Gambaran Perilaku Kepuasan Peserta BPJS dalam Pemanfaatan Layanan Kesehatan Di Puskesmas Singkil Utara Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Perilaku

2.1.1 Defenisi Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan
respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun
dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir,
berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono, 2007).
Dipandang dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau
aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bisa dilihat, sedangkan perilaku
manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri
yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, membaca dan sebagainya, sehingga dapat disimpulkan bahwa
perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,

2010).
Setiap manusia akan bertindak dan bertingkah laku untuk berinteraksi
dengan makhluk lain, hakikat manusia sebagai makhluk sosial akan selalu
membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Perilaku manusia ditujukan
sebagai tanda pengenal dirinya sebagai makhluk sosial yang senantiasa ingin

Universitas Sumatera Utara

berhubungan dengan orang lain. Perilaku manusia yang satu dengan yang lainnya
tidak

bisa

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

disamakan, karena pribadi manusia merupakan hal yang sangat unik dan berkembang
sesuai dengan bakat dan potensinya masing-masing.
Karakteristik perilaku menurut Purwanto (2009) dibedakan menjadi 2 yaitu

perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku
tertutup (covert behavior) adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan
menggunakan alat atau metode tertentu misalnya berpikir, berkhayal, sedih,
bermimipi, dan takut. Sedangkan perilaku terbuka (overt behavior) adalah perilaku
yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu misalnya seorang
ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anggotanya ke puskesmas untuk
diimunisasi, atau seseorang yang melakukan pengobatan penyakit ke fasilitas
kesehatan yang tersedia.
Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan
rangsangan.
2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak
perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam
tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat
non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku
manusia. Lingkungan ini merupakan keadaan masyarakat dan segala budidaya
masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkret berupa perbuatan terhadap
situasi dan rangsangan dari luar (Notoadmodjo, 2010).


Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Determinan Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat
tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan,
faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi 2 macam yakni:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yangbersangkutan
yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkatkecerdasan, tingkat emosional,
jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan, baiklingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas
penghayatan dan aktifitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultante
antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal.
Bloom (1998) sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2010) seorang ahli
psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu kedalam 3 karakteristik, ranah
atau kawasan yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.

Perilaku manusia menurut Purwanto (2009) terdapat banyak macamnya yaitu:
1) Perilaku refleks
Perilaku refleks merupakan perilaku yang dilakukan manusia secara otomatik.
Contohnya : mengecilkan kelopak mata, menaikkan bahu ketika bernafas,
menganggukan kepala ketika menandakan persetujuan, dan menggelengkan kepala
ketika menunjukkan penolakan.

Universitas Sumatera Utara

2) Perilaku refleks bersyarat
Merupakan perilaku yang muncul karena adanya rangsangan tertentu.
3) Perilaku yang mempunyai tujuan
Disebut juga perilaku naluri.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi perilaku negatif seseorang
dapat dilakukan dengan :
1. Peningkatan peranan keluarga terhadap perkembangan dari kecilhingga dewasa.
2. Peningkatan status sosial ekonomi keluarga.
3. Menjaga keutuhan keluarga.
4. Mempertahankan sikap dan kebiasaan sesuai dengannorma yang disepakati.
5. Pendidikan keluarga yang disesuaikan dengan status anggota keluarga baik itu

anggota tunggal, anggota tiri, dan lain-lain.
Menurut Skinner seorang ahli psikologi yang dikutip Notoatmodjo (2010)
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsang dari luar). Dalam teori Skinner ada 2 (dua) respon, yaitu:
1. Respondent respon atau flexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsanganrangsangan (stimulus tertentu). Stimulus semacam ini disebut eleciting
stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang

ini disebut

reinforcing stimulation atau reinforcer karena

memperkuat respon.
2.1.3 Domain Perilaku

Universitas Sumatera Utara

Lawrence Green dalam Mandy (2010) menganalisis bahwa perilaku

dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain
sikap, pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai tradisi, persepsi berkenaan
dengan motivasi seseorang untuk bertindak.
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor pemungkin mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya yang
dibutuhkan untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan, personalia atau petugas yang tersedia, klinik atau sumber daya
yang hampir sama. Faktor pemungkin ini juga menyangkut keterjangkauan berbagai
sumber daya, biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam buka dan sebagainya.
c. Faktor Penguat/Pendorong (Reinforcing Factors)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan memperoleh
dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja bergantung pada tujuan dan jenis
program atau kegiatan yang dilakukan. Di dalam pendidikan pasien, penguat berasal
dari perawat, dokter, pasien lain, dan sebagainya. Apakah penguat itu positif atau
negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan. Misalnya pada
pendidikan kesehatan sekolah di tingkat sekolah lanjutan tingkat atas, yang
penguatnya datang dari teman sebaya, guru, dan pejabat sekolah. Penelitian tentang
perilaku remaja menunjukkan bahwa perilaku penggunaan obat di kalangan remaja

