Keanekaragaman Hama dan Penyakit pada Tanaman Krisan (Chrysanthemum spp.)

1

KEANEKARAGAMAN HAMA DAN PENYAKIT PADA
TANAMAN KRISAN (Chrysanthemum spp.)

NUKE HARDIANI PUTRI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

i

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB.

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman
hama dan penyakit pada tanaman krisan (Chrysanthemum spp.) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.


Bogor, Januari 2014
Nuke Hardiani Putri
NIM A34090073

i

ABSTRAK
NUKE HARDIANI PUTRI. Keanekaragaman Hama dan Penyakit pada
Tanaman Krisan (Chrysanthemum spp.). Dibimbing oleh TITIEK SITI
YULIANI dan IDHAM SAKTI HARAHAP.
Tanaman hias merupakan komoditas hortikultura yang banyak diminati oleh
masyarakat karena memiliki keindahan dan estetika. Salah satu tanaman hias
penting di dunia yakni krisan. Tujuan penelitian mengetahui keragaman hama dan
penyakit krisan serta kejadian dan keparahannya pada umur tanaman yang
berbeda. Metode penelitian yang dilakukan meliputi wawancara, pengamatan dan
pengambilan contoh, serta identifikasi agen penyebab di laboratorium. Penyakit
yang ditemukan pada tanaman krisan adalah karat putih (Puccinia horiana), karat
hitam (Puccinia chrysanthemi), layu fusarium (Fusarium oxysporium), embun
jelaga, embun tepung (Oidium chrysanthemi), hawar daun (Helminthosporium

sp.), kerdil (Chrysanthemum stunt viroid), busuk pangkal batang (Pythium spp.),
dan kapang kelabu (Botrytis cinerea). Hama yang ditemukan pada tanaman krisan
adalah kutu kebul (Bemisia tabaci Gennadius.), lalat penggorok daun (Lyriomiza
huidobrensis Blanchard.), kutu daun (Aphis gossypii Glover. dan
Macrosiphoniella sanborni Gillete.), ulat grayak (Spodoptera litura Fabricius.),
dan thrips (Thrips parvispinus Karny.). Pengendalian hama dan penyakit yang
dilakukan petani antara lain melaui teknik budidaya yaitu memberi pupuk organik
secara rutin, perontokan daun yang terserang penyakit, penyiangan gulma, dan
pengaplikasian pestisida secara rutin.
Kata kunci: tanaman hias, krisan, hama, penyakit, umur tanaman

ii

ABSTRACT
NUKE HARDIANI PUTRI. The variety of insect pest and pathogen in
chrysanthemum (Chrysanthemum spp.). Supervised by TITIEK SITI YULIANI
and IDHAM SAKTI HARAHAP.
Ornamental plants are horticultural commodities which have great market
demand because of their beauty and aesthetics. One of the important ornamental
plants in the world is chrysanthemum. The purpose of this observation was to

know the variety of insect pest and pathogen, and also know about intensity and
severity on different plant age. Data were collected though interview with farmers
and direct observations in the fields. Identification of insect pests and pathogen
were conducted in the laboratory. The result showed that diseases found in the
fields were white rust (Puccinia horiana), black rust (Puccinia chrysanthemi),
fusarium (Fusariumoxysporium), downy mildew, powdery mildew (Oidium
chrysanthemi), leaf blight (Helminthosporium sp.), dwarf (Chrysanthemum stunt
viroid), pythium (Pythium spp.), and grey mould (Botrytis cinerea). Pests found in
chrysanthemum were whitefly
(Bemisia tabaci Gennadius.), leaf miner
(Lyriomiza huidobrensis Blanchard.), aphids (Aphis gossypii Glover. and
Macrosiphoniella sanborni Gillete.), armyworm (Spodoptera litura Fabricius.),
dan thrips (Thrips parvispinus Karny.). Insect pests and pathogens management
conducted by farmers were organic fertilize rountinely, removing diseased leves,
weed control, and pesticide application.
Keywords: ornamental plants, chrysanthemum, insect pest, plant pathogen, plant
age

iii


KEANEKARAGAMAN HAMA DAN PENYAKIT PADA
TANAMAN KRISAN (Chrysanthemum spp.)

NUKE HARDIANI PUTRI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iv

Judul Penelitian
Nama
NRP


: Keanekaragaman Hama dan Penyakit pada Tanaman
Krisan (Chrysanthemum spp.)
: Nuke Hardiani Putri
: A34090073

Disetujui oleh

Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, SU
Pembimbing I

Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
Ketua Departemen

Tanggal lulus :


Judul Penelitian
Nama
NRP

Keanekaragaman Hama dan Penyakit pad a Tanaman
Krisan (Chrysanthemum spp.)
1 uke Hardiani Putri
: A34090073

Disetujui oleh

Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, SU
Pembimbing I

Dr. Ir. Id

Ketua Departemen

Tanggallulus :


2 1 JAN 201 4

m kti Harahap, M.Si
Pembimbing II

v

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan
seizinNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
“Keanekaragaman Hama dan Penyakit pada Tanaman Krisan (Chrysanthemum
spp.)” dengan tepat waktu dan sebaik-baiknya. Penelitian dan penulisan tugas
akhir ini merupakan salah satu syarat agar mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, SU dan Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si sebagai
dosen pembimbing yang selalu member bimbingan, arahan, motivasi, saran,
dan kritik selama pembuatan proposal usulan tugas akhir ini,
2. Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik,

3. Dr. Ir. Sugeng Santoso, M.Agr sebagai dosen penguji,
4. Seluruh dosen dan staf Departemen Proteksi Tanaman dan TPB atas ilmu
yang diberikan selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor,
5. Bapak Rahmat dan Bapak H. Mumu yang telah membantu penelitian saya
dalam hal perizinan lahan dan informasi,
6. Mamah Ir. Elfariana, Bapak Ir. Mushardi, adik M. Rizky H.P, dan adik Bella
H.P yang selalu memberikan doa, cinta kasih, motivasi, dan inspirasi yang
luar biasa,
7. Ibu Dr. Demsi Minar, SE.,MSi.,Ak yang selalu memberikan semangat dalam
penyelesaian tugas akhir ini,
8. Lukman Fahmi yang telah banyak membantu selama penelitian di lapang dan
selalu sabar serta memberikan motivasi serta semangat hingga penyusunan
skripsi,
9. Sahabat-sahabat tersayang Atwinda A.Md, Eva, Marissa, Arnis, Diyah, Putri,
Riska, dan Grestia SE. yang telah menjadi tempat berbagi suka dan duka,
10. Trijanti SP., Daniar SP., Siti Fathur SP. serta teman-teman Proteksi Tanaman
46 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu atas kebersamaan yang
hangat dan semangat yang selalu berkobar,
11. Seluruh mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman atas motivasi yang terus
diberikan selama penyelesaian skripsi ini,

12. Teman-teman Paguyuban Mahasiswa Bandung, dan
13. Akang Ceuceu Daya Mahasiswa Sunda (DAMAS) cab. Bogor yang terus
memberikan dukungannya.
Semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu perlindungan tanaman.

