Kondisi Mangrove dan Struktur Komunitas Udang (Studi Kasus di Kecamatan Pasekan, Indramayu)

KONDISI MANGROVE DAN STRUKTUR KOMUNITAS
UDANG (STUDI KASUS DI KECAMATAN PASEKAN,
INDRAMAYU)

ANGGUN SASMITA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kondisi
Mangrove dan Struktur Komunitas Udang (Studi Kasus di Kecamatan Pasekan,
Indramayu) adalah benar karya saya dengan pengarahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir penulisan ini.


Bogor, Juli 2014

Anggun Sasmita
NIM C24100041

ABSTRAK
ANGGUN SASMITA. Kondisi Mangrove dan Struktur Komunitas Udang (Studi
Kasus di Kecamatan Pasekan, Indramayu). Dibimbing oleh AGUSTINUS
SAMOSIR.
Ekosistem mangrove merupakan salah satu habitat bagi biota air di daerah
pasang surut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur komunitas udang
dan keterkaitannya terhadap kondisi ekosistem mangrove di Desa Pabean Ilir dan
Pagirikan, Indramayu. Data penelitian yang dikumpulkan berupa jenis udang
pada tiga sub-habitat berbeda, yaitu tambak, muara sungai, dan pantai. Kondisi
yang diukur meliputi luasan, kerapatan, dan basal area mangrove serta kualitas air.
Hasil pengamatan menunjukkan luasan dan kerapatan mangrove di Desa
Pagirikan lebih rendah dibandingkan Desa Pabean Ilir. Kondisi lingkungan pada
dua stasiun pengamatan, menunjukkan hasil yang tidak berbeda dan masih dalam
kisaran optimum untuk kelangsungan hidup udang. Terdapat delapan spesies

udang selama pengamatan, yaitu Penaeus merguiensis, P. japonicus, P. monodon,
Acetes sp., Metapenaeus ensis, M. monoceros, Harphiosquilla raphidae, dan M.
rosenbergii.
Keanekaragaman udang sedikit lebih tinggi di Pabean Ilir
dibandingkan di Pagirikan, namun tidak signifikan. Perbedaan struktur komunitas
ditemukan antar sub-habitat tambak, muara sungai, dan pantai dari masing-masing
lokasi pengamatan.
Kata kunci: Indramayu, Keanekaragaman, Mangrove, P. merguiensis, Udang.

ABSTRACT
ANGGUN SASMITA. Mangrove Conditions and Community Structure of
Shrimps (Case Study in Pasekan subdistrict, Indramayu). Supervised by
AGUSTINUS SAMOSIR .
Mangrove is one of a group of plants in the tidal area. This study aims to
describe community structure of shrimp with relation to mangroves. Research
analyzed were species of shrimps in three different sub-habitats are ponds, river,
and beaches in the Pabean Ilir and Pagirikan villages, Indramayu. Conditions
measurzed include vast, density, and basal cover of mangroves and water quality.
The results showed that the extent and mangrove density in the Pagirikan village
lower than Pabean Ilir village. Environmental conditions in the two observation

stations showed the results do not significant different and still in the range for
survival of shrimp. There are eight species of shrimp during the observation,
namely Penaeus merguiensis, P. japonicus, P. monodon, Acetes sp., Metapenaeus
ensis, M. monoceros, Harphiosquilla raphidae, and M. rosenbergii. Diversity
shrimps in the Pabean Ilir slightly higher than Pagirikan, however not significant.
Community structure differences found between sub-habitat of ponds, river, and
beaches from each of the two observation sites.
Keywords: Indramayu, Diversity, Mangrove, P. merguiensis, Shrimp.

KONDISI MANGROVE DAN STRUKTUR KOMUNITAS
UDANG (STUDI KASUS DI KECAMATAN PASEKAN,
INDRAMAYU)

ANGGUN SASMITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan


DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama
NIM
Program Studi

: Kondisi Mangrove dan Struktur Komunitas Udang (Studi Kasus
di Kecamatan Pasekan, Indramayu)
: Anggun Sasmita
:
C24100041
:
: Manajemen Sumber Daya Perairan


Disetujui oleh

Ir Agustinus M Samosir, MPhil
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang atas karuniaNya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Keberadaan Mangrove dan
Struktur Komunitas Udang (Studi Kasus di Kecamatan Pasekan, Indramayu).
Hasil penelitian ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana dari Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1.
Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan kesempatan untuk
menempuh studi di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan.

2.
Beasiswa POM (Perhimpunan Orangtua Mahasiswa) dan PPA (Peningkatan
Prestasi Akademik) yang telah memberikan bantuan dana selama masa
studi.
3.
Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan
Tinggi Negeri (BOPTN), KODE Max: 2013.089.521219.
4.
Dr Ir Luky Adrianto, MSc selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan motivasi dan pengarahan selama masa akademik.
5.
Ir Agustinus M Samosir, MPhil sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan motivasi, bimbingan serta pengarahan dalam pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi.
6.
Dr Ir Isdrajad Setyobudiandi, MSc sebagai penguji di luar pembimbing dan
Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi sebagai penguji perwakilan program studi
Manajemen Sumberdaya Perairan
7.

Kedua orangtua dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan doa dan
motivasi untuk penulis.
8.
Aries Asriansyah, SPi dan Bapak Ruslan selaku staf laboratorium Biologi
Makro yang telah membantu dalam analisis di laboratorium.
9.
Dr Ahmad Zahid, SPi MSi atas kritik dan saran yang telah diberikan.
10. Teman-teman satu tim penelitian Indramayu Pardi, Reiza, Merry, Rana,
Rizham, dan Alsay yang selalu memberikan kebersamaannya selama
penelitian.
11. Mega, Rivany, Siska, Agus, dan seluruh keluarga MSP 47, yang selalu
memberikan bantuan dan .motivasi.
12. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Saran dan kritik atas skripsi penelitian ini sangat diharapkan demi kebaikan
dan kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Juli 2014

Anggun Sasmita


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat
Pengambilan Contoh
Analisis Data
Komposisi jenis dan kelimpahan relatif
Struktur komunitas udang
Kebiasaan makanan
Kondisi mangrove
Indeks nilai penting
Keterkaitan kondisi mangrove dengan struktur komunitas udang
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kondisi ekosistem mangrove dan perairan
Komposisi jenis dan kelimpahan relatif udang
Struktur komunitas
Kebiasaan makan
Pembahasan
Kondisi mangrove dan struktur komunitas udang Desa Pabean Ilir dan
Pagirikan
Rekomendasi pengelolaan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1

1
1
2
2
2
2
3
4
4
5
5
6
6
8
9
9
9
13
15
16

16
16
21
22
22
22
22
26
30

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Koefisien korelasi (r) dan kekuatan hubungan
Parameter perairan di Desa Pabean Ilir
Parameter perairan di Desa Pagirikan
Komposisi jenis udang di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan

9
13
13
14

DAFTAR GAMBAR
1

Diagram alir kerangka pemikiran kajian keterkaitan kondisi
mangrove terhadap struktur komunitas udang
2 Lokasi penelitian
3 Kondisi ekosistem mangrove Desa Pabean Ilir dan Pagirikan; A dan
D pada habitat tambak, B dan E habitat muara sungai, C dan F habitat
pantai.
4 Kerapatan mangrove Desa Pabean Ilir
5 Kerapatan mangrove Desa Pagirikan
6 Basal area mangrove di Desa Pabean Ilir
7 Basal area mangrove di Desa Pagirikan
8 Kelimpahan relatif udang di stasiun Pabean Ilir dan Pagirikan
9 Struktur komunitas udang di Desa Pabean Ilir
10 Struktur komunitas udang di Desa Pagirikan