sangat dipengaruhi oleh dorongan teman-teman, terutama teman dekat. Begitupun

Universitas Sumatera Utara

dengan anggota komunitas perilaku yang mudah ditiru ialah perilaku dari orang
terdekat, seperti anggota komunitas yang lain, teman sebaya, dan sebagainya.
Seorang pengguna BPJS yang tidak mau menggunakan kartu BPJS yang
dimiliki untuk mendapatkan layanan kesehehatan difasilitas kesehatan disebabkan
karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat dari kepesertaan sebagai
pemiliki kartu BPJS (Predisposing Factors). Tetapi barangkali juga karena rumahnya
jauh dari fasilitas kesehatan tempat pelayanan kesehatan diberikan atau peralatan
yang tidak lengkap (Enabling Factors). Sebab lain mungkin karena para petugas
kesehatan ataustakeholderlain disekitarnya tidak pernah memberikan contoh
ataupunpenyuluhan tentang pemanfaatan kartu BPJS untuk mendapatkan layanan
kesehatan di fasilitas kesehatan (Reinforcing Factors).
Cara mengukur perilaku ada 2 cara (Notoatmodjo, 2010) yaitu:
1. Perilaku dapat diukur secara langsung yakni wawancara terhadap kegiatankegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall).
2. Perilaku yang diukur secara tidak langsung, yakni dengan mengobservasi
tindakan atau kegiatan responden.
2.1.4 Pembentukan Perilaku

Pembentukan perilaku menurut Ircham (2005) ada beberapa cara, diantaranya:
1. Kebiasaan (Conditioning)
Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan conditioning atau
kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan
akhirnya akan terbentuklah perilaku.
2. Pengertian (Insight)

Universitas Sumatera Utara

Pembentukan perilaku yang didasarkan atas teori belajar kognitif yaitu belajar
disertai dengan adanya pengertian.
3. Menggunakan Model
Cara ini menjelaskan bahwa domain pembentukan perilaku pemimpin dijadikan
model atau contoh oleh yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori belajar
sosial (social learning theory) atau observational learning theory oleh Bandura
(1977).
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme
atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini
berbentuk 2 macam (Dewi, 2010) yakni:
1. Bentuk Pasif

Respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin
dan pengetahuan.
2. Bentuk Aktif
Perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung, oleh karena perilaku mereka
ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata disebut overt behavior.

2.1.5 Teori Terjadinya Perilaku
Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan
lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku manusia didorong oleh motif
tertentu sehingga manusia berperilaku (Ircham, 2005).
Teori perilaku menurut Ircham, antara lain:

Universitas Sumatera Utara

1. Teori Insting
Menurut Mc Dougal (2008) perilaku itu disebabkan karena insting. Insting
merupakan perilaku yang innate atau perilaku bawaan dan akan mengalami
perubahan karena pengalaman.
2. Teori Dorongan (Drive Theory)

Teori ini bertitik tolak pada pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai
dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan itu berkaitan dengan
kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku.
3. Teori Insentif (Incentive Theory)
Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan
karena adanya insentif, dengan insentif akan mendorong organisme berperilaku.
Insentif atau reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement
yang positif adalah berkaitan dengan hadiah dan akan mendorong organisme berbuat
atau berperilaku.
4. Teori Atribusi
Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah itu
disebabkan oleh disposisi internal (misal motif, sikap) atau oleh keadaan eksternal.

2.1.6 Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari
pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di
dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik. Penginderaan terjadi

Universitas Sumatera Utara


melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).
Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah
yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun
melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan
baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan
yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan
masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.
2.1.7 Perilaku dalam Bentuk Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi yang

bersifat

emosional terhadap stimulus sosial

(Notoatmodjo, 2010).
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon
(secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap
mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan
sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman
yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah
sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.

