Analisis Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku dan Penetapan Prioritas Pemasok pada PT. Citra Abadi Sejati

i

ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU
DAN PENETAPAN PRIORITAS PEMASOK PADA
PT. CITRA ABADI SEJATI

LILIS SUSWENTY

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perencanaan
Kebutuhan Bahan Baku dan Penetapan Prioritas Pemasok pada PT. Citra Abadi

Sejati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Lilis Suswenty
NIM H24114052

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

v

ABSTRAK

LILIS SUSWENTY. Analisis Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku dan

Penetapan Prioritas Pemasok. Dibimbing oleh ALIM SETIAWAN.
Bahan baku merupakan salah satu aset penting bagi perusahaan yang menjadi
faktor keberhasilan proses produksi. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh
teknik yang tepat dalam membuat perencanaan kebutuhan bahan baku serta
memilih pemasok yang tepat agar bahan baku dapat dipasok dengan kualitas,
kuantitas dan waktu yang tepat. Teknik perencanaan kebutuhan kain dengan total
biaya persediaan terkecil berturut – turut adalah Lot For Lot (LFL) dengan biaya
Rp. 675.900, Economic Order Quantity (EOQ) dengan biaya Rp. 1.029.471,
teknik perusahaan sebesar Rp. 3.218.700, dan yang terakhir adalah teknik Lot For
Lot + Safety Stock (LFL + SS) yaitu Rp. 3.319.199. Untuk bahan baku benang,
teknik dengan total biaya persediaan paling rendah berturut – turut adalah LFL
dengan biaya Rp. 7.300, EOQ sebesar Rp. 105.914, teknik perusahaan sebesar Rp.
1.018.072, dan yang terakhir teknik LFL + SS yaitu Rp. 2.364.996. Pemilihan
pemasok untuk bahan baku kain memiliki tiga kriteria yaitu quality, price, dan
lead time. Alternatif pemasok bahan baku kain dengan urutan terbaik yaitu Silver
Reed dengan bobot 0,525, Winitex dengan bobot 0,261, dan Far-East dengan
bobot 0,214. Sedangkan untuk bahan baku benang memiliki empat kriteria yaitu,
quality, price, paymenterm, dan fleksibility. Alternatif pemasok bahan baku
benang dengan urutan terbaik yaitu Coats dengan bobot 0,613, Gunze dengan
bobot 0,264, dan Amann dengan bobot 0,124.

Kata kunci : bahan baku, prioritas pemasok, LFL, EOQ

ABSTRACT

LILIS SUSWENTY. The analysis of Material Requirement Planning and supplier
priority determination. Supervised by ALIM SETIAWAN.
Material is one of an important asset for a company which becomes the factor of
success production process. This research is to obtain exact technic on making
Material Requirement Planning and choosing the appropriate supplier in order
that the material can be supplied precisely in quality, quantity and time as well.
The technic of fabric requirement planning in the most minimal inventory cost is
LFL in Rp. 675.900, EOQ in Rp. 1.029.471, the company technic in Rp.
3.218.700, and LFL + SS as much as Rp. 3.319.199. The technic with the most
minimal cost for thread is LFL in Rp.7300, EOQ in Rp. 105.914, the technic used
by company in Rp. 1.018.072, and LFL + SS as much as Rp. 2.364.996.
Determining the fabric supplier have three criteria, they are quality, price, and
lead time. The alternative for each fabric supplier with the best order is in the
value of SilverReed in 0,525, Winitex in 0,261 and Far-East in 0,214.
Determining the thread supplier have four criteria, they are quality, price,
paymenterm and fleksibility. The alternative for each thread supplier rank is in the

value of Coats in 0,613, Gunze in 0,264 and Amann in 0,124.
Key words : material, supplier priority, LFL, EOQ.

vii

ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU DAN
PENETAPAN PRIORITAS PEMASOK PADA
PT. CITRA ABADI SEJATI

LILIS SUSWENTY

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Manajemen

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ix

Judul Skripsi : Analisis Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku dan Penetapan
Prioritas Pemasok pada PT. Citra Abadi Sejati
Nama
: Lilis Suswenty
NIM
: H24114052

Disetujui Oleh

Alim Setiawan S, STP, MSi
Pembimbing I

Diketahui Oleh


Dr. Mukhamad Najib, S.TP, MM
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 sampai Juli 2013 ini ialah
teori perencanaan persediaan dan pemilihan pemasok dengan judul Analisis
Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku dan Prioritas Pemilihan Pemasok PT. Citra
Abadi Sejati.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Alim Setiawan S, STP, Msi
selaku dosen pembimbing. Selain itu ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada pihak PT. Citra Abadi Sejati Cileungsi khususnya kepada ibu Jumirah dan
bapak Wijay selaku kepala HRD, bapak Dede Jamaluddin selaku staf produksi,
ibu Dede selaku staf merchindising, dan ibu Mira selaku staf purchasing yang
telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada orang tua (Rahidin dan Sumiaty), atas segala doa dan kasih sayangnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih juga kepada
guru (Supriadi) dan sahabat-sahabat terbaik atas dukungannya, serta seluruh

keluarga besar Program Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen IPB atas kenangan selama menempuh pendidikan.
Terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin

Bogor, Juli 2013

Lilis Suswenty

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii


DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Kerangka Pemikiran

2


Tujuan Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

4

METODE PENELITIAN

4

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

4

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

4


Metode Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Proses Produksi

5

Prosedur Pengadaan Bahan Baku

7

Data Produksi

8


Biaya Persediaan
BOM (Bill Of Material)

9
9

Persediaan dan Lead Time

10

Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku

11

Kebijakan Pengendalian Persediaan Pada PT. CAS

11

Pengendalian Persediaan Pada Menggunakan Teknik LFL

12

Pengendalian persediaan pada menggunakan metode EOQ

15

Evaluasi Terhadap Pengolahan Biaya Persediaan

16

Penetapan Pemasok dengan Metode Analitical Hirarchy Process (AHP)

17

Hasil Pengolahan Data Pemilihan Pemasok Kain dan Benang

18

Consistency Ratio (CR)

18

Implikasi Manajerial
SIMPULAN DAN SARAN

20
21

Simpulan

21

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Laporan rencana dan aktual pengiriman produk PT. CAS, 2013
Jadwal Pengiriman Short Skirt Tahun 2013
Komponen Biaya Persediaan Bahan Baku PT. CAS
Tabel Kebutuhan Bahan Baku PT. CAS, 2013
Data Lead time, on hand, dan minimum order Bahan Baku
Rencana kebutuhan kain pada perusahaan
Rencana kebutuhan benang pada perusahaan
Rencana kebutuhan kain dengan teknik LFL
Rencana Kebutuhan Kain dengan Teknik LFL + SS
Rencana Kebutuhan Benang dengan Teknik LFL
Rencana kebutuhan bahan baku benang dengan teknik LFL + SS
Kuantitas EOQ
Perencanaan kebutuhan kain dengan teknik EOQ
Perencanaan kebutuhan benang dengan teknik EOQ
Perbandingan Biaya Persediaan Kain PT. CAS, 2013
Perbandingan Biaya Persediaan Benang PT. CAS, 2013
Tabel Bobot Pemasok Kain
Tabel Bobot Pemasok Benang