2
3

10
11
11
12
12
15
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Alat tangkap yang digunakan
Spesies udang yang ditangkap di Pabean Ilir dan Pagirikan
Kelimpahan relatif udang di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan
Indeks nilai penting mangrove Desa Pabean Ilir
Indeks nilai penting mangrove Desa Pagirikan
Uji beda kondisi perairan Desa Pabean Ilir dan Pagirikan
Uji korelasi kerapatan mangrove dengan keanekaragam udang di
Pabean Ilir
Uji korelasi kerapatan mangrove dengan keanekaragam udang di
Pagirikan
Uji korelasi kerapatan mangrove dengan keseragaman udang di
Pabean Ilir
Uji korelasi kerapatan mangrove dengan keseragaman udang di
Pagirikan
Uji korelasi kerapatan mangrove dengan dominansi udang di Pabean
Ilir
Uji korelasi kerapatan mangrove dengan dominansi udang di
Pagirikan
Uji beda struktur komunitas udang di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan

26
27
27
26
26
28
28
28
28
29
29
29
29

1
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangrove adalah struktur vegetasi yang membentuk suatu habitat pesisir,
yang hampir selalu ditemukan di sepanjang garis pantai di perairan dangkal tropis
dan subtropis, seperti teluk, laguna, dan estuari (Nagelkerken dan Faunce 2008).
Mangrove, memiliki fungsi penting di dalam mata rantai makanan, yang dapat
menunjang kehidupan berbagai jenis biota air. Bagi udang, mangrove berperan
sebagai daerah asuhan, tempat mencari makan, dan berlindung dari spesies
predator (Chong et al. 1990 in Primavera 1998).
Ekosistem mangrove di Indonesia sejak tahun 1982 sampai dengan sekarang,
terekam telah mengalami penurunan dari segi kualitas maupun kuantitas yang
disebabkan karena perubahan iklim dan meningkatnya aktivitas manusia (FAO
2002; Sukardjo 2004; Prahastianto 2010). Perubahan iklim dapat berdampak
terhadap kenaikan muka air laut, peningkatan suhu perairan, peningkatan badai,
dan fluktuasi cuaca yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kondisi
ekosistem mangrove. Mangrove merupakan habitat utama bagi beberapa spesies
udang, sehingga perubahan ekosistem mangrove dapat berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup udang. Indramayu merupakan salah satu daerah di Jawa
Barat yang kondisi ekosistem mangrovenya telah mengalami kerusakan.
Hubungan positif antara luasan mangrove dan tangkapan udang telah
ditunjukkan di Indonesia (Martosubroto dan Naamin 1977), Meksiko (Tuner 1977
in Pauly dan Ingles 1999), Asia Tenggara (Paw dan Chua 1989 in Baran dan
Hambrey 1998). Saat ini, belum ada penelitian mengenai kondisi mangrove dan
struktur komunitas udang di daerah ini, sehingga hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten
Indramayu.
Perumusan Masalah
Menurut para ahli biologi, kawasan mangrove merupakan daerah asuhan
udang, ikan, dan spesies kepiting tertentu yang bergantung pada hutan mangrove
(Sukardjo 2004). Mangrove juga merupakan habitat penting bagi berbagai jenis
udang-udangan yang memiliki nilai komersial penting (Noor et al. 1990).
Perubahan kondisi ekosistem mangrove meliputi komposisi jenis, kerapatan, dan
luasan ekosistem mangrove akibat peningkatan aktivitas manusia dan perubahan
iklim akan menentukan variasi karakteristik fisika, kimia, dan biologi perairan,
selanjutnya akan menentukan struktur komunitas dari organisme yang berasosiasi
dengannya. Menurut Twilley et al. (1996) in Shervette (2007), perubahan lahan
basah mangrove, termasuk hilangnya habitat dan perubahan habitat, secara
langsung maupun tidak langsung juga berpengaruh terhadap keanekaragaman
hayati.
Ekositem mangrove memegang peranan penting untuk kelangsungan proses
ekologis dan hidrologis, maka keanekaragaman biota air pada perairan pantai di
wilayah pesisir akan tergantung dari kondisi ekosistem mangrove, yang
merupakan sistem penyangga kehidupan biota tersebut. Berdasarkan uraian

2
tersebut, perlu dipelajari peran ekosistem mangrove dalam menunjang struktur
komunitas udang yang memanfaatkan keberadaan ekosistem mangrove sebagai
tempat pengasuhan, tempat mencari makan, dan berlindung dari spesies predator.
Gambar 1 merupakan diagram alir kerangka pemikiran kajian keterkaitan kondisi
mangrove terhadap struktur komunitas udang.
Kondisi mangrove
-Luasan mangrove
-Jenis/komposisi
-Kerapatan mangrove
-Basal area /tutupan

Perubahan iklim dan
Aktivitas manusia

Parameter fisika kimia
perairan

Struktur komunitas
udang

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran kajian keterkaitan kondisi mangrove
terhadap struktur komunitas udang

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi ekosistem mangrove dan
keterkaitannya dengan struktur komunitas udang pada dua lokasi berbeda.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai
keterkaitan kondisi ekosistem mangrove terhadap struktur komunitas udang yang
terdapat pada dua ekosistem mangrove Desa Pabean Ilir dan Pagirikan. Informasi
tersebut, selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pengelolaan dan
pemantauan, terhadap hutan mangrove yang terdapat di Kecamatan Pasekan,
Indramayu.

METODE
Waktu dan Tempat
Pengamatan dilaksanakan setiap bulan, dari Juli sampai September 2013, di
pesisir ekosistem mangrove Desa Pabean Ilir dan Desa Pagirikan, Kecamatan
Pasekan, Indramayu. Identifikasi contoh dilakukan di Laboratorium Biologi
Makro 2, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan

3
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
penelitian.

Gambar 2 merupakan peta lokasi

Gambar 2 Lokasi penelitian

Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh vegetasi mangrove
Pengumpulan data vegetasi mangrove dilakukan dengan metode observasi
lapangan. Vegetasi mangrove dihitung jumlah tegakannya pada masing-masing
plot pengamatan. Vegetasi mangrove tahap pohon, diamati pada luasan 20x20 m2
dan mangrove tahap pohon merupakan mangrove dengan ciri-ciri diameter batang
lebih besar atau sama dengan 10 cm serta tinggi lebih besar atau sama dengan 1.5
m. Mangrove tahap anakan diamati pada luasan 5x5 m2 dengan diameter batang 2
cm sampai 10 cm, dan tinggi lebih besar atau sama dengan 1.5 m. Mangrove
tahap semai diamati pada luasan 1x1 m2 dan mangrove tahap semai merupakan
mangrove dengan tinggi kurang dari dari 1.5 m dan diameter batang kurang dari 2
cm.
Data vegetasi mangrove yang diamati meliputi jumlah, jenis vegetasi
mangrove, dan DBH (diameter of the trunk at breast height) berupa daun dan
bunga yang akan diidentifikasi lebih lanjut Rusti et al. (1999).

