Peningkatan Kualitas Minyak Ikan Sardin (Sardinella sp.) dengan Sentrifugasi dan Adsorben

(1)

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK IKAN SARDIN

(Sardinella sp.) DENGAN SENTRIFUGASI DAN ADSORBEN

YOSEPHINA MARGARETHA JAWA BATAFOR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Peningkatan Kualitas Minyak Ikan Sardin (Sardinella sp.) dengan Sentrifugasi dan Adsorben” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014 Yosephina Margaretha Jawa Batafor NRP C351114051


(3)

RINGKASAN

YOSEPHINA MARGARETHA JAWA BATAFOR. Peningkatan Kualitas Minyak Ikan Sardin (Sardinella sp.) dengan Sentrifugasi dan Adsorben. Dibimbing oleh SUGENG HERI SUSENO dan NURJANAH.

Sumberdaya ikan di Perairan Selat Bali yang berpotensi dan memiliki nilai ekonomis cukup tinggi adalah ikan sardin (Sardinella sp.). Ikan sardin berpotensi sebagai sumber minyak ikan (15-20%) dan tinggi konsentrasi asam lemak omega-3. Minyak ikan yang diproduksi di Indonesia merupakan salah satu hasil samping dari industri pengalengan dan penepungan ikan. Kualitas minyak yang dihasilkan adalah untuk pakan (feed) dan belum untuk pangan (food), karena mengandung stok sabun cukup tinggi sebesar 20%, dan nilai parameter primer sekunder oksidasi yang belum memenuhi International Fish Oil Standards (IFOS). Proses pemurnian diperlukan untuk mendapatkan minyak ikan yang bebas dari komponen pengotor, menggunakan sentrifugasi dan penambahan adsorben sisik ikan mas, cangkang simping, dan atapulgit.

Penelitian ini terdiri dari lima tahap yaitu: (a) inventarisasi dan karakterisasi minyak ikan sardin hasil samping industri pengalengan dan penepungan; (b) pemilihan jenis adsorben terbaik menggunakan minyak tanpa perlakuan sentrifugasi; (c) pemilihan kecepatan dan waktu terbaik perlakuan sentrifugasi; (d) pemilihan perlakuan kombinasi dari sentrifugasi terbaik dan penambahan adsorben; dan (e) optimasi pemurnian minyak ikan dengan metode respon permukaan. Rancangan yang digunakan untuk analisis data tahap pertama, tahap kedua, dan tahap keempat adalah Rancangan Acak Lengkap, data tahap ketiga menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial, dan data tahap kelima menggunakan metode respon permukaan.

Karakteristik minyak ikan terpilih tahap karakterisasi adalah minyak B (minyak ikan sardin dari industri B), dengan parameter utama yaitu EPA (eicosapentaenoic acid) 14,44%, DHA (docosahexaenoic acid) 8,18%, aktivitas antioksidan 15,07 jam, FFA (free fatty acid) 2,61%, PV (peroxide value) 5,00 meq/kg, p-AV (p-anisidine value) 0,85 meq/kg, dan Totox (total oksidasi) 10,85 meq/kg. Pemurnian dengan perlakuan penambahan adsorben terpilih pada minyak tanpa perlakuan sentrifugasi adalah gabungan sisik ikan mas+cangkang simping (SIM+CS) (b/b), dengan parameter utama yaitu FFA 6,70%, PV 6,00 meq/kg, p-AV 0,18 meq/kg, dan Totox 12,18 meq/kg. Persen transmisi cahaya pada perlakuan penambahan adsorben gabungan SIM+CS (87,58%). Pemurnian dengan perlakuan sentrifugasi terpilih adalah 2.500 rpm 45 menit, dengan parameter utama yaitu FFA 4,23%, PV 2,50 meq/kg, p-AV 0,23 meq/kg, dan Totox 5,23 meq/kg. Pemurnian dengan perlakuan kombinasi sentrifugasi dan adsorben terpilih adalah sentrifugasi 2.500 rpm 45 menit dan atapulgit 3% (b/b), dengan parameter utama yaitu FFA 2,33%, PV 4,75 meq/kg, p-AV 0,30 meq/kg, dan Totox 9,80 meq/kg. Persen transmisi cahaya pada perlakuan penambahan adsorben bertahap cangkang simping dilanjutkan dengan penambahan atapulgit (cangkang simping atapulgit) sebesar 83,98%. Optimasi pemurnian minyak ikan terpilih dengan RSM adalah pada perlakuan sentrifugasi 2.803,78 rpm 50,73 menit dan atapulgit 4,41% (b/b), dengan parameter utama yaitu FFA 3,14%, PV 6,90 meq/kg, p-AV 0,55 meq/kg, dan Totox 14,63 meq/kg.


(4)

oil (Sardinella sp.) by centrifugation and adsorbent. Supervised by SUGENG HERI SUSENO and NURJANAH.

One of the fish resources in Bali channel which has potency and economic value is sardines (Sardinella sp.). It has been know that sardines can be utilized as source of fish oil (15-20%) and contain high concentration of omega-3 fatty acids. Fish oil produced in Indonesia is one by-product of fish canning and fish meal industry. The quality of the fish oil is still for feed, not for food consumption, because it contains a high soap stock by 20%, and the value of primary-secondary oxidation product is below International Fish Oil Standards (IFOS). The purification process is reduted purified fish oil, using centrifugation treatment and the addition of methods which can be conducted in fish oil purificat ion are centrifugation treatment and addition of adsorbent, e. g. carp scales, scallop shells, and attapulgite.

This study comprise of four phases, i. e. (a) inventory and characterization of fish oil as fish canning and fish meal industry, and determination of fish oil which will be purifyed, (b) determination of adsorbent concentration and type in adsorption treatment only, (c) determination of best speed and period in centrifugation treatment, (d) determination of the best treatment combination between centrifugation and addition of adsorbents, and (e) optimization of the combination treatments using response surface method. The result would be analyzed by CDR for first phase, second phase and fourth phase by Completely Randomized Design, third phase using Completely Factorial Randomized Design, while the five phase using response surface method.

Oil B (sardines fish oil of industry B) as selected fish oil for further purification process has EPA (eicosapentaenoic acid) content at 14.44%, DHA (docosahexaenoic acid) content at 8.18%, induction time for oxidation at 15.07 h, FFA (free fatty acid) value at 2.61%, PV (peroxide value) at 5.00 meq/kg, p-AV (p-anisidine value) at 0.85 meq/kg, and Totox (total oksidasi) at 10.85 meq/kg. Purification of fish oil by addition adsorbent treatment in adsorption treatment only by a combination between carp scales+scallop shells (CS+SS) (b/b) resulted fish oil with FFA value at 6.70%, PV 6.00 meq/kg, p-AV 0.18 meq/kg, and Totox 12.18 meq/kg. The best percent transmission for combined addition of adsorbent treatment CS+SS (87.58%). Purification of fish oil by centrifugation treatment of 2500 rpm for 45 minutes resulted fish oil with FFA value at 4.23%, PV 2.50 meq/kg, p-AV 0.23 meq/kg, and Totox 5.23 meq/kg. Combination treatment between centrifugation (2500 rpm for 45 minutes) and the addition of attapulgite adsorbent 3% (b/b) resulted fish oil with FFA value at 2.33%, PV 4.75 meq/kg, p-AV 0.30 meq/kg, and Totox 9.80 meq/kg. The best percent transmission at the gradual addition of scallop shells and attapulgite (SS A) at 83.98%. The optimum point of purification process by response surface method was combination treatment of centrifugation at 2803.78 rpm for 50.73 minutes and addition of attapulgite 4.41% (b/b) resulting the purified fish oil having FFA value at 3.14%, PV 6.90 meq/kg, p-AV 0.55 meq/kg, and Totox 14.63 meq/kg.


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

YOSEPHINA MARGARETHA JAWA BATAFOR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(7)

(8)

NIM : C351114051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSi Ketua

Prof Dr Ir Nurjanah, MS Anggota

Tanggal Ujian: 12 Mei 2014 Tanggal Lulus: Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana


(9)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya tesis dengan judul "Peningkatan Kualitas Minyak Ikan Sardin (Sardinella sp.) dengan Sentrifugasi dan Adsorben" telah berhasil penulis selesaikan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang membantu menyelesaikan tesis, terutama kepada:

1. Bapak Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSi dan Ibu Prof Dr Ir Nurjanah, MS sebagai dosen pembimbing tesis yang telah memotivasi, memberikan dukungan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan dan penyelesaian tesis ini.

2. Penguji luar komisi ujian tesis Dr Eng Uju, SPi MSi yang telah memberikan saran terhadap tesis hasil penelitian ini yang telah memberikan saran-saran terhadap tesis hasil penelitian ini.

3. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan Dr Tati Nurhayati, SPi MSi beserta seluruh staf Sekretariat Program Studi Teknologi Hasil Perairan atas bantuan dan kerjasamanya dalam pengurusan administrasi kepada penulis. 4. Keluarga tercinta terutama ayah Nicolaus Huku Batafor dan ibu Martha

Tada Wawin, kakak Maria Nogo Koban (alm), Maria Veronika Beribi Batafor, Imeliana Maria Lipat Batafor Amd farm, Gregorius Gehi Batafor SE MM, dan adik Edel Meriquin Dai Batafor, yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi. 5. Teman-teman Mayor Teknologi Hasil Perairan 2011 dan 2012 yang telah

memberi dukungan, motivasi, dan semangat kepada penulis selama melaksanakan penelitian serta terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan baik suka maupun duka selama perkuliahan.

Bogor, Juni 2014


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

1.1 Road map penelitian 3

2 INVENTARISASI DAN KARAKTERISASI MINYAK IKAN SARDIN

HASIL SAMPING INDUSTRI PENGALENGAN DAN PENEPUNGAN

Latar Belakang 4

Tujuan Penelitian 4

Metode Penelitian 4

2.1 Diagram alir penelitian tahap pertama 5

Hasil dan Pembahasan 8

2.2 Penampakan fisik minyak ikan sardin 8

2.3 Persentase komposisi SFA, MUFA, dan PUFA minyak ikan sardin 9

2.4 Aktivitas antioksidan minyak ikan sardin 10

2.5 Densitas minyak ikan sardin 11

2.6 Viskositas minyak ikan sardin 11

2.7 Toksisitas minyak ikan sardin 12

2.8 Residu logam berat pada minyak ikan sardin 13

2.9 FFA minyak ikan sardin 13

2.10 PV minyak ikan sardin 14

2.11 Nilai p-anisidin minyak ikan sardin 14

2.12 Totox minyak ikan sardin 15

Simpulan 15 3 PEMILIHAN JENIS ADSORBEN TERBAIK MENGGUNAKAN MINYAK TANPA PERLAKUAN SENTRIFUGASI Latar Belakang 16

Tujuan Penelitian 16 Metode Penelitian 16

3.1 Diagram alir penelitian tahap kedua 17

Hasil dan Pembahasan 19

3.2 Penampakan fisik dari adsorben yang digunakan untuk pemurnian minyak ikan 20 3.3 Perbandingan minyak ikan awal (minyak B) dan minyak ikan perlakuan penambahan adsorben terpilih (gabungan SIM+CS) 20

