Pengembangan Sistem Monitoring Lingkungan Biofisik Padi Sawah Dengan Berbagai Sistem Irigasi

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING LINGKUNGAN
BIOFISIK PADI SAWAH DENGAN BERBAGAI SISTEM
IRIGASI

BRIZA SIBARANI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Sistem
Monitoring Lingkungan Biofisik Padi Sawah dengan Berbagai Sistem Irigasi
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Briza Sibarani
NIM F44110050

ABSTRAK
BRIZA SIBARANI. Pengembangan Sistem Monitoring Lingkungan Biofisik Padi
Sawah dengan Berbagai Sistem Irigasi. Dibimbing oleh CHUSNUL ARIF.
Tujuan penelitian ini yaitu memantau kondisi lingkungan biofisik lahan
padi sawah, menganalisis kebutuhan air irigasi, dan keseimbangan air di lahan
berdasarkan data lingkungan biofisik. Penelitian dilakukan selama lima bulan,
dari bulan Maret - Juli 2015 di Desa Cikarawang dan Laboratorium Mekanika dan
Fisika Tanah Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, IPB. Pada penelitian ini
sistem irigasi dibagi menjadi tiga rezim air, yaitu rezim air tergenang (RT) untuk
budidaya sistem konvensional, rezim air basah (RB), dan rezim air kering (RK)
untuk budidaya System of Rice Intensification (SRI). Sampel tanah dari lahan diuji
tekstur dan kurva retensi airnya. Pemantauan parameter lingkungan biofisik
dilakukan dengan menggunakan sensor dan data logger yang spesifik. Data yang
didapatkan digunakan untuk menganalisis keseimbangan air di lahan. Hasil

penelitian menunjukkan lingkungan biofisik pada lahan sawah uji selama 88 hari
setelah tanam (HST) dapat dipantau secara baik. Keseimbangan air di lahan
menunjukkan bahwa air irigasi pada RK lebih kecil 31.2% dari RB dan RT. Akan
tetapi penghematan tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas lahan.
Produktivitas lahan terbesar diperoleh pada RT sebesar 4.16 ton/ha.
Kata Kunci : kebutuhan air, lahan padi, lingkungan biofisik, neraca air, rezim air

ABSTRACT
BRIZA SIBARANI. Development of Environmental Biophysics Monitoring
System for Paddy Fields with Various Irrigation Systems. Supervised by
CHUSNUL ARIF.
The objectives of this research were to monitor the environment
biophysics in a paddy field, to analyze the needs or irrigation, and to analyze the
water balance in the field based on environment biophysics data. The research was
conducted in 5 months (March – July 2015) at Cikarawang village and Soil
Physics and Mechanics Laboratory, Civil and Environmental Departement, IPB.
In this research, the irrigation systems were divided on three water regime;
continuously flooded regime (RT) for conventional system cultivation, wet regime
(RB), and dry regime (RK) for System of Rice Intensification (SRI). The structure
and water retention curve of the soil sample taken was tested. The monitoring of

environmental biophysics parameters was conducted by using a specific sensor
and data logger, and these data were used to analyze the water balance in the field.
The result of the research showed that the environmental biophysics at the paddy
field during in 88 days after sow can be monitored. The water balance in the field
showed that RK need less water 31.2% than RB and RT. But it didn’t make the
same effect on land productivity was used 4.16 ton/ha.
Keywords: environmental biophysics, paddy field, water balance, water regime,
water requirement

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING LINGKUNGAN
BIOFISIK PADI SAWAH DENGAN BERBAGAI SISTEM
IRIGASI

BRIZA SIBARANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul
“Pengembangan Sistem Monitoring Lingkungan Biofisik Padi Sawah dengan
Berbagai Sistem Irigasi”. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam membantu secara langsung maupun
tidak langsung, khususnya kepada:
1. Dr. Chusnul Arif, S.TP., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, masukan, dan saran.
2. Orang tua dan keluarga besar atas do’a, motivasi, restu dan kasih sayang
yang begitu besar.
3. Dr. Satyanto Krido Saptomo, S.TP., M.Si dan Dr. Ir. Yuli Suharnoto,
M.Eng sebagai penguji dalam ujian skripsi.
4. Dr. Rudiyanto, S.TP., M.Sc atas kesempatan yang diberikan untuk ikut

terlibat dalam penelitian ini.
5. Staf Laboratorium Wageningen IPB, staf Laboratorium Mekanika dan
Fisika Tanah IPB dan staf lahan penelitian Desa Cikarawang untuk
tempat yang luar biasa.
6. Bapak ii dan Bapak Nin yang telah membantu selama proses penanaman
hingga panen.
7. Rekan-rekan satu bimbingan tugas akhir (Aulia Azizah, Ulya Rufako,
Dyah Manggandari, Chau A. Chariem dan Rilsan Malkhi).
8. Febri Mulyani, S.T, Claudia R. Munthe, S.T, Kak Aini dan Agy yang telah
membantu dalam penelitian.
9. Sahabat-sahabat terbaik penulis Ranty, Tresna dan sahabat-sahabat SMA
(Dolvina, Resti, Mia, Winda, Anisa dan Riri) yang selalu memberikan
semangat dan dukungannya.
10. Rekan-rekan 17 (Risda, Ulya, Nana, Octa, Marin, Sisca, Aul, Citra, Sukma,
As’ad, Agy, Mora, Jundi, Ryan, Wahdah, Ilham S) serta rekan-rekan di
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor
Angkatan 48 (SIL 48) atas dukungannya.
Disadari bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak sekali kekurangan,
sehingga kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat diberikan untuk
perbaikan penulis selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, September 2015
Briza Sibarani

i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Persiapan Penelitian

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kalibrasi Sensor GS-3 dan Sensor E-Tape
Website Sistem Informasi
Pemantauan Pertumbuhan Tanaman
Pemantauan Perubahan Dinamis pada Parameter Meteorologi
Pemantauan Perubahan Dinamis pada Parameter Tanah
Analisis Keseimbangan Air
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
1

1
2
2
2
3
3
3
4
9
12
12
13
14
16
19
20
21
21
21
21

23
26

ii

DAFTAR TABEL
1 Laju perkolasi sesuai dengan tekstur tanah
2 Keseimbangan Air di Lahan

11
20

DAFTAR GAMBAR
1 Sistem irigasi rezim air tergenang (RT) (Sujono 2011)
2 Sistem irigasi rezim air basah (RB) (Sujono 2011)
3 Sistem irigasi rezim air kering (RK)
4 Peralatan sistem monitoring yang digunakan di lahan
5 Prosedur penelitian
6 Hasil kalibrasi sensor GS-3: (a) RT (b) RB (c) RK
7 Hasil kalibrasi E-Tape: (a) RT (b) RB (c) RK

8 Website untuk sawah SRI di Cikarawang
9 Kalender data gambar tanaman selama periode tanam
10 Fase tanaman saat awal tanam hingga panen
11 Hubungan radiasi matahari dengan evapotranspirasi acuan
harian selama 88 HST
12 Kondisi kelembaban tanah dan hujan
13 Suhu udara dan kelembaban relatif selama 88 HST
14 Nilai kecepatan angin harian selama 88 HST
15 Nilai retensi air tanah
16 Suhu tanah pada masing-masing rezim air selam 88 HST