Bogor, Oktober 2013
Nuke Hardiani P

vi

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Wawancara
Penentuan Petak dan Tanaman Contoh
Pengamatan dan Pengambilan Sampel
Pengamatan Hama
PengamatanPenyakit
Identifikasi Hama dan Patogen Penyakit
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lahan Pertanaman Krisan
Budidaya Tanaman Krisan oleh Petani
Bibit
Pola Tanam
Pengolahan tanah dan penanaman
Perawatan krisan awal penanaman
Panen dan Pemasaran
Hama Tanaman Krisan
Kutu Kebul, Bemisia tabaci Gennadius
Thrips, Thrips parvispinus Karny
Lalat Pengorok Daun, Liriomyza huidobrensis Blanchard
Ulat Grayak, Spodoptera litura Fabricius
Kutudaun, Aphis gossyipii Glover dan Macrosiphoniella
sanborni Gillete
Penyakit Tanaman Krisan
Karat Putih
Karat Hitam
Layu Fusarium
Embun jelaga
Embun Tepung
Hawar Daun
Kerdil
Busuk Pangkal Batang

viii
ix
ix
1

1
2
2
3

3
3
3
3
4
5
6
8

8
8
8
8
9
9
9
9
10
11
12
13
14
15
15
17
18
19
20
20
21
22

vii

Kapang Kelabu
Pengelolaan hama dan penyakit oleh petani
Pengamatan hama dan penyakit
Pengendalian yang dilakukan
Pembahasan Umum
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

22
23
23
23
23
26
26
27
29

viii

DAFTAR GAMBAR

1 Petak pengamatan menggunakan metode sismatik dua dimensi
2 Pengambilan 5 titik contoh pada pengamatan Spodoptera litura
3 Pengambilan titik contoh berdasarkan arah mata angin pada
4 Pertanaman krisan di desa Ciwalen kecamatan Cipanas: (a) lahan
pembibitan, (b) lahan pertanaman krisan umur 2 minggu, (c) lahan
pertanaman krisan umur 2 bulan, dan (d) lahan pertanaman krisan
umur 3 bulan
5 Rata-rata populasi kutu kebul (Bemissia tabaci) pada tanaman krisan
6 B. tabaci: (a) Imago dan (b) telur dan pupa
7 B. tabaci: (a) preparat pupa dan (b) telur, pupa, dan imago
(www.cottoncrc.org.au)
8 Persentase serangan thrips (Thrips parvispinus)
9 T. parvispinus: (a) Bunga yang terserang, (b) dan (c) gejala
serangandan (d) preparat
10 Persentase kerusakan daun akibat serangan Liriomyza huidobrensis
11 L. huidobrensis: (a) korokan pada daun dan (b) imago
12 S. litura: (a) serangan larva instar awal menyisakan sisa-sisa
epidermis atas/transparan, (b) bunga yang terserang, dan (c) serangan
larva instar 4 dan 5 memakan habis daun
13 Persentase serangan kutu daun (A. gossypii dan M. sanborni)
14 Kutu daun: (a) gejala serangan kutudaun pada daun krisan (daun
berkerut), (b) preparat A. gossypii, dan (c) preparat M. sanbroni
15 Penyakit karat putih pada pertanaman krisan: (a) insidensi penyakit
dan (b) severitas penyakit
16 Gejala dan penyebab karat putih Pucciana horiana: (a) teliospora P.
horiana, (b) gejala bercak bewarna kuning pada permukaandaun, dan
(c) pustul yang terdapat dibawah permukaan daun
17 Penyakit karat hitam pada pertanaman krisan: (a) insidensi penyakit
dan (b) severitas penyakit
18 Gejala dan penyabab karat hitam (P. chrysanthemi): (a) teliospora P.
chrysanthemi, (b) gejala bintik hitam pada permukaan daun, dan (c)
bintik klorosis dibawah permukaan daun
19 Penyakit layu fusarium pada pertanaman krisan: (a) insidensi penyakit
dan (b) severitas penyakit
20 Gejala dan penyebab F. oxysporium: (a) tanaman terserang menjadi
layu dan (b) mikrokonidium F. oxysporium
21 Penyakit embun jelaga pada pertanaman krisan: (a) insidensi penyakit
dan (b) severitas penyakit
22 Gejala tanaman krisan yang terserang penyakit embun jelaga

3
4
5

8
10

10
11
11
12
12
13

14
14
15
16

16
17

17
18
18
19
19

ix

23 Penyakit embun tepung pada pertanaman krisan: (a) insidensi
penyakit dan (b) severitas penyakit
24 Embun tepung: (a) lapisan tepung pada permukaan daun dan (b)
gejala embun tepung pada pembibitan
25 Penyakit hawar daun pada pertanaman krisan: (a) insidensi penyakit
dan (b) severitas penyakit
26 Gejala dan penyebab hawar daun: (a) bercak coklat tidak beraturan
pada daun dan (b) konidia Helminthosporium sp.
27 Penyakit kerdil pada pertanaman krisan: (a) insidensi penyakit dan (b)
severitas penyakit
28 Gejala Pythium sp. pada pembibitan
29 Gejala kapang kelabu yang diakibatkan Botrytis cinerea

20
20
21
21
22
22
22

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6

Produksi tanaman hias di Indonesia tahun 2009-2011a
Penentuan nilai numerik tingkat serangan
Penentuan nilai numerik intensitas serangan peyakit
Jenis-jenis hama krisan pada berbagai umur pertanaman
Populasi ulat grayak (Spodoptera litura)
Jenis-jenis penyakit krisan pada berbagai umur pertanaman

1
4
6
9
13
15

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5

Data Kejadian Penyakit per Lahan Pengamatan
Data Keparahan Penyakit per Lahan Pengamatan
Luas Serangan Hama pada Tanaman Krisan
Spesies Krisan yang Terdapat pada Lahan
Blangko Skoring Pengamatan Tanaman Krisan

30
31
32

32
33

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman hias merupakan komoditas hortikultura yang banyak diminati
karena memiliki keindahan dan estetika. Kehadiran tanaman hias di dalam
ataupun di luar ruangan dapat memberikan nuansa asri tersendiri, sebagai
penyejuk, peneduh, penyegar udara, penghijau, kepentingan lanskap, aksesoris,
dan memperindah ruangan (Mattjik 2010).
Salah satu tanaman hias penting di dunia yakni krisan. Pada perdagangan
dunia, krisan merupakan salah satu bunga yang banyak diminati oleh beberapa
negara di Asia seperti Jepang, Hongkong, dan Singapura, serta negara Eropa
seperti Jerman, Perancis, dan Inggris (Purwanto 2009). Fenomena ini
menunjukkan Indonesia berpeluang mengembangkan usaha tani krisan dengan
pola agribisnis, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun
internasional. Dalam beberapa tahun terakhir produksi krisan di Indonesia
meningkat (Tabel 1). Situasi ini memberi peluang bagi petani Indonesia dan
pengusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi bunga krisan
sesuai dengan permintaan pasar (Rukmana dan Mulyana 1997).
Tabel1 Produksi tanaman hias di Indonesia tahun 2009-2011a
Tahun
Tanaman
Pertumbuhan
No.
Hias
(%)
2009
2010
2011
1
Anggrek
16 205 949 14 050 445
24 419 818
2.63
2
Anthurium
3 833 100
7 655 542
5 242 773
-31.52
3
Anyelir
5 320 824
7 607 588
5 133 624
-32.52
4
Ganbera
5 185 586
9 693 487
10 539 797
8.73
5
Gladiol
9 775 500 10 064 082
5 263 717
-47.70
6
Heliconia
4 124 174
2 961 385
2 406 017
-18.75
7
Krisan
107 847 072 185 232 970 305 889 556
65.14
8
60 1 82 351 332
74 331 125
Mawar
-9.74
91 362
9
Sedap Malam
51 047 807 59 298 954
62 356 777
5.16
10 Dracaena
2 262 505
4 625 935
2 449 898
-47.07
a