Universitas Sumatera Utara

Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan
tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan
diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta
tekanan dari kelompok sosialnya.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat,
tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Allport (1954)
dalam Notoadmojo (2010), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen
pokok yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan
itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)

Universitas Sumatera Utara

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu
yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan
tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif
terhadap gizi anak.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi.
Ciri-ciri sikap adalah :
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini
membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau
kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula
sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan
syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau
berubah senantiasa.
4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.

Universitas Sumatera Utara

5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang
membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki orang (Purwanto (1999) dalam Notoamojo, 2005).
Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :
1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat
communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula
menjadi milik bersama.
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Seseorang tahu bahwa tingkah laku anak kecil
atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya.
Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada orang dewasa
dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi
secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai
perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu
yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau
penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri
sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang,
tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera,
keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan
bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar
sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang
berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi juga manusia

Universitas Sumatera Utara

memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua
pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian
seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang
mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek
tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap
sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap seseorang, kita
harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut. Dengan
mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap
tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut
(Purwanto, 2009).
2.1.8 Perilaku dalam Bentuk Tindakan
Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya
sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang
memungkinkan (Notoatmodjo, 2010). Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.
3. Mekanisme (Mechanism)

Universitas Sumatera Utara

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik
tingkat tiga.
4. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
2.2

Perilaku Kesehatan
Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner, perilaku kesehatan adalah suatu

respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta
lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok (Notoatmodjo, 2007).
1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)
Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance) adalah perilaku atau
usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan
usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan
kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu
a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu
dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu

Universitas Sumatera Utara

orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang
seoptimal mungkin.
c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara
serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya makanan dan
minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan
dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang
terhadap makanan dan minuman tersebut.
2) Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau
sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.Menurut
Suchman

dalam Muzaham (2005), memberikan batasan perilaku sakit sebagai

tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak (discomfort) atau rasa sakit sebagai
akibat dari timbulnya gejala tertentu. Suchman menganalisa pola proses pencarian
pengobatan dari segi individu maupun pola proses pencarian pengobatannya,
terhadap lima macam reaksi dalam proses mencari pengobatan. Shoping adalah
proses mencari alternatif sumber pengobatan yang menemukan seseorang yang dapat
memberikan diagnosa atau pengobatan sesuai dengan harapan si sakit.
a. Figmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada
lokasi yang sama. Contoh : Berobat ke dokter, sekaligus ke sinse dan dukun.
b. Procrastination adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala
penyakitnya sudah dirasakan.

Universitas Sumatera Utara

c. Self medication ialah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan
atau obat – obatan yang dinilainya tepat baginya.
d. Discontinuity adalah penghentian proses pengobatan.
Dalam menentukan reaksi/tindakan sehubungan dengan gejala penyakit yang
dirasakannya, menurut suchman individu berproses melalui tahap-tahap yaitu,tahap
pengenalan gejala, tahap asumsi peran sakit,tahap kontak dengan pelayanan
kesehatan, tahap ketergantungan si sakit, tahap penyembuhan atau rehabilitasi.
3) Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya.Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya
sehingga

tidak

mengganggu

kesehatannya

sendiri,

keluarga

atau

masyarakatnya.Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya
perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para
petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang-undang kesehatan
untuk memperkuat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010).
2.3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
2.3.1 Defenisi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS)
Dalam

buku

berupaperlindungan

Yustika
kesehatan

(2014),
agar

Jaminan

Kesehatan

peserta

adalah

memperoleh

jaminan
manfaat

pemeliharaankesehatan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
yangdiberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya

Universitas Sumatera Utara

dibayaroleh pemeritah. Bahkan jaminan kesehatan ini juga berlaku bagi orang
asing(WNA) yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia dan telah
membayariuran. Kepersertaan jaminan kesehatan bersifat wajib dan dilakukan
secarabertahap, sehingga mencangkup seluruh penduduk.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik
yang bertanggungjawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan program
jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 bulan di indonesia. (UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) yang di selenggarakan dengan menggunakan mekanisme
asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak di berikan kepada setiap orang
yang membayar iur atau iurannya dibayar oleh pemerintah (UndangoUndang U
No.40 Tahun 2004 tentang SJSN).
Kedua badan tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk
memenuhi hak setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program
jaminan yang bertujuan untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam
menyelenggarakan program jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk
Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang
jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas
tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja
kedua BPJS tersebut secara transparan.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 PrinsipPenyelenggaraandanPelayananKesehatanPasienBPJS
Prinsip dasar BPJS adalah sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh UU
SJSN Pasal 19 ayat 1 yaitu jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Maksud prinsip asuransi sosial adalah :
a. Kegotongroyongan antara si kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan
muda, serta yang beresiko tinggi dan rendah.
b. Kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif.
c. Iuran berdasarkan presentase upah atau penghasilan.
d. Bersifat nirlaba.
Sedangkan prinsip ekuitas adalah kesamaan dalam memperoleh pelayanan
sesuai dengan kebutuhan medis yang terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan.
Kesamaan memperoleh pelayanan adalah kesamaan jangkauan finansial ke pelayanan
kesehatan yang merupakan bagian dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan
masuk dalam program pemerintah padatahun 2014.
Manfaat jaminan kesehatan BPJS berdasarkan pelayanan kesehatanrujukan
tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan :
1) Administrasi pelayanan.
2) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialis oleh dokter spesialis
dansubspesialis.
3) Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun nonbedah sesuai denganindikasi
medis.
4) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.

Universitas Sumatera Utara

5) Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis.
6) Rehabilitasi medis.
7) Pelayanan darah.
8) Pelayanan kedokteran forensic.
9) Pelayanan jenazah di failitas kesehatan
Manfaat jaminan kesehatan menurut Pepres 12/2013 pasal 20 yaitu :
1) Bersifat

pelayanan

kesehatan

perorangan,

mencangkup

pelayanan

promotif,preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan obat, bahan medis habis
pakaisesuai dengan indikasi medis yang diperlukan.
2) Manfaat jaminan kesehatan terdiri atas manfaat medis dan manfaat nonmedis.
3) Manfaat medis tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan.
4) Manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi dan ambulans.
5) Manfaat akomodasi ditentukan berdasarkan skala besaran iuran yangdibayarkan.
6) Ambulans diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengankondisi
tertentu yang ditetapkan oleh BPJS.
2.3.3 Pemb at asan Pelayanan Kesehatan BPJS
Adapun pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan yaitu
:
1) Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimanadiatur
dalam peraturan yang berlaku.
2) Pelayanan

kesehatan

yang

dilakukan

di

fasilitas

kesehatan

yang

tidakbekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat.
3) Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaankerja

Universitas Sumatera Utara

terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungankerja.
4) Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program kecelakaan lalu lintas
yangbersifat

wajib

sampai

nilai

yang

ditanggung

oleh

program

jaminankecelakaan lalu lintas.
5) Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
6) Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik.
7) Pelayanan untuk mengatasi infertilitas.
8) Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi)
9) Gangguan kesehatan atau penyakit akibat ketergantungan obat dan ataualkohol.
10) Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau melakukanhobi
yang membahayakan diri sendiri.
11) Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur,shin
she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaianteknologi
kesehatan (health technology assement).
12) Pengobatan

dan

tindakan

medis

yang

dikategorikan

sebagai

percobaan(eksperimen).
13) Alat kontrosepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu.
14) Perbekalan kesehatan rumah tangga.
15) Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadianluar
biasa atau wabah.
16) Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian yang tak diharapkan yang
dapatdicegah (Preventable Adverse Event).
17) Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan manfaatjaminan

Universitas Sumatera Utara

kesehatan yang diberikan.
2.4

PerananBPJS terhadapMasyarakat sebagai Peserta
Dalam pasal 5 ayat (2) UU No.24 Tahun 2011 disebutkan fungsi BPJS

adalah :
b. Berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
c. Berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan kecelakaan kerja,
program jaminan kematian, program jaminan pensiun dan jaminan hati tua.
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:
a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta.
b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja.
c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah.
d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta.
e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial.
f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan program jaminan sosial.
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan
pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima
bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan dana jaminan Sosial, pembayaran
manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi
dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Tugas

Universitas Sumatera Utara

pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima
pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.
2.5

Pelayanan Kesehatan

2.5.1 Defenisi Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Chayati, 2009 dalam Leviana,
2013).
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang
tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah

penyakit

dengan sasaran utamanya adalah masyarakat. Karena ruang lingkup pelayanan
kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka peranan
pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat umumnya
adalah besar (Azwar, 2010).
2.5.2 Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan
Menurut pendapat Hodgetts dan Cacio (2003) bentuk dan jenis pelayanan
kesehatan adalah :
1. Pelayanan Kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran
ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi (institution), tujuan umumnya untuk
perseorangan dan keluarga.