4
5
5
6
7
13
13
14
14

15
16
17
18
18
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Segitiga tekstur tanah
2 Rezim air dan drainase selama 88 HST
3 Koefisien tanaman padi di lahan selama 88 HST

23
24
25

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan sumber makanan utama mayoritas masyarakat Indonesia.
Demi memenuhi permintaan akan beras yang tinggi, maka budidaya tanaman
padi yang merupakan penghasil beras terus dikembangkan. Hambatan utama
dalam pengembangan budidaya tanaman padi ialah masalah pengairan yang
disebabkan penggunaan air sebagai salah satu faktor produksi yang cukup tinggi
dan menghabiskan biaya yang besar. Pemberian air secara kontinu juga dapat
memberikan dampak yang kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman dan
cenderung mengarah pada pemborosan penggunaan air (Freddrick dan Setiawan
2012). Tetapi dalam perkembangannya secara umum semakin lama kondisi tanah
pertanian di Indonesia semakin rendah tingkat kesuburannya yang berdampak
kepada semakin menurunnya tingkat produksi pertanian. Salah satu alternatif
terbaik bagi pertanian di Indonesia dalam peningkatan hasil padi yaitu melalui
pola pertanian dengan dua budidaya sistem irigasi yaitu System of Rice
Intensification (SRI) dan sistem Konvensional (Kementerian Pertanian 2014).
Budidaya SRI mengutamakan metode hemat air disertai metode pengelolaan
tanaman yang baik dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi hingga 30100% bila dibandingkan dengan metode irigasi konvensional (tergenang kontinu)
di daerah lainnya (Huda 2012). Budidaya SRI diterapkan dengan tujuan yaitu
untuk memperbaiki perakaran padi dengan cara pengaturan pengairan,
menerapkan tanam tunggal, waktu tanam dini dan memperbaiki kualitas tanah
(Syamsudin 2009). Saat ini untuk petani masih kesulitan dalam mengadopsi SRI,
dimana budidaya ini menjelaskan manajemen membutuhkan sumber daya
terampil yang membutuhkan presisi tinggi dalam penanganan sumber daya
pertanian (Rao 2011).
Kedua budidaya diberikan air irigasi yang berbeda dan tentu saja memiliki
kendala masing-masing dalam pengerjaannya seperti, pengaturan dan pengawasan
tinggi muka air pada lahan. Untuk itu dalam mempermudah kegiatan pengaturan
dan pengawasan tersebut perlu dilakukan pemantauan lingkungan biofisik untuk
mengetahui tanaman dan lingkungannya sehingga dapat diberikan penanganan
yang tepat. Selain itu, kualitas lingkungan biofisik dikatakan baik jika interaksi
antar komponen (tanah, air, iklim dan lain-lain) berlangsung seimbang. Kulitas
lingkungan yang menurun disuatu pertanian akan sangat berpengaruh terhadap
produk, sehingga daya saing di pasar menjadi menurun (Freddrick dan Setiawan
2012).
Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk memantau lingkungan biofisik pada padi
sawah. Menurunnya kualitas lingkungan pada padi sawah akan memperngaruhi
pertumbahan tanaman yang menyebabkan produksi tanaman menurun. Untuk itu
pemantauan lingkungan biofisik pada padi sawah tersebut perlu diketahui
sehingga mempermudah kegiatan pengaturan dan pengawasan untuk mengetahui

2

tanaman dan lingkungannya sehingga tumbuh optimal. Adapun permasalahan
yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mengetahui kondisi lingkungan biofisik padi sawah dengan
rezim air yang berbeda, yaitu rezim air tergenang (RT) untuk budidaya
sistem konvensional, rezim air basah (RB) dan rezim air kering (RK)
untuk budidaya SRI.
2. Bagaimana mengetahui kebutuhan air dan keseimbangan air di lahan pada
ketiga rezim air tersebut berdasarkan data lingkungan biofisik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi lingkungan biofisik pada padi sawah dengan rezim air
yang berbeda, yaitu rezim air tergenang (RT) untuk budidaya sistem
konvensional, rezim air basah (RB) dan rezim air kering (RK) untuk
budidaya SRI.
2. Menganalisis kebutuhan air dan keseimbangan air di lahan pada ketiga
rezim air tesebut berdasarkan data lingkungan biofisik.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Memberikan informasi mengenai kondisi lingkungan biofisik pada padi
sawah dengan rezim air yang berbeda, yaitu rezim air tergenang (RT)
untuk budidaya sistem konvensional, rezim air basah (RB) dan rezim air
kering (RK) untuk budidaya SRI.
2. Memberikan informasi mengenai kebutuhan air dan keseimbangan air di
lahan pada ketiga rezim air tesebut berdasarkan data lingkungan biofisik.
3. Sebagai masukan bagi pihak terkait dalam memantau dan menangani
kondisi lingkungan pada padi sawah dengan berbagai rezim air sehingga
dapat tumbuh optimal.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini:
1. Penelitian dilakukan pada lahan percobaan padi sawah di Blok Patapaan
desa Cikarawang - Bogor.
2. Penelitian ini membahas tentang parameter lingkungan biofisik, kondisi
lingkungan biofisik padi sawah, kebutuhan air irigasi dan analisis
keseimbangan air.

3

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu lima bulan, selama bulan
Maret hingga Juli 2015 dengan lokasi penelitian yaitu di Desa Cikarawang dan
Laboratorium Mekanika dan Fisika Tanah Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Fateta IPB. Pengolahan data dilakukan di lingkungan kampus
Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor, Jawa Barat.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Sensor radiasi matahari (PYR Solar Radiation)
Alat ini berfungsi untuk mengukur sinar matahari yang terdapat di lahan
uji (MJ/m2/hari).
2. Sensor Hujan (ECRN-100 Precipitation)
Alat ini berfungsi untuk mengukur hujan harian yang terdapat di lahan
(mm/hari).
3. Sensor suhu dan kelembaban udara (EHT RH/Temp)
Alat ini berfungsi untuk mengukur kelembaban serta suhu udara di lahan
uji (°C).
4. Sensor kecepatan angin (Davis Cup Anemometer)
Alat ini berfungsi untuk mengukur kecepatan angin yang terdapat di lahan
(m/s).
5. Sensor tinggi muka air (Millivolt (0-3000 mV input)
Alat ini berfungsi untuk mengontrol tinggi muka air lahan sesuai dengan
kondisi yang telah ditentukan (mm/hari).
6. Sensor suhu dan kelembaban tanah (GS3 Moisture/Temp/EC)
Alat ini berfungsi untuk mengukur kelembaban tanah (m3/m3) dan suhu
tanah (°C) yang terdapat di lahan uji.
7. Field Router
Alat ini berfungsi sebagai server yang terhubung ke internet dan dapat
diakses melalui alamat web yang telah ada yaitu http://xability.jp/FieldRouter/vbox0076/ selain itu Field Router berguna pula
untuk menyimpan gambar kondisi lahan sebagai pembanding.
8. Data logger EM50
Alat ini befungsi untuk menyimpan data yang terbaca oleh sensor.
9. Neraca analitik
Alat ini berfungsi untuk menimbang berat tanah (g).
10. Cawan
Alat ini berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan tanah.
11. Gelas ukur 1000ml
Alat ini berfungsi untuk mengukur volume segala benda, baik benda cair
maupun benda padat pada berbagai ukuran volume.
12. Tabung reaksi
Alat ini berfungsi sebagai wadah mereaksikan dua atau lebih larutan /
bahan kimia.