Sumber: Badan Pusat Statistika 2012

Krisan memiliki bunga dengan warna, bentuk, dan tipe yang beragam.
Bunga krisan juga memiliki kesegaran yang relatif lama dan mudah untuk
dirangkai. Selain itu, krisan memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga banyak
dibudidayakan di Indonesia. Usaha budidaya krisan dapat dilakukan dalam skala
besar maupun kecil, serta dapat berdampak positif dalam meningkatkan
pendapatan petani.
Dalam usaha budidaya krisan, kondisi keragaman fisik tanaman dan bunga
dapat terganggu dengan adanya hama dan penyakit tanaman. Serangan hama dan
penyakit tersebut dapat menurunkan mutu petumbuhan dan kerusakan fisik

2
tanaman secara langsung ataupun tidak langsung sehingga dapat menyebabkan
penurunan nilai kualitas serta kuantitas produksi bunga krisan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui keanekaragaman hama dan penyakit
krisan serta kejadian dan keparahannya pada umur tanaman yang berbeda.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai
jenis-jenis hama dan penyakit krisan pada umur tanaman krisan yang berbeda.

3

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan krisan milik bapak Rahmat dan bapak H.
Mumu yang berada di Desa Ciwalen, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur,
Jawa Barat. Identifikasi hama dan penyakit dilakukan di Laboratorium
Biosistematika Serangga dan Laboratorium Mikologi Tanaman, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2013.
Wawancara
Wawancara dengan pengelola pertanaman krisan dilakukan untuk
mendapatkan informasi mengenai teknik budidaya yang diterapkan dan
mengetahui jenis hama dan penyakit yang menyerang serta pengendalian yang
telah dilakukan pengelola. Pelaksanaan wawancara menggunakan kuesioner yang
telah disediakan.
Penentuan Petak dan Tanaman Contoh
Pengamatan dilakukan pada 3 lahan pertanaman krisan dengan awal umur
pertanaman saat diamati adalah 2 minggu, 2 bulan, dan 3 bulan yang masingmasing diamati 35 rumpun tanaman contoh.

Gambar 1 Penentuan tanaman contoh dilakukan dengan cara sismatik. rumpun
yang diamati ( ) dan rumpun yang tidak diamati ( )
Pengamatan dan Pengambilan Sampel
Pengamatan dan pengambilan contoh hama dan penyakit dilakukan pada
tanaman contoh yang telah ditentukan. Bagian tanaman yang diamati adalah
batang, daun, dan bunga yang merupakan bagian penting pada tanaman krisan.
Serangga yang ditemukan di lapangan dimasukan ke dalam botol film dan
ke dalam plastik untuk contoh tanaman sakit, kemudian dibawa ke laboratorium
untuk diamati dengan menggunakan mikroskop.

4
Pengamatan Hama
Pengamatan hama krisan dilakukan dengan mengamati langsung tanaman
contoh dengan mengidentifikasi jenis, gejala serangan, dan luas serangan hama.
Pengamatan hanya dilakukan terhadap hama utama pada saat pengamatan di
lapangan.
Tingkat serangan kutudaun dan penggorok daun, dihitung menggunakan
rumus Townsend dan Heuberger (1974 dalam Agrios 2005):

I = tingkat serangan
ni = jumlah tanaman yang terserang denga kategorik tertentu
vi = nilai numerik dari kategori Tabel 2
N= jumlah tanaman yang diamati
V= nilai numerik dari kategori tertinggi
Tabel 2 Penentuan nilai numerik tingkat serangan
Nilai scoring
Kategori serangan
0
Tidak ada serangan
1
< 25%
2
25% < x ≤ 50%
3
50% < x ≤ 75%
4
75% < x ≤ 100%
Penghitungan populasi Spodoptera litura dilakukan pada 5 titik contoh
kemudian dirata-ratakan (Gambar 2).

Gambar 2 Pengambilan 5 titik contoh pada pengamatan Spodoptera litura
Penentuan intensitas serangan akibat kutu kebul dilakukan dengan
pengambilan contoh daun atas, daun tengah, dan daun bawah berdasarkan arah
mata angin. Kutu kebul yang terdapat pada setiap tanaman contoh diamati dengan
cara dihitung populasinya.

5
U

B

T

S

Gambar 3 Pengambilan titik contoh berdasarkan arah mata angin pada
pengamatan kutu kebul
Penentuan tingkat serangan akibat thrips dilakukan dengan cara menghintung
jumlah bunga yang terserang dalam satu rumpun tanaman, lalu dihitung menggunakan
rumus (Cooke 2006):

I = kejadian penyakit
n = jumlah tanaman yang terserang
N= jumlah tanaman contoh yahg diamati
PengamatanPenyakit
Pengamatan penyakit pada krisan dilakukan pada bagian batang, daun, dan
bunga dengan mengamati secara langsung terhadap gejala yang terdapat pada
tanaman contoh.
Kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus (Cooke 2006):

I = kejadian penyakit
n = jumlah tanaman yang terserang
N= jumlah tanaman contoh yahg diamati
Keparahan penyakit dihitung menggunakan rumus Townsend dan Heuberger
(1974 dalam Agrios 2005):

I = keparahan serangan
ni= jumlah tanaman yang terserang dengan kategori tertentu
vi = nilai numerik dari kategori (Tabel 3)
N= jumlah tanaman yang diamati
V= nilai numerik dari kategori tertinggi