3.4 Rendemen minyak ikan perlakuan penambahan adsorben 21

3.5 FFA minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben 22

3.6 Persen transmisi cahaya dengan penambahan adsorben tunggal 22

3.7 Persen transmisi cahaya dengan penambahan gabungan adsorben 23

3.8 Persen transmisi cahaya dengan penambahan adsorben bertahap 23

3.9 Persen transmisi cahaya dari minyak komersial, kontrol, dan perlakuan terbaik 23


(11)

3.10 PV minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben 25 3.11 Nilai p-anisidin minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben 25 3.12 Totox minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben 26

Simpulan 26

4 PEMILIHAN KECEPATAN DAN WAKTU TERBAIK PERLAKUAN SENTRIFUGASI

Latar Belakang 27

Tujuan Penelitian 27

Metode Penelitian 27

4.1 Diagram alir penelitian tahap ketiga 28

Hasil dan Pembahasan 30

4.2 Perbandingan minyak ikan awal (minyak B) dan minyak ikan perlakuan sentrifugasi terpilih (2.500 rpm 45 menit) 30

4.3 Rendemen minyak ikan perlakuan sentrifugasi 31

4.4 FFA minyak ikan dengan perlakuan sentrifugasi 32

4.5 Persen transmisi cahaya dengan waktu sentrifugasi 15 menit 32

4.6 Persen transmisi cahaya dengan waktu sentrifugasi 30 menit 33

4.7 Persen transmisi cahaya dengan waktu sentrifugasi 45 menit 33

4.8 Persen transmisi cahaya dari minyak komersial, kontrol, dan perlakuan terbaik 33 4.9 PV minyak ikan dengan perlakuan sentrifugasi 34

4.10 Nilai p-anisidin minyak ikan dengan perlakuan sentrifugasi 35

4.11 Totox minyak ikan dengan perlakuan sentrifugasi 36

Simpulan 36 5 PEMILIHAN PERLAKUAN KOMBINASI DARI SENTRIFUGASI TERBAIK DAN PENAMBAHAN ADSORBEN Latar Belakang 37 Tujuan Penelitian 37

Metode Penelitian 37

5.1 Diagram alir penelitian tahap keempat 38

Hasil dan Pembahasan 40

5.2 Perbandingan minyak ikan awal (minyak B) dan minyak ikan perlakuan kombinasi terpilih yaitu 2.500 rpm 45 menit dan atapulgit 3% (b/b) 40

5.3 FFA minyak ikan dengan perlakuan kombinasi 41

5.4 Persen transmisi cahaya dengan penambahan adsorben tunggal 42

5.5 Persen transmisi cahaya dengan penambahan gabungan adsorben 42

5.6 Persen transmisi cahaya dengan penambahan adsorben bertahap 42

5.7 Persen transmisi cahaya dari minyak komersial, kontrol, dan perlakuan terbaik 43

5.8 PV minyak ikan dengan perlakuan kombinasi 44

5.9 Nilai p-anisidin minyak ikan dengan perlakuan kombinasi 45

5.10 Totox minyak ikan dengan perlakuan kombinasi 45

5.11 Residu logam berat Hg setelah perlakuan kombinasi 46


(12)

Tujuan Penelitian 47

Metode Penelitian 47

6.1 Diagram alir penelitian tahap kelima 48

Hasil dan Pembahasan 50

6.2 Rancangan komposit pusatpemurnian minyak ikan 50

6.3 Respon permukaan FFA (%) kecepatan dan waktu 51

6.4 Respon permukaan FFA (%) kecepatan dan atapulgit 51

6.5 Respon permukaan FFA (%) waktu dan atapulgit 52

6.6 Respon permukaan PV (meq/kg) kecepatan dan waktu 52

6.7 Respon permukaan PV (meq/kg) kecepatan dan atapulgit 53

6.8 Respon permukaan PV (meq/kg) waktu dan atapulgit 53

6.9 Respon permukaan p-AV (meq/kg) kecepatan dan waktu 54

6.10 Respon permukaan p-AV (meq/kg) kecepatan dan atapulgit 54

6.11 Respon permukaan p-AV (meq/kg) waktu dan atapulgit 55

6.12 Respon permukaan Totox (meq/kg) kecepatan dan waktu 55

6.13 Respon permukaan Totox (meq/kg) kecepatan dan atapulgit 56 6.14 Respon permukaan Totox (meq/kg) waktu dan atapulgit 56 6.15 Overlay plot FFA, PV, p-AV, dan Totox kecepatan dan waktu 57 6.16 Overlay plot FFA, PV, p-AV, dan Totox kecepatan dan atapulgit 57 6.17 Overlay plot FFA, PV, p-AV, dan Totox waktu dan atapulgit 58 Simpulan 58 7 PEMBAHASAN UMUM 59

SIMPULAN DAN SARAN 61


(13)

I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hasil pengkajian oleh Forum Koordinasi Pengelolaan Penangkapan Sumberdaya (FKPPS) Ditjen Perikanan, Perairan Selat Bali dan Samudera Hindia termasuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP 9). Jenis-jenis sumberdaya ikan yang ada di Selat Bali dan Samudera Hindia sangat beragam mulai dari pelagis kecil antara lain didominasi oleh ikan layang (Decapterus sp.), selar (Caranx sp.), teri (Stelophorus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan tembang (Sardinella fimbriata) termasuk di dalamnya ikan sardin (Sardinella lemuru). Berdasarkan data Kementrian Kelautan dan Perikanan tahun 2011, volume produksi ikan sardin pada tahun 2001-2011 meningkat sebesar 16,78%. Data statistik perikanan tangkap Propinsi Bali tahun 2010, produksi ikan sardin sebesar 40.381,6 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Bali 2012). Djamali (2007) melaporkan, salah satu sumberdaya ikan di Perairan Selat Bali yang berpotensi dan memiliki nilai ekonomis cukup tinggi adalah ikan sardin (Sardinella sp.).

Ikan sardin berpotensi sebagai sumber minyak ikan sebesar 15-20% dan tinggi konsentrasi asam lemak omega-3 (Khoddami et al. 2009). Minyak ikan berguna untuk kesehatan karena mengandung asam lemak tak jenuh majemuk dengan ikatan rangkap polyunsaturated fatty acid (PUFA), yaitu eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) yang bermanfaat bagi tubuh (Aidos 2002). Asam lemak omega-3 berperan dalam pengembangan psikologi klinis dan penyembuhan berbagai penyakit mental yaitu depresi, deficit hyperactivity disorder, dan demensia (Amminger et al. 2010), dalam bidang psikologi untuk mengetahui tingkat pertumbuhan, perkembangan dan perilaku anak pada usia dini (Schuchardt 2010). Kekurangan asam lemak omega-3 dalam tubuh manusia dapat menyebabkan kelelahan, daya ingat menurun, kulit kering, gangguan hati, depresi dan sirkulasi yang tidak teratur (DeBusk 2007).

Ikan sardin banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan produk perikanan terutama pada industri pengalengan ikan, sebagian diolah menjadi ikan pindang, ikan asin, dan tepung ikan. Tingkat pemanfaatan ikan sardin di Indonesia yang cukup tinggi khususnya pada industri pengalengan dan penepungan ikan akan menghasilkan hasil samping yang cukup banyak. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2011) menyatakan bahwa kebutuhan ikan sardin untuk industri pengalengan dapat mencapai 150.000 ton ikan setiap tahunnya. Hasil samping industri pengolahan perikanan dalam bentuk cair dan bentuk padat, salah satu hasil samping pengolahan dalam bentuk cair adalah minyak ikan. Minyak ikan diperoleh dengan cara ekstraksi ikan atau sebagai salah satu hasil samping dari industri pengalengan dan penepungan yang dihasilkan karena pemanasan dan sterilisasi, sehingga minyak dari ikan akan terekstrak dan terbuang bersamaan dengan panas. Estiasih dan Ahmadi (2012) melaporkan, kandungan EPA dan DHA minyak ikan sardin hasil samping pengalengan dan penepungan masing-masing sebesar 9,60% dan 10,09%. Suseno et al. (2011) melaporkan, kualitas minyak ikan hasil samping pengalengan dan penepungan di Banyuwangi adalah untuk pakan (feed) dan belum untuk pangan (food), dengan stok sabun cukup tinggi sebesar 20%, nilai asam lemak bebas 1,25 (% asam oleat), peroksida


(14)

4,4 (meq/kg), p-anisidin 31,79 (meq/kg) dan total oksidasi 40,59 (meq/kg). Semua parameter masih dibawah International Fish Oil Standard (IFOS). Upaya pemurnian minyak ikan hasil samping pengalengan dan penepungan dengan metode yang efektif dan efisien dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas minyak ikan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pangan.

Pemurnian minyak ikan dapat dilakukan dengan metode sentrifugasi dan adsorben. Sentrifugasi untuk memisahkan stok sabun, partikel solid, dan zat pengotor lainnya dalam minyak ikan, sedangkan adsorben digunakan dengan memanfaatkan material yang memiliki kemampuan adsorpsi terhadap zat pengotor pada minyak ikan, terutama material surfaktan yang mengandung gugus karbon. Adsorben berfungsi untuk memperbaiki warna minyak, mengurangi komponen aroma yang tidak diinginkan (senyawa bersulfur, logam berat), dan dapat mengurangi produk hasil oksidasi lemak yaitu peroksida, aldehida, dan keton (Estiasih 2009).

Optimalisasi pemurnian minyak ikan sardin hasil samping pengalengan dan penepungan untuk memperoleh produk berkualitas baik yaitu memiliki kandungan EPA dan DHA serta parameter oksidasi yang sesuai standar IFOS (2011). Karakteristik kimia minyak ikan menurut IFOS (2011) yaitu nilai peroksida/peroxide value (PV) (≤ 3,75 meq/kg), nilai p-anisidin/p-anisidine value (p-AV) (≤ 15 meq/kg), total oksidasi (Totox) (≤ 20 meq/kg), nikel, cadmium, arsenik, timbal, merkuri (≤ 0,1 ppm), sedangkan nilai asam lemak bebas/free fatty acid (%FFA) menurut standar Farmakope Indonesia adalah (≤ 2%). Totox diperoleh dari hasil penjumlahan 2 x nilai peroksida + nilai p-anisidin (2xPV+p-AV). Road map penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Tujuan Penelitian

1. Inventarisasi dan karakterisasi minyak ikan sardin hasil samping industri pengalengan dan penepungan.

2. Pemilihan jenis adsorben terbaik menggunakan minyak tanpa perlakuan sentrifugasi.

3. Pemilihan kecepatan dan waktu terbaik perlakuan sentrifugasi.

4. Pemilihan perlakuan kombinasi dari sentrifugasi terbaik dan penambahan adsorben.


(15)

MINYAK IKAN Optimasi Pemurnian Karakterisasi Ikan sardin berpotensi sebagai sumber minyak ikan

15-20% dan tinggi konsentrasi asam

lemak omega-3 (Khoddami

et al. 2009) Ikan sardin di Perairan Selat Bali berpotensi sebagai

sumber lemak (Burhanuddin

et al. 1984)

Estiasih dan Ahmadi (2012) kandungan EPA dan

DHA minyak ikan sardin hasil samping

pengalengan dan penepungan ikan sebesar 9,60% dan

10,09%

Bhattacharya et al. (2008) sentrifugasi dapat menghilangkan partikel solid,

air, mikroemulsifikasi, komponen non polar seperti

oksigen radikal bebas, tembaga atau besi yang mempercepat reaksi oksidasi

Perlakuan sentrifugasi pada pemurnian minyak ikan lebih efektif dalam mereduksi stok

sabun dan pengotor pada minyak ikan, dibandingkan

dengan kertas saring (Suseno et al. 2011)

Pemurnian dengan sentrifugasi dan adsorben sintetis dapat menurunkan nilai peroksida, anisidin dan

FFA minyak ikan sardin (Suseno et al. 2011, 2012

dan 2013).