4
Pengambilan contoh udang
Pengambilan data keanekaragaman udang dilakukan pada dua lokasi
berbeda, yakni di Desa Pabean Ilir dan Desa Pagirikan, Kecamatan Pasekan.
Pembagian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kondisi mangrove yang
berbeda terhadap struktur komunitas udang di masing-masing lokasi dan habitat.
Pengambilan contoh dilakukan pada 3 sub-habitat yang berbeda pada setiap
lokasi penelitian, yaitu di tambak dengan menggunakan alat tangkap impes
dengan ukuran panjang 104.5 cm dan lebar 44 cm, di muara sungai menggunakan
alat tangkap sero dengan panjang 100 m, lebar 120 m, dan tinggi 1.5-2.5 m, dan di
pantai menggunakan jaring udang dengan panjang 160 m dan lebar 1.5 m masingmasing sebanyak tiga kali ulangan (Lampiran 1).
Contoh udang yang diperoleh diawetkan dalam formalin 10% secara
terpisah berdasarkan zona pengambilan contoh.
Selanjutnya dilakukan
identifikasi jenis mengunakan buku identifikasi Lovvet (1981) dan Carpenter
(1998), serta dilakukan penghitungan keanekaragaman, keseragaman, dan
dominansi.

Pengambilan contoh kualitas air
Variabel lingkungan yang diukur meliputi kecerahan, suhu, pH, salinitas,
dan kedalaman. Kecerahan diukur menggunakan Secchi disk, suhu diukur
menggunakan thermometer raksa, salinitas diukur menggunakan refraktometer,
dan pH diukur dengan pH meter.

Analisis Data

Komposisi jenis dan kelimpahan relatif
Komposisi jenis dan kelimpahan relatif udang digunakan untuk melihat
persebaran jumlah masing-masing spesies di lokasi pengambilan contoh.
Komposisi jenis udang dilihat dari hasil identifikasi menggunakan buku
identifikasi Lovvet (1981) dan Carpenter (1998). Kelimpahan relatif udang
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
P=

ni
x 100%
N

Keterangan:
P
: Kelimpahan relatif udang yang tertangkap
ni
: Jumlah total individu spesies
N
: Jumlah total individu semua spesies yang tertangkap

5
Struktur komunitas udang
Indeks keanekaragaman (H′)
Keanekaragaman diperlukan untuk menjelaskan kehadiran jumlah individu
antargenus dalam suatu komunitas. Keanekaragaman udang dihitung berdasarkan
Mason (1988) dengan persamaan:
pi =

ni

(1)

N

sehingga:
H' = -

pi log2 pi

Keterangan:
H
pi

(2)

: Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener
: Proporsi individu spesies ke-i

Indeks keseragaman (E)
Odum (1971), menyatakan bahwa indeks keseragaman (E) digunakan untuk
mengetahui berapa besar kesamaan penyebaran jumlah individu setiap genus pada
tingkat komunitas dan dihitung berdasarkan Mason (1988) sebagai berikut.
E=

H'

(3)

log2 S

Keterangan:
E

S

: Indeks keseragaman
: Indeks keanekaragaman
: Jumlah taksa (jenis atau spesies)

Indeks dominansi (D)
Odum (1971), menyatakan bahwa indeks dominansi diperoleh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
D=

2
n
i=1 (pi )

Keterangan:
D
pi

(4)

: Indeks dominansi
: Proporsi individu spesies ke-i

Kebiasaan makanan
Kebiasaan makanan udang dianalisis menggunakan indeks bagian terbesar
atau Index of Propenderance (IP) yang merupakan gabungan dari metode

6
frekuensi kejadian dan metode volumetrik (Natarajan dan Jhungran 1961 in
Effendie 1979).
Vi × Oi

IP =

Vi × Oi

×100

Keterangan:
IP
Vi
Oi
Vi × Oi

(5)

: Indeks of Propenderance
: Persentase volume Satu Makanan
: Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan
: Jumlah Vi × Oi dari semua macam makan

Kondisi mangrove
Indeks nilai penting
Indeks nilai penting adalah jumlah nilai kerapatan relatif (RDi), frekuensi
relatif jenis (RFi), dan penutupan relatif jenis (RCi). Kerapatan jenis (Di)
merupakan jumlah tegakan jenis ke-I dalam suatu unit area (Curtis dan McIntosh
1950). Penentuan kerapat jenis mangrove dihitung melalui rumus sebagai berikut.
Di =

ni

(6)

A

Keterangan:
Di
: Kerapatan jenis ke-i
ni
: Jumlah total individu ke-i
A
: Luas total area pengambilan contoh
Kerapatan Relatif (RDi)
Kerapatan Relatif ( RDi ) merupakan perbandingan antara jumlah jenis
tegakan ke-i dengan total tegakan seluruh jenis. Menurut Curtis dan McIntosh
(1950), penentuan kerapatan relatif (RDi ) dihitung menggunakan rumus:
RDi =

ni
∑n

x100

(7)

Keterangan:
RDi
: Kerapatan relatif
ni
: Jumlah total individu ke-i
n
: Total tegakan seluruh jenis

Frekuensi Jenis (Fi)
Frekuensi jenis (Fi ), adalah peluang ditemukannya suatu jenis ke-i dalam
semua petak contoh dibandingkan dengan jumlah total petak contoh yang dibuat
(Curtis dan McIntosh 1950).
Fi =

pi
∑F

(8)

7
Keterangan:
Fi
: Frekuensi jenis ke-i
pi
: Jumlah petak contoh ditemukannya jenis ke-i
∑F
: Jumlah total petak contoh yang dibuat
Frekuensi Relatif (RFi)
Curtis dan McIntosh (1950), menyatakan bahwa Ferkuensi Relatif (RFi )
adalah perbandingan antara frekuensi jenis ke-i dengan jumlah frekuensi seluruh
jenis. Frekuensi Relatif (RFi ) dapat dihitung dengan rumus.
RFi =

Fi
∑F

x100

(9)

Keterangan:
RFi
: Frekuensi relatif
Fi
: Frekuensi jenis ke-i
∑F
: Jumlah total petak contoh yang dibuat

Penutupan Jenis (Ci)
Penutupan jenis (Ci ) adalah luas penutupan jenis ke-i dalam suatu unit area
tertentu (Curtis dan McIntosh 1950)
∑BA

x100
Ci =
A
Keterangan:
Ci
: Penutupan jenis
∑BA : πd2/4 (d = diameter batang setinggi dada, π = 3.1416)
A
: Luas total area pengambilan contoh

(10)

BA = π DBH²/4

(11)

Keterangan:
BA
: Basal area
Π
: 3.14
DBH : Diameter pohon jenis
Penutupan Relatif (RCi )
Curtis dan McIntosh (1950), menyatakan bahwa penutupan relatif (RCi )
adalah perbandingan antara penutupan jenis ke-i dengan luas total penutupan
untuk seluruh jenis. Penentuan RCi dapat dihitung dengan rumus berikut.
RCi =

Ci
∑C

x100

Keterangan:
RCi : Penutupan relatif
Ci
: Penutupan jenis ke-i
∑C
: Penutupan total untuk seluruh jenis

(12)

8
Soegianto (1994) in Indriyanto (2006), menyatakan bahwa INP adalah
parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi
spesies dalam komunitas tumbuhan. Nilai penting ini untuk memberikan suatu
gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis mangrove dalam ekosistem
tersebut. Rumus awal INP oleh Curtis dan McIntosh (1950) adalah sebagai
berikut.
INP = RDi + RFi + RCi