6

Tabel 3 Penentuan nilai numerik intensitas serangan peyakit
Nilai scoring
Kategori penyakit
0
Tidak ada serangan
1
0% < x ≤ 25%
2
25% < x ≤ 50%
3
50% < x ≤ 75%
4
>75%
Identifikasi Hama dan Patogen Penyakit
Identifikasi serangga dan patogen penyakit tanaman krisan dilakukan di
laboratorium. Identifikasi kutudaun dilakukan dengan menggunakan kunci
identifikasi Blackman dan Eastop (2000), identifikasi kutu kebul menggunakan
kunci identifikasi Dooley (2007), dan identifikasi thrips menggunakan kunci
identifikasi Mound & Kibby (1998).
Identifikasi kutudaun dilakukan pada preparat slide yang disiapkan
sebelumnya. Kutudaun yang disimpan dalam alkohol 70% dipindahkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi alkohol 90% lalu direbus selama 5 menit.
Kutudaun dituang ke dalam cawan sirakus, kemudian abdomen dilubangi sebagai
tempat untuk mengeluarkan isi tubuh. Setelah itu, kutu daun dimasukan ke dalam
tabung reaksi berisi KOH 10% dan direbus hingga tubuh transparan kemudian isi
tubuh dikeluarkan perlahan menggunakan jarum tangkai. Kutudaun yang sudah
bersih dan transparan kemudian dicuci dengan akuades sebanyak dua kali. Setelah
itu dilakukan pemberian alkohol secara bertingkat dari 50% selama 10 menit, 80%
selama 10 menit, 90% selama 10 menit, alkohol absolut selama 10 menit, dan
minyak cengkeh. Kemudian dilakukan mounting, yaitu penempatan dan
pengaturan posisi kutudaun pada preparat slide yang selanjutnya ditutup kaca
penutup dengan media tambahan media canada balsam.
Identifikasi kutu kebul dilakukan pada preparat slide dari spesimen pupa.
Spesimen pupa kutu kebul dimasukan ke dalam cawan sirakus yang telah
berisikan alkohol 80%, kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi berisaikan
KOH 10% lalu dipanaskan selama 10 menit. Selanjutnya spesimen dituang
kembali ke dalam cawan sirakus, KOH 10% dibuang diganti dengan asam asetat
glasial yang ditambahkan alkohol absolut kemudian diaduk selama 3 menit.
Tambahkan dua tetes karbol xylene lalu kocong sampai besih. Larutan tersebut
lalu dibuang dan digantikan dengan asam asetal glasial yang dicampur asam
fuchsin dan rendam selama 10 menit sampai satu malam. Larutan kemudian
dibuang dan diganti dengan minyak cengkeh 10 menit, selanjutnya dilakukan
mounting seperti kutudaun.
Identifikasi thrips dilakukan pada preparat slide sementara yang disiapkan
dengan cara spesimen yang disimpan dalam alkohol 70% dituang ke dalam cawan
sirakus. Menggunakan jarum bertangkai letakan thrips diatas kaca penutup yang
sudah diteteskan larutan hoyer dalam posisi ventral menghadap ke atas. Kaca
penutup ditutupkan secara perlahan sampai menyentuh larutan hoyer, setelah
menyentuh larutan hoyer posisi kaca objek langsung dibalikansehingga posisi
kaca penutup berada di atas kaca objek. Preparat mikroskopis dipanaskan diatas
hot plate, setelah kering sekeliling bagian kaca penutup dioleskan kutek bening
agar tidak terjadi penguapan.

7
Untuk identifikasi patogen penyakit dilakukan berdasarkan gejala
makroskopis pada contoh tanaman. Identifkasi penyakit akibat serangan
cendawan dilakukan dengan pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop
compound dan mikroskop stereo dengan membuat preparat dari bagian tanaman
yang bergejala penyakit. Patogen yang berupa cendawan diidentifikasi dengan
menggunakan kunci identifikasi Barnett & Hunter (1999).

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lahan Pertanaman Krisan
Desa Ciwalen termasuk Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat. Pertanaman krisan yang diamati berada pada ketinggian 1 200 m dpl.
Pertanaman krisan yang diamati terdiri dari umur 2 minggu, 2 bulan, dan 3 bulan
pada awal pengamatan yang masing-masing memiliki luas 7x9 m dengan populasi
setiap lahan 12 780 tanaman. Pengamatan juga dilakukan pada lahan pembibitan
dan panen.

a

b

c

d

Gambar 4 Pertanaman krisan di desa Ciwalen kecamatan Cipanas: (a) lahan
pembibitan, (b) pertanaman krisan umur 2 minggu, (c) pertanaman
krisan umur 2 bulan, dan (d) pertanaman krisan umur 3 bulan
Budidaya Tanaman Krisan oleh Petani
Bibit
Bibit yang digunakan petani merupakan hasil stek dari pertanaman
sebelumnya. Perbanyakan secara stek merupakan perbanyakan secara vegetatif,
keturunannya akan memiliki sifat yang sama dengan induknya. Penanaman stek
menggunakan media sekam yang telah direndam selama 24 jam dan dilakukan
pada meja pembibitan. Pembibitan ini dilakukan selama 14-20 hari.
Pola Tanam
Dalam budidaya krisan petani tidak melakukan rotasi tanaman. Penanaman
tidak dilakukan bersamaan sehingga umur tanaman di tiap lahan berbeda. Tujuan
petani melakukan hal tersebut agar petani terus dapat memanen hasil setiap saat.

9
Dalam satu lahan, petani menanam lebih dari satu spesies krisan, yaitu
Chrysanthemum coccineum, C. indicum, C. maximum, dan C. morifolium.
Pengolahan tanah dan penanaman
Pengelolaan tanah dilakukan 1 minggu sebelum tanam dengan cara
menggenangkan lahan selama tiga hari. Jarak tanam yang dilakukan petani adalah
(10-20)x(10-20) cm. Sementara menurut Mattjik 2010, jarak tanam krisan yang
umum adalah (10-20)x(15-23) cm. Pemindahan bibit tanaman krisan ke lahan
dilakukan saat bibit telah memiliki akar. Lahan siap tanam sebelumnya
dicampurkan dengan pupuk kandang yang memiliki berbagai unsur hara makro
dan unsur hara mikro. Unsur hara makro berupa: nitrogen, fosfor, kalium,
kalsium, magnesium, dan sulfur, sedangkan unsur hara mikro berupa: zink,
tembaga, kobalt, barium, mangan, dan besi (Lestarin 2012).
Perawatan krisan awal penanaman
Penanaman awal krisan membutuhkan penyinaran lampu selama 14 jam
dalam sehari untuk membantu pertumbuhan tangkai krisan. Penyinaran lampu ini
dilakukan sampai tanaman krisan berumur 2 bulan. Pemupukan dengan urea, TSP,
phoska, dan NPK dilakukan saat tanaman krisan berumur 3 minggu secara rutin 2
minggu sekali sampai pucuk bunga muncul.
Panen dan Pemasaran
Krisan dapat dipanen pada saat tanaman berumur 4-5 bulan. Petani krisan
menjual hasil panennya seharga Rp 7 000/ikat, satu ikat krisan berisi 10 batang.
Petani pada satu lahan pertanaman mendapatkan 500-700 ikat krisan. Krisan hasil
panen ini dipasarkan ke Jakarta.
Hama Tanaman Krisan
Pada lahan krisan di Cipanas, Cianjur dijumpai berbagai hama seperti yang
tercantum pada Tabel 4 yang dapat berpotensi menjadi hama penting jika
populasinya meledak di pertanaman.
Tabel 4 Jenis-jenis hama krisan pada berbagai umur pertanaman
Umur Tanaman
No
Jenis Hama
Pembibitan
2 minggu 2 bulan 3 bulan
1 Bemisia tabaci



2 Thrips parvispinus



Liriomyza
3



huidobrensis
4 Spodoptera litura




5 Aphis gossyipii



Macroshiponella
6


sanborni

Panen




-

10
Kutu Kebul, Bemisia tabaci Gennadius
Hasil pengamatan pada ketiga lahan tanaman krisan, dapat dilihat pada
Gambar 5. Rata-rata populasi Bemisia tabaci pada lahan berumur 2 minggu
terdapat 2 ekor pada daun atas, 4 ekor pada daun tengah, dan 3 ekor pada daun
bawah, sementara pada lahan berumur 2 bulan terdapat 5 ekor pada daun atas dan
8 ekor untuk daun tengah dan daun bawah, serta pada lahan berumur 3 bulan
terdapat 6 ekor pada daun atas, 9 ekor pada daun tengah, dan 10 ekor pada daun
bawah. Dari ketiga bagian tanaman yang diamati, daun bawah memiliki rata-rata
populasi tertinggi.