Estiasih et al. (2005) Optimasi pemadatan cepat pada pengayaan minyak ikan omega-3 menggunakan metode

repon permukaan

Pemurnian minyak ikan dengan kombinasi kecepatan sentrifugasi

dan penambahan adsorben yang berbeda

untuk meningkatkan kualitas minyak ikan Adsorben dapat memperbaiki

warna minyak, mengurangi komponen aroma yang tidak

diinginkan (senyawa bersulfur, logam berat), dan

dapat mengurangi produk hasil oksidasi lemak yaitu peroksida aldehida, dan keton

(Estiasih 2009)

Metode respon permukaan efektif untuk mengoptimalkan

proses (Wanasundara dan Shahidi 1999)

Gambar 1 Road map penelitian. Garis putus-putus merupakan penelitian. Karakterisasi minyak

ikan, pemurnian dengan penambahan

adsorben pada minyak yang belum

disentrifugasi, pemurnian dengan

sentrifugasi, pemurnian kombinasi

dengan sentrifugasi dan adsorben, dan optimasi pemurnian menggunakan RSM.


(16)

2 INVENTARISASI DAN KARAKTERISASI MINYAK IKAN SARDIN

HASIL SAMPINGINDUSTRI PENGALENGAN DAN PENEPUNGAN

Latar Belakang

Minyak ikan umumnya diperoleh dari proses ekstraksi atau hasil samping pengalengan dan penepungan ikan (Aidos 2002a). Proses produksi dengan metode konvensional meliputi pemasakan, penghilangan gum (degumming), netralisasi (alkali refining), pemutihan (bleaching), penghilangan bau (deodorizing), dan penambahan antioksidan (winterization) (EFSA 2010). Metode konvensional untuk ekstraksi, fraksinasi, dan pemurnian minyak ikan menggunakan teknologi tekanan hidrolik, vakum destilasi, kristalisasi urea, ekstraksi heksan, konvensi kristalisasi, menggunakan suhu tinggi sehingga menyebabkan dekomposisi minyak ikan, selain itu masih menggunakan berbagai bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan manusia (Staby dan Mollerup 1993).

Yunizal (2002), melaporkan bahwa minyak ikan hasil samping industri pengalengan ikan dihasilkan dari tahapan proses pre-cooking, sedangkan minyak ikan hasil samping industri penepungan ikan dihasilkan dari tahapan proses pemasakan dan pengepresan. Minyak ikan hasil samping proses penepungan ikan mempunyai kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan minyak yang diperoleh dari hasil samping proses pengalengan ikan, terutama dilihat dari segi warna yang lebih gelap, nilai asam lemak bebas, dan nilai peroksida yang lebih tinggi (Ahmadi dan Mushollaeni 2007). Karakterisasi minyak ikan hasil samping pengalengan dan penepungan ikan dilakukan untuk mengetahui informasi kualitas minyak ikan yang lebih baik, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh konsumen.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah melakukan inventarisasi dan karakterisasi minyak ikan sardin hasil sampingindustri pengalengan dan penepungan.

Metode Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013, bertempat di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil

Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Kimia Terpadu, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan adalah minyak ikan hasil samping industri pengalengan dan penepungan sardin di Bali. Minyak ikan hasil samping tersebut sudah ditambahkan soda as untuk memisahkan bahan-bahan non minyak. Waktu peyimpanan sampel setelah produksi selama 1-2 minggu sampai sampel tersebut dikirim atau dijual. Proses pengiriman sampel menggunakan wadah yang tidak tembus cahaya (jerigent) dan tertutup rapat, lalu dimasukkan dalam boks sterofom. Bahan pendukung lainnya digunakan untuk karakterisasi dan analisis kualitas


(17)

minyak ikan berupa boron trifuorida (BF3) 16%, NaCl jenuh, heksana, Na2SO4,

asam asetat glasial, kloroform, larutan kalium-iodin (KI) jenuh, larutan sodium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N, larutan KOH 0,1 N, indikator phenolptalein (indikator

PP), etanol 96%, indikator pati 1%, trimethylpentane, dan reagen p-anisidin. Alat yang digunakan antara lain gelas erlenmeyer, timbangan digital, pipet tetes, tabung reaksi, labu takar, spektrofotometer UV-Vis 2500 merk LaboMed, dan perangkat kromatografi gas merk Shimadzu GC 2010 Plus dengan standar SupelcoTM 37 Component FAME Mix, syringe 10 μL.

Prosedur Penelitian

Karakterisasi perlakuan menggunakan 4 sampel minyak ikan sardin hasil sampingindustri pengalengan dan penepungan di Bali yaitu minyak A (industri A), minyak B (industri B), minyak C (industri C), dan minyak D (industri D). Analisis yang dilakukan pada tahap karakterisasi terdiri dari profil asam lemak, aktivitas antioksidan, densitas, viskositas, toksisitas, logam berat (Cd, Pb, Hg, Ni, As), FFA, PV, p-AV, dan Totox (Gambar 2). Rancangan percobaan untuk analisis data adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan jenis sampel (3 kali ulangan). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS 16.0.

Analisis Profil Asam Lemak (AOAC 1999)

Metode analisis yang digunakan dengan prinsip mengubah asam lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Hasil analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak dan dibandingkan dengan standar. Identifikasi profil asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada alat kromatografi gas merk Shimadzu GC 2010 Plus dengan standar SupelcoTM 37 Component FAME Mix, syringe 10 μL. Gas yang digunakan sebagai fase gerak adalah nitrogen dengan laju alir 30 mL/menit dan sebagai gas pembakar adalah hidrogen dan oksigen, kolom yang digunakan adalah

Gambar 2 Diagram alir penelitian tahap pertama. Minyak ikan terpilih

Minyak A

Profil asam lemak aktivitas antioksidan, densitas viskositas, toksisitas, logam berat,

FFA, PV, p-AV, Totox

Minyak B Minyak C Minyak D


(18)

capilary column merk Quadrex dengan diameter dalam 0,25 mm. Analisis kuantitatif asam lemak dihitung dengan rumus:

Analisis Aktivitas Antioksidan dengan Metode Rancimat (Beirao dan Bernardo-Gil 2005)

Alat yang digunakan adalah rancimat model 743. Minyak ikan ditimbang 2,5 gram dalam tabung reaksi alat rancimat dan ditempatkan dalam heating block. Kecepatan aliran udara diatur 19-20 L/jam dalam suhu minyak 110-120 oC. Aktivitas antioksidan ditentukan dengan menghitung waktu induksi. Reaksi oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa ionik yang volatil. Senyawa ionik tersebut akan mengubah konduktivitas listrik dari air bebas ion. Konduktivitas dinyatakan dalam satuan µS/cm dan waktu induksi dalam satuan jam.

Analisis Densitas (SNI 1992)

Piknometer dibersihkan dengan cara membilas menggunakan aseton dan dietil eter kemudian dikeringkan dan timbang. Sampel dimasukkan ke dalam piknometer sampai tanda tera, ditutup kemudian dimasukkan ke dalam penangas yang suhunya sudah diatur sesuai yang diinginkan. Sampel di dalam piknometer harus terendam dalam air dan dibiarkan selama 30 menit. Leher piknometer dibuka dan bersihkan dengan kertas saring. Piknometer diangkat lalu didiamkan pada suhu kamar, dikeringkan dan ditimbang.

Analisis Viskositas (O'Brien et al. 2000)

Viskositas diukur menggunakan alat brookfield viscometer. Sampel 100 mL ditempatkan ke dalam gelas piala 100 mL. Spindle 2 dan speed 30 rpm digunakan untuk pengukuran viskositas sampel. Pengukuran dilakukan selama 2 menit sampai memperoleh pembacaan jarum pada posisi yang stabil. Rotor berputar dan jarum akan bergerak sampai memperoleh viskositas sampel. Pembacaan nilai viskositas dilakukan setelah jarum stabil. Skala yang terbaca menunjukan kekentalan sampel yang diperiksa dengan satuan cPs (centiPoise). Analisis Toksisitas (Ketaren 1986)

Ekstrak metabolit sekunder dilarutkan di dalam air laut. Larva udang 10 ekor dan larutan ekstrak metabolit sekunder dimasukkan ke dalam pelat pengujian sampai memperoleh konsentrasi 10-100.000 ppm (masing-masing tiga kali ulangan). Larva udang diinkubasi selama 24 jam. Jumlah larva udang yang mati dihitung, kemudian dibuat kurva hubungan antara rata-rata konsentrasi ekstrak metabolit sekunder (sumbu X) dan rata-rata persen kematian larva udang (sumbu Y) untuk mendapatkan nilai LC50.

Analisis Residu Logam Berat (SNI 2009)

Sampel 1 gram dimasukkan ke dalam labu destruksi 100 mL, ditambahkan 15 mL HNO3 pekat dan 5 mL HClO4, kemudian didiamkan selama 24 jam.


(19)

bebas ion, dilakukan pemanasan ± 10 menit, diangkat, dan didinginkan. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL (labu dekstruksi dibilas dengan air bebas ion dan dimasukkan ke dalam labu takar). Larutan ditambahkan air sampai batas tanda tera. Larutan dikocok dan disaring dengan kertas saring whatman no 4. Sampel dipreparasi dan dianalisis sesuai dengan pengujian logam berat (Cd, Pb, Hg, Ni, As) pada analisis air (metode APHA 3110 untuk logam berat Cd, Pb, Ni; metode 3112 untuk Hg; dan metode 3114 untuk As).

