Pengaruh Teknik Budidaya LEISA Terhadap Karakteristik Fisik Tanah Pada Sistem Rotasi Tanaman Sayur.

i

PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA LEISA TERHADAP
KARAKTERISTIK FISIK TANAH PADA SISTEM ROTASI
TANAMAN SAYUR

EDWINA ARIANE DARWIN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh
Teknik Budidaya Leisa Terhadap Karakteristik Fisik Tanah Pada Sistem Rotasi

Tanaman Sayur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Edwina Ariane Darwin
NIM A14100088

iv

ABSTRAK
EDWINA ARIANE DARWIN. Pengaruh Teknik Budidaya LEISA Terhadap
Karakteristik Fisik Tanah Pada Sistem Rotasi Tanaman Sayur. Dibimbing oleh D.
P. TEJO BASKORO dan ENNI DWI WAHJUNIE.
Kondisi tanah yang subur sangat diperlukan untuk menunjang produksi
tanaman. Tingkat kesuburan tanah ditentukan oleh karakteristik fisik, kimia, dan

biologi tanah. Penggunaan input luar anorganik yang berlebih dapat
mempengaruhi karakteristik fisik pada tanah. Kondisi ini akan berakibat pada
perubahan tingkat kesuburan tanah. Penelitian ini dilakukan untuk melihat
pengaruh penggunaan teknik budidaya pada sistem rotasi tanaman sayur terhadap
karakteristik fisik tanah pada lahan pertanian melalui teknik budidaya LEISA
(Low External Input Sustainable Agriculture), HEIA (High External Input
Agriculture). Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah tekstur, C-organik,
bobot isi, retensi ait tanah, dan penetrabilitas tanah. Pengukuran karakteristik fisik
tanah dilakukan pada kedalaman tanah 0-20 cm dan 20-40 cm. Tanah pada ketiga
lokasi contoh memiliki jenis tanah Andosol dan kemiringan lereng yang sama.
Data yang diperoleh menunjukkan tanah pada lahan pertanian LEISA dan HEIA
memiliki kadar C-organik yang lebih rendah dibandingkan pada lahan hutan
(3,25%), bobot isi yang lebih tinggi dibandingkan pada lahan hutan (0,85 g/cm3),
dan tahanan penetrasi yang lebih rendah dibandingkan pada lahan hutan (1,36
kg/cm2). Sedangkan pada lahan pertanian, lahan LEISA memiliki kadar C-organik
yang lebih tinggi (0,77%) dibandingkan dengan tanah pada lahan HEIA (0,71%),
bobot isi yang lebih rendah (0,89 g/cm3) dibandingkan dengan tanah pada lahan
HEIA (1,08 g/cm3), dan tahanan penetrasi yang lebih rendah (0,95 kg/cm2)
dibandingkan dengan tanah pada lahan HEIA (1,23 kg/cm2).


Kata kunci: rotasi tanaman, HEIA, LEISA, sifat fisik

v

ABSTRACT
EDWINA ARIANE DARWIN. Influence of LEISA as Cultivation Technique
Toward to Soil Physic on Cropping Rotation System . Supervised by D. P. TEJO
BASKORO dan ENNI DWI WAHJUNIE.
Fertile soil conditions is needed to support the increase in crop production.
Soil fertility is determinated by physical, chemical, and biological properties of
soil. Excessive use of anorganic external inputs can affect the physic properties on
the ground. This condition will result in changes the level of soil fertility. In this
research, the measurement of the changes in soil physic properties due to different
techniques in cropping rotation, the system of cultivation techniques LEISA (Low
External Input Sustainable Agriculture), HEIA (High External Input Agriculture),
and forests. Parameters to be measured in this study were soil texture, organic
matter content, bulk density, soil water retention, and soil penetrability.
Measurement of soil physic properties was conducted on soil depth of 0-20 cm
and 20-40 cm. Land on the three sample sites have the same soil type and slope
are relatively the same. The data obtained showed the soil on LEISA and HEIA

have percent C-organic lower than forest (3,25%), higher bulk density than forest
(0,85 g/cm3), lower soil penetration than forest (1,36 kg/cm2). LEISA have higher
percent organic c (0.77%) than HEIA (0.71%), lower bulk density (0.89 g / cm3)
than HEIA (1.08 g / cm3), the availability of water greater than the soil on HEIA,
and soil penetrability lower (0.95kg/cm2) compared with the soil on HEIA
(1.23kg/cm2)