4

13. Thermometer
Alat ini berfungsi sebagai pengukur suhu tanah (°C).
14. Ring sampel tanah
Alat ini berfungsi untuk mengambil sampel yang berda di lahan uji.
15. Stirer
Alat ini berfungsi untuk mengaduk tanah dengan bahan lain hingga
homogen.
16. Buchner funnels
Alat ini berfungsi untuk menyaring bahan kasar dengan cairan penyaring
atau pelarut.
17. Piston
Alat ini berfungsi sebagai penghilangan buble pada alat vacum agar proses
dalam melakukan hanging method tidak terganggu.
18. Universal oven
Alat ini berfungsi untuk mengeringkan tanah.
19. Pipet volumetrik
Alat ini berfungsi untuk memindahkan larutan dengan satu ukuran volume.
20. Software ECH2O Utility
Berfungsi untuk mengkalibrasi data yang di dapat dari sensor.
21. Air destilasi
22. H2O2 30%
23. Sodium silikat 8%
Persiapan Penelitian

Tinggi Muka Air
(cm)

Prosedur penelitian ini diawali dengan persiapan penelitian yaitu penentuan
lokasi, persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dan survey lokasi.
Kemudian, dilakukan persiapan lahan dengan melakukan pembajakan pada lahan,
pembagian lahan menjadi tiga petakan, pemupukan, pemasangan alat,
mengkalibrasi sensor dan penanaman dengan jarak tanam 30x30 cm. Selanjutnya,
setiap petakan yang telah dibagi dibedakan kondisinya kedalam tiga rezim air
yaitu untuk petak pertama ialah rezim air tergenang (RT) dengan ketinggian muka
air 2 cm selama 80 HST (hari setelah tanam), petak kedua adalah rezim air basah
(RB) dengan ketinggian muka air 0 cm pada 21-100 HST dan petak ketiga adalah
rezim air kering (RK) dengan ketinggian muka air -5 cm pada 31-100 HST
(Gambar 1).

4
2
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

HST

Gambar 1 Sistem irigasi rezim air tergenang (RT) (Sujono 2011)

5

Tinggi Muka Air
(cm)

4
2
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

HST

Tinggi Muka Air (cm)

Gambar 2 Sistem irigasi rezim air basah (RB) (Sujono 2011)

4
2
0
-2

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90 100

HST
-4
-6

Gambar 3 Sistem irigasi rezim air kering (RK)
Tanah yang digunakan adalah berjenis tanah liat maka tinggi muka air
hanya dipertahankan 20 mm untuk RT. Ini berarti kehilangan air akibat
penguapan harus diganti dan air irigasi harus diberikan untuk mempertahankan
kedalaman hingga 20 mm. Dengan kata lain, pada sistem ini dilakukan
penggenangan terus menerus dari tanam hingga menjelang panen atau hingga 80
HST (Sujono 2011).
Teknologi SRI terkenal dengan kondisi tanah yang macak-macak atau tanah
dalam keadaan jenuh sejak tanam hingga menjelang panen. Dalam hal ini,
pemberian air dilakukan dengan kedalaman maksimum 20 mm dan minimum 0
mm (Sujono 2011) pada RB.
Tinggi muka air pada rezim air kering (RK) diatur dengan ketinggian air
setinggi 1 cm pada 0-20 HST kemudian diturunkan menjadi 0 cm pada 21-30
HST dan terakhir menjadi -5 cm pada 31-100 HST.

6
Pengguna

Internet

Data server

GSM

1

Field Router

2
Sensor
Cuaca

4

6

Kabel

7

3
Data
logger
sensor
tanah:
EM50

Data logger
sensor
cuaca:
EM50

5

8

RT

RB
Kabel

9

RK

10

Keterangan: 1. Sensor radiasi, 2. Sensor kecepatan angin, 3. Sensor kelembaban dan suhu udara, 4.
Sensor hujan, 5. Data logger sensor meteorologi, 6. Panel surya, 7. Field Router, 8. Data
logger sensor tanah, 9. Sensor tinggi muka air dalam case, 10. Sensor kelembaban tanah.

Gambar 4 Peralatan sistem monitoring yang digunakan di lahan
Gambar 4 merupakan peralatan sistem monitoring yang digunakan di lahan.
Sensor dihubungkan ke data logger yang gunanya untuk menyimpan data.
Pengukuran suhu lingkungan, hujan, radiasi sinar matahari, evapotranspirasi, suhu
dan kelembaban tanah dilakukan oleh sensor yang dilakukan secara otomatis
dengan interval setiap 30 menit. Pembacaan sensor untuk masing-masing
parameter akan disimpan pada data logger yang kemudian ditransmisikan ke
server. Setelah mengunduh data sensor, data tersebut harus dikonversi
menggunakan perangkat lunak utilitas ECH2O Utility dari situs Decagon Inc
http://www.decagon.com/. Selain itu, website ini juga menyajikan tingkat baterai
setiap data logger, sehingga dapat memperkirakan waktu yang tepat untuk pergi
ke lapangan untuk mengganti baterai. Field Router ditetapkan untuk secara

7

otomatis bekerja dari pukul 12:00-12:30 WIB (waktu setempat) diatur oleh timer
untuk mengumpulkan data dari kedua data logger, dan kemudian mengirim data
serta gambar tanaman ke server melalui sambungan GSM. Pengguna bisa dengan
mudah memperoleh data dengan mengakses situs web pengamatan SRI http://xability.jp/FieldRouter/vbox0076/. Prosedur penelitian disajikan pada Gambar 5.
Mulai

Studi Literatur

Pengujian Sifat Fisika Tanah

Monitoring Lingkungan Biofisik

Hujan, Tinggi
Muka Air, Irigasi,
Drainase

Radiasi Matahari,
Kecepatan Angin,
Suhu & Kelembaban
Udara

ETo

ETc

Nilai Kc
Analisis
Keseimbangan Air

Selesai

Gambar 5 Prosedur penelitian
Kalibrasi Sensor GS-3 dan E-Tape
Pada umumnya setiap sensor yang akan digunakan harus dilakukan kalibrasi.
Kalibrasi berguna agar tidak terjadi perbedaan hasil pengukuran pada alat atau
sensor yang digunakan. Sehingga hasil yang didapatkan dari proses pengukuran
pada alat lebih akurat. Oleh karena itu, sebelum menggunakan sensor kelembaban
tanah dan sensor tinggi muka air dilakukan kalibrasi terlebih dahulu.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengalibrasi sensor kelembaban
tanah adalah tanah terganggu yang telah diambil dari lahan uji dihomogenkan
terlebih dahulu. Tanah yang dihomogenkan sebelumnya dibagi ke dalam 5 kali

