Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi pada Kawasan Karst Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR VEGETASI PADA
KAWASAN KARST GUNUNG CIBODAS, KECAMATAN
CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

PENIWIDIYANTI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul: Komposisi Jenis dan
Struktur Vegetasi pada Kawasan Karst Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014
Peniwidiyanti
NIM E44090074

ABSTRAK
PENIWIDIYANTI. Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi pada Kawasan Karst
Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh CECEP
KUSMANA.
Kawasan karst adalah kawasan batuan karbonat yang memperlihatkan morfologi
karst dimana terdapat flora dan fauna karst yang memiliki nilai ekosistem tinggi. Salah
satu kawasan karst pada Provinsi Jawa Barat yang kondisinya saat ini cukup
memprihatinkan yaitu Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Tujuan penelitian adalah menganalisis struktur dan komposisi jenis tumbuhan pada
kawasan karst Gunung Cibodas. Penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan
metode systematic sampling with random start dengan menggunakan petak analisis
vegetasi pada arah lereng dan mulut gua. Berdasarkan penelitian didapatkan 30 jenis
semai, 32 jenis pancang, 2 jenis tiang, 6 jenis pohon dan 92 jenis tumbuhan bawah.

Pada arah lereng dan mulut gua didominasi oleh jenis pionir seperti Leucaena
leucocephala, Calliandra calothyrsus, dan Macaranga peltata yang menunjukkan
tahap awal proses suksesi sekunder, selain itu pada tumbuhan bawah didominasi oleh
jenis Invasive Alien Spesies (IAS). Struktur tegakan berbentuk kurva J terbalik hanya
dapat dijumpai pada lereng utara dan umumnya stratifikasi tajuk pada kawasan karst
ini terdiri atas 3 strata yaitu strata C, D serta E dengan pola penyebaran berkelompok
dari jenis dominan pada arah lereng dan mulut gua.

Kata kunci : komposisi jenis, struktur tegakan, vegetasi karst

ABSTRACT
PENIWIDIYANTI. The Species Composition and Structure of Vegetation in Karst
Area Gunung Cibodas, Ciampea, Bogor. Supervised by CECEP KUSMANA.
Karst area is carbonated rock area that showing karst morphology, with high
valued ecosystem of flora and fauna. One of the karst areas in West Java that has quite
alarming condition is Gunung Cibodas, Ciampea subdistrict, Bogor regency. The
purpose of the research is to analyze the composition and structure of vegetation in the
karst area of Gunung Cibodas. The location of observation determined by systematic
sampling with random start metode. Analysis vegetation plots are defined based on the
direction of the slope and the mouth of the cave. The research found 30 species of

seedlings, 32 species of saplings, 2 species of poles, 6 species of trees and 92 species
of understorey vegetations. On the direction of the slope and the mouth of the cave is
dominated by pioneer species such as Leucaena leucocephala, Calliandra calothyrsus
and Macaranga peltata which show the process of secondary succession, moreover the
understorey is dominated by the species of Invasive Alien Species (IAS). Stand
structure inverted J-shaped curve can only be found on the northern slopes and
generally canopy stratification in this karst area consists of three strata, namely stratum
C, D and E with the dispersion pattern of this species of dominant groups in the
direction of the slope and the mouth of the cave.

Keywords : composition of species, karst vegetation, stand structure

KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR VEGETASI PADA
KAWASAN KARST GUNUNG CIBODAS, KECAMATAN
CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

PENIWIDIYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi pada Kawasan Karst
Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Nama
: Peniwidiyanti
NIM
: E44090074

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus − Desember 2013
ini ialah ekologi karst dengan judul: Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi pada
Kawasan Karst Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS
selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
seluruh staf RPH Gobang, BKPH Jasinga-Leuwiliang, KPH Bogor serta Staf
Biologi-Botani LIPI yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, teman dan

sahabat Fahutan 46, teman dan sahabat kelas Silvikultur 46, Nizza, Fitri, Sylvia,
Lilla, Devhi, teman dan sahabat UKM Uni Konservasi Fauna (UKM UKF) atas
segala doa, semangat, kasih sayang dan gagasan yang diberikan dalam penyusunan
skripsi, serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Peniwidiyanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN


ix

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1
1

1.2 Perumusan Masalah

2

1.3 Tujuan Penelitian

2

1.4 Manfaat Penelitian

2


2 METODE
2.1 Bahan

2
2

2.2 Alat

2

2.3 Waktu dan Tempat

3

2.4 Data yang Dikumpulkan

3

2.5 Prosedur Penelitian


3

2.6 Analisis Data

5

3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Letak dan Luas

8
8

3.2 Flora dan Fauna

8

3.3 Kondisi Fisik

9


4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Komposisi Jenis

9
9

4.2 Struktur Tegakan

15

4.3 Pembahasan

19

5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.2 Saran

23

23
24

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

24
26

RIWAYAT HIDUP

42

DAFTAR TABEL
1 Indeks kekayaan jenis tumbuhan di kawasan karst Gunung Cibodas,
Ciampea
2 Jenis dominan tingkat semai pada berbagai arah lereng di Gunung Cibodas,
Ciampea
3 Jenis dominan tingkat pancang pada berbagai arah lereng di Gunung
Cibodas, Ciampea
4 Jenis dominan tingkat tiang dan pohon pada berbagai arah lereng di
Gunung Cibodas, Ciampea
5 Jenis dominan tumbuhan bawah pada berbagai arah lereng
di Gunung Cibodas
6 Indeks dominansi jenis (C) di Gunung Cibodas, Ciampea
7 Indeks keanekaragaman jenis (H’) di Gunung Cibodas, Ciampea
8 Indeks kemerataan jenis (E) di Gunung Cibodas, Ciampea
9 Indeks kesamaan komunitas (IS) di Gunung Cibodas, Ciampea
10 Pola penyebaran individu pada Gunung Cibodas, Ciampea
11 Perbandingan kondisi kawasan karst Gunung Cibodas pada Tahun 2007
dan Tahun 2013

10
11
11
12
12
13
13
14
14
18
22

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat.
2 Desain unit contoh vegetasi di lapangan
3 Desain petak contoh stratifikasi tajuk di lapangan.
4 Jumlah jenis tumbuhan pada berbagai lereng arah angin di Gunung Cibodas,
Ciampea.
5 Kerapatan individu pada berbagai tingkat pertumbuhan di Gunung Cibodas,
Ciampea.
6 Profil tajuk pada berbagai lokasi di Gunung Cibodas, Ciampea.