Keywords: cropping rotation, HEIA, LEISA, physical properties

vi

vii

PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA LEISA TERHADAP
KARAKTERISTIK FISIK TANAH PADA SISTEM ROTASI
TANAMAN SAYUR

EDWINA ARIANE DARWIN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

viii

ix

Judul
Skripsi
Nama
NIM


: Pengaruh Teknik Budidaya LEISA Terhadap Kakateristik Fisik
Tanah Pada Sistem Rotasi Tanaman Sayur
: Edwina Ariane Darwin
: A14100088

Disetujui oleh:

Dr Ir D P Tejo Baskoro, M.Sc
Pembimbing I

Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh:

Dr Ir Baba Barus, M.Sc
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Tanggal lulus :


x

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 hingga Januari 2015 dengan judul Pengaruh
Teknik Budidaya LEISA Terhadap Karakteristik Fisik Tanah Pada Sistem Rotasi
Tanaman Sayur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir D P Tejo Baskoro,
M.Sc dan Ibu Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku pembimbing atas waktu
yang disediakan, segala bimbingan, dukungan, arahan, serta saran yang telah
diberikan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Yayat Hidayat, M.Si selaku penguji
skripsi atas semua saran, masukan, dan perbaikan yang telah diberikan.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf di Laboratorium
Konservasi Tanah dan Air dan Laboratorium Sumberdaya Fisik Lahan atas segala
bantuan selama penelitian. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada
sahabat-sahabat tercinta serta teman-teman seperjuangan Manajemen Sumberdaya
Lahan 47 atas segala dukungan dan kebersamaan selama ini. Penghargaan terbesar
penulis sampaikan kepada kedua orang tua Ibu Agustina Budi Aryani dan Ayah

Yan Edwin Darwin, dan kakak Muhammad Fadjar Darwin, adik Diana Dewi
Darwin serta seluruh keluarga atas segala do’a, kasih sayang, semangat, dan
dukungan yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Edwina Ariane Darwin

xi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL............................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... xii
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................................ 1
Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 2
METODE ............................................................................................................................ 3
Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................................... 3

Bahan dan Alat................................................................................................................ 4
Pelaksanaan Penelitian .................................................................................................... 4
Analisis Data ................................................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................................... 5
Kondisi Umum Wilayah Penelitian ................................................................................ 5
Lahan Pertanian LEISA .................................................................................................. 6
Lahan Pertanian HEIA .................................................................................................... 7
Lahan Hutan .................................................................................................................... 7
Karakteristik Fisik Tanah ................................................................................................ 8
Kadar Bahan Organik Tanah....................................................................................... 8
Bobot Isi Tanah ......................................................................................................... 10
Retensi Air Tanah (pF) ............................................................................................. 13
Penetrabilitas ............................................................................................................. 14
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 17
LAMPIRAN...................................................................................................................... 19
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................................... 20

xii


DAFTAR TABEL

1
2
3
4

Tekstur lahan pertanian LEISA, HEIA, dan hutan.
Kandungan C-organik dan bahan organik lahan pertanian
LEISA, HEIA, dan hutan.
Nilai bobot isi dan porositas tanah lahan LEISA, HEIA, dan
Hutan pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm
Tahanan penetrasi tanah pada lahan pertanian LEISA, HEIA,
dan hutan pada berbagai kedalaman.

6
9
11
14


DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8

Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bandung
Lokasi titik pengambilan sampel penelitian
Kondisi lahan dengan teknik budidaya LEISA
Kondisi lahan dengan teknik budidaya HEIA
Grafik perbandingan kandungan C-organik lahan LEISA,
HEIA, dan hutan.
Nilai bobot isi lahan LEISA, HEIA, dan hutan pada kedalaman
0-20 dan 20-40.
Kurva pF lahan LEISA, HEIA, dan hutan pada kedalaman 0-20
cm dan 20-40 cm.
Grafik tahanan penetrasi tanah pada lahan LEISA, HEIA, dan
hutan.