1
8
9
10
11
12
12
13
14
14
15
15
16
16
17
17
19
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Kerangka Pemikiran
Alur proses produksi
Alur pengadaan bahan baku
Diagram Bill Of Material
Struktur hierarki pemilihan pemasok kain
Struktur hierarki pemasok benang

3
6
7
10
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Perhitungan EOQ Menggunakan Software POM
Kuesioner Penelitian Menggunakan Teknik AHP
Pengolahan AHP Pemasok Kain Menggunakan Expert Choice
Pengolahan AHP Pemasok Benang Menggunakan Expert Choice
Perhitungan AHP Bahan Baku Kain Secara Manual
Perhitungan AHP Bahan Baku Benang Secara Manual

25
26
29
31
33
39

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Persediaan adalah barang - barang perusahaan meliputi bahan baku, barang
dalam proses, barang jadi, barang pelengkap, dan komponen - komponen lain
yang menjadi bagian keluaran produk perusahaan yang disimpan dalam
antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan (Handoko 2000). Tanpa
penanganan yang baik, persediaan bisa menjadi masalah yang sangat serius dalam
hal pendapatan dan hubungan terhadap pelanggan. Perencanaan persediaan bahan
baku juga sangat menentukan keberlangsungan kegiatan manufaktur. Kekurangan
persediaan bahan baku mengakibatkan kegiatan produksi terhambat dan merubah
jadwal induk produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada biaya yang lebih
besar lagi. Kelebihan persediaan bahan baku juga menjadi masalah yang cukup
serius yaitu meningkatnya biaya penyimpanan, penurunan laba, atau bahkan
keusangan bahan baku.
Perencanaan kebutuhan bahan baku ini dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Material Requirement Planning (MRP). MRP adalah suatu
konsep dalam manajemen produksi yang membahas cara yang tepat dalam
perencanaan kebutuhan bahan baku dalam proses produksi, sehingga barang yang
dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan yang direncanakan (Astana 2007).
Tujuan dari MRP sendiri adalah untuk meminimalkan persediaan, mengurangi
resiko keterlambatan produksi, komitmen dengan jadwal induk produksi yang
sudah di buat, serta melakukan penjadwalan terhadap jumlah pembelian bahan
baku. Untuk menunjang pemesanan bahan baku, pemasok menjadi salah satu
bagian penting karena pemasok diharapkan mampu menyediakan bahan baku
sesuai dengan kualitas, jumlah, harga, maupun waktu yang dibutuhkan untuk
pemesanan. Dalam penetapan prioritas pemasok digunakan metode Analytical
Hierarchy Procces (AHP) yaitu metode yang digunakan untuk memecahkan
masalah dengan cara melakukan pembobotan. AHP memungkinkan kita untuk
menstruktur suatu sistem serta lingkungannya dalam bagian – bagian yang saling
berinteraksi, lalu mensistensis bagian – bagian ini dengan mengukur dan membuat
peringkat pengaruh terhadap kesuluruhan sistem (Saaty 1991).
PT. Citra Abadi Sejati (CAS) merupakan salah satu perusahaan manufaktur
khusus nya di bidang garmen yang menggunakan bahan baku sebagai salah satu
faktor penting dalam kegiatan produksinya. Keterlambatan kedatangan bahan
baku merupakan hal yang seharusnya dihindari, karena bisa berdampak pada
keterlambatan pengiriman barang jadi kepada konsumen. Perencanaan dan aktual
pengiriman produk kepada konsumen dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Laporan rencana dan aktual pengiriman produk PT. CAS, 2013
No
1
2
3
4
5

Produk
BLK Pats
BWO Pats
RTQ Pats
DPL Pats
INB Pats

Tujuan
Pengiriman
USA
USA
USA
USA
USA

Jumlah
Produk(pcs)
1.221
1.221
1.221
1.221
1.221

Media
Transportasi
Laut
Laut
Laut
Laut
Laut

Rencana
Pengiriman
16 Mei 2013
16 Mei 2013
23 Mei 2013
23 Mei 2013
23 Mei 2013

Aktual
Pengiriman
31 Mei 2013
31 Mei 2013
31 Mei 2013
31 Mei 2013
31 Mei 2013

2

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa, pengiriman untuk produk Pats bulan Mei
rata - rata terlambat satu sampai dua minggu. Hal ini sangat tidak diinginkan oleh
pihak perusahaan maupun konsumen, untuk itu saya mencoba mengambil judul
penelitian mengenai perencanaan kebutuhan bahan baku dan pemilihan pemasok
dengan harapan tidak akan terjadi lagi keterlambatan pengiriman kepada
konsumen.
PT. CAS selalu berusaha memberikan pelayanan yang baik terhadap
konsumennya dan selalu mengevaluasi setiap kesalahan agar tidak terulang lagi.
Hal ini menjadikan PT. CAS semakin berkembang dan hingga saat ini sudah
memiliki tiga cabang yang tergabung dalam Busana Apparel Group. Salah satu
cabangnya adalah PT. CAS Cileungsi. PT. CAS merupakan perusahaan garmen
terbesar di Indonesia dan diakui oleh beberapa merek internasional seperti
Talbots, Ann Inc (Ann Taylor), Liz Claiborne, Calvin Klein, Polo Jeans, Philip
Van Hausen, JC Penny, Esprit, Mexx, dan Hugo Boss. Salah satu produk yang di
produksi oleh perusahaan ini adalah Short Skirt yang merupakan permintaan dari
Ann Taylor.
Perusahaan tidak akan mencapai sebuah strategi berbiaya rendah tanpa
manajemen persediaan yang baik (Heizer dan Render 2010). Untuk itu PT. CAS
selalu berusaha untuk memperbaiki manajemen persediaannya agar lebih efisien
dalam segi biaya. Selain itu pemilihan pemasok juga sangat penting agar dapat
mendukung rencana persediaan bahan baku yang sudah dibuat.

Perumusan Masalah
PT. CAS dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa PT.
CAS merupakan salah satu perusahaan garmen terbesar di Indonesia yang
dipercayai oleh beberapa merek terkenal dan mampu mengekspor hampir 330.000
pcs pakaian setiap bulannya. PT. CAS selalu berusaha memberikan pelayanan
yang terbaik kepada konsumennya agar terus mendapat kepercayaan dan bahkan
menambah konsumen baru. Namun dalam proses produksinya, sering kali bahan
baku yang akan digunakan terlambat datang sehingga proses produksi harus
terhenti, selain itu masalah lain yang sering terjadi adalah bahan baku yang
didatangkan oleh pemasok sering kali tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan
oleh perusahaan, baik dari segi kualitas maupun warna dari bahan baku tersebut.
Maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
2.

