Metil Bromida (CH3Br) Sebagai Fumigan Hama Gudang Areca Nut Weevil (Araecerus fasciculatus De Geer) (Coleoptera : Anthribidae) Pada Biji Pinang
Lampiran 1.
BAGAN PENELITIAN
D0T1 (I)
D0T1 (II)
D0T1 (III)
D1T1 (I)
DIT1 (II)
D1T1 (III)
D2T1 (I)
D2T1(II)
D2T1 (III)
D3T1 (I)
D3T1 (II)
D3T1 (III)
D0T2 (I)
D0T2 (II)
D0T2 (III)
D1T2 (I)
D1T2 (II)
D1T2 (III)
D2T2 (I)
D2T2 (II)
D2T2 (III)
D3T2 (I)
D3T2 (II)
D3T2 (III)
D0T3 (I)
D0T3 (II)
D0T3 (III)
D1T3 (I)
D1T3 (II)
D1T3 (III)
D2T3 (I)
D2T3 (II)
D2T3 (III)
D3T3 (I)
D3T3 (II)
D3T3 (III)
U
2 Jam
4 Jam
S
12 Jam
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
D0T1 : Dosis 0 g/m3 + waktu pemaparan 2 jam
D0T2 : Dosis 0 g/m3 + waktu pemaparan 4 jam
D0T3 : Dosis 0 g/m3 + waktu pemaparan 12 jam
D1T1 : Dosis 24 g/m3 + waktu pemaparan 2 jam
D1T2 : Dosis 24 g/m3 + waktu pemaparan 4 jam
D1T3 : Dosis 24 g/m3 + waktu pemaparan 12 jam
D2T1 : Dosis 32 g/m3 + waktu pemaparan 2 jam
D2T2 : Dosis 32 g/m3 + waktu pemaparan 4 jam
D2T3 : Dosis 32 g/m3 + waktu pemaparan 12 jam
D3T1 : Dosis 40 g/m3 + waktu pemaparan 2 jam
D3T2 : Dosis 40 g/m3 + waktu pemaparan 4 jam
D3T3 : Dosis 40 g/m3 + waktu pemaparan 12 jam
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2
PERSENTASE MORTALITAS (%)
Perlakuan
D0T1
D0T2
D0T3
D1T1
D1T2
D1T3
D2T1
D2T2
D2T3
D3T1
D3T2
D3T3
Total
Rataan
Ulangan
I
II
III
0,00
0,00
0,00
0,00
6,66
0,00
0,00
6,66
13,30
13,30
13,30
20,00
20,00
20,00
20,00
40,00
33,30
40,00
46,60
40,00
46,60
53,30
60,00
60,00
66,60
53,30
66,60
66,60
73,30
73,30
86,60
93,30
80,00
100,00 100,00 93,30
493,00 499,82 513,10
41,08
41,65
42,76
Total
Rataan
0,00
6,66
19,96
46,60
60,00
113,30
133,20
173,30
186,50
213,20
259,90
293,30
1505,92
0,00
2,22
6,65
15,53
20,00
37,77
44,40
57,77
62,17
71,07
86,63
97,77
41,83
Tabel Dwi Kasta Total
Perlakuan
D0
D1
T1
0,00 46,60
T2
6,66 60,00
T3
19,96 113,30
Total
26,62 219,90
Rataan
8,87 73,30
D2
133,20
173,30
186,50
493,00
164,33
D3
213,20
259,90
293,30
766,40
255,47
Total
393,00
499,86
613,06
1505,92
Tabel Dwi Kasta Rataan
Perlakuan
D0
D1
T1
0,00 15,53
T2
2,22 20,00
T3
6,65 37,77
Total
8,87 73,30
Rataan
2,96 24,43
D2
44,40
57,77
62,17
164,33
54,78
D3
71,07
86,63
97,77
255,47
85,16
Total
131,00
166,62
204,35
501,97
Rataan
98,25
124,97
153,27
125,49
Rataan
32,75
41,66
51,09
41,83
Universitas Sumatera Utara
Transformasi Arcsin per sentase
Ulangan
Perlakuan
Total
I
II
III
D0T1
4,05
4,05
4,05
12,16
D0T2
4,05
14,96
4,05
23,07
D0T3
4,05
14,96
21,39
40,40
D1T1
21,39 21,39
26,57
69,34
D1T2
26,57 26,57
26,57
79,70
D1T3
39,23
35,24
39,23 113,71
D2T1
43,05 39,23
43,05 125,33
D2T2
46,89 50,77
50,77 148,43
D2T3
54,70 46,89
54,70 156,28
D3T1
54,70
58,89
58,89 172,47
D3T2
68,53 75,00
63,43 206,96
D3T3
90,00 90,00
75,00 255,00
Total
457,21 477,94 467,69 1402,85
Rataan
38,10 39,83
38,97
Rataan
4,05
7,69
13,47
23,11
26,57
37,90
41,78
49,48
52,09
57,49
68,99
85,00
38,97
Tabel Dwi Kasta Total
Perlakuan
D0
D1
T1
12,16 69,34
T2
23,07 79,70
T3
40,40 113,71
Total
75,63 262,74
Rataan
25,21 87,58
D2
125,33
148,43
156,28
430,04
143,35
D3
172,47
206,96
255,00
634,43
211,48
Total
379,31
458,15
565,39
1402,85
Tabel Dwi Kasta Rataan
Perlakuan
D0
D1
T1
4,05 23,11
T2
7,69 26,57
T3
13,47 37,90
Total
25,21 87,58
Rataan
8,40 29,19
D2
41,78
49,48
52,09
143,35
47,78
D3
57,49
68,99
85,00
211,48
70,49
Total
126,44
152,72
188,46
467,62
Rataan
94,83
114,54
141,35
116,90
Rataan
31,61
38,18
47,12
38,97
Universitas Sumatera Utara
Daftar Sidik Ragam
SK
db
Perlakuan
11,00
D
3,00
T
2,00
DxT
6,00
Galat
24,00
Total
35,00
FK=
54666,05
KK=
12,29%
JK
20723,13
18910,91
1453,91
358,31
550,49
21273,62
KT
1883,92
6303,64
726,95
59,72
22,94
Ket:
Fhit
82,13
274,82
31,69
2,60
F.05
2,22
3,01
3,40
2,51
F.01
3,09
4,72
5,61
3,67
Ket
**
**
*
*=nyata
**=sangat nyata
tn=tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Foto Tahapan Proses Pembiakan Hama Hingga Fumigasi
Metil Bromida
1. Dibiakkan hama di stoples biakkan
2. Ditimbang dan dimasukkan pinang ke goni jute
3. Dimasukkan hama dan pinang, lalu goni dijahit
4. Disusun dirangka, sesuai dengan perlakuan
5. Dipasang plastick sheet dan sandsnake
Universitas Sumatera Utara
6. Dipasang selang distributor
7. Dialirkan gas metil bromida kesetiap rangka
perlakuan
v
8. Dilakukan monitoring
9. Dipasang Hazard area (tanda bahaya)
10. Dilakukan aerasi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5.Foto dengan Dosen Pembimbing
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous.
2011.
Fumigasi.
diunduh
dari
http://menaramajuperkasa/fumigasi/htm pada tanggal 11 Maret 2013.
Bakoh, B. 2012. Hama Gudang Araecerus fasciculatus Pada Biji Kakao. Diunduh
dari http://ditjenbu@deptan.go.id. Pada tanggal 11 Maret 2013.
Badan Karantina Pertanian. 2006. Manual Fumigasi Metil Bromida (Untuk
Perlakuan Karantina Tumbuhan). Departemen Pertanian, Jakarta.
BBP2TP Ambon. 2012. Hama Gudang Araecerus fasciculatus Pada Biji Kakao.
Diunduh dari http://ditjenbu@deptan.go.id. Pada tanggal 11 Maret 2013.
Depkes RI. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V, P. 55-58.
Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementrian
Pertanian. 2011. Pedoman Teknis Akselerasi Peningkatan Ekspor Produk
Pertanian, Jakarta.
Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian. 2012. Manual Fumigasi
Metil Bromida (Untuk
Perlakuan
Karantina
Tumbuhan).
Departemen Pertanian, Jakarta.
Harahap, L.H. 2010. Mengenal Lingkungan Perkembangan Hama Pascapanen.
POPT Balai Besar Karantina Belawan, Belawan.
Jufrihadi. 2009. Efektifitas Fumigan Metil Bromida (CH 3 Br) untuk
Pemberantasan Tikus di Kapal dengan Menggunakan Sistem Manual dan
Sistem Penguapan di Peabuhan Tanjung Pinang Tahun 2009. Sekolah
Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Jurnal Makalah Keperawatan dan Budidaya. 2008. Budidaya Pinang. Diunduh
dari http://www.Makalah-keperawatan-dan-budidaya/html pada tanggal 11
Maret 2013.
Kalshoven , L.G.E. 1981. The Pest of Crops In Indonesia. Revised and Transated
By Vader Laan. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.
Maha, M. 1997. IradiasinSebagai Salah Satu Alternatif Perlakuan Karantina.
Proshiding Seminar Teknologi Pangan. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi
Badan. Tenaga Atom Nasional.
Mustika, S. Fathurrahman, Mahfudz dan M.S. Saleh. 2010. Perkecambahan Benih
Pinang pada Berbagai Cara Benih dan Cahaya. Jurusan Penyuluhan
Pertanian Universitas Tudulako. J. Agroland. 17(2) : 108. Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
Setyolaksono, M.P. 2011. Ekologi Hama Pascapanen (Hama Gudang). Diunduh
dari http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tp/ekologi-hama-pascapanen-hama
gudang. Pada tanggal 11 Maret 2012.
Sinulingga, D.H. 2010. Pengaruh Jarak Bilah Pisau dan RPM Pisau Bawah
Terhadap Hasil Pengupasan Buah Pinang Muda. Jurusan Teknologi
Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Skripsi. (3-4).
Sulaeha, Melina dan Sylvia S. 2007. Preferensi Hama Gudang
Araecerus fasciculatus (De Geer) (Coleoptera : Anthribidae) terhadap
Makanan dan Pencampuran Makanan dengan Bahan Alami Tanaman
Acorus colomus L. Dalam Bentuk Pellet. Dalam Proshiding Seminar
Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel. Hal
217-221.
Wang, C.K., and Lee, W.H., 1996. Separation, Characteristics, and Biological
Activities of Phenolicsin Areca Fruit. J Agric. Food Chem., 44, 2014
-2019.
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kapasitas penetrasi yang cukup besar, cepat menembus kulit, mata
dan saluran pernafasan. Jika kulit bersinggungan dengan benda-benda yang
terkontaminasi dengan fumigasi cair dapat menyebabkan dermatitis akut
(Depkes, 1989).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini akan dilaksanakan di rumah kassa Mess Balai Besar
Karantina Pertanian Belawan Gedung Johor, Medan. Dengan ketinggian tempat
±25 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februarisampai April 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah biji pinang yang
diperoleh dari gudang eksportir daerah kecamatan medan Sunggal, Fumigan
dengan merek dagang metil bromida yang diperoleh dari perusahaan fumigasi
teregistrasi Badan Karantina Pertanian yang berlokasi di Medan, A. fasciculatus
yang sudah diperbanyak, benang, kain kassa dan lakban.
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Alat pelindung diri
(alat pernafasan, kotak P3K, tabung pemadam api kecil, topi keselamatan dan jas
kerja, sarung tangan dan sepatu keselamatan), Alat monitor gas (alat pendeteksi
kebocoran gas, alat monitor, selang monitor, alat pengukur konsentrasi gas), Alat
aplikasi fumigan (selang distribusi gas, sakelar pemisah, alat pemercik, lembaran
plastik fumigasi, guling pasir, pemanas, alat pengukur panas, timbangan dan kipas
angin, meteran, kalkulator, kunci inggris, obeng, gunting, senter troli, kuas besar,
lem, tali plastik, burlap, penjepit, pisau lipat), Alat petunjuk bahaya (tanda bahaya
racun, hazard tape dan lampu penerangan), Dokumen fumigasi (sertifikat
fumigan, sertifikat bebas gas, lembar catatan fumigan, kartu petunjuk medis,
catatan fumigasi pribadi, formulir pemberitahuan pelaksanaan fumigasi).
Peralatan lain dalam penelitian ini adalah berupa karung goni jute ukuran
5 kg, sebagai kemasan biji pinang, tiap-tiap karung goni tersebut diisi 1 kg buah
pinang dan 15 ekor hama. Kemudian dimasukkan ke dalam rangka kayu
Universitas Sumatera Utara
berbentuk kotak (kubus) dengan ukuran volume 0,50 m (P) x 0,50 m (L) x 0,50 m
(T) = 0,125 m3.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2
faktor, yang terdiri dari:
Faktor I
: Dosis (D)
D0
: 0 gr/m3(kontrol)
D1
: 24 g/m3
D2
: 32 g/m3
D3
: 40 g/m3
Faktor II
: Waktu Pemaparan (T)
T1
: 2 jam
T2
: 4 jam
T3
: 12 jam
Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan, yaitu:
D0T1
D1T1
D2T1
D3T1
D0T2
D1T2
D2T2
D3T2
D0T3
D1T3
D2T3
D3T3
Jumlah ulangan yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
t (r-1)
≥ 15
12 (r-1)
≥ 15
12r-12
≥ 15
12r
≥ 27
r
≥ 27/12
Universitas Sumatera Utara
≥ 2,25
r
Jumlah ulangan
:3
Jumlah kotak perlakuan
: 12 X 3 = 36 kotak
Jumlah goni jute
: 36 x 3 = 108 goni
Jumlah hama
: 108 x 15 = 1620 hama
Jumlah biji pinang
: 108 x 1 = 108 kg
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam model linier sebagai berikut:
Yij = μ + αi + βj + (αβ)ij + εij
i = 1, 2, 3
j = 1, 2, 3
Keterangan:
Yij
: Data hasil pengamatan dari unit percobaan dengan perlakuan
Dosis taraf ke-i dan waktu pemaparan taraf ke-j
μ
: Rataan umum
αi
: Pengaruh dosis taraf ke-i
βk
: Pengaruh waktu pemaparan taraf ke-j
(αβ)ij : Pengaruh interaksi dari perlakuan dosis taraf ke-i dan waktu pemaparan
taraf ke-j
εijk
: Pengaruh galat yang mendapat perlakuan dosis taraf ke-i dan waktu
pemaparan taraf ke-j
Terhadap sidik ragam yang nyata, dilanjutkan analisis lanjutan dengan Uji
Jarak Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf 5% (Sastrosupadi, 2010).