3
5
6
7
10
11
13
15

DAFTAR LAMPIRAN

1

2

Nilai bobot isi, porositas tanah, pori air tersedia, dan pori
drainase lahan LEISA, HEIA, dan Hutan pada kedalaman 0-20
cm dan 20-40 cm
Retensi tanah LEISA, HEIA, dan hutan pada kedalaman 0-20
cm dan 20-40 cm dengan tiga ulangan.

19

19

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan penduduk, baik
kebutuhan terhadap pangan maupun non pangan meningkat. Peningkatan
kebutuhan ini harus diikuti oleh peningkatan produksi. Salah satu upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan produksi adalah peningkatan intensitas
penggunaan lahan pertanian, yaitu pengolahan lahan pertanian secara terus
menerus dengan penggunaan pupuk yang tinggi.
Di lain pihak peningkatan jumlah penduduk juga menimbulkan kebutuhan
akan lahan untuk non pangan. Hal ini mendorong terjadinya konversi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian yang cukup tinggi terutama di lokasi sub
urban. Menurut Murtilaksono dan Syaiful (2014) laju konversi lahan terjadi
sebesar 0,11 juta ha/tahun pada tahun 2010.
Pada awalnya intensifikasi pertanian yang dilakukan memang
meningkatkan produktivitas tanaman. Namun pengelolaan lahan yang intensif
terbukti dapat mengakibatkan kelesuan lahan, hilangnya bahan organik tanah yang
pada gilirannya akan menurunkan kualitas tanah dan produktivitas lahan (Bergeret
1977). Seiring berjalannya waktu kondisi lahan semakin miskin hara karena tidak
ada hara yang kembali pada tanah dan terganggunya ekologi sekitar lahan
pertanian. Terganggunya kondisi tanah dan ekologi sekitar dalam jangka panjang
akan menimbulkan terganggunya keseimbangan lingkungan sekitar kawasan yang
dapat memberikan pengaruh pada tingkat produksi tanaman.
Oleh karena itu beberapa waktu belakangan ini muncul pemikiran untuk
mengurangi penggunaan pupuk kimia yang terlalu tinggi. Di antaranya adalah
penggunaan input luar yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman serta
diimbangi dengan menggunakan pemakaian input organik. Teknik budidaya ini
dikenal dengan teknik budidaya LEISA (Low External Input Sustainable
Agriculture). Teknik budidaya LEISA merupakan teknik budidaya dimana
penggunaan input anorganik diimbangi dengan penggunaan input organik. Pada
teknik budidaya LEISA sebagian kebutuhan hara tanah dipenuhi melalui adanya
penambahan bahan organik yang berasal dari pengembalian sisa tanaman dan
pupuk organik.
Salah satu produksi pangan yang menggunakan input tinggi adalah siatem
budidaya sayuran. Tanaman sayuran berumur pendek, disamping itu tanaman
sayuran juga mudah terserang penyakit. Oleh karena itu masyarakat pada
umumnya menerapkan sistem rotasi tanaman pada budidaya tanaman sayuran.
Sistem rotasi tanaman mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya lebih
mampu mempertahankan sifat lahan dibandingkan pada sistem monokultur.
Dengan sistem rotasi tanaman jumlah hara yang yang diambil lebih bervariasi
sehingga kondisi hara lebih dapat dipertahankan.
Penerapan LEISA pada sistem budidaya sayuran dengan rotasi tanaman
diharapkan dapat lebih mempertahankan kualitas tanah tanpa harus menurunkan
produksi tanaman. Namun sejauh ini bukti-bukti keunggulan LEISA pada sistem
budidaya sayuran belum banyak diperoleh. Oleh karena itu penelitian terkait
penerapan teknik budidaya LEISA perlu dilakukan.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk membandingkan karakteristik fisik antara
tanah pada lahan pertanian dengan menggunaan teknik budidaya LEISA, dan
HEIA pada sistem rotasi tanaman sayuran. Serta membandingkan karakteristik
fisik antara tanah pada lahan pertanian dengan tanah pada kondisi alami (hutan).

3

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan pertanian kecamatan Cimenyan Kabupaten
Bandung. Pengamatan beberapa karakteristik fisik tanah dilakukan langsung di
lapang dan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pengambilan contoh tanah dilakukan
pada bulan Juli, Agustus, dan September 2014. Sedangkan analisis dilakukan di
Laboratorium Konservasi Tanah dan Air serta Laboratorium Sumberdaya Fisik
Lahan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor.