3
4
5
10
15
17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar jenis tumbuhan tingkat pohon di kawasan karst Gunung Cibodas
2 Daftar jenis tumbuhan bawah di kawasan karst Gunung Cibodas
3 Indeks Nilai Penting (INP) pada berbagai tingkat pertumbuhan
di kawasan karst Gunung Cibodas

25
28
32

1

1.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat pada tahun 2010
mengklasifikasikan beberapa jenis kawasan lindung, diantaranya kawasan
konservasi geologi yang terdiri atas kawasan cagar alam dan kawasan karst (Dishut
Jabar 2012). Ekosistem karst merupakan salah satu tipe ekosistem yang khas serta
memiliki banyak keunikan. Pada keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) tahun 2000 dijelaskan bahwa kawasan karst adalah kawasan
batuan karbonat (batu gamping dan dolomit) yang memperlihatkan morfologi karst
dimana pada kawasan ini terdapat flora dan fauna karst yang memiliki nilai
ekosistem tinggi, sehingga perlu adanya kegiatan pengelolaan kawasan yang
meliputi kegiatan inventarisasi, penyelidikan, pemanfaatan dan perlindungan
sumber daya.
Salah satu kawasan karst di Provinsi Jawa Barat yang kondisinya saat ini
cukup memperihatinkan yaitu Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor. Menurut Whitten et al. (1996) dalam Sartika (2007) dijelaskan bahwa
kawasan karst di Jawa dan Bali sangat rentan terhadap kerusakan akibat dari
kegiatan pertambangan batu kapur, pengambilan kayu bakar maupun pengunduhan
sarang burung walet, hal ini pun terjadi di kawasan Gunung Cibodas. Lebih lanjut
Sartika (2007) menjelaskan bahwa kondisi sebelah timur dan utara kawasan karst
telah berkurang tutupan vegetasinya yang disebabkan oleh hal-hal yang telah
disebutkan sebelumnya. Dampak aktivitas mungkin belum dirasakan secara
langsung oleh masyarakat saat ini, tetapi di masa yang akan datang apabila kegiatan
ini terus berlangsung dan merusak ekosistem karst, maka akan berdampak pada
berkurangnya sumber air tanah, keanekaragaman hayati dan serapan karbon pada
areal di sekitar kawasan tersebut.
Dalam publikasi ilmiah, Sartika (2007) memaparkan bahwa pada kawasan
karst Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor terdiri atas tiga
strata tajuk dimana terdapat 11 famili, 16 genus, 19 jenis habitus pohon dan 22
famili, 40 genus, 47 jenis tumbuhan bawah. Kondisi struktur maupun komposisi
jenis tumbuhan mungkin akan berkurang seiring dengan adanya ancaman
kerusakan kawasan.
Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu
bentuk pengelolaan kawasan yang berkelanjutan. Salah satu aspek pengelolaan
yaitu adanya perlindungan atas sumber daya hayati. Mengumpulkan dan
membandingkan data perkembangan keanekaragaman vegetasi pada kawasan ini
dari tahun-tahun sebelumnya merupakan salah satu langkah yang dapat diusahakan
sebagai pertimbangan dan bahan acuan dalam pengelolaan kawasan karst pada
kawasan Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor di tahun
mendatang.

2
1.2 Perumusan Masalah
Kawasan karst Gunung Cibodas Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor
secara administrasi pengelolan hutan berada dalam wilayah RPH Gobang, BKPH
Jasing - Leuwiliang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.
Luas kawasan sekitar 109 km2 dengan ketinggian ±350 mdpl (Bakosurtanal 1990
dalam Sartika 2007). Permasalahan yang timbul akibat adanya penambangan liar,
pengambilan kayu bakar dan pengunduhan sarang burung walet merupakan
beberapa macam ancaman bagi kawasan karst tersebut. Sehubungan dengan hal
tersebut, permasalahan yang harus dipecahkan dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana bentuk struktur tegakan dan komposisi jenis tumbuhan di kawasan karst
Gunung Cibodas Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor saat ini?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis komposisi jenis dan struktur
tumbuhan pada hutan karst Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah bahwa hasil penelitian
dapat menjadi salah satu data dasar bagi pengelolaan kawasan karst Gunung
Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor secara berkelanjutan.

2 METODE

2.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah label, tali tambang/rafia,
kantung plastik, kertas koran, milimeter blok, alkohol dan kertas karton.

2.2 Alat
.Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat tulis, tallysheet, patok,
pita ukur/phiband, kompas, GPS, golok, haga, buku identifikasi, oven, sasak dan
Ms Office 2013.

3
2.3 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember
2013 di kawasan karst Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Secara administrasi pemerintah, lokasi penelitian merupakan bagian dari
Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi
Jawa Barat. Adapun secara geografis, lokasi penelitian berada pada posisi 106o40’
– 106o45’ BT dan 6o31’ – 6o35’LS. Berikut Gambar 1 menampilkan peta lokasi
penelitian.

Gambar 1 Peta Gunung Cibodas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat.
2.4 Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
yang dikumpulkan berupa data jumlah individu, diameter pohon dan tinggi pohon.
Adapun data sekunder yang dikumpulkan yaitu berupa berbagai dokumen yang
terkait dengan posisi letak areal penelitian, kondisi vegetasi dan keadaan
lingkungan biofisik lokasi penelitian.
2.5 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri atas beberapa langkah sebagai berikut:
2.5.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi beberapa kegiatan di antaranya tahap survey lokasi
penelitian, pengurusan izin administrasi penelitian di KPH Bogor dan instansi
terkait, pengumpulan data sekunder/literatur terkait dengan penelitian serta
persiapan peralatan dan bahan dalam rangka pengambilan data lapangan.
2.5.2 Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada kelerengan lokasi, sehingga
didapatkan 4 lokasi yaitu lereng sebelah utara, lereng sebelah barat, lereng sebelah