Pelaksanaan penelitian
Perbanyakan A. fasciculatus
Universitas Sumatera Utara
Tahapan perbanyakkan dilakukan dengan mengumpulkan 30 pasang
imago A. fasciculatus yang diperoleh dari gudang –gudang penyimpanan biji
pinang milik pengguna jasa karantina (eksportir) didaerah kecamatan Medan
Sunggal. Kemudian ditangkarkan dalam stoples perbanyakkan (Gambar 7a) dan
bak penampungan (Gambar 7b) yang sebelumnya telah terisi biji pinang
Gambar 7a. Stoples Perbanyakkan
Gambar 7b. Bak Penampungan
Sumber : Foto Langsung
serta diletakkan dalam ruangan pada suhu 28° C dengan kelembaban 70%.
Perbanyakkan dilakukan selama ± 1 bulan. Serangga uji yang digunakan adalah
serangga dewasa (imago) hasil perbanyakkan yang telah memenuhi syarat dan
layak dilakukan untuk penelitian yang memiliki umur relatif sama.
Infestasi serangga uji A. fasciculatus pada biji pinang dalam karung-karung
penelitian
Tahapan infestasi atau memasukkan serangga uji pada masing-masing
karung biji pinang dilakukan dengan bantuan tabung kecil (tube) ukuran diameter
3 x 5 cm yang dimasukkan melalui lubang pada karung yang sudah disediakan
sebelumnya, setelah itu ditutup atau dijahit kembali (Gambar 8).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8. Goni dijahit kembali
Sumber : Foto Langsung
Jumlah serangga uji yang dimasukkan sebanyak 15 ekor perkarung biji pinang.
Karung-karung biji pinang yang terinfeksi serangga uji kemudian disusun rapi
didalam rangka kotak perlakuan (Gambar 9)
Gambar 9. Goni disusun di rangka perlakuan
Sumber : Foto Langsung
dan dibiarkan selama ± 2 hari didalam gudang, untuk menyesuaikan dengan
kondisi yang baru bagi hama tersebut.
Kegiatan Pra Fumigasi
Persiapan (Verifikasi)
Verifikasi merupakan kegiatan dalam rangka memperolah informasi untuk
mendapatkan kepastian bahwa fumigasi layak untuk dilakukan. Hal-hal yang
perlu diverifikasi antara lain adalah waktu dan tempat pelaksanaan fumigasi,
komoditas (jenis, jumlah, kondisi, kemasan), penumpukkan komoditas, dan jenis
hama.
Dosis metil bromida yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian yaitu :
24g/m3, 32g/m3 dan 40g/m3dengan waktu pemaparan selama 2, 4, dan 6 jam.
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran suhu perlu dilakukan dengan termometer, suhu ruangan yang
digunakan sesuai standar Barantan yaitu : minimum 21°C.
Pelaksanaan penelitian efektivitas metil bromida terhadap pengendalian
hama penggerek buah pinang dilaksanakan dan dimulai pada jam 09:00 WIB.
- Ukuran volume ruang fumigasi yang digunakan dihitung dengan rumus;
Volume (V) = Panjang (P) x Lebar (L) x Tinggi (T).
- Total fumigan yang digunakan dihitung dengan rumus;
Jumlah fumigan yang digunakan = Dosis standar x volume ruangan x
100
98
Contoh : 24 x 0,125 x 100/98 = 3,06g/m3
Pelaksanaan
Setting Alat
Pemasangan alat monitor atas, tengah, bawah pada komoditas yang akan
difumigasi. Kemudian dilakukan pemasangan selang distributor gas metil bromida
ke ruangan fumigasi. Tiap-tiap sudut rangka ditutup plastic sheet dengan lebar 0,5
m, sisa sheet dengan lebar 0,5 m tersebut dilakukan pemasangan guling pasir
(sandsnake) penempatan disusun dengan sistem ganda seperti batu bata atau
double overlapping yang bertujuan agar penempatan guling pasir dapat ditutupi
dengan guling pasir sebelahnya sehingga menutupi sela sambungan guling pasir
dan terciptanya ruangan fumigasi yang kedap gas (Gambar 10).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10. Pemasangan selang distributor, Plastic sheet dan Sand snake
Sumber : Foto Langsung
Aplikasi Metil Bromida
Pemasangan tanda bahaya (hazard area) yang merupakan batas keamanan
± 6m dari tumpukkan komoditas yang difumigasi dan air dipanaskan dengan
evaporizer. Kemudian dilakukan penghitungan dosis dan pengukuran volume
fumigasi yang akan digunakan. Tabung metil bromida diletakkan diatas
timbangan (Gambar 11).
Gambar 11. Pengaplikasian Metil Bromida
Sumber : Foto Langsung
Kemudian dengan memastikan tidak ada orang yang dekat disekelilingnya,
fumigator melepas gas secara perlahan dengan waktu ± 30 detik, kemudian
dibiarkan kipas angin nyala terus selama ± 15 menit, untuk mendistribusikan gas
secara merata didalam ruangan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan kebocoran gas
secara keseluruhan dengan menggunakan alat riken leak detector.
Monitoring
Universitas Sumatera Utara
Monitoring konsentrasi gas adalah untuk memastikan bahwa konsentrasi
gas metil bromida dalam ruangan fumigasi menyebar dengan merata dan
konsentrasinya sesuai dengan yang telah disiapkan. Monitoring konsentrasi gas
harus menggunakan alat pengukur konsentrasi gas metil bromida. Monitoring juga
bertujuan untuk mengetahui tercapainya tingkat konsentrasi fumigan selama
jangka waktu tertentu yang diperlukan untuk membunuh suatu OPT, dinyatakan
dengan CT Product (concentration time product) (Gambar 13.)
Gambar 12. Monitoring
Sumber : Foto Langsung
Monitoring awal dilakukan 30 menit setelah selesainya pelepasan gas
yang bertujuan untuk mengetahui kecukupan dan penyebaran gas. Awal
perhitungan waktu fumigasi sudah bisa dilakukan apabila:
1. Konsentrasi gas cukup dan menyebar secara merata ke semua ruangan fumigasi
(eqiulibrium).
2. Konsentrasi gas dinyatakan cukup apabila hasil monitor menunjukkan bahwa
konsentrasi gas berada pada atau diatas nilai standar pada tabel ready reckoner.
3. Kemudian hasil monitor menunjukkan perbedaan nilai konsentrasi tertinggi dan
terendah tidak lebih dari 15 persen dari nilai konsentrasi yang terendah.
Universitas Sumatera Utara
Jika dari hasil pengukuran konsentrasi gas dalam ruangan ternyata tidak
sesuai (lebih rendah) dari yang ditentukan, hal ini mungkin dikarenakan :
-
Distribusi fumigan yang tidak merata diseluruh ruangan.
-
Adanya hambatan atau penyumbatan diselang monitor.
-
Adanya masalah dengan peralatan monitoring.
-
Lembaran fumigasi rusak/bocor.
-
Lantai tempat fumigasi tidak kedap gas.
-
Pemasangan sandsnake tidak benar.
-
Penutupan ruang fumigasi tidak sempurna.
-
Sirkulasi yang tidak baik (kipas angin).
-
Perhitungan volume tidak tepat.
-
Pengukuran jumlah fumigan tidak tepat.
Contoh:suatu fumigasi dilaksanakan dengan dosis awal 48 g/m3selama 24 jam
setelah 30 menit pelepasan gas, maka dilakukan monitoring dengan hasil
sebagai berikut:
a. pada selang monitor I
: 38 g/m3
b. pada selang monitor II
: 41 g/m3
c. Pada selang monitor III
: 43 g/m3
Nilai rata-rata
40,6 g/m3
d. Kesimpulan yang diperoleh :
- Konsentrasi gas sudah cukup, karena nilai pada tiap-tiap selang monitor nilai
konsentrasinya sama atau diatas nilai standar pada tabel ready reckoner.
- Gas tersebar merata (equilibrium) kesemua ruangan fumigasi, sebab perbedaan
nilai konsentrasi tertinggi dan terendah tidak lebih dari 15% yaitu :
Universitas Sumatera Utara
43 – 38 x 100% = 13,6% ≤ 15 %
38
Konsentrasi standar dosis methyl bromida yang dilakukan pada penelitian
ini mengadopsi dari standar Australian Quarantine and Inspection Service (AQIS)
untuk fumigasi menggunakan metil bromida versi 1,7 – November 2011 (Tabel
1), sebagai salah satu bentuk program kerjasama pihak pemerintah Australia
melalui Australian Fumigation Accreditation Scheme in Indonesia (AFASID)
dengan Indonesian Quarantine Agency (Badan Karantina Pertanian – Kementrian
Pertanian) yang telah berjalan sejak tahun 2004, dalam mengembangkan dan
menerapkan metode praktek fumigasi yang baik dan benar kepada perusahaan
fumigasi sebagai perlakuan fumigasi.
Cara menggunakan tabel 1 diatas, dapat dilihat pada (gambar 13) dibawah ini:
Nilai konsentrasi maksimum
19,4
Nilai
14,4
Nilai konsentrasi standar
9,4
9,4
Nilai
Nilai konsentrasi minimum
Gambar 13. Nilai konsentrasi maksimum, standar dan minimum dengan dosis awal 48 g/m3 dan
waktu pemaparan fumigasi selama 24 jam.
Keterangan: Angka 19,4 merupakan nilai konsentrasi maksimum, angka 14,4
nilai konsentrasi standar dan angka 9,4 adalah nilai konsentrasi minimum, jika
dosis awal yang digunakan adalah 48 g/m3 dengan waktu pemaparan fumigasi
selama 24 jam, pada hasil monitor akhir nilai yang harus diperoleh yaitu sama
dengan nilai konsentrasi standar 14,4 atau diatas nilai standar, tetapi masih
dibawah nilai konsentrasi maksimum yaitu 19,4 maka nilai hasil monitoring
tersebut
telah
tercapai
dan
pelaksanaan
fumigasi
dinyatakan
berhasil
(AQIS, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Monitoring akhir dilakukan untuk mengetahui berhasil tidaknya proses
pelaksanaan fumigasi, dilihat pada akhir masa fumigasi. Pelaksanaan fumigasi
dinyatakan berhasil apabila konsentrasi gas pada selang monitor berada sama atau
diatas nilai standard.
Aerasi
Aerasi yaitu suatu proses pembuangan sisa fumigan dari dalam ruang ke
tingkat ambang batas aman. Aerasi berhubungan dengan metil bromida secara
langsung (terekspos), sehingga selalu diperhatikan arah angin (jangan melawan
arah angin).
Kegiatan Pasca Fumigasi
Melakukan pendokumentasian dengan menerbitkan catatan hasil fumigasi
(record sheet) dan (gas clearance certificate), hal ini diterbitkan apabila
konsentrasi gas diruang fumigasi telah diambang batas minimum treshold limit
value
Peubah Amatan
Persentase mortalitas A. fasciculatus
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah kumbang yang mati.
a
P = xx x 100 %
b
dimana :
P
= Persentase mortalitas
a
= Jumlah hama yang mati
b
= jumlah hama seluruhnya (Jufrihadi, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Morfologi Biji Pinang
Pengamatan secara visual dilakukan dengan mengamati perubahan atau
sejauh mana kerusakkan yang terjadi pada biji pinang meliputi perubahan warna
dan tampilan morfologis biji pinang.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase mortalitas A. fasciculatus
Hasil analisis statistika (lampiran 2 ) menunjukkan bahwa perlakuan dosis
dan waktu pemaparan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
parameter mortalitas hama, sedangkan interaksi antara keduanya hanya
berpengaruh nyata saja terhadap parameter mortalitas hama. Rataan mortalitas
hama setelah dilakukan fumigasi dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rataan Persentase Mortalitas A. fasciculatus (%)
Dosis
Waktu Pemaparan
D0
D1
D2
D3
15.53 fg
44.40 e 71.07 c
T1
0.00 h
20.00 f
57.77 d 86.63 b
T2
2.22 h
37.77 e
62.17 d 97.77 a
T3
6.65 gh
24.43 c
54.78 b 85.16 a
Rataan
2.96 d
Keterangan:
Rataan
32.75 c
41.66 b
51.09 a
Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan Multiple
Range Test.
Persentase mortalitas hama tertinggi (85.16 %) terdapat pada perlakuan
pemberian dosis D3 (40 g/m3) dan terendah (2,96 %) terdapat pada perlakuan D0
(kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan D3 lebih efektif dibandingkan
dengan perlakuan lain karena pada perlakuan terserbut semakin tinggi dosis yang
diaplikasikan maka semakin tinggi tingkat kematian hama. Hal ini disebabkan
karena metil bromida mengandung zat yang memiliki daya penetrasi yang cukup
besar sehingga dapat mematikan jaringan organ hama tersebut, hal ini sesuai
dengan jurnal dari Depkes (1989) yang menyatakan bahwa CH3 Br mempunyai
kapasitas penetrasi yang cukup besar, cepat menembus kulit, mata dan saluran
pernafasan. Jika kulit bersinggungan dengan benda-benda yang terkontaminasi
dengan fumigasi cair dapat menyebabkan dermatitis akut dan kematian organ.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil sidik ragam terdapat tingkat mortalitas hama tertinggi (51,09%)
pada perlakuan waktu pemaparan T3 (12 jam) dan terendah (32,75%) pada
perlakuan waktu pemaparan T1 (2 jam). Ini menunjukkan bahwa perlakuan
fumigasi dengan waktu pemaparan yang lebih lama memiliki efektifitas racun
yang lebih besar dan dapat menyebabkan kematian (mortalitas), hal ini sesuai
dengan literatur dari Jufrihadi (2008) yang menyatakan bahwa tidak dapat
melakukan kontak terus menerus dengan metil bromida (CH 3 Br) selama beberapa
jam karena akan mengakibatkan kematian.
Hubungan
persentase
mortalitas
dengan
dosis
dapat
dilihat
padaGambar14.