Bagaimana metode pemesanan bahan baku agar barang yang dipesan dapat
didatangkan sesuai yang diinginkan perusahaan.
Siapa pemasok yang ditunjuk untuk tiap bahan baku agar barang yang
dipesan sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan dasar pemikiran dari penelitian yang memuat
teori maupun konsep-konsep yang akan dijadikan dasar penelitian dan saling
berkaitan antar variabel. Sesuai dengan Purnomo (2007), langkah-langkah yang
digunkaan untuk memecahkan permasalahan penelitian dituangkan dalam
kerangka pemikiran dan disajikan pada Gambar 1.

3

Identifikasi kondisi perencanaan bahan baku
dan penetapan pemasok yang handal

Pengumpulan data:
Penjualan perusahaan
Kebutuhan bahan baku
Status persediaan
Pemasok bahan baku

Identifikasi Perencanaan
Kebutuhan Bahan Baku dengan
Metode MRP (L4L dan EOQ)

Penentuan Prioritas Pemasok
Menggunakan Metode AHP

Analisis perbandingan model
pengendalian persediaan

Prioritas pemasok

Rekomendasi untuk Perusahaan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan Gambar 1, kerangka pemikiran pada penelitian ini diawali
dengan melakukan identifikasi terhadap perencanaan pembelian bahan baku dan
penetapan pemasok oleh perusahaan. Selanjutnya peneliti melakukan
pengumpulan data mengenai penjualan perusahaan, kebutuhan bahan baku per
model per periode, status persediaan bahan baku, dan pemasok bahan baku.
Kerangka pemikiran selanjutnya dibagi menjadi dua bagian. Tahap pertama
peneliti melakukan identifikasi terhadap perencanaan kebutuhan bahan baku
menggunakan metode MRP dengan teknik LFL dan EOQ, selanjutnya melakukan
perbandingan kedua teknik tersebut dan teknik yang digunakan oleh perusahaan.
Tahap kedua yang dilakukan adalah dengan menentukan prioritas pemasok yang
akan dipilih dengan menggunakan metode AHP, selanjutnya adalah memperoleh
prioritas pemasok yang akan dipilih. Hasil dari kedua bagian ini akan dijadikan
rekomendasi untuk perusahaan.

Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian bertujuan untuk meningkatkan keefisienan
perusahaan dalam mendatangkan bahan baku. Selain itu tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Membandingkan teknik penentuan jumlah produk yang digunakan
perusahaan dengan teknik LFL, LFL + SS, EOQ.
2. Menganalisis dan memilih pemasok yang seharusnya dipakai oleh
perusahaan.

4

Ruang Lingkup Penelitian
Agar pembahasan yang dijabarkan tidak bias dan lebih terarah, maka
penelitian ini difokuskan untuk menganalisis metode perencanaan kebutuhan
bahan baku yang seharusnya digunakan oleh perusahaan dan menentukan
pemasok yang akan dijadikan pemasok bahan baku.

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu unit cabang Busana Apparel Group
yaitu PT. CAS unit Cileungsi yang berlokasi di Jl. Raya Jonggol KM 2,5,
Kampung Sawah, Cileungsi - Bogor, Jawa Barat, Indonesia. PT. CAS Cileungsi
berdiri di atas tanah seluas 48.000 m dengan luas bangunan 19.560 m dan mulai
beroperasi pada 31 Oktober 1983. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu I
triwulan yaitu pada bulan Mei, Juni, dan Juli tahun 2013.
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian, data yang digunakan terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari bagian HRD, marchendising, produksi, dan
bagian gudang. Wawancara langsung juga dilakukan kepada bagian purchasing
dengan menggunakan alat instrumen berupa kuesioner.
Data sekunder merupakan data yang telah tersusun dalam bentuk dokumen
tertulis. Pada penelitian ini, data sekunder diperoleh dari laporan purchas order,
jadwal produksi, data pemasok, dokumen perusahaan, data bahan baku, serta
jadwal pengiriman. Menurut Umar (2002), tipologi data dilihat dari sumbernya
terdiri dari dua yaitu data primer dan sekunder

Metode Analisis Data
Metode yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu MRP.
MRP adalah teknik perencanaan dan teknik penjadwalan yang digunakan
perusahaan manufaktur sebagai sarana komunikasi perihal aliran material atau
barang. Menurut (Heizer dan Render 2012) ada beberapa cara yang digunakan
untuk menentukan ukuran lot dalam system MRP.
1.
LFL
Merupakan salah satu teknik penentuan ukuran lot yang memproduksi tepat
dengan jumlah yang diperlukan. LFL adalah sistem MRP yang
menghasilkan produk hanya jika dibutuhkan, dengan tidak ada persediaan
pengaman dan tidak ada antisipasi pesanan yang akan datang.
2.
EOQ
EOQ adalah sebuah teknik statistik yang menggunakan rata-rata, sedangkan
prosedur MRP mengasumsikan permintaan diketahui yang digambarkan
dalam sebuah jadwal induk produksi. EOQ lebih mudah dipakai ketika

5

terdapat permintaan bebas yang relatif tetap, bukan ketika permintaan
diketahui.
Metode analisis kedua yang digunakan adalah AHP. AHP adalah salah satu
metode dalam sistem pengambilan keputusan yang menggunakan beberapa
variabel dengan proses analisis bertingkat, (Nasibu 2009). Menurut (Marimin
2008), ide dasar prinsip kerja AHP adalah :
1.
Penyusunan Hierarki
Persoalan yang akan diselesaikan akan diuraikan menjadi unsur-unsurnya,
yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki.
2.
Penilaian Kriteria dan Alternatif
Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasanagn. Menurut
Saaty dalam Marimin (2008), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9
adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Perbandingan
dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan menilai tingkat
kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya dan dimulai dari level
hierarki paling atas.
3.
Penentuan Prioritas
Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan
berpasangan. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk
menentukan peringkat alternatif dari seluruh alternatif. Bobot atau prioritas
dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan
matematik.
4.
Konsistensi Logis
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara
konsisten sesuai dengan suatu kriteria logis. Matriks bobot yang diperoleh
dari hasil perbandingan secara berpasangan harus mempunyai hubungan
cardinal dan ordinal.
Metode AHP mampu memecahkan masalah yang multi obyektif dan multi
kriteria yang didasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam
hierarki, sehingga dapat dikatakan model ini merupakan suatu model pengambilan
keputusan yang komprehensif (Harsono et al 2009). Penyelesain AHP dilakukan
dengan Expert Choice. Menurut Marimin dan Maghfiroh (2011), Expert Choice
merupakan salah satu software AHP yang memiliki kelebihan dibanding criterium
decision plus. Kelebihan Expert Choice, antara lain memiliki tampilan antarmuka
yang lebih menarik, mampu untuk mengintegrasikan pendapatan pakar, dan tidak
membatasi level dari struktur hierarki.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Produksi
PT. CAS bergerak di bidang garmen yang semua produksinya berdasarkan
make to order termasuk bahan baku yang digunakan sesuai dengan permintaan
buyer. Dalam penelitian ini peneliti fokus pada satu jenis pakaian wanita yaitu
Short Skirt yang merupakan permintaan dari buyer Aan Taylor dan akan dikirim
ke Kanada. Bahan baku yang paling banyak digunakan untuk produk Short Skirt
adalah kain, benang, dan beberapa asesoris. Kain yang digunakan dibuat dari 65%
fabric wow poly dan 35% cotton, sedangkan benang yang digunakan adalah tipe