Gambar 5 Rata-rata populasi kutu kebul (Bemissia tabaci) pada tanaman krisan
Kutu ini termasuk ke dalam ordo Hemiptera, famili Aleyrodidae (Borror et
al. 1996) yang memiliki ukuran imago yang sangat kecil, yaitu sekitar 1mm.
Tubuh kutu ini bewarna keputihan atau kekuningan (Gambar 6a). Kutu kebul
betina bertelur di bawah permukaan daun, terutama pada daun muda. Telurnya
berbentuk elips dengan panjang 0.2–0.3 mm (Gambar 6b). Ciri morfologi dari
kutu kebul ini yaitu terdapatnya seta pada ekor dengan ukuran setidaknya
sepanjang lubang vasiform dan panjang dari abdomen segmen ke-7 tereduksi
secara medial (Gambar 7). Gejala yang ditimbulkan oleh serangan kutu kebul
adanya bercak hitam. Kehilangan hasil akibat serangan hama kutu kebul ini dapat
mencapai 80% bahkan pada serangan berat dapat menyebabkan kehilangan hasil
100% (gagal panen) (Balitkabi 2012).

a

b
Gambar 6 B. tabaci: (a) Imago dan (b) telur dan pupa

11

Imago

Pupa

a

b

Telur

Gambar 7 B. tabaci: (a) preparat pupa dan (b) telur, pupa, dan imago
(www.cottoncrc.org.au)
Thrips, Thrips parvispinus Karny
Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat tingkat serangan Thrips parvispinus
pada lahan berumur 2 minggu pada minggu ke-8 sebesar 4.29% hal ini
dikarenakan pada pengamatan ke-1 sampai ke-7 pada pertanaman belum terdapat
bunga, lahan berumur 2 bulan terlihat dari minggu ke-1 sebesar 6.43% sampai
dengan minggu ke-8 sebesar 17.86%, sedangkan lahan berumur 3 bulan terlihat
paling besar yakni minggu ke-1 sebesar 17.86% sampai minggu ke-8 sebesar
25.71%.

Gambar 8 Persentase serangan thrips (T. parvispinus)
Menurut kunci identifikasi, thrips ini termasuk ordo Thysanoptera famili
Thripidae yang merupakan spesies Thrips parvispinus memiliki 7 ruas antena
(ruas ke-2 memiliki organ sensori berbentuk kerucut bercabang seperti garpu),
sepasang sayap berumbai yang panjangnya lebih dari setengah panjang abdomen
berwarna gelap atau transparan, dan memiliki 11 ruas abdomen (tergit ke-5 dan
ke-8 terdapat ctenidia). Serangga dewasa (imago) berukuran sangat kecil, dengan
panjang tubuh lebih kurang 1 mm, bewarna kuning pucat hingga coklat
kehitaman, dan abdomen berbentuk kerucut berwarna gelap (Gambar 9d). Hama
ini ditemukan di lapang menyerang bunga (Gambar 9a) yang masih kuncup dan
sudah mekar, dan mengakibatkan bunga menjadi bewarna kecoklatan (Gambar
9c) dan berbintik-bintik hitam (Gambar 9b).

12

a

b

c
d
Gambar 9 T. parvispinus: (a) Bunga yang terserang, (b) dan (c) gejala serangan
dan (d) preparat slide
Lalat Pengorok Daun, Liriomyza huidobrensis Blanchard
Tingkat serangan yang ditimbulkan oleh lalat pengorok daun pada lahan
berumur 2 minggu dimulai pada minggu ke-2 sebesar 9.52% yang meningkat
dengan cepat pada minggu ke-3 sebesar 23.81% selanjutnya peningkatan tidak
terlalu tinggi hingga minggu ke-8. Persentase luas serangan minggu ke-8
pengamatan pada lahan berumur 2 minggu sebesar 32.38%. Pada lahan berumur 2
bulan dan 3 bulan peningkatan persentase kerusakan tidak jauh berbeda, terdapat
penurunan dari minggu ke-2 sampai minggu ke-4 diduga akibat kerontokan daun.
Persentase kerusakan minggu ke-8 lahan berumur 2 bulan dan 3 bulan berturutturut sebesar 45.71% dan 50.48% (Gambar 10).

Gambar 10 Persentase kerusakan daun akibat serangan Liriomyza huidobrensis
Lalat pengorok termasuk dalam ordo Diptera, famili Agromyzidae. Larva
hidup dengan cara mengorok daun sehingga pada daun terdapat alur-alur bekas
gorokan (Gambar 11a). Menurut Rauf (2001), tubuh imago L. huidobrensis

13
berwarna hitam mengkilat, dengna bagian tengah kepala, bagian samping toraks,
dan skutelumn berwarna kuning (Gambar 11b). Hama dewasa (imago) menyerang
mulai dari daun yang muda sampai tua dengan cara menghisap cairan tanaman
yang keluar dari bekas tusukan ovipositor pada saat akan meletakkan telur
(Balitkabi 2012).

a

b

Gambar 11 L. huidobrensis: (a) korokan pada daun dan (b) imago
Ulat Grayak, Spodoptera litura Fabricius
Data hasil pengamatan pada ketiga lahan dapat dilihat pada Tabel 5. Ratarata populasi ulat grayak (Spodoptera litura) pada lahan berumur 2 minggu
sebanyak 0.25 ekor/m2, lahan berumur 2 bulan sebanyak 1.12 ekor/m2, dan lahan
berumur 3 bulan sebanyak 1 ekor/m2.
Tabel 5 Populasi ulat grayak (Spodoptera litura)
Pengamatan ke1
2
3
4
5
6
7
8
Rata-rata

Rata-rata populasi/m2
Lahan 1
Lahan 2
Lahan 3
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
2
1
0
1
1
1
1
1
0.25
1.12
1

Ulat grayak tergolong dalam ordo Lepidoptera, famili Noctuidae. Larva
instar awal memakan daun dan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian
atas/transparan (Gambar 12a) dan tinggal tulang-tulang daun saja sementara larva
instar 4 dan 5 memakan habis daun (Gambar 12c). Hama ini tidak hanya
menyerang bagian daun pada pertanaman krisan tetapi juga memakan bagian
tunas dan bunga (Gambar 12b). Ciri khas dari S. litura tubuhnya terdapat bintikbintik segitiga berwarna hitam dan bergaris-garis kekuningan pada sisinya.

14

a
Gambar 12

b

c

S. litura: (a) serangan larva instar awal menyisakan sisa-sisa
epidermis atas/transparan, (b) bunga yang terserang, (c) serangan
larva instar 4 dan 5 memakan habis daun, dan (d) larva ulat grayak

Kutudaun, Aphis gossyipii Glover dan Macrosiphoniella sanborni Gillete
Persentase tingkat serangan kutudaun pada pertanaman krisan yang
diamati terlihat pada Gambar 13. Lahan berumur 2 minggu kutudaun terlihat
mulai menyerang pada minggu ke-7 dengan besar 1.67% dan meningkat pada
minggu ke-8 sebesar 2.5%. Lahan berumur 2 bulan terjadi penurunan persentase
pada minggu ke-3 sampai ke-4 dan lahan berumur 3 bulan terlihat adanya
penurunan persentase yang sangat drastis pada minggu ke-4. Penurunan
persentase diakibatkan oleh perontokan secara alamai ataupun pengguguran daun
yang dilakukan sengaja oleh petani sebagai pengendalian.
Kutudaun termasuk ordo Hemiptera, famili Aphididae. Spesies kutudaun
yang ditemukan pada tanaman krisan yaitu Aphis gossypii dan Macrosiphoniella
sanborni. Kutudaun A. gossypii ini merupakan serangga yang sangat polifag
dengan ciri khas femur yang pucat dan warna kauda kehitaman(Kalshoven 1981;
Blackman & Eastop 2000). Inangnya antara lain kapas, kapuk, wijen, kopi, jeruk,
cabai, mentimun, dan tanaman hias.