Gambar 14. Hubungan persentase mortalitas dengan dosis(g/m3)
D0 (0 g/m3)D1(24g/m3) D2(32g/m3) D3(40g.m3)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 14 menunujukkan bahwa persentase mortalitas tertinggi terdapat
pada perlakuan D3 yaitu 70,49% dan terendah D1 yaitu 29,69%. Hubungan
persentase mortalitas dengan waktu pemaparan dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Hubungan persentase mortalitas dengan waktu pemaparan (jam)
T1(2 Jam) T2(4 Jam) T3(12Jam)
Gambar 15
menunjukkan waktu pemaparan fumigasi yang dilakukan
menghasilkan jumlah persentase mortalitas yang berbeda-beda tergantung dari
berapa lama waktu fumigasi yang dipaparkan. Apabila fumigasi dilaksanakan
dengan baik dan sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan maka
fumigasi tersebut dinyatakan tepat sasaran dengan waktu pemaparan yang
terlama. Terdapat beberapa ketentuan apabila fumigasi tidak dilakukan
berdasarkan standar yang ada, diantaranyaadanya hambatan atau penyumbatan
diselang monitor, adanya masalah dengan peralatan monitoring, lantai tempat
fumigasi tidak kedap gas serta sirkulasi yang tidak baik (kipas angin) hal ini
sesuai dengan literatur Jufrihadi (2008) yang menyatakan Jika dari hasil
Universitas Sumatera Utara
pengukuran konsentrasi gas dalam ruangan ternyata tidak sesuai (lebih rendah)
dari yang ditentukan, hal ini dikarenakan : distribusi fumigan yang tidak merata
diseluruh ruangan, adanya hambatan atau penyumbatan diselang monitor, adanya
masalah dengan peralatan monitoring, lembaran fumigasi rusak/bocor, lantai
tempat fumigasi tidak kedap gas, pemasangan sandsnake tidak benar, penutupan
ruang fumigasi tidak sempurna, sirkulasi yang tidak baik (kipas angin),
perhitungan volume tidak tepat, pengukuran jumlah fumigan tidak tepat.
Morfologi Biji Pinang
Dari hasil pengamatan visual yang telah dilakukan tidak ditemukannya
kerusakkan yang terjadi pada biji pinang meliputi perubahan warna maupun
tampilan morfologis dari biji pinang itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa
fumigasi yang dilakukan dengan metil bromida tidak berbahaya untuk biji pinang
sehingga dapat dilaksanakan untuk tujuan kegiatan ekspor maupun impor. Hal ini
dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Pengamatan Visual Morfologi Biji Pinang
No
1.
Sebelum
Sesudah
Keterangan
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
2.
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
Universitas Sumatera Utara
No
3.
4.
5.
6.
Sebelum
Sesudah
Keterangan
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
7.
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
8.
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
Universitas Sumatera Utara
No
9.
Sebelum
Sesudah
Keterangan
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
Dari pengamatan visual yang telah dilakukan,diperoleh hasil dari ke
sembilan kombinasi perlakuan (D1T1, D2T1, D3T1, D1T2, D2T2, D3T2, D1T3,
D2T3dan D3T3) serta ke 3 ulangannya tidak ditemukannya kerusakkan yang
terjadi pada biji pinang meliputi perubahan warna maupun tampilan morfologis
dari biji pinang itu sendiri.
Hal ini karena biji pinang memiliki struktur biji yang keras dan kasar
sehingga sulit untuk gas metil bromida tersebut masuk dan merusak tampilan
visual morfologinya, hal ini karena metil bromida hanya dapat bereaksi dengan
molekul yang mengandung sulfur seperti yang ditemukan pada karet alam dan
bulu-buluan, serta dapat melarutkan bahan-bahan yang mengandung aspal dan
batu bara muda, apabila bertemu dengan unsur-unsurtersebut barulah metil
bromida akan dapat merubah sifat dari bahan yang difumigasikan. Hal ini sesuai
dengan literatur Badan Karantina Pertanian (2006) yang menyatakan bahwa metil
bromidaadalah bahan kimia yang reaktif, dapat bereaksi dengan unsur-unsur dan
merubah sifat dari bahan yang difumigasi.
Diketahui bahwa metil bromida bereaksi dengan molekul yang
mengandung sulfur seperti yang ditemukan pada karet alam dan bulu-buluan.
metil bromidaakan membentuk suatu zat yang mudah meledak dengan alumunium
Universitas Sumatera Utara
dalam keadaan tidak ada oksigen. Cairan metil bromidaadalah pelarut kuat yang
akan melarutkan bahan-bahan bitumin (yang mengandung aspal dan batu bara
muda) serta menyebabkan melembek dan memuainya beberapa plastik, terutama
PVC (polyvinyl cloride).
.,mlk j
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dosis fumigasi metil bromida ; D0 (0 g/m3) D1 (24g/m3) D2 (32g/m3) dan D3
(40g/m3)
berpengaruh sangat nyata terhadap persentase mortalitas hama
dengan hasil terbaik pada Dosis D3 (40g/m3).
2. Waktu pemaparan metil bromida ; T1 (2Jam) T2 (4 Jam) dan T3(12 Jam)
berpengaruh sangat nyata terhadap persentase mortalitas hama dengan hasil
terbaik pada waktu pemaparan T3 (12 Jam).
3. Interaksi antara dosis perlakuan dengan waktu pemaparan metil bromida
berpengaruh nyata terhadap mortalitas hama A. fascicullatus.
4. Dosis, waktu pemaparan serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata
terhadap perubahan visual morfologi biji pinang.
Saran
Disarankan untuk mengendalikan A. fascicullatus dengan menggunakan
dosis yang telah diperhitungkan dengan akurat dan dapat dilaksanakan penelitian
lanjutan di rangka (tempat penelitian) dan dosis serta waktu pemaparan yang lebih
luas lagi.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Pinang memiliki nilai ekonomi sebagai bahan baku kimia dan industri
serta memiliki banyak manfaat, adapun botani tanaman pinang adalah sebagai
berikut :
Botani Tanaman Pinang
Menurut Jurnal Makalah Keperawatan dan Budidaya (2008) adapun
sistematika tanaman pinang adalah sebagai berikut:
Divisi
: Plantae
Subdivisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monokotil
Ordo
: Arecales
Famili
: Arecaceae
Genus
: Areca
Spesies
: Areca catechu L.
Pinang merupakan tanaman famili Arecaceae yang dapat mencapai tinggi
15-20 m dengan batang tegak lurus bergaris tengah 15 cm (Gambar 1).
Gambar 1. Pohon pinang
Sumber : http://damayantiluh./ramuan-herbal-buah-pinang/htm (23 April 2013).
Universitas Sumatera Utara
Pembentukan batang baru terjadi setelah 2 tahun dan berbuah pada umur 5-8
tahun tergantung keadaan tanah (Depkes RI, 1989).
Daun berbentuk tabung panjang ± 80 cm serta berujung tajam, buah jantan
berwarna kekuningan dan buah betina hijau,mempunyai jambul daun-daun kecil
yang belum terbuka (Gambar 2).
Gambar 2. Daun Pinang
Sumber : http://itp.lucidcentral.org/id/palms/palm-id/Areca_catechu.htm (23 April
2013)
Tanaman ini berbunga pada awal dan akhir musim hujan dan memiliki masa
hidup 25-30 tahun (Wang and Lee, 1996).
Buah dikenal dengan buah buni berwarna oranye. Perbedaan antara buah
pinang muda dan pinang tua yakni buah pinang tua berkulit kuning kecoklatan
serta memiliki konsistensi buah yang keras, sedangkan pinang muda berkulit hijau
muda hingga hijau tua (Gambar 3)
Buah pinang muda
Buah pinang tua
Gambar 3. Buah Pinang
Sumber : http://www.flickr.com/photos/adaduitokla/htm (23 April 2013)
Universitas Sumatera Utara
Serta memiliki konsistensi buah yang lunak.Buahnya berkecambah setelah 1,5
bulan dan 4 bulan (Depkes RI, 1989)
Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak berlekuklekuk dengan warna yang lebih muda (Gambar 4)
Gambar 4. Biji Pinang
Sumber : Foto Langsung
Pada bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak
beraturan menembus endosperm yang berwarna agak keputihan (Wang and Lee,
1996).
Syarat Tumbuh
Iklim
Curah hujan yang dikehendaki tanaman pinang antara 750-4.500
mm/tahun yang merata sepanjang tahun atau hari hujan sekitar 100 - 150
hari.Tanaman pinang sangat sesuai pada daerah yang bertipe iklim sedang dan
agak basah dengan bulan basah 3 – 6 bulan/tahun dan bulan kering 4 – 8
bulan/tahun.Tanaman pinang dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimum
antara 20–32 °C. Tanaman pinang menghendaki daerah dengan kelembaban udara
antara 50-90 %.Penyinaran yang sesuai untuk tanaman pinang berkisar antara 6-8
jam/hari(Jurnal Makalah Keperawatan dan Budidaya, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Tanah
Tanah yang baik untuk pengembangan pinang adalah tanah beraerasi baik,
solum tanah dalam tanpa lapisan cadas, jenis tanah laterik, lempung merah
dan aluvial. Tanaman Pinang dapat berproduksi optimal pada ketinggian
0-1.000 m dpl (meter diatas permukaan laut). Tanaman pinang idealnya
ditanam
pada
ketinggian
dibawah
600
m
diatas
permukaan
laut
(Jurnal Makalah Keperawatan dan Budidaya, 2013).
Bioekologi Areca Nut Weevil
Biologi Hama
Adapun klasifikasi hama Areca Nut Weevil menurut Bakoh (2012) adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Hexapoda
Ordo
: Coleoptera
Familia
: Anthribidae
Genus
: Araecerus
Species
: Araecerus fasciculatus De Geer
Kumbang betina meletakkan telurnya pada lubang bekas gerekan dengan
ovipositornya,
kemudian ditutup dengan bekas gerekan. Betina bertelur
15-50
butir.
Lama
waktu
Bentuk
telur
ovoid,
pucat
penetasan
dan
telur
permukaannya
selama
berlekuk
±
9
tak
hari.
teratur
(Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Larva menyerupai uret, berwarna putih kelabu dan pada pertumbuhan
penuh berukuran 5-6 mm. Larva berambut, berwarna keputihan, bagian toraks
membesar (Gambar 5).
Gambar 5. Larva A. fasciculatus
Sumber : USDA-ARS-GMPRC Image Database - License: Public Domain (23
April 2013)
Larva aktif menggerek bahan dan membuat lubang. Periode larva berlangsung
selama 20 hari. Sebelum berkepompong larva membuat rongga dalam biji dan
dilapis dengan sisa gerekan bercampur air liurnya, yang berfungsi sebagai kokon
(BBP2TP Ambon, 2012).
Fase kepompong berlangsung ± 5 hari. Kumbang dewasa akan tinggal
dalam buah selama 12 hari. Kumbang ini dapat hidup selama 17 minggu jika
makanan cukup.
Pada fase imago tubuh berukuran 3-4 mm, berwarna gelap atau coklat
kelabu dengan elitra terdapat totol-totol (Gambar 6a).
Gambar 6. Imago A. fasciculatus
Sumber : Foto Langsung
Universitas Sumatera Utara
Antena berbentuk gada, tarsi 5 segmen dan panjang keseluruhan tarsi sama atau
melebihi panjang tibia.
Pada bagian elitra dan protoraksnya terdapat banyak bercak berwarna
terang, elitra A. fasciculatus lebih pendek dibanding ukuran abdomennya
(Bakoh, 2012).
Faktor yang Mempengaruhi Hama
Masa perkembangan, ketahanan hidup dan produksi telur serangga hama
pascapanen tergantung pada kesesuaian lingkungan dan makanan. Laju populasi
serangga dapat meningkat sebagai hasil dari masa perkembangan yang singkat,
ketahanan hidup yang meningkat atau produksi telur yang lebih banyak. Dalam
kondisi normal, gudang adalah sumber makanan sehingga permasalahan utama
bagi serangga adalah suhu dan kadar air/kelembaban. Walaupun demikian,
sebagian besar serangga hama pascapanen dapat hidup pada berbagai bahan
simpan dan terdapat variasi kelimpahan serangga pada tiap-tiap bahan simpan
(Harahap, 2010).
Makanan yang cukup dan sesuai dengan yang dibutuhkan hama
pascapanen akan mendukung perkembangan populasi hama, sebaliknya makanan
yang cukup tetapi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan akan menyebabkan hama
tidak menyukai bahan simpan/makanan tersebut atau akan dapat menekan
populasi hama tersebut. Ketidak cocokan makanan dapat timbul karena :
- Kurangnya kandungan unsur yang diperlukannya;
-
Rendahnya kadar air dalam kandungan makanan;
-
Permukaan material (bahan pangan) terlalu keras;
-
Bentuk material (bahan pangannya) (Setyolaksono, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Serangga hama di penyimpanan, terutama hama-hama penting adalah
serangga yang telah teradaptasi pada lingkungan penyimpanan dengan baik,
karena:
- Habitat penyimpanan merupakan reservoir alaminya
- Toleransinya yang tinggi terhadap faktor fisik di penyimpanan
- Keragaman perilaku makan pada berbagai bahan simpan
- Laju reproduksi yang tinggi
- Kemampuan yang tinggi dalam menemukan lokasi sumber makanan
- Kemampuan bertahan hidup dalam kondisi tanpa pangan \
- Adaptasi morfologi (ukuran kecil, bentuk pipih, gerakan cepat dll.)
(Harahap, 2010).
Gejala Serangan
Kumbang-kumbang ini merupakan perusak yang luas dari persediaan biji
dalam rumah penyimpanan (gudang), yang mengakibatkan kehilangan berat dan
mengotori produk/ hasil. Kerusakan pada buah yang tidak di kupas hanya terbatas
di kulit, pada biji pecah atau yang telah diserang oleh pertumbuhan jamur biji
pecah lebih di sukai oleh serangga ini. Sejauh yang diketahui bahwa, spesies ini
meletakkan telurnya pada lubang bekas gerekan dengan ovipositornya, kemudian
ditutup dengan bekas gerekan. Lubang-lubang hampir tidak dapat dilihat oleh
mata biasa (Kalshoven, 1981).
Hama ini banyak terdapat didaerah tropis dan subtropis, secara acak
ditemukan didaerah iklim sedang. Tetapi beberapa catatan menunjukkan bahwa
kumbang dapat mempertahankan dirinya sendiri untuk beberapa waktu dalam
gudang dan pengolahan makanan. Spesies ini hanya dikenal terutama sebagai
Universitas Sumatera Utara
hama serius pada biji kopi dan kakao sebagai produk bahan simpan untuk
beberapa waktu, dengan kondisi dan tingkat kelembaban yang tinggi. Produk yang
terinfeksi secara umum agak lembab, kerusakkan yang cukup parah terutama
dilakukan pada stadia larva.
Pengendalian Hama
Pengelolaan atau pengendalian A. fasciculatus sebagai hama primer sangat
penting karena akan mengurangi infestasi dari hama sekunder. Ada beberapa cara
untuk mengendalikan hama ini antara lain :
1. Penggunaan bahan alami tanaman sebagai umpan atau perangkap merupakan
salah satu cara yang akhir-akhir ini dikembangkan untuk mengurangi
kerusakan produk pertanian selama di penyimpanan. Tanaman yang dapat
dimanfaatkan untuk pengendalian hama A. fasciculatus pada biji kakao di
penyimpanan seperti legundi (Vitex trifolia L.), jeringau (Acorus colomus L.),
sereh liar (Andropogon nardus L.).