6

spun poly tex 40. Asesoris yang digunakan untuk membuat Short Skirt adalah
interlining, label, size label, dan zipper, sedangkan untuk finishing dibutuhkan
poly bag dan pengemasan carton cuter.
Proses produksi produk Short Skirt dikerjakan oleh 34 orang karyawan yang
terampil dan terlatih yang akan dibagi kedalam beberapa lini kerja dengan target
produksi 37 pcs per jam. Alur produksi dapat dilihat pada Gambar 2.
Pemotongan

Jahit

QC Jahit

Setrika

Pencucian

Aksesoris

QC Akhir

Pengemasan

Gambar 2. Alur proses produksi
Dari Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa proses produksi terdiri dari beberapa
tahap, yaitu :
1. Pemotongan atau pengguntingan
Proses pemotongan atau pengguntingan kain adalah tahap yang dilakukan
berdasarkan pola yang sudah dibuat sesuai dengan permintaan konsumen.
Pemotongan kain harus dilakukan dengan hati-hati agar hasil potongan sesuai
dengan pola dan memudahkan pada saat proses menjahit.
2. Jahit
Proses menjahit yaitu menyatukan potongan-potongan yang sudah digunting
termasuk pemasangan zipper. Proses menjahit dilakukan dengan sangat rapi
sehingga meminimalisir adanya produk reject.
3. Quality Control Jahit
Quality Control pertama dilakukan dalam bentuk pemeriksaan dari hasil pada
tahapan pemotongan dan jahit, termasuk juga mengukur panjang dari Short
Skirt berdasarkan ukuran. Apabila ditemukan kesalahan maka akan
dikembalikan pada proses pengguntingan untuk di proses ulang jika
memungkinkan.
4. Setrika
Tahap setrika dilakukan setelah melewati tahap quality control pertama,
setelah menjadi Short Skirt, kemudian akan disetrika untuk merapikan
jahitan.
5. Pencucian
Tahap pencucian dilakukan oleh mitra perusahaan yang sudah terpercaya.
Tahap ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pengerutan pada Short Skirt
setelah dicuci.
6. Asesoris
Pemasangan asesoris dilakukan setelah proses pencucian agar asesoris yang
di pasang tidak rusak. Asesoris yang dipasang adalah merek dan lebel harga.

7

7.

8.

Quality Control Akhir
Proses quality control terakhir dilakukan setelah semua proses selesai,
tujuannya untuk memeriksa hasil dari setiap tahap, termasuk memeriksa kain,
kerapihan benang, penempatan merek, dan penempatan lebel harga.
Pengemasan
Tahapan akhir dari proses produksi adalah pengemasan. Tujuan dari tahapan
pengemasan adalah untuk melindungi produk. Pada tahap pengemasan,
produk akan dilipat sesuai ketentuan yang diterapkan yang kemudian
dimasukkan kedalam polybag untuk disusun kedalam kardus.

Prosedur Pengadaan Bahan Baku
Pembelian bahan baku dilakukan karena perusahaan tidak memproduksi
bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk. Bahan baku yang
digunakan dalam membuat Short Skirt sebagian didatangkan dari luar negri
(impor) dan sebagian lagi dari lokal. Pola produksi pada perusahaan adalah make
to order dengan fokus dapat memenuhi permintaan sesuai dengan kualitas,
jumlah, serta pengiriman yang diminta oleh konsumen. Prosedur pengadaan bahan
baku dapat dilihat pada Gambar 3.
Buyyer order

MD confirm

MD order bahan baku

Bagian keuangan bayar

Proses pemasok

Pemasok kirim bahan baku (lead time)

Clearing

Terima barang

Pemeriksaan oleh QC

Gambar 3. Alur pengadaan bahan baku
Berdasarkan Gambar 3, pengadaan bahan baku dilakukan oleh bagian
Merchandising (MD) yang diawali dengan menerima order dari pihak konsumen.
Selanjutnya bagian MD akan mengirimkan daftar kebutuhan bahan baku yang
akan digunakan dalam proses produksi kepada bagian gudang. Bagian gudang
akan memeriksa ketersediaan bahan baku untuk mengetahui berapa jumlah
kebutuhan bersih yang harus di terima. Bagian gudang akan memberikan laporan
kebutuhan bersih bahan baku setelah memeriksa ketersediaan digudang. MD akan
menerima purchase order (PO) dari bagian gudang untuk dilakukan pemesanan
kepada pemasok sesuai dengan PO. Pemasok yang menyanggupi dan yang terpilih
akan menyiapkan bahan baku sesuai PO, sementara pemasok menyiapkan bahan

8

baku, bagian keuangan akan membayar sesuai dengan harga dan ketentuan yang
disepakati.
Tahap selanjutnya adalah pengiriman barang dari pemasok ke Indonesia,
barang yang sampai di Indonesia akan dilakukan proses clearing yaitu proses
pemeriksaan penyesuaian antara dokumen dengan barang, selanjutnya adalah
penerimaan bahan baku di gudang oleh bagian gudang. Tahap terakhir adalah
pemeriksaan kualitas bahan baku oleh bagian quality control secara acak
sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan bahan baku yang datang. Keluar
masuknya bahan baku menggunakan sistem first in first out (FIFO), yaitu bahan
baku yang pertama kali masuk kegudang akan dikeluarkan terlebih dahulu untuk
diproduksi.

Data Produksi
PT CAS memproduksi beberapa jenis pakaian yang memiliki model yang
berubah - ubah setiap tahunnya, salah satu jenis pakaian yang diproduksi adalah
Short Skirt yang juga memiliki beberapa model dan bahan baku yang berbedabeda. Pada penelitian ini model Short Skirt yang dipilih adalah Short Skirt yang
berbahan baku kain corduroy yang akan dikirim ke beberapa negara. Jadwal
pengiriman produk tahun 2013 dan jumlah bahan baku yang dibutuhkan
perusahaan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jadwal pengiriman Short Skirt tahun 2013
No

Bulan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nov
Des

Jumlah
Penjualan (pcs)

Tujuan
Penjualan

Kebutuhan Bahan Baku (m)
Kain
Benang

3000

Louisville

5400

8400

1600

Louisville

2880

4480

5200

Canada

9360

14560

Sumber: Data diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 2, tahun 2013 PT. CAS produksi Short Skirt dimulai
pada bulan Februari yaitu sebanyak 3000 pcs dengan tujuan pengiriman adalah
Louisville. Permintaan kedua pada bulan Juli sebanyak 1600 pcs dengan tujuan
pengiriman Louisville. Permintaan terakhir untuk tahun ini pada September
sebanyak 5200 pcs dengan tujuan pengiriman Canada. Berdasarkan tabel diatas
total permintaan untuk Short Skirt pada tahun 2013 sebanyak 9.800 pcs dengan
total kebutuhan bahan baku adalah 17.640 m kain dan 27.440 m benang.