(13)

Keterkaitan kondisi mangrove dengan struktur komunitas udang
Uji t (uji beda nyata)
Uji beda nyata dua contoh independen yang digunakan pada penelitian ini,
dimaksudkan untuk mengetahui berbeda atau tidaknya struktur komunitas udang
dan kondisi lingkungan pada dua lokasi berbeda. Persamaan yang digunakan
adalah sebagai berikut.
(x1- x2 )

thit =

n
1-n2
n1+n
2

(14)

n1 -n2 s2 + n2 -n1 s2 2
n1 +n2

Keterangan:
thit
: Nilai stastistik yang akan diuji
�1
: Nilai tengah contoh 1; �2 : nilai tengah contoh 2
�1
: Ukuran contoh 1; �2 : ukuran contoh 2
�1
: Simpangan baku contoh 1;�2 : simpangan baku contoh 2

Uji perbedaan struktur komunitas udang dianalisis dengan menggunakan uji t
dengan hipotesis sebagai berikut.
H0
: Struktur komunitas udang antara Desa Pabean Ilir dengan Desa Pagirikan
adalah sama (mirip).
H1
: Struktur komunitas udang antara Desa Pabean Ilir dengan Desa Pagirikan
adalah tidak sama (berbeda).
Demikian pula untuk uji perbedaan kualitas air antara Desa Pabean Ilir dan Desa
Pagirikan, dianalisis dengan menggunakan uji t dengan hipotesis sebagai berikut.
H0
: Kualitas air antara Desa Pabean Ilir dengan Desa Pagirikan adalah sama
H1
: Kualitas air antara antara Desa Pabean Ilir dengan Desa Pagirikan adalah
tidak sama (berbeda).
Proses penarikan kesimpulan pada hipotesis, diawali dengan melihat
keidentikan nilai ragam dua contoh melalui uji F (Lavene’s Test for Equality of
Varians). Berdasarkan uji F, akan dihasilkan dua pilihan asumsi, yaitu nilai
ragam dua contoh yang identik dan nilai dua ragam contoh yang berbeda.
Pemilihan satu dari asumsi tersebut berdasarkan nilai peluang uji F. Jika nilai Pvalue lebih besar dari 0.05, maka nilai ragam dua contoh adalah identik.

9
Demikian pula jika nilai P-value kurang dari 0.05, maka nilai ragam dua contoh
adalah tidak identik.
Pengambilan keputusan pada hipotesis dapat dilakukan dengan melihat nilai
peluang pada uji t. Jika nilai peluang uji t lebih besar dari 0.05, maka H0 diterima.
Demikian juga nilai peluang uji lebih kecil 0.05, maka H0 ditolak. Pengolahan
data menggunakan Program Statistical Product and Service Solution, versi 20.

Uji korelasi
Uji korelasi dimaksudkan untuk mengetahui keeratan hubungan antara
struktur komunitas udang dengan kondisi ekosistem mangrove sebagai habitat
(nursery ground, spawning ground and feeding ground) udang. Uji korelasi yang
digunakan pada penelitian ini, merupakan uji korelasi pearson (r). Nilai r,
berkisar antara 0.0 (ada korelasi), sampai dengan 1.0 (korelasi yang sempurna).
Selain berdasarkan angka korelasi, tanda juga berpengaruh pada penafsiran hasil.
Tanda – (negatif) pada output menunjukkan adanya korelasi yang berlawanan
arah, sedangkan tanda + (positif) menunjukkan arah korelasi yang searah (Santoso
2000). Program yang digunakan untuk mengolah data adalah SPSS Statistic 20.
Interval. Kekuatan hubungan secara lebih jelas disajikan pada Tabel 1 DeVaus
(2002) berikut.
Tabel 1 Koefisien korelasi (r) dan kekuatan hubungan
Koefisien*
0.00
0.01 - 0.09
0.10 - 0.29
0.30 – 0.49
0.50 – 0.69
0.70 – 0.89
>0.90

Kekuatan Hubungan
Tidak ada hubungan
Hubungan kurang berarti
Hubungan lemah
Hubungan moderat
Hubungan kuat
Hubungan sangat kuat
Hubungan mendekati sempurna

*untuk korelasi negatif (-) interpretasi adalah sama

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi ekosistem mangrove dan perairan
Kecamatan Pasekan merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di
Kabupaten Indramayu. Kecamatan Pasekan terdiri dari lima desa, yaitu Desa
Pabean Ilir, Pagirikan, Pasekan, Karanganyar, Totoran, dan Brondong.
Berdasarkan data dari Perum Perhutani dan KPH Indramayu, luasan mangrove di
Kecamatan Pasekan adalah 3 925.14 ha. Gambar 3 merupakan gambaran kondisi
mangrove di dua lokasi penelitian Desa Pabean Ilir dan Pagirikan.

10

Gambar 3 Kondisi ekosistem mangrove Desa Pabean Ilir dan Pagirikan; A dan D
pada habitat tambak, B dan E habitat muara sungai, C dan F habitat
pantai.

Jenis mangrove yang ditemukan di kedua lokasi penelitian selama
pengamatan terdiri dari 6 jenis, yaitu Avicennia marina, A. alba, Rhizophora
mucronata, R. apiculata, Acanthus ilicifolius, dan Brugruiera cylindrica. Jenis
mangrove yang paling banyak ditemukan di Desa Pabean Ilir pada habitat tambak,
sungai, dan pantai adalah R. mucronata. Jenis mangrove A. marina mendominasi
di habitat sungai, sementara R. mucronata mendominasi di habitat tambak dan
pantai di Desa Pagirikan (Lampiran 4 dan 5). Gambar 6 dan 7 merupakan gambar

11

Kerapatan mangrove (ind/ha)

kerapatan mangrove di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan, sementara Gambar 7 dan 8
menunjukkan basal area (tutupan) mangrove di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan.

180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
00000

113333
91668
70833
Pohon
Anakan
17667
125

Tambak

27378

14133
510

Semai

219

Sungai

Pantai

Habitat

Kerapatan mangrove (ind/ha)

Gambar 4 Kerapatan mangrove Desa Pabean Ilir

180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0

163889

94688

Pohon
Anakan
1 1 3
Tambak

3526650
Sungai

Semai
333 3400
Pantai

Habitat

Gambar 5 Kerapatan mangrove Desa Pagirikan

Kerapatan mangrove di Desa Pabean Ilir lebih tinggi dibandingkan di Desa
Pagirikan. Kerapatan mangrove tahap pohon di Desa Pabean Ilir paling tinggi
pada habitat pantai sebesar 510 ind/ha, tahap anakan paling tinggi di habitat
sungai dengan 27 378 ind/ha, dan untuk tahapan semai paling tinggi di habitat
tambak dengan 113 333 ind/ha. Kerapatan mangrove pada tahapan pohon, anakan,
dan semai di Desa Pagirikan paling tinggi ditemukan pada habitat pantai

Basal area (Ha)

12
0.0020
0.0018
0.0016
0.0014
0.0012
0.0010
0.0008
0.0006
0.0004
0.0002
0.0000

Pohon
Anakan

Tambak

Sungai

Pantai

Habitat

Basal area (Ha)

