Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu Dan Status Gizi Ibu Nifas Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil

(1)

KAJIAN KONSUMSI MAKANAN TRADISI BADAPU

DAN STATUS GIZI IBU NIFAS DI KECAMATAN

SINGKIL KABUPATEN ACEH SINGKIL

T E S I S

Oleh

FATMA DERI 077032002/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009


(2)

KAJIAN KONSUMSI MAKANAN TRADISI BADAPU

DAN STATUS GIZI IBU NIFAS DI KECAMATAN

SINGKIL KABUPATEN ACEH SINGKIL

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

FATMA DERI 077032002/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : KAJIAN KONSUMSI MAKANAN TRADISI

BADAPU DAN STATUS GIZI IBU NIFAS DI

KECAMATAN SINGKIL KABUPATEN ACEH SINGKIL

Nama Mahasiswa : Fatma Deri

Nomor Pokok : 077032002

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) (Ros Idah Berutu, SKM., MKes.)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi.)

Tanggal Lulus : 31 Agustus 2009


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 31 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Anggota : 1. Ros Idah Berutu, SKM., M.Kes

2. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si 3. Dra. Jumirah, Apt., M.Kes.


(5)

PERNYATAAN

KAJIAN KONSUMSI MAKANAN TRADISI BADAPU DAN STATUS GIZI IBU NIFAS DI KECAMATAN

SINGKIL KABUPATEN ACEH SINGKIL

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 31 Agustus 2009

( Fatma Deri )


(6)

i

ABSTRAK

Status gizi dipengaruhi makanan yang dikonsumsi dan kondisi kesehatan. Pemilihan jenis makanan yang dikonsumsi, di antaranya dipengaruhi oleh tradisi. Tradisi badapu di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil melarang ibu nifas mengonsumsi beberapa jenis bahan makanan, mengakibatkan asupan zat gizi ibu nifas menjadi kurang sehingga menyebabkan ibu mengalami anemia.

Penelitian ini adalah explanatory survey yang bertujuan untuk

menganalisis asupan zat gizi tradisi badapu dan hubungannya dengan status gizi ibu nifas serta persepsi masyarakat terhadap makanan tradisi badapu. Populasi adalah ibu melahirkan setelah tiga puluh hari yang melaksanakan tradisi badapu pada bulan Maret – April 2009 sebanyak 45 orang yang menjadi sampel. Pengumpulan data asupan zat gizi menggunakan metoda Recall 24 jam. Persepsi masyarakat diperoleh dengan mewawancarai Ibu Nifas, Ibu/Ibu Mertua, Bidan Desa, Dukun Kampung dan Tokoh Adat menggunakan daftar pertanyaan terbuka. Analisis data menggunakan uji Chi-kuadrat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata asupan energi 1531,64 ± 329,99 Kal, protein 54,68 ± 14,21 gr, zat besi 8,66 ± 5,75 mg. Sebanyak 82,2 % ibu nifas mengalami anemia dengan rata-rata kadar hemoglobin 9,01 ± 1,48 gr/%. Sebanyak 68,9 % ibu nifas dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) 18,5 - 25,5 dan 31,1 % ibu nifas dengan IMT > 25,5 dan rata-rata IMT 25,55 ± 3,21. Secara statistik, asupan energi, protein dan zat besi berhubungan secara signifikan dengan kadar hemoglobin, masing-masing (p=0,000<0,05). Asupan energi dan protein, tidak ada hubungan yang signifikan dengan IMT, masing-masing p=0,083>0,05 dan p=0,097>0,05.

Disarankan kepada Penanggung jawab Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil untuk melakukan kegiatan : 1) Pendekatan yang komprehensif kepada ibu-ibu melalui BKMT (Badan Kontak Majelis Taklim) dan PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga) untuk mengubah kebiasaan

badapu menjadi lebih baik sesuai kaidah kesehatan; 2) Menginstruksikan kepada

Bidan Desa untuk memberikan KIE gizi dan arahan yang benar dalam melaksanakan tradisi badapu; 3) Meminta dukungan dana dari Pemda Kabupaten Aceh Singkil terhadap program perbaikan gizi masyarakat terutama untuk kegiatan pendampingan terhadap kelompok masyarakat.

Kata kunci : Konsumsi Makanan, Ibu Nifas.


(7)

ii

ABSTRACT

The nutritional status has affected by the food consumption and the health condition. A kind of food that choosen by somebody has affected by many factors, likes habbit and tradition. Badapu tradition at Singkil in Aceh Singkil district, prohibitions post partum mothers to consume some foods, that makes post partum mother of nutrition intake get less nutrition, so they get anemia.

The study is an explanatory survey, aims to analyze the intake of nutrition badapu tradition and its relationship with nutritional status of post partum mothers and the perception of community about badapu tradition. The population were post partum mothers after thirty days who compared the tradition from March to April 2009 involving 45 samples that were made to be samples. The nutrition intake were collected to Food Recall 24 hours method. The perception of community had been interviewed post partum mothers, mother from post partum mothers, the midwive, traditional healer and opinion leader with used openly questionnaire. The data obtained were analyzed through Chi-square test.

The result of this study showed that average of energy intake as 1531,64 ± 329,99 Cal, protein intake as 54,68 ± 14,21 gr, and iron intake as 8,66 ± 5,75 mg. There were 82,2 % post partum mothers with anemia with the average level of Hb blood 9,01 ± 1,48 gr/% . There were 68,9% post partum mothers of cut off point of BMI (Body Mass Index) 18,5-25,0 and 31,1 % post partum mothers of cut off point of BMI >25,0 with the average BMI were 25,55 ± 3,21. Statistically, there were a significant relationship between the intakes, energy, protein and iron the level of Hb blood (respectively p=0,000<0,05). There were not significant relationship between energy intake with BMI (p=0,083>0,05) and protein intake with BMI (p=0,097>0,05).

It is suggested to Nutrition Program Officer of District Health Office Aceh Singkil to consent the activites : 1) Making comprehensively approached to the mothers through Badan Kontak Majelis Taklim and Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga to change the habbit of badapu become the better role of health; 2) Giving instruction to the Midwive to provide the KIE (Communication, Information and Education) of nutrition and correct direction in implementing badapu tradition; 3) Proposing the financial support from the district government of Aceh Singkil toward the community’s nutrition improvement programs, especially for the activity of accompaniying the community group.

Key words : Food consumption, post partum mothers.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “ Kajian Konsumsi Makanan Tradisi

Badapu dan Status Gizi Ibu Nifas di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil”.

Penulisan menyadari dalam menyusun tesis ini, begitu banyak masukan, saran, dukungan, bimbingan dan bantuan yang diberikan berbagai pihak dan keluarga.

Dengan penuh ketulusan hati dan keikhlasan, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Ria Masniari Lubis, MSi., sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Surya Utama, MS., sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi., sebagai Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

iv

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes., selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga tesis selesai.

6. Ros Idah Berutu, SKM., M.Kes., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga tesis selesai.

7. Dr. Ir. Evawany Aritonang, MSi. dan Dra. Jumirah, Apt., M.Kes., sebagai Komisi Penguji atau Pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

8. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan beasiswa pada pendidikan Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak Bupati Aceh Singkil, yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin tugas belajar pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

v

10. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil beserta staf yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

11. Kepala Puskesmas Singkil beserta staf yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

12. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

13. Ibunda Hj. Asma Arif dan Ayahanda (Alm) H. Muchtar J. di Jambi, Ibu mertua Hj. Rosni dan Ayah mertua (Alm) H. Ahmad Rasnisyah di Singkil, serta kakak dan adik, yang telah memberikan dorongan moril serta do’a yang tiada terbatas selama penulis menjalani pendidikan. 14. Suami tercinta Iswar, SH serta ananda Alwan Farras dan Naufal

Hawari, yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do’a serta memotivasi dan memberikan dukungan moril agar dapat menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.


(11)

vi

15. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat yaitu Syaifullah, Saifuddin, Elmina Tampubolon, M. Hendro dan Sri Lestari, yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagai pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2009 Penulis

Fatma Deri


(12)

vii

RIWAYAT HIDUP

Fatma Deri, lahir pada tanggal 10 September 1967 di Kotamadya Jambi Provinsi Jambi, beragama Islam, bertempat tinggal di Jl. Karya No.1 Pulo Sarok, Singkil. Menikah dengan Iswar, SH serta dikaruniai dua orang anak, Alwan Farras dan Naufal Hawari.

Riwayat pendidikan, SDN No. 34/IV Jambi (1980), SMPN 8 Jambi (1983), SMAN 1 Jambi (1986), Akademi Gizi Departemen Kesehatan RI Padang (1989), Sarjana (S1) Kesehatan Masyarakat, USU Medan (2000).

Riwayat pekerjaan / jabatan, Pegawai Negeri Sipil Pusat pada Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi D.I. Aceh sejak September 1990, Staf Seksi Gizi dan Kesehatan Keluarga Kanwil Depkes Provinsi D.I. Aceh (1990-1997), Staf Seksi Sarana Kesehatan Kanwil Depkes Provinsi D.I. Aceh (1997-1998), Staf Seksi Tugas dan Perbantuan Kanwil Depkes Provinsi D.I. Aceh (2000-2002), Staf Seksi Peningkatan dan Perbaikan Gizi Dinas Kesehatan Provinsi NAD (2002-2003), Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil (2003-2005), Kepala Subdin KIA dan Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil (2005-2007).