Kota Bandung

Soreang

Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bandung

4

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah
terganggu, contoh tanah tidak terganggu, dan beberapa bahan kimia untuk
penetapan tekstur dan C-organik. Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat
alat pengambil contoh tanah, penetrometer saku, alumunium foil, dan alat-alat
laboratorium untuk penetapan tekstur dan C-organik.
Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan dilakukan pada tiga lokasi, yaitu lahan pertanian LEISA (Low
External Input Sustainable Agriculture), lahan pertanian HEIA (High External
Input Agriculture), dan lahan hutan. Dua lokasi LEISA dan HEIA merupakan
lahan yang menggunakan sistem rotasi tanaman dengan perbedaan pada input
(pupuk) yang diberikan. Sementara satu lokasi lainnya merupakan lahan alami
yang menjadi acuan sifat fisik tanah yang dianggap masih dalam kondisi stabil,
yaitu hutan. Pengamatan dilakukan pada lahan dengan jenis tanah yang sama,
kemiringan lereng yang sama, dan jenis pengelolaan lahan yang sama.
Pengambilan contoh tanah terdiri atas contoh tanah terganggu dan tanah
tidak terganggu. Contoh tanah terganggu sebanyak 12 kantong untuk penetapan
tekstur, C-organik, dan 135 kantong tanah untuk pengukuran kadar air dalam
penetapan tahanan penetrasi tanah pada beberapa hari setelah hujan. Contoh tanah
tidak terganggu sebanyak 54 contoh untuk penetapan bobot isi dan retensi air
tanah.
Pada masing-masing lahan LEISA, HEIA, dan hutan dilakukan
pengambilan contoh tanah di tiga titik lokasi sebagai ulangan. Pada setiap lokasi
dilakukan tiga kali pengukuran. Contoh tanah terganggu dan tanah tidak
terganggu diambil pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Penetapan tahanan
penetrasi tanah dilakukan pada tiga kedalaman, yaitu 0-10 cm, 10-20 cm, dan 2030 cm.
Penetapan karakteristik fisik tanah seperti tekstur, bobot isi, dan retensi
tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan contoh tanah yang sudah
diambil di lapang. Sedangkan pengukuran penetrabilitas tanah dilakukan di
lapang, namun pengambilan contoh tanah tetap dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara tingkat penetrabilitas tanah dengan kadar air pada masingmasing lahan.
Analisis Data
Data karakteristik fisik tanah hasil pengamatan diolah dengan uji beda
nilai tengah menggunakan software
SAS dan Microsoft Office Excel.
Karakteristik fisik tanah seperti kadar C-organik, kelas tekstur, bobot isi, porositas
tanah, retensi air tanah, dan penetrabilitas tanah dibandingkan dan dianalisis
secara deskriptif antara tanah pada lahan LEISA, HEIA, dan hutan.

Soreang

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Lokasi penelitian berada di Desa Ciburial dan Desa Cimenyan Kecamatan
Cimenyan Kabupaten Bandung yang berbatasan langsung dengan bagian utara
Kota Bandung. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan lahan
pertanian intensif dengan sistem pengelolaan yang berbeda, yaitu lahan pertanian
dengan teknik budidaya LEISA, dan lahan pertanian dengan teknik budidaya
HEIA, serta lahan hutan. Lahan pertanian di lokasi ini merupakan pemasok utama
kebutuhan sayur mayur bagi wilayah Kota Bandung dan sekitarnya. Ketiga lokasi
memiliki kemiringan lereng yang relatif sama, yaitu 0-3%. Kawasan ini memiliki
iklim yang lembab dan dingin.
Berdasarkan peta jenis tanah dari Pusat Penelitian Tanah Kabupaten
Bandung memiliki jenis tanah yang sangat beragam. Namun demikian tanah
didominasi oleh jenis tanah Andosol. Tanah lain yang dijumpai adalah regosol,
podsolik merah-kuning, mediteran, latosol, grumosol, aluvial, dan glei
(Pramudiyanti dan Taofiqurohman 2010).
Andosol dalam Sistem Klasifikasi Dudal dan Soepraptohardjo (1957,
1961) adalah tanah berwarna hitam atau coklat tua, struktur remah, kadar bahan
organik tinggi, licin (smeary) jika dipirid. Tanah bagian bawah berwarna coklat
sampai coklat kekuningan, tekstur sedang, porous, pemadasan lemah, akumulasi
liat sering ditemukan di lapisan bawah.