Analisis Asam Lemak Bebas/Free Fatty Acid (%FFA) (AOAC 1995)

Minyak 10 gram ditambahkan 25 mL etanol 96% netral (erlenmeyer 200 mL), dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit, ditambahkan indikator phenolptalein (PP) sebanyak 2 mL. Campuran minyak dikocok dan dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai timbul warna merah mudah yang tidak hilang dalam 10 detik. Persentase FFA dihitung berdasarkan persamaan berikut:

keterangan:

A = jumlah titrasi KOH (mL) N = normalitas KOH

M = bobot molekul asam lemak dominan G = gram sampel

Analisis Nilai Peroksida/Peroxide Value (PV) (AOAC 1990)

Sampel 5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 30 mL larutan asam asetat glasial dan kloroform (3:2), 0,5 mL larutan kalium-iodin (KI) jenuh sambil diaduk, 30 mL akuades, dan 0,5 mL larutan indikator pati 1%. Warna campuran sebelum dititrasi adalah biru kehitaman, kemudian dititrasi dengan larutan sodium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N

sampai larutan berubah menjadi kuning. Blanko dibuat dengan akuades sebagai pengganti contoh. Nilai peroksida ditentukan dalam satuan meq/kg dengan persamaan berikut:

keterangan:

S = jumlah sodium tiosulfat (mL) M = konsentrasi sodium tiosulfat (0,1 N)

Analisis Nilai p-Anisidin/p-Anisidine Value (p-AV) (Watson 1994)

Larutan uji 1 dibuat dengan cara melarutkan 0,5 gram sampel ke dalam 25 mL trimethylpentane. Larutan uji 2 dibuat dengan cara menambahkan 1 mL larutan p-anisidin (2,5 g/L) ke dalam 5 mL larutan uji 1, kemudian dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Larutan referensi dibuat dengan cara menambahkan 1 mL larutan p-anisidin (2,5 g/L) ke dalam 5 mL larutan trimethylpentane, kemudian dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Nilai absorbansi larutan uji 1


(20)

diukur pada panjang gelombang 350 nm menggunakan trimethylpentane sebagai larutan kompensasi, larutan uji 2 diukur pada panjang gelombang 350 nm tepat 10 menit setelah menyiapkan larutan menggunakan larutan referensi sebagai kompensasi. Nilai p-anisidin dihitung dengan persamaan berikut:

keterangan:

AS = absorbansi larutan uji 2 AB = absorbansi larutan uji 1

m = garm sampel yang digunakan pada larutan uji 1 Penentuan Total Oksidasi (Totox) (Perrin 1996)

Total oksidasi didapatkan dengan menjumlahkan 2 dikali nilai peroksida (PV) dan ditambahkan nilai p-anisidin (p-AV).

Hasil dan Pembahasan Penampakan Fisik Minyak Ikan Sardin

Karakterisasi menggunakan 4 minyak ikan sardin hasil samping industri pengalengan dan penepungan yaitu minyak A, minyak B, minyak C, dan minyak D. Penampakan fisik minyak ikan sardin dari berbagai sumber dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Penampakan fisik minyak ikan sardin dari berbagai sumber. Minyak A berwarna coklat, minyak B berwarna hitam, minyak C dan minyak D berwarna kuning. Minyak ikan hasil samping tersebut berupa minyak kasar karena masih tercampur dengan stok sabun, air, dan komponen non polar yang menyebabkan oksidasi. Perbedaan warna minyak ikan diakibatkan oleh penanganan dan penyimpanan bahan baku, metode dan peralatan yang digunakan dalam ekstraksi, serta penanganan dan penyimpanan minyak sebelum pemurnian. Faktor kerusakan minyak ikan pada dasarnya sama dengan faktor kerusakan pada minyak nabati, akan tetapi minyak ikan dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang dapat mengurangi kemurnian minyak, dan mengandung lebih banyak PUFA sehingga minyak ikan akan lebih mudah mengalami kemunduran mutunya.


(21)

Profil Asam Lemak Minyak Ikan

Total asam lemak minyak ikan yang teridentifikasi menggunakan gas chromatography sebanyak 27 jenis yaitu 10 jenis SFA (saturated fatty acid), 6 jenis MUFA (monounsaturated fatty acid), dan 11 jenis PUFA (Tabel 1).

Tabel 1 Persentase komposisi SFA, MUFA, dan PUFA minyak ikan sardin dari berbagai sumber.

Asam lemak (% w/w) Minyak

A B C D

Asam laurat (C12:0) 0,17 0,07 0,23 0,23

Asam tridekanoat (C13:0) 0,03 0,04 ttd ttd

Asam miristat (C14:0) 6,77 8,94 4,48 3,10

Asam pentadekanoat (C15:0) 0,40 0,52 0,26 0,20

Asam palmitat (C16:0) 18,13 16,02 21,02 18,95

Asam heptadekanoat (C17:0) 0,34 0,47 0,28 0,21

Asam stearat (C18:0) 3,04 3,40 3,35 2,90

Asam arakhidat (C20:0) 0,41 0,66 0,37 0,28

Asam heneikosanoat (C21:0) 0,03 0,05 0,02 0,02

Asam trikosanoat (C23:0) 0,03 0,04 0,02 0,02

Total SFA 29,35 30,21 30,03 25,91

Asam miristoleat (C14:1) 0,02 0,02 0,02 0,02

Asam palmitoleat (C16:1) 7,04 8,36 4,54 3,17

Asam oleat (C18:1n9c) 12,38 7,18 17,48 18,39

Asam elaidat (C18:1n9t) 0,09 0,09 0,13 0,12

Asam cis-11-eikosenoat (C20:1) 0,25 0,27 0,28 0,30

Asam nervonat (C24:1) 0,12 0,18 0,09 0,08

Total MUFA 19,90 16,10 22,54 22,08

Asam linoleat (C18:2n6c) 2,62 0,96 4,45 4,90

Asam linolelaidat (C18:2n9t) 0,09 0,03 0,05 0,02

Asam linolenat (C18:3n3) 0,50 0,47 0,44 0,38

Asam γ-linolenat (C18:3n6) 0,21 0,27 0,16 0,11

Asam cis-11,14-eikosedienoat (C20:2) 0,09 0,10 0,10 0,11 Asam cis-11,14,17-eikosetrienoat (C20:3n3) 0,03 0,04 0,02 0,02 Asam cis-8,11,14-eikosetrienoat (C20:3n6) 0,18 0,24 0,13 0,10

Asam arakhidonat (C20:4n6) 1,43 1,87 1,03 0,75

Asam cis-5,8,11,14,17-eikosapentaenoat (C20:5n3) 12,52 14,44 7,94 4,71 Asam cis-13,16-dokosadienoat (C22:2) 0,03 0,04 0,02 0,01 Asam cis-4,7,10,13,16,19-dokosaheksaenoat

(C22:6n3)

7,14 8,18 5,06 3,58

Total PUFA 24,84 26,64 19,40 14,69

Total asam lemak teridentifikasi 74,09 72,95 71,97 62,68 Total asam lemak tidak teridentifikasi 25,91 27,05 28,03 37,32


(22)

Persentase SFA tertinggi adalah asam palmitat (C16:0) pada minyak C (21,02%), persentase MUFA tertinggi adalah asam oleat (C18:1n9c) pada minyak D (18,39%), dan persentase PUFA dengan EPA dan DHA tertinggi pada minyak B masing-masing 14,44% dan 8,18%. Piliang dan Al Haj (2006) melaporkan, lemak yang berasal dari produk hewani umumnya mengandung sejumlah besar asam lemak jenuh (palmitat) dan asam lemak tak jenuh tunggal (oleat). Untuk keempat sampel yang dianalisis, masing-masing kadar asam lemak omega-3 yaitu EPA dan DHA berbeda-beda. Eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) adalah nutrien vital yang diperlukan untuk memelihara fungsi kesehatan tubuh yaitu sistem kardiovaskular, pertumbuhan manusia, dan perkembangan intelektual (Pike dan Jackson 2010). Omega-3 sebenarnya tidak diproduksi oleh tubuh ikan itu sendiri, tetapi merupakan

akumulasi dari konsumsi mikroalga yang memproduksi asam lemak. Aidos (2002b) melaporkan bahwa produsen utama asam lemak omega-3 berasal

dari mikroorganisme laut yaitu fitoplankton yang menjadi makanannya seperti chlorella, diatome, dan dinoflagellata. Kandungan dan komposisi asam lemak pada ikan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu jenis makanan, letak geografis, umur, musim, dan cara pengolahan ikan (Celik, Diler dan Kucukgulmez 2005). Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan kemampuan biosintesis dan asupan asam lemak pada ikan (Iverson et al. 2002).

Aktivitas Antioksidan Minyak Ikan

Aktivitas antioksidan minyak ikan dengan metode rancimat dapat dilihat pada Gambar 4. Analisis aktivitas antioksidan dengan metode rancimat untuk mengetahui besarnya penghambatan terhadap pembentukan senyawa oksidan (waktu induksi) yang disebabkan oleh pemanasan minyak.

Gambar 4Aktivitas antioksidan minyak ikan sardin dari berbagai sumber.

Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05).

Aktivitas antioksidan minyak ikan B (15,07 0,01 jam) menghasilkan nilai tertinggi dengan waktu induksi terlama dan berbeda secara signifikan (p<0,05) dari ketiga sampel yang lain. Semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh minyak untuk mengalami proses oksidasi, mengindikasikan sampel tersebut bersifat stabil dan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (Loliger 1993). Penanganan, penyimpanan, dan penambahan antioksidan pada minyak B sebelum pemurnian dilakukan untuk menghambat oksidasi. Hultin dan Undeland 1997 melaporkan,

0 2 4 6 8 10 12 14 16

A B C D

Ak tiv it a s a ntio k sida n (j a m ) Minyak c


(23)

antioksidan alami untuk minyak ikan tropik lebih banyak mengandung pigmen dan tokoferol yang lebih tinggi dibanding dengan minyak ikan dari Negara sub tropik.

Densitas Minyak Ikan

Densitas minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 5. Analisis densitas untuk mengetahui massa jenis suatu minyak ikan.

Gambar 5 Densitas minyak ikan sardin dari berbagai sumber. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05).

Densitas minyak ikan sardin berkisar antara 0,91-0,92 g/mL (Gambar 5) dan menunjukkan karakteristik yang nilai sama (p 0,05) dan sudah memenuhi standar SNI (1992) untuk densitas minyak pada suhu ruang. Densitas minyak umumnya meningkat dengan penurunan berat molekul dan temperatur, serta peningkatan ketidakjenuhan asam lemak penyusunnya (SNI 1992). Densitas merupakan parameter penting dalam perdagangan minyak dunia, karena minyak dijual berdasarkan basis berat, tetapi pengukurannya berdasarkan basis volume. Viskositas Minyak Ikan

Viskositas minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 6. Analisis viskositas untuk mengetahui tingkat kekentalan minyak ikan.

Gambar 6 Viskositas minyak ikan sardin dari berbagai sumber. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05).

0.88 0.89 0.90 0.91 0.92 0.93 0.94 0.95

A B C D

Densi ta s (g /m L ) Minyak 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

A B C D

Vis k o sit a s (cP s) Minyak d

c b

a a

a

a


(24)

Viskositas minyak ikan B (176,01 0 cPs) menghasilkan nilai tertinggi dan berbeda secara signifikan (p<0,05) dari ketiga sampel yang lain. Viskositas minyak meningkat seiring dengan peningkatan panjang rantai asam lemak, serta penurunan ketidakjenuhan asam lemak (O'Brien et al. 2000). Perubahan viskositas sering dijadikan indikator untuk memonitor proses pengolahan minyak yaitu proses interesterifikasi, transesterifikasi dan hidrogenasi.

Toksisitas Minyak Ikan

Toksisitas minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 7. Analisis toksisitas dengan metode BSLT (brine shrimp lethality) untuk mengetahui jumlah toksisitas pada minyak ikan.

Gambar 7 Toksisitas minyak ikan sardin dari berbagai sumber. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05).