(13)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Status Gizi ... 9

2.2. Konsumsi Makanan ... 16

2.3. Tradisi Badapu ... 20

2.4. Landasan Teori ... 24

2.5. Kerangka Konsep ... 26

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis Penelitian ... 27

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.3. Populasi dan Sampel ... 28

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 28

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 29

3.6. Metode Pengukuran ... 31

3.7. Metode Analisis Data ... 34


(14)

ix

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 36

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 36

4.2. Karakteristik Responden ... 39

4.3. Pola Konsumsi Makanan ... 43

4.4. Asupan Zat Gizi ... 46

4.5. Status Gizi Responden ... 48

4.6. Analisis Bivariat ... 49

4.7. Persepsi Masyarakat terhadap Makanan Tradisi Badapu ... 53

BAB 5. PEMBAHASAN ... 61

5.1. Pola Konsumsi Makanan Ibu Nifas yang Melaksanakan Tradisi Badapu ... 61

5.2. Asupan Zat Gizi Ibu Nifas yang Melaksanakan Tradisi Badapu ... 63

5.3. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi Ibu Nifas yang Melaksanakan Tradisi Badapu ... 70

5.4. Persepsi Masyarakat terhadap Makanan Tradisi Badapu ... 78

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1. Kesimpulan ... 84

6.2. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Kategori ambang Batas IMT untuk Indonesia ... 13

2.2. Batasan Anemia menurut Departemen Kesehatan ... 15

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 34

4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Desa dan Jenis Kelamin Di Kecamatan Singkil Tahun 2009 (Per Februari) ... 37

4.2. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Di Kecamatan Singkil Tahun 2009 (Per Februari) ... 38

4.3. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan Di Kecamatan Singkil Tahun 2009 (Per Februari) ... 38

4.4. Distribusi Sarana Kesehatan Di Kecamatan Singkil Tahun 2009 ... 39

4.5 Distribusi Tenaga Kesehatan Menurut Jenis Tenaga Kesehatan Di Kecamatan Singkil Tahun 2009 ... 39

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 40

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 40

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 41

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kelahiran Anak ... 41

4.10. Distribusi Suami Responden Berdasarkan Umur ... 42

4.11. Distribusi Suami Responden Berdasarkan Pendidikan ... 42

4.12. Distribusi Suami Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 43

4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Pola Konsumsi Makanan ... 44


(16)

xi

4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Energi ... 47

4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Protein ... 47

4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Zat Besi ... 48

4.17. Distribusi Responden Berdasarkan IMT ... 48

4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Hemoglobin ... 49

4.19. Distribusi IMT Berdasarkan Asupan Energi ... 50

4.20. Distribusi IMT Berdasarkan Asupan Protein ... 51

4.21. Distribusi Kadar Hemoglobin Berdasarkan Asupan Energi ... 52

4.22. Distribusi Kadar Hemoglobin Berdasarkan Asupan Protein ... 52

4.23. Distribusi Kadar Hemoglobin Berdasarkan Asupan Zat Besi ... 53


(17)

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Diagram Penyebab Masalah Gizi ... 10

2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Timbulnya Masalah Gizi ... 24

3. Penyakit Kurang Gizi ... 25

4. Kerangka Konsep Penelitian ... 26


(18)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Formulir Identitas Responden ………. 90

2. Formulir Metode Recall 24 Jam ………... 91

3. Formulir Metode Frekuensi Makanan ………... 92

4. Data Pengukuran Status Gizi ……….. 93

5. Daftar Pertanyaan Wawancara Mendalam untuk Ibu Nifas ... 94

6. Daftar Pertanyaan Wawancara Mendalam untuk Ibu/Ibu Mertua Bidan Desa, Dukun Kampung dan Tokoh Adat ... 95

7. Informed Concent ... 96

8. Master Data Penelitian ... 97

9. Hasil Crosstabs (Tabel Silang) ... 98

10. Surat Izin Penelitian dari Direktur Pascasarjana USU ... 103

11. Surat Izin Penelitian dari Kadinkes Kabupaten Aceh Singkil ... 104

12. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kadinkes Aceh Singkil ... 105

13. Peta Kecamatan Singkil ... 106


(19)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Paradigma pembangunan nasional yang berorientasi global dan berwawasan ilmu pengetahuan, tidak akan terlaksana tanpa peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumberdaya manusia. Hal ini dimungkinkan, karena seseorang yang mengalami kekurangan gizi akan mengakibatkan rendahnya kualitas SDM. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia merupakan tantangan berat mengahadapi persaingan bebas di era globalisasi (Depkes dan WHO, 2000).

Kebutuhan akan zat gizi berubah sepanjang daur kehidupan dan ini terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan dari masing-masing tahap kehidupan tersebut. Dari setiap tahapan, kebutuhan zat gizi setiap individu berbeda. Ibu setelah melahirkan (nifas) secara fisiologis membutuhkan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan dengan wanita dewasa biasa.

Status gizi seseorang sangat dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi (dimakan) dan kondisi kesehatan. Makanan yang dikonsumsi akan diproses dalam tubuh menjadi zat gizi yang diperlukan untuk berbagai kebutuhan tubuh. Pemilihan jenis makanan yang dikonsumsi setiap orang dipengaruhi banyak faktor, seperti kebiasaan makan, tradisi, pemeliharaan kesehatan, daya beli keluarga dan lain-lain (Supariasa dkk, 2002).


(20)

2

Menurut Atmarita (2005), status gizi ibu dapat diketahui dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Berdasrkan data NSS-HKI 1999-2002 pada wanita umur 15-49 tahun terdapat sekitar 12 – 22 % yang mengalami Kekurangan Energi Kronik ( IMT < 18,5). Sedangkan data pada Gizi Dalam Angka, bahwa masalah gizi usia dewasa berdasarkan IMT dari berbagai provinsi tahun 2003 yaitu IMT < 18,5 sebesar 15,5%, IMT 18,5-25 sebesar 63,8 %, IMT > 25 sebesar 21,0 %, IMT > 27 sebesar 11,1 % dan IMT ≥ 30 sebesar 3,9 % (Depkes, 2005).

Adapun masalah kekurangan gizi lain yang banyak ditemukan terutama di negara berkembang dan pada kelompok sosio-ekonomi rendah adalah Anemia. Anemia terjadi pada wanita hamil dan wanita menyusui dikarenakan mereka banyak mengalami defisiensi Fe. Secara keseluruhan, anemia terjadi pada 45 % wanita di negara berkembang dan 13 % di negara maju. Di Amerika, wanita usia subur (WUS) berkisar umur 15-49 tahun yang mengalami anemia sebesar 12 % dan wanita hamil 11%. Anemia pada wanita masa nifas (pasca persalinan) secara umum sekitar 10 % dan 22 % terjadi pada wanita nifas dari keluarga miskin (FKMUI, 2007).

Menurut Arisman (2004), anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Pada tahun 1990 menurut WHO, prevalensi anemia kurang besi pada ibu hamil sebesar 55 %, yang menyengsarakan sekitar 44 % wanita di seluruh negara sedang berkembang (kisaran angka 13,4-87,5%) . Angka tersebut pada tahun 1997, terus


(21)

3

membengkak hingga 74% dengan gambaran 13,4% pada Thailand dan 85,5% pada India.

Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, anemia defisiensi besi pada ibu hamil 40,1 %, yang mana di daerah pedesaan lebih tinggi dari perkotaan dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) lebih tinggi dari Kawasan Barat Indonesia (KBI). Sedangkan khusus pada ibu nifas menurut SKRT 1995, prevalensi anemia besi yaitu sebesar 45,1 % (Depkes RI, 2006).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tahun 2005, hasil survey kerjasama dengan UNICEF bahwa status gizi kelompok WUS yaitu : Kurus (10,6 %), Normal (60,3%), Berat lebih (22,4%), Obesitas (6,7%) dan prevalensi anemia sebesar 30,2 %.

Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang penulis lakukan pada bulan Mei 2008 di Puskesmas Singkil, diperoleh data dari buku registrasi pemeriksaan darah bagi ibu hamil, bahwa sekitar 80% ibu hamil memiliki kadar hemoglobin di bawah normal ( < 11 gr%). Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa sebagian besar ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Singkil mengalami anemia defisiensi besi. Sedangkan ibu nifas belum pernah melakukan pemeriksaan darah.

Penyebab mendasar dari masalah ini adalah ketidakcukupan pasokan zat gizi ke dalam sel. Meskipun banyak disebabkan oleh kekurangan zat gizi esensial, tetapi faktor penyebabnya sangat kompleks yaitu faktor pribadi, sosial, budaya, psikologis, ekonomi, politik dan pendidikan. Bila pengaruh faktor ini hanya


(22)

4

bersifat sementara malnutrisi bersifat akut dan bila tidak segera diperbaiki dengan cepat maka kehidupannya akan terancam (FKMUI, 2007).

Menurut Foster dan Anderson (2006), masalah gizi yang terjadi sebagian besar dikarenakan adanya kepercayaan-kepercayaan yang keliru di mana-mana. Ada hubungan antara makanan dan kesehatan dengan kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan dan upacara-upacara, yang mencegah orang memanfaatkan sebaik-baiknya makanan yang tersedia bagi mereka. Kekurangan gizi disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaan makanan yang buruk tersebut. Hal ini merupakan tugas yang sangat sulit untuk diatasi, karena kebiasaan makanan menentang terhadap perubahan yang dilakukan dibanding kebiasaan-kebiasaan lainnya. Hambatan-hambatan budaya yang terjadi seperti di Haiti yaitu kepercayaan terhadap patologi humoral, yang sangat membatasi makanan para ibu menyusui. Akibat kemiskinan, makanan pokok yang tersedia bagi para wanita menjadi terbatas, sehingga adanya pembatasan panas-dingin, suatu proporsi yang tinggi dari makanan pokok yang biasanya dimakan menjadi pantang bagi para ibu menyusui.

Berdasarkan studi yang dilakukan Wilson di Desa RuMuda, di timur laut Malaysia, disimpulkan bahwa setelah melahirkan wanita melayu mulai membatasi makanan dengan cara mengurangi konsumsi sayur dan buah. Hal ini disebabkan wanita yang baru melahirkan dianggap sangat peka terutama terhadap dingin yang berasal dari udara atau makanan yang dingin. Sehingga semua makanan dingin

dilarang selama 40 hari pada periode pemanasan setelah melahirkan. Wanita yang baru melahirkan dibatasi makanannya hanya pada telur, madu, gandum,


(23)

5

tapioka, pisang yang dimasak, ikan panggang, lada hitam dan kopi. Pada masa nifas ini, mereka menolak mengonsumsi buah-buah dingin, sayuran dan ikan beracun, akan dibuatkan resep atau menu khusus (Elroy, 1996). Sedangkan bagi wanita Tamilnad, setelah melahirkan, selama 41 hari masa nifas, ada makanan-makanan yang harus dihindarkan, seperti : daging biasa, telur ayam, mentega, beras, cabe, ayam, sarden, susu sapi, buah-buahan, kentang, ubi rambat dan kacang mete (Fieldhouse, 1995)

Menurut Reddy (1990), apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlalu dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur tersebut maka seseorang harus mengonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang bersifat lebih dingin atau sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan dingin sehingga ia harus memakan makanan yang panas dan menghindari makanan yang dingin.