2. Melakukan penjemuran biji kakao yang sudah terinfentasi A. fasciculatus agar
mencapai pengeringan yang sempurna, yaitu kontak langsung dengan teriknya
sinar matahari, sehingga akan membuat hama tersebut mati.
3. Melakukan pencegahan masuknya OPT dari suatu wilayah ke wilayah lain
dengan cara fumigasi (Bakoh, 2012).
Fumigasi merupakan salah satu cara dari beberapa teknik pengendalian
hama yang sering digunakan oleh para profesional manajemen pengendalian
hama.Pengedalian hama gudang yang umum saat ini dilakukan adalah
pengendalian secara kimia dengan menggunakan pestisida. Pestisida selain dapat
membunuh hama juga sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan dapat pula
Universitas Sumatera Utara
mencemari lingkungan. Oleh karena itu penggunaan pestisida dalam pengendalian
hama perlu dilaksanakan secara hati-hati (Anonimous, 2011).
Fumigasi dengan Metil Bromida(CH 3 Br)
Fumigasi adalah pengendalian hama dengan jalan memasukkan atau
melepaskan fumigan kedalam ruangan tertutup atau kedap udara selama beberapa
waktu yang diperlukan dengan dosis dan konsentrasi tertentu, dapat mematikan
hama digudang, bangunan, pesawat, udara dan kapal laut (Jufrihadi, 2009).
Metil bromida adalah bahan kimia yang reaktif, dapat bereaksi dengan
unsur-unsur dan merubah sifat dari bahan yang difumigasi. Diketahui bahwa metil
bromida bereaksi dengan molekul yan mengandung sulfur seperti yang ditemukan
pada karet alam dan bulu-buluan. metil bromida akan membentuk suatu zat yang
mudah meledak dengan alumunium dalam keadaan tidak ada oksigen. Cairan
metil bromida adalah pelarut kuat yang akan melarutkan bahan-bahan bitumin
(yang mengandung aspal dan batu bara muda) serta menyebabkan melembek dan
memuainya beberapa plastik, terutama PVC (Badan Karantina Pertanian, 2006).
Deskripsi Metil Bromida (CH 3 Br)
Fumigan metil bromida yang masih diizinkan pemakaiannya memiliki
sifat-sifat sebagai berikut:
-
Nama (Rumus) kimia
: metil bromida(CH3 Br)
-
Bau (Odour)
: tidak berbau pada konsentrasi rendah kecuali bila
ditambah chloropicrin
-
Titik didih
: 36°C
-
Titik beku (lebur)
: -93°C
-
Berat molekul
: 94,94
Universitas Sumatera Utara
-
Berat Jenis
-
Gas (udara=1)
: 3,27/0°C
-
Cairan/Liquid (air 4°C=1)
: 1,732/0°C
-
Panas penguapan
: 61,52 cal/g
-
Titik ledakan
: tidak mudah terbakar (nonflammable)
-
Daya larut dalam air
: 1,34/100 ml pada 25°C
-
Toksistas
: lambat dan komulatif
-
Sifat fisik lainnya
:
a. Penetrasi kuat dapat melarutkan bahan-bahan organik khususnya karet
b. Gas murni tidak korosif dengan metal
c. Cairan bereaksi dengan alumunium
d. Bereaksi dengan barang-barang dari kulit dan wol
e. Bereaksi dengan photographic chemical (Jufrihadi, 2009).
Ion bromida juga diketahui sebagai zat yang dapat menimbulkan
kerusakkan pada lapisan ozon. Oleh karena itu, melalui Protokol Montreal,
penggunaan metil bromida disepakati untuk dihapuskan secara bertahap.
Ketentuan tentang penghapusan secara bertahap tersebut tidak berlaku bagi
keperluan karantina dan pra-pengapalan. Walaupun begitu penggunaan fumigan
tersebut untuk keperluan Karantina dan Pra-pengapalan harus dilakukan sesuai
dengan pelaksanaan fumigasi yang baik (good fumigation practices) untuk
mengurangi
emisi
yang
berlebihan
dari
fumigan
tersebut
ke
udara
(Badan Karantina Pertanian, 2006).
Gas CH3 Br ini lebih berat dari udara sehingga ketika pelepasan gas pada
saat dilakukan fumigasi kapal, gas berkumpul dibawah ruangan. CH 3 Br
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kapasitas penetrasi yang cukup besar, cepat menembus kulit, mata
dan saluran pernafasan. Jika kulit bersinggungan dengan benda-benda yang
terkontaminasi dengan fumigasi cair dapat menyebabkan dermatitis akut
(Depkes, 1989).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perdagangan komoditas bahan pangan dan hasil pertanian serta kehutanan
pada umumnya memungkinkan terjadinya perpindahan atau penyebaran hama
penyakit dan hama tanaman dari suatu daerah atau negara ke negara lain, maka
setiap negara memberlakukan peraturan karantina yang ketat agar masuknya hama
penyakit dan hama tanaman baru dari luar wilayah teritorialnya dapat dicegah,
baik yang melalui darat, laut maupun udara (Maha, 1997).
Fumigasi merupakan cara yang digunakan dalam upaya pemberantasan
hama, baik pada produk segar seperti buah dan sayuran, maupun pada produk
yang dapat disimpan lama seperti biji-bijian. Sejak fumigasi dengan etilen
dibromida (EDB) dilarang oleh Badan Perlindungan Lingkungan Amerika
(USEPA) pada tahun 1984 dan oleh Departemen Pertanian Jepang pada tahun
1984, kemudian diikuti pula oleh negara-negara lain karena ternyata berbahaya
bagi kesehatan pekerja, konsumen dan lingkungan, maka saat ini tinggal dua
macam bahan kimia utama untuk fumigasi komoditas pertanian, yaitu metil
bromida dan fosfin (Maha, 1997).
Sampai saat ini fumigasi dengan metil bromida merupakan salah satu
standar perlakuan yang digunakan untuk keperluan karantina dan pra pengapalan
karena dapat membunuh hama dalam berbagai stadia hingga 100%.
Metil bromida memang perusak ozon, tetapi perlu tindakan perlakuan
karantina dan perlakuan pra-pengapalan. Tujuannya adalah untuk membebaskan
media pembawa, orang, alat angkut, peralatan, dan pembungkus dari Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) atau Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina
Universitas Sumatera Utara
(OPTK). Karena dapat merusak ozon, maka penggunaan metil bromida pada
tindakan perlakuan karantina harus dilakukan oleh Pengguna dengan keahlian,
keterampilan khusus serta bersertifikat. metil bromida masih digunakan
dikarenakan belum adanya zat pengganti seefektif metil bromida. OPTK adalah
semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan
kematian tumbuhan karenanya perlu dicegah pemasukan dan penyebarannya
didalam wilayah Negara Republik Indonesia (Badan Karantina Pertanian, 2006).
Di Indonesia, selain untuk konsumsi lokal, pinang merupakan salah satu
komoditas ekspor yang produksinya meningkat setiap tahun. Indonesia menjadi
produsen utama pinang dunia pada tahun 2006 dengan ekspor mencapai 100.000
ton. Permintaan ekspor biji pinang muda lebih besar daripada permintaan untuk
biji pinang tua. Harga jual biji pinang muda juga lebih mahal dibanding harga jual
biji pinang tua (Sinulingga, 2010).
Pinang sebagai salah satu tanaman palma cukup potensial dan memiliki
nilai ekonomi sebagai bahan baku industri kimia dan farmasi. Pemanfaatannya
terutama untuk acara seperti ramuan sirih pinang, pada upacara adat, atau untuk
keperluan rumah tangga. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pemanfaatan tanaman pinang untuk keperluan farmasi dan industri makin
berkembang. Disamping prospektif untuk ekspor, pinang juga dapat dikategorikan
sebagai tanaman perkebunan serbaguna. Di pasar internasional dikenal sebagai
areca nut atau batt nut yang dapat diekspor dalam bentuk biji atau buah utuh.
Bagian lain dari tanaman pinang yang bermanfaat, antara lain sebagai bahan
bangunan, tanaman hias, dan banyak digunakan dalam acara adat yang
melambangkan hubungan sosial dan budaya (Mustika, dkk, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Serangga yang sering dilaporkan berada dalam penyimpanan dan sering
menimbulkan kerusakan serius adalah Araecerus fasciculatus (Coleoptera :
Anthribidae). Serangga ini merupakan hama primer yang sangat banyak
ditemukan
pada
penyimpanan
pengelolaan/pengendalian
untuk
biji
kakao
mengurangi
sehingga
infestasi
perlu
hama
upaya
selama
di
penyimpanan. Pengelolaan/pengendalian A. fasciculatus sebagai hama primer
yang sangat penting karena akan mengurangi infestasi dari hama- hama sekunder
(Sulaeha, dkk, 2007).
A. fasciculatus merupakan hama primer yang sangat banyak ditemukan
pada penyimpanan buah pinang
sehingga perlu upaya pengendalian untuk
mengurangi hama selama penyimpanan. Akibat dari serangan hama ini
pemerintah masih merekomendasikan penggunaan bahan fumigan metil bromida
sebagai salah satu bentuk perlakuan untuk buah pinang yang akan diekspor
(Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementrian
Pertanian, 2011).
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui konsentrasi metil bromida dalam pengendalian hama
A. fasciculatus pada berbagai dosis dan waktu pemaparan.
Hipotesis Penelitian
- Ditemukan konsentrasi dosis dan waktu pemaparan fumigasi metil bromida
yang efektif dan efisien terhadap pengendalian hama A. fasciculatus De Geer
pada biji pinang yang akan di ekspor.
Universitas Sumatera Utara
- Ada pengaruh antara dosis dan waktu pemaparan serta interaksi antara
keduanya terhadap mortalitas A. fasciculatus pada buah pinang akibat fumigasi
dengan metil bromida
- Tidak ditemukan efek residu akibat perlakuan fumigasi metil bromida terhadap
morfologi biji pinang yang akan diekspor.
Kegunaan Penelitian
-
Untuk memberikan informasi mengenai dosis dan waktu pemapaparan secara
tepat untuk melakukan fumigasi dengan menggunakan metil bromida pada
komoditas biji pinang yang akan diekspor dengan standar Badan Karantina
Pertanian.
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program
Studi Agrekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Nirza Okta Yudistira. 2014. “Methyl Bromide (CH 3 Br) as fumigant for
pest warehouse Areca Nut Weevil (Araecerus fasciculatus De Geer) (Coleoptera :
Anthribidae) on areca nut”. Supervised by DarmaBakti and Fatimah Zahara.
This research aimed to know the apropriate concentration for controlling
A. fasciculatus on several dose and time exposure. This research was conducted
in shading house of agriculture quarantine main centre, BelawanGedung Johor,
±25 m above sea level, started on February to April 2014. This research used
randomized complete design, with two factors and three the replicate,firts factor
was replication dose of Methyl Bromide(0 g/m3, 24 g/m3, 32g/m3and 40 g/m3) and
second wastime exposure( 2 hours, 4 hours and 12 hours).
The result showed that dose and time exposure of Methyl Bromide so
significantly effected to mortality percentage, interaction between two factors also
significantly effected to mortality percentage. Best result showed on D3 (dose 40
g/m3) with mortality rate 85,16% and T3 (exposure time 6 hours) with mortality
rate 51,09%.
Key Words: Fumigation, A. fasciculatus, Methyl Bromide, Areca nut
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Nirza Okta Yudistira. 2014. “Metil Bromida (CH 3 Br) Sebagai Fumigan
Hama Gudang Areca Nut Weevil (Araecerus fasciculatus De Geer) (Coleoptera :
Anthribidae) Pada Biji Pinang”, dibimbing oleh Darma Bakti dan Fatimah Zahara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi Metil Bromida dalam
pengendalian hama A. fasciculatus pada berbagai dosis dan waktu pemaparan.
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kassa Mess Balai Besar Karantina Pertanian
Belawan Gedung Johor, Medan dengan ketinggian tempat ±25 m dpl mulai bulan
Februari sampai April 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dalam 3 ulangan. Faktor pertama
yakni dosis (0 g/m3, 24 g/m3, 32g/m3 dan 40 g/m3) dan faktor kedua yakni waktu
pemaparan (2 jam, 4 jam dan 12 jam).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis dan waktu pemaparan
berpengaruh sangat nyata terhadap persentase mortalitas hama, Sedangkan
interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas. Hasil
terbaik ditunjukkan pada D3 (dosis 40 g/m3) untuk mengendalikan A. fasciculatus
dengan persentasi mortalitas 85,16% dan T3 (waktu pemaparan 12 jam) untuk
mengendalikan A. fasciculatus dengan persentase mortalitas 51,09%.
Kata kunci: fumigasi, A. fasciculatus, Metil Bromida, biji pinang
Universitas Sumatera Utara
METIL BROMIDA (CH 3 Br) SEBAGAI FUMIGAN HAMA GUDANG
ARECA NUT WEEVIL (Araecerus fasciculatus De Geer)
(Coleoptera :Anthribidae) PADA BIJI PINANG
SKRIPSI
OLEH :
NIRZA OKTA YUDISTIRA / 090301046
AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
Universitas Sumatera Utara
METIL BROMIDA (CH 3 Br) SEBAGAI FUMIGAN HAMA GUDANG
ARECA NUT WEEVIL (Araecerus fasciculatus De Geer)
(Coleoptera :Anthribidae) PADA BIJI PINANG
SKRIPSI
OLEH :
NIRZA OKTA YUDISTIRA / 090301046
AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
Universitas Sumatera Utara
Judul Skripsi
: Metil Bromida (CH 3 Br) Sebagai Fumigan Hama
Gudang
Areca Nut Weevil (Araecerus fasciculatus De
Geer) (Coleoptera : Anthribidae) Pada Biji Pinang
Nama
: Nirza Okta Yudistira
Nim
: 090301046
Minat
: Hama Dan Penyakit Tumbuhan
Program Studi
: Agroekoteknologi
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS
Ketua
Ir. Fatimah Zahara
Anggota
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, MSc.
Ketua Program StudiAgroekoteknologi
Tanggal Lulus
:
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Nirza Okta Yudistira. 2014. “Methyl Bromide (CH 3 Br) as fumigant for
pest warehouse Areca Nut Weevil (Araecerus fasciculatus De Geer) (Coleoptera :
Anthribidae) on areca nut”. Supervised by DarmaBakti and Fatimah Zahara.