Toksisitas minyak ikan B (473,49 0,02 ppm) menghasilkan nilai terendah

dan berbeda secara signifikan (p<0,05) dari ketiga sampel yang lain. Meyer et al. (1982) melaporkan, suatu ekstrak bahan alam dengan LC50

≤ 1000 ppm mempunyai kandungan zat aktif yang bersifat sitotoksik. Minyak A, minyak B, minyak C, dan minyak D mempunyai kandungan zat aktif, dengan zat aktif tertinggi pada Minyak B. Semakin rendah nilai toksisitas suatu ekstrak bahan alam maka semakin tinggi kandungan zat aktifnya (Meyer et al. 1982). Parameter yang digunakan untuk menunjukkan adanya aktifitas biologi suatu senyawa pada hewan percobaan (larva artemia Salina)adalah tingkat mortalitas.

Residu Logam Berat pada Minyak Ikan

Residu logam berat minyak ikan dapat dilihat pada Tabel 2. Analisis residu logam berat untuk mengetahui kandungan logam berat pada minyak ikan. Residu logam berat jenis Cd, Pb, Hg, Ni, dan As (Tabel 2) dari keempat sampel sudah memenuhi standar IFOS (2011) yaitu ≤ 0,1 ppm, kecuali logam berat jenis Hg pada minyak B (0,17 0 ppm). Analisis statistik menunjukkan logam berat jenis As pada minyak C berbeda secara signifikan (p<0,05) dengan jenis logam berat pada ketiga sampel lainnya. Residu logam berat jenis Hg pada minyak B yang belum memenuhi standar IFOS (2011), disebabkan tercemarnya perairan tempat mendapatkan ikan dan juga sumber pencemaran Hg berasal dari bahan

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

A B C D

T o k sis it a s (pp m ) Minyak c

a b


(25)

pelapis warna kapal laut (cat) sebagai antifouling. Pemurnian dengan penambahan adsorben diharapkan dapat menurunkan residu logam berat jenis Hg pada minyak B.

Tabel 2 Residu logam berat pada minyak ikan sardin dari berbagai sumber. Sampel jenis logam berat (ppm)

Cd Pb Hg Ni As

Minyak A ttd 0,03 0.03a 0,01 0a 0,02 0,01a ttd Minyak B ttd 0,10 0,08a 0,17 0a 0,01 0a 0,004 0a Minyak C ttd 0,10 0,03a 0,05 0a 0,03 0,01a 0,03 0b Minyak D ttd 0,06 0,03a 0,02 0a 0,02 0,01a 0,01 0a

IFOS (2011) ≤ 0,1 ≤ 0,1 ≤ 0,1 ≤ 0,1 ≤ 0,1

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05). Ttd (tidak terdeteksi).

Asam Lemak Bebas/Free Fatty Acid (%FFA) Minyak Ikan

Nilai asam lemak bebas minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 8. Analisis FFA untuk mengetahui jumlah asam lemak bebas yang terbentuk akibat kerusakan minyak secara kimia karena proses hidrolisis.

Gambar 8 FFA minyak ikan sardin dari berbagai sumber. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05).

FFA minyak ikan C dan minyak D menghasilkan nilai yang sama (p 0,05) dan berbeda secara signifikan (p<0,05) dengan minyak A dan minyak B. Nilai FFA terendah pada minyak C dan minyak D, sudah memenuhi standar Farmakope Indonesia yaitu ≤ 2%, kecuali minyak A dan minyak B (≥ 2%). Bimbo (1990) menyarankan, spesifikasi FFA untuk minyak ikan kasar berkisar antara 2-5%. Adanya FFA pada minyak disebabkan karena proses hidrolisis akibat interaksi antara air dengan lemak yang menyebabkan putusnya beberapa asam lemak dari minyak sehingga menghasilkan FFA dan gliserol (Lawson 1985). Adanya kotoran lain yaitu mineral dan protein atau viskositas yang tinggi akan memperlambat masa transfer untuk menghilangkan FFA (Huang dan Sathivel 2010).

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00

A B C D

%

Asa

m

lem

a

k

beba

s

Minyak a c

b


(26)

Nilai Peroksida/Peroxide Value (PV) Minyak Ikan

Nilai peroksida minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 9. Analisis peroksida untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak.

Gambar 9 PV minyak ikan sardin dari berbagai sumber. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05). Peroksida minyak ikan B, minyak C, dan minyak D menghasilkan nilai yang sama (p 0,05) dan berbeda secara signifikan (p<0,05) dengan minyak A. Nilai peroksida terendah pada minyak B (5,00 0 meq/kg) mendekati standar IFOS (2011) yaitu ≤ 3,75 meq/kg dan sesuai dengan council for responsible nutrition (CRN 2006) yaitu 5 meq/kg. Minyak ikan mengandung asam lemak tak jenuh majemuk dengan ikatan rangkap PUFA dan mudah teroksidasi bila berinteraksi dengan oksigen.

Nilai p-anisidin/p-Anisidine Value (p-AV) Minyak Ikan

Nilai p-anisidin minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 10. Analisis p-anisidin untuk mengukur produk sekunder hasil oksidasi atau komponen karbon yang berpengaruh terhadap pembentukan bau yang kurang menyenangkan pada minyak ikan (AOCS 1994).

Gambar 10 Nilai p-anisidin minyak ikan sardin dari berbagai sumber. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05).

0 5 10 15 20 25

A B C D

Nila i pero k sida ( m eq/k g ) Minyak 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00

A B C D

Nila i p -a nis idi n (m eq/k g ) Minyak a a

b b

a

a b


(27)

Nilai p-anisidin minyak ikan C dan minyak D menghasilkan nilai yang sama (p 0,05) dan berbeda secara signifikan (p<0,05) dengan minyak A dan minyak B. p-anisidin minyak A, minyak B, minyak C, dan minyak D sudah memenuhi standar IFOS (2011) yaitu ≤ 15 meq/kg. PUFA mudah teroksidasi bila berinteraksi dengan oksigen dan suhu tinggi sehingga membentuk senyawa aldehid, keton, dan turunannya (Krishnamurthy dan Vernon 1996).

Total Oksidasi (Totox) Minyak Ikan

Totox minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 11. Penentuan totox untuk mengetahui adanya senyawa seperti hidroperoksida, aldehid, dan keton karena degradasi PUFA akibat suhu tinggi, oksigen, senyawa logam, dan cahaya.

Gambar 11 Totox minyak ikan sardin dari berbagai sumber. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05).

Totox minyak ikan B, minyak C, dan minyak D menghasilkan nilai yang sama (p 0,05) dan berbeda secara signifikan (p<0,05) dengan minyak A. Totox

minyak B, minyak C, dan minyak D sudah memenuhi standar IFOS (2011) yaitu ≤ 20 meq/kg, dengan totox terendah pada minyak B (10,85 0,07 meq/kg). Totox

digunakan untuk mengukur progresivitas dari proses deteriorasi minyak dan menyediakan informasi mengenai pembentukan produk primer dan sekunder oksidasi (Hamilton and Rossell 1986).

Simpulan

Minyak ikan terpilih tahap pertama adalah minyak B (minyak ikan sardin dari industri B), dengan parameter utama yaitu EPA 14,44%, DHA 8,18%, aktivitas antioksidan 15,07 jam, nilai FFA 2,61%, PV 5,00 meq/kg, p-AV 0,85 meq/kg, dan Totox 10,85 meq/kg.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

A B C D

T

o

ta

l

o

k

sida

si

(m

eq/k

g

)

Minyak a

a b


(28)

3 PEMILIHAN JENIS ADSORBEN TERBAIK MENGGUNAKAN MINYAK TANPA PERLAKUAN SENTRIFUGASI

Latar Belakang

Proses pengalengan dan penepungan ikan sardin menghasilkan hasil samping berupa minyak ikan dengan kandungan asam lemak omega-3 dalam jumlah yang tinggi. Minyak ikan kasar hasil samping tersebut masih tercampur dengan stok sabun, partikel solid, dan zat pengotor lainnya, sehingga perlu upaya pemurnian dengan metode yang efektif dan efisien untuk mendapatkan minyak ikan dengan kualitas yang lebih baik, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh konsumen. Pemurnian minyak ikan dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai macam adsorben, salah satunya adalah memanfaatkan cangkang kerang dan sisik ikan. Cangkang dari kerang simping dan sisik pada ikan mas merupakan salah satu hasil samping produk perikanan yang belum dimanfaatkan dengan baik dan terbuang menjadi limbah. Esmaeili et al. (2012) dan Checa et al. (2007) melaporkan, hasil scanning electron microscope (SEM) pada struktur sisik ikan mas dan cangkang pada kerang memiliki luas permukaan yang berpori, dapat digunakan untuk mengadsorpsi secara fisika suatu adsorbat melalui kontak langsung permukaan. Cangkang simping dan sisik ikan mas mengandung kitin yang berfungsi sebagai pengkelat ion logam (Zaku et al. 2011). Perlakuan penambahan adsorben kedalam minyak ikan yang belum disentrifugasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas minyak ikan, dengan memanfaatkan material yang memiliki kemampuan adsorpsi pada adsorben yang akan digunakan. Campuran minyak ikan dan adsorben dipisahkan menggunakan sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 30 menit (Suseno et al. 2011).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah pemilihan jenis adsorben terbaik menggunakan minyak tanpa perlakuan sentrifugasi.

Metode Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2013, bertempat di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil

Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Pendidikan dan Diagnostik, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan adalah minyak ikan terpilih tahap pertama yaitu minyak B. Adsorben yang digunakan adalah sisik ikan mas (Cyprinus carpio) diperoleh dari pasar Bogor, cangkang simping (Amusium pleuronectes) diperoleh dari Banten, dan atapulgit didapatkan dari Laboratorium Farmasi Universitas Pancasila. Sisik ikan mas dan cangkang simping dikeringkan dengan sinar matahari dan dihancurkan sampai berbentuk bubuk. Bahan pendukung lainnya


(29)

digunakan untuk analisis kualitas minyak ikan berupa asam asetat glasial, kloroform, larutan kalium-iodin (KI) jenuh, larutan sodium tiosulfat (Na2S2O3)

0,1 N, larutan KOH 0,1 N, indikator phenolptalein (indikator PP), etanol 96%, indikator pati 1%, trimethylpentane, reagen p-anisidin, dan n-heksana.

Alat yang digunakan antara lain gelas erlenmeyer, magnetic stirrer, magnetic stirrer bar, timbangan digital, pipet tetes, penangas air, tabung reaksi, labu takar, spektrofotometer UV-Vis 2500 merk LaboMed, dan high speed refrigerated centrifuge merk HITACHI himac CR 21G (diameter rotor 6 cm merk R12A-499).