Menurut Maas (2004), di Indonesia, beberapa suku juga memberlakukan larangan atau pantangan makanan yang dikonsumsi kepada ibu setelah melahirkan. Diantaranya seperti pada masyarakat Kerinci provinsi Jambi, ibu yang sedang menyusui pantang untuk mengonsumsi bayam, ikan laut atau sayur nangka. Di beberapa daerah lain, ada juga yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan telur. Pada masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin.


(24)

6

Berdasarkan buku “Pedoman Umum Adat Aceh” bahwa di Aceh ada tradisi yang disebut Madeung yaitu suatu tradisi yang dilaksanakan bagi wanita setelah melahirkan selama 44 hari dengan berbagai macam ketentuan yang berlaku. Ketentuan dalam hal makanan, diatur bahwa makanan yang bisa dimakan yaitu nasi campur ikan kering yang digongseng. Makanan lain tidak diperbolehkan bahkan telur pun dilarang sama sekali (LAKA D.I.Aceh, 1990).

Dari studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Mei 2008 melalui observasi langsung dan wawancara dengan bidan kampung atau dukun beranak, bahwa setiap ibu nifas di Kabupaten Aceh Singkil, diharuskan melakukan tradisi

badapu. Tradisi badapu ini telah berlangsung secara turun temurun dari sejak dulu sampai sekarang. Ibu nifas dilarang mengonsumsi beberapa jenis bahan makanan dan hanya boleh mengonsumsi beberapa bahan makan tertentu. Hal ini mengakibatkan asupan zat gizi ibu menjadi kurang bila dibandingkan dengan kecukupan zat gizi yang dibutuhkan pada masa menyusui. Ibu nifas seharusnya mendapatkan makanan yang lebih dari segi jumlah maupun mutunya, agar dapat menghasilkan ASI untuk memenuhi kebutuhan bayi yang hanya bergantung pada ASI ibunya.

Akan tetapi karena diharuskan menjalankan tradisi badapu, maka ibu nifas mengikuti aturan-aturan yang ada berupa pembatasan terhadap beberapa jenis makanan yang boleh dimakan. Akibat pembatasan tersebut, makanan yang dikonsumsi ibu nifas tidak memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Hal


(25)

7

ini tentunya mempengaruhi status gizi ibu yang secara tidak langsung akan berdampak pula pada pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan kajian ilmiah untuk mengetahui pola konsumsi makanan dan asupan zat gizi ibu nifas yang menjalankan tradisi badapu. Selanjutnya perlu dilakukan analisis kemungkinan ada hubungan asupan zat gizi ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu dengan status gizi ibu nifas di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Disamping itu juga perlu diketahui persepsi masyarakat Singkil terhadap makanan tradisi

badapu.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana hubungan asupan zat gizi ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu

dengan status gizi ibu nifas di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil serta bagaimana pola konsumsi makanan ibu nifas dan persepsi masyarakat Singkil terhadap makanan tradisi badapu.

1.3. Tujuan

1. Mengetahui pola konsumsi makanan ibu nifas yang melakukan tradisi

badapu di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

2. Mengetahui asupan zat gizi ibu nifas yang melakukan tradisi badapu di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil.


(26)

8

3. Mengetahui status gizi ibu nifas yang melakukan tradisi badapu di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

4. Menganalis hubungan asupan zat gizi ibu nifas yang melakukan tradisi

badapu dengan status gizi ibu nifas di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

5. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap makanan tradisi badapu.

1.4. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan asupan zat gizi ibu nifas yang melaksanakan tradisi

badapu dengan status gizi ibu nifas di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Dapat digunakan sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil dalam menyusun perencanaan program promosi kesehatan dalam upaya perbaikan gizi masyarakat di Kabupaten Aceh Singkil. 2. Sebagai referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk mengkaji dari

aspek lain dan menambah khasanah kepustakaan.


(27)

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

Kualitas sumberdaya manusia (SDM) salah satunya ditentukan oleh status gizi. Hal ini dimungkinkan, karena apabila seseorang mengalami kekurangan gizi atau status gizinya jelek akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia yang berkualitas hanya dapat dihasilkan dari seseorang yang berstatus gizi baik. Agar menghasilkan generasi yang berkualitas di masa mendatang, status gizi harus baik, mulai dari berbentuk janin hingga dewasa. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil dan ibu nifas. Ibu nifas dengan status gizi baik akan menghasilkan air susu ibu (ASI) yang berkualitas baik pula, sebagai makanan utama dan yang terbaik bagi pemenuhan kebutuhan zat gizi bayinya hingga berumur 6 bulan.

Menurut Supariasa dkk (2002) menyatakan bahwa status gizi adalah merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi tiap individu. Sedangkan menurut Adair (1987) yang mengutip pendapat Mc. Larent, bahwa keadaan gizi sebagai suatu keaadan yang dihasilkan dari keseimbangan antara gizi yang tersedia pada suatu organisme dengan gizi lainnya yang dikeluarkan. Keaadaan gizi dihubungkan dengan indikator tertentu atau merupakan suatu gabungan


(28)

10

indikator dari zat gizi yang diwakilkan sehingga memberikan gambaran dari kondisi tersebut. Indikator dari keadaan gizi hanya merupakan pengungkapan keadaan fisiologis nilai gizi. Biasanya indikator dari bermacam-macam bahan gizi saling berkaitan.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) bahwa secara langsung keadaan gizi dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, ketersediaan pelayanan kesehatan, pola asuh yang tidak memadai, seperti terlihat pada gambar 1.

Penyebab Langsung

Ketersediaan Pangan di tingkat

Rumah Tangga

Ketersediaan Pangan di tingkat

Rumah Tangga Asuhan Ibu Dan Anak Asuhan Ibu Dan Anak Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kesehatan Penyebab Tidak Langsung Penyebab Utama Akar Masalah STATUS GIZI

Gambar 1. Diagram Penyebab Masalah Gizi


(29)

11

Menurut Supariasa dkk, (2002) yang mengutip pendapat Jelliffe DB, penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidang langsung. Penilaian secara langsung yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak langsung yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan pada masyarakat yaitu antropometri gizi. Pengertian dari antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Dari sudut pandang antropometri, jenis pertumbuhan dapat dibagi atas dua yaitu pertumbuhan yang bersifat linear dan pertumbuhan massa jaringan. Pertumbuhan linear menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada saat lampau, misalnya : tinggi badan, lingkar dada, lingkar kepala. Sedangkan pertumbuhan massa jaringan menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada saat sekarang, misalnya : berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur sattus gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan energi dan protein. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.


(30)

12

Berdasarkan pendapat Hadi (2001) bahwa indeks antropometri merupakan kombinasi dari beberapa parameter. Indeks antropometri penting untuk interpretasi pengukuran. Pada orang dewasa, indeks antropometri yang biasa digunakan yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT), kombinanasi dari pengukuran berat badan dan tinggi badan.

Menurut Depkes RI (1996) Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Nilai IMT dapat diketahui dengan menggunakan rumus yaitu :

Adapun batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan, yaitu batas ambang normal untuk laki-laki adalah 20,1-25,0; dan untuk perempuan adalah : 18,7-23,8. Adapun ambang batas IMT untuk Indonesia adalah seperti pada tabel 2.1.

) ( )

(

) (

m an xTinggibad m

n Tinggibada

Kg Beratbadan

IMT =


(31)

13

Tabel 2.1. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0

Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 - 18,4

Normal 18,5 - 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 - 27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Dari kategori ambang batas IMT di atas, maka dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang berada pada IMT < 17,0 maka keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat; apabila seseorang berada pada IMT 17,0-18,4 maka keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK ringan; apabila seseorang berada pada IMT 18,5-25,0 maka keadaan orang tersebut termasuk kategori normal; apabila seseorang berada pada IMT 25,1-27,0 maka keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat ringan; apabila seseorang berada pada IMT >27,0 maka keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat berat.

Menurut Aritonang (2007) bahwa rata-rata IMT ibu menyusui di Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor adalah 21,2 dengan kisaran 19,7 – 23,0 atau 21,22 ± 2,53. Hal ini berarti bahwa status gizi ibu menyusui berdasar IMT di Jawa Barat umumnya baik (normal).


(32)

14

Adapun penilaian status gizi secara langsung yang lain adalah pemeriksaan biokimia, yang memberikan hasil lebih tepat dan objektif. Berdasarkan pendapat Supariasa dkk (2002) dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah pengukuran kandungan berbagai zat gizi dan substansi kimia lain dalam darah dan urine, misalnya pemeriksaan hemoglobin dalam darah. Hemoglobin (Hb) merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Hasil pengukuran kadar hemoglobin tersebut dibandingkan dengan standar normal yang telah ditetapkan. Hemoglobin secara luas digunakan sebagai parameter untuk menetapkan prevalensi anemia. Kandungan hemoglobin yang rendah memberikan indikasi anemia.

Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat dan atau

vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat,

ketersediaan hayati rendah (buruk) dan kecacingan yang masih tinggi. Anemia gizi merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal, yang dipatok untuk perorangan. Secara umum penyebab defisiensi zat besi, yaitu (1) kehilangan darah secara kronis, sebagai dampak perdarahan kronis, (2) asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat, dan (3) peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan menyusui (Arisman, 2004).


(33)

15

Menurut Departemen Kesehatan RI (1995), bahwa batasan anemia di

Indonesia, seperti terlihat pada tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2. Batasan Anemia menurut Departemen Kesehatan

Kelompok Batasan Normal

Anak Balita

Anak Usia Sekolah Wanita Dewasa Laki-laki Dewasa Ibu Hamil

Ibu Menyusui > 3 bulan

11 gram % 12 gram % 12 gram % 13 gram % 11 gram % 12 gram %

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, bahwa rata-rata kadar hemoglobin penduduk perkotaan di Indonesia pada kelompok perempuan dewasa adalah 13 g/dl dengan SD 1,72 g/dl (dengan kisaran 11,28 – 14,72 g/dl), dan pada kelompok ibu hamil rata-rata 11,81 g/dl dengan SD 1,55 g/dl ( dengan kisaran 10,26 – 13,36 g/dl). Adapun untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam rata-rata pada perempuan dewasa adalah 13,06 g/dl. Prevalensi anemia pada penduduk perkotaan untuk kelompok perempuan untuk Indonesia adalah sebesar 11,3 % dan Provinsi NAD adalah 10,4 % (Depkes, 2008).