Gambar 6 Basal area mangrove di Desa Pabean Ilir

0.0020
0.0018
0.0016
0.0014
0.0012
0.0010
0.0008
0.0006
0.0004
0.0002
0.0000

Pohon
Anakan

Tambak

Sungai

Pantai

Habitat

Gambar 7 Basal area mangrove di Desa Pagirikan

Basal area (tutupan) mangrove di Desa Pagirikan lebih tinggi dibandingkan
di Desa Pabean Ilir. Tutupan mangrove di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan pada
tahap pohon tertinggi ditemukan pada habitat sungai dan terendah pada habitat
tambak, sementara untuk tahapan semai tutupan tertinggi di temukan di habitat
pantai untuk Desa Pabean Ilir dan di habitat sungai untuk Desa Pagirikan.
Wilayah pesisir Kabupaten Indramayu memilik tipe pasang surut campuran
condong harian tunggal, akan tetapi terkadang terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut. Kecepatan arus permukaan di sekitar pesisir Indramayu pada musim barat
dan musim angin timur diperkirakan mencapai 25 cm/detik, sementara pada
periode peralihan diperkirakan hanya berkisar 12 cm/detik (Kalay 2008). Tabel 2
dan 3 menunjukkan faktor lingkungan yang diukur selama pengamatan meliputi
suhu, PH, salinitas, kecerahan, dan kedalaman.

13
Tabel 2 Parameter perairan di Desa Pabean Ilir
Lokasi sampling
Tambak
Sungai
Pantai

Suhu (˚C)
25.5-28
26-27
28-29

pH
7-8.5
7-8
7-8

Parameter
Salinitas (psu) Kecerahan cm)
23-30
21-36
23-36
23-25
26-33
50-240

Kedalaman (cm)
30-50
30-60
180-270

Tabel 3 Parameter perairan di Desa Pagirikan
Lokasi sampling
Tambak
Sungai
Pantai

Suhu (˚C)
26-27
28-29
28-29

pH
7
7-8
7-8

Parameter
Salinitas (psu) Kecerahan cm)
24-29
26-27
25-30

15-40
20-25
35-50

Kedalaman (cm)
50-70
110-130
310-580

Suhu tertinggi di Pabean Ilir ditunjukkan pada sub-habitat pantai dengan
kisaran 28-29˚C dan terendah pada sub-habitat sungai dengan 26-27˚C. Kisaran
pH cenderung sama berkisar 7-8, kecuali pada sub-habitat tambak dengan kisaran
7-8.5. Kisaran salinitas tertinggi terdapat pada sub-habitat sungai dengan 23-36
psu dan terendah di sub-habitat tambak dengan 23-30 psu. Kisaran kecerahan
tertinggi pada sub-habitat pantai dengan 50-60 cm dan terendah pada sub-habitat
sungai dengan 20-25 cm. Kisaran kedalaman terendah pada habitat tambak 30-50
cm dan tertinggi pada habitat pantai 180-270 cm.
Suhu dan pH hampir sama untuk semua sub-habitat di desa Pagirikan,
dengan kisaran suhu 28-29˚C dan pH 7-8 kecuali pada sub-habitat tambak dengan
suhu 26-27˚C dan pH 7. Kisaran salinitas tertinggi pada sub-habitat pantai
dengan 25-30 psu dan terendah pada sub-habitat sungai dengan 26-27 psu, untuk
kisaran kecerahan tertinggi ditemukan pada sub-habitat pantai dengan 35-50 cm
dan terendah pada sub-habitat muara 20-25 cm. Kisaran kedalaman terendah pada
habitat tambak 50-70 cm dan tertinggi pada habitat pantai 310-580 cm.

Komposisi jenis dan kelimpahan relatif udang
Tabel 4 berisi tentang komposisi jenis udang di Desa Pabean Ilir dan Desa
Pagirikan. Udang yang tertangkap selama penelitian terdiri dari 8 spesies yang
berasal dari 4 famili berikut: Penaeidae (Penaeus merguiensis, P. japonicus, P.
monodon, Metapenaeus ensis, M. monoceros), Squillidae (Harpiosquilla
raphidae), Palaemolidae (M. rosenbergii), dan Sergestidae (Acetes sp) (Lampiran
4). Total individu yang tertangkap berjumlah 7 036 dengan masing-masing 3 400
di Desa Pabean Ilir dan 3 636 di Desa Pagirikan. Gambar 8 menunjukkan
kelimpahan relatif udang di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan.

14
14
Tabel 4 Komposisi jenis udang di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan
Desa

Pabean Ilir

No

Spesies
1
2
3
4
5
6
7

8
Jumlah

Pagirikan

1
2
3
4
5
6
7
8
Jumlah

Penaeidae
P. merguiensis
P. japonicus
P. monodon
M. ensis
M. monoceros
Sergestidae
Acetes sp
Squillidae
H. raphidae
Palaemonidae
M. rosenbergii
Penaeidae
P. merguiensis
P. japonicus
P. monodon
M. ensis
M. monoceros
Sergestidae
Acetes sp
Squillidae
H. raphidae
Palaemonidae
M. rosenbergii

Nama Lokal

Nama Umum

Jerbung
Kuruma
Windu
Dogol
Api-api

Banana Prawn
Kuruma Prawn
Giant Tiger Prawn
Greasyback shrimp
Speckled shrimp

Rebon

Jumlah Individu (n/ha)
Sungai
Pantai

Tambak



396
0
0
48
2412

69
2
0
27
51

163
2
1
49
2

Trasi Shrimp

56

60

0

Ronggeng

Mantis shrimp

0

4

0

Galah

Giant River Prawn

56
2968

2
215

0
217

Jerbung
Kuruma
Windu
Dogol
Api-api

Banana Prawn
Kuruma Prawn
Giant Tiger Prawn
Greasyback shrimp
Speckled shrimp

344
0
0
0
3006

47
0
0
13
31

95
1
2
30
0

Rebon

Trasi Shrimp

48

9

0

Ronggeng

Mantis shrimp

0

5

0

Galah

Giant River Prawn

2
3400

3
108

0
128

628
4
1
124
2465
0
116
0
4
0
58
3400
486
1
2
43
3037
0
57
0
5
0
5
3636

15
15

Gambar 8 Kelimpahan relatif udang di stasiun Pabean Ilir dan Pagirikan
Keterangan:1. P. merguiensis, 2. P. japonicus, 3. P. monodon, 4. M. ensis,
5. M. monoceros, 6. Acetes sp., 7. H. raphidae, 8. M. rosenbergii

Secara umum spesies P. merguiensis tersebar semua habitat dengan
dominansi yang tinggi, sementara spesies M. monoceros hanya mendominasi di
habitat tambak dan muara sungai baik di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan.

Struktur komunitas
Gambar 9 dan 10 menunjukkan struktur komunitas udang pada Desa Pabean
Ilir dan Desa Pagirikan.
Struktur komunitas antara kedua lokasi tidak
menunjukkan adanya perbedaan, namun perbedaan ditunjukkan antar sub-habitat
pada kedua lokasi penelitian.