Prosedur Penelitian

Minyak B tanpa perlakuan sentrifugasi ditambahkan adsorben SIM 3% (b/b), CS 3% (b/b), dan A 3% (b/b). Terdapat 12 perlakuan yang digunakan yaitu kontrol (K), sisik ikan mas (SIM), cangkang simping (CS), atapulgit (A), gabungan sisik ikan mas dan cangkang simping (SIM+CS), gabungan sisik ikan mas dan atapulgit (SIM+A), gabungan cangkang simping dan atapulgit (CS+A), gabungan sisik ikan mas dan cangkang simping dan atapulgit (SIM+CS+A), perlakuan bertahap sisik ikan mas dilanjutkan dengan penambahan cangkang simping (SIM CS), perlakuan bertahap sisik ikan mas dilanjutkan dengan penambahan atapulgit (SIM A), perlakuan bertahap cangkang simping dilanjutkan dengan penambahan atapulgit (CS A), perlakuan bertahap sisik ikan mas dilanjutkan dengan penambahan cangkang simping dan dilanjutkan dengan penambahan atapulgit (SIM CS A). Pengadukan minyak ikan dan adsorben menggunakan magnetic stirrer selama 20 menit pada suhu ruang (±29 °C), campuran minyak ikan dan adsorben dipisahkan menggunakan sentifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 30 menit pada suhu 10 °C. Supernatan yang diperoleh kemudian dianalisis FFA, kejernihan, PV, p-AV, dan Totox. Rancangan percobaan untuk analisis data adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan penambahan adsorben (3 kali ulangan). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS 16.0. Diagram alir penelitian tahap kedua dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Diagram alir penelitian tahap kedua.

Penambahan adsorben SIM 3%, CS 3%, dan A 3%, pengadukan selama 20 menit (±29 °C), sentifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm, 30 menit, suhu 10 °C

Minyak B

Supernatan

FFA, kejernihan, PV, p-AV, Totox

Perlakuan adsorben terpilih

Stok sabun, adsorben, dan pengotor


(30)

Penentuan Rendemen Hasil Sentrifugasi

Minyak ikan sebelum disentrifugasi, ditimbang terlebih dahulu (M1). Supernatan dari proses sentrifugasi dengan berbagai perlakuan kombinasi kecepatan dan waktu, diambil dan ditimbang (M2). Perhitungan rendemen minyak ikan hasil sentrifugasi sebagai berikut:

Rendemen minyak ikan = M2 x 100%

M1

Analisis Asam Lemak Bebas/Free Fatty Acid (%FFA) (AOAC 1995)

Minyak 10 gram ditambahkan 25 mL etanol 96% netral (erlenmeyer 200 mL), dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit, ditambahkan indikator phenolptalein (PP) sebanyak 2 mL. Campuran minyak dikocok dan dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai timbul warna merah mudah yang tidak hilang dalam 10 detik. Persentase FFA dihitung berdasarkan persamaan berikut:

keterangan:

A = jumlah titrasi KOH (mL) N = normalitas KOH

M = bobot molekul asam lemak dominan G = gram sampel

Kejernihan (AOAC 1995)

Panjang gelombang pada spektrofotometer untuk mengukur kejernihan minyak dipilih terlebih dahulu. Setelah itu kuvet dibersihkan dan diisi dengan standar yang akan digunakan. Standar diukur hingga jarum skala menunjukkan skala 100%. Selanjutnya kuvet yang berisi standar diganti dengan kuvet berisi minyak dan diukur kejernihan minyak dalam bentuk % transmisi. Pengukuran dilakukan dengan pengenceran sebanyak 10 kali yaitu dengan cara mencampurkan 1 bagian minyak (1 mL) dengan 9 bagian pelarut (9 mL). Pada penelitian ini digunakan heksan sebagai pelarut. Pengukuran dilakukan dengan dua kali ulangan.

Analisis Nilai Peroksida/Peroxide Value Analysis (PV) (AOAC 1990)

Sampel 5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 30 mL larutan asam asetat glasial dan kloroform (3:2), 0,5 mL larutan kalium-iodin (KI) jenuh sambil diaduk, 30 mL akuades, dan 0,5 mL larutan indikator pati 1%. Warna campuran sebelum dititrasi adalah biru kehitaman, kemudian dititrasi dengan larutan sodium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N

sampai larutan berubah menjadi kuning. Blanko dibuat dengan akuades sebagai pengganti contoh. Nilai peroksida ditentukan dalam satuan meq/kg dengan persamaan berikut:


(31)

keterangan:

S = jumlah sodium tiosulfat (mL) M = konsentrasi sodium tiosulfat (0,1 N)

Analisis Nilai p-Anisidin/p-Anisidine Value (p-AV) (Watson 1994)

Larutan uji 1 dibuat dengan cara melarutkan 0,5 gram sampel ke dalam 25 mL trimethylpentane. Larutan uji 2 dibuat dengan cara menambahkan 1 mL larutan p-anisidin (2,5 g/L) ke dalam 5 mL larutan uji 1, kemudian dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Larutan referensi dibuat dengan cara menambahkan 1 mL larutan p-anisidin (2,5 g/L) ke dalam 5 mL larutan trimethylpentane, kemudian dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Nilai absorbansi larutan uji 1 diukur pada panjang gelombang 350 nm menggunakan trimethylpentane sebagai larutan kompensasi, larutan uji 2 diukur pada panjang gelombang 350 nm tepat 10 menit setelah menyiapkan larutan menggunakan larutan referensi sebagai kompensasi. Nilai p-anisidin dihitung dengan persamaan berikut:

keterangan:

AS = absorbansi larutan uji 2 AB = absorbansi larutan uji 1

m = gram sampel yang digunakan pada larutan uji 1 Penentuan Total Oksidasi (Totox) (Perrin 1996)

Total oksidasi didapatkan dengan menjumlahkan 2 dikali nilai peroksida (PV) dan ditambahkan nilai p-anisidin (p-AV).

Hasil dan Pembahasan Penampakan Fisik Jenis Adsorben yang di Gunakan

Adsorben yang digunakan adalah sisik ikan mas, cangkang simping, dan atapulgit. Sisik ikan mas berwarna putih kecoklatan dengan luas permukaan pori yang kasar, cangkang simping berwarna putih dengan luas permukaan pori yang kasar, sedangkan atapulgit berwarna kuning kecoklatan dan bentuknya berupa serbuk. Penampakan fisik dari adsorben sisik ikan mas, cangkang simping, dan atapulgit dapat dilihat pada Gambar 13.


(32)

Sisik ikan mas Cangkang simping Atapulgit Gambar 13 Penampakan fisik dari adsorben yang digunakan untuk pemurnian

minyak ikan.

Penampakan Fisik Minyak Ikan setelah Perlakuan Penambahan Adsorben Minyak B ditambahkan adsorben SIM, CS, dan A untuk mereduksi partikel pengotor yang berukuran lebih kecil dari 1 µ, berfungsi menyerap komponen aroma yang tidak diinginkan, dan memperbaiki warna dari minyak. Hasil sentrifugasi yang diperoleh terdiri dari minyak ikan, stok sabun, adsorben, dan pengotor. Minyak ikan setelah perlakuan penambahan adsorben memiliki warna kuning. Perbandingan minyak ikan awal dan minyak ikan setelah perlakuan penambahan adsorben dapat dilihat pada Gambar 14.

Minyak ikan awal Minyak ikan setelah penambahan adsorben Gambar 14 Perbandingan minyak ikan awal (minyak B) dan minyak ikan

perlakuan penambahan adsorben terpilih (gabungan SIM+CS).

Rendemen Hasil Sentrifugasi Minyak Ikan Sardin (pemisahan antara minyak ikan, stok sabun, dan adsorben)

Rendemen adalah bagian dari suatu bahan baku yang dapat diambil dan dimanfaatkan, dan merupakan parameter penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektifitas suatu bahan baku. Minyak ikan yang belum disentrifugasi ditambahkan adsorben SIM, CS, dan A, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 30 menit pada suhu 10 °C untuk memisahkan minyak ikan, stok sabun, dan adsorben. Rendemen minyak ikan perlakuan penambahan adsorben dapat dilihat pada Gambar 15.


(33)

Gambar 15 Rendemen minyak ikan perlakuan penambahan adsorben. SIM (sisik ikan mas), CS (cangkang simping), A (atapulgit), + (digabung), (bertahap). Angka-angka yang diikuti huruf

superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05). Rendemen minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben A (67%) dan gabungan SIM+A (62%) menghasilkan nilai tertinggi dan berbeda secara signifikan (p<0,05) dengan perlakuan lainnya. Nilai rendemen tertinggi pada perlakuan penambahan adsorben A dan gabungan SIM+A, disebabkan karena adsorben tersebut tidak banyak di pakai untuk perlakuan bertahap (supernatan yang diperoleh selanjutnya ditambahkan adsorben berikutnya). Minyak ikan yang ditambahkan adsorben merupakan minyak ikan kasar yang masih tercampur dengan zat pengotor yaitu stok sabun, air, dan komponen non polar yang menyebabkan oksidasi, sehingga mempengaruhi rendemen yang dihasilkan. Asam Lemak Bebas/Free Fatty Acid (%FFA)

FFA minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben dapat dilihat pada Tabel 3. FFA minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben SIM+CS (Tabel 3) menghasilkan nilai terendah dan berbeda secara signifikan (p 0,05) dengan perlakuan lainnya serta kontrol. Kontrol yang digunakan adalah minyak B. Perlakuan penambahan adsorben menghasilkan FFA yang belum memenuhi standar Farmakope Indonesia (≤ 2%). FFA terendah pada perlakuan penambahan adsorben gabungan SIM+CS (6,70 0,07%), mendekati standar Farmakope Indonesia yaitu ≤ 2%. Persentase penurunan FFA dengan nilai terbesar adalah setelah perlakuan penambahan adsorben gabungan SIM+CS (47,80%). Perbedaan tingkat penurunan FFA terjadi karena adanya perbedaan jenis adsorben yang digunakan. Jenis adsorben yang berbeda akan memiliki polaritas, sisi aktif permukaan, luas area permukaan, porositas, ukuran partikel, pH, dan kandungan air yang berbeda (Zhu et al. 1994). Adsorben alami seperti kitosan telah digunakan dalam pemurnian lele karena efektif menyerap FFA dalam minyak kasar (Sathivel and Prinyawiwatkul 2004).

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Rendem

en

(%)

Jenis adsorben

cde e

bc

f

de de ab

cd

ab a f


(34)

Tabel 3 FFA minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben pada minyak tanpa perlakuan sentrifugasi.

Perlakuan penambahan adsorben FFA (%) % penurunan

Kontrol (minyak B) 12,83±0,28f -

SIM 10,58±0,56d 17,58

CS 8,81±0,35b 31,32

A 8,95±0,49b 30,22

SIM+CS 6,70±0,07a 47,80

SIM+A 9,17±0bc 28,57

CS+A 11,63±0,07e 9,34

SIM+CS+A 12,20±0,63ef 4,95

SIM→CS 12,27±0,42ef 4,40

SIM→A 9,94±0,07cd 22,53

CS→A 12,48±0,63ef 2,75

SIM→CS→A 10,33±1,16d 19,51

Farmakope Indonesia ≤ 2 -

Keterangan: SIM (sisik ikan mas), CS (cangkang simping), A (atapulgit), + (digabung), (bertahap). Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05).

Kejernihan

Tingkat kejernihan minyak ikan ditunjukkan dengan nilai persen transmisi cahaya yang terbaca pada spektrofotometer. Persen transmisi cahaya terhadap sampel minyak ikan perlakuan penambahan adsorben pada 5 panjang gelombang, dengan penambahan adsorben secara tunggal, gabungan, bertahap, dan perbandingan antara perlakuan terbaik dengan minyak komersial dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 16, 17, 18, dan 19.