Rata-rata kadar hemoglobin hasil Riskesdas ini, relatif sama dengan rata-rata kadar hemoglobin pada ibu menyusui di Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor, hasil penelitian yang dilakukan oleh Aritonang (2007) yaitu 12,23 ± 1,68 g/dl. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kadar hemoglobin ibu menyusui sudah baik karena ≥ 12 g/dl.


(34)

16

2.2. Konsumsi Makanan

Manusia membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuh. Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan umur, jenis kelamin. Agar kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi, maka harus mengonsumsi makanan setiap hari sesuai dengan anjuran gizi. Makanan yang dikonsumsi seseorang dapat diketahui jumlah dan kandungan zat gizinya dengan cara melakukan penilaian konsumsi makanan atau survei diet.

Menurut Supariasa dkk (2002) menyatakan bahwa survei konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penetuan status gizi seseorang atau kelompok. Survei konsumsi makanan bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Hasil survei konsumsi makanan tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung, namun dapat digunakan sebagai bukti awal akan kemungkinann terjadinya kekurangan gizi pada seseorang.

Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode pengukuran konsumsi makanan yang bersifat kualitatif antara lain : metode


(35)

17

frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon dan

metode pendaftaran makanan (food list). Sedangkan metode yang bersifat

kuantitatif untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM) dan Daftar Penyerapan Minyak. Metode pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara lain : metode

recall 24 jam, perkiraan makanan (estimated food records), penimbangan makanan (food weighing), metode food account, metode inventaris (inventory method) dan pencatatan (household food records).

Metode recall makanan merupakan tehnik yang paling sering digunakan baik secara klinis maupun penelitian. Metode ini mengharuskan pelaku mengingat semua makanan dan jumlahnya sebaik mungkin dalam waktu tertentu ketika tanya jawab berlangsung. Pengingatan sering dilakukan untuk 1-3 hari.

Menurut Gibney ( 2002) bahwa informasi yang berkenaan dengan aturan makan pada suatu periode tertentu dapat diperoleh dengan menanyakan individu untuk mengingat kembali jumlah dan jenis makanan yang sudah mereka makan. Recall 24 jam adalah suatu usaha untuk mengingat kembali banyaknya jumlah makanan yang dikonsumsi pada satu hari sebelumnya ( 24 jam yang lalu). Masa ini dipertimbangkan dapat memberikan daya ingat serta informasi yang dapat dipercaya, Adapun bila masa mengingat lebih panjang, maka daya ingat menjadi lebih terbatas. Metode recall 24 jam merupakan metode yang secara luas


(36)

18

digunakan untuk memperoleh informasi terhadap makanan pada individu. Metode ini sering digunakan pada survey nasional karena memiliki tingkat tanggapan yang tinggi dan dapat memberikan informasi secara terinci untuk mewakili kelompok populasi yang berbeda.

Menurut Soekirman (2000), bahwa kebutuhan akan zat gizi tidak sama bagi semua orang, tetapi tergantung pada banyak hal antara lain umur, kelamin, dan pekerjaan. Keseimbangan jumlah dan jenis zat gizi yang dibutuhkan berbagai kelompok orang ditetapkan dalam suatu daftar yang dikenal sebagai Daftar Kecukupan Gizi yang dianjurkan (DKG) yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Recommended Dietary Allowance (RDA). Di Indonesia DKG ditetapkan setiap lima tahun sekali oleh sekelompok pakar dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi.

Menurut Hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004, Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk perorangan/individu diperoleh dari perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan keadaan gizi seseorang. Caranya yaitu dengan membandingkan pencapaian konsumsi zat gizi individu tersebut terhadap AKG. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, nomor : 1593/Menkes/SK/XI/ 2005, dapat dilihat bahwa kecukupan gizi bagi ibu nifas disesuaikan dengan kelompok umur ibu dan kemudian diberikan penambahan energi 500 kkal, protein 17 gram dan zat besi 6 mg.


(37)

19

Menurut Depkes RI (1990) bahwa klasifikasi tingkat konsumsi makanan di bagi menjadi empat dengan cut of points sebagai berikut:

• Baik : ≥ 100 % AKG

• Sedang : 80 – 99 % AKG

• Kurang : 70 – 80 % AKG

• Defisit : < 70 %

Menurut Adair (1987) menyatakan bahwa jumlah dan mutu produksi ASI menggambarkan status gizi ibu hamil sebelumnya sampai selama menyusui, sama juga halnya dengan kesehatan ibu, kebutuhan aktivitas fisik dan lingkungan serta tekanan kejiwaan. Pada periode menyusui ini sedapat mungkin zat-zat gizi diperlukan oleh ibu-ibu. Dengan pengecualian pada energi dan beberapa zat gizi khusus dapat diambil dari cadangan di tubuh ibu. Rekomendasi FAO/WHO tahun 1974 untuk asupan energi pada masa nifas diasumsikan menghasilkan energi hanya 60% saja. Sehingga ibu membutuhkan tambahan energi setiap hari, yaitu 550 kkal. Sedangkan rekomendasi dari U.S. National Research Council, tambahan energi 500 kkal/hari. Mengutip pendapat Thomson dan Black bahwa kebutuhan energi pada masa nifas dapat ditambahkan kira-kira 200-300 kkal/hari selama 3 bulan pertama masa nifas. Adapun untuk asupan protein selama menyusui rekomendasi FAO/WHO yaitu sebesar 46 g/hari yang lebih rendah dari U.S. RDA’S yaitu 66 g/hari.


(38)

20

Menurut Aritonang (2007) konsumsi zat gizi dari pangan pada ibu menyusui di Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor sebelum dilakukan intervensi rata-rata energi sebesar 1574,0 ± 527,1 Kal, rata-rata protein sebesar 46,7 ± 20,1 gr, dan rata-rata zat besi sebesar 13,6 ± 5,6 mg.

2.3. Tradisi Badapu

Badapu berasal dari kata dapur yang artinya “naik dapur”. Pada masyarakat pinggiran (pedesaan), ibu setelah melahirkan akan ditempatkan di dapur, dengan membuatkan bale-bale berukuran 1 X 2 m sebagai tempat tidur dan disampingnya dibuat tungku dengan bahan bakar dari kayu jenis tertentu. Pada masyarakat perkotaan, ibu nifas masih melaksanakan tradisi badapu, namun tidur di kamar dan tungku diganti dengan kompor, sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar akibat asap yang ditimbulkan dan juga ramah lingkungan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Mei 2008, melalui wawancara dengan Dukun Kampung, tradisi badapu merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan bagi seorang ibu setelah melahirkan di mulai dari hari ke 7 sampai hari ke 60 (untuk kelahiran anak pertama) dan hari ke 40 (untuk kelahiran anak selanjutnya).

Ada beberapa ritual yang harus dijalankan ibu nifas saat menjalankan tradisi badapu, yaitu memanaskan tubuh ibu pada pagi dan sore hari dengan nyala api tungku; memulihan kondisi perut ibu setelah melahirkan menggunakan batu bata atau kelapa muda yang sudah dipanaskan ditungku lalu dibungkus


(39)

21

dengan kain dan daun mengkudu, lalu diletakkan di atas perut ibu, setelah dingin dipanaskan kembali; memulihkan alat genital ibu dengan menggunakan batu kerikil kecil kira-kira sebesar bola pimpong yang dipanaskan dalam abu tungku, lalu dibungkus dengan kain dan daun kunyit kemudian ditempelkan pada vagina, setelah dingin dipanaskan kembali.

Pada saat menjalankan tradisi badapu, ibu nifas dilarang mengonsumsi beberapa jenis bahan makanan seperti : telur, kerang, udang, ikan tongkol, susu, pepaya, pisang, nenas dan cabe. Sedangkan bahan makanan yang boleh dikonsumsi seperti : ikan segar, ikan asin, ikan teri, yang pengolahannya dengan cara digoreng kering, dibakar atau digongseng. Jenis sayuran yang bisa dikonsumsi adalah : daun singkong, daun katu dan daun pepaya, yang dimasak dengan cara direbus. Karena adanya pembatasan terhadap konsumsi air, maka sayur yang direbus tadi, airnya diperas sehingga mengandung sedikit air.

Selain itu ibu nifas tidak diperbolehkan minum air putih namun meminum air yang khusus diramu. Setiap pagi ibu meminum “minuman mentah” yang terbuat dari remasan daun-daunan seperti daun pepaya, daun nenas, daun inay/pacar dan lain-lain, yang dicampur dengan kunyit, jahe, jeruk nipis serta madu. Jenis minuman mentah tersebut setiap tiga hari diganti kemudian dibuat minuman mentah lainnya yang terbuat dari daun-daunan berbeda. Sebagai pengganti air putih, dibuatkan “minuman pariuk” yaitu rebusan beberapa macam daun-daun kayu dicampur rempah-rempah. Minuman pariuk tersebut hanya untuk tiga hari saja selanjutnya dibuat rebusan yang baru lagi.


(40)

22

Tradisi badapu yang dilakukan di kabupaten Aceh Singkil, ternyata juga dilakukan di daerah lain di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang disebut

Madeung. Pada negara lain seperti Malaysia, yang memiliki budaya hampir menyerupai Indonesia juga melakukan tradisi seperti ini.

Berdasarkan pendapat Elroy dan Townsend (1996) yang membahas hasil studi Christine Wilson, seorang antropolog nutrisi yang melakukan studi di RuMuda, sebuah desa berpenduduk 600 orang di timur laut Malaysia, sesaat setelah melahirkan wanita melayu dianjurkan memulai membatasi makanan. Bukannya menghindari sumber protein hewani, mereka mengurangi konsumsi buah dan sayuran selama kira-kira enam minggu. Pola ini menggambarkan bahwa di Malaysia menganggap kualitas panas dan dingin dihubungkan dengan makanan, obat dan tingkat kerapuhan. Untuk melindungi kesehatan sang ibu, mereka tidur dipanggung kayu, yang disebut dengan ”pembaringan perapian,” berada di atas api kayu kecil. Sepanjang hari, mereka istirahat beberapa saat di panggung juga tetap melakukan aktivitas seperti biasanya. Karena buah dan sayuran dianggap sebagai makanan ”dingin” maka kalau dikonsumsi akan mengakibatkan ketidakseimbangan, jadi harus dihindari. Selama 40 hari pemanasan, ibu diperbolehkan makan nasi dan ikan dengan lada hitam yang merupakan bahan pokok di desa-desa nelayan Melayu.