Gambar 3.1 Peta lokasi titik pengambilan sampel penelitian

6

Berdasarkan hasil penetapan tekstur pada tabel 3.1 dapat dilihat bahwa
ketiga lokasi memiliki kelas tekstur lom klei berpasir (LKP) dimana kadar klei
lebih besar dibandingkan dengan kadar debu dan pasir. Tanah pada lahan LEISA
memiliki kadar klei yang lebih rendah dibandingkan HEIA, dan memiliki kadar
debu yang lebih tinggi dibandingkan dan HEIA.
Tabel 3.1 Tekstur lahan pertanian LEISA, HEIA, dan hutan pada kedalaman 0-20 cm.

Tekstur (%)
Pasir sangat halus
Pasir
Klei
Debu
Kelas

LEISA
26,05 AB
26,73 BA
36,47 BA
10,75 AA
LKP

HEIA
24,43 B
25,93 B
40,91 A
08,27 B
LKP

Hutan
26,32 A
28,08 A
37,01 B
08,65 B
LKP

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf α=0,05. LKP: kelas tekstur Lom Klei Berpasir.

Lahan Pertanian LEISA
Lokasi lahan pertanian LEISA berada di Desa Ciburial Kecamatan
Cimenyan Kabupaten Bandung yang terletak pada koordinat 6o50’23”LS dan
107o40’10”BT. Pada lahan ini telah dikelola selama kurang lebih 40 tahun.
Teknik budidaya LEISA pada lahan ini sudah diterapkan sejak lima tahun yang
lalu. Pertanian di lokasi ini sudah tidak bergantung sepenuhnya pada penggunaan
pupuk kimia buatan pabrik, petani sudah mulai menggunakan perpaduan antara
pupuk anorganik buatan pabrik, pupuk organik secara seimbang, dan adanya
penambahan bahan organik melalui pengembalian sisa tanaman. Menurut
Reijntjes et al. (1999) LEISA adalah pertanian yang mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia setempat / lokal, layak secara
ekonomis, mantap secara ekologis, sesuai dengan budaya, adil secara sosial, dan
input luar hanya sebagai pelengkap.

Gambar 3.2 Kondisi lahan dengan teknik budidaya LEISA

7

Di lokasi ini vegetasi yang ditanam adalah kol, tomat, cabai, dan kentang.
Seluruh vegetasi ditanam secara bergantian (rotasi). Lahan di lokasi ini
merupakan lahan yang dimanfaatkan secara terus menerus tanpa ada jeda
penanaman pada tanah sehingga tanah tidak pernah mengalami masa bera.
Lahan Pertanian HEIA
Lokasi lahan pertanian HEIA berada di Desa Cimenyan Kecamatan
Cimenyan Kabupaten Bandung yang terletak pada koordinat 6o51’39”LS dan
107o39’51”BT. Lahan ini telah dikelola selama kurang lebih 40 tahun. Pada lahan
ini pertanian masih sepenuhnya menggunakan pupuk anorganik buatan pabrik.
Dosis pupuk yang digunakan disesuaikan dengan luas dan jumlah benih yang
ditanam, tidak ada peningkatan dosis pupuk yang digunakan dari tahun ke tahun.
Di lokasi ini vegetasi yang ditanam adalah kol, tomat, cabai, dan kentang. Seluruh
vegetasi ditanam secara bergantian (rotasi). Lokasi pertanian HEIA ini juga
dimanfaatkan terus menerus sehingga tanah tidak pernah mengalami masa bera.