9

Biaya Persediaan
Menurut Rangkuti (2002), dalam pengambilan keputusan untuk menentukan
jumlah persediaan, umumnya biaya – biaya variabel yang perlu diperhitungkan
meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya persediaan adalah biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan karena melakukan persediaan bahan baku yang
akan digunakan untuk proses produksi. Biaya persediaan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan kain dan
benang yang merupakan bahan baku yang paling banyak digunakan dalam proses
produksi. Biaya persediaan pada penelitian ini berdasarkan asumsi yang dibuat
oleh perusahaan dan dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan.
Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan akibat
adanya pemesanan bahan baku. Total biaya pemesanan bahan baku diperoleh dari
pengalian biaya pemesanan per pesanan dengan frekuensi pemesanan dalam
setahun. Komponen biaya pemesanan bahan baku kain dan benang meliputi biaya
transportasi untuk setiap kali pemesanan dan komunikasi yaitu penggunaan
internet untuk mengirim email.
Biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul akibat dari penyimpanan
bahan baku di gudang. Bahan baku kain dan benang disimpan bersamaan dengan
kain dan benang untuk produk lain, sehingga biaya yang dikeluarkan dibagi
dengan jumlah bahan baku dari produk lain, hasilnya merupakan biaya simpan per
meter dalam setahun. Komponen biaya persediaan yang di asumsikan oleh
perusahaan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komponen biaya persediaan bahan baku PT. CAS
Biaya Bahan Baku (Rp) per Periode
No Biaya Persediaan
Kain
Benang
1 Biaya pemesanan
Biaya internet dan telepon
5.000
5.000
Biaya transportasi
220.300
2.300
Total biaya pemesanan
225.300
7.300
400
84
2 Biaya penyimpanan
Sumber : Data diolah (2013)
Pada Tabel 3 diketahui bahwa biaya total untuk biaya pemesanan adalah
Rp 225.300 untuk bahan baku kain dan Rp 7.300 untuk bahan baku benang,
sedangkan biaya penyimpanan untuk kain adalah sebesar Rp 400 untuk setiap
meternya dalam satu tahun dan Rp 84 untuk setiap meternya dalam satu tahun
untuk benang.

Bill Of Material (BOM)
BOM merupakan gambaran sistematis kebutuhan bahan baku untuk satu pcs
produk yang dibuat dalam bentuk diagram dengan keterangan produk yang
dihasilkan dari komponen bahan baku pembuatnya. Dalam pembuatan BOM
perusahaan harus mengetahui daftar kebutuhan bahan baku serta jumlah yang
akan digunakan untuk membuat satu pcs produk. Daftar bahan baku dan jumlah

10

yang dibutuhkan untuk satu pcs Short Skirt dan total kebutuhan bahan baku pada
tahun 2013 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Tabel kebutuhan bahan baku PT. CAS, 2013
No
1
2
3
4
5
6

Kebutuhan per pcs
1,8
2,8
0,8
1
1
1

Bahan Baku
Kain
Benang
Interlining
Label
Size Lebel
Zipper

Total Kebutuhan
17640 m
27440 m
7840 m
9800 pcs
9800 pcs
9800 pcs

Sumber : Data diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa untuk membuat satu pcs Short Skirt
dibutuhkan 6 jenis bahan baku. Dalam praktiknya, tipe BOM tergantung dari
produk akhir yang dibuat. Produk akhir yang rumit dibuat dari ratusan bahan baku
akan memiliki BOM yang rumit, sebaliknya jika produk akhir yang sederhana
maka BOM yang dibuat juga sederhana.
Pada pembuatan suatu struktur produk (BOM), produk akhir didefenisikan
sebagai level 0. Komponen yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk akhir
ini disebut parent part dan didefenisikan sebagai level 1 dalam struktur produk.
Level dibawahnya adalah komponen dan selanjutnya disebut level sub komponen.
Struktur produk Short Skirt berdasarkan levelnya dapat dilihat pada Gambar 4.
Skirt (1)

Kain
(1,8 m)

Benang
(2,8 m)

Zipper
(1 pcs)

Interlining
(0,8 m)

Level 0

Label
(1 pcs)

Size label
(1 pcs)

Level 1

Gambar 4. Diagram BOM
Berdasarkan Gambar 4, Short Skirt merupakan produk akhir yang cukup
sederhana dan hanya memiliki level nol sebagai produk akhir, dan level satu
sebagai bahan baku pembuatnya.

Persediaan dan Lead Time
Input penting lain yang dibutuhkan dalam penyusunan perencanaan
kebutuhan bahan baku adalah persediaan yang tersedia digudang yang siap
digunakan (on hand), lead time serta minimum pembelian untuk masing - masing
bahan baku. Jumlah persediaan digudang dapat dilihat pada sistem ERP yang
digunakan perusahaan.
Menurut Assauri (2008), lead time adalah lamanya waktu antara mulai
dilakukannya pemesanan bahan baku sampai dengan kedatangan bahan baku yang
dipesan tersebut diterima oleh gudang persediaan. Setiap bahan baku memiliki
lead time yang berbeda - beda tergantung lokasi area produksi pemasok atau
berdasarkan kesepakatan yang dibuat. Lead time yang ditetapkan berdasarkan

11

lamanya pemasok menyediakan bahan baku ditambah waktu perjalanan yang
dibutuhkan untuk bahan baku sampai di gudang. Sedangkan untuk pembelian,
pemasok biasanya menetapkan minimum pembelian untuk setiap bahan baku agar
perusahaan dapat membeli dengan harga yang normal, tetapi pada kenyataannya
untuk perusahaan yang bersifat make to order tidak jarang bahan baku yang
digunakan hanya untuk satu model saja dan bahan baku yang digunakan dibawah
jumlah minimum order. Dalam hal ini perusahaan sudah memiliki hubungan yang
baik terhadap pemasok sehingga perusahaan dapat memperoleh barang sesuai
yang dibutuhkan dan dalam kisaran harga yang cukup normal. Persediaan yang
dapat digunakan untuk tahun 2013 tersedia pada Tabel 5.
Tabel 5. Data lead time, on hand, dan minimum order bahan baku
No Bahan Baku
Lead Time (week) On Hand
Minimum Order
1 Kain (m)
4
1230
10000
2 Benang (m)
2
18184
5000
3 Interlining (m)
2
1300
300
4 Label (pcs)
2
950
150
5 Size Label (pcs)
2
800
150
6 Zipper (pcs)
2
1900
12
Sumber : Data diolah (2013)
Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa rata - rata lead time bahan baku adalah
dua minggu dengan jumlah persediaan terbanyak adalah benang dan persediaan
yang paling sedikit adalah size label.
Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Pengendalian persediaan bahan baku menggunakan analisis bertujuan agar
produksi dapat terus berjalan, efektif, dan efisien. Pada penelitian ini akan dibahas
pengendalian persediaan yang dilakukan oleh PT. CAS dan kemudian
dibandingkan dengan metode MRP dengan dua teknik pengukuran lot size yaitu
LFL dan EOQ. Pertanyaan yang akan dijawab dalam membuat analisis MRP pada
penelitian ini yaitu :
1.
Permintaan, yaitu jumlah produk yang diminta konsumen
2.
Kebutuhan kotor, yaitu hasil kali antara permintaan dengan kebutuhan
bahan baku dalam satu pcs produk.
3.
On hand atau persediaan ditangan, yaitu sediaan yang ada di gudang atau
perusahaan
4.
Kebutuhan bersih, yaitu selisih antara kebutuhan kotor dengan persediaan
yang ada.
5.
Jadwal penerimaan pesanan material
6.
Jadwal pemesanan material sesuai lead time masing-masing bahan baku
Prinsip pengendalian persediaan bahan baku adalah untuk meminimumkan
total biaya persediaan bahan baku dan menjaga ketersediaan bahan baku agar
proses produksi dapat terus berjalan.
Kebijakan Pengendalian Persediaan Pada PT. CAS
Dalam melakukan pengendalian persediaan bahan baku, PT. CAS
melakukan pemesanan bahan baku berdasarkan kebutuhan bersih ditambah 30%