Universitas Sumatera Utara

2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kesehatan
masyarakat ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya bersama-sama
dalam suatu organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasaran utamanya untuk kelompok dan
masyarakat. Sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan
masyarakat, namun untuk disebut sebagai pelayanan kesehatan yang baik, keduanya
harus memiliki persyaratan pokok, syarat pokok yang dimaksud yang dimaksud
adalah :
a. Tersedia dan berkesinambungan; syarat pokok pertama pelayanan kesehatan
yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta
bersifat berkesinambungan. Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya adalah
setiap saat dibutuhkan.
b. Dapat diterima dan wajar; syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik
adalah dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya
pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat,
kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar,
bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.
c. Mudah dicapai; syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang
dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan
pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan

Universitas Sumatera Utara

menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di
daerah perkotaan saja,dan sementara itu tidak ditemukan di daerah pedesaan,
bukan pelayanan kesehatan yang baik.
d. Mudah dijangkau; syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan
yang dimaksud disini adalah terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan
keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan
tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan
yang mahal dan karena itu hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil
masyarakat saja, bukan pelayanan kesehatan yang baik.
e. Bermutu; syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang
bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk
pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di
satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata
cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah
ditetapkan (Azwar, 2010).
3. Pelayanan Kesehatan Menyeluruh dan Terpadu
Menyadari bahwa pelayanan kesehatan yang berkotak-kotak bukan
pelayanan kesehatan yang baik, maka berbagai pihak berupaya mencari jalan
keluar

yang

sebaik-baiknya. Salah satu

jalan keluar tersebut adalah

memperkenalkan kembali bentuk pelayanan kesehatan yang menyuluruh dan
terpadu.
Pengertian pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu ada

Universitas Sumatera Utara

dua macam menurut (Somers, 2004), yaitu:
a. Pelayanan kesehatan yang berhasil memadukan berbagai upaya kesehatan yang
ada di masyarakat yakni pelayanan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan,
pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Suatu
pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan
terpadu apabila kelima jenis pelayanan ini diselenggarakan secara bersamaan.
b. Pelayanan kesehatan yang menerapkan pendekatan yang menyeluruh (holistic
approach) jika tidak hanya memperhatikan keluhan penderita saja, tetapi juga
berbagai latar belakang sosial ekonomi, sosial budaya, dan sosial psikologi.
2.5.3 Tingkatan Pelayanan Kesehatan
Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama, dan
secara umum strata pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam
yakni :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services) adalah pelayanan
kesehatan yang bersifat pokok (basic health services) yang sangat dibutuhkan oleh
sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama
ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/out patient sevices).
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua
Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary helath services) adalah
pelayanan kesehatan tingkat lanjut, bersifat pelayanan rawat inap (in patient services)
dan untuk menyelenggarakannya dibutuhkan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.

Universitas Sumatera Utara

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang bersifat
lebih kompleks dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga subspesialis.
Pelayanan kesehatan akan dirasakan berkualitas oleh para pelanggannya jika
penyampaiannya dirasakan melebihi harapan para pengguna layanan. Penilaian para
pengguna jasa pelayanan ditunjukan kepada penyampaian jasa, kualitas pelayanan
atau cara penyampaian jasa tersebut kepada para pemakai jasa (Levina, 2013).
2.6

Mutu Pelayanan Kesehatan

2.6.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang
berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang
dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah
mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan,
ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Roemet dan Aguilar, WHO, 2008).
Pengertian mutu pelayanan kesehatan bersifat multi dimensional yaitu mutu
menurut pemakai pelayanan kesehatan dan menurut penyelenggara pelayanan
kesehatan (Azwar, 2006) dan dapat diuraikan sebagai berikut: dari pihak pemakai
jasa pelayanan, pengertian mutu berhubungan erat dengan ketanggapan dan
kemampuan petugas rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan pasien dan komunikasi
petugas dengan pasien, termasuk di dalamnya keramahan dan kesungguhan. Dari
pihak rumah sakit sendiri, termasuk di dalamnya dokter, paramedis, derajat mutu
terkait pada pemakai yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Sistem
manjemen disebutkan dengan bahasa lainnya adalah sistem mutu.