8

ulangan dengan pemberian air yang berbeda-beda. Masing-masing tanah yang
telah diberi air kemudian didiamkan selama sehari di dalam wadah hingga
homogen lalu ditimbang untuk mendapatkan berat basah dan berat wadah (kadar
air). Selanjutnya, tanah yang telah didiamkan selama sehari diukur dengan
menggunakan sensor kelembaban tanah (GS-3) dari sensor tersebut didapatkan
hasil kelembaban tanah dari masing-masing sampel tanah. Tanah yang telah
diukur dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan selama 24 jam. Setelah
proses pengovenan tanah dan wadahnya ditimbang kembali untuk mendapatkan
berat kering tanah.
Metode untuk mengalibrasi sensor tinggi muka air adalah sensor tersebut
dilakukan 5 kali pengulangan dengan cara mengisi air pada wadah. Kemudian
sensor dimasukkan ke dalam wadah tersebut dengan ketinggian berbeda-beda
setiap pengulangan yaitu 10 mm, 15 mm, 20 mm, 25 mm, dan 30 mm.
Selanjutnya nilai pada sensor dapat terbaca pada software ECH2O Utility.
Pengolahan Data
Seluruh data sensor yang tersimpan di data logger di unduh dengan
menggunakan software ECH2O Utility. Data yang tersimpan merupakan data
dengan interval selama 30 menit setiap harinya. Data yang telah di unduh
dipindahkan seluruhnya ke software Ms. Excel. Setiap parameter dihitung nilai
rata-rata harian, nilai kumulatif harian, nilai makisimum harian dan nilai
minimum hariannya. Nilai harian pada masing-masing parameter yang telah
didapat kemudian di plotkan ke dalam sebuah grafik.
Pengujian Tekstur Tanah
Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat)
yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir,
fraksi debu dan fraksi liat (Hanafiah 2008). Tujuan dari uji tekstur tanah adalah
untuk mengetahui dan menentukan kelas tekstur pada tanah. Dalam menetapkan
tekstur tanah ada tiga metode yang digunakan yaitu metode lapang, hydrometer,
dan pipet. Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah metode
hydrometer mengacu pada Sapei et al (1990).
Uji Konduktivitas Hidrolik
Tanah sampel tidak terganggu dijenuhkan selama 1 hari dengan ring sample
atau silinder contoh. Diameter dalam dan luas penampang silinder contoh dan
pipa gelas diukur. Setelah sumbat karet dengan lubang dari pipa gelas di pasang
pada dasar silinder contoh, bola-bola gelas kecil diletakkan diatasnya.
Air dimasukkan pada pipa gelas dengan perbedaan head 10 cm. Jumlah air
diukur yang mengalir melewati silinder contoh selama waktu tertentu (t detik).
Pengukuran dilakukan dengan 5 kali ulangan. Ukur suhu air (ToC) dan
konduktivitas hidrolik dari silinder contoh.
K

a

A
t

log

h
h

).............................................................................(1)

Dimana K adalah konduktivitas hidrolik (cm/dt), a adalah luas pipa gelas
(cm2), A adalah luas penampang silinder contoh (cm2), t adalah rata-rata waktu

9

selama 5 kali pengulangan (dt), h1 adalah tinggi total falling head (cm), dan h2
adalah tinggi dari alas hingga silinder yang berisi sampel tanah (cm).
Kurva Retensi Air dengan Hanging Method
Peralatan yang digunakan dalam pengujian terlebih dahulu divakum selama
1 jam. Tujuannya adalah untuk menghilangkan gelembung udara (buble) yang ada
di dalam alat. Tutup lubang pada penutup buchner funnels dipasang di dalam air
untuk menghilangkan dan memperkecil peluang masuknya gelembung udara pada
penutup. Drip nomor 1 dan 2 dikondisikan dalam keadaan tertutup.
Pembuangan gelembung udara pada selang tabung mariot juga perlu
dilakukan. Gelembung udara diamati dan selang dirunut ke arah atas agar
gelembung udara dapat terbuang keluar dari selang. Pada saat perunutan tersebut,
drip nomor 3 dan 4 dalam keadaan terbuka.
Setelah selesai, silinder contoh dipasang di atas buchner funnels dan air
pada tanah dialirkan ke tabung reaksi. Ketinggian buchner funnels dipindahkan
setelah 24 jam dan air yang tertampung di tabung reaksi ditimbang terlebih dahulu.
Ketinggian (head) yang digunakan 0, 10, 20, 30, 50, 70 dan 100 cm.
Analisis Data
Hujan
Linsley dan Franzini (1979) mendefinisikan presipitasi meliputi semua air
yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi. Seyhan (1990) menyatakan bentukbentuk presipitasi vertikal antara lain hujan, hujan gerimis, salju, hujan es batu
dan sleet (campuran hujan dan salju). Hujan terjadi karena ada penguapan air dari
permukaan bumi seperti laut, danau, sungai, tanah, dan tanaman. Pengukuran
curah hujan dilakukan oleh sensor hujan ECRN-100 Precipitation, dimana data
yang didapatkan kemudian dapat diunggah melalui software ECH2O Utility yang
sebelumnya telah dikonversi oleh software tersebut.
Kelembaban Tanah
Kelembaban tanah menggambarkan kondisi tanah di lahan bersifat jenuh
atau tidak jenuh. Pengukuran kelembaban tanah dilakukan oleh sensor EHT
RH/Temp, dimana data yang didapatkan kemudian dapat diunggah melalui
software ECH2O Utility.
Zona Perakaran
Pengukuran zona perakaran dilakukan dengan mengukur panjang akar
pada tanaman padi di lahan. Hasil dari zona perakaran dikali kelembaban tanah
akan menghasilkan nilai air yang tersimpan (Arif et al 2012).
Sdata = ɵ x RZ........................................................................................................(2)
Dimana Sdata adalah air yang tersimpan (mm), ɵ adalah kelembaban tanah
(m /m ), dan RZ adalah zona perakaran (roat zone) (mm).
Hasil yang didapatkan dari Sdata tersebut digunakan untuk menghitung
nilai Smodel, dengan Smodelawal yang digunakan adalah Sdataawal.
3