12

(resiko kehabisan bahan baku sebesar 70%) dari jumlah kebutuhan bersih. Namun
untuk penggunaan nya, perusahaan tetap menggunakan sistem FIFO. Kebutuhan
kotor diperoleh dari jumlah permintaan Short Skirt dikali kebutuhan kain per pcs
Short Skirt yaitu 1,8 m. Penghitungan MRP Short Skirt untuk bahan baku kain
yang digunakan perusahaan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rencana kebutuhan kain pada perusahaan
Kebutuhan Bahan Baku Kain Tahun 2013 (m)
Mar Apr Mei Jun Jul
Aug
Sep
0kt

Komponen

Jan Feb
Permintaan
3000
(pcs)
Kebutuhan
5400
Kotor
On Hand
1230 1230 1251 1251 1251 1251
Kebutuhan
4170
Bersih
Jadwal
5421
Penerimaan
Jadwal
5421
2118
Pemesanan

1600

5200

2880

9360

1251

489

489

1629

8871

2118

11532

Nov

Des

2661 2661 2661

11532

Pada Tabel 6 dapat dilihat, kebutuhan bersih pada bulan Februari diperoleh
dari kebutuhan kotor dikurang persediaan (on hand). Sedangkan kebutuhan yang
dipesan adalah 5421 m yang merupaka penjumlahan dari kebutuhan kotor 4170 m
ditambah 30% dari jumlah kebutuhan kotor. Untuk perhitungan perencanaan
persediaan benang menurut metode perusahaan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rencana kebutuhan benang pada perusahaan
Komponen

Jan

Kebutuhan Bahan Baku Benang Tahun 2013 (m)
Feb Mar Apr Mei Jun Jul
Aug
Sep
0kt

Nov Des
Permintaan
3000
1600
5200
(pcs)
Kebutuhan
8400
4480
14560
Kotor
On Hand
18184 9784 9784 9784 9784 9784 5304 5304 5304 2777 2777 2777
Kebutuhan
9256
Bersih
Jadwal
12033
Penerimaan
Jadwal
12033
Pemesanan

Pada Tabel 7, kebutuhan benang untuk kegiatan produksi bulan Februari
dan Juli dapat dipenuhi dengan persediaan benang yang masih ada. Pada produksi
bulan September, persediaan yang tersedia adalah 5304 m, sehingga kebutuhan
bersih adalah 9256 m. Sedangkan kebutuhan yang dipesan sejumlah 12033 m
yang merupakan penjumlahan dari kebutuhan bersih yaitu 5304 m ditambah 30%
dari kebutuhan bersih tersebut.
Pengendalian Persediaan Pada Menggunakan Teknik LFL
Teknik LFL yaitu memproduksi sesuai dengan kebutuhan bersih.
Keputusan ini konsisten dengan sasaran sistem MRP, yaitu memenuhi kebutuhan

13

yang dependen. Maka sebuah sistem MRP harus menghasilkan unit hanya jika
dibutuhkan, dengan tidak ada persediaan pengaman dan tidak ada antisipasi
pesanan yang akan datang. Dalam teknik ini, perusahaan memesan tepat sebesar
yang dibutuhkan tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan
lebih lanjut. Pesanan dilakukan sebesar kebutuhan bersih, yaitu kebutuhan kotor
dikurangi persediaan yang ada di tangan pada periode awal dan diharapkan
pesanan akan diterima pada saat barang dibutuhkan (Putra 2008).
Penentuan rencana kebutuhan bahan baku menggunakan teknik LFL, yaitu
dengan nol persediaan masih dapat memberikan resiko kekurangan bahan baku
yang disebabkan oleh kenaikan permintaan, maupun adanya bahan baku yang
reject sehingga tidak dapat digunakan. Untuk itu, dalam penelitian ini dilakukan
perhitungan jumlah persediaan pengaman yang tepat, tujuannya adalah
mengurangi resiko yang muncul akibat kenaikan permintaan produk. Sesuai
Taryana (2008), rumus yang digunakan untuk menghitung persediaan pengaman
adalah sebagai berikut :
µ=

σdLT =

(

)² 1/2

ss = Z σdLT

Keterangan :
µ
= Permintaan rerata
Xi = Jumlah pemakaian selama pemesanan
N
= frekuensi pemesanan
σdLT = Standardeviasi permintaan selama waktu tunggu
SS = Safety stock (persediaan pengaman)
Z
= Jumlah standar deviasi normal
Sebelum menghitung persediaan bahan baku menggunakan teknik LFL +
SS, dilakukan perhitungan menggunakan teknik LFL. Penghitungan MRP
menggunakan teknik LFL untuk bahan baku kain dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rencana kebutuhan kain dengan teknik LFL
Kebutuhan Bahan Baku Kain Tahun 2013 (m)
Feb Mar Apr Mei Jun
Jul
Aug
Sep 0kt Nov Des
Permintaan (pcs)
3000
1600
5200
Kebutuhan Kotor
5400
2880
9360
On Hand
1230 1230 0
0
0
0
0
3414
0
0
0
0
Kebutuhan
4170
534
Bersih
5946
Jadwal
4170
2880
9360
Penerimaan
Jadwal
4170
2880
9360
Pemesanan
Komponen

Jan

Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat produksi bulan Februari masih terdapat
persediaan digudang, sehingga kebutuhan bersih di peroleh dari pengurangan
kebutuhan kotor dengan persediaan yaitu 4170 m. Pada produksi bulan Juli dan
September sudah tidak memiliki persediaan sehingga harus memesan sejumlah
dengan kebutuhan kotor yang sama dengan kebutuhan bersih.
Selanjutnya menghitung persediaan pengaman untuk bahan baku kain
dengan tingkat pelayanan 90% (resiko kehabisan persediaan hanya 10%
sepanjang waktu). Dengan menggunakan tabel normal, ditemukan nilai Z adalah

14

1,28 standar deviasi dari reratanya. Perhitungan perencanaan kebutuhan benang
dengan teknik LFL + SS dapat dilihat pada Tabel 9.
µ