This research aimed to know the apropriate concentration for controlling
A. fa
BAGAN PENELITIAN
D0T1 (I)
D0T1 (II)
D0T1 (III)
D1T1 (I)
DIT1 (II)
D1T1 (III)
D2T1 (I)
D2T1(II)
D2T1 (III)
D3T1 (I)
D3T1 (II)
D3T1 (III)
D0T2 (I)
D0T2 (II)
D0T2 (III)
D1T2 (I)
D1T2 (II)
D1T2 (III)
D2T2 (I)
D2T2 (II)
D2T2 (III)
D3T2 (I)
D3T2 (II)
D3T2 (III)
D0T3 (I)
D0T3 (II)
D0T3 (III)
D1T3 (I)
D1T3 (II)
D1T3 (III)
D2T3 (I)
D2T3 (II)
D2T3 (III)
D3T3 (I)
D3T3 (II)
D3T3 (III)
U
2 Jam
4 Jam
S
12 Jam
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
D0T1 : Dosis 0 g/m3 + waktu pemaparan 2 jam
D0T2 : Dosis 0 g/m3 + waktu pemaparan 4 jam
D0T3 : Dosis 0 g/m3 + waktu pemaparan 12 jam
D1T1 : Dosis 24 g/m3 + waktu pemaparan 2 jam
D1T2 : Dosis 24 g/m3 + waktu pemaparan 4 jam
D1T3 : Dosis 24 g/m3 + waktu pemaparan 12 jam
D2T1 : Dosis 32 g/m3 + waktu pemaparan 2 jam
D2T2 : Dosis 32 g/m3 + waktu pemaparan 4 jam
D2T3 : Dosis 32 g/m3 + waktu pemaparan 12 jam
D3T1 : Dosis 40 g/m3 + waktu pemaparan 2 jam
D3T2 : Dosis 40 g/m3 + waktu pemaparan 4 jam
D3T3 : Dosis 40 g/m3 + waktu pemaparan 12 jam
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2
PERSENTASE MORTALITAS (%)
Perlakuan
D0T1
D0T2
D0T3
D1T1
D1T2
D1T3
D2T1
D2T2
D2T3
D3T1
D3T2
D3T3
Total
Rataan
Ulangan
I
II
III
0,00
0,00
0,00
0,00
6,66
0,00
0,00
6,66
13,30
13,30
13,30
20,00
20,00
20,00
20,00
40,00
33,30
40,00
46,60
40,00
46,60
53,30
60,00
60,00
66,60
53,30
66,60
66,60
73,30
73,30
86,60
93,30
80,00
100,00 100,00 93,30
493,00 499,82 513,10
41,08
41,65
42,76
Total
Rataan
0,00
6,66
19,96
46,60
60,00
113,30
133,20
173,30
186,50
213,20
259,90
293,30
1505,92
0,00
2,22
6,65
15,53
20,00
37,77
44,40
57,77
62,17
71,07
86,63
97,77
41,83
Tabel Dwi Kasta Total
Perlakuan
D0
D1
T1
0,00 46,60
T2
6,66 60,00
T3
19,96 113,30
Total
26,62 219,90
Rataan
8,87 73,30
D2
133,20
173,30
186,50
493,00
164,33
D3
213,20
259,90
293,30
766,40
255,47
Total
393,00
499,86
613,06
1505,92
Tabel Dwi Kasta Rataan
Perlakuan
D0
D1
T1
0,00 15,53
T2
2,22 20,00
T3
6,65 37,77
Total
8,87 73,30
Rataan
2,96 24,43
D2
44,40
57,77
62,17
164,33
54,78
D3
71,07
86,63
97,77
255,47
85,16
Total
131,00
166,62
204,35
501,97
Rataan
98,25
124,97
153,27
125,49
Rataan
32,75
41,66
51,09
41,83
Universitas Sumatera Utara
Transformasi Arcsin per sentase
Ulangan
Perlakuan
Total
I
II
III
D0T1
4,05
4,05
4,05
12,16
D0T2
4,05
14,96
4,05
23,07
D0T3
4,05
14,96
21,39
40,40
D1T1
21,39 21,39
26,57
69,34
D1T2
26,57 26,57
26,57
79,70
D1T3
39,23
35,24
39,23 113,71
D2T1
43,05 39,23
43,05 125,33
D2T2
46,89 50,77
50,77 148,43
D2T3
54,70 46,89
54,70 156,28
D3T1
54,70
58,89
58,89 172,47
D3T2
68,53 75,00
63,43 206,96
D3T3
90,00 90,00
75,00 255,00
Total
457,21 477,94 467,69 1402,85
Rataan
38,10 39,83
38,97
Rataan
4,05
7,69
13,47
23,11
26,57
37,90
41,78
49,48
52,09
57,49
68,99
85,00
38,97
Tabel Dwi Kasta Total
Perlakuan
D0
D1
T1
12,16 69,34
T2
23,07 79,70
T3
40,40 113,71
Total
75,63 262,74
Rataan
25,21 87,58
D2
125,33
148,43
156,28
430,04
143,35
D3
172,47
206,96
255,00
634,43
211,48
Total
379,31
458,15
565,39
1402,85
Tabel Dwi Kasta Rataan
Perlakuan
D0
D1
T1
4,05 23,11
T2
7,69 26,57
T3
13,47 37,90
Total
25,21 87,58
Rataan
8,40 29,19
D2
41,78
49,48
52,09
143,35
47,78
D3
57,49
68,99
85,00
211,48
70,49
Total
126,44
152,72
188,46
467,62
Rataan
94,83
114,54
141,35
116,90
Rataan
31,61
38,18
47,12
38,97
Universitas Sumatera Utara
Daftar Sidik Ragam
SK
db
Perlakuan
11,00
D
3,00
T
2,00
DxT
6,00
Galat
24,00
Total
35,00
FK=
54666,05
KK=
12,29%
JK
20723,13
18910,91
1453,91
358,31
550,49
21273,62
KT
1883,92
6303,64
726,95
59,72
22,94
Ket:
Fhit
82,13
274,82
31,69
2,60
F.05
2,22
3,01
3,40
2,51
F.01
3,09
4,72
5,61
3,67
Ket
**
**
*
*=nyata
**=sangat nyata
tn=tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Foto Tahapan Proses Pembiakan Hama Hingga Fumigasi
Metil Bromida
1. Dibiakkan hama di stoples biakkan
2. Ditimbang dan dimasukkan pinang ke goni jute
3. Dimasukkan hama dan pinang, lalu goni dijahit
4. Disusun dirangka, sesuai dengan perlakuan
5. Dipasang plastick sheet dan sandsnake
Universitas Sumatera Utara
6. Dipasang selang distributor
7. Dialirkan gas metil bromida kesetiap rangka
perlakuan
v
8. Dilakukan monitoring
9. Dipasang Hazard area (tanda bahaya)
10. Dilakukan aerasi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5.Foto dengan Dosen Pembimbing
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous.
2011.
Fumigasi.
diunduh
dari
http://menaramajuperkasa/fumigasi/htm pada tanggal 11 Maret 2013.
Bakoh, B. 2012. Hama Gudang Araecerus fasciculatus Pada Biji Kakao. Diunduh
dari http://ditjenbu@deptan.go.id. Pada tanggal 11 Maret 2013.
Badan Karantina Pertanian. 2006. Manual Fumigasi Metil Bromida (Untuk
Perlakuan Karantina Tumbuhan). Departemen Pertanian, Jakarta.
BBP2TP Ambon. 2012. Hama Gudang Araecerus fasciculatus Pada Biji Kakao.
Diunduh dari http://ditjenbu@deptan.go.id. Pada tanggal 11 Maret 2013.
Depkes RI. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V, P. 55-58.
Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementrian
Pertanian. 2011. Pedoman Teknis Akselerasi Peningkatan Ekspor Produk
Pertanian, Jakarta.
Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian. 2012. Manual Fumigasi
Metil Bromida (Untuk
Perlakuan
Karantina
Tumbuhan).
Departemen Pertanian, Jakarta.
Harahap, L.H. 2010. Mengenal Lingkungan Perkembangan Hama Pascapanen.
POPT Balai Besar Karantina Belawan, Belawan.
Jufrihadi. 2009. Efektifitas Fumigan Metil Bromida (CH 3 Br) untuk
Pemberantasan Tikus di Kapal dengan Menggunakan Sistem Manual dan
Sistem Penguapan di Peabuhan Tanjung Pinang Tahun 2009. Sekolah
Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Jurnal Makalah Keperawatan dan Budidaya. 2008. Budidaya Pinang. Diunduh
dari http://www.Makalah-keperawatan-dan-budidaya/html pada tanggal 11
Maret 2013.
Kalshoven , L.G.E. 1981. The Pest of Crops In Indonesia. Revised and Transated
By Vader Laan. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.
Maha, M. 1997. IradiasinSebagai Salah Satu Alternatif Perlakuan Karantina.
Proshiding Seminar Teknologi Pangan. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi
Badan. Tenaga Atom Nasional.
Mustika, S. Fathurrahman, Mahfudz dan M.S. Saleh. 2010. Perkecambahan Benih
Pinang pada Berbagai Cara Benih dan Cahaya. Jurusan Penyuluhan
Pertanian Universitas Tudulako. J. Agroland. 17(2) : 108. Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
Setyolaksono, M.P. 2011. Ekologi Hama Pascapanen (Hama Gudang). Diunduh
dari http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tp/ekologi-hama-pascapanen-hama
gudang. Pada tanggal 11 Maret 2012.
Sinulingga, D.H. 2010. Pengaruh Jarak Bilah Pisau dan RPM Pisau Bawah
Terhadap Hasil Pengupasan Buah Pinang Muda. Jurusan Teknologi
Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Skripsi. (3-4).
Sulaeha, Melina dan Sylvia S. 2007. Preferensi Hama Gudang
Araecerus fasciculatus (De Geer) (Coleoptera : Anthribidae) terhadap
Makanan dan Pencampuran Makanan dengan Bahan Alami Tanaman
Acorus colomus L. Dalam Bentuk Pellet. Dalam Proshiding Seminar
Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel. Hal
217-221.
Wang, C.K., and Lee, W.H., 1996. Separation, Characteristics, and Biological
Activities of Phenolicsin Areca Fruit. J Agric. Food Chem., 44, 2014
-2019.
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kapasitas penetrasi yang cukup besar, cepat menembus kulit, mata
dan saluran pernafasan. Jika kulit bersinggungan dengan benda-benda yang
terkontaminasi dengan fumigasi cair dapat menyebabkan dermatitis akut
(Depkes, 1989).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini akan dilaksanakan di rumah kassa Mess Balai Besar
Karantina Pertanian Belawan Gedung Johor, Medan. Dengan ketinggian tempat
±25 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februarisampai April 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah biji pinang yang
diperoleh dari gudang eksportir daerah kecamatan medan Sunggal, Fumigan
dengan merek dagang metil bromida yang diperoleh dari perusahaan fumigasi
teregistrasi Badan Karantina Pertanian yang berlokasi di Medan, A. fasciculatus
yang sudah diperbanyak, benang, kain kassa dan lakban.
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Alat pelindung diri
(alat pernafasan, kotak P3K, tabung pemadam api kecil, topi keselamatan dan jas
kerja, sarung tangan dan sepatu keselamatan), Alat monitor gas (alat pendeteksi
kebocoran gas, alat monitor, selang monitor, alat pengukur konsentrasi gas), Alat
aplikasi fumigan (selang distribusi gas, sakelar pemisah, alat pemercik, lembaran
plastik fumigasi, guling pasir, pemanas, alat pengukur panas, timbangan dan kipas
angin, meteran, kalkulator, kunci inggris, obeng, gunting, senter troli, kuas besar,
lem, tali plastik, burlap, penjepit, pisau lipat), Alat petunjuk bahaya (tanda bahaya
racun, hazard tape dan lampu penerangan), Dokumen fumigasi (sertifikat
fumigan, sertifikat bebas gas, lembar catatan fumigan, kartu petunjuk medis,
catatan fumigasi pribadi, formulir pemberitahuan pelaksanaan fumigasi).
Peralatan lain dalam penelitian ini adalah berupa karung goni jute ukuran
5 kg, sebagai kemasan biji pinang, tiap-tiap karung goni tersebut diisi 1 kg buah
pinang dan 15 ekor hama. Kemudian dimasukkan ke dalam rangka kayu
Universitas Sumatera Utara
berbentuk kotak (kubus) dengan ukuran volume 0,50 m (P) x 0,50 m (L) x 0,50 m
(T) = 0,125 m3.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2
faktor, yang terdiri dari:
Faktor I
: Dosis (D)
D0
: 0 gr/m3(kontrol)
D1
: 24 g/m3
D2
: 32 g/m3
D3
: 40 g/m3
Faktor II
: Waktu Pemaparan (T)
T1
: 2 jam
T2
: 4 jam
T3
: 12 jam
Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan, yaitu:
D0T1
D1T1
D2T1
D3T1
D0T2
D1T2
D2T2
D3T2
D0T3
D1T3
D2T3
D3T3
Jumlah ulangan yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
t (r-1)
≥ 15
12 (r-1)
≥ 15
12r-12
≥ 15
12r
≥ 27
r
≥ 27/12
Universitas Sumatera Utara
≥ 2,25
r
Jumlah ulangan
:3
Jumlah kotak perlakuan
: 12 X 3 = 36 kotak
Jumlah goni jute
: 36 x 3 = 108 goni
Jumlah hama
: 108 x 15 = 1620 hama
Jumlah biji pinang
: 108 x 1 = 108 kg
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam model linier sebagai berikut:
Yij = μ + αi + βj + (αβ)ij + εij
i = 1, 2, 3
j = 1, 2, 3
Keterangan:
Yij
: Data hasil pengamatan dari unit percobaan dengan perlakuan
Dosis taraf ke-i dan waktu pemaparan taraf ke-j
μ
: Rataan umum
αi
: Pengaruh dosis taraf ke-i
βk
: Pengaruh waktu pemaparan taraf ke-j
(αβ)ij : Pengaruh interaksi dari perlakuan dosis taraf ke-i dan waktu pemaparan
taraf ke-j
εijk
: Pengaruh galat yang mendapat perlakuan dosis taraf ke-i dan waktu
pemaparan taraf ke-j
Terhadap sidik ragam yang nyata, dilanjutkan analisis lanjutan dengan Uji
Jarak Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf 5% (Sastrosupadi, 2010).