3

10

Smodel(i) = (S model (i-1) + P + I) – (ETc – Q – DP)...................................................(3)
Dimana Smodel(i) adalah air yang tersimpan pada hari tersebut (mm), Smodel
(i-1) adalah air yang tersimpan pada hari sebelumnya (mm), P adalah hujan
(mm/hari), I adalah irigasi (mm/hari), ETc adalah evapotranspirasi tanaman
(mm/hari), Q adalah drainase (mm/hari), dan DP adalah laju perkolasi (mm/hari).
Sedangkan irigasi (I), drainase (Q), dan evapotranspirasi tanaman (ETc)
diestimasi dengan solver pada Ms. Excel dengan kondisi berikut ini (Arif et al
2012).
Fungsi tujuan:
Minimalisasi: ∑ │error│......................................................................................(4)
Error = Sdata - Smodel................................................................................................(5)
Kondisi batas:
I≥
........................................(6)
Q≥
.......................................(7)
ETcmin ≤ ETc ≤ ETcmax..........................................................................................(8)
Dimana ETcmin dan ETcmax adalah evapotranspirasi tanaman minimum dan
maksimum. Nilai ETcmin ditentukan dengan mengalikan ETo dan Kc minimum
per fase mengacu pada Sujono et al 2006. Nilai ETcmax ditentukan dengan
mengalikan ETo dan Kc maksimum per fase mengacu pada Sujono et al 2006
(Arif et al 2012).
Nilai awal:
a. Nilai irigasi awal diberikan dengan kondisi berikut ini:
1. Apabila P = 0, maka irigasi awal adalah:
I = ETo x Kc..............................................................................................(9)
2. Apabila ETc – P < 0, maka irigasi awal adalah:
I = 0..........................................................................................................(10)
3. Apabila kondisi 1 dan 2 tidak terpenuhi, maka irigasi awal adalah:
I = ETc – P...............................................................................................(11)
b. Nilai drainase awal diberikan dengan kondisi berikut ini:
1. Apabila P ≥ ETo + P, maka drainase awal adalah:
Q = P – (ETo + DP).............................................................................(12)

11

c. Nilai evapotranspirasi tanaman awal diberikan dengan rumus berikut ini:
ETc = ETo x (Kc Nilai Tengah FAO)........................................................(13)
Nilai perkolasi dihitung dengan menggunakan dua kondisi berdasarkan nilai
retensi air tanah pada kondisi kapasitas lapang nilai kelembaban tanah pada
kondisi kapasitas lapang sebesar 0.5 m3/m3 sehingga perkolasi dihitung dengan
kondisi sebagai berikut (Arif et al 2012):
1.

ɵ ≥ 0.5 → DP

...................................................................................(14)

Kondisi pertama menjelaskan bahwa apabila nilai kadar air lebih besar atau
sama dengan 0.5 m3/m3 maka nilai perkolasi di lahan sebesar 2 mm/hari (Arif et al
2012).
2.

ɵ≤

5 → DP

....................................................................................(15)

Kondisi kedua menjelaskan bahwa apabila nilai kadar air lebih kecil atau
sama dengan 0.5 m3/m3 maka nilai perkolasi di lahan sebesar 0 mm/hari (Arif et al
2012).
Tabel 1 Laju perkolasi sesuai dengan tekstur tanah
Tekstur tanah
Lempung berpasir
Lempung berpasir
Liat berlempung

Perkolasi (mm/hari)
3–6
2–3
1–2

Sumber : Rice Irrigation in Japan. OTCA, 1973 di dalam Moh Ardani, 1997

Evapotranspirasi Acuan (ETo)
Untuk perhitungan evapotranspirasi, data meteorologi yang ada
dikumpulkan. Kemudian besaran evapotranspirasi acuan dihitung dengan
menggunakan metode Penman-Monteith dan parameter yang diperlukan adalah
radiasi, suhu, kelembaban dan kecepatan angin. Persamaan Penman-Monteith
dirumuskan pada persamaan (16) (Allen et al 1998).
.............................................................(16)
Dimana ETo adalah evapotranspirasi acuan (mm/hari), Rn adalah radiasi
netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari), T adalah suhu (°C), u2 adalah
kecepatan angin (m/s), es adalah tekanan uap jenuh (kPa), ea adalah tekanan uap
aktual kPa),
adalah kurva kemiringan tekanan uap kPa/°C), RH adalah
kelembaban relatif (%), dan γ adalah konstanta pyschometric (kPa/°C).
Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) awal dapat diperoleh setelah
dilakukan perhitungan ETo dikalikan dengan nilai Kc yaitu koefisien tanaman

12

yang berdasarkan pada tahap pertumbuhan. Nilai Kc tersedia untuk setiap tahap
pertumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 3. Persamaan untuk perhitungan nilai
ETc awal dapat dilihat pada persamaan (17).
ETc = ETo . Kc....................................................................................................(17)
Dimana ETc adalah evapotranspirasi tanaman (mm/hari), ETo adalah
evapotranspirasi acuan (mm/hari) dan Kc adalah koefisien pertanaman yang tidak
memiliki satuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini berlokasi di lahan sawah uji blok Patapaan, Desa Cikarawang
– Dramaga, Kabupaten Bogor. Di tempat ini tanaman padi ditanam pada lahan
seluas 422.2 m2, yang terdiri dari luas lahan pantau seluas 237.0 m2. Untuk lahan
pengulangan pada lahan seluas 185.2m2.
Kalibrasi Sensor GS-3 dan Sensor E-Tape
Nilai kalibrasi sensor kelembaban tanah (GS-3) pada setiap kondisi tanah
untuk maisng-masing rezim air ditunjukkan pada Gambar 6. Pada Gambar 6 nilai
R2 menunjukkan bahwa seiring meningkatnya kadar air diikuti dengan
menigkatnya nilai kelembaban tanah. Nilai kadar air yang didapatkan berkisar
antara 0.2 m3/m3 hingga 0.8 m3/m3 dengan nilai kelembaban tanah berkisar antara
0.3 m3/m3 hingga 0.6 m3/m3 untuk RT, 0.2 m3/m3 hingga 0.7 m3/m3 untuk RB, dan
0.3 m3/m3 hingga 0.8 m3/m3 untuk RK.
Nilai kalibrasi sensor tinggi muka air (E-Tape) pada setiap kondisi tanah
untuk maisng-masing rezim air ditunjukkan pada Gambar 7. Pada Gambar 7 nilai
R2 menunjukkan bahwa seiring meningkatnya tinggi muka air diikuti dengan
menurunnya nilai tinggi muka air yang terbaca pada sensor.

1,0

1,0

0,8

0,8

Kadar air (m3/m3)

Kadar air (m3/m3)

13

0,6
0,4

y = 0,727x + 0,235
R² = 0,9032

0,2
0,0
0

0,5

1

0,6
0,4

y = 0,6074x + 0,265
R² = 0,9246

0,2
0,0
0

0,5

Kelembaban tanah (m3/m3)

1

Kelembaban tanah (m3/m3)

(a)

(b)
Kadar air (m3/m3)

1,0
0,8
0,6
0,4

y = 0,7665x + 0,176
R² = 0,9027

0,2
0,0

0

0,5

1

Kelembaban tanah (m3/m3)

(c)
Gambar 6 Hasil kalibrasi sensor GS-3: (a) RT (b) RB (c) RK
25
20

y = -0,0407x + 64,306
R² = 0,977

15
10
5
0
0

500

1000
1500
E- Tape (milivolt)

2000

Tinggi muka air (mm)

Tinggi muka air (mm)

30
30
25

y = -0,0381x + 61,434
R² = 0,9522

20
15
10
5
0
0

500

1000
1500
E-Tape (milivolt)

Tinggi muka air (mm)

(a)

2000

(b)
30
25
20
15
10
5
0

y = -0,038x + 60,571
R² = 0,9689

0

500

1000
1500
2000
E-Tape (milivolt)

(c)
Gambar 7 Hasil kalibrasi E-Tape: (a) RT (b) RB (c) RK
Website Sistem Informasi
Data dapat diakses dengan cara mengklik gambar, dan kemudian terhubung
ke lokasi tertentu. Selain itu, ada "I", "M", dan "S" Simbol-simbol yang mewakili
status akuisisi gambar, data meteorologi dan data tanah. Jika semua simbol-simbol

14

muncul untuk hari tertentu, itu berarti bahwa Field Router dapat mengirim semua
data pada hari tersebut.