4
selatan dan lereng sebelah timur serta lokasi pada sekitar mulut gua. Pada setiap
arah lereng dibuat 3 jalur petak contoh. Penentuan unit contoh pertama (jalur
pertama) pada setiap lokasi lereng dilakukan secara acak yang kemudian
dilanjutkan dengan penentuan jalur secara berurutan (systematic sampling with
random start).
2.5.3 Analisis Vegetasi
Pengambilan data lapangan dilakukan dengan menggunakan teknik analisis
vegetasi berupa kombinasi antara jalur dan garis berpetak, pengukuran pohon
dilakukan dengan metode jalur dengan lebar 20 meter, sedangkan tingkat
permudaan (tiang, pancang, semai) diukur dengan metode garis berpetak
(Indriyanto 2008). Setiap jalur memiliki ukuran 20 m x100 m yang terbagi atas
beberapa ukuran petak contoh yang terdiri atas:
a. Petak berukuran 2 m x 2 m digunakan untuk merisalah tingkat permudaan semai,
tumbuhan bawah, semak dan herba. Data yang dikumpulkan berupa jumlah
individu.
b. Petak berukuran 5 m x 5 m digunakan untuk merisalah tingkat permudaan
pancang dengan data yang dikumpulkan berupa jumlah individu.
c. Petak berukuran 10 m x 10 m digunakan untuk merisalah tingkat tiang dengan
data yang dikumpulkan berupa jumlah individu, diameter dan tinggi tiang.
d. Petak berukuran 20 m x 20 m digunakan untuk merisalah tingkat pohon dengan
data yang dikumpulkan berupa jumlah individu, diameter dan tinggi pohon.
Gambar 2 menunjukkan desain unit contoh yang digunakan dalam penelitian.
10 m x 10 m

5mx5m
2mx2m
Arah transek
20 m x 20 m
Gambar 2 Desain unit contoh vegetasi di lapangan
2.5.4 Stratifikasi Tajuk
Stratifikasi bertujuan untuk mengetahui dimensi (bentuk) atau struktur
vertikal dan horizontal suatu vegetasi dari hutan yang dikaji. Adapun prosedur kerja
yang dilakukan adalah:
1. Membuat petak contoh berbentuk jalur dengan arah tegak lurus kontur (gradien
perubahan tempat tumbuh) dengan ukuran lebar 20 m dan panjang 100 m.
2. Menerapkan lebar jalur (20 m) sebagai sumbu Y dan panjang jalur (100 m)
sebagai sumbu X.
3. Memberi nomor pohon diameter > 10 cm atau tinggi total > 4 m yang ada di
dalam petak contoh.
4. Mencatat nama jenis pohon dan mengukur posisi masing-masing pohon
terhadap titik koordinat X dan Y.

5
5.

6.
7.
8.

Mengukur diameter batang pohon setinggi dada (130 cm) atau bila pohon
berbanir, diameter diambil pada ketinggian 20 cm diatas banir, tinggi total dan
tinggi bebas cabang serta menggambar bentuk percabangan dan bentuk tajuk.
Mengukur luas proyeksi (penutupan) tajuk terhadap permukaan tanah paling
tidak dari dua arah pengukuran yaitu arah tajuk terlebar dan tersempit.
Menggambar bentuk profil vertikal dan horizontal (penutupan tajuk) pada
kertas milimeter blok dengan skala 1:400.
Menentukan jenis dan jumlah pohon yang termasuk lapisan A, B dan C.
Gambar 3 menunjukkan desain petak contoh stratifikasi tajuk.

P1

P3

Pn

20 meter
azimuth
P2

100 meter

Gambar 3 Desain petak contoh stratifikasi tajuk di lapangan. P1 = Pohon ke-1,
P2 = Pohon ke-2, P3 = Pohon ke-3, Pn = Pohon ke-n.
2.6 Analisis Data
Data lapangan diolah untuk menghitung Indeks Nilai Penting (INP), Indeks
Dominansi Jenis (C), Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Kemerataan (E), Indeks
Kesamaan Komunitas (IS), Indeks Kekayaan Jenis (RI) dan Pola Penyebaran
Individu Jenis.
2.6.1 Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menganalisis dominansi
(penguasaan) suatu jenis dalam komunitas tertentu dengan cara menjumlahkan nilai
kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dan dominansi relatif (DR) dari suatu
jenis tersebut (Curtis 1959 dalam Mueller-Dombois dan Ellenberg 1974), dengan
rumus:
INP tingkat pancang dan semai = KR + FR
INP tingkat pohon dan tiang
= KR + FR + DR
Misra (1980) menjelaskan lebih lanjut mengenai cara menghitung berbagai
besaran untuk menghitung INP sebagai berikut:
Kerapatan (K)

=

Jumlah individu suatu jenis (N)
Luas petak contoh (ha)

Kerapatan Relatif (KR) =
Frekuensi (F)

=

Kerapatan suatu jenis
Kerapatan seluruh jenis

x 100

Jumlah plot ditemukan suatu jenis
Jumlah seluruh plot

6
Frekuensi suatu jenis

Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi seluruh jenis x 100
Dominansi (D)

=

Jumlah bidang dasar suatu jenis

Dominansi Relatif (DR) =

Luas petak contoh (ha)
Dominansi suatu jenis
Dominansi seluruh jenis

x 100

2.6.2 Indeks Dominansi Jenis (C)
Indeks Dominansi Jenis bertujuan untuk mengetahui pemusatan atau
penguasaan suatu jenis pada suatu areal yang menggunakan rumus matematis
(Simpson 1949 dalam Misra 1980) sebagai berikut:
C=∑

n

i=

ni
N

Dimana:
C = Indeks Dominansi Jenis
ni = Kerapatan ke-i
N = Total Kerapatan
Nilai Indeks Dominansi Jenis berkisar antara 0 ≤ C ≤ 1. Bila suatu tegakan
hanya dikuasai oleh satu jenis saja maka nilai C akan mendekati 1, dengan kata lain
telah terjadi pengelompokan/pemusatan suatu jenis tumbuhan. Sebaliknya, apabila
nilai C mendekati nilai 0, maka tidak terjadi pemusatan jenis dimana terdapat
beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama.
2.6.3 Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)
Analisis Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) dihitung menggunakan rumus
keragaman jenis Shannon (Magurran 1988) sebagai berikut:
H’= − ∑� �� ln ��
Dimana:
H ‘= Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon
Pi =

��


ni = nilai kerapatan jenis ke-i
N = Total kerapatan
Terdapat tiga kriteria dalam analisis indeks keanekaragaman jenis yaitu jika
nilai H’ < 2, maka termasuk kedalam kategori rendah, nilai 2 < H’< 3, maka
termasuk kedalam kategori sedang dan akan dimasukkan kedalam kategori baik bila
H’ > 3 (Magurran 1988).
2.6.4 Indeks Kemerataan Jenis (E)
Indeks Kemerataan Jenis (E) menunjukkan tingkat kemerataan individu per
jenis. Jika nilai E semakin mendekati 1, maka nilai kemerataannya semakin tinggi.
Nilai E (Pielou 1975 dalam Magurran 1988) dihitung menggunakan rumus
matematis sebagai berikut:

7
E=

H′

Ln S

Dimana:
E = Indeks Kemerataan Jenis
H’ = Indeks Keanekaragaman Jenis
S = Jumlah seluruh jenis
Menurut Magurran (1988) besaran E < 0.3 menunjukkan kemerataan jenis
yang rendah, 0.3 < E < 0.6 menunjukkan tingkat kemerataan jenis yang sedang dan
E > 0.6 menunjukkan tingkat kemerataan jenis yang tergolong tinggi.
2.6.5 Indeks Kesamaan Komunitas (IS)
Indeks Kesamaan Komunitas digunakan untuk mengetahui tingkat kesamaan
komunitas tumbuhan dari dua tegakan yang dibandingkan pada setiap tingkat
pertumbuhan. Nilai IS dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (MuellerDombois dan Ellenberg 1974):
IS =
x
%
+

Dimana:
IS = Indeks Kesamaan Komunitas
A = Jumlah INP pada komunitas A
B = Jumlah INP pada komunitas B
w = INP yang sama atau nilai yang terendah dari jenis-jenis yang terdapat dalam
dua komunitas yang dibandingkan
Nilai IS berkisar antara 0−100% dimana semakin tinggi nilai IS, maka
komposisi jenis semakin sama.

2.6.6 Indeks Kekayaan Jenis (R)
Indeks Kekayaan Jenis dihitung menggunakan rumus Margallef (Clifford dan
Stephenson 1975 dalam Magurran 1988) dengan perhitungan sebagai berikut:
R=

S−

Ln N

Dimana:
R = Indeks Kekayaan Jenis
S = Jumlah jenis yang ditemukan
N = Jumlah total individu
Magurran (1988) menjelaskan bahwa nilai R < 3.5 menunjukkan kekayaan
jenis yang tergolong rendah, nilai 3.5 < R < 5.0 menunjukkan kekayaan jenis yang
tergolong sedang dan R > 5.0 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong tinggi.
2.6.7 Pola Penyebaran Individu Jenis
Pola penyebaran individu jenis di suatu wilayah pada tingkat pertumbuhan
semai, pancang, tiang dan pohon digunakan perhitung Variance to Mean Ratio
(Krebs 1978 dalam Irwan 2009) dengan perhitungan matematis sebagai berikut:
Mean (M) =

∑ i
n

8
Variance (V) =

∑ i2 − ∑ i 2 /n
n−

Dimana:
xi = Jumlah individu suatu jenis
n = Jumlah petak contoh
Apabila nilai V/M = 1, maka pola penyebaran individu bersifat acak, V/M>1,
maka pola penyebaran individu bersifat mengelompok dan bila V/M 5.0.

11
4.1.2 Jenis dominan
Tabel 2 menyajikan lima jenis tumbuhan dengan nilai INP tertinggi pada
setiap tingkat pertumbuhan dan tumbuhan bawah di masing-masing lereng dan
mulut gua.
Tabel 2 Jenis dominan tingkat semai pada berbagai arah lereng di Gunung
Cibodas, Ciampea
Nama Jenis
Leucaena leucocephala
Tapen
Calliandra calothyrsus
Ficus septica
Macaranga tanarius
Macaranga peltata
Cecropia palmata
Ki putih
Baus laki
Ficus hispida
Acacia mangium
Gompong
Melicope latifolia
Pterospermum javanicum

Utara
35.54a)
21.20
29.89
b)
33.04
20.54
-

Indeks Nilai Penting (%)
Barat
Timur
Selatan
a)
- 60.54
73.68a)
- 31.00b)
67.34a)
27.38
21.75
b)
19.47
31.17
37.60b)
16.72
12.44
16.98
15.52
20.78
15.65
-

Mulut Gua
43.11b)
42.22
a)
46.22
19.11
19.11

a) Jenis dominan, b) Jenis kodominan.

Berdasarkan hasil pengamatan pada tingkat semai, L. leucocephala
merupakan jenis dominan pada dua lokasi berbeda yaitu pada lereng utara (35.54%)
dan lereng timur (60.54%) serta menjadi jenis kodominan pada mulut gua (43.11%).
Tabel 3 menunjukkan jenis dominan tingkat pertumbuhan pancang di lokasi
penelitian.
Tabel 3 Jenis dominan tingkat pancang pada berbagai arah lereng di Gunung
Cibodas, Ciampea
Nama Jenis
Calliandra calothyrsus
Leucaena leucocephala
Macaranga tanarius
Cecropia palmate
Buchanania arborescens
Ki putih
Swietenia mahagoni
Ficus septica
Ki sempur
Falcataria moluccana
Kiara bunut
Acacia mangium

Utara
83.33a)
34.72b)
47.22
17.36

a) Jenis dominan, b) Jenis kodominan.

Indeks Nilai Penting (%)
Barat
Timur
Selatan
14.26
94.81a)
- 75.86a)
23.72
a)
54.12
28.96b)
b)
- 28.69
21.27
22.06
24.26
23.51b)
13.25
22.26
11.10
-

Mulut Gua
77.27a)
41.71b)
12.03
14.97
-

12
Tabel 3 menunjukkan jenis dominan yang ditemukan pada tingkat pancang
adalah jenis C. calothyrsus yang mendominasi pada lereng utara, selatan dan sekitar
mulut gua. Jenis L. leucochepala pun menjadi jenis dominan pada lereng timur
dengan nilai 75.86% dan menjadi jenis kodominan pada sekitar mulut gua dengan
nilai 41.71%.
Tiang dan pohon yang ditemukan pada kawasan Gunung Cibodas sangat
sedikit sehingga memiliki nilai dominan yang tinggi. Tabel 4 menunjukkan nilai
dominan pada kedua tingkat pertumbuhan tersebut pada berbagai lokasi lereng dan
mulut gua.
Tabel 4 Jenis dominan tingkat tiang dan pohon pada berbagai arah lereng di
Gunung Cibodas, Ciampea
Tingkat
Pertumbuhan

Indeks Nilai Penting (%)

Nama Jenis

Utara

Swietenia mahagoni
Schima wallichii
Ficus callosa
Antidesma bunius
Pohon
Cinnamomum iners
Cecropia palmate
Lagerstomia speciosa
1) Jenis dominan, 2) Jenis kodominan.
Tiang

