein hewani, mereka mengurangi konsumsi buah dan sayuran selama kira-kira enam minggu. Pola ini menggambarkan bahwa di Malaysia menganggap kualitas panas dan dingin dihubungkan dengan makanan, obat dan tingkat kerapuhan. Untuk melindungi kesehatan sang ibu mereka tidur di panggung kayu yang disebut dengan “ pembaringan perapian” berada diatas api kayu kecil. Sepanjang hari mereka istirahatbeberapa saaat di panggung juga tetap melakukan aktifitas seperti biasanya. Karena buah dan sayuran dianggap sebagai makanan “dingin” maka kalau dikonsumsi akan mengakibatkan ketidak seimbangan,
Universitas Sumatera Utara

21
jadi harus dihindari. Selama empat puluh ahri pemanasan, ibu diperbolehkan makan nasi dan ikan dengan lada hitam yang merupakan bahan pokok di desa-desa nelayan melayu.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Arifah (2012) pada masyarakat di Kabupaten Sukoharjo bahwa ibu nifas dilarang mengonsumsi banyak air karena akan membuat luka ja

Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia 40-50 Tahun Tentang Menopause Di Wilayah Kerja Puskesmas Sigumpar Kabupaten Toba Samosir Tahun 2010

5 62 89

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Gangguan Kesehatan Reproduksi Akibat Merokok Di kelurahan Sibuluan Indah Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2008

4 57 116

Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil

3 33 107

Gambaran Perilaku Kepuasan Peserta BPJS dalam Pemanfaatan Layanan Kesehatan Di Puskesmas Singkil Utara Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2016

0 0 20

Gambaran Perilaku Kepuasan Peserta BPJS dalam Pemanfaatan Layanan Kesehatan Di Puskesmas Singkil Utara Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2016

2 2 2

Gambaran Perilaku Kepuasan Peserta BPJS dalam Pemanfaatan Layanan Kesehatan Di Puskesmas Singkil Utara Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2016

0 0 12

Gambaran Perilaku Kepuasan Peserta BPJS dalam Pemanfaatan Layanan Kesehatan Di Puskesmas Singkil Utara Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2016

0 0 42

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

0 0 20

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

0 0 7

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

0 0 13