0 20 40 60 80 100

450 nm 550 nm 620 nm 665 nm 700 nm

%

Tra

nsm

isi

Panjang gelombang (nm)

Gambar 16 Persen transmisi cahaya dengan penambahan adsorben tunggal. minyak komersial, SIM, CS, A.


(35)

0 20 40 60 80 100

450 nm 550 nm 620 nm 665 nm 700 nm

%

Tra

nsm

isi

Panjang gelombang (nm)

0 20 40 60 80 100

450 nm 550 nm 620 nm 665 nm 700 nm

%

T

ra

ns

m

is

i

Panjang gelombang (nm)

0 20 40 60 80 100

450 nm 550 nm 620 nm 665 nm 700 nm

%

T

ra

ns

m

is

i

Panjang gelombang (nm)

Gambar 17 Persen transmisi cahaya dengan penambahan gabungan adsorben. minyak komersial, SIM+CS, SIM+A, CS+A,

SIM+CS+A.

Gambar 18 Persen transmisi cahaya dengan penambahan adsorben bertahap. minyak komersial, SIM→CS, SIM→A,

CS→A, SIM→CS→A.

Gambar 19 Persen transmisi cahaya dari minyak komersial, kontrol, dan perlakuan terbaik. minyak komersial, kontrol, SIM,


(36)

Minyak ikan komersial yang digunakan adalah kapsul tung-hai fish liver oil dan kontrol adalah minyak B. Persen transmisi cahaya tertinggi mendekati 100% dan mendekati transmisi cahaya minyak komersial, mengindikasikan minyak ikan yang diamati memiliki tingkat kejernihan yang baik. Persen transmisi cahaya minyak ikan dengan penambahan adsorben tunggal terdapat pada perlakuan SIM (86,22%), penambahan gabungan adsorben terdapat pada perlakuan SIM+CS (87,58%), dan penambahan adsorben bertahap terdapat pada perlakuan CS A (86,04%). Persen transmisi cahaya perlakuan terbaik secara tunggal, gabungan, bertahap, dan dibandingkan dengan minyak komersial dan kontrol menghasilkan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan SIM+CS (87,58%). Penambahan gabungan adsorben SIM+CS merupakan perlakuan yang paling efektif dalam menjernihkan minyak ikan dilihat dari persen transmisi terbesar. Produk oksidasi primer dan sekunder cenderung mempengaruhi warna dan kekeruhan dari minyak ikan, semakin tinggi kandungan produk oksidasi primer dan sekunder, maka penampakan dari minyak ikan yang diamati akan semakin gelap, sehingga tingkat kejernihannya menurun (Estiasih 2009). Nilai primer dan sekunder oksidasi yang dihasilkan dengan penambahan adsorben SIM+CS mendekati standar Farmakope Indonesia untuk FFA (≤ 2%) dan IFOS (2011) dengan totox ≤ 20 meq/kg. Minyak ikan yang ditambahkan adsorben merupakan minyak kasar yang masih tercampur dengan zat pengotor sehingga mampu diserap oleh adsorben SIM+CS, karena memiliki ukuran partikel yang besar dan berbentuk kasar.

Nilai Peroksida/Peroxide Value (PV)

PV minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben dapat dilihat pada Tabel 4. PV minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben SIM+CS (Tabel 4) menghasilkan nilai terendah dan berbeda secara signifikan (p 0,05) dengan perlakuan lainnya serta kontrol. Kontrol yang digunakan adalah minyak B. Perlakuan penambahan adsorben menghasilkan PV yang belum memenuhi standar IFOS (2011) yaitu ≤ 3,75 meq/kg. PV terendah pada perlakuan penambahan adsorben gabungan SIM+CS (6,00 0,50 meq/kg), mendekati standar IFOS (2011) yaitu ≤ 3,75 meq/kg dan CRN (2006) yaitu 5 meq/kg. Persentase penurunan PV dengan nilai terbesar adalah setelah perlakuan penambahan adsorben gabungan SIM+CS (58,62%). Meningkatnya nilai peroksida disebabkan karena tahap karakterisasi dan pemurnian minyak ikan membutuhkan waktu penyimpanan yang lama. Kualitas ikan yang digunakan untuk ekstraksi minyak, proses ekstraksi minyak, dan kondisi penyimpanan akan mempengaruhi nilai peroksida minyak kasar yang dihasilkan (EFSA 2010). Winarno (2004) melaporkan, minyak dengan kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi mudah mengalami oksidasi.


(37)

Tabel 4 PV minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben pada minyak tanpa perlakuan sentrifugasi.

Perlakuan penambahan adsorben PV (meq/kg) % penurunan

Kontrol (minyak B) 14,50 2,50c -

SIM 13,25 0,25bc 8,62

CS 10,75 0,25b 25,86

A 11,25 2,25bc 22,41

SIM+CS 6 0,50a 58,62

SIM+A 12,25 0,25bc 15,52

CS+A 13,75 0,75bc 5,17

SIM+CS+A 13,25 2,25bc 8,62

SIM→CS 14,25 1,25c 1,72

SIM→A 13,50 1,50bc 6,90

CS→A 13,63 2,88bc 6,03

SIM→CS→A 14 2c 3,45

IFOS (2011) ≤ 3,75 -

Keterangan: SIM (sisik ikan mas), CS (cangkang simping), A (atapulgit), + (digabung), (bertahap). Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05).

Nilai p-anisidin/p-Anisidine Value (p-AV)

Nilai p-anisidin minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai p-anisidin minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben dan kontrol (Tabel 5) menghasilkan nilai yang sama (p>0,05). Kontrol yang digunakan adalah minyak B. Nilai p-anisidin perlakuan penambahan adsorben sudah memenuhi standar IFOS (2011) yaitu ≤ 15 meq/kg. Persentase penurunan p-AV dengan nilai terbesar adalah setelah perlakuan penambahan adsorben SIM→CS (52,17%).

Tabel 5 Nilai p-anisidin minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben pada minyak tanpa perlakuan sentrifugasi.

Perlakuan penambahan adsorben p-AV (meq/kg) % penurunan

Kontrol (minyak B) 0,23 0,09a -

SIM 0,33 0,19a 43,48

CS 0,25 0,15a 8,70

A 0,20 0,15a 13,04

SIM+CS 0,18 0,05a 21,74

SIM+A 0,23 0,14a 0

CS+A 0,18 0,08a 21,74

SIM+CS+A 0,28 0,10a 21,74

SIM→CS 0,35 0,06a 52,17

SIM→A 0,33 0,12a 43,48

CS→A 0,23 0,07a 0

SIM→CS→A 0,23 0,06a 0

IFOS (2011) ≤ 15 -

Keterangan: SIM (sisik ikan mas), CS (cangkang simping), A (atapulgit), + (digabung), (bertahap). Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05).


(38)

Total Oksidasi (Totox)

Totox minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben dapat dilihat pada Tabel 6. Totox minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben SIM+CS (Tabel 6) menghasilkan nilai terendah dan berbeda secara signifikan (p 0,05) dengan perlakuan lainnya serta kontrol. Kontrol yang digunakan adalah minyak B. Totox terendah pada perlakuan penambahan adsorben gabungan SIM+CS (12,18 1,05 meq/kg), sudah memenuhi standar IFOS (2011) yaitu ≤ 20 meq/kg. Persentase penurunan totox dengan nilai terbesar adalah setelah perlakuan penambahan adsorben gabungan SIM+CS (58,33%). Ukuran pori berperan penting dalam proses adsorpsi. Vitara (2007) melaporkan, molekul dengan ukuran besar sulit untuk masuk ke dalam pori atau rongga yang terdapat dalam adsorben jika ukuran porinya lebih kecil dibanding molekulnya. Faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorpsi dari adsorben yaitu luas area permukaan, ukuran pori, kelarutan adsorbat, pH dan suhu. Penyusun utama cangkang udang atau kerang-kerangan adalah kitin, merupakan suatu polisakarida alami yang memiliki banyak kegunaan seperti sebagai bahan pengkelat, pengemulsi dan adsorben (Bhuvana 2006).

Tabel 6 Totox minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben pada minyak tanpa perlakuan sentrifugasi.

Perlakuan penambahan adsorben Totox (meq/kg) % penurunan

Kontrol (minyak B) 29,23 4,94d -

SIM 26,83 0,69bcd 8,21

CS 21,75 0,65b 25,59

A 22,70 4,65bc 22,34

SIM+CS 12,18 1,05a 58,33

SIM+A 24,73 0,64bcd 15,40

CS+A 27,68 1,42bcd 5,30

SIM+CS+A 26,78 4,59bcd 8,38

SIM→CS 28,85 2,46cd 1,30

SIM→A 27,33 2,88bcd 6,50

CS→A 27,23 5,80bcd 6,84

SIM→CS→A 27,23 3,95cd 6,84

IFOS (2011) ≤ 20 -

Keterangan: SIM (sisik ikan mas), CS (cangkang simping), A (atapulgit), + (digabung), (bertahap). Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p 0,05).

Simpulan

Pemurnian dengan perlakuan penambahan adsorben terpilih pada minyak yang belum disentrifugasi adalah gabungan SIM+CS (b/b), dengan parameter utama yaitu FFA 6,70%, PV 6,00 meq/kg, p-AV 0,18 meq/kg, dan Totox 12,18 meq/kg. Persen transmisi cahaya dengan penambahan adsorben gabungan SIM+CS (87,58%).


(1)

1. Kesesuaian Model

Source Sum of squares df Mean square F-value P-value Prob F

Model 159.39 6 26.57 60.46 0.0001

A-putaran 10.13 1 10.13 23.04 0.0007

B-time 4.13 1 4.13 9.41 0.0119

C-atapulgit 7.813E-003 1 7.813E-003 0.018 0.8966

A2 39.39 1 39.39 89.65 0.0001

B2 39.07 1 39.07 88.92 0.0001

C2 51.47 1 51.47 117.13 0.0001

Residual 4.39 10 0.44

Lack of fit 3.57 6 0.59 2.87 0.1633

Pure error 0.83 4 0.21

Cor total 163.79 16

Hipotesis:

H0 : model yang digunakan sudah baik H1 : model yang digunakan belum baik

Uji statistik: tolak H0 jika p 0,05 (model yang digunakan belum baik).

Kesimpulan: hasil dengan p 0,05 (0,1633), menunjukkan bahwa terima H0 atau model yang digunakan sudah baik (model kuadratik).

2. Kemampuan Model

Source Sum of squares df Mean square F-value P-value Prob F

Model 159.39 6 26.57 60.46 0.0001

A-putaran 10.13 1 10.13 23.04 0.0007

B-time 4.13 1 4.13 9.41 0.0119

C-atapulgit 7.813E-003 1 7.813E-003 0.018 0.8966

A2 39.39 1 39.39 89.65 0.0001

B2 39.07 1 39.07 88.92 0.0001

C2 51.47 1 51.47 117.13 0.0001

Residual 4.39 10 0.44

Lack of fit 3.57 6 0.59 2.87 0.1633

Pure error 0.83 4 0.21

Cor total 163.79 16

Hipotesis:

H0 : model belum mampu menjelaskan respon H1 : model mampu menjelaskan respon

Uji statistik: tolak H0 jika p 0,05 (model mampu menjelaskan respon).

Kesimpulan: hasil dengan p 0,05 (0,0001), menunjukkan bahwa model mampu menjelaskan respon.