Pelaksanaan penelitian
Perbanyakan A. fasciculatus
Universitas Sumatera Utara
Tahapan perbanyakkan dilakukan dengan mengumpulkan 30 pasang
imago A. fasciculatus yang diperoleh dari gudang –gudang penyimpanan biji
pinang milik pengguna jasa karantina (eksportir) didaerah kecamatan Medan
Sunggal. Kemudian ditangkarkan dalam stoples perbanyakkan (Gambar 7a) dan
bak penampungan (Gambar 7b) yang sebelumnya telah terisi biji pinang
Gambar 7a. Stoples Perbanyakkan
Gambar 7b. Bak Penampungan
Sumber : Foto Langsung
serta diletakkan dalam ruangan pada suhu 28° C dengan kelembaban 70%.
Perbanyakkan dilakukan selama ± 1 bulan. Serangga uji yang digunakan adalah
serangga dewasa (imago) hasil perbanyakkan yang telah memenuhi syarat dan
layak dilakukan untuk penelitian yang memiliki umur relatif sama.
Infestasi serangga uji A. fasciculatus pada biji pinang dalam karung-karung
penelitian
Tahapan infestasi atau memasukkan serangga uji pada masing-masing
karung biji pinang dilakukan dengan bantuan tabung kecil (tube) ukuran diameter
3 x 5 cm yang dimasukkan melalui lubang pada karung yang sudah disediakan
sebelumnya, setelah itu ditutup atau dijahit kembali (Gambar 8).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8. Goni dijahit kembali
Sumber : Foto Langsung
Jumlah serangga uji yang dimasukkan sebanyak 15 ekor perkarung biji pinang.
Karung-karung biji pinang yang terinfeksi serangga uji kemudian disusun rapi
didalam rangka kotak perlakuan (Gambar 9)
Gambar 9. Goni disusun di rangka perlakuan
Sumber : Foto Langsung
dan dibiarkan selama ± 2 hari didalam gudang, untuk menyesuaikan dengan
kondisi yang baru bagi hama tersebut.
Kegiatan Pra Fumigasi
Persiapan (Verifikasi)
Verifikasi merupakan kegiatan dalam rangka memperolah informasi untuk
mendapatkan kepastian bahwa fumigasi layak untuk dilakukan. Hal-hal yang
perlu diverifikasi antara lain adalah waktu dan tempat pelaksanaan fumigasi,
komoditas (jenis, jumlah, kondisi, kemasan), penumpukkan komoditas, dan jenis
hama.
Dosis metil bromida yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian yaitu :
24g/m3, 32g/m3 dan 40g/m3dengan waktu pemaparan selama 2, 4, dan 6 jam.
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran suhu perlu dilakukan dengan termometer, suhu ruangan yang
digunakan sesuai standar Barantan yaitu : minimum 21°C.
Pelaksanaan penelitian efektivitas metil bromida terhadap pengendalian
hama penggerek buah pinang dilaksanakan dan dimulai pada jam 09:00 WIB.
- Ukuran volume ruang fumigasi yang digunakan dihitung dengan rumus;
Volume (V) = Panjang (P) x Lebar (L) x Tinggi (T).
- Total fumigan yang digunakan dihitung dengan rumus;
Jumlah fumigan yang digunakan = Dosis standar x volume ruangan x
100
98
Contoh : 24 x 0,125 x 100/98 = 3,06g/m3
Pelaksanaan
Setting Alat
Pemasangan alat monitor atas, tengah, bawah pada komoditas yang akan
difumigasi. Kemudian dilakukan pemasangan selang distributor gas metil bromida
ke ruangan fumigasi. Tiap-tiap sudut rangka ditutup plastic sheet dengan lebar 0,5
m, sisa sheet dengan lebar 0,5 m tersebut dilakukan pemasangan guling pasir
(sandsnake) penempatan disusun dengan sistem ganda seperti batu bata atau
double overlapping yang bertujuan agar penempatan guling pasir dapat ditutupi
dengan guling pasir sebelahnya sehingga menutupi sela sambungan guling pasir
dan terciptanya ruangan fumigasi yang kedap gas (Gambar 10).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10. Pemasangan selang distributor, Plastic sheet dan Sand snake
Sumber : Foto Langsung
Aplikasi Metil Bromida
Pemasangan tanda bahaya (hazard area) yang merupakan batas keamanan
± 6m dari tumpukkan komoditas yang difumigasi dan air dipanaskan dengan
evaporizer. Kemudian dilakukan penghitungan dosis dan pengukuran volume
fumigasi yang akan digunakan. Tabung metil bromida diletakkan diatas
timbangan (Gambar 11).
Gambar 11. Pengaplikasian Metil Bromida
Sumber : Foto Langsung
Kemudian dengan memastikan tidak ada orang yang dekat disekelilingnya,
fumigator melepas gas secara perlahan dengan waktu ± 30 detik, kemudian
dibiarkan kipas angin nyala terus selama ± 15 menit, untuk mendistribusikan gas
secara merata didalam ruangan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan kebocoran gas
secara keseluruhan dengan menggunakan alat riken leak detector.
Monitoring
Universitas Sumatera Utara
Monitoring konsentrasi gas adalah untuk memastikan bahwa konsentrasi
gas metil bromida dalam ruangan fumigasi menyebar dengan merata dan
konsentrasinya sesuai dengan yang telah disiapkan. Monitoring konsentrasi gas
harus menggunakan alat pengukur konsentrasi gas metil bromida. Monitoring juga
bertujuan untuk mengetahui tercapainya tingkat konsentrasi fumigan selama
jangka waktu tertentu yang diperlukan untuk membunuh suatu OPT, dinyatakan
dengan CT Product (concentration time product) (Gambar 13.)
Gambar 12. Monitoring
Sumber : Foto Langsung
Monitoring awal dilakukan 30 menit setelah selesainya pelepasan gas
yang bertujuan untuk mengetahui kecukupan dan penyebaran gas. Awal
perhitungan waktu fumigasi sudah bisa dilakukan apabila:
1. Konsentrasi gas cukup dan menyebar secara merata ke semua ruangan fumigasi
(eqiulibrium).
2. Konsentrasi gas dinyatakan cukup apabila hasil monitor menunjukkan bahwa
konsentrasi gas berada pada atau diatas nilai standar pada tabel ready reckoner.
3. Kemudian hasil monitor menunjukkan perbedaan nilai konsentrasi tertinggi dan
terendah tidak lebih dari 15 persen dari nilai konsentrasi yang terendah.
Universitas Sumatera Utara
Jika dari hasil pengukuran konsentrasi gas dalam ruangan ternyata tidak
sesuai (lebih rendah) dari yang ditentukan, hal ini mungkin dikarenakan :
-
Distribusi fumigan yang tidak merata diseluruh ruangan.
-
Adanya hambatan atau penyumbatan diselang monitor.
-
Adanya masalah dengan peralatan monitoring.
-
Lembaran fumigasi rusak/bocor.
-
Lantai tempat fumigasi tidak kedap gas.
-
Pemasangan sandsnake tidak benar.
-
Penutupan ruang fumigasi tidak sempurna.
-
Sirkulasi yang tidak baik (kipas angin).
-
Perhitungan volume tidak tepat.
-
Pengukuran jumlah fumigan tidak tepat.
Contoh:suatu fumigasi dilaksanakan dengan dosis awal 48 g/m3selama 24 jam
setelah 30 menit pelepasan gas, maka dilakukan monitoring dengan hasil
sebagai berikut:
a. pada selang monitor I
: 38 g/m3
b. pada selang monitor II
: 41 g/m3
c. Pada selang monitor III
: 43 g/m3
Nilai rata-rata
40,6 g/m3
d. Kesimpulan yang diperoleh :
- Konsentrasi gas sudah cukup, karena nilai pada tiap-tiap selang monitor nilai
konsentrasinya sama atau diatas nilai standar pada tabel ready reckoner.
- Gas tersebar merata (equilibrium) kesemua ruangan fumigasi, sebab perbedaan
nilai konsentrasi tertinggi dan terendah tidak lebih dari 15% yaitu :
Universitas Sumatera Utara
43 – 38 x 100% = 13,6% ≤ 15 %
38
Konsentrasi standar dosis methyl bromida yang dilakukan pada penelitian
ini mengadopsi dari standar Australian Quarantine and Inspection Service (AQIS)
untuk fumigasi menggunakan metil bromida versi 1,7 – November 2011 (Tabel
1), sebagai salah satu bentuk program kerjasama pihak pemerintah Australia
melalui Australian Fumigation Accreditation Scheme in Indonesia (AFASID)
dengan Indonesian Quarantine Agency (Badan Karantina Pertanian – Kementrian
Pertanian) yang telah berjalan sejak tahun 2004, dalam mengembangkan dan
menerapkan metode praktek fumigasi yang baik dan benar kepada perusahaan
fumigasi sebagai perlakuan fumigasi.
Cara menggunakan tabel 1 diatas, dapat dilihat pada (gambar 13) dibawah ini:
Nilai konsentrasi maksimum
19,4
Nilai
14,4
Nilai konsentrasi standar
9,4
9,4
Nilai
Nilai konsentrasi minimum
Gambar 13. Nilai konsentrasi maksimum, standar dan minimum dengan dosis awal 48 g/m3 dan
waktu pemaparan fumigasi selama 24 jam.
Keterangan: Angka 19,4 merupakan nilai konsentrasi maksimum, angka 14,4
nilai konsentrasi standar dan angka 9,4 adalah nilai konsentrasi minimum, jika
dosis awal yang digunakan adalah 48 g/m3 dengan waktu pemaparan fumigasi
selama 24 jam, pada hasil monitor akhir nilai yang harus diperoleh yaitu sama
dengan nilai konsentrasi standar 14,4 atau diatas nilai standar, tetapi masih
dibawah nilai konsentrasi maksimum yaitu 19,4 maka nilai hasil monitoring
tersebut
telah
tercapai
dan
pelaksanaan
fumigasi
dinyatakan
berhasil
(AQIS, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Monitoring akhir dilakukan untuk mengetahui berhasil tidaknya proses
pelaksanaan fumigasi, dilihat pada akhir masa fumigasi. Pelaksanaan fumigasi
dinyatakan berhasil apabila konsentrasi gas pada selang monitor berada sama atau
diatas nilai standard.
Aerasi
Aerasi yaitu suatu proses pembuangan sisa fumigan dari dalam ruang ke
tingkat ambang batas aman. Aerasi berhubungan dengan metil bromida secara
langsung (terekspos), sehingga selalu diperhatikan arah angin (jangan melawan
arah angin).
Kegiatan Pasca Fumigasi
Melakukan pendokumentasian dengan menerbitkan catatan hasil fumigasi
(record sheet) dan (gas clearance certificate), hal ini diterbitkan apabila
konsentrasi gas diruang fumigasi telah diambang batas minimum treshold limit
value
Peubah Amatan
Persentase mortalitas A. fasciculatus
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah kumbang yang mati.
a
P = xx x 100 %
b
dimana :
P
= Persentase mortalitas
a
= Jumlah hama yang mati
b
= jumlah hama seluruhnya (Jufrihadi, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Morfologi Biji Pinang
Pengamatan secara visual dilakukan dengan mengamati perubahan atau
sejauh mana kerusakkan yang terjadi pada biji pinang meliputi perubahan warna
dan tampilan morfologis biji pinang.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase mortalitas A. fasciculatus
Hasil analisis statistika (lampiran 2 ) menunjukkan bahwa perlakuan dosis
dan waktu pemaparan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
parameter mortalitas hama, sedangkan interaksi antara keduanya hanya
berpengaruh nyata saja terhadap parameter mortalitas hama. Rataan mortalitas
hama setelah dilakukan fumigasi dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rataan Persentase Mortalitas A. fasciculatus (%)
Dosis
Waktu Pemaparan
D0
D1
D2
D3
15.53 fg
44.40 e 71.07 c
T1
0.00 h
20.00 f
57.77 d 86.63 b
T2
2.22 h
37.77 e
62.17 d 97.77 a
T3
6.65 gh
24.43 c
54.78 b 85.16 a
Rataan
2.96 d
Keterangan:
Rataan
32.75 c
41.66 b
51.09 a
Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan Multiple
Range Test.
Persentase mortalitas hama tertinggi (85.16 %) terdapat pada perlakuan
pemberian dosis D3 (40 g/m3) dan terendah (2,96 %) terdapat pada perlakuan D0
(kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan D3 lebih efektif dibandingkan
dengan perlakuan lain karena pada perlakuan terserbut semakin tinggi dosis yang
diaplikasikan maka semakin tinggi tingkat kematian hama. Hal ini disebabkan
karena metil bromida mengandung zat yang memiliki daya penetrasi yang cukup
besar sehingga dapat mematikan jaringan organ hama tersebut, hal ini sesuai
dengan jurnal dari Depkes (1989) yang menyatakan bahwa CH3 Br mempunyai
kapasitas penetrasi yang cukup besar, cepat menembus kulit, mata dan saluran
pernafasan. Jika kulit bersinggungan dengan benda-benda yang terkontaminasi
dengan fumigasi cair dapat menyebabkan dermatitis akut dan kematian organ.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil sidik ragam terdapat tingkat mortalitas hama tertinggi (51,09%)
pada perlakuan waktu pemaparan T3 (12 jam) dan terendah (32,75%) pada
perlakuan waktu pemaparan T1 (2 jam). Ini menunjukkan bahwa perlakuan
fumigasi dengan waktu pemaparan yang lebih lama memiliki efektifitas racun
yang lebih besar dan dapat menyebabkan kematian (mortalitas), hal ini sesuai
dengan literatur dari Jufrihadi (2008) yang menyatakan bahwa tidak dapat
melakukan kontak terus menerus dengan metil bromida (CH 3 Br) selama beberapa
jam karena akan mengakibatkan kematian.
Hubungan
persentase
mortalitas
dengan
dosis
dapat
dilihat
padaGambar14.