1)

242.74
57.262)
90.571)
57.502)
49.86
35.74
33.47

Barat
300.00
-

Timur

Selatan

Mulut Gua

-

-

-

1)

Tingkat pertumbuhan tiang dapat ditemukan pada lereng utara dan barat
sedangkan pada lereng barat hanya dapat ditemukan tingkat pertumbuhan pohon
saja. Bahkan, pada lereng timur, selatan dan mulut gua tidak ditemukan sama sekali
tingkat pertumbuhan tiang dan pohon.
Hasil perhitungan nilai dominasi tumbuhan bawah pada masing-masing
lokasi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jenis dominan tumbuhan bawah pada berbagai arah lereng di Gunung
Cibodas
Nama Jenis
Selaginella willdenowii
Panicum brevifolium
Centrosema pubescens
Eupatorium inulifolium
Nephrolepis biserrata
Ilat
Mikania micrantha
Imperata cylindrical
Pennisetum polystachion
Ageratum conyzoide
Piper hispidum
Eragrostis amabilis
Oxalis barrelieri
Oplismenus compositus

Indeks Nilai Penting (%)
Utara
29.46a)
9.69
13.76
24.06b)
15.57
-

Barat
30.56a)
8.92
13.35b)
11.63
11.95
-

Timur
39.92a)
8.51
13.48b)
9.42
11.21

Selatan

Mulut Gua
-

15.84a)
3.83
-

23.52a)
11.60
15.48
17.33b)
-

13
Tabel 5 Jenis dominan tumbuhan bawah pada berbagai arah lereng di Gunung
Cibodas, Ciampea (lanjutan)
Indeks Nilai Penting (%)

Nama Ilmiah

Utara

Achyranthes aspera
Ficus Montana
Areuy bulu
Sasaladaan
a) Jenis dominan, b) Jenis kodominan.

Barat
-

Timur
-

-

Selatan
5.63
2.68
6.40b)
-

Mulut Gua
9.69

Berdasarkan data pada Tabel 5, Selaginella willdenowii memiliki nilai
dominasi tertinggi pada dua lokasi yaitu lereng barat (30.56%) dan lereng timur
(39.92%). Sedangkan jenis Panicum brevifolium menempati tingkat dominan
tertinggi pada dua lokasi lainnya yaitu lereng utara (29.46%) dan sekitar mulut gua
(23.52%).
4.1.3 Indeks dominansi jenis (C)
Indeks dominansi jenis (C) pada kawasan Gunung Cibodas ditunjukkan pada
Tabel 6.
Tabel 6 Indeks dominansi jenis (C) di Gunung Cibodas, Ciampea
Lokasi
Utara
Barat
Timur
Selatan
Mulut gua

Semai
0.14
0.32
0.24
0.22
0.22

Tingkat pertumbuhan
Pancang
Tiang
0.34
0.72
0.16
1.00
0.31
0.41
0.32
-

Pohon
0.22
-

Tumbuhan bawah
0.12
0.08
0.12
0.06
0.08

Data Tabel 6 menunjukkan bahwa pada umumnya jenis tumbuhan pada
kawasan karst Gunung Cibodas memiliki indeks dominansi yang rendah karena
nilai C mendekati 0, hal ini menunjukkan tidak adanya pemusatan jenis tertentu
pada satu tempat. Namun demikian pada tingkat pertumbuhan tiang di lereng utara
serta barat memiliki nilai yang mendekati dan sama dengan 1 hal itu menunjukkan
bahwa terdapat pemusatan beberapa jenis tertentu pada areal tersebut.
4.1.4 Indeks keanekaragaman jenis (H’)
Hasil perhitungan nilai indeks keragaman jenis (H’) di lokasi penelitian dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Indeks keanekaragaman jenis (H’) di Gunung Cibodas, Ciampea
Lokasi
Utara
Barat
Timur
Selatan
Mulut gua

Semai
2.18
1.54
1.92
1.90
1.69

Tingkat pertumbuhan
Pancang
Tiang
1.30
0.45
2.16
0.00
1.76
1.31
1.48
-

Pohon
1.67
-

Tumbuhan bawah
2.73
3.12
2.85
3.15
2.95

14
Berdasarkan data pada Tabel 7, umumnya keanekaragaman jenis tumbuhan
pada tingkat semai hingga pohon di berbagai arah lereng dan mulut gua termasuk
ke dalam kategori rendah (H’ < 2), kecuali pada tingkat semai di lereng utara dan
pada tingkat pancang di lereng barat yang termasuk ke dalam kategori sedang (2 <
H’ < 3). Pada keanekaragaman jenis tumbuhan bawah tergolong pada kategori
sedang untuk lereng utara, timur dan mulut gua, sedangkan lereng barat dan selatan
termasuk ke dalam kategori keanekaragaman tinggi (H’ > 3).
4.1.5 Indeks kemerataan jenis (E)
Indeks kemerataan jenis (E) menunjukkan tingkat kemerataan individu per
jenis, Tabel 8 menunjukkan hasil perhitungan E yang dilakukan di lokasi penelitian.
Tabel 8 Indeks kemerataan jenis (E) di Gunung Cibodas, Ciampea
Tingkat pertumbuhan
Lokasi
Tumbuhan bawah
Semai
Pancang
Tiang
Pohon
Utara
0.88
0.81
0.65
0.93
0.68
Barat
0.70
0.82
~
0.79
Timur
0.68
0.62
0.77
Selatan
0.79
0.60
0.84
Mulut gua
0.87
0.71
0.83
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai E pada setiap tingkat
pertumbuhan pada berbagai lokasi yaitu termasuk kategori tinggi karena nilai E >
0.6.
4.1.6 Indeks kesamaan komunitas (IS)
Berikut hasil perhitungan nilai IS pada berbagai tingkat pertumbuhan yang
disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Indeks kesamaan komunitas (IS) di Gunung Cibodas, Ciampea
Habitus
Lokasi lereng
Tingkat pertumbuhan
Semai
Utara
Barat
Timur
Selatan
Pancang
Utara
Barat
Timur
Selatan
Tiang
Utara
Barat
Timur
Selatan
Tumbuhan bawah
Utara
Barat
Timur
Selatan

Barat

Timur

Selatan

31.86

51.31
23.35

49.39
15.63
37.79

10.41

8.91
15.63

48.29
20.23
31.93

80.91

0
0

0
0
0

34.15

39.09
52.68

38.95
57.76
49.2

Mulut Gua
28.49
42.38
15.65
23.41
47.32
20.46
41.17
62.53
0
0
0
0
44.85
29.62
36.88
31.1