(41)

23

Antropolog Amerika lainnya, Carol Laderman, juga melakukan studi di kampung lain yaitu desa Merchang 20 km dari desa RuMuda. Para wanita yang termasuk dalam studi, beberapa diantaranya mengikuti pantangan makanan selama 40 hari penuh, beberapa yang lainnya hanya dalam waktu singkat dan ada juga yang tidak sama sekali. Wanita Merchang sangat fleksibel dan pragmatis dalam menafsirkan pantangan makanan setelah melahirkan. Awalnya mereka mencoba makanan yang panas saja, jika semuanya berjalan dengan baik, mereka akan mencoba menambahkan makanan yang netral dan akhirnya makanan yang

dingin. Pantangan dalam suku Melayu hanya merupakan pedoman yang seharusnya dijalankan, bukan larangan yang sesungguhnya berkaitan dengan kekeuatan gaib atau sanksi sosial. Kepatuhan terhadap aturan tergantung pada beberapa faktor seperti kehati-hatian atau keberanian seseorang dan pengalaman setelah melahirkan bayi pertama. Wanita Merchang dari kelompok berada yang mampu mengkonsumsi berbagai variasi makanan, lebih cenderung untuk mematuhi pantangan daripada wanita kurang mampu yang memiliki sedikit pilihan.

Berdasarkan dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ibu nifas pada beberapa daerah di wilayah Indonesia dan beberapa daerah di negara lain, ditemukan adanya larangan dan pantangan mengonsumsi beberapa jenis bahan makanan serta adanya kebiasaan menjalankan suatu tradisi pemanasan dengan tujuan untuk mempercepat pemulihan kondisi ibu setelah melahirkan.


(42)

24

2.4. Landasan Teori

Berdasarkan hasil studi kepustakaan dapat diasumsikan bahwa konsumsi makanan merupakan salah satu determinan penting yang mempengaruhi status gizi masyarakat.

Dalam Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (1979) digambarkan

beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya masalah gizi serta kaitan satu faktor dengan faktor lainnya. Berdasarkan pendapat para ahli (seperti Pines, Call dan Levinson), bahwa faktor yang mempengruhi status gizi dapat dilukiskan seperti gambar 2 di bawah ini (Supariasa dkk, 2002).

Gambar 2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Timbulnya Masalah Gizi

Zat gizi dalam makanan

Ada tidaknya program pemberian makanan di

luar keluarga

Daya beli keluarga

Kebiasaan makan

Pemeliharaan kesehatan

Lingkungan Fisik dan sosial

Konsumsi makanan

K e s e h a t a n

Status Gizi


(43)

25

Jika asupan makanan tidak cukup dalam tubuh, maka akan mengakibatkan masalah gizi. Masalah gizi memiliki dimensi yang luas karena menyangkut ha-hal yang sangat multidisiplin yang saling berhubungan dan mempengaruhi seperti masalah kesehatan, masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan, seperti terlihat pada gambar 3 di bawah ini (FKM-UI, 2007).

Gambar 3 : Penyakit Kurang Gizi Food habits,

Tradition

Poverty Carelessness Ignorance Anorexia

Inadequate food intake

Malnutrition

Congenital defect : Prematurity Metabolical Errors Anatomical Gastrointestinal defects, Mental retardation

Increased diet needs (Individual variation) - growth - injury - pregnancy - illness - lactation - work

Disaster : Personal, Natural, Man-made, War


(44)

26

2.5. Kerangka Konsep

Persepsi terhadap makanan tradisi badapu akan mempengaruhi pola konsumsi makanan yang selanjutnya akan mempengaruhi asupan zat gizi ibu nifas. Asupan zat gizi akan mempengaruhi status gizi ibu nifas. Pola konsumsi makanan ibu nifas saat melaksanakan tradisi badapu di Kecamatan Singkil yaitu harus mematuhi pantangan/larangan terhadap beberapa bahan pangan yang bisa dikonsumsi sehingga akan berpengaruh pada asupan zat gizi ibu nifas dan akan berdampak pula pada status gizi ibu nifas. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar kerangka konsep penelitian di bawah ini :

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian Asupan Zat Gizi :

- Asupan Energi - Asupan Protein - Asupan Zat Besi

Pola Konsumsi Makanan Ibu Nifas yang melaksanakan Tradisi Badapu

Status Gizi Ibu Nifas : - IMT

- Kadar Hb

Persepsi terhadap Makanan

Tradisi Badapu


(45)

27

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survey dengan type eksplanatory

atau penjelasan yang ditujukan untuk mempelajari pola konsumsi makanan tradisi

badapu dan hubungan asupan zat gizi ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu

dengan status gizi ibu nifas di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil (kuantitatif) serta persepsi masyarakat terhadap makanan tradisi badapu

(kualitatif).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Adapun alasan memilih Kecamatan Singkil karena masyarakat di Kecamatan Singkil masih melaksanakan tradisi badapu. Sedangkan Kecamatan Singkil merupakan ibukota kabupaten yang seharusnya mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan telah menjalankan peradapan yang lebih modern, terutama program gizi pada ibu menyusui. Pelaksanaan penelitian dimulai dengan melakukan penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian dan analisa data serta penyusunan laporan akhir. Waktu penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan Maret – April 2009.


(46)

28

3.3. Populasi dan Sampel

Pada penelitian kuantitatif, populasinya adalah ibu melahirkan setelah tiga puluh hari yang melaksanakan tradisi badapu pada bulan Maret - April 2009 di Kecamatan Singkil. Seluruh populasi akan dijadikan sampel dalam penelitian (total sampling) yaitu sebanyak 45 orang. Sedangkan pada penelitian kualitatif, sampel yang menjadi partisipan adalah Ibu nifas, Ibu/Ibu Mertua, Bidan Desa, Bidan /Dukun Kampung dan Tokoh Adat, yang berjumlah 26 orang. Pengambilan

sampel dilakukan secara purposive dengan pertimbangan tertentu serta

keterbatasan tenaga, dana dan waktu.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data primer pada penelitian kuantitatif adalah penilaian konsumsi makanan yang diperoleh dari : a) asupan zat gizi berupa energi, protein dan zat besi dengan menggunakan metode Recall 24 jam (lampiran 2); b) pola konsumsi makanan dengan menggunakan formulir metode frekuensi makanan (lampiran 3). Sedangkan data status gizi dilakukan dengan pengukuran tinggi badan dan berat badan serta pemeriksaan kadar hemoglobine. Data kualitatif tentang persepsi masyarakat terhadap makanan tradisi badapu dilakukan dengan wawancara mendalam (in-dept interview) terhadap partisipan menggunakan daftar pertanyan bersifat terbuka, yang telah dipersiapkan. Tenaga pengambil data adalah ahli gizi dan analis dari Puskesmas Singkil dan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil.


(47)

29

Data sekunder dihimpun melalui pencatatan dokumen dari Puskesmas Singkil, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil, Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh dan Departemen Kesehatan RI.

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang diukur, yaitu asupan zat gizi (X) sebagai variabel bebas (independent) dan status gizi (Y) sebagai variabel terikat (dependent).

3.5.1. Variabel bebas (Independent)

• Asupan zat gizi adalah zat gizi yang masuk ke dalam tubuh untuk memenuhi kecukupan zat gizi agar dapat menjalankan fungsi fisiologis. Intake zat gizi dapat dinilai berdasarkan tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein dan tingkat kecukupan zat besi yang akan dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG).

• Tingkat kecukupan Energi : adalah hasil rata-rata energi yang dikonsumsi sehari (satuan Kilokalori/Kal) dibandingkan dengan AKG dikali 100 %.

• Tingkat kecukupan Protein : adalah hasil rata-rata protein yang dikonsumsi sehari (satuan gram/gr) dibandingkan dengan AKG dikali 100 %.

• Tingkat kecukupan zat besi : adalah hasil rata-rata zat besi yang dikonsumsi sehari (satuan miligram/mgr) dibandingkan dengan AKG dikali 100 %.


(48)

30

• Pola konsumsi makanan adalah gambaran tentang jenis dan frekuensi

konsumsi sejumlah bahan makanan selama periode tertentu : hari, minggu dan bulan (selama menjalankan masa badapu).

• Tradisi badapu adalah : suatu kebiasaan yang harus dilakukan oleh ibu setelah melahirkan di mulai pada hari ke 7 sampai hari ke 40 - 60 (habis masa nifas).

• Persepsi masyarakat terhadap makanan tradisi badapu adalah tanggapan atau pendapat masyarakat terhadap kebiasan makanan pada ibu nifas yang menjalankan tradisi badapu dan akibat yang ditimbulkan saat menjalani kebiasaan itu. Persepsi ini akan diperoleh dari partisipan atau nara sumber :

- Ibu nifas adalah ibu yang melahirkan setelah tiga puluh hari dan

melaksanakan tradisi badapu.

- Ibu/Ibu Mertua adalah orang tua dari ibu nifas atau orang tua dari suami yang sangat berperan pada pelaksanaan tradisi badapu.

- Bidan Desa adalah tenaga pelayanan kesehatan yang menolong persalinan di desa atau wilayah kerjanya.

- Bidan/Dukun Kampung adalah orang yang mempunyai keahlian, yang

diperoleh secara turun temurun atau berdasarkan pengalaman dalam menolong persalinan.

- Tokoh Adat adalah seseorang yang mengerti dan mampu dalam

melaksanakan adat istiadat yang berlaku pada suatu kelompok masyarakat.


(49)

31

3.5.2. Variabel terikat (Dependent)

• Status gizi adalah gambaran atau hasil akhir dari keseimbangan antara

pemasukan dan penyerapan zat-zat gizi dengan penggunaan zat-zat gizi tersebut dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2002). Status gizi yang akan dinilai adalah sebagai berikut :

• Indeks Masa Tubuh (IMT) adalah metode untuk memantau status gizi orang dewasa berumur di atas 18 tahun sesuai dengan rumus perhitungannya.

• Pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) adalah pengukuran terhadap kandungan hemoglobin dan hasilnya dibandingkan dengan nilai ambang batas.

3.6. Metode Pengukuran

Pengukuran dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan cara memperoleh data kuantitatif yang diinginkan berdasarkan indikator variabel yang telah ditentukan. Skala pengukuran yang digunakan yaitu pengukuran ordinal. Sedangkan pada data kualitatif tidak ada pengukuran data.