(2)

3. Uji Signifikasi

Source Sum of squares df Mean square F-value P-value Prob F

Model 159.39 6 26.57 60.46 0.0001

A-putaran 10.13 1 10.13 23.04 0.0007

B-time 4.13 1 4.13 9.41 0.0119

C-atapulgit 7.813E-003 1 7.813E-003 0.018 0.8966

A2 39.39 1 39.39 89.65 0.0001

B2 39.07 1 39.07 88.92 0.0001

C2 51.47 1 51.47 117.13 0.0001

Residual 4.39 10 0.44

Lack of fit 3.57 6 0.59 2.87 0.1633

Pure error 0.83 4 0.21

Cor total 163.79 16

Hipotesis:

H0 : variabel tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati H1 : variabel berpengaruh terhadap respon yang diamati

Uji statistik: tolak H0 jika p 0,05 (variabel berpengaruh terhadap respon yang diamati).

Kesimpulan:

 Waktu: nilai dengan p 0,05 (0,0119), menunjukkan bahwa waktu berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Putaran: nilai dengan p 0,05 (0,0007), menunjukkan bahwa putaran berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Atapulgit: nilai dengan p 0,05 (0,8966), menunjukkan bahwa atapulgit tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Waktu2: nilai dengan p 0,05 (0,0001), menunjukkan bahwa waktu2 berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Putaran2: nilai dengan p 0,05 (0,0001), menunjukkan bahwa putaran2 berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Atapulgit2: nilai dengan p 0,05 (0,0003), menunjukkan bahwa atapulgit2 berpengaruh terhadap respon yang diamati.

Std. Dev. 0,662891 R-squared 0,973171

Mean 9,938235 Adj R-squared 0,957074

C. V. % 6,670112 Pred R-squared 0,905007

PRESS 15,55875 Adeq precision 18,68667

Hasil R-squared (adj) menunjukkan dengan model kuadratik mendapatkan 95,71%, berarti variabel yang digunakan dapat menjelaskan respon sebesar 95,71%, sisanya sebanyak 4,29% dijelaskan oleh variabel lain.


(3)

1. Kesesuaian Model

Source Sum of squares df Mean square F-value P-value Prob F

Model 0.090 6 0.015 8.81 0.0016

A-putaran 9.453E-005 1 9.453E-005 0.055 0.8188 B-time 8.768E-004 1 8.768E-004 0.51 0.4901

C-atapulgit 0.010 1 0.010 6.00 0.0343

A2 8.002E-003 1 8.002E-003 4.68 0.0557

B2 0.035 1 0.035 20.60 0.0011

C2 0.028 1 0.028 16.59 0.0022

Residual 0.017 10 1.708E-003

Lack of fit 0.014 6 2.413E-003 3.71 0.1124 Pure error 2.600E-003 4 6.500E-004

Cor total 0.11 16

Hipotesis:

H0 : model yang digunakan sudah baik H1 : model yang digunakan belum baik

Uji statistik: tolak H0 jika p 0,05 (model yang digunakan belum baik).

Kesimpulan: hasil dengan p 0,05 (0,1124), menunjukkan bahwa terima H0 atau model yang digunakan sudah baik (model kuadratik).

2. Kemampuan Model

Source Sum of squares df Mean square F-value P-value Prob F

Model 0.090 6 0.015 8.81 0.0016

A-putaran 9.453E-005 1 9.453E-005 0.055 0.8188 B-time 8.768E-004 1 8.768E-004 0.51 0.4901

C-atapulgit 0.010 1 0.010 6.00 0.0343

A2 8.002E-003 1 8.002E-003 4.68 0.0557

B2 0.035 1 0.035 20.60 0.0011

C2 0.028 1 0.028 16.59 0.0022

Residual 0.017 10 1.708E-003

Lack of fit 0.014 6 2.413E-003 3.71 0.1124 Pure error 2.600E-003 4 6.500E-004

Cor total 0.11 16

Hipotesis:

H0 : model belum mampu menjelaskan respon H1 : model mampu menjelaskan respon

Uji statistik: tolak H0 jika p 0,05 (model mampu menjelaskan respon).

Kesimpulan: hasil dengan p 0,05 (0,0016), menunjukkan bahwa model mampu menjelaskan respon.


(4)

3. Uji Signifikasi

Source Sum of squares df Mean square F-value P-value Prob F

Model 0.090 6 0.015 8.81 0.0016

A-putaran 9.453E-005 1 9.453E-005 0.055 0.8188 B-time 8.768E-004 1 8.768E-004 0.51 0.4901

C-atapulgit 0.010 1 0.010 6.00 0.0343

A2 8.002E-003 1 8.002E-003 4.68 0.0557

B2 0.035 1 0.035 20.60 0.0011

C2 0.028 1 0.028 16.59 0.0022

Residual 0.017 10 1.708E-003

Lack of fit 0.014 6 2.413E-003 3.71 0.1124 Pure error 2.600E-003 4 6.500E-004

Cor total 0.11 16

Hipotesis:

H0 : variabel tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati H1 : variabel berpengaruh terhadap respon yang diamati

Uji statistik: tolak H0 jika p 0,05 (variabel berpengaruh terhadap respon yang diamati).

Kesimpulan:

 Waktu: nilai dengan p 0,05 (0,4901), menunjukkan bahwa waktu tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Putaran: nilai dengan p 0,05 (0,8188), menunjukkan bahwa putaran tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Atapulgit: nilai dengan p 0,05 (0,0343), menunjukkan bahwa atapulgit berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Waktu2: nilai dengan p 0,05 (0,0011), menunjukkan bahwa waktu2 berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Putaran2: nilai dengan p 0,05 (0,0557), menunjukkan bahwa putaran2 tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Atapulgit2: nilai dengan p 0,05 (0,0022), menunjukkan bahwa atapulgit2 berpengaruh terhadap respon yang diamati.

Std. Dev. 0,041328 R-squared 0,840845

Mean 0,519118 Adj R-squared 0,745352

C. V. % 7,96112 Pred R-squared 0,422436

PRESS 0,061981 Adeq precision 8,284014

Hasil R-squared (adj) menunjukkan dengan model kuadratik mendapatkan 84,08%, berarti variabel yang digunakan dapat menjelaskan respon sebesar 84,08%, sisanya sebanyak 15,92% dijelaskan oleh variabel lain.


(5)

1. Kesesuaian Model

Source Sum of squares df Mean square F-value P-value Prob F

Model 587.59 9 65.29 25.01 0.0002

A-putaran 40.71 1 40.71 15.59 0.0055

B-time 15.49 1 15.49 5.93 0.0450

C-atapulgit 0.12 1 0.12 0.047 0.8339

AB 2.26 1 2.26 0.86 0.3834

AC 0.40 1 0.40 0.15 0.7087

BC 0.56 1 0.56 0.22 0.6561

A2 145.48 1 145.48 55.72 0.0001

B2 139.36 1 139.36 53.38 0.0002

C2 187.95 1 187.95 71.99 0.0001

Residual 18.28 7 2.61

Lack of fit 10.43 3 3.48 1.77 0.2911

Pure error 7.84 4 1.96

Cor total 605.87 16

Hipotesis:

H0 : model yang digunakan sudah baik H1 : model yang digunakan belum baik

Uji statistik: tolak H0 jika p 0,05 (model yang digunakan belum baik).

Kesimpulan: hasil dengan p 0,05 (0,2911), menunjukkan bahwa terima H0 atau model yang digunakan sudah baik (model kuadratik).

2. Kemampuan Model

Source Sum of squares df Mean square F-value P-value Prob F

Model 587.59 9 65.29 25.01 0.0002

A-putaran 40.71 1 40.71 15.59 0.0055

B-time 15.49 1 15.49 5.93 0.0450

C-atapulgit 0.12 1 0.12 0.047 0.8339

AB 2.26 1 2.26 0.86 0.3834

AC 0.40 1 0.40 0.15 0.7087

BC 0.56 1 0.56 0.22 0.6561

A2 145.48 1 145.48 55.72 0.0001

B2 139.36 1 139.36 53.38 0.0002

C2 187.95 1 187.95 71.99 0.0001

Residual 18.28 7 2.61

Lack of fit 10.43 3 3.48 1.77 0.2911

Pure error 7.84 4 1.96

Cor total 605.87 16

Hipotesis:

H0 : model belum mampu menjelaskan respon H1 : model mampu menjelaskan respon

Uji statistik: tolak H0 jika p 0,05 (model mampu menjelaskan respon)

Kesimpulan: hasil dengan p 0,05 (0,0002), menunjukkan bahwa model mampu menjelaskan respon.


(6)

3. Uji Signifikasi

Source Sum of squares df Mean square F-value P-value Prob F

Model 587.59 9 65.29 25.01 0.0002

A-putaran 40.71 1 40.71 15.59 0.0055

B-time 15.49 1 15.49 5.93 0.0450

C-atapulgit 0.12 1 0.12 0.047 0.8339

AB 2.26 1 2.26 0.86 0.3834

AC 0.40 1 0.40 0.15 0.7087

BC 0.56 1 0.56 0.22 0.6561

A2 145.48 1 145.48 55.72 0.0001

B2 139.36 1 139.36 53.38 0.0002

C2 187.95 1 187.95 71.99 0.0001

Residual 18.28 7 2.61

Lack of fit 10.43 3 3.48 1.77 0.2911

Pure error 7.84 4 1.96

Cor total 605.87 16

Hipotesis:

H0 : variabel tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati H1 : variabel berpengaruh terhadap respon yang diamati

Uji statistik: tolak H0 jika p 0,05 (variabel berpengaruh terhadap respon yang diamati).

Kesimpulan:

 Waktu: nilai dengan p 0,05 (0,0450), menunjukkan bahwa waktu berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Putaran: nilai dengan p 0,05 (0,0055), menunjukkan bahwa putaran berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Atapulgit: nilai dengan p 0,05 (0,8339), menunjukkan bahwa atapulgit tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Waktu*Putaran: nilai dengan p 0,05 (0,3834), menunjukkan bahwa waktu*putaran tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Putaran*Atapulgit: nilai dengan p 0,05 (0,7087), menunjukkan bahwa putaran*atapulgit tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Atapulgit*Waktu: nilai dengan p 0,05 (0,6561), menunjukkan bahwa atapulgit*waktu tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Waktu2: nilai dengan p 0,05 (0,0002), menunjukkan bahwa waktu2 berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Putaran2: nilai dengan p 0,05 (0,0001), menunjukkan bahwa putaran2 berpengaruh terhadap respon yang diamati.

 Atapulgit2: nilai dengan p 0,05 (0,0001), menunjukkan bahwa atapulgit2 berpengaruh terhadap respon yang diamati.

Std. Dev. 1,615782 R-squared 0,969836

Mean 20,50397 Adj R-squared 0,931054

C. V. % 7,880338 Pred R-squared 0,704297

PRESS 179,1562 Adeq precision 12,93506

Hasil R-squared (adj) menunjukkan dengan model kuadratik mendapatkan 96,98%, berarti variabel yang digunakan dapat menjelaskan respon sebesar 96,98%, sisanya sebanyak 3,02% dijelaskan oleh variabel lain.