15
Indeks kesamaan komunitas (IS) digunakan untuk mengetahui tingkat
kesamaan beberapa komunitas yang menggambarkan kediaman komposisi jenis
ataupun struktur yang sedang dibandingkan. Vegetasi hutan untuk semua tingkat
pertumbuhan dan tumbuhan bawah di Gunung Cibodas, Ciampea mempunyai
komunitas tumbuhan yang berbeda di semua arah lereng, kecuali komunitas
pertumbuhan tingkat tiang di arah lereng utara Gunung Cibodas, Ciampea. Pada
tingkat pertumbuhan pohon, lereng utara tidak dapat dibandingkan dengan kondisi
arah lereng dan mulut gua, karena pada lokasi lainnya tidak dijumpai pertumbuhan
tingkat pohon.
4.2 Struktur Tegakan
4.2.1 Struktur Horizontal
Struktur tegakan secara kuantitatif dilihat pada hasil perhitungan kerapatan
pada satu komunitas, Gambar 5 menunjukkan nilai struktur horizontal untuk setiap
tingkat pertumbuhan.

5000
4500

Kerapatan individu/Ha

4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
Semai

Pancang

Tiang

Pohon

Tingkat pertumbuhan

Gambar 5 Kerapatan individu pada berbagai tingkat pertumbuhan di Gunung
Cibodas, Ciampea.
utara,
barat,
timur,
selatan,
gua.

Berdasarkan data pada Gambar 5, mulut gua memiliki nilai tingkat
pertumbuhan semai dan pancang tertinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya,
sedangkan pada lereng utara memiliki bentuk grafik kurva J terbalik karena pada
lereng ini dijumpai tingkat pertumbuhan semai hingga pohon dengan jumlah
kerapatan individu yang semakin menurun sesuai dengan semakin besarnya ukuran
individu tumbuhan. Tingkat tiang hanya dapat dijumpai pada lereng utara dan barat,
sedangkan tingkat pohon hanya dapat dijumpai pada lereng utara, hal ini
menunjukkan bahwa kondisi lahan di kawasan karst Gunung Cibodas, Ciampea

16
sudah terbuka dengan tutupan vegetasi didominasi dengan tingkat permudaan
pohon seperti semai dan pancang dengan jumlah individu yang tinggi. Lereng utara
yang hingga saat ini masih dapat dijumpai tingkat tiang dan pohon karena pada
areal ini masih terjaga dengan baik dengan adanya kerja sama antara Perum
Perhutani dengan masyarakat sekitar dalam program PHBM (Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat) sehingga tingkat kerusakan kawasan dapat diturunkan.
4.2.2 Stratifikasi tajuk
Stratifikasi tajuk menunjukkan struktur komunitas secara vertikal. Gambar 6
merupakan stratifikasi tajuk pada berbagai lokasi dan mulut gua.
Keterangan :
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 12, 13 dan 17.
Swietenia mahagoni
8. Antidesma bunius
10. Schima wallichii
11, 14, 15, 16, 18, 19, 20. Ficus callosa

(a)

Keterangan :
1 – 11. Swietenia mahagoni

(b)
Keterangan :
1. Ficus obscura
2, 4, 6,7, 8. Buchanania arborescens
3 Cecropia palmata
5. Alstonia scholaris
9 Arthrophyllum diversifolium
10, 11. Bridelia monoica

(c)

17

Keterangan :
1, 7 Macaranga tanarius
2 Antidesma bunius
3, 5, 6, 9, 10,11, 12, 13, 14, 15, 16, 17,
18, 19, 20. Cecropia palmata
4 Neonauclea calycina
8 Citrus nobilis
21 Arthrophyllum diversifolium
22 Artocarpus heterophyllus
23 Buchanania arborescens

(d)

Keterangan :
1, 3. Leucaena leucochepala
2. Calliandra calothyrsus
4. Diospyros aurea
5, 11. Bridelia Monica
6, 10. Kiara bunut
7. Macaranga tanarius
8. Buchanania arborescens
9. Cecropia palmata

(e)
Gambar 6 Profil tajuk pada berbagai lokasi di Gunung Cibodas, Ciampea. (a)
lereng utara, (b) lereng barat, (c) lereng timur, (d) lereng selatan, (e)
mulut gua.

18
Berdasarkan data pada Gambar 6, secara umum lokasi penelitian memiliki
topografi berupa lereng yang miring, bergelombang hingga curam dengan rata-rata
lereng sebesar 33-62%. Gambar 6a menunjukkan kondisi pada lereng utara yang
memiliki tutupan pohon yang berkelompok pada beberapa titik. Gambar 6b (lereng
barat) dan 6c (lereng timur) memiliki karakteristik lereng yang serupa yaitu
bergelombang, tetapi pada lereng barat didominasi oleh jenis S. mahagoni. Berbeda
dengan kondisi lereng lainnya, pada Gambar 6d menunjukkan kondisi lereng
selatan yang lebih curam dan didominasi oleh jenis Cecropia palmata dengan
diameter < 10 cm, sedangkan kondisi pada gua di lokasi penelitian (Gambar 6e)
yaitu berupa gua vertikal yang terdapat pada sekitar tebing yang miring dengan
kondisi vegetasi yang cukup rapat di sekitar mulut gua yang ditumbuhi berbagai
jenis tumbuhan lokal yang mampu beradaptasi dengan kondisi tempat tumbuh
berupa batu karst seperti jenis Buchanania arborescens.
4.2.3 Pola Distribusi Individu Jenis
Tabel 10 menunjukkan pola distribusi individu jenis pada berbagai tingkat
pertumbuhan dan tumbuhan bawah pada kawasan karst Gunung Cibodas.
Tabel 10 Pola penyebaran individu pada Gunung Cibodas, Ciampea
Habitus
Lokasi
Tingkat pertumbuhan
Semai Utara
Barat
Timur
Selatan
Mulut gua
Pancang Utara
Barat
Timur
Selatan
Mulut gua
Tiang Utara
Barat
Timur
Selatan
Mulut gua
Pohon Utara
Barat
Timur
Selatan
Mulut gua
Tumbuhan bawah

Utara
Barat
Timur
Selatan
Mulut gua

Jenis Dominan

V/M

Kategori

Leucaena leucocephala
Tapen*
Leucaena leucocephala
Calliandra calothyrsus
Macaranga tanarius
Calliandra calothyrsus
Macaranga tanarius
Leucaena leucocephala
Calliandra calothyrsus
Calliandra calothyrsus
Swietenia mahagoni
Swietenia mahagoni
Ficus callosa
-

3.28
8.55
-0.14
3.66
2.44
2.93
2.27
1.88
5.72
4.45
2.03
1.49
1.6
-

Mengelompok
Mengelompok
Merata
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
-

Panicum brevifolium
Selaginella willdenowii
Selaginella willdenowii
Imperata cylindrica
Panicum brevifolium

38.73
3.14
9.04
6.72
15.19

Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok

*) Nama ilmiah jenis tersebut belum diketahui. V

=

∑ i2 − ∑ i 2 /n
n−

,M=

∑ i
n

.