1.60

Indeks

1.20

1.44

0.82

0.53
0.73

0.80

0.48

0.58

0.35

0.70

Tambak
0.34

0.40

Sungai
Pantai

0.00
H

E
Struktur Komunitas

D

H = Keanekaragaman E = Keseragaman D = Dominasi

Gambar 9 Struktur komunitas udang di Desa Pabean Ilir

16
1.60

Indeks

1.20

0.46

1.03

0.82

0.79

0.55

0.80

0.28

Tambak

0.41

Sungai

0.44
0.25

0.40

Pantai

0.00
H

E
Struktur Komunitas

D

H = Keanekaragaman E = Keseragaman D = Dominasi

Gambar 10 Struktur komunitas udang di Desa Pagirikan

Stasiun Pabean Ilir memiliki indeks keanekaragaman udang berkisar antara
0.53-1.44 dan stasiun Pagirikan memiliki kisaran yang lebih rendah berkisar
antara 0.46-1.02. Keanekaragaman udang tertinggi berada pada habitat sungai
masing-masing 1.44 dan 1.02 lalu habitat tambak untuk Pabean Ilir dan habitat
pantai untuk Pagirikan.
Indeks keseragaman udang (E) tertingggi juga
ditunjukkan di habitat sungai dengan dominansi (D) yang rendah (0.34) dan (0.25),
sementara habitat tambak dan pantai memiliki nilai indeks keanekaragaman dan
indeks keseragaman yang rendah, dengan dominansi yang tinggi.

Kebiasaan makan
Analisa kebiasaan makan diperlukan untuk mengetahui perbedaan
komposisi jenis antar lokasi dan sub-habitat. Hasil pengamatan pada perut udang,
menunjukkan adanya hancuran yang tidak teridentifikasi. Namun, berdasarkan
studi literatur, kebisaan makan udang dari genus Penaeus dan Metapenaeus, di
selat Malaka diketahui memakan Crustacea, Polychaetes, moluska, ikan, detritus,
dan alga (Hall 1962 in Sasekumar dan Chong 1981). Khusus spesies P.
merguiensis, isi perut dari spesies ini berupa Protozoa, Crustacea, Chelicerata,
Moluska, Annelida, Nematoda, Echinodermata, Pisces, Macrophyta, alga, diatom,
serta puing-puing yang tidak teridentifikasi (Sasekumar dan Chong 1981).
Menurut penelitian Nandakumar dan Damodaran (1998) di India, udang spesies M.
monoceros adalah omnivorous scavengers atau detritus feeders. Komposisi
makanan yang ditemukan di perut udang ini terdiri atas Polychaetes, detritus, ikan,
pasir, udang kecil, moluska, dan foraminifera.

Pembahasan
Kondisi mangrove dan keterkaitannya dengan struktur komunitas udang
Mangrove yang mendominasi di Desa Pabean Ilir adalah mangrove jenis R.
mucronta. Mangrove jenis ini merupakan mangrove dengan tipe perakaran

17
tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah. Tumbuh
optimal pada areal yang tergenang serta tanah yang kaya akan humus (Rusila et al.
1999). Kerapatan dan tutupan mangrove tahap pohon, ditemukan paling tinggi di
habitat sungai dan tahap semai serta anakan paling tinggi di pantai dan tambak.
Tingginya kerapatan pohon dan tutupan mangrove di habitat muara sungai, diduga
karena wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki tingkat kesuburan tinggi,
sehingga sesuai untuk pertumbuhan mangrove.
Udang yang ditemukan selama penelitian di Desa Pabean Ilir terdiri dari 8
spesies, masing-masing 5 spesies di habitat tambak dan pantai, serta 7 spesies di
habitat muara sungai. Jenis M. monoceros mendominasi di habitat tambak,
sementara jenis P. merguiensis mendominasi di habitat sungai dan pantai.
Habitat tambak dengan kedalaman yang berkisar 30-50 cm dengan salinitas
23-30 psu dan memiliki subtrat lumpur berpasir, diduga disukai oleh udang jenis
M. monoceros. Hal ini sesuai Dore dan Frimodt (1987), menyatakan bahwa
spesies M. monoceros memiliki penyebaran yang luas, hidup di perairan dangkal
hingga kedalam 60 m, lebih banyak dikedalaman 10-30 m, lebih menyukai subtrat
lumpur berpasir, hidup di salinitas payau hingga salinitas laut. Ketersediaan
makanan juga di duga menjamin kelimpahan jenis udang M. monoceros di habitat
tambak. Kelompok Polychaetes, detritus, ikan, udang-udangan, moluska, dan
foraminifera merupakan makanan bagi spesies M. monoceros (Nandakumar dan
Damodaran 1998). Selain itu, menurut Munga et al. (2013) dan Ronnback et al.
(2001), spesies M. monoceros memiliki penyebaran habitat yang luas karena
meiliki toleransi luas terhadap kondisi lingkungan.
Spesies P.merguiensis melimpah di habitat muara sungai dan pantai.
Habitat muara sungai dengan karakteristik substrat berlumpur menjadi pilihan
spesies ini untuk hidup dan mencari makan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Dore I dan Frimodt C (1987), bahwa juvenile P. merguiensis hidup di estuari dan
dewasa lebih banyak di laut dengan kedalaman berkisar antara 10-45 m di dasar
berlumpur. Udang P. merguiensis yang ditemukan di habitat muara sungai
memiliki ukuran lebih pendek dibandingkan yang ditemukan di habitat pantai.
Spesies P.merguiensis, yang ditemukan di habitat pantai diduga merupakan
udang yang sedang melakukan migrasi untuk pemijahan di laut, karena saat
penelitian merupakan bulan saatnya udang jenis ini memijah di laut. Sesuai
dengan Vance et al. (1998), yang menyatakan udang P. merguiensis memijah
pada bulan Agustus-November. Udang memiliki siklus hidup yang saat dewasa
akan memijah di laut, saat larva udang akan berpindah ke daerah estuari (nursery
ground), akan tumbuh menjadi juvenile selama 6-20 minggu sebelum akhirnya
kembali ke laut untuk memijah (Haywood dan Staples 1993 in Primavera 1998).
Spesies P. japonicus dan P. monodon ditemukan di sungai dan pantai
dengan jumlah yang sangat sedikit. Dore dan Frimodt (1987), menyatakan bahwa
P. japonicus merupakan udang laut yang hidup di subtrat lumpur berpasir dan di
dasar pasir di kedalaman hingga 90 m dan P. monodon merupakan udang laut
yang menyukai dasar lumpur atau pasir, hidup di seluruh kedalaman dari dangkal
hinggga 110 m (Dore dan Frimodt 1987). Karena kedua jenis udang ini
merupakan udang laut, sehingga tidak banyak ditemukan di daerah estuari.
Spesies M. ensis ditemukan di habitat tambak, sungai, dan pantai. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Dore dan Frimodt (1987), yang menyatakan bahwa
spesies ini hidup daerah estuari dan laut, serta lebih memilih substrat lumpur atau