Universitas Sumatera Utara

Perspektif lainnya yaitu sebagai budaya organisasi yang terdiri dari
peradigma, keyakinan, nilai dasar, pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan
perilaku dan karyawan yang berfungsi dalam tim atau suatu unit dari organisasi
sejalan dengan siklus hidup produk yang dihasilkan memenuhi kebutuhan dan
harapan pelanggan (Kolarik, 2005).
2.6.2 Unsur-Unsur Yang Memengaruhi Kualitas Pelayanan
Donabedian (2006) memperkenalkan tiga kategori pendekatan mutu yaitu
struktur, proses dan keluaran sebagai indikator mutu.
a. Struktur (input) adalah seluruh kelengkapan yang diperlukan dalam pelayanan
kesehatan yang meliputi:
1) Sumber daya material, seperti fasilitas peralatan dan dana
2) Sumber daya manusia, seperti jumlah dan kualifikasi tenaga
3) Struktur organisasi dan prosedur operasional baku.
b. Proses, adalah seluruh kegiatan yang betul-betul dilakukan dalam memberikan dan
menerima pelayanan kesehatan yang meliputi kegiatan tenaga medis dalam upaya
penegakan

diagnosis

dan

dalam

memberikan

saran

serta

menerapkan

penatalaksanaan pengobatan serta kegiatan atau upaya pasien dalam mencari dan
mendapatkan pelayanan kesehatan.
Secara ringkas dapat dikemukakan yang dimaksud dengan proses meliputi:
1) Mutu pelayanan teknis dan pelayanan klinis
2) Mutu dari interaksi pasien dan pemberi jasa pelayanan (provider)
3) Ketepatan pelayanan

Universitas Sumatera Utara

c. Keluaran (Output), adalah seluruh akibat dari pelayanan kesehatan terhadap status
kesehatan pasien dan masyarakat termasuk peningkatan dari pengetahuan pasien
dan perubahan dari perilaku pasien yang berpengaruh terhadap status kesehatan
juga derajat kepuasan pasien terhadap pelayana kesehatan.
2.6.3 Dimensi Mutu Pelayanan
Menurut Zeithmal dan Barry (2009) menyimpulkan bahwa terdapat 10dimensi
dalam mutu pelayanan yaitu :
a. Fasilitas fisik (tangible)
Dimensi ini menyangkut tersedianya fasilitas peralatan, sumber daya manusia
dan materi-materi untuk komunikasi.
b. Keandalan (reability)
Dimensi ini menyangkut kemampuan untuk melaksanakan atau memberikan
pelayanan dengan kualitas yang sama setiap waktu dan memberikan pelayanan secara
akurat.
c. Responsivitas (responsiveness)
Dimensi ini mencakup keinginan petugas untuk membantu pelanggan /pasien
dalam memberikan pelayanan yang diminta.
d. Jaminan (assurance)
Dimensi ini mencakup adanya jaminan dari petugas dan perusahaan/rumah sakit
atau Puskesmas terhadap pelayanan yang diberikan kepada pelanggan atau pasien
seperti pengetahuan dokter dalam menetapkan diagnosa penyakit, keterampilan
dokter petugas lainnya dalam kepercayaan terhadap pelayanan.
e. Empati (empathy)

Universitas Sumatera Utara

Dimensi ini mencakup kemampuan petugas untuk merawat dan memberikan
perhatian kepada pelanggan/pasien dan keluarganya, seperti memperhatikan khusus
kepada setiap pelanggan/pasien tanpa membedabedakan statusnya, serta perhatian
terhadap semua keluhan pelanggan/pasien dan keluarganya.
f. Komunikasi (communication)
Dimensi ini mencakup keinginan untuk mendengar keluhan pasien dan menjaga
agar pelanggan tetap mendapatkan informasi yang up to date dalam bahasa yang
mudah.
g. Kredibilitas (credibility)
Dimensi ini mencakup dapat dipercaya oleh pelanggan/pasien. Mereka
berkeyakinan atas pelayanan yang telah diberikan, akan memberikan hasil yang
mereka berikan.
h. Kompetensi (competence)
Dimensi ini mencakup dimilikinya keterampilan dari petugasyang dibutuhkan
dalam melaksanakan pelayanan.
i.