19

Berdasarkan data pada Tabel 10, pola penyebaran individu pada tingkat semai
hingga pohon serta pada tumbuhan bawah menunjukkan pola penyebaran secara
mengelompok, kecuali pada tingkat semai pada lereng timur yang menunjukkan
pola penyebaran merata.
4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan bahwa jumlah jenis tumbuhan
pada tingkat semai dan pancang relatif sama besar, tetapi terjadi perbedaan jumlah
yang cukup jauh dengan tingkat tiang dan pohon. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat tumbuh pada areal
berbatu kapur, kondisi kawasan Gunung Cibodas yang sudah relatif terbuka pada
beberapa lereng dan adanya perambahan kayu oleh masyarakat sekitar kawasan.
Kondisi ini semakin diperjelas dengan jumlah jenis tumbuhan bawah yang tinggi
pada arah lereng dan mulut gua, sehingga dapat dikatakan bahwa saat ini kawasan
Gunung Cibodas sedang mengalami tahapan-tahapan dalam suksesi sekunder.
Gopal dan Bhardwaj (1979) dalam Indriyanto (2008) menjelaskan bahwa suksesi
sekunder terjadi pada lahan yang pada awalnya bervegetasi lengkap namun
mengalami kerusakan akibat bencana/manusia yang tidak seluruh lahan tersebut
rusak. Adanya peningkatan jumlah jenis sampai tahap tertentu dalam proses suksesi
komunitas merupakan salah satu ciri suksesi tersebut.
Jenis tumbuhan pada tahap awal proses suksesi merupakan jenis-jenis pionir
yang merupakan jenis penting dalam komunitas (Indriyanto 2008). Berdasarkan
Tabel 2 dan Tabel 3, lereng dan mulut gua pada kawasan Gunung Cibodas
didominasi oleh beberapa jenis pionir pada tingkat semai dan pancang seperti
L. leucocephala, C. calothyrsus, Ficus septica, Macaranga tanarius, Macaranga
peltata dan C. palmata. Jenis-jenis tersebut merupakan jenis pionir yang mudah
beradaptasi pada lingkungan yang sulit dan tumbuh dengan cepat, meskipun
demikian pada tahap akhir proses suksesi belum tentu jenis pionir ini akan menjadi
jenis penting karena kondisi lingkungan yang klimaks belum tentu cocok dengan
jenis tersebut.
Tingkat pertumbuhan tiang dan pohon didominasi oleh jenis introduksi dan
tumbuhan asli setempat. S. mahagoni banyak dijumpai pada lereng utara dan barat
(Tabel 4) karena pada lokasi ini berdasarkan Laporan Buku Obor RPH Gobang
(2011) telah ditanam jenis tersebut sejak tahun 2004. Pada tingkat pohon, jenisjenis lokal seperti F. callosa, Antidesma bunius, Cinnamomum iners dapat dijumpai
pada lereng sebelah utara. Jenis lokal yang tumbuh asli pada areal berbatu kapur di
Kawasan Gunung Cibodas kondisinya saat ini terancam akan kepunahan lokal yang
ditandai dengan sulit ditemukannya permudaan dari jenis ini disekitar kawasan.
Kepunahan lokal ini dapat terjadi akibat adanya kerusakan habitat, fragmentasi
habitat, degradasi habitat, pemanfaatan berlebihan dari manusia dan munculnya
jenis eksotik yang invasif (Wilcone 1998 dalam Primack 2007).
Berdasarkan Tabel 5, S. willdenowii dan P. brevifolium menjadi jenis
dominan pada beberapa lereng dan mulut gua, selain itu jenis-jenis kodominan yang
ditemukan pada kawasan Gunung Cibodas adalah jenis invasif seperti E. inufolium,
I. cylindrica, Mikania micrantha dan lainnya (Setyawati 2013). Jumlah jenis
tanaman invasif tertinggi biasanya dijumpai pada habitat yang sebagian besar telah