18
lumpur berpasir, di perairan dangkal hingga kedalaman 64 m. Spesies M.
rosenbergii ditemukan di habitat tambak dan sungai dengan kelimpahan yang
sangat kecil. Menurut Dore dan Frimodt (1987), spesies M. rosenbergii
merupakan udang hidup di air tawar dan air payau, serta terkadang ditemukan
juga di lingkungan laut. Udang M. rosenbergii atau udang galah merupakan udang
tawar yang biasa ditemukan di danau, rawa, waduk, dan sungai yang berhubungan
langsung dengan laut. Hal ini disebabkan dalam daur hidupnya, udang galah akan
memijah menuju ke perairan payau. Telur udang galah akan memijah pada
salinitas 6 ppt dan larvanya akan berkembang dengan baik pada salinitas 14-15
ppt. Keberadaan udang tawar ini di daerah perairan payau seperti tambak dan
muara sungai disebabkan udang ini sedang berada selama masa pemijahan. Hal
ini terlihat dari hasil tangkapan udang ini, yang rata-rata hasil tangkapannya
didominasi udang galah yang memiliki telur di abdomennya. Udang H. raphidae
hanya ditemukan di muara sungai dengan jumlah hanya 4 ekor. Udang ini
merupakan udang jenis udang laut yang hidup di dearah intertidal hingga subtidal
pada kedalaman 2 meter hingga 43 meter dengan substrat lumpur atau lumpur
berpasir (Mahsyar dan Wardianto 2011).
Indeks keanekaragaman udang di Pabean Ilir, berkisar antara 0.53-144,
dengan keanekaragaman tertinggi di habitat sungai dan terendah di habitat pantai.
Hal tersebut juga sejalan dengan indeks keseragaman, namun berbanding terbalik
dengan indeks dominansi. Dominansi tertinggi ditemukan di habitat pantai
dengan 0.73 dan terendah di sungai dengan 0.34.
Tingginya keanekaragaman di muara sungai dikarenakan perairan sekitar
muara sungai bermangrove cenderung lebih disukai udang. Daerah muara
mendapat pasokan hara dari serasah mangrove dan hara dari daratan yang terbawa
aliran sungai. Hal tersebut juga didukung oleh kerapatan dan tutupan mangrove
yang lebih tinggi di habitat sungai dibandingkan di habitat tambak dan pantai
(Gambar 4-7) dan jumlah jenis mangrove yang lebih banyak (Lampiran 4).
Tingginya kerapatan dan tutupan mangrove di muara sungai menyebabkan daerah
mangrove di muara sungai menyediakan habitat yang lebih baik untuk udang,
dengan tingginya produksi serasah mangrove yang dapat menjadi sumber
makanan bagi udang. Sukardjo (2004), menyatakan bahwa terdapat surplus
energi yang besar di hutan mangrove dalam bentuk detritus. Detritus membentuk
komponen dasar bagi makanan organisme laut. Jenis mangrove R. mucronata
yang mendominansi, memiliki sistem perakaran tunjang yang komplek, juga
menyediakan daerah persembunyian dari predator yang lebih baik dan aman.
Jenis mangrove yang banyak ditemukan di Desa Pagirikan adalah R.
mucronata pada habitat tambak dan pantai, serta A. marina pada habitat sungai.
Mangrove A. marina merupakan jenis mangrove yang yang paling umum
ditemukan di habitat pasang-surut. Memiliki sistem perakaran horizontal yang
rumit, akar nafas tegak dengan sejumlah lentisel (Rusila et al. 1999).
Udang yang ditemukan selama penelitian di Desa Pagirikan terdiri dari 8
spesies udang, masing-masing 4 spesies di habitat tambak dan pantai, serta 6
spesies di habitat muara sungai. Tidak berbeda dengan penyebaran di Desa
Pabena Ilir, pada Desa Pagirikan udang jenis M. monoceros juga mendominasi di
habitat tambak, dan P. merguiensis mendominasi di habitat sungai dan pantai.
Dengan komposisi jenis yang hampir sama dan kondisi mangrove, serta struktur

19
komunitas yang hampir tidak berbeda. Kerapatan mangrove dan tutupan
mangrove paling tinggi juga ditemukan di habitat muara sungai.
Hasil penelitian di kedua lokasi penelitian Desa Pabean Ilir dan Pagirikan
memperoleh hasil yang hampir tidak berbeda, baik dari kondisi mangrove, kondisi
perairan, jumlah jenis udang serta persebaran spesies udang di masing-masing
habitat tambak, sungai, dan pantai.
Indeks keanekaragaman berkisar antara 0.46-1.03, paling tinggi ditemukan
di habitat sungai dan terendah di habitat tambak. Dominansi tinggi ditemukan di
habitat tambak dengan indeks 0.82, pada habitat ini didominansi oleh spesies M.
monoceros.
Spesies mangrove yang ditemukan terdiri dari 6 jenis, didominasi oleh
mangrove jenis R. mucronata baik pada tahap pohon, anakan, dan semai.
Kerapatan mangrove lebih tinggi ditunjukkan pada Desa Pabean Ilir dibandingkan
di Desa Pagirikan, dengan kerapatan mangrove paling tinggi ditemukan di habitat
sungai. Tutupan mangrove lebih tinggi ditemukan pada Desa Pagirikan, dengan
tutupan paling tinggi juga ditemukan di habitat sungai. Tingginya tutupan
mangrove di Desa Pagirikan dengan kerapatan yang lebih rendah di bandingkan
Desa Pabean Ilir, diduga karena ukuran diameter batang mangrove di Desa
Pagirikan lebih besar dibandingkan di Desa Pabean Ilir. Dengan demikian,
mangrove yang ditemukan di Pagirikan memiliki ukuran batang yang lebih besar
dibandingkan di Desa Pabean Ilir. Hal tersebut disebabkan, mangrove di Desa
Pabean Ilir lebih banyak didominasi mangrove pada tahapan semai yang memiliki
diameter batang yang kurang dari 2 cm.
Udang yang diperoleh selama penelitian terdiri dari 8 spesies, yang
didominasi dua spesies udang, yaitu api-api (M. monoceros) dan udang jerbung (P.
merguiensis) (Tabel 4). Hal ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian di estuaria
Teluk Cempi Arifin (2002), yang juga memperoleh 8 spesies udang namun di
dominasi oleh spesies P. indicus dan M. monoceros. Primavera (1998) dan
Ronback et al. (1999), di Filipina, memperoleh 9 spesies udang di perairan
mangrove yang masing-masing didominansi spesies M. ensis dan P.merguiensis
serta udang Palaemonidae dan udang Acetes. Berbeda dengan ketiganya,
penelitian Mumin (2004), di mangrove Teluk Bula Maluku hanya memperoleh 3
spesies udang, dan Machmud (2006), di estuari Sungai Kakap, Kalbar
memperoleh 4 spesies udang. Perbedaan ini diduga karena setiap daerah
penelitian memiliki karakteristik berbeda-beda yang mendukung kelangsungan
hidup udang. Selain itu, dikarenakan terdapat perbedaan alat tangkap dan musim
penangkapan.
Hasil pada Tabel 4, menunjukkan adanya perbedaan komposisi beberapa
spesies dalam menempati habitat. Speseis M. monoceros mendominasi di habitat
tambak dan spesies P. merguiensis mendominasi di habitat sungai serta pantai di
kedua lokasi penelitian. Keberadaan udang di habitat tertentu, disebabkan kondisi
lingkungan tersebut memiliki kondisi yang sesuai untuk proses kehidupan udang
tersebut. Tabel 2 dan 3 menunjukkan hasil pengukuran dari karakteristik fisika
dan kimia lokasi pengambilan contoh di Desa Pabean Ilir dan Desa Pagirikan.
Hasil uji t (p>0.05), menunjukkan tidak ada perbedaan kondisi perairan antara
Desa Pabean Ilir dan Desa Pagirikan (Lampiran 6). Beberapa penelitian yang
telah dilakukan di perairan Indonesia, menunjukkan kisaran suhu optimal untuk
udang berkisar antara 28-30˚C, salinitas optimum berkisar 23-32 psu, pH