Tata krama (courtesy)
Dimensi ini mencakup kemudahan untuk memperoleh petugas kesehatan yang

selalu memberikan penghormatan terhadap pelanggan/pasien.
j. Akses (access)
Dimensi ini mencakup kemudahan untuk memperoleh karyawan dan kemudahan
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam menerima pelayanan.
Brown dalam pohan (2007), Layanan kesehatan yang bermutu sering
dipersepsikan sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memberikan apa saja yang

Universitas Sumatera Utara

kita inginkan atau dapat juga disebut sebagai kepuasan pasien/konsumen sematamata. Namun setelah membaca penjelasan diatas, pengertian yang demikian menjadi
kurang tepat. Pengertian yang lebih tepat untuk layanan kesehatan yang bermutu
adalah suatu layanan kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh
profesi layanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan
baik oleh pasien/konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli
masyarakat. Pada penjelasan terdahulu disebutkan bahwa mutu barang atau jasa itu
bersifat multidimensi, demikian pula dengan mutu pelayanan kesehatan.
2.7

Pelayanan Kesehatan Mayarakat di Puskesmas
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan

fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan pokok. Menurut Kemenkes RI (2010) Puskesmas merupakan unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di wilayah kerja (Effendi, 2011).
Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

IndonesiaNomor

75

tahun

2014tentangPusat Kesehatan Masyarakat menjelaskan bahwa Fasilitas Pelayanan
Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Adapun yang
dimaksud dengan Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

Universitas Sumatera Utara

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Program layanan kesehatan yang diberikan Puskesmas merupakan pelayanan
yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif
(pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan
kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak
membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam
kandungan sampai tutup usia (Effendi, 2011).
2.7.1 Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah
mendukung

tercapainya

tujuan

pembangunan

kesehatan

nasional,

yakni

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang
bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya (Trihono, 2005).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menjelaskan bahwa pembangunan
kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat yang:
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat;
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu;
c. Hidup dalam lingkungan sehat; dan

Universitas Sumatera Utara

d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
2.7.2 Fungsi Puskesmas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menjelaskan bahwa Puskesmas
mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya
kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut Puskesmas menyelenggarakan
fungsi yaitu untu :
a. Penyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) ingkat pertama di
wilayah kerjanya; dan
b. Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan)

tingkat pertama di

wilayah kerjanya.
Dalam menyelenggarakan fungsi untuk penyelenggara UKM (Upaya
Kesehatan Masyarakat) ingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas berwenang
untuk:
a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat
dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan;

Universitas Sumatera Utara

d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama
dengan sektor lain terkait;
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat;
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan pelayanan kesehatan; dan
i.

Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.
Dalam menyelenggarakan fungsi sebagai penyelenggara UKP (Upaya Kesehatan

Perseorangan) tingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas berwenang untuk:
a. Menyelenggarakan

Pelayanan

Kesehatan

dasar

secara

komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu;
b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif
dan preventif;
c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat;
d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan
keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;

Universitas Sumatera Utara

e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi;
f. Melaksanakan rekam medis;
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
pelayanan kesehatan;
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan;
i.

Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan

j.

Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem
rujukan.
Puskesmas memiliki wilayah kerja yang meliputi satu kecamatan atau

sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi
dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan
wilayah kerja Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka
Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana
yang disebut Puskesmas pembantu dan Puskesmas keliling. Khusus untuk kota besar
dengan jumlah penduduk satu juta jiwa atau lebih, wilayah kerja Puskesmas dapat
meliputi satu kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk
150.000 jiwa atau lebih, merupakan Puskesmas Pembina yang berfungsi sebagai
pusat rujukan bagi Puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi
(Effendi, 2011).
Menurut Trihono (2005) ada 3 (tiga) fungsi Puskesmas yaitu: pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan yang berarti Puskesmas selalu berupaya

Universitas Sumatera Utara

menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk
oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta
mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu Puskesmas aktif memantau dan
melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan
diwilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan
Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit

dan pemulihan kesehatan.Pusat

pemberdayaan masyarakat berarti Puskesmas selalu berupaya agar perorangan
terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha
memiliki