3.6.1. Variabel bebas (Independent)

Konsumsi makanan dapat dinilai berdasarkan :

a. Asupan zat gizi diketahui dengan menghitung tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein dan tingkat kecukupan zat besi, menggunakan metode recall 24 jam sebanyak dua kali, yang dilakukan oleh tenaga ahli gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil dan Puskesmas Singkil.


(50)

32

Bahan makanan yang recall akan dianalisa zat gizinya menggunakan metode

Nutrisurvey. Hasil rata-rata dari masing-masing zat gizi akan dibandingkan dengan AKG bagi bangsa Indonesia rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi ke VIII tahun 2004 (Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI, Nomor : 1593/ Menkes/SK/XI/2005). Skala pengukuran adalah ordinal. Klasifikasi tingkat asupan zat gizi sebagai berikut :

• Baik : ≥ 100 % AKG

• Sedang : 81 – 99 % AKG

• Kurang: 70 – 80 % AKG

• Defisit : < 70 % AKG

b. Pola Konsumsi makanan diukur berdasarkan jenis dan frekuensi dari bahan makanan yang dikonsumsi selama periode tertentu. Bahan makanan akan dikelompokkan berdasarkan : Makanan Pokok, Lauk Hewani, Lauk Nabati, Sayur-sayuran, Buah-buahan dan lain-lain.

Setiap bahan makanan akan dilihat frekuensi konsumsinya selama periode sebagai berikut :

• Satu kali atau lebih dalam sehari

• Dua sampai lima kali seminggu

• Sekali atau beberapa kali sebulan (masa badapu)

• Tidak pernah sama sekali


(51)

33

3.6.2. Variabel terikat (Dependent).

Status gizi yang akan dilihat dari Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Kadar hemoglobin (Hb).

a. Indeks Masa Tubuh dapat diketahui nilainya dengan rumus yang telah ditentukan yaitu perbandingan antara berat badan (kilogram) dengan tinggi badan (meter) kali tinggi badan (Depkes RI, 1996). Berat badan diukur menggunakan timbangan injak Seca dengan tingkat ketelitian 0,1 kg. Sedangkan tinggi badan diukur menggunakan microtoise berskala 200 cm dengan ketelitian 0,1 cm.

Nilai IMT akan dikategorikan seperti berikut :

- Kurus : bila IMT < 18,5

- Normal : bila IMT 18,5 – 25,0

- Gemuk : bila IMT > 25,0

b. Pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan menggunakan alat HemoCue Hb 201+ dengan metode cyanmethemoglobin. Prinsip kerja metode ini adalah Sodium nitrit mengubah hemoglobin menjadi methamoglobin, yang kemudian bereaksi dengan sodium azide membentuk azidemethemoglobin yang berwarna merah. Intensitas warna dibaca dengan dua panjang gelombang (570 nanometer dan 880 nanometer), lalu dibandingkan dengan standar.

Hasil pemeriksaan kadar Hb akan dikategorikan sebagai berikut :

- Anemia : bila Hb < 11 gram%

- Tidak Anemia : bila Hb ≥ 11 gram%


(52)

34

Pengukuran variabel bebas dan variabel terikat lebih jelas dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas dan Variabel Terikat

No Nama Variabel Cara Ukur Skala

Ukur

Hasil Ukur 1. Aupan zat gizi :

- Asupan Energi - Asupan Protein - Asupan Zat Besi

Recall 24 jam Ordinal

1. Baik 2. Sedang 3. Kurang 4. Defisit 2. Status Gizi :

- IMT

- Kadar Hb

Menimbang BB & Mengukur TB Memeriksa Kadar Hb Ordinal Ordinal 1. Kurus 2. Normal 3. Gemuk 1. Anemia 2. Tidak Anemia

3.7. Metode Analisis Data

3.7.1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi dari seluruh variabel bebas yaitu asupan zat gizi berupa asupan energi, protein, zat besi dan variabel terikat yaitu status gizi ibu nifas berupa IMT dan kadar hemoglobin. Demikian pula dengan distribusi pola konsumsi makanan ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu.


(53)

35

3.7.2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan pada data kuantitatif untuk melihat hubungan antara variabel bebas yaitu asupan zat gizi berupa asupan energi, protein dan zat besi dengan variabel terikat yaitu status gizi ibu nifas berupa IMT dan kadar hemoglobin dengan menggunakan uji Chi-kuadrat (χ2).

3.7.3. Analisis data kualitatif

Data kualitatif yang menggambarkan persepsi masyarakat terhadap makanan tradisi badapu disajikan secara deskriptif dengan menyajikan pendapat responden dalam bentuk narasi. Analisa data dilakukan dengan menggunakan teknik analisa kualitatif dan dibandingkan dengan teori kepustakaan maupun asumsi yang ada.


(54)

36

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kecamatan Singkil merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Aceh Singkil, dengan luas wilayah 459 Km2. Kecamatan Singkil terdiri dari 16 desa (kampong) dengan 4 kemukiman.

Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Desa dan Jenis Kelamin di Kecamatan Singkil Tahun 2009 (Per Februari).

No Desa Jumlah %

n % n %

1. Pasar Singkil 1.003 5,34 945 5,03 1.948

2. Ujung 1.255 6,68 1.273 6,77 2.528 13,45

3. Pulo Sarok 2.128 11,32 2.064 10,98 4.192 22,31

4. Kilangan 805 4,28 826 4,40 1.631 8,68

5. Kota Simboling 150 0,80 139 0,74 289 1,54

6. Teluk Ambun 419 2,23 455 2,42 874 4,65

7. Rantau Gedang 308 1,64 323 1,72 631 3,36

8. Teluk Rumbia 421 2,24 429 2,28 850 4,52

9. Paya Bumbung 225 1,20 211 1,12 436 2,32

10. Pemuka 173 0,92 164 0,87 337 1,79

11. Takal Pasir 272 1,45 281 1,50 553 2,94

12. Selok Aceh 273 1,45 251 1,34 524 2,79

13. Suka Makmur 370 1,97 359 1,91 729 3,88

14. Ujung Bawang 449 2,39 436 2,32 885 4,71

15. Siti Ambia 708 3,77 751 4,00 1.459 7,76

16. Suka Damai 479 2,55 446 2,37 925 4,92

9.438

50,23 9.353 49,77 18.791 89,63 Jenis Kelamin

Jumlah

Laki-laki Perempuan

Sumber : Kantor Kecamatan Singkil, Tahun 2009


(55)

37

Berdasarkan data dari Kantor Kecamatan Singkil, jumlah penduduk di kecamatan Singkil tahun 2009 sebanyak 18.791 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 9.438 jiwa dan perempuan 9.353 jiwa, dengan kepadatan penduduk berkisar 41 jiwa per Km2. Penduduk yang paling banyak terdapat di desa Pulo Sarok dengan jumlah penduduk 4.192 jiwa (22,31 %) dan yang paling sedikit terdapat di desa Simboling dengan jumlah penduduk 289 jiwa (1,54%), seperti tertera pada tabel 4.1 di atas.

Tingkat pendidikan penduduk di kecamatan Singkil relatif rendah, karena paling banyak penduduk dengan pendidikan tamat SD/sederajat sebesar 22,36 % sedangkan yang paling sedikit penduduk dengan pendidikan strata-2 yaitu 0,14 %. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Singkil Tahun 2009 (Per Februari)

No Tingkat Pendidikan Jumlah %

1. Tidak / Belum Sekolah 3.861 20,55 2. Tidak Tamat SD / Sederajat 3.858 20,53 3. Tamat SD / Sederajat 4.202 22,36 4. SLTP / Sederajat 2.208 11,75 5. SLTA / Sederajat 3.467 18,45 6. Diploma I / II 161 0,86 7. Akademi / Diploma III 266 1,42 8. Diploma IV / Strata 1 742 3,95 9. Strata 2 26 0,14

18.791

100,00 Jumlah

Sumber : Kantor Kecamatan Singkil Tahun 2009


(56)

38

Pekerjaan penduduk di kecamatan Singkil yang paling banyak yaitu sebagai wiraswasta sebanyak 32,68 % sedangkan yang paling sedikit yaitu buruh sebanyak 5,31 %, seperti dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan di Kecamatan Singkil Tahun 2009 (Per Februari).

No Jenis Pekerjaan Jumlah %

1. Wiraswasta 1.965 32,68 2. Pegawai Swasta / Industri 906 15,07 3. Petani 1.114 18,53 4. Buruh 319 5,31 5. Nelayan 570 9,48 6. PNS / TNI / POLRI 1.138 18,93

6.012

100,00 Jumlah

Sumber : Kantor Kecamatan Singkil Tahun 2009

Sarana pelayanan kesehatan di kecamatan Singkil hanya ada Puskesmas Perawatan sebanyak satu buah dan Puseksmas Pembantu sebanyak tiga buah. Sarana kesehatan lainnya, dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4. Distribusi Sarana Kesehatan di Kecamatan Singkil Tahun 2009

No. Jenis Sarana Kesehatan Jumlah

1. Puskesmas Perawatan 1

2. Puskesmas Pembantu 3

3. Puskesmas Keliling 1

4. Ambulance 1

5. Toko Obat Berizin 5

6. Praktek Dokter Umum 3

7. Praktek Dokter Gigi 1

8. Praktek Bidan 16

Jumlah

Sumber : Puskesmas Singkil Tahun 2009


(57)

39

Jumlah tenaga kesehatan di kecamatan Singkil cukup banyak yaitu 64 orang sehingga dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan baik. Jenis tenaga yang paling banyak adalah Bidan yang berjumlah 29 orang dan paling sedikit yaitu tenaga Sarjana Kesehatan Masyarakat, Ahli Gizi dan Pekarya Kesehatan masing-masing satu orang, seperti pada tabel 4.5 di bawah ini.