20
optimum berkisar 7.4-8.5 (Pratiwi 2010), dan kecerahan berkisar 40-60 cm (Boyd
1989). Menurut Kumlu et al. (2001), udang merupakan hewan yang mampu
hidup pada salinitas yang kisarannya cukup lebar atau euryhaline sehingga, pada
salinitas 33 psu dan 36 psu, pada habitat sungai dan pantai Desa Pabean Ilir masih
ditemukan udang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di
semua sub-habitat di kedua lokasi penelitian masih dapat ditoleransi untuk
pertumbuhan dan kelangsungan udang.
Perbedaan penyebaran spesies udang, dapat disebabkan setiap spesies udang
menyukai habitat yang berbeda seperti tipe substrat, kedalaman, kecerahan, suhu,
dan salinitas (Pratiwi dan Wijaya 2011; Munga et al. 2012 in Munga et al. 2013).
Krebs (1972), menyatakan bahwa keberadaan suatu spesies di dalam suatu
perairan dipengaruhi oleh penyebaran, tingkah laku, adanya spesies predator, dan
kompetitor, serta beberapa faktor kimia dan fisika perairan. Ketiadaan spesies
yang dipengaruhi oleh penyebaran terjadi karena migrasi untuk memijah, mencari
makan, dan menghindari lingkungan yang buruk. Suatu organisme dapat bertahan
hidup, tumbuh, dan berkembang biak karena adanya energi yang tersedia dalam
makanannya. Makanan merupakan komponen lingkungan yang penting yang
menjadi faktor penentu populasi. Sehingga, apabila terdapat penyebaran habitat
udang yang berbeda antara hasil pengamatan di Pabean Ilir dan Pagirikan, hal
tersebut diduga bukan hanya dipengaruhi faktor lingkungan, tetapi juga
keberadaan makanan dari udang tersebut dan adanya migrasi udang untuk
memijah.
Hasil komputasi indeks struktur komunitas udang secara spasial tertera
dalam Gambar 9 dan 10. Stasiun Pabean Ilir memiliki indeks keanekaragaman
udang berkisar antara 0.53-1.44, sementara stasiun Pagirikan memiliki kisaran
yang lebih rendah, yaitu antara 0.46-1.02. Arifin (2002), menyebutkan di Teluk
Cempi juga menemukan indeks keanekaragaman pasca larva udang rendah
berkisar antara 0.02-1.36. Rendahnya keanekaragaman jenis udang yang
didapatkan selama penelitian ini, sangat berkaitan dengan kondisi lingkungan
estuari dan mangrove yang secara fisik sangat berfluktuasi, sehingga hanya
spesies tertentu dengan kemampuan adaptasi tinggi yang mampu bertahan.
Suatu komunitas mempunyai keanekaragaman spesies tinggi jika
kelimpahan spesies yang ada atau proporsi antarspesies secara keseluruhan sama
banyak atau hampir sama banyak (Brower et al. 1990 in Manik 2011. Semakin
merata penyebaran individu atau proporsi antar spesies, maka keseimbangan
komunitas akan makin meningkat. Diversitas spesies tergantung pada stabilitas
habitat. Semakin baik dan stabil kondisi suatu habitat, akan lebih banyak ragam
spesies dan kekayaan biota yang hidup di dalamnya.
Sebaliknya,
keanekaragaman cenderung berkurang dalam komunitas biotik yang tertekan atau
labil (Manik 2011).
Indeks keanekaragaman dan keseragaman tertinggi di stasiun Pabean Ilir
dan Pagirikan didapatkan di habitat sungai, sementara yang terendah di stasiun
Pabean Ilir didapatkan di pantai dan di tambak untuk stasiun Pagirikan.
Dominansi tertinggi di Desa Pabean Ilir ditemukan di habitat pantai yang di
dominasi oleh jenis P. merguiensis dan di habitat tambak pada Desa Pagirikan
yang didominasi jenis M. monoceros (Gambar 5 dan 6).
Tingginya
keanekaragaman di muara sungai dikarenakan perairan sekitar muara sungai
memiliki kondisi mangrove yang lebih baik. Daerah muara mendapat pasokan

21
hara dari serasah mangrove dan hara dari daratan yang terbawa aliran sungai. Hal
tersebut juga didukung oleh kerapatan dan tutupan mangrove yang lebih tinggi di
habitat sungai dibandingkan di habitat tambak dan pantai (Gambar 7-10) dan
jumlah jenis mangrove yang lebih banyak (Lampiran 4 dan 5). Tingginya
kerapatan dan tutupan mangrove di muara sungai, maka daerah mangrove di
muara sungai menyediakan habitat yang lebih baik untuk udang, dengan tingginya
produksi serasah mangrove yang dapat menjadi sumber makanan bagi udang.
Sukardjo (2004), menyatakan bahwa terdapat surplus energi yang besar di hutan
mangrove dalam bentuk detritus. Detritus ini membentuk komponen dasar bagi
makanan organisme laut. Jenis mangrove R. mucronata yang mendominansi,
memiliki sistem perakaran tunjang yang komplek, juga menyediakan daerah
persembunyian dari predator yang lebih baik dan aman.
Hasil uji Pearson menunjukkan adanya korelasi antara kerapatan mangrove
dengan struktur komunitas udang (Lampiran 7-12). Berdasarkan hasil uji t
(p>0.05), struktur komunitas udang antara Desa Pabean Ilir dengan Pagirikan
tidak menunjukkan adanya perbedaan (Lampiran 13). Desa Pabean Ilir memiliki
luasan dan kerapatan mangrove yang lebih tinggi, tetapi berdasarkan uji t tidak
menunjukkan adanya perbedaan struktur komunitas di kedua lokasi penelitian.
Hal ini diduga karena lokasi pengambilan contoh di Desa Pabean Ilir memiliki
jarak yang lebih dekat dengan pemukiman warga, sehingga pengaruh limbah
antopogenik lebih tinggi di Desa Pabean Ilir dibandingkan di Desa Pagirikan.
Selain itu, walaupun Pabean Ilir memiliki luasan dan kerapatan yang lebih tinggi
di bandingkan Pagirikan, namun tutupan mangrove Desa Pagirikan lebih tinggi
dibandingkan Desa Pabean Ilir, sehingga memungkinkan produksi serasah
mangrove lebih tinggi dan menyediakan daerah perlindungan yang lebih aman.
Menurut Arceocarranza dan Vega (2009), kondisi perairan yang dinamis
mempengaruhi variabel lingkungan yang selanjutnya akan mempengaruhi sebaran
ikan di perairan pada skala spasial dan temporal. Kualitas ekosistem mangrove
yang memiliki kerapatan dan basal area yang tinggi dicirikan oleh keberadaan
jenis udang yang lebih banyak. Hal tersebut mendukung pernyataan bahwa
mangrove merupakan habitat penting bagi udang karena mangrove berperan
sebagai daerah asuhan, mendukung perikanan melalui penyediaan habitat dan
makanan dan juga sebagai daerah perlindungan dari spesies predator (Hatcher et
al. 1989; Noor et al. 1990; Chong et al. 1990 in Primavera 1998; Sasekumar et al.
1992).

Rekomendasi pengelolaan
Perlu adanya pengawasan oleh para stakeholders terkait, terhada