Gambar 13 Persentase serangan kutudaun (A. gossypii dan M. sanborni)
M. sanborni memiliki ciri khas warna antena segmen 3, proksimal femur,
dan bagian tengah tibia pucat. M.sanborni merusak dengan cara mengisap cairan
tanaman dengan alat mulutnya yang bertipe menusuk menghisap. Akibatnya
tanaman menjadi layu, kualitas bunga menurun akibat malformasi, bahkan pada
serangan berat tanaman gagal menghasilkan bunga. Kutudaun yang menyerang
bagian bunga yang masih kuncup ataupun yang sudah mekar serta pada bagian

15
daun, semuanya merupakan bagian yang dapat menurunkan harga jual produk
tanaman hias (Maryam 1998).

a
b
c
Gambar 14 Kutudaun: (a) Gejala serangan kutudaun pada daun krisan (daun
berkerut), (b) preparat A. gossypii, dan (c) preparat M. sanbroni
Penyakit Tanaman Krisan
Hasil pengamatan, ditemukan beberapa penyakit di lahan krisan pada
berbagai umur pertanaman seperti yang tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6 Jenis-jenis penyakit krisan pada berbagai umur pertanaman
Umur Tanaman
No.
Jenis Penyakit
Pembibitan
2 minggu 2 bulan 3 bulan
1 Karat putih



2 Karat hitam



3
4
5
6
7
8
9

Layu fusarium
Embun jelaga
Embun tepung
Hawar daun
Kerdil
Busuk batang
Kapang kelabu

Panen
-














-





-



-



-

-

-

-

-

-



Karat Putih
Penyakit karat putih terdapat pada pertanaman berumur 2 minggu, 2 bulan,
dan 3 bulan. Pada Gambar 15 diperoleh hasil, bahwa perkembangan kejadian dan
keparahan penyakit tidak berbeda. Kejadian penyakit karat putih pada minggu ke1 sampai minggu ke-8 terus meningkat, hal ini karena penyebaran patogennya
melalui percikan air dan patogen dapat berkembang baik pada kondisi basah. Pada
saat pengamatan, kondisi lahan berada pada rata-rata suhu 27oC dan kelembaban
96 %. Penurunan kejadian penyakit pada minggu ke-3 pada pertanaman berumur
3 bulan dan minggu ke-6 pada pertanaman berumur 2 bulan dikarenakan daun
yang terserang karat putih mengalami kerontokan.

16

(a)
(b)
Gambar 15 Penyakit karat putih pada pertanaman krisan: (a) kejadian penyakit
dan (b) keparahan penyakit
Penyakit karat putih pada krisan disebabkan oleh cendawan Puccinia
horiana. Cendawan ini bersifat parasit obligat atau hanya hidup sebagai parasit
pada tanaman hidup. Menurut Suhardi (2009), patogen karat putih menghasilkan
dua jenis spora, yaitu teliospora yang merupakan spora rihat dan basidiospora
yang dihasilkan oleh teliospora yang telah berkecambah. Teliospora akan
berkecambah apabila kelembapan udara sangat tinggi yaitu Rh 96-100%.
Teliospora berbentuk oblong dengan warna kuning pucat dan berukuran 52 µm
(Gambar 16a).
Gejala penyakit mulai dari daun tanaman muda hingga panen. Gejala P.
horiana pada daun krisan dimulai dengan munculnya bercak berwarna kuning
pada permukaan atas daun, kemudian diikuti dengan perubahan warna pusat
bercak dari putih menjadi coklat tua (Gambar 16b). Pada permukaan bawah daun
terbentuk pustul (Gambar 16c) yang pada awalnya berwarna merah muda,
selanjutnya pustul membesar dan berwarna putih, daun rontok dan akhirnya mati.
Penyakit karat putih pada krisan pertama kali dilaporkan menginfeksi
pertanaman krisan di beberapa negara seperti Inggris, Selandia Baru, Afrika
Selatan, dan Australia. P. horiana dilaporkan masuk ke Indonesia sekitar tahun
1990, diduga melalui bibit krisan impor (Hanudin dan Marwoto 2012).
Kehilangan hasil krisan akibat penyakit karat putih belum pernah dihitung secara
tepat. Kehilangan hasil diperkirakan mencapai 30% karena penurunan nilai jual
dan penundaan waktu panen (Suhardi 2009).

a
c
b
Gambar 16 Gejala dan penyebab karat putih Puccinia horiana: (a) teliospora P.
horiana, (b) gejala bercak bewarna kuning pada permukaan atas
daun, dan (c) pustul yang terdapat pada permukaan bawah daun

17
Karat Hitam
Penyakit karat hitam terdapat pada ketiga lahan pengamatan. Gejala
penyakit ini terlihat mulai dari daun tanaman muda hingga saat panen.
Perkembangan kejadian dan keparahan penyakit berbeda pada pertanaman
berumur 2 minggu, 2 bulan, dan 3 bulan seperti terlihat pada Gambar 17, kejadian
penyakit pada pertanaman berumur 3 bulan meningkat dari minggu ke-1 sampai
minggu ke-4 dan mengalami penurunan pada minggu ke-5 sampai ke-6 yang
diduga karena daun mengalami kerontokan. Keparahan penyakit pada pertanaman
berumur 2 minggu, 2 bulan dan 3 bulan dari minggu ke-1 sampai ke-8 mengalami
peningkatan yang diakibatkan oleh meningkatnya suhu dan kelembapan pada saat
pengamatan dilakukan.

(a)
(b)
Gambar 17 Penyakit karat hitam pada pertanaman krisan: (a) kejadian penyakit
dan (b) keparahan penyakit
Penyakit karat hitam disebabkan oleh Puccinia chrysanthemi. Patogen ini
mempunyai urediospora bersel satu, bulat dan berbentuk ginjal dengan dinding sel
berjerawat bewarna coklat atau putih cerah (Gambar 18a). Kadang-kadang
terdapat urediospora yang bersel dua, dianggap sebagai urediospora yang
berlekatan.
Gejala gangguan P. chrysanthemi pada daun krisan adalah muncul bintik
coklat atau hitam di permukaan daun (Gambar 18b) yang diikuti dengan adanya
bintik-bintik klorosis di permukaan bawah daun (Gambar 18c). Penyakit ini
berkembang biak pada kelembapan tinggi terutama pada tanaman dengan jarak
tanaman yang rapat.

a

b

c

Gambar 18 Gejala dan penyebab karat hitam (P. chrysanthemi): (a) urediospora
P. chrysanthemi, (b) gejala bintik hitam pada permukaan atas daun,
dan (c) bintik klorosis di bawah permukaan daun

18
Layu Fusarium
Penyakit layu fusarium terdapat pada pertanaman berumur 2 minggu, 2
bulan, dan 3 bulan. Perkembangan kejadian dan keparahan penyakit layu fusarium
pada minggu ke-1 sampai ke-8 terlihat adanya peningkatan seperti yang terlihat
pada Gambar 19. Pada grafik terlihat, bahwa pertanaman berumur 3 bulan
memilliki kejadian dan keparahan yang jauh lebih tinggi dibandingkan lahan
lainnya.