Tabel 4.5. Distribusi Tenaga Menurut Jenis Tenaga Kesehatan di Kecamatan Singkil Tahun 2009

No. Jenis Sarana Kesehatan Jumlah

1. Medis (dokter umum dan dokter gigi) 4

2. Sarjana Kesehatan Masyarakat 1

3. Perawat (D III Perawat dan SPK) 24

4. Bidan (D III Bidan dan Bidan A) 19

5. Tehnisi Medis (Fisioterafis, Analis, Gigi dan Farmasi) 11

6. Sanitasi (D III Sanitasi dan SPPH) 3

7. Gizi (D III Gizi) 1

8. Pekarya Kesehatan 1

64 Jumlah

Sumber : Puskesmas Singkil Tahun 2009

4.2. Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini adalah ibu melahirkan setelah tiga puluh hari yang melaksanakan tradisi badapu pada bulan Maret - April 2009 di kecamatan Singkil. Karakteristik reponden meliputi umur, pendidikan, pekerjaan dan kelahiran anak.


(58)

40

Kategori kelompok umur responden disesuaikan dengan kelompok umur yang ada pada Angka Kecukupan Gizi 2004 bagi orang Indonesia, karena pada tiap kelompok umur tersebut berbeda angka kecukupan gizinya. Pada tabel 4.6 di bawah, dapat dilihat bahwa responden terbanyak pada kelompok umur 19 – 29 tahun dan kelompok umur 30 – 49 tahun masing-maisng sebesar 48,9 % sedangkan kelompok umur 16 – 18 tahun sebesar 2,2 %.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur Jumlah Persen

16 - 18 tahun 1 2,2

19 - 29 tahun 22 48,9

30 - 49 tahun 22 48,9

Jumlah 45 100,0

Tingkat pendidikian responden dikategorikan berdasarkan tingkat pendidikan pada Pendidikan Nasional, yaitu tingkat dasar, menengah dan tinggi. Pada tabel 4.7 di bawah, dapat dilihat bahwa responden paling banyak memiliki pendidikan tingkat dasar (SD-SMP) sebanyak 44,4 % dan paling sedikit memiliki pendidikan tingkat tinggi sebanyak 22,2 %.

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Jumlah Persen

Dasar (SD-SMP) 20 44,4

Menengah (SMU/SMK) 15 33,3

Tinggi (PT) 10 22,2

Jumlah 45 100,0


(59)

41

Pada tabel 4.8 di bawah, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden (68,9 %) tidak bekerja atau sebagai Ibu Rumah Tangga. Hal ini dimungkinkan bahwa sebagian responden memiliki tingkat pendidikan tingkat pendidikan dasar (SD-SMP). Terdapat 22,2 % yang bekerja sebagai PNS dan 8,9 % bekerja sebagai Pegawai Honorer.

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah Persen

PNS 10 22,2

Pegawai Honorer 4 8,9

Tidak Bekerja 31 68,9

Jumlah 45 100,0

Tradisi badapu akan dilaksanakan oleh ibu yang melahirkan anak pertama sejak hari ke 7 sampai hari ke 60. Sedangkan pada kelahiran anak ke dua dan selanjutnya, tradisi badapu hanya sampai hari ke 40-45. Pada tabel 4.9 di bawah, dapat dilihat bahwa sebagian responden (53,3 %) melaksanakan tradisi badapu pada kelahiran anak ke 2 – 4. Pada anak pertama, terdapat 26,7 % responden dan sebanyak 20 % pada anak ke 5 dan seterusnya.

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kelahiran Anak

Kelahiran Anak Jumlah Persen

1 12 26,7

2 - 4 24 53,3

≥ 5 9 20,0

Jumlah 45 100,0


(60)

42

Sebagai data pendukung, diperoleh dari data suami meliputi umur, pendidikan dan pekerjaan. Pada tabel 4.10 di bawah, dapat dilihat bahwa sebagian besar suami responden (64,5 %) pada kelompok umur 30 – 49 tahun. Terdapat 31,1 % pada kelompok umur 19 – 29 tahun dan 4,4,% pada kelompok umur > 50 tahun.

Tabel 4.10. Distribusi Suami Responden Berdasarkan Umur

Umur Jumlah Persen

19 - 29 tahun 14 31,1

30 - 49 tahun 29 64,5

≥ 50 tahun 2 4,4

Jumlah 45 100,0

Pendidikan suami responden yang paling banyak adalah pendidikan tingkat menengah (SMU/SMK) sebesar 44,4 %. Sebanyak 33,3 % pada pendidikan tingkat dasar (SD- SMP) dan 22,2 % pada pendidikan tingkat tinggi (PT). Secara jelas, dapat dilihat pada tabel 4.11 di bawah ini.

Tabel 4.11. Distribusi Suami Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Jumlah Persen

Dasar (SD-SMP) 15 33,3

Menengah (SMU/SMK) 20 44,4

Tinggi (PT) 10 22,2

Jumlah 45 100,0


(61)

43

Pekerjaan suami responden yang banyak adalah sebagai Wiraswasta (33,3 %) dan sebagai Petani/Nelayan/Buruh (31,1 %). Hal ini sesuai dengan tingkat pendidikan suami responden yang hanya pada tingkat dasar dan menengah. Terdapat 26,7 % yang bekerja sebagai PNS dan 8,9 % sebagai Pegawai Honorer. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.12 di bawah ini.

Tabel 4.12. Distribusi Suami Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah Persen

PNS 12 26,7

Pegawai Honorer 4 8,9

Wiraswasta 15 33,3

Petani/Nelayan/Buruh 14 31,1

Jumlah 45 100,0

4.3. Pola Konsumsi Makanan

Pola makan atau kebiasaan makanan yang terdapat dalam suatu masyarakat dapat dicemati antara lain melalui adanya pangan pantangan atau larangan atau tabu. Biasanya, pangan pantangan ini ditujukan untuk anak kecil, ibu hamil dan ibu menyusui (Baliwati, dkk, 2004).

Pola konsumsi masyarakat dapat menujukkan tingkat keberagaman pangan masyarakat. Dari pola konsumsi makanan ini akan memberikan gambaran terhadap jenis dan frekuensi dari bahan makanan yang dikonsumsi responden selama melaksanakan tradisi badapu. Secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.13 di bawah.


(62)

44

Tabel 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Pola Konsumsi Makanan

Nama Bahan

Makanan n % n % n % n % n %

Makanan Pokok :

- Beras 45 100 0 0 0 0 0 0 45 100

Pangan Hewani :

- Ikan 43 95,6 0 0 1 2,2 1 2,2 45 100

- Ayam 0 0,0 3 6,7 17 37,8 25 55,6 45 100

- Daging 0 0,0 0 0,0 4 8,9 41 91,1 45 100

- Lele 0 0,0 2 4,4 2 4,4 41 91,1 45 100

- Telur 0 0,0 1 2,2 2 4,4 42 93,3 45 100

Pangan Nabati :

- Tempe 6 13,3 17 37,8 8 17,8 14 31,1 45 100

- Tahu 3 6,7 17 37,8 8 17,8 17 37,8 45 100

Sayur-sayuran :

- Daun Katu 7 15,6 25 55,6 4 8,9 9 20,0 45 100

- Daun singkong 7 15,6 19 42,2 3 6,7 16 35,6 45 100

- Kacang panjang 5 11,1 14 31,1 3 6,7 23 51,1 45 100

- Bayam 0 0,0 15 33,3 4 8,9 26 57,8 45 100

- Sawi pahit 0 0,0 3 6,7 0 0,0 42 93,3 45 100

Buah-buahan :

- Jeruk 2 4,4 5 11,1 3 6,7 35 77,8 45 100

- Apel 1 2,2 5 11,1 1 2,2 38 84,4 45 100

- Pisang 0 0,0 3 6,7 0 0,0 42 93,3 45 100

Snack :

- Roti/Krekers 6 13,3 13 28,9 3 6,7 23 51,1 45 100

- Pisang goreng 0 0,0 5 11,1 0 0,0 40 88,9 45 100

- Kacang Hijau 1 2,2 3 6,7 0 0,0 41 91,1 45 100

- Susu 4 8,9 0 0,0 1 2,2 40 88,9 45 100

Tidak Pernah Jumlah Frekuensi Konsumsi

≥ 1X/hr 2-5X/mg 1X/BbrpX/bl

Dari data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa pola konsumsi makanan ibu nifas saat melaksanakan tradisi badapu kurang bervariasi karena setiap hari umumnya hanya mengkonsumi nasi dan ikan, hanya sebagian kecil yang melengkapi dengan pangan nabati, sayuran dan buah-buahan.


(63)

45

Seluruh (100 %) responden mengonsumsi beras sebagai makanan pokok sumber karbohidrat sebanyak 750 gr beras sehari untuk tiga kali makan (pagi, siang dan malam). Hanya sebagian kecil responden mengonsumsi makanan selingan untuk tambahan energi dari pangan sumber karbohidrat lain misalnya roti/krekers dan pisang goreng. Sesuai anjuran bahwa seharusnya ibu nifas mengonsumsi makanan tambahan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi ibu selama menyusui.

Konsumsi sumber protein dari pangan hewani pada umumnya ikan. Hampir seluruh (95,6 %) responden mengonsumsi ikan setiap hari lebih kurang 150 gr dengan frekuensi ≥1X/hari ( pagi, siang dan malam). Ada sebanyak 2,2 % yang tidak mengonsumsi ikan sama sekali karena memang tidak bisa makan ikan. Sebanyak 37,8 % responden yang mengonsumsi ayam dengan frekuensi 1X/BbrpX/bulan. Sedangkan yang mengonsumsi daging, lele dan telur hanya sebagian kecil yaitu kurang dari 10 % responden.

Konsumsi sumber protein dari pangan nabati yaitu tahu dan tempe. Tempe dikonsumsi sebanyak 100 gr/hari dan tahu 200 gr/hari (siang dan malam). Sebanyak 37,8 % responden yang mengonsumsi tempe dan tahu dengan frekuensi 2-5X/ minggu. Hal ini berkenaan dengan hari pekan (Onan) yang dilaksanakan dua kali seminggu, sehingga tahu dan tempe dapat dibeli untuk dikonsumsi. Sumber protein nabati yang lain, berasal dari kacang hijau dikonsumsi oleh sebagian kecil (< 10 %) responden sebagai makanan selingan. Sedangkan susu hanya dikonsumsi kira-kira oleh 10 % reponden.


(64)

46

Sayur-sayuran yang sering dikonsumsi yaitu daun katuk, daun singkong dicampur dengan kacang panjang lebih kurang sebanyak 200 gr/hari. Hanya sebagian kecil responden (15 %), setiap hari mengonsumsi sayuran tersebut pada makan siang dan malam saja. Sebagian (50 %) responden yang mengonsumsi sayuran dengan frekuensi 2-5X/ minggu. Sebanyak 20 % responden sama sekali tidak mengonsumsi sayuran.