Gambar 14. Hubungan persentase mortalitas dengan dosis(g/m3)
D0 (0 g/m3)D1(24g/m3) D2(32g/m3) D3(40g.m3)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 14 menunujukkan bahwa persentase mortalitas tertinggi terdapat
pada perlakuan D3 yaitu 70,49% dan terendah D1 yaitu 29,69%. Hubungan
persentase mortalitas dengan waktu pemaparan dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Hubungan persentase mortalitas dengan waktu pemaparan (jam)
T1(2 Jam) T2(4 Jam) T3(12Jam)
Gambar 15
menunjukkan waktu pemaparan fumigasi yang dilakukan
menghasilkan jumlah persentase mortalitas yang berbeda-beda tergantung dari
berapa lama waktu fumigasi yang dipaparkan. Apabila fumigasi dilaksanakan
dengan baik dan sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan maka
fumigasi tersebut dinyatakan tepat sasaran dengan waktu pemaparan yang
terlama. Terdapat beberapa ketentuan apabila fumigasi tidak dilakukan
berdasarkan standar yang ada, diantaranyaadanya hambatan atau penyumbatan
diselang monitor, adanya masalah dengan peralatan monitoring, lantai tempat
fumigasi tidak kedap gas serta sirkulasi yang tidak baik (kipas angin) hal ini
sesuai dengan literatur Jufrihadi (2008) yang menyatakan Jika dari hasil
Universitas Sumatera Utara
pengukuran konsentrasi gas dalam ruangan ternyata tidak sesuai (lebih rendah)
dari yang ditentukan, hal ini dikarenakan : distribusi fumigan yang tidak merata
diseluruh ruangan, adanya hambatan atau penyumbatan diselang monitor, adanya
masalah dengan peralatan monitoring, lembaran fumigasi rusak/bocor, lantai
tempat fumigasi tidak kedap gas, pemasangan sandsnake tidak benar, penutupan
ruang fumigasi tidak sempurna, sirkulasi yang tidak baik (kipas angin),
perhitungan volume tidak tepat, pengukuran jumlah fumigan tidak tepat.
Morfologi Biji Pinang
Dari hasil pengamatan visual yang telah dilakukan tidak ditemukannya
kerusakkan yang terjadi pada biji pinang meliputi perubahan warna maupun
tampilan morfologis dari biji pinang itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa
fumigasi yang dilakukan dengan metil bromida tidak berbahaya untuk biji pinang
sehingga dapat dilaksanakan untuk tujuan kegiatan ekspor maupun impor. Hal ini
dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Pengamatan Visual Morfologi Biji Pinang
No
1.
Sebelum
Sesudah
Keterangan
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
2.
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
Universitas Sumatera Utara
No
3.
4.
5.
6.
Sebelum
Sesudah
Keterangan
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
7.
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
8.
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
Universitas Sumatera Utara
No
9.
Sebelum
Sesudah
Keterangan
Tidak ditemukan
perubahan warna
maupun kerusakkan
morfologis lainnya
Dari pengamatan visual yang telah dilakukan,diperoleh hasil dari ke
sembilan kombinasi perlakuan (D1T1, D2T1, D3T1, D1T2, D2T2, D3T2, D1T3,
D2T3dan D3T3) serta ke 3 ulangannya tidak ditemukannya kerusakkan yang
terjadi pada biji pinang meliputi perubahan warna maupun tampilan morfologis
dari biji pinang itu sendiri.
Hal ini karena biji pinang memiliki struktur biji yang keras dan kasar
sehingga sulit untuk gas metil bromida tersebut masuk dan merusak tampilan
visual morfologinya, hal ini karena metil bromida hanya dapat bereaksi dengan
molekul yang mengandung sulfur seperti yang ditemukan pada karet alam dan
bulu-buluan, serta dapat melarutkan bahan-bahan yang mengandung aspal dan
batu bara muda, apabila bertemu dengan unsur-unsurtersebut barulah metil
bromida akan dapat merubah sifat dari bahan yang difumigasikan. Hal ini sesuai
dengan literatur Badan Karantina Pertanian (2006) yang menyatakan bahwa metil
bromidaadalah bahan kimia yang reaktif, dapat bereaksi dengan unsur-unsur dan
merubah sifat dari bahan yang difumigasi.
Diketahui bahwa metil bromida bereaksi dengan molekul yang
mengandung sulfur seperti yang ditemukan pada karet alam dan bulu-buluan.
metil bromidaakan membentuk suatu zat yang mudah meledak dengan alumunium
Universitas Sumatera Utara
dalam keadaan tidak ada oksigen. Cairan metil bromidaadalah pelarut kuat yang
akan melarutkan bahan-bahan bitumin (yang mengandung aspal dan batu bara
muda) serta menyebabkan melembek dan memuainya beberapa plastik, terutama
PVC (polyvinyl cloride).
.,mlk j
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dosis fumigasi metil bromida ; D0 (0 g/m3) D1 (24g/m3) D2 (32g/m3) dan D3
(40g/m3)
berpengaruh sangat nyata terhadap persentase mortalitas hama
dengan hasil terbaik pada Dosis D3 (40g/m3).
2. Waktu pemaparan metil bromida ; T1 (2Jam) T2 (4 Jam) dan T3(12 Jam)
berpengaruh sangat nyata terhadap persentase mortalitas hama dengan hasil
terbaik pada waktu pemaparan T3 (12 Jam).
3. Interaksi antara dosis perlakuan dengan waktu pemaparan metil bromida
berpengaruh nyata terhadap mortalitas hama A. fascicullatus.
4. Dosis, waktu pemaparan serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata
terhadap perubahan visual morfologi biji pinang.
Saran
Disarankan untuk mengendalikan A. fascicullatus dengan menggunakan
dosis yang telah diperhitungkan dengan akurat dan dapat dilaksanakan penelitian
lanjutan di rangka (tempat penelitian) dan dosis serta waktu pemaparan yang lebih
luas lagi.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Pinang memiliki nilai ekonomi sebagai bahan baku kimia dan industri
serta memiliki banyak manfaat, adapun botani tanaman pinang adalah sebagai
berikut :
Botani Tanaman Pinang
Menurut Jurnal Makalah Keperawatan dan Budidaya (2008) adapun
sistematika tanaman pinang adalah sebagai berikut:
Divisi
: Plantae
Subdivisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monokotil
Ordo
: Arecales
Famili
: Arecaceae
Genus
: Areca
Spesies
: Areca catechu L.
Pinang merupakan tanaman famili Arecaceae yang dapat mencapai tinggi
15-20 m dengan batang tegak lurus bergaris tengah 15 cm (Gambar 1).
Gambar 1. Pohon pinang
Sumber : http://damayantiluh./ramuan-herbal-buah-pinang/htm (23 April 2013).
Universitas Sumatera Utara
Pembentukan batang baru terjadi setelah 2 tahun dan berbuah pada umur 5-8
tahun tergantung keadaan tanah (Depkes RI, 1989).
Daun berbentuk tabung panjang ± 80 cm serta berujung tajam, buah jantan
berwarna kekuningan dan buah betina hijau,mempunyai jambul daun-daun kecil
yang belum terbuka (Gambar 2).
Gambar 2. Daun Pinang
Sumber : http://itp.lucidcentral.org/id/palms/palm-id/Areca_catechu.htm (23 April
2013)
Tanaman ini berbunga pada awal dan akhir musim hujan dan memiliki masa
hidup 25-30 tahun (Wang and Lee, 1996).
Buah dikenal dengan buah buni berwarna oranye. Perbedaan antara buah
pinang muda dan pinang tua yakni buah pinang tua berkulit kuning kecoklatan
serta memiliki konsistensi buah yang keras, sedangkan pinang muda berkulit hijau
muda hingga hijau tua (Gambar 3)
Buah pinang muda
Buah pinang tua
Gambar 3. Buah Pinang
Sumber : http://www.flickr.com/photos/adaduitokla/htm (23 April 2013)
Universitas Sumatera Utara
Serta memiliki konsistensi buah yang lunak.Buahnya berkecambah setelah 1,5
bulan dan 4 bulan (Depkes RI, 1989)
Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak berlekuklekuk dengan warna yang lebih muda (Gambar 4)
Gambar 4. Biji Pinang
Sumber : Foto Langsung
Pada bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak
beraturan menembus endosperm yang berwarna agak keputihan (Wang and Lee,
1996).
Syarat Tumbuh
Iklim
Curah hujan yang dikehendaki tanaman pinang antara 750-4.500
mm/tahun yang merata sepanjang tahun atau hari hujan sekitar 100 - 150
hari.Tanaman pinang sangat sesuai pada daerah yang bertipe iklim sedang dan
agak basah dengan bulan basah 3 – 6 bulan/tahun dan bulan kering 4 – 8
bulan/tahun.Tanaman pinang dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimum
antara 20–32 °C. Tanaman pinang menghendaki daerah dengan kelembaban udara
antara 50-90 %.Penyinaran yang sesuai untuk tanaman pinang berkisar antara 6-8
jam/hari(Jurnal Makalah Keperawatan dan Budidaya, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Tanah
Tanah yang baik untuk pengembangan pinang adalah tanah beraerasi baik,
solum tanah dalam tanpa lapisan cadas, jenis tanah laterik, lempung merah
dan aluvial. Tanaman Pinang dapat berproduksi optimal pada ketinggian
0-1.000 m dpl (meter diatas permukaan laut). Tanaman pinang idealnya
ditanam
pada
ketinggian
dibawah
600
m
diatas
permukaan
laut
(Jurnal Makalah Keperawatan dan Budidaya, 2013).
Bioekologi Areca Nut Weevil
Biologi Hama
Adapun klasifikasi hama Areca Nut Weevil menurut Bakoh (2012) adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Hexapoda
Ordo
: Coleoptera
Familia
: Anthribidae
Genus
: Araecerus
Species
: Araecerus fasciculatus De Geer
Kumbang betina meletakkan telurnya pada lubang bekas gerekan dengan
ovipositornya,
kemudian ditutup dengan bekas gerekan. Betina bertelur
15-50
butir.
Lama
waktu
Bentuk
telur
ovoid,
pucat
penetasan
dan
telur
permukaannya
selama
berlekuk
±
9
tak
hari.
teratur
(Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Larva menyerupai uret, berwarna putih kelabu dan pada pertumbuhan
penuh berukuran 5-6 mm. Larva berambut, berwarna keputihan, bagian toraks
membesar (Gambar 5).
Gambar 5. Larva A. fasciculatus
Sumber : USDA-ARS-GMPRC Image Database - License: Public Domain (23
April 2013)
Larva aktif menggerek bahan dan membuat lubang. Periode larva berlangsung
selama 20 hari. Sebelum berkepompong larva membuat rongga dalam biji dan
dilapis dengan sisa gerekan bercampur air liurnya, yang berfungsi sebagai kokon
(BBP2TP Ambon, 2012).
Fase kepompong berlangsung ± 5 hari. Kumbang dewasa akan tinggal
dalam buah selama 12 hari. Kumbang ini dapat hidup selama 17 minggu jika
makanan cukup.
Pada fase imago tubuh berukuran 3-4 mm, berwarna gelap atau coklat
kelabu dengan elitra terdapat totol-totol (Gambar 6a).
Gambar 6. Imago A. fasciculatus
Sumber : Foto Langsung
Universitas Sumatera Utara
Antena berbentuk gada, tarsi 5 segmen dan panjang keseluruhan tarsi sama atau
melebihi panjang tibia.
Pada bagian elitra dan protoraksnya terdapat banyak bercak berwarna
terang, elitra A. fasciculatus lebih pendek dibanding ukuran abdomennya
(Bakoh, 2012).
Faktor yang Mempengaruhi Hama
Masa perkembangan, ketahanan hidup dan produksi telur serangga hama
pascapanen tergantung pada kesesuaian lingkungan dan makanan. Laju populasi
serangga dapat meningkat sebagai hasil dari masa perkembangan yang singkat,
ketahanan hidup yang meningkat atau produksi telur yang lebih banyak. Dalam
kondisi normal, gudang adalah sumber makanan sehingga permasalahan utama
bagi serangga adalah suhu dan kadar air/kelembaban. Walaupun demikian,
sebagian besar serangga hama pascapanen dapat hidup pada berbagai bahan
simpan dan terdapat variasi kelimpahan serangga pada tiap-tiap bahan simpan
(Harahap, 2010).
Makanan yang cukup dan sesuai dengan yang dibutuhkan hama
pascapanen akan mendukung perkembangan populasi hama, sebaliknya makanan
yang cukup tetapi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan akan menyebabkan hama
tidak menyukai bahan simpan/makanan tersebut atau akan dapat menekan
populasi hama tersebut. Ketidak cocokan makanan dapat timbul karena :
- Kurangnya kandungan unsur yang diperlukannya;
-
Rendahnya kadar air dalam kandungan makanan;
-
Permukaan material (bahan pangan) terlalu keras;
-
Bentuk material (bahan pangannya) (Setyolaksono, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Serangga hama di penyimpanan, terutama hama-hama penting adalah
serangga yang telah teradaptasi pada lingkungan penyimpanan dengan baik,
karena:
- Habitat penyimpanan merupakan reservoir alaminya
- Toleransinya yang tinggi terhadap faktor fisik di penyimpanan
- Keragaman perilaku makan pada berbagai bahan simpan
- Laju reproduksi yang tinggi
- Kemampuan yang tinggi dalam menemukan lokasi sumber makanan
- Kemampuan bertahan hidup dalam kondisi tanpa pangan \
- Adaptasi morfologi (ukuran kecil, bentuk pipih, gerakan cepat dll.)
(Harahap, 2010).
Gejala Serangan
Kumbang-kumbang ini merupakan perusak yang luas dari persediaan biji
dalam rumah penyimpanan (gudang), yang mengakibatkan kehilangan berat dan
mengotori produk/ hasil. Kerusakan pada buah yang tidak di kupas hanya terbatas
di kulit, pada biji pecah atau yang telah diserang oleh pertumbuhan jamur biji
pecah lebih di sukai oleh serangga ini. Sejauh yang diketahui bahwa, spesies ini
meletakkan telurnya pada lubang bekas gerekan dengan ovipositornya, kemudian
ditutup dengan bekas gerekan. Lubang-lubang hampir tidak dapat dilihat oleh
mata biasa (Kalshoven, 1981).
Hama ini banyak terdapat didaerah tropis dan subtropis, secara acak
ditemukan didaerah iklim sedang. Tetapi beberapa catatan menunjukkan bahwa
kumbang dapat mempertahankan dirinya sendiri untuk beberapa waktu dalam
gudang dan pengolahan makanan. Spesies ini hanya dikenal terutama sebagai
Universitas Sumatera Utara
hama serius pada biji kopi dan kakao sebagai produk bahan simpan untuk
beberapa waktu, dengan kondisi dan tingkat kelembaban yang tinggi. Produk yang
terinfeksi secara umum agak lembab, kerusakkan yang cukup parah terutama
dilakukan pada stadia larva.
Pengendalian Hama
Pengelolaan atau pengendalian A. fasciculatus sebagai hama primer sangat
penting karena akan mengurangi infestasi dari hama sekunder. Ada beberapa cara
untuk mengendalikan hama ini antara lain :
1. Penggunaan bahan alami tanaman sebagai umpan atau perangkap merupakan
salah satu cara yang akhir-akhir ini dikembangkan untuk mengurangi
kerusakan produk pertanian selama di penyimpanan. Tanaman yang dapat
dimanfaatkan untuk pengendalian hama A. fasciculatus pada biji kakao di
penyimpanan seperti legundi (Vitex trifolia L.), jeringau (Acorus colomus L.),
sereh liar (Andropogon nardus L.).