= 5880

=
(

)

(

σdLT =
SS = 2667 x 1,28 = 3414

)² (

)² 1/2

= 2667

Tabel 9. Rencana kebutuhan kain dengan teknik LFL + SS
Kebutuhan Bahan Baku Kain Tahun 2013 (m)
Feb Mar Apr Mei Jun
Jul
Aug
Sep 0kt Nov Des
Permintaan (pcs)
3000
1600
5200
Kebutuhan Kotor
5400
2880
9360
On Hand
1230 1230 3414 3414 3414 3414 3414 3414 3414 3414 3414 3414
Kebutuhan
7584
2880
Bersih
9360
Jadwal
7584
2880
9360
Penerimaan
Jadwal
7584
2880
9360
Pemesanan
Komponen

Jan

Berdasarkan Tabel 9, diketahui bahwa perusahaan harus memiliki
persediaan pengaman sejumlah 3414 m kain. Hal ini sangat berbeda dengan
teknik LFL yang menerapkan nol persediaan pengaman. Perhitungan perencanaan
kebutuhan benang dengan teknik LFL dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rencana kebutuhan benang dengan teknik LFL
Permintaan (pcs)

Feb
3000

Kebutuhan Bahan Baku Benang Tahun 2013 (m)
Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep 0kt Nov Des
1600
5200

Kebutuhan Kotor

8400

4480

Komponen

On Hand
Kebutuhan
Bersih
Jadwal
Penerimaan
Jadwal
Pemesanan

Jan

18184 9784

14560

9784 9784 9784 9784 5304 5304 5304

0

0

0

9256
9256
9256

Berdasarkan Tabel 10, diketahui persediaan bahan baku masih mencukupi
hingga produksi pada bulan Juli dan masih memiliki persediaan sebesar 5304 m,
namun persediaan ini tidak mencukupi untuk kegiatan produksi pada bulan
September sehingga perlu diadakan pembelian sejumlah kebutuhan bersih yaitu
9256 m.
Selanjutnya menghitung persediaan pengaman untuk bahan baku benang
dengan tingkat pelayanan 90% (resiko kehabisan persediaan hanya 10%
sepanjang waktu). Dengan menggunakan tabel normal, ditemukan nilai Z adalah
1,28 standar deviasi dari reratanya. Perhitungan perencanaan kebutuhan benang
dengan teknik LFL + SS dapat dilihat pada Tabel 11.

15

²

1/2
= 14560
σdLT =
SS = 14560 x 1,28 = 18637

Tabel 11. Rencana kebutuhan bahan baku benang dengan teknik LFL + SS
Komponen

Jan

Feb

Kebutuhan Bahan Baku Benang Tahun 2013 (m)
Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep 0kt

Permintaan
3000
(pcs)
Kebutuhan
8400
Kotor
On Hand 18184 18637 18637 18637 18637 18637
Kebutuhan
8853
Bersih
Jadwal
8853
Penerimaan
Jadwal
8853
4480
Pemesanan

1600

5200

4480

14560

Nov

Des

18637 18637 18637 18637 18637 18637
4480

14560

4480

14560
14560

Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa perusahaan harus memiliki
persediaan pengaman sejumlah 18637 m benang dan memiliki frekuensi
pembelian sebanyak tiga kali. Hal ini sangat berbeda dengan teknik LFL yang
menerapkan nol persediaan pengaman dan frekuensi pembelian hanya satu kali
karena persediaan lama yang dimiliki masih mencukupi kebutuhan produksi
sampai bulan Juli.
Pengendalian persediaan pada menggunakan metode EOQ
EOQ adalah sebuah teknik statistik yang menggunakan permintaaan ratarata untuk satu tahun. Penghitungan EOQ untuk bahan baku kain dan benang
dapat dilihat pada Tabel 12. Berbeda dengan teknik LFL, jumlah kuantitas yang
akan di pesan pada teknik EOQ harus melalui perhitungan terlebih dahulu dengan
rumus sebagai berikut :
Keterangan :
Q = nilai EOQ (pcs)
1/2
D = permintaan per tahun
Q = (2DS/H)
Biaya Pemesanan = SD / Q
S = biaya pemesanan per pesanan
Biaya penyimpanan = HQ / 2
H = biaya penyimpanan per tahun
Tabel 12. Kuantitas EOQ
Bahan Baku Permintaan (pcs)
Kain
Benang

5880
9147

Biaya Pemesanan
Biaya
EOQ (pcs)
(Rp)
Penyimpanan (Rp)
514.671
514800
2574
52.952
52.962
1261

Berdasarkan Tabel 12, diketahui bahwa permintaan merupakan rata - rata
dari jumlah permintaan dalam setahun, sedangkan biaya pesan dan biaya simpan
merupakan biaya yang diperoleh dari asumsi perusahaan. Perhitungan
menggunakan software POM dapat dilihat pada Lampiran 1. Perhitungan
perencanaan kebutuhan bahan baku kain dengan teknik EOQ dapat dilihat pada
Tabel 13.

16

Tabel 13. Perencanaan kebutuhan kain dengan teknik EOQ
Kebutuhan Bahan Baku Kain Tahun 2013 (m)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep 0kt Nov Des
Permintaan (pcs)
3000
1600
5200
Kebutuhan
5400
2880
9360
Kotor
On Hand
1230 1230 978 978 978 978 978 672 672 1608 1608 1608
Kebutuhan
4170
1902
8688
Bersih
Jadwal
5148
2574
10296
Penerimaan
Jadwal
5148
2574
10296
Pemesanan
Komponen

Berdasarkan Tabel 13, produksi pada bulan Februari memiliki kebutuhan
bersih 4170 m, namun jumlah yang dipesan sebanyak 5148 m yang merupakan
hasil kelipatan dari jumlah kuantitas yaitu 2574 m. Perhitungan perencanaan
kebutuhan bahan baku benang dengan teknik EOQ disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Perencanaan kebutuhan benang dengan teknik EOQ
Komponen

Jan

Feb
Permintaan (pcs)
3000
Kebutuhan Kotor
8400
On Hand
18184 9784
Kebutuhan
Bersih
Jadwal
Penerimaan
Jadwal
Pemesanan

Kebutuhan Bahan Baku Benang Tahun 2013 (m)
Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep 0kt Nov Des
1600
5200
4480
14560
9784 9784 9784 9784 5304 5304 5304 832 832 832
9256
10088
10088

Berdasarkan Tabel 14, persediaan benang masih mencukupi sampai
kegiatan produksi bulan Juli. Untuk produksi bulan September, kebutuhan bersih
yang dibutuhkan adalah 9256 m, namun pemesanan yang dilakukan sebanyak
10088 m yang merupakan kelipatan delapan dari jumlah kuantitas benang yaitu
1261 m.
Evaluasi Terhadap Pengolahan Biaya Persediaan
Metode yang digunakan perusahaan dalam merencanakan kebutuhan bahan
baku dan biaya yang dikeluarkan dapat dibandingkan dengan metode MRP.
Perusahaan akan mengetahui metode yang tepat untuk digunakan dalam membuat
perencanaan kebutuhan bahan baku secara optimal. Hal ini bertujuan untuk
mendukung kelancaran proses produksi dan efisiensi dalam hal biaya. Lebih
jelasnya hasil dari analisis perbandingan biaya persediaan kain dengan teknik
perusahaan, LFL, LFL + SS dan EOQ tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 15.