20
diubah oleh manusia dimana perusakan hutan yang terus-menerus dapat
menurunkan proporsi jenis lokal yang hidup di habitat aslinya (Primack 2007)
Nilai dominansi (Tabel 6) pada berbagai tingkat pertumbuhan dan tumbuhan
bawah di setiap lereng dan mulut gua menunjukkan tidak adanya pemusatan satu
jenis tertentu kecuali yang terjadi pada tingkat pertumbuhan tiang di lereng barat.
Pada lokasi tersebut terjadi pemusatan jenis S. mahagoni, sedangkan pada lereng
utara memiliki nilai dominansi yang relatif mendekati 1 karena hanya dijumpai dua
jenis tumbuhan saja yaitu S. mahagoni dan Schima wallichii yang akibatnya terjadi
kecenderungan penguasaan jenis dalam satu komunitas tumbuhan.
Biodiversitas atau yang biasa dikenal dengan istilah lainnya sebagai
keanekaragaman hayati terdiri atas tiga komponen yaitu kekayaan jenis (R),
keanekaragaman jenis (H’) dan kemerataan jenis (E) (Magurran 1988). Tabel 1
menyajikan hasil perhitungan indeks kekayaan jenis (R) yang umumnya bernilai
rendah pada tingkat tiang dan pohon, tetapi bernilai sedang pada tingkat semai dan
bernilai tinggi pada tingkat pancang. Indeks keragaman jenis (H’) yang disajikan
pada Tabel 7 menunjukkan bahwa kekayaan jenis tergolong rendah pada setiap
tingkat pertumbuhan di arah lereng dan mulut gua kecuali pada tingkat semai lereng
utara dan pancang lereng barat yang menunjukkan keanekaragaman jenis yang
tergolong sedang. Tabel 8 menyajikan hasil perhitungan indeks kemerataan jenis
(E) di arah lereng dan mulut gua Gunung Cibodas, terlihat bahwa tingkat
kemerataan jenis berbagai tingkat merata dengan ditandai nilai E > 0.6.
Berdasarkan ketiga komponen indeks tersebut, maka dapat disimpulkan secara
umum bahwa keanekaragaman hayati pada kawasan karst Gunung Cibodas
umumnya memiliki kekayaan jenis dan keanekaragaman jenis tingkat pohon dan
tiang yang rendah dengan kemerataan jenis yang tinggi pada arah lereng dan mulut
gua tetapi kekayaan jenis, keanekaragaman dan kemerataan tingkat semai dan
pancang yang relatif tinggi mengindikasikan perkembangan pemulihan kawasan
yang rusak mengarah positif.
Tumbuhan bawah menunjukkan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi.
Nilai R yang tinggi (Tabel 1), nilai H’ (Tabel 7) yang jauh berbeda yaitu pada lereng
utara, timur dan mulut gua memiliki nilai keanekaragaman jenis yang sedang dan
pada lereng barat dan selatan memiliki nilai keanekaragaman yang tinggi. Nilai ini
sejalan dengan kondisi lereng barat dan selatan yang telah terbuka dan kondisi
lereng yang bersolum tanah tipis (umumnya tebing karang yang bergelombang dan
curam) serta pada Tabel 8 menunjukkan nilai E yang juga tinggi.
Indeks kesamaan komunitas pada tingkat semai dan pancang tidak ada yang
menunjukkan kesamaan komposisi dari arah lereng dan mulut gua karena nilai IS
hasil perhitungannya lebih rendah dari 75%. Hal ini disebabkan karena kondisi arah
lereng dan mulut gua yang berbeda-beda secara topografi, penerimaan cahaya
matahari dan komposisi jenis yang menempati lokasi tersebut. Pertumbuhan tingkat
tiang dan pohon hasil perhitungan nilai IS tidak dapat diketahui karena komposisi
kedua tingkat pertumbuhan tersebut tidak dijumpai pada lereng dan mulut gua yang
relatif terbuka terbuka dan tebing batu kapur. Pada tumbuhan bawah nilai IS pun
menggambarkan kondisi pada arah lereng dan mulut gua yang relatif tidak sama
satu sama lainnya.
Struktur vegetasi terdiri atas tiga komponen utama (Kershaw 1964 dalam
Mueller-Dombois; Ellenberg 1974) yaitu (a) Struktur kuantitatif tentang kerapatan
setiap jenis dalam suatu komunitas; (b) Struktur vertikal (stratifikasi tajuk); (c)

21
Struktur horizontal (penyebaran jenis dalam suatu populasi). Gambar 6 menyajikan
hasil perhitungan kerapatan individu (Ind/Ha) dan pada lereng utara
menggambarkan bentuk kurva J terbalik karena pada lokasi ini jumlah jenis
individu pada tingkat permudaan lebih tinggi daripada jumlah jenis tingkat tiang
dan pohon. Kerapatan jenis pada tingkat semai di sekitar mulut gua memiliki jumlah
tertinggi sebesar 4 375 ind/ha yang diikuti oleh jumlah jenis pada lereng timur
dengan jumlah jenis sebesar 2 833 ind/ha.
Stratifikasi tajuk merupakan cara untuk menjelaskan mengenai struktur
vegetasi secara vertikal dalam satu komunitas tumbuhan pada tipe ekosistem
tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan seperti pada Gambar 6, maka
secara umum Gunung Cibodas memiliki 3 strata yaitu strata C, strata D dan strata
E, penjelasan strata tersebut menurut Soerianegara dan Indrawan (1998) adalah
sebagai berikut.
1. Stratum C: pohon dengan tinggi 4–20 meter, tajuk kontinyu, pohon rendah dan
banyak cabangnya.
2. Startum D: tumbuhan penutup tanah (ground cover), perdu dan semak yang
memiliki tinggi 1−4 meter.
3. Stratum E: tumbuhan penutup tanah (ground cover) dengan tinggi 0−1 meter.
Lokasi lereng utara (Gambar 6a) dan lereng barat (Gambar 6b) memiliki
strata C dan strata E karena umumnya jenis tiang dan pohon yang dijumpai pada
kedua lereng adalah jenis S. mahagoni (mahoni) yang ditanam oleh Perum
Perhutani unit III Jabar-Banten sejak tahun 2004 dengan jarak tanam 5 x 5 meter,
namun karena kondisi lingkungan tumbuh yang miskin hara dan solum tipis
mengakibatkan pertumbuhan mahoni menjadi terhambat dan tumbuh berkelompok
terutama pada lereng barat yang jenisnya didominasi oleh mahoni. Kondisi keadaan
lereng timur (Gambar 6c) memiliki topografi yang bergelombang, solum tanah
yang tipis dan berbatu kapur memiliki tutup vegetasi termasuk ke dalam kategori
strata D dan strata E yang umumnya jenis-jenis pohon yang dijumpai berada pada
areal lereng yang relatif lebih landai dan di lembah. Lereng selatan (Gambar 6d)
memiliki kondisi topografi yang lebih miring dengan kelerengan lebih 40% dan
C. palmata tumbuh dominan pada kondisi tumbuhan bawah yang menutupi seluruh
areal lereng ini. Kondisi pada sekitar mulut gua (Gambar 6e) termasuk ke dalam
kategori strata D dan E, selain itu kondisi lingkungan yang berbeda dengan kondisi
vegetasi pada arah lereng karena gua yang ada di Gunung Cibodas umumnya adalah
gua vertikal yang berada pada lereng-lereng sehingga kondisi mulut gua memiliki
lebar yang sempit dan tutupan vegetasi lebih rapat. Pada Gambar 6e terlihat jenis
B. arborescens (Ki tumila) dan Kiara batu yang tumbuh di atas batu penyusun gua.
Hal ini mengindikasikan hanya jenis-jenis tertentu saja yang mampu beradaptasi
dan tumbuh pada tanah bersolum tipis dan berbatu kapur. B. arborescens (Ki
tumila) dan Kiara batu memiliki bentuk adaptasi khusus seperti memiliki lapisan
lilin yang tebal pada daun B. arborescens (BPLHD Jabar 2012) atau pada Kiara
batu (Ficus sp.) yang mengeluarkan cairan tertentu sehingga dapat menghancurkan