Gambar 8 Website untuk sawah SRI di Cikarawang
Alamat web Field Monitoring System (FMS) untuk sawah SRI di desa
Cikarawang adalah http://x-ability.jp/FieldRouter/vbox0076/. Di sini, seluruh
data meteorologi dan data tanah serta data gambar dapat diakses (Gambar 8).
Dalam website ini, lokasi link GPS tersedia juga, sehingga pengguna mengetahui
lokasi FMS. Data yang disajikan dalam grafis merupakan data mentah dari
masing-masing parameter meteorologi dan tanah. Data meteorologi dapat
diidentifikasi dengan "EM50MIno", sementara data tanah dapat diidentifikasi
dengan "EM50SIL".
Pemantauan Pertumbuhan Tanaman
Gambar harian kondisi tanaman dikirim oleh Field Router melalui koneksi
GSM ke server. Tampilan gambar kondisi tanaman selama periode tanam
disajikan pada kalender gambar (Gambar 9). Sebagai contoh pada bulan Mei
2015, ada 2 gambar tanaman gagal dikirim ke server karena masalah pengurasan
baterai atau koneksi GSM.

Gambar 9 Kalender data gambar tanaman selama periode tanam

15

Parameter lingkungan yang diperoleh dari sensor-sensor yang telah
disebutkan sebelumnya adalah kelembaban dan suhu udara, curah hujan,
kecepatan angin, radiasi matahari, kelembaban tanah dan tinggi muka air. Selain
dengan membandingkan keenam parameter tersebut kondisi lingkungan di lahan
dan pengelolaan sistem irigasi dapat dipantau dengan melihat foto yang terdapat
pada Field Router. Foto tersebut disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Fase tanaman saat awal tanam hingga panen
Gambar tanaman yang mewakili setiap fase tumbuh pada tanaman
ditangkap dan dikirim ke server seperti yang disajikan pada Gambar 10. Dari
kelima gambar di atas dapat dilihat bahwa kelimanya memiliki perbedaan. Pada
fase tanam kondisi rezim air relatif sama dengan tinggi muka air yaitu 2 cm, ini
karena pada bulan tersebut adalah awal tanam sehingga tinggi muka air masih
disamakan. Kemudian pada foto kedua diambil pada fase awal dimana rata-rata
tinggi tanaman setinggi 25-30 cm dengan kondisi rezim air sudah dibedakan yakni
untuk rezim air tergenang (RT) tinggi muka air sebesar 2 cm selama 80 HST,
untuk rezim air basah (RB) tinggi muka air sebesar 1 cm pada 20 HST dan untuk
rezim air kering (RK) tinggi muka air sebesar 0 cm pada 20 HST.
Pada gambar ketiga yang diambil pada fase vegetatif atau fase
pengembangan terlihat perbedaan kembali dimana untuk RT tinggi muka air
sebesar 2 cm selama 80 HST, untuk RB tinggi muka air sebesar 0 cm pada 30
HST dan untuk RK tinggi muka air sebesar -5 cm 30 HST, dengan kondisi
tanaman yang sudah berdaun dengan tinggi rata-rata ± 57-60 cm. Pada foto fase
pertengahan atau fase pertumbuhan yaitu pada foto kondisi air di lahan sudah
mulai dikeringkan karena akan memasuki masa panen, dengan kondisi tanaman
yang sudah berdaun dan tinggi rata-rata ± 81-84 cm serta mulai tumbuh malai
hampir di seluruh tanaman serta terbentuknya bulir padi yang berisi. Terakhir,
pada fase panen atau fase akhir yaitu pada 90 HST kondisi tanaman sudah siap
untuk dipanen, percepatan masa panen ini disebabkan karena adanya banyak hama
dan burung di lahan yang nantinya akan menyebabkan produktivitas padi
menurun.

16

Pemantauan Perubahan Dinamis pada Parameter Meteorologi
Hubungan Radiasi Matahari dengan Evapotranspirasi Acuan
Nilai evapotranspirasi merupakan gambaran penguapan air baik dari
tanaman dan tanah, dihitung berdasarkan metode Penman-Monteith sesuai dengan
ketentuan FAO (Allen et al 1998) namun dilakukan secara langsung oleh stasiun
cuaca Davis Vantage Pro2. Ketika tanah dijaga dalam kondisi selalu tergenang,
evapotranspirasi merupakan fungsi energi yang tersedia untuk evaporasi air.
Kebutuhan evapotrasnpirasi selama musim penghujan ialah 4-5 mm/hari
sedangkan selama musim kemarau dibutuhkan 6-7 mm/ hari pada sawah irigasi
(Lakitan 1994). Grafik radiasi matahari dan evapotranspirasi di lahan percobaan
selama 88 HST disajikan pada Gambar 11.
10

35

8

30
6
25
4

20
15

ETo (mm/hari)

Radiasi (MJ/m²/hari)

40

2
2

12

22

32

42

52

62

72

82

HST
Radiasi (MJ/m²/hari)

ETo (mm/hari)

Gambar 11 Hubungan radiasi matahari dengan evapotranspirasi acuan
harian selama 88 HST
Gambar 11 menunjukkan radiasi sinar matahari di lokasi penanaman cukup
fluktuatif setiap harinya. Nilai radiasi tertinggi tercatat sebesar 36.9 MJ/m2/hari
pada 41 HST, nilai terendah tercatat sebesar 12.6 MJ/m2/hari pada 76 HST.
Nilai radiasi sinar matahari akan mempengaruhi nilai evapotranspirasi, nilai
sinar radiasi matahari yang tinggi akan menyebabkan kenaikan nilai
evapotranspirasi dan begitu juga sebaliknya. Evapotranspirasi yang terjadi selama
88 HST, nilai maksimum yang didapat ialah sebesar 7.29 mm/hari pada 88 HST,
sedangkan nilai evapotranspirasi harian rata – rata sebesar 5.3 mm/hari selama 88
HST.
Kondisi Kelembaban Tanah dan Hujan
Padi tumbuh di daerah tropis atau subtropis pada 45°LU sampai 45°LS
dengan cuaca panas, kelembaban tinggi, musim hujan 4 bulan dan memerlukan
rata-rata hujan 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun (Siregar 1981).
Sedangkan, dalam kondisi alami, kelebihan air kurang bermasalah jika
dibandingkan dengan kekeringan. Menurut Thornthwaite (1957), kekeringan
didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang membutuhkan air untuk transpirasi
dan penguapan langsung melalui jumlah air yang tersedia di tanah. Oleh sebab itu,
kelembaban tanah diatur secara baik agar tidak terjadi kekeringan maupun

17

0,9

0

0,8

50

0,7
0,6

100

0,5

150

0,4
0,3

Hujan (mm/hari)

Kelembaban tanah (m3/m3)

kelebihan air. Kondisi kelembaban tanah dan hujan pada masing-masing rezim air
di lokasi penanaman selama 88 HST disajikan pada Gambar 12.