17

Tabel 15. Perbandingan biaya persediaan kain PT. CAS, 2013
Komponen
Pemesanan
Penyimpanan
Total

Biaya Perbandingan Teknik MRP (Rp)
LFL + SS
Perusahaan
LFL
EOQ
675.900
675.900
675.900
514.671
2.643.200
2.542.800
514.800
3.319.100
3.218.700
675.900
1.029.471

Berdasarkan Tabel 15, dapat dilihat bahwa metode dengan total biaya
persediaan paling besar yaitu LFL + SS sebesar Rp 3.319.100, dimana biaya
pemesanan dikali dengan frekuensi pembelian, sedangkan biaya penyimpanan
diperoleh dari rata – rata pembelian bahan baku dikali dengan biaya penyimpanan
per tahun. Perhitungan biaya pemesanan dan penyimpinan metode LFL + SS sama
dengan perhitungan dengan metode LFL dan metode yang digunakan oleh
perusahaan. Urutan metode dengan total biaya persediaan tertinggi kedua adalah
perusahaan yaitu Rp 3.218.700. Urutan metode dengan total biaya tertinggi ketiga
adalah metode EOQ yaitu Rp 1.029.471, dimana biaya pemesanan dan
penyimpanan diperoleh berdasarkan perhitungan yang dijelaskan pada Tabel 10.
Sediaan tertinggi keempat atau yang paling kecil adalah LFL yaitu Rp 675.900.
Perbandingan biaya persediaan untuk bahan baku benang dapat dilihat pada Tabel
16.
Tabel 16. Perbandingan biaya persediaan benang PT. CAS, 2013
Komponen
Pemesanan
Penyimpanan
Total

Biaya Perbandingan Teknik MRP (Rp)
LFL + SS
Perusahaan
LFL
EOQ
21.900
7.300
7.300
52.952
2.343.096
1.010.772
52.962
2.364.996
1.018.072
7.300
105.914

Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa metode dengan total biaya
persediaan paling besar yaitu LFL + SS sebesar Rp 2.364.996, dimana biaya
pemesanan dikali dengan frekuensi pembelian, sedangkan biaya penyimpanan
diperoleh dari rata – rata pembelian bahan baku dikali dengan biaya penyimpanan
per tahun. Perhitungan biaya pemesanan dan penyimpinan metode LFL + SS sama
dengan perhitungan dengan metode LFL dan metode yang digunakan oleh
perusahaan. Urutan metode dengan total biaya persediaan tertinggi kedua adalah
perusahaan yaitu Rp 1.018.072. Urutan metode dengan total biaya tertinggi ketiga
adalah metode EOQ yaitu Rp 105.914, dimana biaya pemesanan dan
penyimpanan diperoleh berdasarkan perhitungan yang dijelaskan pada Tabel 10.
Sediaan tertinggi keempat atau yang paling kecil adalah LFL yaitu Rp 7.300.
Penetapan Pemasok dengan Metode Analitical Hirarchy Process (AHP)
PT. CAS merupakan salah satu perusahaan Garmen terbesar di Indonesia
yang mendapat kepercayaan memproduksi pakaian dari beberapa merek ternama
di dunia. Untuk selalu menjaga kualitas produknya, PT. CAS selalu
memperhatikan bahan baku yang digunakan dengan cara melakukan pemilihan
pemasok terhadap bahan bakunya, sehingga dapat memenuhi permintaan buyer
sesuai dengan kualitas, harga dan waktu pengiriman yang tepat.

18

Sesuai dengan Limbong (2013), sebelum dilakukan pembelian bahan baku
terlebih dahulu dilakukan pemilihan pemasok. Langkah awal dalam pemilihan
pemasok adalah mempersiapkan daftar calon pemasok yang telah dipilih dan
dianggap pantas. Menurut marimin (2008), AHP adalah metode yang digunakan
untuk menyederhanakan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur menjadi
bagian - bagian yang tertata dalam hierarki. Keunggulan yang diperoleh dari AHP
adalah dapat menjelaskan proses pengambilan keputusan karena dapat
digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak. Dalam
penelitian ini akan dibuat hierarki terhadap pemasok bahan baku kain dan benang.
Hierarki terdiri dari beberapa tingkatan, tingkat paling atas adalah sasaran
atau tujuan utama yaitu memilih pemasok yang terbaik, tingkat kedua adalah
kriteria yang dianggap paling penting oleh perusahaan yaitu, quality, price, dan
lead time untuk bahan baku kain, sedangkan untuk bahan baku benang adalah
quality, price, paymenterm, dan fleksibility, dan tingkat ketiga adalah alternatif
yang merupakan nama - nama pemasok yang akan dipilih, untuk bahan baku kain
pemasok yang dipilih yaitu,Winitex, Far-East, dan SilverReed, sedangkan untuk
bahan baku benang alternatif pemasok yang dipilih yaitu Gunze, Amann, dan
Coats.
Hasil Pengolahan Data Pemilihan Pemasok Kain dan Benang
Pengumpulan data pemilihan pemasok diperoleh melalui wawancara dengan
menggunakan alat instrumen berupa kuesioner. Kuesioner penelitian dapat dilihat
pada Lampiran 2. Sesuai Mardhikawarih et al (2012), kuesioner bertujuan untuk
menentukan tingkat kepentingan kriteria dan subkriteria dalam proses pemilihan
pemasok. Penilaian tentang keputusan pemilihan pemasok memerlukan beberapa
responden sebagai dasar penentuan bobot kriteria dan subkriteria dan bobot
alternatif pemasok. Data yang diperoleh dari kuesioner yang ditujukan kepada
manajer purchasing dan staf purchasing, sesuai dengan Sulistiana dan Yuliawati
(2012) data tersebut kemudian digabungkan menggunakan rata-rata geometrik.
Keterangan :
G = rata-rata geometrik
N = jumlah responden
xi = penilaian oleh resonden ke i
G=
П = perkalian
Hasil penilaian dari gabungan ini kemudian akan dilakukan pengkuadratan
matriks atau perkalian matriks sampai nilai eigen yang diperoleh tidak berbeda
sampai empat desimal.
Consistency Ratio (CR)
CR merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa perbandingan
berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Penentuan parameter
ini dilakukan dengan cara mengalikan matriks gabung dengan nilai eigen untuk
memperoleh Weight Sum Vektor, kemudian menghitung Consistency Vektor
dengan jalan menentukan nilai rata-rata dari Weight Sum Vektor. Selanjutnya
adalah mencari nilai Consistency Index (CI) dengan menggunakan rumus :
CI =



)

n = banyaknya alternative

19

CR dihitung dengan cara membagikan nilai CI dengan nilai Random Indeks