2. Melakukan penjemuran biji kakao yang sudah terinfentasi A. fasciculatus agar
mencapai pengeringan yang sempurna, yaitu kontak langsung dengan teriknya
sinar matahari, sehingga akan membuat hama tersebut mati.
3. Melakukan pencegahan masuknya OPT dari suatu wilayah ke wilayah lain
dengan cara fumigasi (Bakoh, 2012).
Fumigasi merupakan salah satu cara dari beberapa teknik pengendalian
hama yang sering digunakan oleh para profesional manajemen pengendalian
hama.Pengedalian hama gudang yang umum saat ini dilakukan adalah
pengendalian secara kimia dengan menggunakan pestisida. Pestisida selain dapat
membunuh hama juga sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan dapat pula
Universitas Sumatera Utara
mencemari lingkungan. Oleh karena itu penggunaan pestisida dalam pengendalian
hama perlu dilaksanakan secara hati-hati (Anonimous, 2011).
Fumigasi dengan Metil Bromida(CH 3 Br)
Fumigasi adalah pengendalian hama dengan jalan memasukkan atau
melepaskan fumigan kedalam ruangan tertutup atau kedap udara selama beberapa
waktu yang diperlukan dengan dosis dan konsentrasi tertentu, dapat mematikan
hama digudang, bangunan, pesawat, udara dan kapal laut (Jufrihadi, 2009).
Metil bromida adalah bahan kimia yang reaktif, dapat bereaksi dengan
unsur-unsur dan merubah sifat dari bahan yang difumigasi. Diketahui bahwa metil
bromida bereaksi dengan molekul yan mengandung sulfur seperti yang ditemukan
pada karet alam dan bulu-buluan. metil bromida akan membentuk suatu zat yang
mudah meledak dengan alumunium dalam keadaan tidak ada oksigen. Cairan
metil bromida adalah pelarut kuat yang akan melarutkan bahan-bahan bitumin
(yang mengandung aspal dan batu bara muda) serta menyebabkan melembek dan
memuainya beberapa plastik, terutama PVC (Badan Karantina Pertanian, 2006).
Deskripsi Metil Bromida (CH 3 Br)
Fumigan metil bromida yang masih diizinkan pemakaiannya memiliki
sifat-sifat sebagai berikut:
-
Nama (Rumus) kimia
: metil bromida(CH3 Br)
-
Bau (Odour)
: tidak berbau pada konsentrasi rendah kecuali bila
ditambah chloropicrin
-
Titik didih
: 36°C
-
Titik beku (lebur)
: -93°C
-
Berat molekul
: 94,94
Universitas Sumatera Utara
-
Berat Jenis
-
Gas (udara=1)
: 3,27/0°C
-
Cairan/Liquid (air 4°C=1)
: 1,732/0°C
-
Panas penguapan
: 61,52 cal/g
-
Titik ledakan
: tidak mudah terbakar (nonflammable)
-
Daya larut dalam air
: 1,34/100 ml pada 25°C
-
Toksistas
: lambat dan komulatif
-
Sifat fisik lainnya
:
a. Penetrasi kuat dapat melarutkan bahan-bahan organik khususnya karet
b. Gas murni tidak korosif dengan metal
c. Cairan bereaksi dengan alumunium
d. Bereaksi dengan barang-barang dari kulit dan wol
e. Bereaksi dengan photographic chemical (Jufrihadi, 2009).
Ion bromida juga diketahui sebagai zat yang dapat menimbulkan
kerusakkan pada lapisan ozon. Oleh karena itu, melalui Protokol Montreal,
penggunaan metil bromida disepakati untuk dihapuskan secara bertahap.
Ketentuan tentang penghapusan secara bertahap tersebut tidak berlaku bagi
keperluan karantina dan pra-pengapalan. Walaupun begitu penggunaan fumigan
tersebut untuk keperluan Karantina dan Pra-pengapalan harus dilakukan sesuai
dengan pelaksanaan fumigasi yang baik (good fumigation practices) untuk
mengurangi
emisi
yang
berlebihan
dari
fumigan
tersebut
ke
udara
(Badan Karantina Pertanian, 2006).
Gas CH3 Br ini lebih berat dari udara sehingga ketika pelepasan gas pada
saat dilakukan fumigasi kapal, gas berkumpul dibawah ruangan. CH 3 Br
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kapasitas penetrasi yang cukup besar, cepat menembus kulit, mata
dan saluran pernafasan. Jika kulit bersinggungan dengan benda-benda yang
terkontaminasi dengan fumigasi cair dapat menyebabkan dermatitis akut
(Depkes, 1989).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perdagangan komoditas bahan pangan dan hasil pertanian serta kehutanan
pada umumnya memungkinkan terjadinya perpindahan atau penyebaran hama
penyakit dan hama tanaman dari suatu daerah atau negara ke negara lain, maka
setiap negara memberlakukan peraturan karantina yang ketat agar masuknya hama
penyakit dan hama tanaman baru dari luar wilayah teritorialnya dapat dicegah,
baik yang melalui darat, laut maupun udara (Maha, 1997).
Fumigasi merupakan cara yang digunakan dalam upaya pemberantasan
hama, baik pada produk segar seperti buah dan sayuran, maupun pada produk
yang dapat disimpan lama seperti biji-bijian. Sejak fumigasi dengan etilen
dibromida (EDB) dilarang oleh Badan Perlindungan Lingkungan Amerika
(USEPA) pada tahun 1984 dan oleh Departemen Pertanian Jepang pada tahun
1984, kemudian diikuti pula oleh negara-negara lain karena ternyata berbahaya
bagi kesehatan pekerja, konsumen dan lingkungan, maka saat ini tinggal dua
macam bahan kimia utama untuk fumigasi komoditas pertanian, yaitu metil
bromida dan fosfin (Maha, 1997).
Sampai saat ini fumigasi dengan metil bromida merupakan salah satu
standar perlakuan yang digunakan untuk keperluan karantina dan pra pengapalan
karena dapat membunuh hama dalam berbagai stadia hingga 100%.
Metil bromida memang perusak ozon, tetapi perlu tindakan perlakuan
karantina dan perlakuan pra-pengapalan. Tujuannya adalah untuk membebaskan
media pembawa, orang, alat angkut, peralatan, dan pembungkus dari Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) atau Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina
Universitas Sumatera Utara
(OPTK). Karena dapat merusak ozon, maka penggunaan metil bromida pada
tindakan perlakuan karantina harus dilakukan oleh Pengguna dengan keahlian,
keterampilan khusus serta bersertifikat. metil bromida masih digunakan
dikarenakan belum adanya zat pengganti seefektif metil bromida. OPTK adalah
semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan
kematian tumbuhan karenanya perlu dicegah pemasukan dan penyebarannya
didalam wilayah Negara Republik Indonesia (Badan Karantina Pertanian, 2006).
Di Indonesia, selain untuk konsumsi lokal, pinang merupakan salah satu
komoditas ekspor yang produksinya meningkat setiap tahun. Indonesia menjadi
produsen utama pinang dunia pada tahun 2006 dengan ekspor mencapai 100.000
ton. Permintaan ekspor biji pinang muda lebih besar daripada permintaan untuk
biji pinang tua. Harga jual biji pinang muda juga lebih mahal dibanding harga jual
biji pinang tua (Sinulingga, 2010).
Pinang sebagai salah satu tanaman palma cukup potensial dan memiliki
nilai ekonomi sebagai bahan baku industri kimia dan farmasi. Pemanfaatannya
terutama untuk acara seperti ramuan sirih pinang, pada upacara adat, atau untuk
keperluan rumah tangga. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pemanfaatan tanaman pinang untuk keperluan farmasi dan industri makin
berkembang. Disamping prospektif untuk ekspor, pinang juga dapat dikategorikan
sebagai tanaman perkebunan serbaguna. Di pasar internasional dikenal sebagai
areca nut atau batt nut yang dapat diekspor dalam bentuk biji atau buah utuh.
Bagian lain dari tanaman pinang yang bermanfaat, antara lain sebagai bahan
bangunan, tanaman hias, dan banyak digunakan dalam acara adat yang
melambangkan hubungan sosial dan budaya (Mustika, dkk, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Serangga yang sering dilaporkan berada dalam penyimpanan dan sering
menimbulkan kerusakan serius adalah Araecerus fasciculatus (Coleoptera :
Anthribidae). Serangga ini merupakan hama primer yang sangat banyak
ditemukan
pada
penyimpanan
pengelolaan/pengendalian
untuk
biji
kakao
mengurangi
sehingga
infestasi
perlu
hama
upaya
selama
di
penyimpanan. Pengelolaan/pengendalian A. fasciculatus sebagai hama primer
yang sangat penting karena akan mengurangi infestasi dari hama- hama sekunder
(Sulaeha, dkk, 2007).
A. fasciculatus merupakan hama primer yang sangat banyak ditemukan
pada penyimpanan buah pinang
sehingga perlu upaya pengendalian untuk
mengurangi hama selama penyimpanan. Akibat dari serangan hama ini
pemerintah masih merekomendasikan penggunaan bahan fumigan metil bromida
sebagai salah satu bentuk perlakuan untuk buah pinang yang akan diekspor
(Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementrian
Pertanian, 2011).
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui konsentrasi metil bromida dalam pengendalian hama
A. fasciculatus pada berbagai dosis dan waktu pemaparan.
Hipotesis Penelitian
- Ditemukan konsentrasi dosis dan waktu pemaparan fumigasi metil bromida
yang efektif dan efisien terhadap pengendalian hama A. fasciculatus De Geer
pada biji pinang yang akan di ekspor.
Universitas Sumatera Utara
- Ada pengaruh antara dosis dan waktu pemaparan serta interaksi antara
keduanya terhadap mortalitas A. fasciculatus pada buah pinang akibat fumigasi
dengan metil bromida
- Tidak ditemukan efek residu akibat perlakuan fumigasi metil bromida terhadap
morfologi biji pinang yang akan diekspor.
Kegunaan Penelitian
-
Untuk memberikan informasi mengenai dosis dan waktu pemapaparan secara
tepat untuk melakukan fumigasi dengan menggunakan metil bromida pada
komoditas biji pinang yang akan diekspor dengan standar Badan Karantina
Pertanian.
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program
Studi Agrekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Nirza Okta Yudistira. 2014. “Methyl Bromide (CH 3 Br) as fumigant for
pest warehouse Areca Nut Weevil (Araecerus fasciculatus De Geer) (Coleoptera :
Anthribidae) on areca nut”. Supervised by DarmaBakti and Fatimah Zahara.
This research aimed to know the apropriate concentration for controlling
A. fasciculatus on several dose and time exposure. This research was conducted
in shading house of agriculture quarantine main centre, BelawanGedung Johor,
±25 m above sea level, started on February to April 2014. This research used
randomized complete design, with two factors and three the replicate,firts factor
was replication dose of Methyl Bromide(0 g/m3, 24 g/m3, 32g/m3and 40 g/m3) and
second wastime exposure( 2 hours, 4 hours and 12 hours).
The result showed that dose and time exposure of Methyl Bromide so
significantly effected to mortality percentage, interaction between two factors also
significantly effected to mortality percentage. Best result showed on D3 (dose 40
g/m3) with mortality rate 85,16% and T3 (exposure time 6 hours) with mortality
rate 51,09%.
Key Words: Fumigation, A. fasciculatus, Methyl Bromide, Areca nut
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Nirza Okta Yudistira. 2014. “Metil Bromida (CH 3 Br) Sebagai Fumigan
Hama Gudang Areca Nut Weevil (Araecerus fasciculatus De Geer) (Coleoptera :
Anthribidae) Pada Biji Pinang”, dibimbing oleh Darma Bakti dan Fatimah Zahara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi Metil Bromida dalam
pengendalian hama A. fasciculatus pada berbagai dosis dan waktu pemaparan.
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kassa Mess Balai Besar Karantina Pertanian
Belawan Gedung Johor, Medan dengan ketinggian tempat ±25 m dpl mulai bulan
Februari sampai April 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dalam 3 ulangan. Faktor pertama
yakni dosis (0 g/m3, 24 g/m3, 32g/m3 dan 40 g/m3) dan faktor kedua yakni waktu
pemaparan (2 jam, 4 jam dan 12 jam).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis dan waktu pemaparan
berpengaruh sangat nyata terhadap persentase mortalitas hama, Sedangkan
interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas. Hasil
terbaik ditunjukkan pada D3 (dosis 40 g/m3) untuk mengendalikan A. fasciculatus
dengan persentasi mortalitas 85,16% dan T3 (waktu pemaparan 12 jam) untuk
mengendalikan A. fasciculatus dengan persentase mortalitas 51,09%.
Kata kunci: fumigasi, A. fasciculatus, Metil Bromida, biji pinang
Universitas Sumatera Utara
METIL BROMIDA (CH 3 Br) SEBAGAI FUMIGAN HAMA GUDANG
ARECA NUT WEEVIL (Araecerus fasciculatus De Geer)
(Coleoptera :Anthribidae) PADA BIJI PINANG
SKRIPSI
OLEH :
NIRZA OKTA YUDISTIRA / 090301046
AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
Universitas Sumatera Utara
METIL BROMIDA (CH 3 Br) SEBAGAI FUMIGAN HAMA GUDANG
ARECA NUT WEEVIL (Araecerus fasciculatus De Geer)
(Coleoptera :Anthribidae) PADA BIJI PINANG
SKRIPSI
OLEH :
NIRZA OKTA YUDISTIRA / 090301046
AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
Universitas Sumatera Utara
Judul Skripsi
: Metil Bromida (CH 3 Br) Sebagai Fumigan Hama
Gudang
Areca Nut Weevil (Araecerus fasciculatus De
Geer) (Coleoptera : Anthribidae) Pada Biji Pinang
Nama
: Nirza Okta Yudistira
Nim
: 090301046
Minat
: Hama Dan Penyakit Tumbuhan
Program Studi
: Agroekoteknologi
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS
Ketua
Ir. Fatimah Zahara
Anggota
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, MSc.
Ketua Program StudiAgroekoteknologi
Tanggal Lulus
:
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Nirza Okta Yudistira. 2014. “Methyl Bromide (CH 3 Br) as fumigant for
pest warehouse Areca Nut Weevil (Araecerus fasciculatus De Geer) (Coleoptera :
Anthribidae) on areca nut”. Supervised by DarmaBakti and Fatimah Zahara.
This research aimed to know the apropriate concentration for controlling
A. fa