Gambar 3.3 Kondisi lahan dengan teknik budidaya HEIA
Wijaya (2002) menyebutkan beberapa ciri dari pola penerapan HEIA yaitu
(1) penggunaan bahan kimia dan pengendalian hama dan penyakit seperti pupuk,
pestisida, dan zat pengatur tumbuh; (2) terjadinya perbaikan mutu faktor produksi
seperti penggunaan benih dari varietas unggul; (3) terjadinya mekanisasi pertanian
seperti penggunaan mesin-mesin pertanian; dan (4) adanya perbaikan sarana dan
prasarana pertanian seperti sistem pengairan dan alat-alat pertanian.
Lahan Hutan
Lokasi hutan berada di Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten
Bandung yang terletak pada koordinat 6o50’27”LS dan 107o40’40”BT. Lokasi
hutan berusia kurang lebih 30 tahun. Hutan ini merupakan hutan konservasi yang
saat ini difungsikan menjadi kawasan wisata hutan. Tanah di lahan hutan ini
ditutupi oleh serasah dengan ketebalan 5-8 cm yang berasal dari guguran daun

8

tanaman yang terdapat pada hutan. Kawasan hutan ini memiliki tutupan tajuk
bertingkat sehingga dapat meminimalisir hancuran agregat tanah yang disebabkan
oleh energi pukulan hujan yang jatuh mencapai permukaan tanah.
Karakteristik Fisik Tanah
Sifat fisik tanah diketahui sangat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil
tanaman. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar di dalam tanah, retensi
air, drainase/aerasi, dan nutrisi tanaman. Sifat fisika tanah juga mempengaruhi
sifat kimia dan biologi tanah (Hakim et al 1986).
Adanya aktivitas manusia melalui pemberian perlakuan yang berbeda pada
masing-masing lahan mengakibatkan perbedaan baik pada karakteristik fisik
tanah, karakteristik kimia tanah, dan karakteristik biologi tanah yang dimiliki oleh
setiap lahan. Menurut Suganda et al (2006) sifat-sifat tanah bervariasi menurut
tempat dan waktu, yang dapat disebabkan oleh hasil akhir dari proses yang terjadi
secara internal atau alami dan pengaruh dari luar, misalnya intervensi manusia.
Proses yang sifatnya internal berkaitan dengan faktor-faktor geologi, hidrologi,
dan biologi yang dapat mempengaruhi pembentukan tanah.
Kadar Bahan Organik Tanah
Tryono (2007) menyatakan bahwa bahan organik tanah merupakan
timbunan, terdiri atas sisa-sisa dan pembentukan baru dari sisa tumbuhan maupun
hewan. Bahan ini merupakan sisa yang tidak statis dan mengalami serangan
jasad-jasad renik tanah, karena itu bahan ini merupakan transisi tanah dan harus
terus menerus diperbaharuhi dengan penambahan sisa-sisa tumbuhan tingkat
tinggi.
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah.
Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan
sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik tanah, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan
organik merupakan pembentuk granul dalam tanah yang stabil (Munandar, 2013).
Bahan organik sering disebut sebagai bahan penyangga tanah. Tanah dengan
kandungan bahan organik rendah akan berkurang kemampuan mengikat pupuk
kimia sehingga efisiensinya menurun akibatnya sebagian besar pupuk hilang
melalui pencucian, fiksasi dan penguapan, maka sangatlah penting mulai
memperhatikan usaha pengembalian bahan organik ke tanah (E. I Munawar
2003).
Hasil analisis perbandingan kandungan C-organik disajikan pada tabel 3.2.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kandungan C-organik dan bahan organik
pada ketiga lokasi penelitian memiliki nilai yang berbeda. Tanah di lahan
pertanian LEISA dan HEIA memiliki kandungan bahan organik yang lebih rendah
dibandingkan pada lahan hutan. Hal ini dimungkinkan karena pada lahan
pertanian terjadi proses pengolahan tanah yang mengganggu aktifitas biologi dan
kimia dalam tanah.
Pembukaan lahan hutan menjadi lahan pertanian
mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu tanah sehingga dekomposisi berjalan
lebih cepat yang memungkinkan bahan organik menjadi lebih rendah. Disamping
itu penurunan kadar bahan organik tanah juga terjadi akibat menurunnya jumlah
dan jenis biomasa pada saat hutan dikonversi menjadi lahan pertanian. Hal ini
sejalan dengan pendapat Palm dan Sanchez (1991) bahwa rendahnya jumlah dan