200
2

16

30

44

Hujan

RT

58

72

86

HST
RB

RK

Gambar 12 Kondisi kelembaban tanah dan hujan
Berdasarkan Gambar 12 diketahui bahwa selama 88 HST yang diamati tidak
semua hari mengalami hujan dan tidak semua hari memiliki hujan yang tinggi.
Jumlah hujan bulanan per 30 HST 205 mm/bulan, 105 mm/bulan, dan 73
mm/bulan. Dibandingkan dengan kebutuhan rata-rata tanaman padi untuk
pertumbuhan yaitu 200 mm/bulan, maka angka curah hujan pada lokasi
penanaman lebih rendah pada 31-88 HST. Hujan yang terjadi di wilayah
penelitian berpengaruh terhadap perubahan kelembaban tanah di lahan karena
intensitasnya yang terbilang sedang pada beberapa hari setelah tanam. Pada RT
nilai kelembaban tanah minimal tercatat sebesar 0.450 m3/m3 pada 88 HST dan
nilai maksimal sebesar 0.648 m3/m3 pada 1 HST. Pada RB nilai kelembaban tanah
minimal tercatat sebesar 0.381 m3/m3 pada 88 HST sedangkan nilai maksimal
0.606 m3/m3 pada 2 dan 3 HST. Pada RK nilai kelembaban tanah minimal sebesar
0.352 m3/m3 pada 84 HST sedangkan nilai maksimal sebesar 0.612 m3/m3 pada 63
HST. Hal ini sesuai dengan definisi apabila nilai yang didapatkansemakin kecil
maka tanah akan semakin kering.
Suhu Udara dan Kelembaban Udara
Suhu mengindikasikan kapasitas untuk menghantarkan panas melalui
konduksi. Suhu lingkungan tidak hanya mempengaruhi durasi tetapi juga pola
pertumbuhan tanaman padi. Suhu lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan
padi ialah 32- 4˚C Hasil panen yang lebih baik didapatkan pada wilayah dengan
suhu lebih rendah pada akhir masa tanam. Padi sangat dipengaruhi oleh perubahan
suhu, pada suhu rendah akan menginisiasi terbentuknya malai, bila suhu dibawah
15°C di malam hari dapat menyebabkan buliran steril. Dengan kisaran
kelembaban nisbi optimum untuk padi antara 50 – 90%. Indonesia beriklim tropis
tanah basah, kelembaban nisbi bukan merupakan kendala bagi usaha peningkatan
produksi padi. Tetapi di daratan tinggi kelembaban lebih dari 95% dapat
mengganggu penyerbukan tanaman (Kartasapoetra 1990).

18

Suhu Udara (oC)

94
88

31,0

82
27,0
76
23,0

Kelembaban Relatif (%)

35,0

70
1

15

29

43
57
71
HST
Suhu Udara
Kelembaban relatif

85

Gambar 13 Suhu udara dan kelembaban relatif selama 88 HST
Berdasarkan grafik suhu udara dan kelembaban relatif tersebut, suhu udara
tertinggi yang tercatat selama 88 HST adalah sebesar 27.3°C pada 53 HST dan
suhu terendah yang tercatat sebesar 22.6°C pada 88 HST dan suhu rata-rata
tercatat sebesar 26.1°C selama 88 HST. Kelembaban relatif tertinggi sebesar 97%
pada 88 HST dan kelembaban relatif terendah sebesar 84% pada 57 dan 83 HST
serta kelembaban relatif rata-rata sebesar 88.9%.

Kecepatan Angin (m/s)

Kecepatan Angin
Angin juga akan berpengaruh terhadap proses penyerbukan bunga padi.
Karena itu lokasi sawah harus terbuka dan tidak terhalang sehingga angin dapat
bertiup dengan bebas. Pada bulan kering maupun bulan lembab peningkatan
kecepatan angin yang diikuti dengan menurunnya kelembaban udara akan
mendukung pemencaran konidium. Berdasarkan data aktual untuk memencarkan
konidium hanya memerlukan kecepatan angin 0.28 m/dt pada suhu 25ºC
(Tantawi 2007).
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
1

21

41
HST

61

81

Gambar 14 Nilai kecepatan angin harian selama 88 HST
Berdasarkan Gambar 14 kecepatan angin terendah pada 29, 37, 38, 56 dan
78 - 82 HST sehingga besarnya nilai kecepatan angin hanya 0.2 m/dt. Sedangkan
kecepatan angin tertinggi yang tercatat selama 88 HST adalah sebesar 0.7 m/dt
pada 27 HST.

19

Pemantauan Perubahan Dinamis pada Parameter Tanah
Tekstur Tanah dan Retensi Tanah
Tekstur tanah yang digunakan adalah tekstur tanah berjenis tanah liat
(clay). Tanah-tanah bertekstur liat, karena lebih halus maka setiap satuan berat
mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air
dan menyediakan unsur hara tinggi (Hardjowigeno 2010).
Retensi air tanah merupakan kemampuan tanah untuk menahan air yang ada
di dalamnya. Semakin tinggi nilai retensi air tanah menyebabkan semakin besar
kemampuan tanah untuk menahan air tanah, sehingga kadar air tanah semakin
tinggi. Selain dipengaruhi oleh retensi, kadar air tanah juga dipengaruhi oleh
kedalaman tempat beradanya air tanah tersebut (Sutanto 2005).

Kadar air (m3/m3)

0,70

θ

0,60

0,50
0

20

40
H (cm)

60

80

100

Gambar 15 Nilai retensi air tanah
Gambar 15 menunjukkan bahwa semakin tinggi h maka kadar air yang
terkandung semakin rendah. Kadar air dalam tanah banyak jenisnya namun air
yang dapat diserap tanaman hanyalah air pada tahap tersedia. Artinya air tersedia
ini berada antara tahap air pada kapasitas lapang dan titik layu permanen.
Ketersediaan air ini berkaitan dengan asupan dan pengeluaran, asupan air untuk
tanaman adalah melalui penambahan dari luar atau hujan dan air tanah maka dari
itu perlu dilakukan pengelolaan air pada kapasitas lapang agar tanaman masih
berada di zona aman untuk pertumbuhannya.
Kondisi Lingkungan Tanah
Menurut Ma’shum dan Mansur (2003), laju reaksi kimia yang terjadi dan
aktivitas mikrobial tanah akan terganggu apabila suhu tanah tidak sesuai dengan
yang dibutuhkan sehingga pertumbuhan tanaman dapat menjadi terganggu. Laju
optimum aktivitas biota tanah yang menguntungkan terjadi pada suhu 18 – 30 °C.
Grafik suhu tanah pada masing-masing plot dapat dilihat pada Gambar 16.