(a)
(b)
Gambar 19 Layu fusarium pada krisan: (a) kejadian penyakit dan (b) keparahan
penyakit
Penyakit ini disebabkan oleh Fusarium oxysporum yang mengakibatkan
tanaman layu, daun menguning dan mengering, akhirnya mengakibatkan kematian
tanaman (Gambar 20a). Patogen ini merupakan patogen tular tanah yang bertahan
secara alami di dalam media tumbuh dan akar-akar tanaman sakit dalam jangka
waktu yang relatif lama. Patogen ini mempunyai konidiofor bercabang-cabang
dengan rata-rata panjang 70µm. Cabang-cabang samping biasanya bersel satu,
panjangnya sampai 14µm. Konidium terbentuk pada ujung cabang utama atau
cabang samping. Mikrokonidium banyak dihasilkan oleh cendawan F. oxysporium
pada semua kondisi, bersel satu atau dua, hialin, jorong atau agak memanjang,
berukuran (5-7) x(2.5-3) µm, tidak bertangkai kecil, tidak bersekat atau kadang
bersekat satu dan berbentuk bulat telur atau lurus (Gambar 20b). Makrokonidium
berbentuk sabit, bertangkai kecil, kebanyakan bersel empat, hialin, berukuran (2236) x (4-5) µm. Klamidiospora bersel satu, jorong atau bulat, berukuran (7-13) x
(7-8) µm, terbentuk di tengah hifa atau pada makrokonidium, seringkali
berpasangan (Djaenuddin 2011).

a
b
Gambar 20 Gejala layu dan penyebab F. oxysporium: (a) tanaman terserang
menjadi layu dan (b) mikrokonidium F. oxysporium

19
Embun jelaga
Penyakit embun jelaga hanya ditemukan di pertanaman berumur 2 bulan
dan 3 bulan seperti terlihat pada Gambar 21, kejadian dan keparahan penyakit
pada pertanaman berumur 2 bulan mengalami peningkatan pada pengamatan
minggu ke-5 sampai ke-8, sedangkan pada lahan berumur 3 bulan peningkatan
terjadi dari minggu ke-1 sampai ke-8. Peningkatan kejadian dan keparahan yang
sangat tinggi diduga karena adanya peningkatan serangan dari hama kutu kebul
sebagai serangga penghasil embun madu yang berasosiasi dengan cendawan ini.

(a)
(b)
Gambar 21 Penyakit bercak hitam pada pertanaman krisan:(a) kejadian penyakit
dan (b) keparahan penyakit
Cendawan penyebab penyakit embun jelaga belum teridentifikasi
dikarenakan konidia yang ditemukan pada gejala penyakit ini berbeda dengan
konidia Capnodium sp. yang biasanya merupakan cendawan penyebab embun
jelaga. Konidia yang ditemukan pada penyakit ini berbentuk bulat, memiliki 2 inti
sel (Gambar 22c), tidak bersekat, bewarna hialin, dan memiliki 1 atau 2 dinding
sel (Gambar 22b). Penutupan pada daun ini menyebabkan berkurangnya luasan
daun untuk berfotosintesis dan permukaan daun menjadi kotor (Faridah 2011).
Gejala embun jelaga ini membentuk lapisan berwarna hitam, kering dan
tipis pada permukaan atas daun (Gambar 22a). Lapisan itu dapat mengakibatkan
kematian pada tanaman karena akan mengurangi fotosintesis dan respirasi daun.

a

b

c

Gambar 22 Bercak hitam: (a) lapisan hitam pada permukaan atas daun, (b) dan
(c) mikroskopis cendawan penyebab embun jelaga

20
Embun Tepung
Penyakit embun tepung terjadi pada semua umur pertanaman krisan
(Gambar 23). Kejadian dan keparahan dari tiap lahan meningkatan dari minggu
ke-1 sampai ke-8. Penyakit embun tepung juga menimbulkan gejala di lahan
pembibitan (Gambar 24b). Kejadian penyakit embun tepung mencapai 50 % tetapi
keparahan hanya mencapai lebih kurang 10%, diduga karena ketinggian tempat
tidak mendukung perkembangan cendawan ini.

Gambar 23

(a)
(b)
Penyakit embun tepung pada pertanaman krisan: (a) kejadian
penyakit dan (b) keparahan penyakit

Gejala penyakit ini berupa lapisan putih bertepung pada permukaan atas
daun (Gambar 24a).Tepung ini sebenarnya merupakan masa dari konidia
cendawan. Pada serangan berat menyebabkan daun pucat dan mengering. Menurut
Chandra 2008, patogen Oidium chrysanthemi tumbuh baik di daerah dengan
ketinggian 500-1000 m dpl dan pada daun yang masih muda.

a

b

c

Gambar 24 Embun tepung: (a) lapisan tepung pada permukaan daun, (b) embun
tepung pada pembibitan, dan (c) mikroskopis O. chrysanthemi
Hawar Daun
Kejadian dan keparahan penyakit hawar daun pada pertanaman berumur 2
minggu lebih besar dibandingkan lahan berumur 2 bulan dan 3 bulan. Pada
Gambar 25 pertanaman berumur 2 bulan pada minggu ke-1 hingga ke-5 tidak
menunjukkan adanya gejala penyakit hawar daun. Perbedaan ini diduga karena
perbedaan cuaca pada saat pengamatan dilakukan.

21

(a)
(b)
Gambar 25 Penyakit hawar daun pada pertanaman krisan: (a) kejadian penyakit
dan (b) keparahan penyakit
Gejala yang ditimbulkan, pada permukaan daun terdapat bercak-bercak
coklat tidak beraturan, lama kelamaan bercak tersebut meluas ke seluruh
permukaan daun seperti Gambar 26a yang mengakibatkan daun gugur saat terkena
angin. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Helminthosporium sp. yang
memiliki konidia memanjang dengan ujung agak menyempit, berwarna coklat.
Konidia dibatasi 7 sekat melintang dan membagi konidia menjadi delapan sel
seperti pada Gambar 26b.

a

b

Gambar 26 Gejala dan penyebab hawar daun: (a) bercak coklat tidak beraturan
pada daun dan (b) konidia Helminthosporium sp.
Kerdil
Pada Gambar 27 dapat dijelaskan bahwa tingkat kejadian dan keparahan
penyakit kerdil dari yang tertinggi sampai terendah berturut-turut terdapat pada
tanaman berumur 3 bulan, 2 bulan, dan 2 minggu. Hal ini diduga karena, masa
inkubasi virus untuk menghasilkan gejala pada tanaman sekitar 2 sampai 3 bulan
tergantung dengan kultivarnya (Diningsih 2008).
Penyakit ini disebabkan oleh Chrysanthemum stunt viroid (CSVd) yang
menyebabkan gejala daun belang hijau dan kuning, kadang-kadang bergaris serta
tanaman tumbuh kerdil, tidak membentuk tunas samping, berbunga lebih awal dan
bunganya berwarna menjadi pucat.