9

diversitas vegetasi dalam suatu luasan pada lahan pertanian menyebabkan
rendahnya keragaman kualitas masukan bahan organik dan tingkat penutupan
tanah oleh lapisan serasah. Tingkat penutupan (tebal tipisnya) lapisan serasah
pada permukaan tanah berhubungan erat dengan laju pelapukan.
Lahan pertanian dengan teknik budidaya LEISA memiliki kandungan
bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan tanah di lahan pertanian dengan
teknik budidaya HEIA. Hal ini karena adanya pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan
gulma sebagai penutup tanah dan sumber bahan organik di lahan LEISA.
Pemberian sisa tanaman nyata meningkatkan bahan organik tanah. Pengembalian
bahan organik dan aplikasi pupuk organik pada lahan pertanian memperlihatkan
pengaruh terhadap kandungan C-organik dan bahan organik tanah (Tryono 2007).
Tabel 3.2 Kandungan C-organik dan bahan organik lahan pertanian LEISA,
HEIA, dan hutan.
% C Organik
% Bahan Organik
Teknik Budidaya
Kedalaman (cm)
Kedalaman (cm)
0-20
20-40
0-20
20-40
HEIA
0,73B
0,69B
1,25B
1,19B
LEISA
0,83B
0,72B
1,44B
1,24B
Hutan
4,66A
1,84A
8,04A
3,16A
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf α=0,05

Sesuai dengan pendapat Younessi dkk, (2007) bahwa rotasi tanaman
merupakan salah satu praktek penting dalam sistem pertanian berkelanjutan,
karena efek pada kesuburan tanah dan manfaat lainnya termasuk pengurangan
dalam kompetisi gulma. Rotasi tanaman dapat membantu dalam mengendalikan
gulma, memasok nutrisi tanah, meningkatkan kualitas tanah, dan mengurangi
erosi tanah. Dampak positif jangka panjang rotasi tanaman adalah pada hasil
panen. Meskipun dalam beberapa dekade terakhir manfaatnya dalam hal hasil
tampaknya telah diabaikan oleh banyak petani. Rotasi tanaman meningkatkan
hasil dan sangat penting dalam mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan.
Berdasarkan uji beda nilai tengah, C-organik dan bahan organik tanah
pada lahan pertanian LEISA, HEIA, dan hutan memiliki nilai yang sangat berbeda
nyata. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh pengembalian bahan organik dan
sisa tanaman dan aplikasi input bahan organik pada ketiga lahan yang
mengakibatkan kadar C-organik tanah pada masing-masing lahan memiliki nilai
yang berbeda nyata. Hasil Uji Duncan memperlihatkan bahwa tanah pada lahan
hutan memiliki nilai C-organik yang lebih baik dibandingkan tanah antara lahan
LEISA dan HEIA, sementara antara lahan LEISA dan lahan HEIA memiliki
kandungan C-Organik pada kategori yang sama.

10

5.00
4.50

C organik (%)

4.00
3.50
3.00
2.50

LEISA

2.00

HEIA

1.50

Hutan

1.00
0.50
0.00
0-20

20-40
Kedalaman (cm)

Gambar 3.4 Kandungan C-organik tanah pada lahan LEISA, HEIA, dan hutan.
Pada grafik 3.4 terlihat bahwa kandungan C-organik pada ketiga lahan juga
memiliki nilai yang berbeda di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Pada
kedalaman 0-20 cm kandungan C-organik lebih tinggi dibandingkan pada
kedalaman 20-40 cm hal ini terjadi karena pada kedalaman 0-20 cm aktivitas pada
daerah perakaran masih tinggi. Pada lahan hutan kandungan C-organik di
kedalaman 0-20 cm jauh lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman 20-40 cm
karena pada kedalaman 0-20 cm permukaan tanah ditutupi serasah yang cukup
tebal sehingga memungkinkan adanya pasokan C-organik yang tinggi pada tanah,
sedangkan semakin ke bawah kandungan C-organik mengalami penurunan
sehingga pada kedalaman 20-40 cm memiliki kandungan C-Organik yang rendah.
Bobot Isi Tanah
Pengelolaan tanah sangat mempengaruhi ruang pori tanah yang secara
langsung akan mengubah bobot isi. Pengolahan tanah dapat juga menaikkan bobot
isi tanah. Kandungan bahan organik tinggi juga menyebabkan banyaknya poripori tanah (Assa’ad et al. 2003).
Hasil analisis nilai bobot isi yang disajikan pada gambar 3.5 menunjukkan
bahwa tanah di lahan pertanian LEISA dan HEIA memiliki nilai bobot isi yang
lebih tinggi dibandingkan pada lahan hutan. Adanya kegiatan pengolahan lahan
dan pemberian input pada lahan pertanian memungkinkan bobot isi tanah menjadi
lebih tinggi dibandingkan pada lahan hutan, sehingga tanah menjadi lebih padat
dan lebih sulit ditembus oleh akar. Kandungan bahan organik yang rendah pada
lahan pertanian LEISA dan HEIA mengakibatkan nilai bobot isi pada lahan
pertanian lebih tinggi dibandingkan pada lahan hutan. Sedangkan pada lahan
pertanian, LEISA memiliki nilai bobot isi yang lebih rendah dibandingkan pada
lahan pertanian HEIA. Adanya pengembalian bahan organik dan aplikasi input
bahan organik pada lahan LEISA memungkinkan adanya peningkatan jumlah
bahan organik pada tanah yang kemudian berpengaruh pada rendahnya nilai bobot
isi tanah. Hal ini sejalan dengan pendapat Simanjuntak (2005) bahwa bahan