20

Suhu Tanah (°C)

36,0

30,0

24,0
0

20

40

RT

HST
RB

60

80
RK

Gambar 16 Suhu tanah pada masing-masing rezim air selam 88 HST
Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui bahwa suhu tanah rata-rata pada
masing-masing rezim air berkisar antara 26.5°C untuk RT, 26.0°C untuk RB, dan
28.8°C untuk RK. Kisaran suhu antara 23.8-29.4°C sangat membantu tumbuhan
untuk tumbuh dengan optimal karena suhu untuk terjadinya laju aktivitas biota
tanah dapat terpenuhi.
Analisis Keseimbangan Air
Metode pengukuran efisiensi pemberian air irigasi dilakukan dengan metode
inflow-outflow yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Keseimbangan Air di Lahan
Sistem Irigasi
RT
RB
RK

Inflow (mm)
Hujan Irigasi
398.0
510.4
398.0
447.3
398.0
434.6

ETc
503.9
519.0
526.4

Outflow (mm)
Drainase Perkolasi
253.2
166
213.7
140
226.0
142

Error
(mm)
14.8
27.3
61.8

Analisis keseimbangan air dilakukan untuk mendapatkan suatu kondisi
yang optimum dari rencana rezim air dengan komponen utama inflow (hujan yang
jatuh di daerah tangkapan hujan dan irigasi yang masuk) dengan outflow yang
dipengaruhi oleh drainase, perkolasi dan evapotranspirasi tanaman. Berdasarkan
Tabel 2 keseimbangan air di lahan menunjukkan bahwa air irigasi pada RK lebih
kecil 31.2% dari RB dan RT yaitu sebesar 36.7% dan 32.1% secara berturut-turut.
Akan tetapi penghematan tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas lahan.
Produktivitas lahan terbesar diperoleh pada RT sebesar 4.16 ton/ha. Nilai error
yang didapatkan pada masing-masing rezim air merupakan hasil perhitungan
dengan menggunakan solver pada Ms. Excel. Besarnya nilai error pada RK yaitu
sebesar 61.8 mm menunjukan bahwa adanya ketidak seimbangan antara aliran
masuk dengan aliran yang keluar.

21

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Lingkungan biofisik pada lahan sawah uji di Desa Cikarawang pada
musim tanam Maret - Juli 2015 selama 88 HST dapat di monitor dengan
baik.
2. Kebutuhan air untuk masing-masing rezim air berbeda-beda. Sistem
pemberian air pada rezim air tergenang (RT) paling banyak membutuhkan
air. Keseimbangan air di lahan menunjukkan bahwa air irigasi pada RK
lebih kecil 31.2% dari RB dan RT, akan tetapi penghematan tidak diikuti
dengan peningkatan produktivitas lahan karena produktivitas lahan
terbesar diperoleh pada RT yaitu 4.16 ton/ha.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai berbagai sistem irigasi
dengan menggunakan tinggi muka air yang berbeda untuk mengetahui kebutuhan
air irigasi pada masing-masing rezim air dan keseimbangan air yang lebih optimal
dengan keadaan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop Evapotranspiration
(guidelines for computing crop water requirements). FAO Irrigation and
Drainage Paper No. 56.
Ardani M. 1997. Potensi dan Optimasi Pemanfaatan Airtanah Sumur TW-01 Pada
Lahan Kering di Desa Babakan Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka
Jawa Barat. [Thesis]. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Arif C, Setiawan BI, Sofiyuddin HS, Martief IM, Mizoguchi M, Doi R. 2012.
Estimating crop coefficient in intermittent irrigation paddy fields using Excel
Solver. Rice Science, 19 (2): 143-152.
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Doorenbos J Pruitt WO. 1977. Crop water requirements. FAO Irrigation and
Drainage Paper No. 24. Food and Agriculture Organizer of the U.N. Rome.
Freddrick T. , B. I. Setiawan. 2012. Monitoring of Micro-Environments on Sri
Rice Field In Nosc Sukabumi. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hanafiah AK. 2008. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Huda MN. 2012. Kajian Sistem Pemberian Air Irigasi Sebagai Dasar Penyusunan
Jadwal Rotasi Pada Daerah Irigasi Tumpang Kabupaten Malang. Teknik
Pengairan, 3 (2) : 221-229.

22

Ikhwali MF. 2013. Analisis Perubahan Kapasitas Simpan Air Pada Sub DAS
Ciesek, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kalsim DK, Yushar, Subari, Deon M, Sofuyuddin HA. 2007. Rancangan
Operasional Irigasi untuk Pengembangan SRI (Irrigation Operational
Design for SRI Development), Paper disajikan dalam seminar KNIICID,
Bandung.
Kartasapoetra GA. 1990. Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan
Tanaman, Bumi Aksara. Jakarta.
[KP]. 2012. Pedoman Teknis Pengembangan System Of Rice Intensification.
Jakarta.
Lakitan B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Linsley RK, JB. Franzini. 1979. Teknik Sumber Daya Air. Penerjemah Djoko S.
Erlangga. Jakarta
Ma’shum , Mansur. 2003. Biologi Tanah. Departemen Pendidikan Nasional:
Jakarta.
Nasasari I. 2014.Analisis Kesetimbangan Air di Daerah Aliran Sungai Brantas,
Jawa Timur. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.
Rao R. 2011. Estimation of Efficiency, Sustainability and Constraints in SRI
(System of Rice Intensification) vis-a-vis Traditional Methods of Paddy
Cultivation in North Coastal Zone of Andhra Pradesh. Agricultural
Economics Research Review (24): 325-331.
Sapei A , Dhalihar MA, Fujit K, Miyauchi S, Sudou S. 1990. Pengukuran Sifatsifat Fisik dan Mekanik Tanah. IPB. Bogor.
Seyhan E.1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Siregar H. 1981. Budidaya tanaman padi di Indonesia. PT. Sastra Hudaya. Jakarta.
Sujono J, Nurrochmad F, Jayadi R. 2006. Growing more paddy with less water.
Research Report, Departemen Civil and Environmental Engineering,
Faculty of Engineering . Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sujono, J. 2011. Koefisien Tanaman Padi Sawah Pada Sistem Irigasi Hemat Air.
Agritech, 31 (4), Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik :
Universitas Gadjah Mada.
Sutanto R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. (ID) : Kanisius.
Yogyakarta.
Syamsudin TS, Aktaviyani S. 2009. Penerapan Pemupukan Pada Pertanian Padi
Organik Dengan Metode System Of Rice Intensification (Sri) Di Desa
Sukakarsa Kabupaten Tasikmalaya. Agroland 16 (1): 1 – 8.
Tantawi AR. 2007. Hubungan Kecepatan Angin Dan Kelembaban Udara
Terhadap Pemencaran Konidium Cercospora Nicotianae Pada Tembakau.
Agritrop.
Thornthwaite CW and JR. Mather. 1957. Instruction and Tables for Computing
Potensial Evapaotranspiration and Water Balanced. Publ. In. Clim. Vol X.
No.3. Centerton, New Jersey.
Tjasyono B. 2004. Klimatologi. ITB. Bandung.

23

Lampiran 1 Segitiga tekstur tanah
Keterangan :
United States Departement
of Agricultural (USDA)
1. Clay
2. Silty clay
3. Silty clya loam
4. Sandy clay
5. Sandy clay loam
6. Clay