22

(a)
(b)
Gambar 27 Penyakit kerdil pada pertanaman krisan: (a) kejadian penyakit dan
(b) keparahan penyakit
Busuk Pangkal Batang
Penyakit ini disebabkan oleh Pythium spp. yang dijumpai pada lahan
pembibitan. Gejala serangan yakni kelayuan tanaman dan daun menguning
terutama daun bagian bawah. Pangkal batang yang berbatasan dengan akar terjadi
pembusukan yang berwarna kehitaman (Gambar 28). Bila tanaman dicabut, akar
bewarna coklat sampai hitam dan mengkerut.

Gambar 28 Gejala Pythium sp. pada pembibitan
Kapang Kelabu
Penyakit ini ditemukan pada bunga krisan pada proses pemanenan. Gejala
pada bunga terdapat gejala busuk (Gambar 29). Menurut Budiarto 2006, gejala
kapang kelabu ini diakibatkan oleh cendawan Botrytis cinerea yang dapat
menyebar dengan perantara angin atau serangga serta hanya terjadi pada musim
hujan.

Gambar 29 Gejala kapang kelabu pada bunga

23
Pengelolaan hama dan penyakit oleh petani
Pengamatan hama dan penyakit
Petani tidak melakukan pengamatan secara rinci terhadap serangan serta
keparahan dari hama dan penyakit pada lahannya. Namun, menurut pengalaman
sebelumnya petani mengatakan bahwa kutu kebul dan pengorok daun merupakan
hama terpenting yang menyerang pertanaman krisan. Petani juga mengatakan
bahwa kutu kebul pernah menyerang pertanaman krisan hingga mengalami gagal
panen. Menurut petani, karat putih merupakan penyakit yang sering menyerang
pertanaman, penyakit karat putih ini merupakan penyakit yang sangat cepat
menyebar di pertanaman.
Pengendalian yang dilakukan
Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan petani antara lain melalui
teknik budidaya yaitu memberi pupuk organik secara rutin, pembuangan daun
yang terserang penyakit, dan penyiangan gulma. Beberapa petani membiarkan
sisa-sisa tanaman krisan yang tidak dapat dijual karena rusak oleh serangan hama
atau terinfeksi penyakit membusuk di pertanaman.
Petani juga melakukan pengendalian dengan menggunakan pestisida kimia
sintetik yang dilakukan sejak tanaman krisan sudah memiliki pucuk baru dengan
tujuan mencegah hama tersebut sebelum muncul. Aplikasi pestisida selanjutnya
dilakukan berdasarkan status hama atau secara rutin setiap satu minggu sekali.
Aplikasi pestisida juga bergantung pada keadaan ekonomi petani. Petani
mengaplikan pestisida umumnya ditujukan secara umum untuk semua hama yang
terdapat di pertanaman, oleh karena itu pestisida yang dipilih adalah pestisida
berspektrum luas antara lain pestisida berbahan aktif karbaril, deltametrin,
sipermetrin, karbofuran, imidakloropid dan klorpirifos. Pestisida diaplikasikan
dengan cara mencampur pestisida satu dengan yang lainnya. Hal ini ditujukan
untuk menghemat biaya tenaga kerja.
Pembahasan Umum
Permasalahan yang ditemukan pada pertanaman krisan selama
pengamatan berlangsung diantaranya adalah OPT yang berasal dari kelompok
hama dan penyakit. Hama yang ditemukan pada pertanaman krisan yaitu kutu
daun (Aphis gossypii dan Macroshiponiella sanborni), thrips (Thrips parvispinus),
kutu kebul (Bemisia tabaci), ulat grayak (Spodoptera litura), dan lalat penggorok
daun (Liriomyza huidobrensis). Penyakit yang ditemukan di pertanaman krisan
yaitu karat putih (Pucciana horiana), karat hitam (Pucciana chrysanthemi), layu
fusarium (Fusarium oxysporium), busuk pangkal batang (Pythium sp.), embun
jelaga, embun tepung (Oidium chrysanthemi), hawar daun (Helminthosporium
sp.), kerdil (Chrysanthemum stunt viroid (CSVd)), dan kapang kelabu (Botrytis
cinerea). Hama dan penyakit yang ditemukan sebagian besar terdapat pada semua
umur tanaman, namun persentase luas serangan, serta kejadian dan keparahan
penyakit berbeda pada setiap umur tanaman.
Menurut hasil wawancara dengan petani, hama dan penyakit utama yang
sangat mempengaruhi produksi tanaman krisan adalah kutu kebul dan karat putih.
Kutu kebul pernah menyebabkan petani mengalami kegagalan panen, dengan ratarata populasi kutu kebul pada tanaman berumur 2 minggu terdapat 2 ekor pada
daun atas, 4 ekor pada daun tengah, dan 3 ekor pada daun bawah, sementara pada

24
tanaman berumur 2 bulan terdapat 5 ekor pada daun atas dan 8 ekor untuk daun
tengah dan daun bawah, serta pada tanaman berumur 3 bulan terdapat 6 ekor pada
daun atas, 9 ekor pada daun tengah, dan 10 ekor pada daun bawah. Embun jelaga
yang dihasilkan oleh kutu kebul mengakibatkan adanya penurunan produksi
bunga krisan. Tingkat serangan embun jelaga di lapangan pada tanaman berumur
2 bulan sebesar 5.14% dan pada tanaman berumur 3 bulan sebesar 22.86%.
Cendawan penyebab embun jelaga belum terindentifikasi, cendawan ini menutupi
permukaan daun sehingga luasan daun untuk berfotosintesis menjadi berkurang.
Penyakit karat putih yang terjadi di lapangan merupakan jenis cendawan
P. horiana pada pertanaman berumur 2 minggu tingkat serangan mencapai 40%,
lahan berumur 2 bulan 41.14%, dan pertanaman berumur 3 bulan 42.86%.
Cendawan ini merupakan cendawan parasit obligat pada tanaman hidup, penyakit
ini menimbulkan pustul bewarna putih pada permukaan bawah daun. Selain,
kedua penyakit tersebut juga didapatkan penyakit yang hampir sama dengan karat
putih yakni penyakit karat hitam yang disebabkan oleh cendawan P.
chrysanthemi. Penyakit ini ditemukan dilapang dengan persentase tingkat
kerusakan pada tanaman berumur 2 minggu 13.14%, tanaman berumur 2 bulan
23.42%, dan tanaman berumur 3 bulan 29.14%. Ketiga penyakit tersebut dapat
menurunkan tingkat produksi karena menyerang daun yang merupakan bagian
terpenting pada tanaman krisan selain bunga.
Hama lain yang menimbulkan tingkat kerusakan yang tinggi berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan adalah hama lalat pengorok daun L. huidobrensis
dengan persentase kerusakan pada tanaman berumur 2 minggu 22.98%, tanaman
berumur 2 bulan 37.68%, dan tanaman berumur 3 bulan 40.95%. Persentase
kerusakan yang tinggi dapat mengakibatkan penurunan jumlah produksi karena
hama ini menyerang bagian daun yang juga merupakan bagian terpenting pada
tanaman krisan. Sedangkan kerusakan hama-hama lain yang ditemukan masih
berada di bawah ambang ekonomi.
Petani telah melakukan pengendalian terhadap hama dan penyakit yang
mengganggu tanaman krisan di lapangan yaitu seperti penyemprotan pestisida
secara rutin setiap dua kali seminggu, pemotongan bagian tanaman yang terserang
hama dan penyakit, penyulaman tanaman sakit pada 1-3 minggu setelah pindah
tanam, dan melakukan penggenangan