11

organik tanah mampu secara nyata menurunkan bobot isi tanah, dengan turunnya
bobot isi tanah akan meningkatkan porositas total.
Tanah pada lahan pertanian dengan teknik budidaya LEISA memiliki nilai
bobot isi lebih rendah dibandingkan tanah di lahan HEIA. Hal ini menjadi indikasi
bahwa pemadatan yang terjadi pada lahan pertanian LEISA lebih rendah
dibandingkan pada lahan HEIA. Menurut Achmad (2003) bobot isi merupakan
penunjuk kepadatan tanah, makin padat suatu tanah makin tinggi bobot isi. Nilai
bobot isi pada tanah di lahan LEISA, HEIA, dan hutan dipengaruhi oleh jumlah
bahan organik.
1.20

Bobot isi (g/cm3)

1.00
0.80
LEISA

0.60

HEIA
0.40

Hutan

0.20
0.00
0-20

20-40
Kedalaman (cm)

Gambar 3.5 Nilai bobot isi lahan LEISA, HEIA, dan hutan di kedalaman 0-20 cm
dan 20-40 cm.
Menurut Arsyad (2006), penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat
mengakibatkan penurunan bobot isi tanah, peningkatan ruang pori total, ruang
pori drainase cepat, serta ruang pori drainase lambat. Penerapan sistem rotasi
tanaman merupakan salah satu upaya konservasi tanah yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kandungan C-organik pada lahan pertanian.
Tabel 3.3 Nilai bobot isi, porositas tanah, pori air tersedia, dan pori drainase
lahan LEISA, HEIA, dan Hutan pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40
cm.
Bobot isi
Pori air
Porositas total
Pori drainase
3
(g/cm )
tersedia
Teknik
budidaya
Kedalaman (cm)
0-20 20-40
0-20
20-40
0-20 20-40 0-20 20-40
LEISA
0,84B 0,94B 67,80A 64,26B 14,29 15,32 32,13 26,99
HEIA
1,07A 1,11A 59,08B 57,82A 13,46 12,81 29,65 29,05
Hutan
0,82B 0,89C 68,24A 64,16C 13,46 12,80 36,95 32,04
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf α=0,05

12

Tanah Andosol selain memiliki kandungan bahan organik yang tinggi,

berat isi rendah, daya menahan air tinggi, total porositas tinggi, juga bersifat
gembur dengan konsistensi kurang plastis dan tidak lekat (Sukarman dan Dariah
2014).
Nilai bobot isi di kedalaman 0-20 cm lebih rendah dibandingkan di
kedalaman 20-40 cm. Hal ini karena di kedalaman 0-20 aktivitas perakaran lebih
tinggi dibandingkan di kedalaman 20-40 cm. Hal ini sejalan dengan Sofyan
(2011) yang mendapatkan bahwa bobot isi tanah meningkat menurut kedalaman
karena menurunnya aktivitas perakaran dan bahan organik.
Berdasarkan uji beda nilai tengah, bobot isi dan porositas tanah pada
ketiga lahan memiliki nilai yang sangat berbeda nyata dimana nilai Pr