Konsumsi buah-buahan sangat rendah sekali karena adanya pantangan untuk mengonsumsinya. Hanya sebagian kecil responden (< 5 %) yang mengonsumsi buah jeruk dan apel setiap hari dengan jumlah lebih kurang 200 gr/hari (siang dan malam). Sedangkan konsumsi buah dengan frekuensi 2-5X/minggu sebanyak 11 % responden. Sebanyak 78 %. responden tidak mengonsumsi buah sama sekali.

4.4. Asupan Zat Gizi

Asupan zat gizi diperoleh dengan cara menayakan makanan yang telah dikonsumsi responden pada satu hari kemarin (recall 24 jam). Recall dilakukan sebanyak dua kali. Hasil recall tersebut selanjutnya dianalisa zat gizinya dengan menggunakan program nutrisurvey, sehingga akan diperoleh rata-rata asupan zat gizi berupa energi, protein dan zat besi.

Berdasarkan tabel 4.14 di bawah, menunjukkan bahwa rata-rata asupan energi responden adalah 1531,66 Kal dengan standar deviasi sebesar 329,99 Kal. Sebagian besar (73,4 %) responden dengan asupan energi tingkat defisit (< 70 %


(65)

47

AKG), sebanyak 13,3 % dengan asupan energi tingkat sedang (81-99 % AKG), sebanyak 11,1 % dengan asupan energi tingkat kurang (70-80 % AKG) dan hanya 2,2 % dengan asupan energi tingkat baik (≥100 % AKG).

Tabel 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Energi

Intake Energi Jumlah Persen

Baik : ≥ 100 % AKG 1 2,2

Sedang : 81 - 99 % AKG 6 13,3

Kurang : 70 - 80 % AKG 5 11,1

Defisit : < 70 % AKG 33 73,4

Jumlah 45 100,0

Rata-rata 1531,64 ± 329,99

Berdasarkan tabel 4.15 di bawah ini, dapat dilihat bahwa rata-rata asupan protein responden adalah 54,68 gr dengan standar deviasi 14,21 gr. Sebanyak 33,3 % reponden dengan asupan protein tingkat kurang dan hanya 15,6 % responden dengan asupan protein tingkat baik.

Tabel 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Protein

Intake Protein Jumlah Persen

Baik : ≥ 100 % AKG 7 15,6

Sedang : 81 - 99 % AKG 11 24,4

Kurang : 70 - 80 % AKG 15 33,3

Defisit : < 70 % AKG 12 26,7

Jumlah 45 100,0

Rata-rata 54,68 ± 14,21


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Penelitian ini menggambarkan pola konsumsi makanan dan asupan zat gizi (asupan energi, protein dan zat besi) ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu, status gizi ibu nifas serta hubungan asupan zat gizi terhadap status gizi. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pola konsumsi makanan ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu relatif kurang baik karena tidak bervariasi. Hal ini disebabkan adanya pantangan atau larangan untuk mengkonsumsi beberapa jenis bahan makanan yang dianggap dapat mempengaruhi dan mengganggu kondisi kesehatan ibu nifas dan bayi. 2. Asupan zat gizi ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu sangat kurang,

yaitu sebanyak 91,1 % ibu nifas defisit zat besi, sebanyak 73,4 % ibu nifas defisit energi dan sebanyak 26,7 % ibu nifas defisit protein.

3. Ada sebanyak 82,2 % ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu memiliki kadar hemoglobin < 11 gr% atau mengalami anemia. Sebanyak 68,9 % ibu nifas pada IMT kategori normal dan 31,1 % pada kategori gemuk.


(2)

4. Hasil analisis Bivariat, menunjukkan bahwa asupan energi, protein dan zat besi ada hubungan yang signifikan dengan kadar hemoglobin masing-masing mempunyai nilai p=0,000<0,05. Sedangkan asupan energi dan protein tidak ada hubungan yang signifikan dengan IMT, masing-masing mempunyai nilai p=0,083>0,05) dan p=0,097>0,05.

5. Adanya pantangan/larangan pada ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu untuk mengonsumsi beberapa jenis bahan makanan yang bersifat dingin atau banyak mengandung air, yang umumnya terdapat pada sayuran dan buah-buahan. Oleh karena itu, ibu nifas harus menghindari makanan yang sifatnya dingin dan mengkonsumsi makanan yang sifatnya panas atau dalam keadaan hangat.

6.2. Saran

Pada ibu nifas yang melaksanakan tradisi badapu diperoleh gambaran pola konsumsi makanan yang kurang baik dan asupan zat gizi yang defisit, sehingga disarankan kepada Penanggung jawab Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil agar melakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Pendekatan yang komprehensif kepada Ibu-ibu dengan melibatkan berbagai pihak terkait seperti Badan Kontak Majlis Taklim (BKMT) atau kelompok perwiridan/ pengajian ibu-ibu dan PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga) untuk merubah kebiasaan badapu menjadi lebih baik sesuai kaidah kesehatan.


(3)

2. Menginstruksikan kepada Bidan Desa untuk memberikan KIE gizi dan arahan yang benar dalam melaksanakan tradisi badapu secara berkala pada masyarakat terutama pada kelompok ibu-ibu dan tokoh masyarakat, dalam hal pemilihan dan pengolahan bahan makanan yang bergizi sehingga tercipta keluarga dan masyakat yang sadar gizi. Tenaga kesehatan juga diharapkan dapat memotivasi ibu-ibu hamil untuk mau mengonsumsi tablet Fe sehingga tidak mengalami anemia dalam menghadapi proses persalinan.

3. Meminta dukungan dana yang proporsional untuk sektor kesehatan dari Pemerintahan Daerah Kabupaten Aceh Singkil, sehingga dapat menunjang program perbaikan gizi masyarakat khususnya ibu nifas, diantaranya kegiatan kunjungan pada masyarakat atau pendampingan terhadap kelompok-kelompok masyarakat.

Untuk pihak akademisi disarankan agar dapat melakukan penelitian lanjutan yaitu :

1. Akibat atau dampak yang ditimbulkan dari asap tungku saat melaksanakan tradisi badapu terhadap kesehatan ibu dan bayi.

2. Kajian yang lebih mendalam tentang khasiat dan manfaat dari bahan-bahan yang digunakan untuk membuat “minuman pariuk” dan “minuman mentah” yang harus diminum oleh ibu nifas saat melaksanakan tradisi badapu.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adair, Linda, S., 1987. Nutritional Anthropology, New York : Alan R. Liss, Inc. Almatsier, Sunita, 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Arisman, M.B., 2004, Gizi Dalam Daur Kehidupan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Aritonang, Evawany, 2007. Pengaruh Pemberian Mie Instan Fortifikasi pada Ibu Menyusui terhadap Kadar Zink dan Besi ASI serta Pertumbuhan Linier Bayi, Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Atmarita., 2005. Nutritional Problems in Indonesia, Jakarta

Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani CM., 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Jakarta : Penerbit Swadaya.

Departemen Kesehatan, RI., 1990. Pedoman Petugas Gizi Puskesmas, Jakarta.

_____________, 1995. Pedoman Pemberian Besi bagi Petugas, Jakarta.

_____________, 1996. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa, Jakarta.

_____________, 1996. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang, Jakarta.

_____________ dan World Health Organization, 2000. Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001-2005, Jakarta.

_____________, 2005. Gizi Dalam Angka, Jakarta.

_____________, 2006. Rencana Pembangunan Kesehatan Tahun 2005-2009, Jakarta.

_____________, 2007. Pedoman Pemantauan Konsumsi Gizi, Jakarta

_____________, 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS Indonesia Tahun 2007, Jakarta.


(5)

_____________, 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007, Jakarta.

Elroy, Ann, Mc.,Patricia K. Townsend., 1996. Medical Antropology In Ecological Perspective, Third Edition. New York : Wadsworth, Inc.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Fieldhouse, Paul., 1995. Food and Nutrition. New York : Chapman & Hall.

Foster, George, M., Anderson, Barbara, Gallatin,. 2006. Antropologi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Frank-Spohrer, Gail C., 1996. Community Nutrition. Applying Epidemiologi to Contemporary Practice. Maryland : An Aspen Publication, Inc.

Gibney, Michael J., Vorster, Hester H., Kok, Frans J., 2002. Introduction to Human Nutrition.: Malden : Blackwell Science Ltd.

Lembaga Adat dan Kebudayaan (LAKA) Daerah Istimewa Aceh, 1990. Pedoman Umum Adat Aceh, Edisi I. Banda Aceh : Lembaga Adat dan Kebudayaan. Maas, Linda T., 2004. Kesehatan Ibu dan Anak. Persepsi Budaya dan Dampak

Kesehatannya, Medan : USU Digital Library.

Poerwandari, E. Kristi,. 2007. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta : LPSP3 Fakultas Psikologi UI.

Reddy, P.H. 1990. "Dietary practices during pregnancy, lactation and infaancy : Implications for Health", Health Transition : The Culture. Social and Behavioral determinants of Health, volume II. Disunting oleh John C. Caldwell, et al., Canberra: Health Transition Centre.

Riyadi, Hadi. 2001. Buku Ajar : Metode Penelitian Status Gizi Secara Antropometri. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Sanjur, Diva., 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. United Status of Amerika : Prentice Hall, Inc.

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I dan II. Jakarta : Dian Rakyat.


(6)

Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta : Dirjen Dikti Depdiknas.

Sugiyono, 2007. Metoda Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Suharjo, Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA., 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia.

Supariasa, I, Dewa, Nyoman., Bakri, Bachtyar., Fajar, Ibnu., 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wilson, Christine,. 1980. Food, Ecology and Culture. New York, London, Paris : Gordon and Breach Sciense Publishers.


Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

1 43 116

Pola Konsumsi Makanan Jajanan Dan Status Gizi Remaja Pesantren Irsyadul Islamiyah Tanjung Medan Dan SMU Negeri 1 Kampung Rakyat Rantau Prapat Tahun 2006

0 38 83

Mekanisme Koping Pasangan Infertilitas di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil

0 21 78

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Di Pesisir Pantai Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil

7 44 125

Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi Dalam Menekan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil

3 31 83

Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi Dalam Menekan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil

0 0 9

Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi Dalam Menekan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil

0 0 2

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

0 0 20

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

0 0 7

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

0 0 13